ISSN : 2085-6172 33-40 KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS VIDEO PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER Rahmi Hayati Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Almuslim Email: [email protected] ABSTRAK Guru memiliki peran penting dalam mengembangkan karakter siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru mengembangkan karakter siswa adalah melalui diskusi workshop guru. Video pembelajaran berbasis karater dapat digunakan sebagai bahan diskusi guru dalam workshop. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam menganalisis video pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk mengembangkan karakter siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari tiga orang guru sekolah Dasar Mitra P4MRI Universitas Syiah Kuala. Instrumen penelitian ini berupa angket dan pedoman wawancara. Kemampuan guru menganalisis video pembelajaran berada pada level bervariasi. terdapat tiga orang guru berada pada level 3 untuk indikator interaksi yang terjadi di kelas. Dua orang guru berada pada level 3 dan seorang lainnya berada level 1 yaitu untuk indikator tindak lanjut terhadap penilaian interaksi. Seorang guru berada pada level 3, seorang level 2 dan seorang lainnya berada pada level 1 yaitu untuk indikator menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru. Dua orang guru berada pada level 2 dan seorang lainnya pada level 1 yaitu untuk indikator menghubungkan aktivitas guru dengan pendekatan matematika realistik. sedangkan dua orang guru berada pada level 2 dan seorang lainnya berada pada level 1 yaitu untuk indikator cara mengembangkan karakter siswa. Implikasi kajian ini adalah perlu dilakukan workshop guru secara terus menerus dan guru perlu pendampingan saat menerapkan dalam pembelajaran. Kata kunci: Kemampuan Guru, Menganalisis, Video pembelajaran PENDAHULUAN Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (Kemendikbud 2013:7). Indonesia juga bagian dari peradaban dunia sehingga perlu disiapkan generasi yang cerdas kompetitif. Kurikulum 2013 juga menekankan kepada penanaman karakter dan budaya dalam diri siswa. Karakter merupakan pondasi dari semua tindakan. Akar dari semua tindakan jahat dan buruk terletak pada hilangnya karakter. Samani (2011) mengungkapkan bahwa karakter merupakan hal pokok yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian yang di penuhi dengan kebaikan dan kebajikan. Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui fikiran dan perbuatan, fikiran demi fikiran, tindakan demi tindakan. Saptono (2011) mengungkapkan ada empat alasan mendasar mengapa sekolah sekarang perlu lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi pendidikan karakter, yaitu banyak keluarga tidak menerapkan pendidikan karakter, sekolah tidak hanya membentuk anak yang cerdas tetapi juga anak yang baik, kecerdasan anak hanya bermakna manakala dilandasi kebaikan, dan terakhir membentuk anak didik yang berakarakter bukan hanya tugas tambahan seorang guru, tapi merupakan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru. Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah selama ini adalah guru mentransfer pengetahuan seperti definisi, aturan, dan langkah langkah penyelesaian, lalu siswa menerapkannya dalam menyelesaikan soal-soal yang serupa (Johar dkk, 2014). Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan guru dalam mendesain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 siswa, kurangnya informasi terbaru mengenai Kurikulum 2013 baik itu berupa buku maupun media pembelajaran yang berbasis karakter sesuai dengan standar Kurikulum 2013 yang telah diterapkan, dan kurangnya video pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa. Terkadang guru juga menunjukkan sikap yang negatif terhadap pembentukan karakter siswa, seperti kurang menghargai siswa, jarang memberikan pujian kepada siswa, guru lebih banyak mengkritik siswa (Johar dkk, 2013:1). Akibatnya siswa menjadi kurang percaya diri,kurang menghargai orang lain, dan tidak kritis. Upaya dalam membantu guru melaksanakan pembelajaran matematika