hubungan pola komunikasi keluarga dengan penyesuaian diri

advertisement
HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN
PENYESUAIAN DIRI REMAJA DALAM PERGAULAN
SEHARI-HARI MAHASISWA TINGKAT 1
DI STIKES HANG TUAH
SURABAYA
Oleh :
SEPTIANANINGSIH, SETIADI, M.Kep.,Ns
ABSTRACT
Family communication as symbolic, a transactional process creating and
share in the family sense. Self adjustment is a specific way for individuals or
groups to react (respond) to the demands of internal and external. One of the
factors that influence adolescent adjustment is family communication.
This study aims to analyze the relationship of family communication
patterns with adolescent adjustment in the daily life of students at 1st level of
STIKES Hang Tuah Surabaya. Research design was cross-sectional. Population
in this study is first year student at STIKES Hang Tuah Surabaya some 107
students. Samples were taken with Probability Simple Random Sampling
techniques sampling. Data were collected by using a questionnaire.
The results showed that the criteria to get a family communication
patterns with the criteria very well by 45 respondents (53.6%). The results of the
study are very good adjustment by 43 students (51.2%). Results of statistical
analysis of test data by Spearman Rho Correlations ρ = 0.000. This shows that ρ
<0.05 means that H0 is rejected and H1 is accepted it means there is a significant
relationship between patterns with communicates adjustment.
From the research findings it can be concluded that there is a
relationship of family communication patterns with adjustment of adolescents in
daily life in STIKES Hang Tuah Surabaya. Implications of the study results should
teens maintain a communication with the family to get a good adjustment in the
association. If the communication patterns of families getting better adolescent
adjustment, the better the interaction.
Keywords: family communication patterns, adolescent adjustment
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 1
PENDAHULUAN
Komunikasi
adalah
usaha
merespon melalui lambang-lambang
verbal, nonverbal, sebagai stimulasi
komunikasi yang baik. Friedman (2010 :
246), mengatakan komunikasi adalah
proses pertukaran perasaan, keinginan,
kebutuhan, informasi, dan pendapat.
Komunikasi dalam suatu keluarga
mencerminkan peran dan hubungan
antar
anggota
keluarga.
Secara
bersamaan komunikasi
didalam
keluarga dapat di anggap sebagai
interaksi yang beruntunan sepanjang
waktu dan dikaji sebagai proses.
Andarmoyo (2012 : 49), mengatakan
tugas keluarga dalam perkembangannya
adalah berkomunikasi secara terbuka
antara orang tua dengan anak-anak.
Komunikasi terbuka jarang terjadi
karena adanya kesenjangan antar
generasi maka sering terdapat saling
menolak antara orang tua dan remaja
apabila menyakut nilai dan gaya hidup
dalam pergaulan remaja belum dapat
dijelaskan.
Dari penelitian yang dilakukan
oleh Nurani (2004), didapatkan data
hampir 49,98 %, terjadi pengaruh yang
signifikan antara sikap dalam pergaulan
teman sebaya terhadap penyesuaian diri
remaja.
Pada
pengaruh
antara
komunikasi
antarpribadi
terhadap
penyesuaian
diri
remaja
dengan
presentase sebesar 44,49 %. Pengaruh
antara sikap pada pergaulan dan
komunikasi antar pribadi terhadap
penyesuaian diri remaja didapatkan data
hampir sebesar 56,3 %. Sedangkan studi
pendahuluan di STIKES Hang Tuah
Surabaya didapatkan data bahwa 7 dari
10 mahasiswa jarang melakukan
komunikasi terbuka pada keluarga
diakibatkan remaja lebih dekat dengan
teman sebaya daripada keluarga
sehingga
remaja
lebih
nyaman
berkomunikasi tentang pergaulan saat
terhadap teman sebayanya.
Komunikasi keluarga merupakan
suatu proses untuk menciptakan peran
dan hubungan antar anggota keluarga.
Komunikasi yang jelas dan fungsional
antara anggota merupakan hal penting
untuk mempertahankan lingkungan yang
kondusif. Komunikasi keluarga memiliki
3 bentuk komunikasi yaitu komunikasi
verbal, non verbal dan simbolik
(Freidman, 2010 :246 ). Disisi lain
komunikasi keluarga memiliki pola
interaksi keluarga yang bersifat terbuka
dan jujur, positif dan menyelesaikan
konflik yang ada dalam keluarga.
Keluarga yang memiliki remaja sering
kali terjadi konflik karena masa remaja
sebagai usia bermasalah yang sulit
diatasi bagi anak laki-laki maupun
perempuan. Masa remaja juga sebagai
masa perncarian identitas dengan
penyesuaian diri dilingkungan remajanya
dalam hal pergaulan antar teman sebaya.
Ali (2010 ; 173-175), mengatakan
penyesuaian diri sesungguhnya tidak
sekedar penyesuaian fisik remaja,
melainkan yang lebih kompleks dan
lebih penting adalah adanya keunikan
dan perbedaan kepribadian individu
dalam hubungannya dengan lingkungan
maupun individu lainnya.
Komunikasi keluarga sebaiknya
dilakukan sejak dini untuk mempererat
komunikasi antara anak dengan orang
tua dan dapat terciptanya komunikasi
terbuka dalam keluarga. Komunikasi
keluarga yang memadai penting
membawa dampak agar anak dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya
dalam
pergaulannya
sehari-hari.
Komunikasi keluarga secara terbuka
sangat penting bagi remaja karena untuk
bertukar
pikiran
menyelesaikana
masalah
atau
pendapat
yang
dikemukakan remaja terhadap orang
tuanya. Komunikasi terbuka juga
memberikan informasi untuk orang tua
mengenai masalah yang terjadi pada
anak remajanya dan orang mengerti
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 2
sosialisasi anaknya dalam pergaulannya
sehari-hari. Komunikasi keluarga juga
mmeberikan manfaat untuk kedekatan
kontak batin anak dengan orang tuanya.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan cross sectional. penelitian ini
menekankan waktu pengukuran atau
observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saat
(Nursalam,2011 : 83).
Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 13-18 Juni 2014 di Stikes Hang
Tuah
Surabaya.
