BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pariwisata 1. Pengertian Pariwisata Secara etimologi dikatakan kata “tour” berasal dari bahasa latin”tornare” dan bahasa Yunani “tormos” yang berarti lathe of circle maksudnya adalah perpindahan dari suatu titik pusat atau aksis. Dalam bahasa Inggris modern berarti change atau perpindahan atau putaran (turn). Sedangkan akhiran ism digabungkan menjadi tourism yang berarti perpindahan atau perputaran dari titik tertentu dan kembali lagi ketempat semula. Sehingga tour menunjukan suatu perjalanan yang berputar (round trip). Contohnya mereka meninggalkan dan kembali ketempat asalnya semula. Berkaitan dengan kata tourism, Leiper menjelaskan bahwa kata ini telah digunakan di Inggris yang menggambarkan Aristokrat yang berkewarganegaraan Inggris yang melakukan studi tentang politik, pemerintahan, serta diplomatik, dimana mereka melakukan perjalanan selama tiga tahun dalam kegiatan belajarnya sampai kedaratan Eropa.1 Menurut arti katanya pariwisata berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “Pari” yang berarti banyak, penuh atau berputarputar, dan “Wisata” yaitu perjalanan, jadi pariwisata adalah 1 I Gusti Bagus Rai Utama dan Ni Made Eka Mahadewi, Metodologi Penelitian Pariwisata dan Perhotelan,(Yogyakarta: Andi Offset, 2012), 103-106. 10 11 perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.2 Dan dalam bahasa Inggris disebut dengan kata “tour”. Sedangkan untuk pengertian jamak, kata “kepariwisataan” dapat digunakan kata “tourisme” atau “tourism”. Hal semacam ini sudah menjadi kebiasaan untuk memberi pengertian yang lebih luas bagi suatu kata. Biasanya kata tersebut diberi awalan “ke-“ dan akhiran “-an”, seperti juga dilakukan dalam bahasa Inggris dan bahasa Belanda dengan menambahkan akhiran “-ism” atau “-isme”.3 Menurut definisi yang luas, pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara dilakukan perorangan atau kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Secara definitif, berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.4 E. Guyer-Freuler merumuskan pariwisata sebagai berikut : pariwisata dalam arti modern adalah merupakan penomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) 2 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 41. 3 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata (Bandung: Angkasa, 1996), 112-113. 4 Hery Sucipto dan Fitria Andayani, Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek dan Tantangannya (Jakarta: Grafindo Books Media dan Wisata Syariah Consulting, 2014), 33-34. 12 terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan.5 Organisasi pariwisata dunia, UNWTO (United Nation World Tourism Organization), mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas perjalanan dan tinggal seseorang di luar tempat tinggal dan lingkungannya selama tidak lebih dari satu tahun berurutan untuk berwisata, bisnis, atau tujuan lain dengan tidak untuk bekerja di tempat yang dikunjunginya tersebut.6 Terdapat beberapa definisi atau pengertian yang dikutip dari beberapa ahli. James J Spillane berpendapat: “Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan bersifat sementara, dilakukan perorangan ataupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan, keserasian dalam dimensi sosial budaya dan ilmu.” 7 Sedangkan mengenai istilah wisatawan, konferensi PBB tentang perjalanan dan pariwisata Internasional di Roma (1963) menyatakan bahwa wisatawan (tourist) adalah mereka yang melakukan perjalanan (pengunjung) yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: 5 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, 115. M. Liga Suryadana dan Vanny Octavia, Pengantar Pemasaran Pariwisata (Bandung: Alfabeta, 2015), 30. 7 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat, 41-42. 6 13 1. Berlibur, rekreasi dan olahraga 2. Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjugan dengan alas an kesehatan, belajar atau kegiatan keagamaan.8 Definisi lain yang lebih lengkap, turisme atau wisatwan dipahami sebagai industri jasa. Karena dimaknai sebagai industri, maka pariwisata bergerak dalam ranah pelayanan, mulai dari pelayanan jasa transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, sampai jasa-jasa lain yang bersangkutan seperti bank, asuransi, keamanan, dan sebagainya. Pariwisata juga menawarkan tempat istirahat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya. Artinya seluruh aspek pelayanan yang dibutuhkan sepanjang perjalanan rekreatif masuk dalam kategori pariwisata.9 Ada beberapa komponen pokok yang secara umum disepakati didalam batasan pariwisata (khususnya pariwisata internasional), yaitu sebagai berikut: 1. Traveler, yaitu orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih lokalitas. 2. Visitor, yaitu orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan, dan tujuan perjalanannya bukanlah untuk terlibat dalam kegiatan untuk mencari nafkah, pendapatan, atau penghidupan di tempat tujuan. 8 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, 135. Hery Sucipto dan Fitria Andayani, Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek dan Tantangannya, 33-34. 9 14 3. Tourist, yaitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi. Semua definisi yang dikemukakan selalu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu: 1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain. 2. Adanya unsur „tinggal sementara‟ di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal yang biasanya. 3. Tujuan utama dari pergerakan manusia tersebut bukan untuk mencari penghidupan/pekerjaan di tempat yang dituju.10 2. Bentuk dan jenis-jenis pariwisata Pariwisata berarti keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke suatu tempat atau didorong oleh beberapa keperluan tanpa bermaksud mencari nafkah tetap. Pariwisata meliputi berbagai jenis, karena keperluan dan motif perjalanan wisata yang dilakukan bermacam-macam, misalnya pariwisata pantai, pariwisata etik, pariwisata agro, pariwisata perkotaan, pariwisata social dan pariwisata alternative. Jeni-jenis pariwisata diantaranya: 1) Pariwisata Pantai (MarineTtourism) Pariwisata pantai adalah kegiatan pariwisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana 10 untuk berenang, I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta, Pengantar Ilmu Pariwisata (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2009), 45-46. 15 memancing, menyelam, dan olah raga air lain, termasuk sarana prasarana akomodasi, makan dan minum. 2) Pariwisata Etnik (Etnik Tourism) Pariwisata etnik adalah perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang dianggap menarik. 3) Pariwisata Budaya (Culture Tourism) Pariwisata budaya adalah perjalanan untuk meresapi dan terkadang ikut mengalami suatu gaya hidup yang telah hilang dari ingatan manusia. 4) Pariwisata Rekreasi (Recreation Tourism) Pariwisata rekreasi adalah kegiatan wisata yang berkisar pada olah raga, menghilangkan ketegangan dan melakukan kontak sosial dalam suasan yang santai. 5) Pariwisata Alam (Ecotourim) Pariwisata alam adalah perjalana kesuatu tempat yang relatif masih asri ( belum tercemar), dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi, menikmati pemandangan alam, tumbuhan dan binatang liar, serta perwujudan budaya yang ada (pernah ada) di tempat tersebut. 6) Pariwisata Kota (City Tourism) Pariwisata kota adalah perjalanan dalam suatu kota untuk melihat/menikmati objek, sejarah dan daya tarik yang terdaat di kota tersebut. 7) Pariwisata Agro (Agro Tourism) Pariwisata agro merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan pertanian, perkebunan, perternakan, 16 kehutanan. Jenis pariwisata ini bertujuan untuk mengajak wisatawan untuk ikut memikirkan sumber daya alam dan kelestariannya, wisatawan tinggal bersama keluarga petani atau tinggal diperkebunan untuk ikut merasakan kehidupan dan kegiatannya. 8) Pariwisata Perkotaan (Urban Tourism) Pariwisata perkotaan adalah bentuk pariwisata yang umum terjadi di kota-kota besar, dimana pariwisata merupakan kegiatan yang cukup penting, namun bukan kegiatan utama di kota tersebut. 