laporan perkembangan ekonomi makro

advertisement
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001
DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001
Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki
tahun 2001 terjadi peningkatan ketidakpastian yang mengganggu proses
pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2001 yang sebelumnya
diperkirakan antara 4,5 – 5,5% menjadi sulit tercapai. Perekonomian
diperkirakan hanya tumbuh antara 3 – 4%. Perlambatan ini membawa berbagai
konsekuensi. Diantaranya adalah meningkatnya jumlah pengangguran terbuka
(menjadi sekitar 7%) dan melemahnya ketahanan fiskal.
Apabila pertumbuhan yang rendah ini terus diikuti oleh ketidakstabilan politik
dan keamanan, program restrukturisasi utang dapat terhambat, fungsi
intermediasi perbankan tidak berjalan, arus modal dari luar negeri terhenti, dan
investasi terganggu. Upaya pokok yang perlu ditempuh adalah meningkatkan
stabilitas ekonomi termasuk ketahanan fiskal. Ini membutuhkan stabilitas politik
dan keamanan yang memadai. Agar investasi yang menurun drastis selama krisis
terealisasi secara memadai dalam tahun 2002 nanti dan perekonomian terhindar
dari stagflasi.
1
DALAM TAHUN 2000 PROSES
EKONOMI TERUS BERLANGSUNG
PEMULIHAN
Dalam tahun 2000 proses
pemulihan ekonomi terus
berlangsung dengan ekspor dan
investasi sebagai pendorongnya.
Dari sisi produksi, semua sektor
tumbuh positif, termasuk subsektor dalam industri nonmigas.
Dalam tahun 2000 proses pemulihan ekonomi terus berlangsung.
Perekonomian tumbuh sekitar 4,8% dengan ekspor dan investasi
sebagai penggeraknya (masing-masing tumbuh sekitar 16,1% dan
8,9%); sedangkan konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat
(sekitar 3,6%). Dari sisi produksi, semua sektor menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Industri pengolahan nonmigas
tumbuh sekitar 7,2%; pertanian sekitar 1,7%; dan sektor-sektor
lainnya sekitar 5,1%. Di dalam kelompok industri nonmigas, subsektor (a) alat angkut, mesin, dan peralatan, (b) logam dasar, besi,
dan baja, (c) pupuk, kimia, dan barang karet, (d) tekstil, barang
kulit dan alas kaki, (e) kertas dan barang cetakan, tumbuh dua
digit.
Di sektor pertanian, produksi
beras meningkat menjadi 51,2 juta
ton dan turut menyumbang bagi
stabilnya harga beras di dalam
negeri.
Di sektor pertanian, produksi beras meningkat menjadi 51,2 juta
ton dan turut menyumbang bagi stabilnya harga beras di dalam
negeri. Harga beras rata-rata mutu sedang di ibukota propinsi
dalam tahun 2000 sekitar Rp 2300 per kg, menurun dari tahun
1999 sekitar Rp 2600 per kg. Sumbangan kenaikan harga beras
terhadap inflasi dalam tahun 2000 tercatat sekitar 11%.
Beberapa leading indicator
menunjukkan perkembangan yang
searah, seperti yang ditunjukkan
oleh konsumsi listrik, impor bahan
baku/penolong, serta penjualan
mobil, sepeda motor, dan semen.
Beberapa leading indicator menunjukkan perkembangan yang
searah. Konsumsi listrik oleh sektor industri tumbuh sekitar 8,5%
dan bahkan sudah melebihi masa sebelum krisis; impor bahan
baku/penolong dan barang modal masing-masing sekitar 40,2%
dan 59,4%; serta konsumsi semen sekitar 23,5%. Penjualan mobil
dan sepeda motor naik ke tingkat yang mendekati sebelum krisis.
Arus wisatawan asing juga menunjukkan peningkatan meskipun
tidak merata pada semua bandara.