Populasi
dalam
penelitian ini adalah semua mahasiswa
tingkat I sebanyak 107 mahasiswa.
Sampel dari penelitian ini adalah
sebagian mahasiswa tingkat 1 Prodi S1
dan D3 sebanyak 84 mahasiswa yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
a. Seluruh
mahasiswa
dan
mahasiswi tingkat I di STIKES
Hang Tuah Surabaya.
b. Bersedia menjadi responden dan
berada ditempat saat penelitian.
c. Tercatat aktif studi tidak sedang
cuti di Stikes Hang Tuah
Surabaya.
d. Mahasiswa dan mahasiswi yang
tinggal serumah dengan orang
tua.
2. Kriteria Eksklusi
a. Mahasiswa dan mahasiswi yang
sedang cuti.
b. Tidak
bersedia
menjadi
responden.
Teknik sampling pada penelitian
ini adalah menggunakan Probability
Sampling dengan teknik “Simple
Random
Sampling
dengan
cara
menuliskan nama pada secarik kertas,
diletakkan kotak, diaduk dan diambil
secara acak setelah semuanya terkumpul.
Mengidentifikasi suatu variabel untuk
diteliti dalam suatu proyek riset
mencakup penangkapan hanya sebagian
Selain itu remajadapat mengerti batasanbatasan pergaulannya dengan temantemannya serta dapat menghindarkan
diri dari pergaulan bebas yang ada.
tentang yang dapat ditunjukkan oleh
konsep (Setiadi, 2013 : 115). Variabel
bebas pada penelitian ini adalah pola
komunikasi keluarga terhadap remaja di
STIKES Hang Tuah Surabaya. Variabel
terikat pada penelitian ini adalah
penyesuaian diri remaja terhadap
pergaulan sehari-sehari di STIKES Hang
Tuah Surabaya.
Instrumen pengump ulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar
kuesioner
yang
berupa
pernyataan tentang komunikasi keluarga
dan penyesuaian diri remaja terhadap
pergaulan
sehari-hari.
Kuesioner
berisikan data demografi sejumlah 8
pertanyaan dan pola komunikasi
keluarga sebanyak 20 pertanyaan yang
digunakan
untuk
menilai
pola
komunikasi
keluarga,
sedangkan
penyesuaian diri remaja sebanyak 20
pertanyaan yang digunakan untuk
menilai penyesuaian diri remaja dalam
pergaulan
sehari-hari
dilingkungan
sekolah maupun masyarakat. Lembar
kuesioner berbentuk check list yaitu pada
kolom
jawaban,
peneliti
tinggal
memberikan kode sesuai dengan
pertanyaan positif atau negatif yang telah
disediakan untuk menilai hasil pola
komunikasi keluarga dan penyesuaian
diri remaja.
HASIL PENELITIAN
Data Umum
1. Pendidikan Ibu
Karakteristik
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Total
Frekuensi
(f)
1
3
12
54
14
84
Presentase
(%)
1,2
3,6
14,3
64,3
16,7
100
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 3
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari
84 orang tua dari mahasiswa tingkat I di
Stikes Hang Tuah Surabaya, 54 orang
(64,3%) berpendidikan SMA, 14 orang
(16,7%) berpendidikan perguruan tinggi,
12 orang (14,3%) berpendidikan SMP, 3
orang (3,6%) berpendidikan SD, dan 1
orang (1,2 %) tidak sekolah.
2. Pekerjaan Ibu
Karakteristik
Frekuensi
(f)
Ibu Rumah
48
Tangga
PNS
9
Swasta
16
Wiraswasta
11
Total
84
Presentase
(%)
57,1
10.7
19.0
13.1
100.0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari
84 orang tua dari remaja di Stikes Hang
Tuah Surabaya, 48 orang (57,1%)
sebagai ibu rumaha tangga, 16 orang
(19,0%) bekerja sebagai swasta, 11
orang
(13,1%)
bekerja
sebagai
wiraswasta, dan 9 orang (10,7%) bekerja
sebagai PNS.
3. Pendidikan ayah
Karakteristik
Frekuensi
(f)
SD
5
SMP
7
SMA
56
Perguruan
16
Tinggi
Total
84
Presentase
(%)
6.0
8.3
66.7
19.0
4. Pekerjaan ayah
Karakteristik Frekuensi
(f)
PNS
13
Swasta
19
Wiraswasta
16
Prunawiraw
3
an
TNI/POLRI
33
Total
84
Presentase
(%)
15.5
22.6
19.0
3.6
39.3
100.0
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa 84
orang pendidikan ayah dari mahasiswa
tingkat I di Stikes Hang Tuah Surabaya
adalah 33 orang (39,3%) bekerja sebagai
TNI/POLRI, 19 orang (22,6%) bekerja
sebagai swasta, 16 orang (19,0%)
bekerja sebagai wiraswasta, 13 orang
(15,5%) bekerja sebagai PNS, 3orang
(3,6%) sebagai purnawirawan.
Data Umum Remaja
1. Usia remaja
Karakteristik Frekuensi
(f)
19 tahun
64
20 tahun
18
21 tahun
2
Total
84
Presentase
(%)
76.2
21.4
2.4
100.0
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa
dari 84 mahasiswa tingkat I di Stikes
Hang Tuah Surabaya adalah 64 anak
(76,2%) berusia 19 tahun, 18 anak
(21,4%) berusia 20 tahun, dan 2 anak
(2,4%) berusia 21 tahun.
100.0
2.
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa
pendidikan ayah dari mahasiswa tingkat
I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah
56 orang (66,7%) berpendidikan SMA,
16 orang (19,0 %) berpendidikan
perguruan tinggi, 7 orang (8,3)
berpendidikan SMP, dan 5 orang (6,0%)
berpendidikan SD.
Jenis kelamin
Karakteristik
Laki-Laki
Perempuan
Total
Frekuensi
(f)
20
64
84
Presentase
(%)
23.8
76.2
100.0
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa
dari 84 mahasiswa tingkat I di Stikes
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 4
Hang Tuah Surabaya adalah 64 anak
(76,2 %) jenis kelamin perempuan, 20
anak (23,8%) jenis kelamin laki-laki.
