MENCERMATI PERSOALAN DIBALIK ALIH FUNGSI HUTAN DIBALIK ALIH FUNGSI HUTAN DENGAN STUDY KASUS KELAPA SAWIT Disampaikan Oleh: Disampaikan Oleh: ABETNEGO TARIGAN Direktur Eksekutiff Lokakarya: Monitoring Kinerja Penegak Hukum d l dalam Ti d k Pidana Tindak Pid K h t Kehutanan M l l i Melalui Praktek Alih Fungsi Hutan Jakarta, 3 Februari 2010 Kondisi Kebun Sawit Indonesia Terkini Sawit Indonesia Terkini 1. Luas kebun sawit 8,4juta Ha (Per Juni 2009) 2. Pertambahan setiap rata rata‐rata rata 400.000 ha dengan 400.000 ha dengan mengonversi: o Lahan Masyarakat Adat/lokal 100.000 ha o Lahan Gambut 50 – 100.000 ha o Hutan (primer/ sekunder) 200.000 ha 3 Produksi 3. P d k i CPO tahun CPO t h 2009 mencapai 2009 i 21,3 juta 21 3 j t ton t o pasar domestik 5 – 5,5 juta ton cpo o pasar internasional 15 juta ton o Menghasilkan keuntungan 9,11 miliar US Dollar 4. Kepemilikan Kebun oleh lebih dari 30 groups besar (national/multinational) ◦ Mengontrol lebih dari 600 anak perusahaan ◦ 65% kebun 65% kebun sawit dikelola langsung oleh perusahaan ◦ Sedangkan petani hanya menguasai 35% dari luas lahan. 5. Potensi lahan yang ada 18 juta ha dimana 13,7 juta ha adalah ‘hutan’ konversi (deptan, 2009) 6. Sampai awal tahun 2009, terdapat 576 komunitas berkonflik dengan perkebunan sawit. PERKEBUNAN SAWIT DAN KONVERSI HUTAN Pembangunan perkebunan sawit di Indonesia telah mencatat kurang dari 18 juta hektar hutan telah ditebang atas nama pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Namun hanya sekitar 6 juta hektar lahan yang ditanami kelapa sawit. Perusahaan Perkebunan Sawit dalam pembangunannya juga telah melakukan konversi secara ilegal. Sejak tahun tahun 2000, praktek ilegal konversi hutan menjadi sawit sering terjadi. Hal ini terjadi seiring dengan pelaksanaan pesta demokrasi baik di tingkat kabupaten maupun propinsi. propinsi Disinyalir kuat, kuat bahwa prektek illegal konversi hutan sebagai ongkos politik baik dalam pilbup maupun pilgub. Catatan lain bahwa dalam pembangunan perkebunan sawit juga di kenal istilah jual beli ijin lokasi. IJIN LOKASI Langkah g Awal Illegal g Konversi IJIN LOKASI DASAR HUKUM : Peraturan Menteri Agaria /Kepala BPN No. 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi IZIN USAHA PERKEBUNAN 25 Ha – 100.000 100 000 Ha DASAR HUKUM : 1. UU Perkebunan No. 18 Th. 2004 2. Kepmentan. No.26/Permentan/ 05.140/2/2007 Tentang Pedoman P iji Perijinan U Usaha h Perkebunan. Pelepasan Kawasan HUTAN DASAR HUKUM : Kep. bersama Menhut, Mentan, Dan Kepala BPN. Nomor : 364/Kpts364/Kpts 11/90, 519/Kpts/HK.050/7/90 dan 23-VIII-1990 Tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan Dan Pemberian HGU untuk Pengembangan Usaha Pertanian. HGU DASAR HUKUM: Undang-Undang No 5 Tahun 1960 No. tentang UUPA IJIN LOKASI Langkah g Awal Illegal g Konversi PROSES HILANGNYA HUTAN DI INDOENESIA PROSES HILANGNYA HUTAN DI INDOENESIA PROSES HILANGNYA HUTAN DI INDOENESIA PROSES HILANGNYA HUTAN DI INDOENESIA PERKEBUNAN SAWIT DI KAWASAN NON KONVERSI PERKEBUNAN SAWIT DI KAWASAN NON KONVERSI PERKEBUNAN SAWIT DI KAWASAN GAMBUT KALIMANTAN PERKEBUNAN SAWIT DI KAWASAN GAMBUT KALIMANTAN TUMPANG TINDIH OTORITAS DAN KONVERSI HUTAN Hutan sebagai sumberdaya