Pertumbuhan ekonomi tahun
2000 telah membantu mengurangi
pengangguran terbuka dan
memperbaiki kesejahteraan pekerja
Pertumbuhan ekonomi membantu menciptakan lapangan kerja
bagi tambahan angkatan kerja dan pengangguran terbuka.
Tingkat pengangguran terbuka dalam tahun 2000 menurun
menjadi 6,1% angkatan kerja. Sejalan dengan itu upah riil pekerja
di berbagai daerah dan kegiatan ekonomi meningkat mendekati
masa sebelum krisis. Pendapatan per kapita masyarakat mencapai
Rp 6,3 juta atau setara dengan US$ 756.
Meskipun terjadi perbaikan,
pertumbuhan ekonomi tahun 2000
lebih lambat dibandingkan dengan
negara-negara lain yang mengalami
krisis serupa.
Meskipun terjadi perbaikan di sektor riil, pertumbuhan ekonomi
tahun 2000 lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain
yang mengalami krisis serupa. Perekonomian Korea Selatan
tumbuh 10,9% dan 8,8% dalam tahun 1999 dan 2000 setelah
mengalami kontraksi sekitar 6,7% pada tahun 1998. Demikian
pula perekonomian Thailand tumbuh sekitar 4,2% dan 4,3%
setelah mengalami kontraksi sekitar 10,2% dalam kurun waktu
yang sama.
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
2
PERTUMBUHA N EKONOMI NEGARA A SIA
I/1995 - I/2001
15
10
5
%
0
-5
-10
-15
-20
1995:1
1996:1
1997:1
Thailand
Pertumbuhan ekonomi tahun
2000 juga belum didukung oleh
pulihnya kepercayaan masyarakat
dan berfungsinya intermediasi
perbankan.
1998:1
Korea
1999:1
2000:1
2001:1
Indonesia
Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 juga belum didukung oleh
pulihnya kepercayaan masyarakat. Minat investasi dalam tahun
2000 masih jauh di bawah tingkat sebelum krisis. Persetujuan
PMDN dan PMA hanya mencapai masing-masing Rp 60,1 triliun
dan US$ 14,9 miliar atau sekitar 50,2% dan 44,1% dari investasi
yang disetujui dalam tahun 1997 yang lalu. Arus keluar
penanaman modal asing (neto) masih meningkat, dari US$ 2,7
miliar pada tahun 1999 menjadi US$ 3,9 miliar pada tahun 2000.
Fungsi intermediasi perbankan juga belum sepenuhnya pulih
antara lain karena sebagian nasabahnya sedang dalam proses
restrukturisasi utang. Sedangkan untuk nasabah baru, perbankan
masih diliputi oleh kekuatiran mengingat masih besarnya unsur
ketidakpastian. Sampai dengan akhir tahun 2000, jumlah kredit
dalam rupiah hanya naik 8,5%. Adapun kenaikan kredit dalam
valuta asing lebih didorong oleh melemahnya rupiah. Sehingga
meskipun dalam nilai rupiah, kredit valuta asing meningkat
sekitar 37,7%, namun dalam dolar AS hanya naik sekitar 1,8%.
MEMASUKI TAHUN 2001 UNSUR KETIDAKPASTIAN
MENINGKAT
Memasuki tahun 2001 hingga
April 2001 terjadi peningkatan
ketidakpastian yang mengganggu
proses pemulihan ekonomi.
Memasuki tahun 2001 hingga April 2001, terjadi peningkatan
ketidakpastian yang mengganggu proses pemulihan ekonomi.
Pertama adalah meningkatnya ketidakstabilan politik dan
keamanan. Merebaknya isyu kerusuhan massa yang berkaitan
dengan memorandum DPR-RI sebagaimana yang terjadi di
Jakarta dan Jawa Timur; timbulnya kembali konflik sosial antar
etnis sebagaimana yang terjadi di Kalimantan Tengah;
dihentikannya untuk sementara operasi produksi gas alam di
Aceh; serta pemogokan karyawan yang bermuara dari hubungan
yang kurang harmonis antara pengusaha dan karyawan, telah
meningkatkan ketidakpastian usaha yang sangat dibutuhkan
untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi.