3.
Posisi anak dalam keluarga
Karakteristik
Anak Sulung
Anak Tengah
Anak Bungsu
Total
Frekuensi Presentanse
(f)
(%)
53
63.1
15
17.9
16
19.0
84
100.0
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa
posisi anak dalam keluarga dari 84
mahasiswa tingkat I di Stikes Hang Tuah
Surabaya adalah 53 anak (63,1%) posisi
anak adalah anak sulung, 16 anak
(19,0%) posisi anak adalah anak bungsu,
dan 15 anak (17,9%) posisi anak adalah
anak tengah.
4.
Jumlah saudara
Karakteristik
<2
3-4
>5
Total
Frekuensi
(f)
54
29
1
84
Presentase
(%)
64.3
34.5
1.2
100.0
Tabel 5.9 menunjukan responden
dalam penelitian ini adalah 84 responden
dengan perincian pola komunikasi
keluarga sangat baik sebesar
45
responden (53,6%), pola komunikasi
keluarga baik sebesar 32 responden
(38,1%), pola komunikasi keluarga tidak
baik sebesar 7 responden (8,3%).
2.
Penyesuaian diri remaja dalam
pergaulan
Penyesuaian
diri
Sangat Baik
Baik
Tidak Baik
Total
Frekuensi
(f)
43
37
4
84
Presentase
(%)
51.2
44.0
4.8
100.0
Tabel
5.
10
menunjukkan
responden dalam penelitian ini adalah 84
responden dengan perincian penyesuaian
diri remaja sangat baik sebesar 43
responden (51,2%), penyesuaian diri
remaja baik 37 responden (44,0 %), dan
penyesuaian diri remaja tidak baik 4
responden (4,8%).
3. Hubungan
pola
komunikasi
keluarga dengan penyesuaian diri
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa
jumlah saudara dari 84 mahasiswa tingkat
Penyesuaian diri
Sangat
Tidak
I di Stikes Hang Tuah Surabaya adalah 54 Pola komunikasi
Baik
Baik
baik
anak (64,3%) jumlah saudara dalam keluarga
f
%
f
%
f %
keluarga <2 orang , 29 anak (34,5%) Sangat Baik
33 39,3
12
14,3
0 0
jumlah saudara dalam keluarga 3-4 orang, Baik
9 10,7
21
25
2 2,4
dan 1 anak (1,2%) jumlah saudara dalam Tidak baik
1 1,2
4
4,8
2 2,4
keluarga >5 orang.
Total
DATA KHUSUS
1. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi
Keluarga
Sangat Baik
Baik
Tidak Baik
Total
Frekuensi
(f)
45
32
7
84
Presentase
(%)
53.6
38.1
8.3
100.0
43 51,2
37
44,1
4
4,8
Spearman Rho Correlation ρ = 0,000
Tabel 5.10 menunjukkan dari 45
responden (53,6%) mempunyai pola
komunikasi keluarga sangat baik dengan
penyesuaian diri sangat baik sebanyak
33 responden (39,3%), dan penyesuaian
diri baik sebanyak 12 responden
(14,3%). Hasil dari 32 responden
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 5
Total
f
%
45
53,6
32
38,1
7
8,3
84
100
(38,1%) mempunyai pola komunikasi
keluarga yang baik dengan penyesuaian
diri sangat baik sebanyak 9 responden
(10,7%), pola komunikasi keluarga baik
dengan penyesuaian diri baik sebanyak
21 responden (25%), dan pola
komunikasi baik dengan penyesuaian
tidak naik sebanyak 2 responden (2,4%).
Hasil dari 7 responden (8,3%) dari pola
komunikasi keluarga tidak baik dengan
penyesuaian diri baik sebanyak 1
responden (1,2%), pola komunikasi tidak
baik dengan penyesuaian diri baik
sebanyak 4 responden (4,8%), dan pola
komunikasi keluarga tidak baik dengan
penyesuaian diri tidak baik sebanyak 2
responden (2,4%).
Hasil
uji
statistik
dengan
menggunakan uji Spearman Rho
Correlations dalam program SPSS 16
didapatkan nilai kemaknaan ρ = 0,000
dengan taraf signifikan 0,000 (ρ < 0,05)
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak H1
diterima yang artinya ada hubungan
antara pola komunikasi keluarga dengan
penyesuaian
diri
remaja
dalam
pergaulan.
PEMBAHASAN
1. Pola Komunikasi Keluarga
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa
sebagian besar mahasiswa tingkat I di
STIKES Hang Tuah Surabaya memiliki
pola komunikasi keluarga sangat baik.
Berdasarkan data dari 84 mahasiswa
responden didapatkan presentase hasil
berturut-turut yaitu 45 mahasiswa
(53,6%) memiliki pola komunikasi
keluarga sangat baik, 32 mahasiswa
(38,1%) memiliki pola komunikasi
keluarga baik, dan 7 mahasiswa (8,3%)
memiliki pola komunikasi keluarga yang
tidak baik. Dari data diatas didapatkan
sebagian mahasiswa memiliki pola
komunikasi yang sangat baik. Masa
remaja merupakan masa yang rentang
dalam pergaulan, karena dalam masa ini
remaja banyak mengalami perubahan
dalam psikis maupun fisik. Sebagai
orang tua yang memiliki remaja perlu
komunikasi yang lebih intensif terhadap
anak remajanya. Jika komunikasi tidak
terjalin dengan baik akan membuat
remaja lebih suka dan lebih nyaman
berkomunikasi dengan teman sebaya
dibandingkan dengan orang tua.
Remaja akan mengalami kesulitan
jika mengalami masalah apabila tidak
adanya komunikasi terbuka antara orang
tua. Peran orang tua pun tidak berjalan
maksimal
dalam
mengikuti
perkembangan remaja. Freidman, dkk
(2010 : 246), menyatakan bahwa pola
komunikasi dalam sistem keluarga
mencerminkan peran dan hubungan
anggota keluarga dan secara bersamaan,
komunikasi didalam keluarga dapat
dianggap sebagai interaksi yang
beruntun sepanjang waktu dan dikaji
sebagai proses.
