HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN PENYESUAIAN DIRI REMAJA DALAM PERGAULAN SEHARI-HARI MAHASISWA TINGKAT 1 DI STIKES HANG TUAH SURABAYA Oleh : SEPTIANANINGSIH, SETIADI, M.Kep.,Ns ABSTRACT Family communication as symbolic, a transactional process creating and share in the family sense. Self adjustment is a specific way for individuals or groups to react (respond) to the demands of internal and external. One of the factors that influence adolescent adjustment is family communication. This study aims to analyze the relationship of family communication patterns with adolescent adjustment in the daily life of students at 1st level of STIKES Hang Tuah Surabaya. Research design was cross-sectional. Population in this study is first year student at STIKES Hang Tuah Surabaya some 107 students. Samples were taken with Probability Simple Random Sampling techniques sampling. Data were collected by using a questionnaire. The results showed that the criteria to get a family communication patterns with the criteria very well by 45 respondents (53.6%). The results of the study are very good adjustment by 43 students (51.2%). Results of statistical analysis of test data by Spearman Rho Correlations ρ = 0.000. This shows that ρ <0.05 means that H0 is rejected and H1 is accepted it means there is a significant relationship between patterns with communicates adjustment. From the research findings it can be concluded that there is a relationship of family communication patterns with adjustment of adolescents in daily life in STIKES Hang Tuah Surabaya. Implications of the study results should teens maintain a communication with the family to get a good adjustment in the association. If the communication patterns of families getting better adolescent adjustment, the better the interaction. Keywords: family communication patterns, adolescent adjustment Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 1 PENDAHULUAN Komunikasi adalah usaha merespon melalui lambang-lambang verbal, nonverbal, sebagai stimulasi komunikasi yang baik. Friedman (2010 : 246), mengatakan komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi, dan pendapat. Komunikasi dalam suatu keluarga mencerminkan peran dan hubungan antar anggota keluarga. Secara bersamaan komunikasi didalam keluarga dapat di anggap sebagai interaksi yang beruntunan sepanjang waktu dan dikaji sebagai proses. Andarmoyo (2012 : 49), mengatakan tugas keluarga dalam perkembangannya adalah berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dengan anak-anak. Komunikasi terbuka jarang terjadi karena adanya kesenjangan antar generasi maka sering terdapat saling menolak antara orang tua dan remaja apabila menyakut nilai dan gaya hidup dalam pergaulan remaja belum dapat dijelaskan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Nurani (2004), didapatkan data hampir 49,98 %, terjadi pengaruh yang signifikan antara sikap dalam pergaulan teman sebaya terhadap penyesuaian diri remaja. Pada pengaruh antara komunikasi antarpribadi terhadap penyesuaian diri remaja dengan presentase sebesar 44,49 %. Pengaruh antara sikap pada pergaulan dan komunikasi antar pribadi terhadap penyesuaian diri remaja didapatkan data hampir sebesar 56,3 %. Sedangkan studi pendahuluan di STIKES Hang Tuah Surabaya didapatkan data bahwa 7 dari 10 mahasiswa jarang melakukan komunikasi terbuka pada keluarga diakibatkan remaja lebih dekat dengan teman sebaya daripada keluarga sehingga remaja lebih nyaman berkomunikasi tentang pergaulan saat terhadap teman sebayanya. Komunikasi keluarga merupakan suatu proses untuk menciptakan peran dan hubungan antar anggota keluarga. Komunikasi yang jelas dan fungsional antara anggota merupakan hal penting untuk mempertahankan lingkungan yang kondusif. Komunikasi keluarga memiliki 3 bentuk komunikasi yaitu komunikasi verbal, non verbal dan simbolik (Freidman, 2010 :246 ). Disisi lain komunikasi keluarga memiliki pola interaksi keluarga yang bersifat terbuka dan jujur, positif dan menyelesaikan konflik yang ada dalam keluarga. Keluarga yang memiliki remaja sering kali terjadi konflik karena masa remaja sebagai usia bermasalah yang sulit diatasi bagi anak laki-laki maupun perempuan. Masa remaja juga sebagai masa perncarian identitas dengan penyesuaian diri dilingkungan remajanya dalam hal pergaulan antar teman sebaya. Ali (2010 ; 173-175), mengatakan penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik remaja, melainkan yang lebih kompleks dan lebih penting adalah adanya keunikan dan perbedaan kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan maupun individu lainnya. Komunikasi keluarga sebaiknya dilakukan sejak dini untuk mempererat komunikasi antara anak dengan orang tua dan dapat terciptanya komunikasi terbuka dalam keluarga. Komunikasi keluarga yang memadai penting membawa dampak agar anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya dalam pergaulannya sehari-hari. Komunikasi keluarga secara terbuka sangat penting bagi remaja karena untuk bertukar pikiran menyelesaikana masalah atau pendapat yang dikemukakan remaja terhadap orang tuanya. Komunikasi terbuka juga memberikan informasi untuk orang tua mengenai masalah yang terjadi pada anak remajanya dan orang mengerti Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 2 sosialisasi anaknya dalam pergaulannya sehari-hari. Komunikasi keluarga juga mmeberikan manfaat untuk kedekatan kontak batin anak dengan orang tuanya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. penelitian ini menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam,2011 : 83). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13-18 Juni 2014 di Stikes Hang Tuah Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa tingkat I sebanyak 107 mahasiswa. Sampel dari penelitian ini adalah sebagian mahasiswa tingkat 1 Prodi S1 dan D3 sebanyak 84 mahasiswa yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria Inklusi a. Seluruh mahasiswa dan mahasiswi tingkat I di STIKES Hang Tuah Surabaya. b. Bersedia menjadi responden dan berada ditempat saat penelitian. c. Tercatat aktif studi tidak sedang cuti di Stikes Hang Tuah Surabaya. d. Mahasiswa dan mahasiswi yang tinggal serumah dengan orang tua. 2. Kriteria Eksklusi a. Mahasiswa dan mahasiswi yang sedang cuti. b. Tidak bersedia menjadi responden. Teknik sampling pada penelitian ini adalah menggunakan Probability Sampling dengan teknik “Simple Random Sampling dengan cara menuliskan nama pada secarik kertas, diletakkan kotak, diaduk dan diambil secara acak setelah semuanya terkumpul. Mengidentifikasi suatu variabel untuk diteliti dalam suatu proyek riset mencakup penangkapan hanya sebagian Selain itu remajadapat mengerti batasanbatasan pergaulannya dengan temantemannya serta dapat menghindarkan diri dari pergaulan bebas yang ada. tentang yang dapat ditunjukkan oleh konsep (Setiadi, 2013 : 115). Variabel bebas pada penelitian ini adalah pola komunikasi keluarga terhadap remaja di STIKES Hang Tuah Surabaya. Variabel terikat pada penelitian ini adalah penyesuaian diri remaja terhadap pergaulan sehari-sehari di STIKES Hang Tuah Surabaya. Instrumen pengump ulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang berupa pernyataan tentang komunikasi keluarga dan penyesuaian diri remaja terhadap pergaulan sehari-hari. Kuesioner berisikan data demografi sejumlah 8 pertanyaan dan pola komunikasi keluarga sebanyak 20 pertanyaan yang digunakan untuk menilai pola komunikasi keluarga, sedangkan penyesuaian diri remaja sebanyak 20 pertanyaan yang digunakan untuk menilai penyesuaian diri remaja dalam pergaulan sehari-hari dilingkungan sekolah maupun masyarakat. Lembar kuesioner berbentuk check list yaitu pada kolom jawaban, peneliti tinggal memberikan kode sesuai dengan pertanyaan positif atau negatif yang telah disediakan untuk menilai hasil pola komunikasi keluarga dan penyesuaian diri remaja. HASIL PENELITIAN Data Umum 1. Pendidikan Ibu Karakteristik Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Frekuensi (f) 1 3 12 54 14 84 Presentase (%) 1,2 3,6 14,3 64,3 16,7 100 Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 3 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 84 orang tua dari mahasiswa tingkat I di Stikes Hang Tuah Surabaya, 54 orang (64,3%) berpendidikan SMA, 14 orang (16,7%) berpendidikan perguruan tinggi, 12 orang (14,3%) berpendidikan SMP, 3 orang (3,6%) berpendidikan SD, dan 1 orang (1,2 %) tidak sekolah. 2. Pekerjaan Ibu Karakteristik Frekuensi (f) Ibu Rumah 48 Tangga PNS 9 Swasta 16 Wiraswasta 11 Total 84 Presentase (%) 57,1 10.7 19.0 13.1 100.0 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 84 orang tua dari remaja di Stikes Hang Tuah Surabaya, 48 orang (57,1%) sebagai ibu rumaha tangga, 16 orang (19,0%) bekerja sebagai swasta, 11 orang (13,1%) bekerja sebagai wiraswasta, dan 9 orang (10,7%) bekerja sebagai PNS. 3. Pendidikan ayah Karakteristik Frekuensi (f) SD 5 SMP 7 SMA 56 Perguruan 16 Tinggi Total 84 Presentase (%) 6.0 8.3 66.7 19.0 4. Pekerjaan ayah Karakteristik Frekuensi (f) PNS 13 Swasta 19 Wiraswasta 16 Prunawiraw 3 an TNI/POLRI 33 Total 84 Presentase (%) 15.5 22.6 19.0 3.6 39.3 100.0 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa 84 orang pendidikan ayah dari mahasiswa tingkat I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah 33 orang (39,3%) bekerja sebagai TNI/POLRI, 19 orang (22,6%) bekerja sebagai swasta, 16 orang (19,0%) bekerja sebagai wiraswasta, 13 orang (15,5%) bekerja sebagai PNS, 3orang (3,6%) sebagai purnawirawan. Data Umum Remaja 1. Usia remaja Karakteristik Frekuensi (f) 19 tahun 64 20 tahun 18 21 tahun 2 Total 84 Presentase (%) 76.2 21.4 2.4 100.0 Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 84 mahasiswa tingkat I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah 64 anak (76,2%) berusia 19 tahun, 18 anak (21,4%) berusia 20 tahun, dan 2 anak (2,4%) berusia 21 tahun. 100.0 2. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pendidikan ayah dari mahasiswa tingkat I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah 56 orang (66,7%) berpendidikan SMA, 16 orang (19,0 %) berpendidikan perguruan tinggi, 7 orang (8,3) berpendidikan SMP, dan 5 orang (6,0%) berpendidikan SD. Jenis kelamin Karakteristik Laki-Laki Perempuan Total Frekuensi (f) 20 64 84 Presentase (%) 23.8 76.2 100.0 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 84 mahasiswa tingkat I di Stikes Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 4 Hang Tuah Surabaya adalah 64 anak (76,2 %) jenis kelamin perempuan, 20 anak (23,8%) jenis kelamin laki-laki. 3. Posisi anak dalam keluarga Karakteristik Anak Sulung Anak Tengah Anak Bungsu Total Frekuensi Presentanse (f) (%) 53 63.1 15 17.9 16 19.0 84 100.0 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa posisi anak dalam keluarga dari 84 mahasiswa tingkat I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah 53 anak (63,1%) posisi anak adalah anak sulung, 16 anak (19,0%) posisi anak adalah anak bungsu, dan 15 anak (17,9%) posisi anak adalah anak tengah. 4. Jumlah saudara Karakteristik <2 3-4 >5 Total Frekuensi (f) 54 29 1 84 Presentase (%) 64.3 34.5 1.2 100.0 Tabel 5.9 menunjukan responden dalam penelitian ini adalah 84 responden dengan perincian pola komunikasi keluarga sangat baik sebesar 45 responden (53,6%), pola komunikasi keluarga baik sebesar 32 responden (38,1%), pola komunikasi keluarga tidak baik sebesar 7 responden (8,3%). 2. Penyesuaian diri remaja dalam pergaulan Penyesuaian diri Sangat Baik Baik Tidak Baik Total Frekuensi (f) 43 37 4 84 Presentase (%) 51.2 44.0 4.8 100.0 Tabel 5. 10 menunjukkan responden dalam penelitian ini adalah 84 responden dengan perincian penyesuaian diri remaja sangat baik sebesar 43 responden (51,2%), penyesuaian diri remaja baik 37 responden (44,0 %), dan penyesuaian diri remaja tidak baik 4 responden (4,8%). 3. Hubungan pola komunikasi keluarga dengan penyesuaian diri Tabel 5.8 menunjukkan bahwa jumlah saudara dari 84 mahasiswa tingkat Penyesuaian diri Sangat Tidak I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah 54 Pola komunikasi Baik Baik baik anak (64,3%) jumlah saudara dalam keluarga f % f % f % keluarga <2 orang , 29 anak (34,5%) Sangat Baik 33 39,3 12 14,3 0 0 jumlah saudara dalam keluarga 3-4 orang, Baik 9 10,7 21 25 2 2,4 dan 1 anak (1,2%) jumlah saudara dalam Tidak baik 1 1,2 4 4,8 2 2,4 keluarga >5 orang. Total DATA KHUSUS 1. Pola komunikasi keluarga Komunikasi Keluarga Sangat Baik Baik Tidak Baik Total Frekuensi (f) 45 32 7 84 Presentase (%) 53.6 38.1 8.3 100.0 43 51,2 37 44,1 4 4,8 Spearman Rho Correlation ρ = 0,000 Tabel 5.10 menunjukkan dari 45 responden (53,6%) mempunyai pola komunikasi keluarga sangat baik dengan penyesuaian diri sangat baik sebanyak 33 responden (39,3%), dan penyesuaian diri baik sebanyak 12 responden (14,3%). Hasil dari 32 responden Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 5 Total f % 45 53,6 32 38,1 7 8,3 84 100 (38,1%) mempunyai pola komunikasi keluarga yang baik dengan penyesuaian diri sangat baik sebanyak 9 responden (10,7%), pola komunikasi keluarga baik dengan penyesuaian diri baik sebanyak 21 responden (25%), dan pola komunikasi baik dengan penyesuaian tidak naik sebanyak 2 responden (2,4%). Hasil dari 7 responden (8,3%) dari pola komunikasi keluarga tidak baik dengan penyesuaian diri baik sebanyak 1 responden (1,2%), pola komunikasi tidak baik dengan penyesuaian diri baik sebanyak 4 responden (4,8%), dan pola komunikasi keluarga tidak baik dengan penyesuaian diri tidak baik sebanyak 2 responden (2,4%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman Rho Correlations dalam program SPSS 16 didapatkan nilai kemaknaan ρ = 0,000 dengan taraf signifikan 0,000 (ρ < 0,05) dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak H1 diterima yang artinya ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan penyesuaian diri remaja dalam pergaulan. PEMBAHASAN 1. Pola Komunikasi Keluarga Tabel 5.9 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat I di STIKES Hang Tuah Surabaya memiliki pola komunikasi keluarga sangat baik. Berdasarkan data dari 84 mahasiswa responden didapatkan presentase hasil berturut-turut yaitu 45 mahasiswa (53,6%) memiliki pola komunikasi keluarga sangat baik, 32 mahasiswa (38,1%) memiliki pola komunikasi keluarga baik, dan 7 mahasiswa (8,3%) memiliki pola komunikasi keluarga yang tidak baik. Dari data diatas didapatkan sebagian mahasiswa memiliki pola komunikasi yang sangat baik. Masa remaja merupakan masa yang rentang dalam pergaulan, karena dalam masa ini remaja banyak mengalami perubahan dalam psikis maupun fisik. Sebagai orang tua yang memiliki remaja perlu komunikasi yang lebih intensif terhadap anak remajanya. Jika komunikasi tidak terjalin dengan baik akan membuat remaja lebih suka dan lebih nyaman berkomunikasi dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua. Remaja akan mengalami kesulitan jika mengalami masalah apabila tidak adanya komunikasi terbuka antara orang