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
3
Kedua, berkaitan dengan yang pertama, adalah makin
menurunnya kepercayaan masyarakat baik luar maupun dalam
negeri. Salah satunya adalah diturunkannya peringkat obligasi dan
deposito Indonesia dari ′positif′ menjadi ′stabil′ dan peringkat
utang jangka panjang dari ′stabil′ menjadi ′negatif′ berkaitan
dengan meningkatnya ketidakpastian sosial politik di Indonesia.
Selanjutnya program dengan IMF yang masih terhambat
pembahasannya telah melemahkan dukungan lembaga-lembaga
keuangan internasional lainnya terhadap proses pemulihan
ekonomi di Indonesia. Sehingga meskipun Jepang telah
menyatakan kesediaannya untuk melakukan restrukturisasi utang
Indonesia, masih timbul keraguan terhadap keberhasilan upaya
pemerintah untuk menunda pembayaran utang luar negeri
melalui Paris Club II.
Survei ekspektasi menunjukkan
bahwa dunia usaha cenderung
menunda atau mengurangi rencana
ekspansi.
Indikasi menurunnya kepercayaan masyarakat terlihat pula dari
survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute. Dengan
kondisi politik yang tidak pasti, sejak Desember-Januari yang lalu,
sebagian besar responden merasakan bahwa resiko berusaha di
Indonesia cenderung meningkat sehingga mereka memilih
menunda atau mengurangi rencana ekspansi perusahaan.
Partisipasi asing dalam pasar
modal di dalam negeri cenderung
menurun.
Selain melalui arus modal asing (neto) yang diperkirakan masih
defisit sampai dengan triwulan I/2001, menurunnya kepercayaan
masyarakat internasional juga terlihat dari minat asing pada pasar
modal di dalam negeri yang terus melemah. Apabila pada akhir
tahun 1999 nilai saham yang dimiliki asing mencapai Rp 122,2
triliun (atau sekitar 27% dari nilai kapitalisasi pasar) maka pada
akhir Maret tahun 2001 telah menurun menjadi Rp 45,4 triliun
(atau sekitar 20% dari nilai kapitalisasi pasar). Nilai kapitalisasi
pasar secara keseluruhan terus menurun sejak awal tahun 2000.
Ketidakpastian selanjutnya
melemahkan nilai tukar rupiah
dan harga saham.
Ketidakpastian ini selanjutnya mempengaruhi pasar uang dan
pasar modal. Meskipun pada awal bulan Januari 2001, Bank
Indonesia mengeluarkan peraturan yang melarang perdagangan
rupiah oleh bank asing/bukan penduduk sehingga rupiah relatif
stabil pada bulan tersebut, namun faktor non-ekonomi yang tidak
menguntungkan terus melemahkan rupiah hingga melebihi Rp
12.000,- per dolar AS pada bulan April 2001 dan menekan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) di bawah 400. Dengan amannya
pelaksanaan Sidang Paripurna DPR-RI, rupiah dan IHSG sempat
menguat. Namun tetap dibayangi oleh ketidakpastian.
Melemahnya nilai tukar rupiah
turut mendorong meningkatnya
inflasi.
Melemahnya rupiah turut mendorong laju inflasi. Dalam empat
bulan pertama tahun 2001 (Jan.-Apr. 2001), laju inflasi telah
mencapai 2,57%, lebih tinggi dari kurun waktu yang sama tahun
2000 (sekitar 1,50%). Selama setahun (year-on-year, yaitu sejak Mei
2000 hingga April 2001), laju inflasi mencapai 10,51%. Sementara
itu, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan pada
akhir triwulan I/2001 naik 1,3% dibandingkan dengan akhir
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
4
triwulan IV/2000, menjadi 15,8%.
Kecenderungan-kecenderungan ini tidak menguntungkan.