Pola komunikasi keluarga yang
sangat baik sebanyak 53,6 %
dipengaruhi oleh pendidikan orang tua.
Dari hasil yang didapatkan peneliti
pendidikan terakhir ibu SMA sebanyak
54 mahasiswa (64,3 %) dan pendidikan
ayah sebanyak 28 mahasiswa (62,2%).
Pendidikan
orang
tua
sangat
mempengaruhi komunikasi orang tua
dengan remaja terutama dalam pergaulan
remaja. Hal ini terkait dengan informasi
yang diterima orang tua dari remaja
tentang orang terdekat atau teman-teman
di lingkungan sekitar mereka saat berada
diluar rumah atau dilingkungan sekolah.
Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan orang tua serta
semakin banyak pengalaman yang
didapatkan oleh orang tua tersebut, maka
semakin baik pula pengetahuan orang
tua tersebut dalam memahami pergaulan
remaja.
Sya’diyah
(2013
:
5-6),
mengemukakan bahwa pengalihan ilmu
pengetahuan
dapat
mendorong
perkembangan intelektual pembentukan
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 6
watak, serta membentuk keterampilan
kemahiran yang diperlukan pada semua
bidang kehidupan. Menurut Arwani
(2002 : 11) pengetahuan seseorang dapat
menentukan berhasil tidaknya suatu
proses, komunikasi, apabila proses
komunikasi semakin sulit ini di
akibatkan adanya perbedaan tingkat
pengetahuan. Pengetahuan merupakan
hasil
dari
pengembangan
dan
pendidikan.
Hasil Remaja yang memiliki pola
komunikasi baik sebanyak 38,1 % juga
dapat dilihat dari pekerjaan orang tua
yaitu dari pekerjaan ayah sabagai
TNI/POLRI sebanyak 21 mahasiswa
(46,7%). Pekerjaan orang tua sangat
mempengaruhi
pola
komunikasi
keluarga dengan remaja. Pada ayah yang
bekerja sebagai TNI/POLRI juga
memiliki hasil pola komunikasi yang
baik ini terjadi karena ayah yang bekerja
sebagai anggota militer dapat bertukar
pikiran dengan sang anak tentang
hukum-hukum
yang
berlaku
di
masyarakat dan remaja bisa lebih selektif
dalam pergaulan serta memilih teman
bergaul. Ibu rumah tangga sebanyak 28
responden (62,2%) Peneliti berasumsi
bahwa remaja dengan ibu yang tidak
bekerja akan lebih banyak mengetahui
pergaulan remaja sehari-hari setelah
melakukan
aktivitas
disekolahnya.
Selain itu ibu yang tidak bekerja bisa
lebih banyak memiliki waktu untuk
berkomunikasi pada anak remajanya.
Pekerjaan orang tua sesibuk
apapun orang tua tetap meluangkan
waktu untuk berbincang-bincang pada
anaknya terutama yang memasuki masa
remaja. Orang tua dengan remaja dapat
bertukaran pikiran tentang ide-ide atau
gagasan
dalam
mentapkan
hasil
musyawarah saat keluarga memiliki
masalah. Freidman,dkk (2010 : 262),
menyatakan bahwa syarat utama
menciptakan komunikasi dalam keluarga
adalah dengan meluangkan waktu
bersama agar tercipta kebersamaan,
keakraban dan persahabatan yang hangat
di antara anggota keluarga karena
komunikasi dengan anak tidak akan
terjalin bila tidak pernah bertemu atau
bercakap-cakap.
Pola komunikasi keluarga yang
tidak baik didapatkan hasil sebanyak 7
mahasiswa (8,3 %) dipengaruhi oleh
jumlah saudara dalam keluarga. Hal ini
membuktikan bahwa banyaknya jumlah
saudara
dalam
keluarga
akan
mempengaruhi pendapat remaja dalam
mengungkapkan pendapatnya dalam
masalah yang terjadi dalam keluarga.
Orang tua cenderung menerima pendapat
dari orang yang usianya lebih tua dari
anak remajanya dan tidak menyukai
anaknya yang berbeda pendapat dengan
mereka. Bagi orang tua anak yang
berusia remaja masih sangat sedikit
mengerti tentang permasalahan dalam
keluarganya dan orang tua lebih nyaman
berkomunikasi dengan anaknya yang
lebih dewasa.
Freidman, dkk (2010 : 262),
mengungkapkan komunikasi keluarga
beragam di sepanjang riwayat tahap
perkembangan keluarga dan dengan
perubahan yang sejalan dengan usia dan
isu perkembangan individu anggota
keluarga. Salah satu perubahan yang
adalah dalam keterbukaan dan keluasaan
pembicaraan sepanjang siklus kehidupan
keluarga. Pola komunikasi keluarga
sering
kali
berkembang
dari
ketergantungan maksimal pembicaraan
yang eksplisit sejak berkenalan dan masa
awal pernikahan hingga meningkatkan
ketergantungan tentang pemahaman
yang tidak diutarakan selanjutnya. Pola
komunikasi juga berubah sepanjang
waktu, sesuai perkembangan anggota
keluarga melalui tahap perkembangan
individu dan semua orang yang menjadi
lebih tua.
Pola komunikasi keluarga yang
tidak baik didapatkan hasil sebanyak 7
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 7
mahasiswa (8,3 %) dipengaruhi oleh
jumlah saudara dalam keluarga. Hal ini
membuktikan bahwa banyaknya jumlah
saudara
dalam
keluarga
akan
mempengaruhi pendapat remaja dalam
mengungkapkan pendapatnya dalam
masalah yang terjadi dalam keluarga.
Orang tua cenderung menerima pendapat
dari orang yang usianya lebih tua dari
anak remajanya dan tidak menyukai
anaknya yang berbeda pendapat dengan
mereka. Bagi orang tua anak yang
berusia remaja masih sangat sedikit
mengerti tentang permasalahan dalam
keluarganya dan orang tua lebih nyaman
berkomunikasi dengan anaknya yang
lebih dewasa.