yang mengintegrasikan nilainilai karakter adalah dengan mendampingi guru menonton video pembelajaran dengan pendekatan realistik berbasis karakter. Video berupa hasil rekaman pembelajaran tentang guru SD yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (P4MRI) Unsyiah. Seterusnya guru dimotivasi untuk mendiskusikan video yang ditontonnya. Sherin (Alsawaie 2009) menjelaskan bahwa menonton dan merenungkan video merupakan sebagai aktivitas berharga bagi guru dan berpengaruh secara positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru. Kellog dan Kersaint (2004) menambahkan bahwa dengan menonton video pembelajaran, guru dapat memahami kondisi kelas yang telah berhasil menerapkan ide pembelajaran. Melalui video tersebut guru juga memperoleh pemahaman tentang bagaimana kelas diorganisasikan dan mendorong guru memotivasi siswa melakukan interaksi seperti pada video. Menurut Kristanto (2011) video pembelajaran dapat membantu guru mencapai tujuan pembelajaran. Seterusnya Sherin (2001) mengemukakan bahwa menonton dan menganalisis video pembelajaran memungkinkan guru untuk belajar melakukan pembelajaran seperti pada video. Berdasarkan uraian di atas, guru perlu menganalisis video pembelajaran yang mengintegrasikan nilainilai karakter ke dalam mata pelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan guru menganalisis video pembelajaran. METODE Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan guru dalam menganalisis video pembelajaran berbasis karakter. Video pembelajaran yang ditonton guru merupakan video yang menampilkan usaha guru dalam mengembangkan karakter siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peneliti menjaring informasi yang menggambarkan keadaan sesungguhnya mengenai kemampuan guru dalam menganalisis video pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk mengembangkan karakter siswa. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari guru yang hadir pada workshop guru P4MRI yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 6 Maret 2015 di ruang P4MRI, FKIP Unsyiah Banda Aceh. Workshop guru P4MRI Unsyiah tersebut dihadiri oleh 13 guru yang berasal dari MIN Tungkop Aceh Besar, SD Negeri 3 Banda Aceh, SD Negeri 7 Banda Aceh, SD Negeri 54 Banda Aceh, SDIT Nurul Ishlah, SD Negeri 13 Banda Aceh, MIN Lambaro, SD Negeri 67 Banda Aceh, dan MIN Sukadamai. Selanjutnya di pilih tiga orang guru sebagai sumber data bedasarkan kediaan guru tersebut. Workshop membahas tentang video pembelajaran untuk materi menentukan unsur-unsur lingkaran, menemukan nilai perbandingan keliling dengan diameter, dan menemukan rumus keliling lingkaran. Selanjutnya tim P4MRI Unsyiah membagikan video untuk tiga pertemuan, yaitu pertemuan I, pertemuan II, dan pertemuan III. Fasilitator pada workshop adalah dosen pendidikan matematika FKIP Unsyiah yang termasuk sebagai tim P4MRI Unsyiah. Instrumen penelitian ini berupa angket dan pedoman wawancara. Adapun angket pada penelitian ini adalah angket terbuka. Untuk menganalisis hasil angket digunakan rubrik yang di adaptasi dari Alsalwaie et.al (2009). Wawancara dilakukan setelah guru menganalisis video. Pernyataan-pernyataan Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 yang diajukan sebagai pedoman saat wawancara meliputi bagaimana hubungan guru dan siswa saat pembelajaran, tindak lanjut terhadap penilaian pada siswa, standar guru profesional, kesesuaian dengan pendekatan matematika realistik, dan cara guru mengembagkan karakter siswa. Adapun data tambahan berupa pertanyaan tentang masa kerja guru, jumlah siswa di kelas, respon siswa saat pembelajaran dan media yang digunakan saat mengajar. Kemampuan guru dalam menganalisis video dalam penelitian ini ditulis berdasarkan komponen yang diadaptasi dari Alsawaie dkk (2009) yaitu: 1) identifikasi interaksi kelas, 2) tindak lanjut penilaian interaksi, 3) menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru, 4) menghubungkan aktivitas dengan PMR, dan 5) cara mengembangkan karakter siswa. Pertama identifikasi interaksi kelas pada dasarnya proses pembelajaran yang baik memerlukan