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemulihan
ekonomi akan berpengaruh terhadap proses restrukturisasi utang
perusahaan, menghambat arus modal masuk dari luar negeri, dan
mempengaruhi kinerja investasi.
PEREKONOMIAN TRIWULAN I/2001 TUMBUH 4%
(Y-O-Y)
Beberapa perkembangan leading
indicator triwulan I/2001
menunjukkan perlambatan.
Beberapa leading indicator dalam triwulan I/2001 menunjukkan
perlambatan. Pertumbuhan konsumsi listrik oleh industri, serta
penjualan mobil dan sepeda motor melambat dibandingkan
dengan triwulan I/2000. Dalam triwulan I/2001 total nilai ekspor
mencapai US$ 14,8 miliar atau hanya naik sekitar 5%
dibandingkan dengan triwulan I/2000. Sedangkan nilai ekspor
nonmigas hanya naik sekitar 3,3% untuk kurun waktu yang sama.
Dalam triwulan I/2001,
perekonomian tumbuh 4,0%
dibandingkan dengan triwulan
I/2000; lebih lambat dari tahun
sebelumnya.
Dengan perkembangan tersebut di atas dalam triwulan I/2001,
perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 4,0% dibandingkan
dengan triwulan I/2000 (y-o-y). Dari sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh ekspor barang
dan jasa, investasi, serta konsumsi pemerintah dan rumah tangga
yang berturut-turut naik sekitar 11,7%, 10,2%, 6,0%, dan 4,8%.
Pertumbuhan dari unsur permintaan agregat ini lebih lambat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (triwulan I/2000
terhadap triwulan I/1999) kecuali konsumsi rumah tangga.
Sementara itu dari sisi produksi, semua sektor tumbuh lebih
lambat dibandingkan dengan triwulan I/2000 kecuali sektor
pertanian. Sektor industri hanya tumbuh 5,9% dibandingkan
triwulan sama tahun sebelumnya yang mampu tumbuh sekitar
8,1%. Ringkasan pertumbuhan ekonomi dalam triwulan I/2001
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I/2001
(dalam persen, y-o-y)
I/2000
PDB
4,2
PDB Nonmigas
4,8
Konsumsi Rumah Tangga
2,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto
13,1
Ekspor Barang dan Jasa
15,1
Impor Barang dan Jasa
5,0
Pertanian
-5,5
Industri
8,1
Industri Nonmigas
8,8
Lainnya
5,9
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
I/2001
4,0
4,5
4,8
10,2
11,7
34,1
2,3
5,9
7,0
3,7
5
PROSPEK TAHUN 2001: TIDAK CERAH
Prospek ekonomi dalam tahun
2001 terutama akan dipengaruhi
oleh kepercayaan masyarakat.
Kecenderungan melemahnya rupiah,
meningkatnya suku bunga SBI,
meningkatnya inflasi, melambatnya
pertumbuhan ekspor khususnya
nonmigas, masih tingginya
ketidakstabilan politik dan
keamanan akan mempengaruhi
gambaran ekonomi tahun 2001.
Prospek ekonomi dalam keseluruhan tahun 2001 terutama akan
dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap pemulihan
ekonomi. Kecenderungan melemahnya rupiah, meningkatnya
suku bunga SBI, meningkatnya inflasi, melambatnya
pertumbuhan ekspor khususnya nonmigas, masih tingginya
ketidakstabilan politik dan keamanan akan mempengaruhi
kepercayaan masyarakat dan pada gilirannya gambaran ekonomi
tahun 2001.
Peringkat utang pemerintah
kembali diturunkan.
Dalam bulan Mei 2001 peringkat utang pemerintah jangka
panjang untuk valuta asing kembali diturunkan dari B− menjadi
CCC+ dan untuk mata uang lokal dari B menjadi B− karena
penyesuaian fiskal dianggap tidak memadai, beban utang
pemerintah yang sangat berat, dan tidak pastinya pembiayaan
defisit anggaran yang meningkat.
Proses restrukturisasi utang
perusahaan melamban.