Freidman, dkk (2010 : 262),
mengungkapkan komunikasi keluarga
beragam di sepanjang riwayat tahap
perkembangan keluarga dan dengan
perubahan yang sejalan dengan usia dan
isu perkembangan individu anggota
keluarga. Salah satu perubahan yang
adalah dalam keterbukaan dan keluasaan
pembicaraan sepanjang siklus kehidupan
keluarga. Pola komunikasi keluarga
sering
kali
berkembang
dari
ketergantungan maksimal pembicaraan
yang eksplisit sejak berkenalan dan masa
awal pernikahan hingga meningkatkan
ketergantungan tentang pemahaman
yang tidak diutarakan selanjutnya. Pola
komunikasi juga berubah sepanjang
waktu, sesuai perkembangan anggota
keluarga melalui tahap perkembangan
individu dan semua orang yang menjadi
lebih tua.
Hasil komunikasi keluarga yang
tidak baik didapatkan sebanyak 7
mahasiswa (8,3 %) dipengaruhi oleh
jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki
sebanyak 6 mahasiswa (7,1%) dan jenis
kelamin perempuan 1 mahasiswa (1,2%)
menunjukkan bahwa perempuan lebih
mudah berkomunikasi dan akrab dengan
temannya serta perempuan serta anak
perempuan lebih dekat dengan ibunya.
Bagi
anak
perempuan
memiliki
komunikasi terbuka dengan ibu layaknya
berkomunikasi dengan temannya karena
ibu bukan hanya berperan sebagai ibu
rumah tangga melainkan sebagai teman
hidup atau sahabat bagi remaja
perempuan. Anak perempuan lebih
nyaman ketika berkomunikasi tentang
permasalahan yang dihadapinya dengan
ibunya. Ibu berkomunikasi kepada
anaknya sejak dalam kandungan sampai
lahir dan ibu lebih memiliki kedekatan
emosional yang sangat dekat kepada
anaknya.
Freidman, dkk (2010 : 262)
mengatakan seiring dengan gerakan
wanita yang berkembang pesat begitu
pula minat terhdap perbedaan gender
dalam komunikasi. Saat ini sudah diakui
secara luas bahwa terdapat perbedaan
utama dalam interaksi antar gender.
Wanita melihat percakapan sebagai
suatu cara membangun hubungan dan
menciptakan keakraban, seangkan pria
memandang percakapan sebagai cara
untuk
menunjukkanstatus
dan
pengetahuan
mereka
(kesempatan,
kompetitif
untuk
menghubungkan
informasi dan mendiskusikan kegiatan).
Wanita mencari sepakat, sedangkan pria
mencari keputusan yang tepat.
2.
Penyesuaian diri remaja
Hasil
penelitian
tentang
penyesuaian diri didapatkan data
penyesuaian diri sangat baik 51,2 %,
baik 44 %, dan tidak 4,8%. Penyesuaian
diri remaja sangat baik 51,2 % hal ini
dipengaruhi oleh pendidikan orang tua
yaitu pendidikan ibu minimal SMA
sebanyak 26 mahasiswa (60,5%) dan
pendidikan
ayah
minimal
SMA
sebanyak 28 mahasiswa (65,1%). Hal ini
membuktikan bahwa pendidikan orang
tua mempengaruhi sikap
dan cara
individu bereaksi terhadap manusia,
benda-benda, dan hubungan-hubungan
yang membentuk realitas. Pendidikan
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 8
orang tua yang semakin tinggi bisa
menjelaskan dan menerapkan pada
remaja dalam hal bersikap terhadap
sesama teman maupun dalam aturanaturan atau norma-norma. Ali (2010 :
176-178), menyatakan bahwa krisis
identitas remaja seringkali menimbulkan
kendala dalam penyesuaian diri terhadap
kegiatan belajarnya. Dalam hal ini
remaja sebenarnya mengetahui bahwa
untuuk menjadi orang sukses harus rajin
belajar, karena dipengaruhi identitas diri
yang kuat menyebabkan mereka
seringkali lebih senang mencari kegiatan
selain beljar yang menyenangkan
bersama kelompoknya.
Pekerjaan orang tua juga bisa
mempengaruhi hasil penyesuaian diri
sebanyak 27 mahasiswa yang memiliki
penyesuaian diri sangat baik (62,8%)
dengan pekerjaan ibu sebagai ibu
rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja
bisa selalu memantau anak remajanya
dalam pergaulan dan mengeerti setiap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak
remajanya. ibu bisa memberikan
batasan-batasan terhadap pergaulan
anaknya yang beranjak dewasa karena
pada masa ini anak remaja akhir
memiliki periode yang sangat penting
dan terjadi perubahan pada peningkatan
emosi, peningkatan minat dan perlikau,
serta perubahan tubuh. Saat masa remaja
akhir banyak remaja yang mempunyai
perlikau menarik perhatian orang lain
maupun orang tuanya. Gunarsa (2012 :
107) mengungkapkan bahwa Keinginan
untuk memperoleh perhatian merupakan
sifat yang normal dan sesorang dengan
penyesuaian
yang
adekuat
akan
memperoleh perhatian. Tingkah laku
yang biasa tidak dapat menimbulkan
perhatian yang diinginkan, ia akan
melakukan
tindakan
yang
menghebohkan untuk menarik perhatian
orang. Keinginan ini bisa terlihat pada
anak-anak tetapi juga merupakan ciri
pada masa remaja maupun dewasa.
Pekerjaan
ayah
sebagai
TNI/POLRI sebanyak 16 mahasiswa
(37,2%). Pekerjaan sebagai TNI/POLRI
dapat memberikan contoh yang baik
dalam
pergaulan
remaja
dan
menyesuaiakan diri dengan aturan-aturan
atau norma-norma
yang berlaku
dilingkungannya. Seorang ayah yang
bekerja sebagai TNI/POLRI bisa
memberikan informasi tentang aturan
yang berlaku dalam pergaulan seharihari dan bisa memberikan batasan
terhadap aturan yang dilarang dalam
hukum yang berlaku. Ali (2010 : 179),
mengemukakan penyesuaian diri remaja
terhadap norma mengarah pada dua
dimensi , yaitu (1) remaja ingin diakui
keberadaanya dalam masyarakat luas,
yang berarti remaja harus mampu
menginternalisasikan nilai-nilai yang
berlaku dimasyarakat, (2) remaja ingin
bebas
menciptakan
aturan-aturan
tersendiri yang lebih sesuai untuk
kelompoknya, tetapi menuntut agar
dapat dimengerti dan diterima oleh
masyarakat dewasa. Dapat disimpulkan
bahwa perjuangan penyesuaian diri
remaja terhadap norma sosial adalah
ingin menginteraksikan antara dorongan
untuk bertindak bebas di satu sisi,
dengan tuntutan norma sosial pada
masyarakat di sisi lain. Tujuannya
adalah agar dapat terwujud internalisasi
norma, baik pada kelompok remaja itu
sendiri, lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat luas.