alam yang kaya akan nilai biodiversity menjadikannya primadona yang perlu di perebutkan. Tidak hanya oleh para pengusaha tetapi juga pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan tidak harmonis dan tidak sinkronnya hukum dan kebijakan. kebijakan Disharmonis kebijakan perundang-undangan (perkebunan, kehutanan, Lingkungan, Tata Ruang, Otonomi Daerah) menghasilkan tumpang tindih otoritas. Sehingga pemerintah sulit untuk melakukan perlindungan, perencanaan, Pengelolaan, pengawasan, penegakan hukum dan Pemulihan. PERMASALAHAN PENERAPAN HUKUM dan KEBIJAKAN 1. Daya penegakan kebijakan masih lemah (hukum dan penegak hukum) 2. Lemahnya Komitmen Penguasa (Pemerintah dan Pengusaha). 3. Ketimpangan kepentingan dalam penerapan kebijakan 4 Kepentingan Pemerintah atas Kebijakan 4. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pengembangan Perkebunan Besar 5. Dominasi Kepentingan Pengusaha atas Penerapan Kebijakan Pelepasan Kawasan Hutan . KORUPSI dan PENERAPAN/PENEGAKAN HUKUM Disinyalir Kuat, bahwa lemahnya penerapan dan penegakan hukum erat kaitannya dengan pungutan liar (Korupsi) (Korupsi). Dugaan terjadinya korupsi di balik perkebunan sawit diperkuat dengan beberapa temuan danfakta lapangan. Informasi yyang g kami dapatkan bahwa biaya y penerbitan ijin j lokasi untuk setiap hektarnya sebesar Rp. 500.000- Rp. 1 juta/ha (rata-rata Rp. 750 jt untuk ijin lokasi seluas 1.000 ha). Bahkan dalam temuan lain, untuk menerbitkan ijin lokasi seluas 1.000 ha dapat meraup keuntungan sampai Rp 3 Milyar Rp. Milyar. Fakta lain, aparat penegak hukum yang lebih berpihak ke Perusahaan perkebunan sawit dalam menindak lanjuti laporan pengaduan. Kepolisian lebih melayani laporan Perusahaan sawit. Keberpihakan yang sama juga di perpraktekan oleh pengadilan yang dicerminkan melalui putusanputusannya. Bahkan Laporan pemerintah atas kejahatan perusahaanpun dikalahkan oleh pengadilan pengadilan. KORUPSI dan PENERAPAN/PENEGAKAN HUKUM Selain aparat penegak hukum, aparatur negara yang lain juga terbukti melanggengakan pelanggaran yang ada ada. Ini dapat di buktikan salah satunya dengan ketelibatan pegawai BPN sebagai Karyawan Perusahaan. ILEGAL DAN ILEGAL Dari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia melakukan praktek konversi secara ilegal (baik hutan dan lahan). Perkebunan sawit, dalam peraturannya baru dapat melakukan kegiatan budidaya pertanian setelah mendapatkan HGU. HGU Metrotvnews.com, Kuala Lumpur: Badan Pertanahan Nasional menyatakan perusahaan sawit yang membuka lahan di Indonesia tanpa lebih dulu memiliki Hak Guna Usaha (HGU) berarti ilegal. "Hal seperti itu sering terjadi, karenanya harus ada tindakan tegas, menangkap orangorang perusahaan yang bertanggung jawab melakukan kegiatan ilegal tersebut," kata Direktur Penyelesaian Konflik dan Sengketa Lahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Iwan Sulanjana, dalam diskusi panel prapertemuan lanjutan tentang minyak sawit berkelanjutan (Roundtable on Sustainable Palm Oil-RSPO) di Kuala Lumpur, Malaysia, belum lama ini. REKOMENDASI 1. Reformasi Kebijakan 2. Evaluasi Perijinan Yang Ada 3. Legal Audit (Incl.Prosedural) 4 Audit 4. A dit Lingkungan Li k 5. Penegakan g Hukum