Salah satu hambatan pokok yang dapat mempengaruhi prospek
ekonomi tahun 2001 adalah gejala melambannya proses
retrukturisasi utang perusahaan. Ketidakjelasan kewenangan
lembaga serta kekuatiran yang berlebihan terhadap konsekuensi
hukum telah menghambat proses pengambilan keputusan dan
implementasi kebijakan oleh lembaga-lembaga terkait seperti
KKSK, BPPN, dan Prakarsa Jakarta. Ketidakpastian tersebut
akan memberi persepsi negatif bagi masyarakat internasional
khususnya investor.
Dalam triwulan II dan III/2001
pertumbuhan ekonomi
diperkirakan sekitar 3,6% dan
3,0% (y-o-y).
Dengan perkembangan ini, dalam triwulan II dan III/2001
kepercayaan masyarakat diperkirakan masih tetap rendah.
Pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan melambat
sehingga pertumbuhan ekonomi dalam triwulan II dan III/2001
diperkirakan melambat berturut-turut menjadi sekitar 3,6% dan
3,0% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
Dalam bulan Agustus 2001
diharapkan tercipta kepastian
politik. Pertumbuhan ekonomi
triwulan IV/2001 diperkirakan
sekitar 3,7% (y-o-y).
Dalam bulan Agustus 2001 diharapkan tercipta kepastian politik
yang mampu memulihkan kepercayaan masyarakat yang pada
gilirannya mampu menarik investasi, mendorong konsumsi
masyarakat, meningkatkan nilai tukar rupiah, dan mengurangi
tekanan inflasi yang umumnya cenderung meningkat pada akhir
Dalam survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute pada
bulan Maret 2001 terjadi penurunan indeks kepercayaan
konsumen ke tingkat yang paling rendah (98,5), melebihi ambang
batas psikologis (100). Angka di bawah 100 menunjukkan jumlah
responden yang pesimis melebihi yang optimis. Hasil di atas
sejalan dengan Survei Ekspektasi Konsumen yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dalam bulan Maret 2001 yang menunjukkan
bahwa tingkat optimisme konsumen terhadap perekonomian
untuk 6-12 bulan mendatang cenderung menurun.
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
6
tahun. Dalam triwulan IV/2001, perekonomian diperkirakan
meningkat menjadi sekitar 3,7% dibandingkan dengan triwulan
yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi dalam
keseluruhan tahun 2001
diperkirakan 3 – 4%.
Dengan perlambatan ekonomi dalam tiwulan II dan III/2001,
meskipun diperkirakan terjadi percepatan dalam triwulan
IV/2001, pertumbuhan ekonomi dalam keseluruhan tahun 2001
diperkirakan menurun menjadi antara 3 – 4%, lebih rendah dari
perkiraan semula antara 4,5 – 5,5%. Pola pertumbuhan ekonomi
triwulan I – IV/2001 dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut.
PERTUMBUHA N PDB TRIW ULA NA N
1995:1 - 2001:4 (Y-O-Y)
30
%
10
-10
-30
-50
1995:1
1996:1
Investasi
1997:1
1998:1
1999:1
Konsumsi RT
2000:1
PDB
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001
Y-O-Y
I/2001*)
II/2001
III/2001
IV/2001
Konsumsi Rumah Tangga
4,8
3,0
3,2
4,4
Pengeluaran Pemerintah
6,0
-4,3
1,0
2,8
PMTB **)
10,2
5,5
7,2
12,1
Ekspor Barang dan Jasa
11,7
10,5
8,6
15,2
Impor Barang dan Jasa
34,1
32,2
20,1
21,8
PDB
4,0
3,6
3,0
3,7
*) realisasi; **) tidak termasuk perubahan stok
Nilai tukar rupiah diperkirakan
masih tertekan sampai dengan
pertengahan triwulan III/2001
dan menguat setelah tercipta
kepastian politik dalam bulan
Agustus 2001.