Usia remaja sangat mempengaruhi
penyesuaian diri dalam pergaulan karena
masa remaja merupakan masa peralihan.
Penyesuaian diri remaja sangat baik
dengan usia 19 tahun didapatkan 64
mahasiswa (76,2%), usia 20 tahun
didapatkan 18 mahasiswa (21,4%), dan
pada usia 21 tahun didapatkan 2 (2,4%).
Karena masa remaja mengungkapkan
kebebasan diri, lebih selektif dalam
mencari teman sebaya, mempunyai citra
jasmani, mampu berpikir abstrak dan
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 9
pada usia ini remaja juga mengalami
penyesuaian fisik dengan perubahan
fisik terjadi selama pertambahan usia
remaja. Pada rentan usia masa remaja
akhir
merupakan
masa
dimana
bertambahnya pengalaman pribadi dan
pengetahuan realistis dan dengan
meningkatkan pengalaman rasionalis.
Remaja yang lebih besar memandang
dirinya, keluarga, teman dan kehidupan
secara holistik. Ali (2010 : 173),
mengatakan penyesuaian diri ini
cenderung diartikan sebagai usaha
mempertahankan diri secara fisik (selfmaintenance atau survival) maka sama
dengan adaptasi (adaptation) yang lebih
mengarah pada penyesuaian diri dalam
arti keadaan fisik, fisiologis, atau
biologis. Penyesuaian diri sesungguhnya
tidak
sekedar
penyesuaian
fisik,
melainkan yang lebih kompleks dan
lebih penting adalah adanya keunikan
dan keberbedaan kepribadian individu
dalam hubungannya dengan lingkungan.
Masa usia remaja akhir terjadi
perilaku yang menarik perhatian orang
tua atau pun orang lain disekitarnya.
Remaja
menarik
perhatian
agar
memperolah perhatian yang lebih dan
bisa dianggap orang sekeliling mereka
jika remaja ini bukanlagi anak-anak
melainkan
remaja
yang
dapat
menyesuaiakan seperti perilaku orang
dewasa. Oleh karena itu masa remaja
saat ini memerlukan perhatian dari orang
tua untuk memberikan perhatian lebih
agar remaja bisa mendapatkan identitas
diri dengan penyesuaian yang sangat
baik dalam pergaulannya dan tidak salah
dalam penyesuaian dirinya. Gunarsa
(2012 : 106), menyatakan bahwa
keinginan remaja untuk memperoleh
perhatian merupakan sifat yang normal
dan sesorang dengan penyesuaian yang
adekuat akan memperoleh perhatian.
Tingkah laku yang biasa tidak dapat
menimbulkan perhatian yang diinginkan,
ia akan melakukan tindakan yang
menghebohkan untuk menarik perhatian
orang. Keinginan ini bisa terlihat pada
anak-anak tetapi juga merupakan ciri
pada masa remaja maupun dewasa.
Penyesuaian diri baik sebanyak 37
mahasiswa (44 %) hal ini dipengaruhi
oleh motivasi dan komunikasi dari orang
tua. Motivasi bisa diberikan orang tua
pada remaja dalam hal pergaulan
maupun pendidikannya. Orang tua
memberikan motivasi berguna sebagai
pemahaman anak terhadap penyesuaian
diri dilingkungan. Remaja dalam
pergaulannya tidak akan merasa pesimis
atau minder dengan keadaannya yang
memiliki kekurangan atau kelebihan.
Remaja akan lebih cepat menyesuaiakan
diri dengan pergaulannya serta lebih
mudah untuk remaja mendapatkan teman
yang lebih banyak. Komunikasi remaja
dengan orang tua itu sangat penting
karena dari suatu komunikasi remaja
dapat menerima masukan pendapatpendapat dari orang tua maupun
keluarga yang usianya lebih tua darinya
dan memiliki pengalaman yang banyak
pada remaja untuk membatasi pergaulan
yang tidak perlu diikuti. Ali (2010 :
176) mengatakan faktor motivasi
dikatakan
sebagai
kunci
untuk
memahami proses penyesuaian diri
karena sama halnya dengan kebutuhan,
perasaan, dan emosi yang merupakan
kekuatan internal yang menyebabkan
ketegangan dan ketidakseimbangan
dalam organisme.
Penyesuaian diri tidak baik
didapatkan 4 mahasiswa (4,8%) hal ini
dipengaruhi oleh kecemasan, konflik dan
frustasi. Remaja yang tidak dapat
menerima konflik atau permasalahan
yang ada dilingkungannya maupun
keluarga akan mempengaruhi dalam
pergaulannya
dan
bisa
menjadi
pengahalang remaja dalam memilih
teman. Remaja yang bersikap tidak bisa
menerima masalah atau kesalahannya
akan melakukan pembenaran terhadap
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 10
suatu kesalahan, hal ini melindungi
individu terhadap perasaan sia-sia
sebagai akibat pengaruh kesalahannya.
Remaja akibatnya tidak dapat menerima
kritik maupun saran dari orang lain
karena menganggap semua yang
dilakukannya benar. Ali (2010 : 180),
mengatakan strategi penyesuaian diri
terhadap kecemasan, konflik, dan
frustasi tersebut biasanya melalui suatu
mekanisme yang disebut dengan
mekanisme pertahanan diri (defence
mechanisme)
seperti
kompensasi,
rasionalisme,
proyeksi
sublimasi,
identifikasi, regresi dan fiksasi.
3.