tua. Peran orang tua pun tidak berjalan maksimal dalam mengikuti perkembangan remaja. Freidman, dkk (2010 : 246), menyatakan bahwa pola komunikasi dalam sistem keluarga mencerminkan peran dan hubungan anggota keluarga dan secara bersamaan, komunikasi didalam keluarga dapat dianggap sebagai interaksi yang beruntun sepanjang waktu dan dikaji sebagai proses. Pola komunikasi keluarga yang sangat baik sebanyak 53,6 % dipengaruhi oleh pendidikan orang tua. Dari hasil yang didapatkan peneliti pendidikan terakhir ibu SMA sebanyak 54 mahasiswa (64,3 %) dan pendidikan ayah sebanyak 28 mahasiswa (62,2%). Pendidikan orang tua sangat mempengaruhi komunikasi orang tua dengan remaja terutama dalam pergaulan remaja. Hal ini terkait dengan informasi yang diterima orang tua dari remaja tentang orang terdekat atau teman-teman di lingkungan sekitar mereka saat berada diluar rumah atau dilingkungan sekolah. Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua serta semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh orang tua tersebut, maka semakin baik pula pengetahuan orang tua tersebut dalam memahami pergaulan remaja. Sya’diyah (2013 : 5-6), mengemukakan bahwa pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual pembentukan Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 6 watak, serta membentuk keterampilan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. Menurut Arwani (2002 : 11) pengetahuan seseorang dapat menentukan berhasil tidaknya suatu proses, komunikasi, apabila proses komunikasi semakin sulit ini di akibatkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari pengembangan dan pendidikan. Hasil Remaja yang memiliki pola komunikasi baik sebanyak 38,1 % juga dapat dilihat dari pekerjaan orang tua yaitu dari pekerjaan ayah sabagai TNI/POLRI sebanyak 21 mahasiswa (46,7%). Pekerjaan orang tua sangat mempengaruhi pola komunikasi keluarga dengan remaja. Pada ayah yang bekerja sebagai TNI/POLRI juga memiliki hasil pola komunikasi yang baik ini terjadi karena ayah yang bekerja sebagai anggota militer dapat bertukar pikiran dengan sang anak tentang hukum-hukum yang berlaku di masyarakat dan remaja bisa lebih selektif dalam pergaulan serta memilih teman bergaul. Ibu rumah tangga sebanyak 28 responden (62,2%) Peneliti berasumsi bahwa remaja dengan ibu yang tidak bekerja akan lebih banyak mengetahui pergaulan remaja sehari-hari setelah melakukan aktivitas disekolahnya. Selain itu ibu yang tidak bekerja bisa lebih banyak memiliki waktu untuk berkomunikasi pada anak remajanya. Pekerjaan orang tua sesibuk apapun orang tua tetap meluangkan waktu untuk berbincang-bincang pada anaknya terutama yang memasuki masa remaja. Orang tua dengan remaja dapat bertukaran pikiran tentang ide-ide atau gagasan dalam mentapkan hasil musyawarah saat keluarga memiliki masalah. Freidman,dkk (2010 : 262), menyatakan bahwa syarat utama menciptakan komunikasi dalam keluarga adalah dengan meluangkan waktu bersama agar tercipta kebersamaan, keakraban dan persahabatan yang hangat di antara anggota keluarga karena komunikasi dengan anak tidak akan terjalin bila tidak pernah bertemu atau bercakap-cakap. Pola komunikasi keluarga yang tidak baik didapatkan hasil sebanyak 7 mahasiswa (8,3 %) dipengaruhi oleh jumlah saudara dalam keluarga. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya jumlah saudara dalam keluarga akan mempengaruhi pendapat remaja dalam mengungkapkan pendapatnya dalam masalah yang terjadi dalam keluarga. Orang tua cenderung menerima pendapat dari orang yang usianya lebih tua dari anak remajanya dan tidak menyukai anaknya yang berbeda pendapat dengan mereka. Bagi orang tua anak yang berusia remaja masih sangat sedikit mengerti tentang permasalahan dalam keluarganya dan orang tua lebih nyaman berkomunikasi dengan anaknya yang lebih dewasa. Freidman, dkk (2010 : 262), mengungkapkan komunikasi keluarga beragam di sepanjang riwayat tahap perkembangan keluarga dan dengan perubahan yang sejalan dengan usia dan isu perkembangan individu anggota keluarga. Salah satu perubahan yang adalah dalam keterbukaan dan keluasaan pembicaraan sepanjang siklus kehidupan keluarga. Pola komunikasi keluarga sering kali berkembang dari ketergantungan maksimal pembicaraan yang eksplisit sejak berkenalan dan masa awal pernikahan hingga meningkatkan ketergantungan tentang pemahaman yang tidak diutarakan selanjutnya. Pola komunikasi juga berubah sepanjang waktu, sesuai perkembangan anggota keluarga melalui tahap perkembangan individu dan semua orang yang menjadi lebih tua. Pola komunikasi keluarga yang tidak baik didapatkan hasil sebanyak 7 Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 7 mahasiswa (8,3 %) dipengaruhi oleh jumlah saudara dalam keluarga. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya jumlah saudara dalam keluarga akan mempengaruhi pendapat remaja dalam mengungkapkan pendapatnya dalam masalah yang terjadi dalam keluarga. Orang tua cenderung menerima pendapat dari orang yang usianya lebih tua dari anak remajanya dan tidak menyukai anaknya yang berbeda pendapat dengan mereka. Bagi orang tua anak yang berusia remaja masih sangat sedikit mengerti tentang permasalahan dalam keluarganya dan orang tua lebih nyaman berkomunikasi dengan anaknya yang lebih dewasa. Freidman, dkk (2010 : 262), mengungkapkan komunikasi keluarga beragam di sepanjang riwayat tahap perkembangan keluarga dan dengan perubahan yang sejalan dengan usia dan isu perkembangan individu anggota keluarga. Salah satu perubahan yang adalah dalam keterbukaan dan keluasaan pembicaraan sepanjang siklus kehidupan keluarga. Pola komunikasi keluarga sering kali berkembang dari ketergantungan maksimal pembicaraan yang eksplisit sejak berkenalan dan masa awal pernikahan hingga meningkatkan ketergantungan tentang pemahaman yang tidak diutarakan selanjutnya. Pola komunikasi juga berubah sepanjang waktu, sesuai perkembangan anggota keluarga melalui tahap perkembangan individu dan semua orang yang menjadi lebih tua. Hasil komunikasi keluarga yang tidak baik didapatkan sebanyak 7 mahasiswa (8,3 %) dipengaruhi oleh jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 mahasiswa (7,1%) dan jenis kelamin perempuan 1 mahasiswa (1,2%) menunjukkan bahwa perempuan lebih mudah berkomunikasi dan akrab dengan temannya serta perempuan serta anak perempuan lebih dekat dengan ibunya. Bagi anak perempuan memiliki komunikasi terbuka dengan ibu layaknya berkomunikasi dengan temannya karena ibu bukan hanya berperan sebagai ibu rumah tangga melainkan sebagai teman hidup atau sahabat bagi remaja perempuan. Anak perempuan lebih nyaman ketika berkomunikasi tentang permasalahan yang dihadapinya dengan ibunya. Ibu berkomunikasi kepada anaknya sejak dalam kandungan sampai lahir dan ibu lebih memiliki kedekatan emosional yang sangat dekat kepada anaknya. Freidman, dkk (2010 : 262) mengatakan seiring dengan gerakan wanita yang berkembang pesat begitu pula minat terhdap perbedaan gender dalam komunikasi. Saat ini sudah diakui secara luas bahwa terdapat perbedaan utama dalam interaksi antar gender. Wanita melihat percakapan sebagai suatu cara membangun hubungan dan menciptakan keakraban, seangkan pria memandang percakapan sebagai cara untuk menunjukkanstatus dan pengetahuan mereka (kesempatan, kompetitif untuk menghubungkan informasi dan mendiskusikan kegiatan). Wanita mencari sepakat, sedangkan pria mencari keputusan yang tepat. 2. Penyesuaian diri remaja Hasil penelitian tentang penyesuaian diri didapatkan data penyesuaian diri sangat baik 51,2 %, baik 44 %, dan tidak 4,8%. Penyesuaian diri remaja sangat baik 51,2 % hal ini dipengaruhi oleh pendidikan orang tua yaitu pendidikan ibu minimal SMA sebanyak 26 mahasiswa (60,5%) dan pendidikan ayah minimal SMA sebanyak 28 mahasiswa (65,1%). Hal ini membuktikan bahwa pendidikan orang tua mempengaruhi sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Pendidikan Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 8 orang tua yang semakin tinggi bisa menjelaskan dan menerapkan pada remaja dalam hal bersikap terhadap sesama teman maupun dalam aturanaturan atau norma-norma. Ali (2010 : 176-178), menyatakan bahwa krisis identitas remaja seringkali menimbulkan kendala dalam penyesuaian diri terhadap kegiatan belajarnya. Dalam hal ini remaja sebenarnya mengetahui bahwa untuuk menjadi orang sukses harus rajin belajar, karena dipengaruhi identitas diri yang kuat menyebabkan mereka seringkali lebih senang mencari kegiatan selain beljar yang menyenangkan bersama kelompoknya. Pekerjaan orang tua juga bisa mempengaruhi hasil penyesuaian diri sebanyak 27 mahasiswa yang memiliki penyesuaian diri sangat baik (62,8%) dengan pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja bisa selalu memantau anak remajanya dalam pergaulan dan mengeerti setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak remajanya. ibu bisa memberikan batasan-batasan terhadap pergaulan anaknya yang beranjak dewasa karena pada masa ini anak remaja akhir memiliki periode yang sangat penting dan terjadi perubahan pada peningkatan emosi, peningkatan minat dan perlikau, serta perubahan tubuh. Saat masa remaja akhir banyak remaja yang mempunyai perlikau menarik perhatian orang lain maupun orang tuanya. Gunarsa (2012 : 107) mengungkapkan bahwa Keinginan untuk memperoleh perhatian merupakan sifat yang normal dan sesorang dengan penyesuaian yang adekuat akan memperoleh perhatian. Tingkah laku yang biasa tidak dapat menimbulkan perhatian yang diinginkan, ia akan melakukan tindakan yang menghebohkan untuk menarik perhatian orang. Keinginan ini bisa terlihat pada anak-anak tetapi juga merupakan ciri pada masa remaja maupun dewasa. Pekerjaan ayah sebagai TNI/POLRI sebanyak 16 mahasiswa (37,2%). Pekerjaan sebagai TNI/POLRI dapat memberikan contoh yang baik dalam pergaulan remaja dan menyesuaiakan diri dengan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dilingkungannya. Seorang ayah yang bekerja sebagai TNI/POLRI bisa memberikan informasi tentang