2001:1
2001
3,8
1,3
8,8
11,5
26,4
3,6
Sampai dengan pertengahan triwulan III/2001 rupiah
diperkirakan tetap tertekan. Dalam keseluruhan tahun 2001, nilai
tukar rupiah akan dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat
terhadap kepastian politik menjelang dan setelah bulan Agustus
nanti. Apabila ekspektasi masyarakat tinggi, rupiah akan menguat
mendekati sekitar Rp 8.000 per dolar AS yang kemudian akan
terkoreksi secara teknis ke arah Rp 9.000 per dolar AS.
Sedangkan apabila ekspektasi masyarakat sedang dan rendah,
rupiah hanya menguat secara bertahap sehingga kurs rupiah (ratarata harian) dalam keseluruhan tahun 2001 berturut-turut sekitar
Rp 10.000 dan Rp 10.500 per dolar AS. Skenario nilai tukar
rupiah dalam tahun 2001 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
7
SKENA RIO NILA I TUKA R RUPIAH
Rp/US$
Tahun 2001
11500
11000
10500
10000
9500
9000
8500
8000
7500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Ekspektasi Sedang
Ekspektasi Tinggi
Ekspektasi Rendah
Penguatan rupiah yang tinggi pada
triwulan IV/2001 tidak akan
mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Bahkan memberi basis kekuatan
rupiah memasuki tahun 2002
nanti.
Perbedaan nilai tukar rupiah karena respon ekspektasi ini
diperkirakan tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan
ekonomi. Karena dengan penguatan nilai tukar yang tinggi
sekalipun, rupiah masih mengalami depresiasi riil yang cukup
besar. Bahkan kenaikan nilai tukar rupiah yang tinggi akan
memberikan basis kekuatan rupiah yang signifikan dalam
mempercepat proses pemulihan ekonomi tahun 2002 nanti.
Inflasi dalam tahun 2001
diperkirakan dapat mencapai dua
digit. Dengan menguatnya rupiah
pada triwulan IV/2001 suku
bunga diperkirakan menurun
memasuki tahun 2002.
Inflasi dalam keseluruhan tahun 2001 dapat mencapai dua digit
karena pengaruh nilai tukar yang masih lemah sampai dengan
triwulan III/2001, dorongan permintaan yang umumnya
meningkat pada akhir tahun, dan kebijakan penyesuaian harga
barang dan jasa yang dikendalikan pemerintah dalam rangka
menutup meningkatnya defisit anggaran tahun 2001. Tekanan
inflasi dalam triwulan IV/2001 diperlonggar dengan
kemungkinan menguatnya rupiah. Sejalan dengan itu suku bunga
diperkirakan menurun memasuki tahun 2002.
KONSEKUENSI DARI MELAMBATNYA PEMULIHAN
EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang
melambat mengakibatkan
lambannya penyelesaian masalah
sosial mendasar dan dapat
melemahkan ketahanan fiskal.
Meskipun masih lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan ekonomi sebesar 3 – 4% dalam tahun 2001
tersebut akan membawa beberapa konsekuensi pokok.
Pertama bahwa pertumbuhan yang rendah akan menyulitkan
perekonomian untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang
mendasar. Salah satunya adalah pengurangan pengangguran
terbuka. Dengan pertumbuhan sekitar 3 – 4%, penganggur
terbuka diperkirakan meningkat dari 6,1% dalam tahun 2000
menjadi sekitar 7% dalam tahun 2001. Ini terjadi karena lapangan
kerja yang tercipta tidak mencukupi untuk menampung tambahan
angka kerja baru. Kedua, pertumbuhan yang rendah juga akan
menurunkan ketahanan fiskal. Yang dengan demikian akan
mengurangi kemampuan untuk mengurangi tekanan terhadap
membesarnya defisit anggaran dan utang pemerintah
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
8
Konsekuensi ini akan semakin
besar apabila pertumbuhan
ekonomi yang rendah tersebut
masih diikuti oleh ketidakstabilan
politik dan keamanan.