proses interaksi oleh semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran di kelas, baik antara guru dengan siswa, hingga antar sesama siswa itu sendiri. Adapun interaksi di kelas menurut Alsawaie dkk (2009) dapat diidentifikasi dalam beberapa level berikut ini: Pada level 1, guru tidak mengidentifikasi peristiwa penting yang harus dicatat pada saat menyaksikan video tersebut. Sebaliknya, dia menjelaskan seluruh pelajaran secara kronologis. Pada level 2, guru mengidentifikasi peristiwaperistiwa tertentu yang terjadi pada saat pembelajaran. Namun, guru berfokus pada apa yang guru lakukan dan katakan,jarang memperhatikan siswa berpikir dan belajar. Pada level 3, guru berfokus pada tindakan kedua yaitu guru dan siswa. Guru juga memperhatikan bagaimana siswa bereaksi terhadap tindakan guru. Kedua tindak lanjut penilaian interaksi. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru yang melakukan interaksi positif dengan siswa akan selalu melakukan penilaian. Adapun tindak lanjut penilaian interaksi menurut Alsawaie dkk (2009) diidentifikasi dalam beberapa level berikut ini. Pada level 1, Guru tidak menginterpretasikan interaksi di kelas, kejadian pada umumnya dikaitkan dengan kronologi di kelas. Pada level 2, Guru hanya menilai kegiatan benar/salah, tidak menawarkan dan memberikan bukti penilaian. Pada level 3, Guru memberikan interpretasi tentang penilaian dan mendukung penilaian, menawarkan alternatif untuk memperbaiki keadaan. Ketiga menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru. Adapun hubungkan interaksi dengan standar Kompetensi Guru menurut Alsawaie dkk (2009) diidentifikasi dalam beberapa level berikut ini: Pada level 1, Guru tidak menghubungkan peristiwa-peristiwa kelas dengan standar Kompetensi Guru. Pada level 2, guru menulis pernyataan umum mengenai standar-standar yang tidak mencerminkan pemahamannya tentang standar-standar ini. Dia tidak menganalisis situasi sangat tidak menjelaskan bagaimana standar itu ditujukan. Pada level 3, guru mengevaluasi standar Kompetensi guru. Laporan guru mencerminkan pemahamannya tentang visi tersebut. Guru menggunakan standar sebagai kerangka terhadap yang untuk menilai kualitas pengajaran dan pembelajaran disajikan dalam pelajaran. Keempat menghubungkan aktivitas guru dengan PMR. Adapun karakteristik RME adalah sebagai berikut: guru mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata, menggunakan model penyelesaian masalah yang dikonstruksi oleh siswa melalui bimbingan guru, menggunakan kontribusi siswa melalui “aneka jawaban’ dan “aneka cara”, memaksimalkan interaksi antara siswa-siswa, siswa-guru, dan siswas umber belajar, guru mengaitkan materi matematika dengan topik matematika lainnya (intertwin). Pada level 1 apabila guru hanya berhasil menganalisis 1-2 karakter matematika realistik dalam pembelajaran. Pada level 2 apabila guru hanya berhasil menganalisis 3-4 karakter matematika realistik dalam pembelajaran. Pada level 3 apabila guru hanya berhasil menaganalisis semua karakter matematika realistik dalam pembelajaran. Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 Kelima cara mengembangkan karakter siswa. Adapun cara mengembangkan karakter adalah sebagai berikut (i) mendengarkan pendapat/kritikan siswa, (ii) menghargai pendapat siswa, (iii) menggunakan sumber belajar yang bervariasi, (iv) menerapkan metode mengajar yang bervariasi,(v) mengatur waktu dan mengelola kelas secara mandiri, (vi) memberikan motivasi agar siswa. Guru memotivasi siswa agar menyampaikan pendapat, menanggapi pendapat teman, menghargai pendapat teman, menemukan berbagai strategi penyelesaian (kelompok), mampu bekerja sendiri (individu) ,bermusyawarah untuk mengambil kesimpulan/membuat keputusan, menyepakati aturan kelas/kelompok. Pada tingkat 1, guru berhasil menganalisis kurang dari 4 cara mengembangkan karakter, pada tingkat 2 guru hanya berhasil menganalisi 4-5 cara mengembangkan karakter, dan pada tingkat 3 guru berhasil menganalisi semua cara mengembangkan karakter. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kemampuan guru dianalisis melalui angket diberikan kepada tiga guru yang menjadi sumber data yaitu guru pertama (G1), guru kedua (G2), dan guru ketiga (G3). Angket diberikan setelah G1, G2, dan G3 menonton video pembelajaran yang dilakukan oleh guru model (GM). Kemampuan G1, G2, dan G3 menganalisis video dapat dijelaskan berikut. Guru Pertama (G1) Kemampuan G1 menganalisis interaksi yang terjadi di kelas terlihat pada saat G1 mampu mengidentifikasi interaksi yang terjadi antara GM dan siswa pada video. Menurut G1, interaksi GM dan siswa terjadi searah ketika guru memberikan permasalahan kemudian siswa menanggapinya/menjawab. Dalam kerja kelompok GM mengarahkan siswa menanggapinya. Sedangkan pada pertemuan kedua interaksi terjadi ketika GM memperlihatkan benda-benda berbentuk lingkaran dan siswa mengamatinya, siswa termotivasi menjawab tentang unsur lingkaran, guru membagikan LKS, siswa mengerjakan latihan yang terdapat dalam LKS dan siswa mempresentasikan hasil kerja di depan kelas. Berdasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G1 mampu mengidentifikasi tentang interaksi di kelas. G1 fokus pada interaksi yaitu GM dan siswa dan G1 mengerti maksud dari interaksi yang terjadi di kelas. G1 juga dapat mengidentifikasi bagaimana GM mengarahkan siswa bereaksi terhadap tindakannya. G1 juga dapat mengidentifikasi bagaimana GM mengarahkan siswa agar terjadi interaksi antara siswa dan sumber belajar. G1 berpendapat dalam pembelajaran sebaiknya GM jangan telalu aktif, biarkan siswa yang menemukan sendiri. Dengan kata lain maka G1 dikategorikan padal level 3. Kemampuan G1 menganalisis interpretasi/penilaian terhadap interaksi yang terjadi di kelas terjadi ketika GM mengoreksi hasil LKS siswa, memberi penguatan terhadap hasil kerja siswa. Sedangkan pada pertemuan kedua GM memberi penegasan kapan penggunaan nilai: 𝜋= 22 7 𝑑𝑎𝑛 𝜋 = 3,14. Hasil wawancara yang peneliti lakukan juga menunjukkan G1 memberikan interpretasi tentang penilaian, memberikan alternatif untuk memperbaiki keadaan. Berdasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G1 mampu memberi intepretasi/penilaian ketika GM menjelaskan penggunaan nilai: 𝜋= 22 7 𝑑𝑎𝑛 𝜋 = 3,14. G1 juga melihat GM melakukan tindak lanjut, seperti mengoreksi LKS siswa. G1 mampu memberikan alternatif untuk memperbaiki keadaan. Pada saat wawancara G1 berpendapat sebaiknya penguatan Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 harus dilakukan dengan segera, agar siswa semangat belajar. Dengan kata lain kemampuan G1 menganalisis interpretasi/ penilaian dikategorikan pada level 3. Kemampuan G1 menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional adalah ketika GM sudah menerapkan keprofesional dalam mengajar yaitu kompetensi pedagogik. Pada pertemuan kedua G1 menganalisis bahwa GM profesional dalam menggunakan media/alat peraga. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G1 mampu menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional. Hasil wawancara menunjukkan G1 paham semua standar kompetensi guru. Dengan kata lain kemampuan G1 menganalisi dikategorikan pada level 3. Kemampuan G1 menganalisis menghubungkan aktivitas guru dengan PMR, G1 menyebutkan bahwa GM dalam menerapkan karakteristik PMR sudah baik. Sedangkan pada pertemuan kedua G1 dalam menganalisis menyebutkan pembelajaran sudah berlangsung secara nyata, GM mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri penyelesaian masalah, dan GM sudah mengaitkan dengan beberapa topik. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G1 menganalisis video dalam menghubungkan aktivitas guru dengan karakteristik matematika realistik, G1 hanya menyebutkan tiga karakter PMR, diantaranya GM mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata, menggunakan model penyelesaian masalah dikonstruksi oleh siswa melalui bimbingan GM, dan GM juga mengaitkan beberapa topik matematika lainnya yaitu perkalian dan perjumlahan. Dengan kata lain kemampuan G1 menganalisis dikategorikan pada level 2. Kemampuan G1 menganalisis cara GM mengembangkan karakter siswa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab, bertanya,dan mengerjakan tugas baik berpasangan maupun berkelompok. Sedangkan pada pertemuan ketiga G1 menganalisis karakter berani dan percaya diri terlihat ketika siswa berani menjawab latihan dipapan tulis. Selain itu Karakter bisa dikembangkan dengan cara memberi penghargaan dan pujian. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G1 menganalisis video dalam mengembangkan karakter siswa berada di level 2. Guru Kedua (G2) Kemampuan G2 menganalisis interaksi yang terjadi di kelas terlihat pada saat G2 mampu mengidentifikasi interaksi yang terjadi antara GM dan siswa pada video. Menurut G2, interaksi GM dan siswa sama-sama aktif karena dalam menerapkan pembelajaran penguasaan konsep pembelajaran sudah baik dan siswa aktif dalam mengerjakan LKS. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara tersebut G2 fokus pada interaksi yaitu guru dan siswa, G2 juga memperhatikan bagaimana siswa bereaksi terhadap tindakan GM dan G2 juga memperhatikan bagaimana GM mengarahkan siswa agar terjadi interaksi siswa dengan sumber belajar. Dengan kata lain kemampuan G2 menganalisis dikategorikan pada level 3. Kemampuan G2 menganalisis interpretasi/penilaian terhadap interaksi yang terjadi di kelas terjadi ketika tanya jawab GM dengan siswa dalam proses belajar mengajar sangat menyenangkan. Berdasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G2 tidak mampu memberi intepretasi/penilaian. G2 tidak menginterpretasikan interaksi di kelas artinya G2 tidak melihat tindak lanjut yang dilakukan oleh guru model saat pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain kemampuan G2 menganalisis dikatergorikan pada level 1. Kemampuan G2 menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional ketika GM memperlihatkan benda-benda/alat peraga yang kepada siswa. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G2 menganalisis video dalam menghubungkan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional terlihat ketika wawancara G2 mampu menjelaskan standar kompetensi profesional Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 yaitu GM mampu menguasai materi dengan baik. Dengan kata lain kemampuan G2 menganalisis dikategorikan pada level 2. Kemampuan G2 menganalisis dalam menghubungkan aktivitas guru dengan PMR, terlihat ketika G2 menyebutkan bahwa pembelajaran sudah mengarah pada pendekatan matematika realistik. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G2 menganalisis video dalam menghubungkan aktivitas guru dengan karakteristik matematika realistik terlihat dari hasil wawancara. G2 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran realistik GM hanya mengarahkan menggunakan konsep dasar selanjutnya siswa yang menemukan penyelesaian. G2 mampu melihat GM memfasilitasi siswa dengan bermacam-macam alat hitung dalam pengukuran. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa G2 hanya menyebutkan dua karakteristik matematika realistik yaitu mengunakan model penyelesaian masalah yang dikonstruksi oleh siswa melalui bimbingan guru dan menggunakan kontribusi siswa melalui aneka jawaban dan cara. Dengan kata lain kemampuan G2 menganalisis dikategorikan pada level 1. Kemampuan G2 menganalisis cara GM mengembangkan karakter siswa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan bakatnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G2 menganalisis video dalam mengembangkan karakter siswa berada di level 1. Perlu untuk diketahui bahwa G2 belum pernah mengajarkan materi matematika kepada siswanya. G2 hanya mendengar nilai 𝜋 rekan kerjanya dan video yang peneliti berikan. Guru Ketiga (G3) Kemampuan G3 menganalisis interaksi yang terjadi pada guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung terjadi ketika GM melempar pertanyaan siswa menanggapinya. Siswa sangat peka terhadap pertanyaan gurunya dan ada timbal balik siswa dengan guru. Sedangkan pada pertemuan kedua G3 juga menganalisis terlihat GM dan siswa semangat dan aktif saat proses pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara tersebut maka kemampuan G3 menganalisis video fokus terhadap