aturan yang berlaku dalam pergaulan seharihari dan bisa memberikan batasan terhadap aturan yang dilarang dalam hukum yang berlaku. Ali (2010 : 179), mengemukakan penyesuaian diri remaja terhadap norma mengarah pada dua dimensi , yaitu (1) remaja ingin diakui keberadaanya dalam masyarakat luas, yang berarti remaja harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat, (2) remaja ingin bebas menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa. Dapat disimpulkan bahwa perjuangan penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial adalah ingin menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada masyarakat di sisi lain. Tujuannya adalah agar dapat terwujud internalisasi norma, baik pada kelompok remaja itu sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas. Usia remaja sangat mempengaruhi penyesuaian diri dalam pergaulan karena masa remaja merupakan masa peralihan. Penyesuaian diri remaja sangat baik dengan usia 19 tahun didapatkan 64 mahasiswa (76,2%), usia 20 tahun didapatkan 18 mahasiswa (21,4%), dan pada usia 21 tahun didapatkan 2 (2,4%). Karena masa remaja mengungkapkan kebebasan diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani, mampu berpikir abstrak dan Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 9 pada usia ini remaja juga mengalami penyesuaian fisik dengan perubahan fisik terjadi selama pertambahan usia remaja. Pada rentan usia masa remaja akhir merupakan masa dimana bertambahnya pengalaman pribadi dan pengetahuan realistis dan dengan meningkatkan pengalaman rasionalis. Remaja yang lebih besar memandang dirinya, keluarga, teman dan kehidupan secara holistik. Ali (2010 : 173), mengatakan penyesuaian diri ini cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik (selfmaintenance atau survival) maka sama dengan adaptasi (adaptation) yang lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti keadaan fisik, fisiologis, atau biologis. Penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih kompleks dan lebih penting adalah adanya keunikan dan keberbedaan kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan. Masa usia remaja akhir terjadi perilaku yang menarik perhatian orang tua atau pun orang lain disekitarnya. Remaja menarik perhatian agar memperolah perhatian yang lebih dan bisa dianggap orang sekeliling mereka jika remaja ini bukanlagi anak-anak melainkan remaja yang dapat menyesuaiakan seperti perilaku orang dewasa. Oleh karena itu masa remaja saat ini memerlukan perhatian dari orang tua untuk memberikan perhatian lebih agar remaja bisa mendapatkan identitas diri dengan penyesuaian yang sangat baik dalam pergaulannya dan tidak salah dalam penyesuaian dirinya. Gunarsa (2012 : 106), menyatakan bahwa keinginan remaja untuk memperoleh perhatian merupakan sifat yang normal dan sesorang dengan penyesuaian yang adekuat akan memperoleh perhatian. Tingkah laku yang biasa tidak dapat menimbulkan perhatian yang diinginkan, ia akan melakukan tindakan yang menghebohkan untuk menarik perhatian orang. Keinginan ini bisa terlihat pada anak-anak tetapi juga merupakan ciri pada masa remaja maupun dewasa. Penyesuaian diri baik sebanyak 37 mahasiswa (44 %) hal ini dipengaruhi oleh motivasi dan komunikasi dari orang tua. Motivasi bisa diberikan orang tua pada remaja dalam hal pergaulan maupun pendidikannya. Orang tua memberikan motivasi berguna sebagai pemahaman anak terhadap penyesuaian diri dilingkungan. Remaja dalam pergaulannya tidak akan merasa pesimis atau minder dengan keadaannya yang memiliki kekurangan atau kelebihan. Remaja akan lebih cepat menyesuaiakan diri dengan pergaulannya serta lebih mudah untuk remaja mendapatkan teman yang lebih banyak. Komunikasi remaja dengan orang tua itu sangat penting karena dari suatu komunikasi remaja dapat menerima masukan pendapatpendapat dari orang tua maupun keluarga yang usianya lebih tua darinya dan memiliki pengalaman yang banyak pada remaja untuk membatasi pergaulan yang tidak perlu diikuti. Ali (2010 : 176) mengatakan faktor motivasi dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri karena sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi yang merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Penyesuaian diri tidak baik didapatkan 4 mahasiswa (4,8%) hal ini dipengaruhi oleh kecemasan, konflik dan frustasi. Remaja yang tidak dapat menerima konflik atau permasalahan yang ada dilingkungannya maupun keluarga akan mempengaruhi dalam pergaulannya dan bisa menjadi pengahalang remaja dalam memilih teman. Remaja yang bersikap tidak bisa menerima masalah atau kesalahannya akan melakukan pembenaran terhadap Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 10 suatu kesalahan, hal ini melindungi individu terhadap perasaan sia-sia sebagai akibat pengaruh kesalahannya. Remaja akibatnya tidak dapat menerima kritik maupun saran dari orang lain karena menganggap semua yang dilakukannya benar. Ali (2010 : 180), mengatakan strategi penyesuaian diri terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi tersebut biasanya melalui suatu mekanisme yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanisme) seperti kompensasi, rasionalisme, proyeksi sublimasi, identifikasi, regresi dan fiksasi. 