Perekonomian dapat mengarah
pada stagflasi.
Konsekuensi ini akan semakin besar apabila pertumbuhan
ekonomi yang rendah tersebut masih diikuti oleh ketidakstabilan
politik dan keamanan yang mendorong ketidakstabilan ekonomi
dalam bentuk makin melemahnya rupiah, meningkatnya inflasi,
dan tetap tingginya suku bunga. Perekonomian dapat mengarah
pada stagflasi. Program restrukturisasi utang swasta dan
pemulihan fungsi intermediasi perbankan akan terhambat.
Pendapatan riil masyarakat akan menurun dan jumlah penduduk
miskin akan bertambah.
UPAYA POKOK YANG PERLU DILAKUKAN
Upaya pokok yang perlu ditempuh
adalah meningkatkan stabilitas
ekonomi termasuk ketahanan
fiskal. Ini membutuhkan stabilitas
politik dan keamanan yang
memadai. Agar investasi yang
menurun drastis selama krisis
terealisasi secara memadai dalam
tahun 2002 nanti dan
perekonomian terhindar dari
stagflasi.
Dalam rangka mempertahankan sasaran pertumbuhan tahun
2001 dan mempercepat pemulihan ekonomi dalam tahun 2002
nanti, upaya-upaya pokok yang perlu ditempuh antara lain sebagai
berikut.
•
Meningkatkan stabilitas ekonomi terutama untuk mengurangi
tekanan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah
melalui pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta
koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang semakin baik.
Stabilitas ekonomi juga perlu ditingkatkan melalui konsistensi
kebijakan ekonomi makro termasuk dengan mengurangi
announcement effect yang berkaitan dengan pengurangan subsidi
BBM dan penyesuaian harga barang dan jasa lainnya yang
dikendalikan oleh pemerintah.
•
Memelihara ketahanan fiskal terutama dalam upaya menutup
meningkatnya defisit anggaran tahun 2001 melalui
peningkatan sisi penerimaan dan pengetatan pada sisi
pengeluarannya. Dalam upaya meningkatkan penerimaan
negara khususnya pajak perlu diperhatikan prinsip-prinsip
keadilan serta di dalam pelaksanaannya tidak justru
menghambat kegiatan pemulihan ekonomi. Sedangkan dalam
pengeluaran mencakup penundaan kegiatan yang kurang
terlalu mendesak. Dalam tahun 2002, ketahanan fiskal
diperkuat dengan memantapkan pengalihan kewenangan
dalam pengelolaan pendapatan kepada daerah dan tanggung
jawab pembelanjaannya.
•
Mempercepat program restrukturisasi utang perusahaan dan
pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Percepatan program
restrukturisasi utang swasta dimaksudkan agar perusahaan
yang dihadapkan pada masalah utang segera dapat
menjalankan kegiatan dan memperoleh kepercayaan kembali
dari pihak kreditur. Adapun dorongan bagi pulihnya fungsi
intermediasi perbankan dimaksudkan agar sektor keuangan
secepatnya dapat mendukung kegiatan perekonomian.
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
9
Kelanjutan investasi (investment sustainability) tidak dapat
dipertahankan tanpa dukungan lembaga keuangan yang kuat.
Upaya-upaya tersebut di atas membutuhkan lingkungan usaha
yang kondusif bagi percepatan pemulihan ekonomi, mencakup:
(i) terciptanya keamanan dan stabilitas politik; (ii) meningkatnya
kepastian hukum yang mendorong tumbuhnya kepastian usaha
dan praktek usaha yang sehat; serta (iii) terlaksananya prinsip
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik, bersih, dan
berwibawa (good governance) dalam upaya mewujudkan birokrasi
yang efisien dan mampu mengantisipasi dinamika ekonomi dan
tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Apabila upaya-upaya pokok ini dapat dilaksanakan dengan baik,
pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diperkirakan akan kembali
sekitar 4,5 – 5,5%.
Jakarta, 31 Mei 2001
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
Download