Hubungan
Pola
Komunikasi
Dengan Penyesuaian Diri Remaja
Hasil analisa data dengan uji
statistik Spearman Rho Correlations ρ =
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ρ <
0,05 berarti H0 ditolak sehingga terdapat
hubungan antara pola komunikasi
keluarga dengan penyesuaian diri remaja
dalam pergaulan sehari-hari di STIKES
Hang Tuah Surabaya. Dengan ini
membuktikan
bahwa
komunikasi
keluarga yang sangat baik akan
menghasilkan penyesuaian diri yang
sangat baik.
Hasil penelitian menunjukkan data
bahwa dari 84 mahasiswa yang memiliki
penyesuaian diri sangat baik ada 43
mahasiswa (51,2%) dan sebagian besar
memiliki pola komunikasi keluarga
sangat baik ada 45 mahasiswa (53,6%).
Hal ini terjadi karena adanya
keterbukaan antara remaja dengan orang
tua, komunikasi yang efektif dan
fungsional
sehingga
mendapatkan
penyesuaian diri yang sangat baik.
Remaja yang memiliki penyesuaian diri
sangat baik dalam pergaulan apabila
remaja sering melakukan diskusi dan
komunikasi terbuka dengan orang tua
mengenai permasalahan-permasalahan
yang dihadapi sehari-hari meski hanya
beberapa menit saja. Remaja dapat
menerima keadaan dan menerima
kekurangan maupun kelebihan yang
dimiliki remaja. Apabila lingkungan
sosial remaja kurang baik mereka dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya
secara baik tidak mengikuti pergaulan
teman-temannya yang tidak baik.
Remaja lebih memilah-milah setiap
tindakan yang akan dilakukan dan lebih
selektif dalam berteman. Remaja lebih
menaati aturan-aturan dan norma-norma
yang berlaku dilingkungannya saat dia
berada.
Ali (2010 :176), mengemukakan
bahwa penyesuaian diri yang baik yaitu
mampu
menerima
dan
menilai
keyakinan lingkungan di luar dirinya
secara objektif, mampu bertindak secara
dinamis, sehingga menimbulkan rasa
aman tidak dihantui oleh kecemasan atau
ketakutan, kemampuan bertindak sesuai
dengan potensi-potensi positif yang ada
pada dirinya dan layak dikembangkan
sehingga dapat menerima dan diterima
lingkungan. Remaja juga memiliki rasa
hormat pada sesama manusia dan
mampu bertindak toleran, selalu
menunjukkan perilaku hormat sesuai
dengan harkat dan martabat manusia.
Kesanggupan merespon frustasi, konflik
dan stres secara wajar, sehat dan
profesional, dapat mengontrol dan
mengendalikan
sehingga
dapat
memperoleh manfaat tanpa harus
menerima kesedihan yang mendalam.
Kesanggupan bertindak secara terbuka
dan sanggup menerima kritik dan
tindakannya dapat bersifat murni, secara
posotif ditandai oleh kepercayaan
terhadap diri sendiri, orang lain dan
segala sesuatu diluar dirinya sehingga
tidak merasa tersisih dan kesepian.
Pola komunikasi keluarga baik
ada 32 mahasiswa (38,1%) dan
penyesuaian diri remaja baik ada 37
mahsiswa (44,0%). Dari hasil observasi
yang didapatkan pola komunikasi yang
baik akan menghasilkan penyesuaian diri
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 11
baik pula pada remaja. Dikatakan
penyesuaian diri baik apabila remaja
dapat menerima kekurangan dan
kelebihan yang ada pada dirinya,
bersikap secara realistis terhadap reaksi
dari manusia atau benda-benda yang
berada disekelilingnya dan selalu ada
motivasi untuk memahami kebutuhan,
perasaan dan emosi yang merupakan
kekuatan internal dirinya. Remaja
merasa bahagia memiliki keluarga yang
bisa menyambut baik pendapat-pendapat
yg diberikan kepada keluarga ketika
keluarga mengalami permasalahan.
Remaja merasa senang jika memiliki
teman-teman baru.
Remaja dapat
memperbaiki kegagalan yang dialami
dan menjadikan kegagalan sebagai
pelajaran. Fudyartanta (2012 : 223),
mengatakan penyesuaian diri yang
berhasil baik adalah dengan keterbatasan
individu, belajar bereaksi terhadap
dirinya dan lingkungannya dengan cara
yang matang (tepat guna), bermanfat,
efisien,
memuaskan,
dan
dapat
menyelesaikan semua permasalahn yang
dihadapinya, baik secara pribadi, sosial,
maupun alamiah. Hasil penyesuaian diri
tidak bersifat absolut, tetapi relatif, sebab
harus dinilai dari kapasitas individunya,
dan kapasitas perindividu berbeda-beda
jadi relatif. Andarmoyo (2012 : 13),
mengatakan
keluarga
fungsional
mempunyai karateristik komunikasi
fungsional antara lain (1) ada toleransi
antara penerima dan pengirim, (2)
memahami ketidaksempurnaan dan
emosi, (3) terbuka dan jujur untuk
mengakui kebutuhan dan emosi, (4)
proses komunikasi bersifat dinamis
artinya mampu saling menukar proses
antara komunikator dengan komunikan.
Freidman,dkk (2010 : 250), menyatakan
pengirim yang berkomunikasi dalam
suatu cara yang fungsional dapat (1)
menyatakan maksudnya dengan tegas
dan jelas, (b) mengklarifikasi dan
mengsualifikasi apa yang ia katakan, (c)
meminta umpan balik, dan (d) terbuka
terhadap umpan balik. Penerima
fungsional/ komunikan yang fungsional
memiliki karakteristik yang meliputi
mendengar secara efektif, memberikan
umpan balik, melakukan validasi atau
menunjukkan
penerimaan
manfaat
pesan.