3. Hubungan Pola Komunikasi Dengan Penyesuaian Diri Remaja Hasil analisa data dengan uji statistik Spearman Rho Correlations ρ = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ρ < 0,05 berarti H0 ditolak sehingga terdapat hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan penyesuaian diri remaja dalam pergaulan sehari-hari di STIKES Hang Tuah Surabaya. Dengan ini membuktikan bahwa komunikasi keluarga yang sangat baik akan menghasilkan penyesuaian diri yang sangat baik. Hasil penelitian menunjukkan data bahwa dari 84 mahasiswa yang memiliki penyesuaian diri sangat baik ada 43 mahasiswa (51,2%) dan sebagian besar memiliki pola komunikasi keluarga sangat baik ada 45 mahasiswa (53,6%). Hal ini terjadi karena adanya keterbukaan antara remaja dengan orang tua, komunikasi yang efektif dan fungsional sehingga mendapatkan penyesuaian diri yang sangat baik. Remaja yang memiliki penyesuaian diri sangat baik dalam pergaulan apabila remaja sering melakukan diskusi dan komunikasi terbuka dengan orang tua mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi sehari-hari meski hanya beberapa menit saja. Remaja dapat menerima keadaan dan menerima kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki remaja. Apabila lingkungan sosial remaja kurang baik mereka dapat menyesuaikan dengan lingkungannya secara baik tidak mengikuti pergaulan teman-temannya yang tidak baik. Remaja lebih memilah-milah setiap tindakan yang akan dilakukan dan lebih selektif dalam berteman. Remaja lebih menaati aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku dilingkungannya saat dia berada. Ali (2010 :176), mengemukakan bahwa penyesuaian diri yang baik yaitu mampu menerima dan menilai keyakinan lingkungan di luar dirinya secara objektif, mampu bertindak secara dinamis, sehingga menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan, kemampuan bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang ada pada dirinya dan layak dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan. Remaja juga memiliki rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Kesanggupan merespon frustasi, konflik dan stres secara wajar, sehat dan profesional, dapat mengontrol dan mengendalikan sehingga dapat memperoleh manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan tindakannya dapat bersifat murni, secara posotif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain dan segala sesuatu diluar dirinya sehingga tidak merasa tersisih dan kesepian. Pola komunikasi keluarga baik ada 32 mahasiswa (38,1%) dan penyesuaian diri remaja baik ada 37 mahsiswa (44,0%). Dari hasil observasi yang didapatkan pola komunikasi yang baik akan menghasilkan penyesuaian diri Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 11 baik pula pada remaja. Dikatakan penyesuaian diri baik apabila remaja dapat menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya, bersikap secara realistis terhadap reaksi dari manusia atau benda-benda yang berada disekelilingnya dan selalu ada motivasi untuk memahami kebutuhan, perasaan dan emosi yang merupakan kekuatan internal dirinya. Remaja merasa bahagia memiliki keluarga yang bisa menyambut baik pendapat-pendapat yg diberikan kepada keluarga ketika keluarga mengalami permasalahan. Remaja merasa senang jika memiliki teman-teman baru. Remaja dapat memperbaiki kegagalan yang dialami dan menjadikan kegagalan sebagai pelajaran. Fudyartanta (2012 : 223), mengatakan penyesuaian diri yang berhasil baik adalah dengan keterbatasan individu, belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara yang matang (tepat guna), bermanfat, efisien, memuaskan, dan dapat menyelesaikan semua permasalahn yang dihadapinya, baik secara pribadi, sosial, maupun alamiah. Hasil penyesuaian diri tidak bersifat absolut, tetapi relatif, sebab harus dinilai dari kapasitas individunya, dan kapasitas perindividu berbeda-beda jadi relatif. Andarmoyo (2012 : 13), mengatakan keluarga fungsional mempunyai karateristik komunikasi fungsional antara lain (1) ada toleransi antara penerima dan pengirim, (2) memahami ketidaksempurnaan dan emosi, (3) terbuka dan jujur untuk mengakui kebutuhan dan emosi, (4) proses komunikasi bersifat dinamis artinya mampu saling menukar proses antara komunikator dengan komunikan. Freidman,dkk (2010 : 250), menyatakan pengirim yang berkomunikasi dalam suatu cara yang fungsional dapat (1) menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas, (b) mengklarifikasi dan mengsualifikasi apa yang ia katakan, (c) meminta umpan balik, dan (d) terbuka terhadap umpan balik. Penerima fungsional/ komunikan yang fungsional memiliki karakteristik yang meliputi mendengar secara efektif, memberikan umpan balik, melakukan validasi atau menunjukkan penerimaan manfaat pesan. Pola komunikasi keluarga yang