interaksi yang terjadi antara GM dan siswa. G3 menganalisis siswa bereaksi terhadap tindakan GM artinya ketika diberikan pertanyaa, siswa sangat aktif menanggapi. Selanjutnya G3 juga menganalisis GM memaksimalkan interaksi antara siswa dan sumber belajar. Dapat disimpulkan bahwa G3 mengerti dengan interaksi di kelas. Dengan kata lain G3 kemampuan menganalisis dikategorikan pada level 3. Kemampuan G3 menganalisis interpretasi/penilaian pada siswa saat pembelajaran berlangsung terjadi ketika G3 menyebutkan dengan cara tanya jawab guru dengan siswa dan siswa menanyakan hal yang diketahui pada guru. Guru meluruskan jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat, memberi pujian terhadap siswa, dan memberi tugas tambahan tentang materi yang akan di uji. Sedangkan pada angket pertemuan kedua, G3 juga menganalisis yaitu ketika GM memberikan penilaian yang belum tepat dan menasehati siswa agar bekerja sama dalam kelompok. Bedasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G3 mampu memberi intepretasi/penilaian ketika GM memberi nilai kepada siswa yang menjawab pertanyaan. G3 mampu memberikan alternatif untuk memperbaiki keadaan yaitu ketika meluruskan jwaban siswa yang kurang tepat. Dengan kata lain kemampuan mengenalisis G3 dikategorikan pada level 3. Kemampuan G3 menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional terjadi ketika GM membimbing siswa kearah yang tepat, tanya jawab siswa dan guru, meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat, siswa merefleksi materi yang tidak diberikan oleh guru. Pada pertemuan kedua, G3 merangsang siswa dengan memperlihatkan benda-benda, siswa menggali informasi dan menuliskan secara lengkap. Menciptakan situasi kelas yang kondusif dan GM mempercayai siswanya menjadi Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 seorang yang sukses. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan menganalisis video dalam menghubungkan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional ketika G3 menyebutkan hanya kompetensi profesional saja artinya berkomunikasi secara efektif, empatik,dan santun dengan peserta didik serta mampu mengguna alat peraga, alat ukur dan alat hitung. Namun saat diwawancarai G3 mampu memberi penjelasan bahwa guru tersebut sudah sangat profesional. Dengan kata lain kemampuan guru menganalisis dikategorikan pada level 1. Kemampuan G3 menganalisis dalam menghubungkan aktivitas guru dengan PMR, G3 menyebutkan bahwa GM menggunakan kontribusi siswa untuk menggali informasi disekitar siswa yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. Sedangkan pada pertemuan kedua, G3 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran GM menggunakan benda-benda yang nyata. Mampu mengaitkan antar topik. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G3 menganalisis video dalam menghubungkan aktivitas guru dengan karakteristik PMR terjadi ketika GM mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata, menggunakan kontribusi siswa, dan mengaitkan materi dengan topik lainnya. Dengan kata lain kemampuan menganalisis dikategorikan pada level 2. Kemampuan G3 menganalisis cara GM mengembangkan karakter siswa dilakukan dengan cara membimbing siswa, menggali informasi dari siswa, meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat, melakukan tanya jawab. Pada pertemuan kedua, G3 menyebutkan bahwa GM mengaitkan konsep dengan pelajaran yang diampu sehingga menambah wawasan ilmu. Bedasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G3 menganalisis video dalam mengembangkan karakter siswa berada di level 2. Dari hasil analisis G1, G2, dan G3 maka kemampuan guru menganalisis video dapat dilihat dalam tabel berikut ini: No. 1 2 3 4 5 Tabel 1. Level Kemampuan Guru Menganalisis Video Komponen G1 G2 Interaksi di kelas Level 3 Level 3 Tindak lanjut penilaian interaksi Level 3 Level 1 Hubungan interaksi dengan ciriLevel 3 Level 2 ciri guru profesional Hubungan aktivitas guru dengan Level 2 Level 1 RME Cara guru mengembangkan Level 2 Level 1 karakter siswa G3 Level 3 Level 3 Level 1 Level 2 Level 2 Pembahasan Bedasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan guru menganalisis video pemnelajaran berada pada level yang bervariasi. Kemampuan guru menganalisis video untuk indikator (i) interaksi yang terjadi di kelas terdapat tiga guru berada pada level 3, untuk indikator (ii) tindak lanjut terhadap penilaian interaksi terdapat dua orang guru berada pada level 3 dan seorang guru berada level 1, untuk indikator (iii) menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru terdapat seorang guru berada pada level 3, seorang level 2 dan seorang guru pada level 1, untuk indikator (iv) menghubungkan aktivitas guru dengan pendekatan matematika realistik terdapat dua orang guru berada pada level 2 dan seorang guru pada level 1, sedangkan untuk indikator (v) cara mengembangkan karakter siswa terdapat dua orang guru berada pada level 2 dan seorang guru pada level 1. Implikasi kajian ini adalah perlu dilakukan workshop guru secara terus menerus dan guru perlu pendampingan saat menerapkan dalam pembelajaran. Penelitian ini menunjukkan bahwa menonton Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40 ISSN : 2085-6172 33-40 dan menganalisis video pembelajaran memungkinkan guru untuk belajar melakukan pembelajaran seperti pada video. Hal ini sesuai seperti yang diungkapkan Alsawaie et.al (2009) bahwa menonton dan merenungkan video merupakan sebagai aktivitas berharga bagi para guru. Berdasarkan hasil wawancara terlihat bahwa G1 merupakan seorang fasilitator yang sudah berpengalaman, lama masa mengajar adalah 17 tahun dan latar belakang juga mendukung. G2 merupakan guru kelas yang belum pernah mengajar materi matematika di kelas tinggi. G2 sudah mengajar selama 25 tahun sebagai guru. sedangkan untuk G3 adalah seorang guru dengan latar latarbelakang guru matematika, dan lama masa mengajar G3 selama 8 tahun. SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adalah kemampuan guru menganalisis video berada pada level bervariasi. Setelah menganalisis video pembelajaran, banyak manfaat yang bisa diambil oleh guru diantaranya guru mengetahui bagaimana kelas diorganisasikan, interaksi yang terjadi di kelas, cara memberi penilaian, cara menerapkan PMR, hubungan dengan standar kompetensi guru, dan cara mengembangkan karakter siswa. SARAN Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) 2) secara keseluruhan kemampuan guru menganalisis video pembelajaran sudah berjalan dengan baik, guru paham dengan komponen yang dianalisis; Bagi guru hendaknya lebih sering mengikuti workshop guru, hal ini bertujuan supaya guru dapat bertukar pikiran pada saat menganalisis video. DAFTAR PUSTAKA Alsawaie. Othman N. dan Alghazo. Iman M., (2010). The Effect of Video-Based Approach on Prospective Teachers’ Ability To Analyze Mathematics Teaching. Journal Math Teacher Educ 13:223–241. Johar. R., Ikhsan. M., Zubainur. Cut Morina. 2014. Tingkat Kepedulian (strages of concern) guru memanfaatkan video dalam melakasanakan pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk mengembangkan karakter siswa. Laporan Penelitian Unsyiah. Tidak dipublikasi. Kellogg. M., & Kersaint. G. (2004). Creating a vision for the standards using online videos in an elementary mathematics methods course. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education [Online serial], 4(1). Available : http://www.citejournal.org/vol4/iss1/mathematics/article1.cfm. Kristanto. 2011. Media Pembelajaran: Konsep, Nilai Edukatif, Klasifikasi, Praktek, Pemanfaatan dan Pengembangan. Semarang: UNNES Press. Mulyasa, Dr. E., M.Pd. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Yang Kreatif dan Menyenangka. Rosda Karya. Bandung. Samani, Muchlas (2011) Rosdakarya. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Sherin, M. G., & Han, S. Y. (2004). Teacher learning in the context of a video club.Teaching and Teacher Education, 20(2), 163–183. Sherin, M. G., & van Es, E. A. (2005). Using video to support teacher’s ability to notice classroominteractions. Journal of Technology in Teacher Education, 13(3), 475–491. Jurnal Variasi, Volume 08, Nomor 01, Desember 2016 Page 40