Pola komunikasi keluarga yang
tidak baik ada 7 mahasiswa (8,3%) dan
penyesuaian yang tidak baik ada 4
mahasiswa (4,8%). Hal ini dapat terjadi
apabila orang tua kurang merespon
masalah-masalah yang terjadi pada anak
remajanya, orang tua lebih banyak
menginginkan anaknya selalu mengikuti
kehendak orang tua dan membatasi
pergaulan anaknya. Orang tua tidak
menyukai anaknya yang berbeda
pendapat dengan mereka serta enggan
membantu persoalan yang dialami
anaknya karena menurut mereka itu
adalah urusan anaknya. Akhirnya
penyesuaian diri remaja terbatas dan
mereka merasa kurang percaya diri
dengan yang dimilikinya. Remaja juga
merasa tidak betah berada dirumah dan
remaja lebih sering pergi dari rumah
tanpa iji terlebih dahulu. Ali (2010 :
189), mengatakan penyesuaian diri yang
tidak baik akan mengakibatkan remaja
mengalami frustasi (tekanan perasaan),
yaitu suatu proses dimana seseorang
merasakan
adanya
hambatan
terpenuhnya kebutuhan-kebutuhab atau
menyangka bahwa akan terjadi sesuatu
kehilangan
yang
menghalangi
keinginannya, konflik (pertentangan
batin) yaitu terdapatnya dua macam
dorongan atau lebih, yang berlawanan
atau bertentangan satu sama lain dan
tidak mungkin dipenuhi dalam waktu
yang sama, kecemasan yaitu berbagai
proses emosi yang bercampu baur, yang
terjadi ketika orang sedang mengalami
tekanan perasaan dan pertentangan batin.
Freidman,dkk (2010 : 250),
menyatakan
pola
komunikasi
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 12
disfungsional didefinisikan sebagai
pengiriman (transmisi) dan penerimaan
isi dan instruksi/ perintah dari pesan
yang tidak jelas/ tidak langsung dan
ketidaksepadanan antara tingkat isi dan
perintah
pesan.
Komunikasi
disfungsional terjadi akibat komunikator
dan komunikan yang disfungsional.
Komunikasi
dari
pengirim
yang
disfungsional bersifat defensif secara
pasif maupun aktif dan sering
menghapuskan kemungkinan untuk
mencari umpan balik yang jelas dari
penerima. Karakteristik pengirim /
komunikator
disfungsional
adalah
berdasar asumsi sendiri / makna kabur,
ekspresi menghakimi / meremehkan
pernyataan / menyalahkan dan otoriter,
tak mampu mengungkapkan kebutuhan /
merasa tak berguna / takut, dan
komunikasi tidak sesuai / cocok.
Penerimaanya
tidak
berfungsi
(disfungsional), maka akan terjadi
kegagalan komunikasi karena pesan
tidak
terima
sebagaimana
yang
diharapkan. Karakteristik penerima
disfungsional
terdiri
dari
gagal
mendengar / distorsi dan interprestasi
salah, diskualifikasi / setuju tersamar,
penolakan, penyerangan dan negativitas,
kurang
eksplorasi,
memotong
pembicaraan, berdasar asumsi sendiri,
dan kurang validasi.
SIMPULAN
Hasil penelitian yang telah
dilakukan,
maka
dapat
diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola komunikasi keluarga terhadap
remaja pada mahasiswa tingkat I di
STIKES Hang Tuah Surabaya
sebagian
besar
komunikasinya
sangat baik.
2. Penyesuaian diri remaja terhadap
pergaulan
sehari-hari
pada
mahasiswa tingkat I di STIKES
Hang Tuah Surabaya sebagian besar
penyesuaiannya sangat baik.
3.
Ada hubungan pola komunikasi
keluarga dengan penyesuaian diri
remaja dalam pergaulan sehari-hari
mahasiswa tingkat I di STIKES
Hang Tuah Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Dkk. (2010). Psikologi Remaja :
Perkembangan
Peserta
Didik. Jakarta : Bumi Aksara
Agustia, Hendriati. (2009). Psikologi
Perkembangan: Pendekatan
Ekologi Kaitannya Dengan
Konsep Dan Penyesuaian
Diri Pada Remaja. Bandung
: Refika Aditama.
Andarmoyo,
Sulistyo.
(2012).
Keperawatan keluarga :
konsep teori, proses dan
praktik
keperawatan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur
Penelitian
:
Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Bahiyatun. (2010). Psikologi Ibu & Anak
: Buku Ajar Bidan. Jakarta :
EGC
Dahlan, Muhamad Sopiyudin. (2012).
Statistik untuk kedokteran
dan kesehatan : deskriptif,
bivariat, dan multivariat,
dilengkapi aplikasi dengan
menggunakann SPSS. Jakarta
: Salemba Medika.
Fudyartanta.
(2012).
Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Gunarsa, Singgih. (2012). Psikologi
Keperawatan. Jakarta: Libri.
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 13
Hidayat.
(2005). Pengantar Ilmu
Keperawatan.
Jakarta
:
Salemba Medika.
Hurlock,
E.B.
(1978).
Perkembangan.
Erlangga.
Mubarak,
Dkk.
(2012).
Ilmu
Keperawatan Komunitas :
Konsep
Dan
Aplikasi.
Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam.
Psikologi
Jakarta:
Muhlisin, Abi. (2012). Keperawatan
Keluarga. Yogayakarta :
Gosyen Publishing
(2011).
Konsep
Dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan:
Pedoman
Skripsi,
Tesis,
Dan
Instrumen
Penelitian
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo.
(2012).
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Zulkifli.
(2009).
Psikologi
Perkembangan. Bandung :
Remaja Rosdakarya Offet
Perry, Potter. (2005). Fundamental Of
Nursing : Fundamental
Keperawatan Volume I.
Jakarta : Salemba Medikan
Santrock, John W. (2011). Life-Span
Development
:
Perkembangan Masa-Hidup.
Jakarta : Erlangga
Setiadi. (2013). Konsep Dan Penulisan
Riset
Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sunaryo.
(2013). Psikologi Untuk
Keperawatan. Jakarta :EGC
Sunyoto,
dkk. (2013). Buku Ajar
Statistik
Kesehatan
:
Paramatrik,
Non
Paramatrik, Validitas Dan
Reliabilitas. Yogyakarta :
Nuha Medika
Sya’diyah,
Hidayatus.
(2013).
Komunikasi keperawatan :
communication
games
aplication. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Program Studi S1-Keperawatan – STIKES Hang Tuah Surabaya 2014 | 14
Download