tidak baik ada 7 mahasiswa (8,3%) dan penyesuaian yang tidak baik ada 4 mahasiswa (4,8%). Hal ini dapat terjadi apabila orang tua kurang merespon masalah-masalah yang terjadi pada anak remajanya, orang tua lebih banyak menginginkan anaknya selalu mengikuti kehendak orang tua dan membatasi pergaulan anaknya. Orang tua tidak menyukai anaknya yang berbeda pendapat dengan mereka serta enggan membantu persoalan yang dialami anaknya karena menurut mereka itu adalah urusan anaknya. Akhirnya penyesuaian diri remaja terbatas dan mereka merasa kurang percaya diri dengan yang dimilikinya. Remaja juga merasa tidak betah berada dirumah dan remaja lebih sering pergi dari rumah tanpa iji terlebih dahulu. Ali (2010 : 189), mengatakan penyesuaian diri yang tidak baik akan mengakibatkan remaja mengalami frustasi (tekanan perasaan), yaitu suatu proses dimana seseorang merasakan adanya hambatan terpenuhnya kebutuhan-kebutuhab atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu kehilangan yang menghalangi keinginannya, konflik (pertentangan batin) yaitu terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama, kecemasan yaitu berbagai proses emosi yang bercampu baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin. Freidman,dkk (2010 : 250), menyatakan pola komunikasi Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 12 disfungsional didefinisikan sebagai pengiriman (transmisi) dan penerimaan isi dan instruksi/ perintah dari pesan yang tidak jelas/ tidak langsung dan ketidaksepadanan antara tingkat isi dan perintah pesan. Komunikasi disfungsional terjadi akibat komunikator dan komunikan yang disfungsional. Komunikasi dari pengirim yang disfungsional bersifat defensif secara pasif maupun aktif dan sering menghapuskan kemungkinan untuk mencari umpan balik yang jelas dari penerima. Karakteristik pengirim / komunikator disfungsional adalah berdasar asumsi sendiri / makna kabur, ekspresi menghakimi / meremehkan pernyataan / menyalahkan dan otoriter, tak mampu mengungkapkan kebutuhan / merasa tak berguna / takut, dan komunikasi tidak sesuai / cocok. Penerimaanya tidak berfungsi (disfungsional), maka akan terjadi kegagalan komunikasi karena pesan tidak terima sebagaimana yang diharapkan. Karakteristik penerima disfungsional terdiri dari gagal mendengar / distorsi dan interprestasi salah, diskualifikasi / setuju tersamar, penolakan, penyerangan dan negativitas, kurang eksplorasi, memotong pembicaraan, berdasar asumsi sendiri, dan kurang validasi. SIMPULAN Hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pola komunikasi keluarga terhadap remaja pada mahasiswa tingkat I di STIKES Hang Tuah Surabaya sebagian besar komunikasinya sangat baik. 2. Penyesuaian diri remaja terhadap pergaulan sehari-hari pada mahasiswa tingkat I di STIKES Hang Tuah Surabaya sebagian besar penyesuaiannya sangat baik. 3. Ada hubungan pola komunikasi keluarga dengan penyesuaian diri remaja dalam pergaulan sehari-hari mahasiswa tingkat I di STIKES Hang Tuah Surabaya. DAFTAR PUSTAKA Ali, Dkk. (2010). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara Agustia, Hendriati. (2009). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung : Refika Aditama. Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Keperawatan keluarga : konsep teori, proses dan praktik keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Bahiyatun. (2010). Psikologi Ibu & Anak : Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC Dahlan, Muhamad Sopiyudin. (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan : deskriptif, bivariat, dan multivariat, dilengkapi aplikasi dengan menggunakann SPSS. Jakarta : Salemba Medika. Fudyartanta. (2012). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Gunarsa, Singgih. (2012). Psikologi Keperawatan. Jakarta: Libri. Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 13 Hidayat. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Hurlock, E.B. (1978). Perkembangan. Erlangga. Mubarak, Dkk. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas : Konsep Dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. Psikologi Jakarta: Muhlisin, Abi. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogayakarta : Gosyen Publishing (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Zulkifli. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya Offet Perry, Potter. (2005). Fundamental Of Nursing : Fundamental Keperawatan Volume I. Jakarta : Salemba Medikan Santrock, John W. (2011). Life-Span Development : Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta : Erlangga Setiadi. (2013). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sunaryo. (2013). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta :EGC Sunyoto, dkk. (2013). Buku Ajar Statistik Kesehatan : Paramatrik, Non Paramatrik, Validitas Dan Reliabilitas. Yogyakarta : Nuha Medika Sya’diyah, Hidayatus. (2013). Komunikasi keperawatan : communication games aplication. Yogyakarta : Graha Ilmu Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 14