9) Pariwisata Sosial (Social Tourism) Pariwisata menyelenggarakan sosial liburan merupakan bagi pendekatan kelompok untuk masyarakat berpenghasilan rendah serta orang-orang yang tidak memiliki inisiatif untuk melakukan perjalanan serta orang-orang yang belum mengerti bagaimana cara mengatur suatu perjalanan wisata. 10) Pariwisata Alternatif (Alternative Tourism) Pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam skala kecil, memperhatikan kelestarian lingkungan dan segi-segi sosial. Bentuk pariwisata ini sengaja diciptakan sebagai tandingan terhadap bentuk pariwisata yang umumnya berskala besar. Dalam pariwisata alternatif ini keuntungan ekonomi diperoleh dari kegiata pariwisata langsung dirasakan oleh masyarakat setempat 17 sebagai pemilik dan penyelenggara jasa pelayanan dan fasilitas pariwisata.11 3. Produk Industri Pariwisata Medlik dan Medletton dalam tulisannya “As far as the tourist concerned, the product covers the complete experience from the time he leaves home to time the returns to it” Menurut pandangan mereka produk industri pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur yang merupakan suatu paket (package) yang satu sama lain tidak terpisah. 12 Yang dimaksudkan dengan produk industri pariwisata adalah semua jasa-jasa (service) yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan rumah sampai di daerah tujuan wisata yang telah dipilihnya, sampai ia kembali ke rumah di mana biasanya ia tinggal. Ada delapan macam unsur pokok yang membentuk produk tersebut sehingga merupakan suatu paket, yaitu: 1. Jasa-jasa Travel Agent atau Tour Operator, yang memberikan informasi, advis, pengurusan dokumen perjalanan, perencanaan perjalanan itu sendiri pada waktu akan berangkat. 2. Jasa-jasa perusahaan angkutan (darat, laut dan udara) yang akan membawa wisatawan dari dan ke daerah tujuan wisata yang telah tentukannya. 11 Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Ruang,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013). 128-130. 12 Oka A Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata,164. Kawasan dan Tata 18 3. Jasa-jasa pelayanan dari perusahaan: akomodasi perhotelan, bar dan restoran, fasilitas rekreasi, entertainment dan hiburan lainnya. 4. Jasa-jasa Retail Agent atau Tour Operator lokal yang menyelenggarakan City Sightseeing, tours atau excursions tersebut, berikut jasa pramuwisatanya. 5. Jasa-jasa transport lokal (bus, taxi, coach-bus) dalam melakukan City Sigthseeing, tours, atau Excursion pada objek wisata dan atraksi wisata setempat. 6. Objek wisata dan atraksi wisata, yang terdapat di daerah tujuan wisata, yang menjadi daya guna tarik orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut. 7. Jasa-jasa Souvenir shop dan Handicraft serta Shopping Center di mana wisatawan dapat berbelanja untuk membeli oleh-oleh dan barang-barang lainnya. 8. Jasa-jasa perusahaan pendukung, seperti penjual postcards, perangko (Kantor Pos), penjual camera dan film (photo supply), penukaran uang (money changers dan bank). 13 Pengertian produk tersebut di atas sejalan dengan pengertian industri pariwisata. Seperti yang kita ketahui, industri pariwisata sebagai suatu industri tidaklah berdiri sendiri, tetapi dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan bermacam-macam jasa, yang dibeli oleh wisatawan dalam bentuk paket (package). Jadi tidak hanya satu macam jasa saja yang diperlukan dalam perjalanan 13 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, 164-167. 19 wisata, tetapi diperlukan serangkaian jasa yang merupakan produk dari industri pariwisata.14 4. Peran Pariwisata Terhadap Perekonomian Seperti halnya dengan sektor industri lainnya, industri pariwisata juga berpengaruh terhadap perekonomian di daerah atau negara tujuan wisata. Besar kecilnya pengaruh itu berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya atau antara suatu negara dengan negara lainnya.15 Sumber daya alam dapat digali sebagai potensi ekonomi yang pemanfaatannya sangat diperlukan bagi kehidupan manusia dalam arti luas. Pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi berlangsung sejak keberadaan kehidupan manusia dari jaman purbakala sampai dengan jaman modern sekarang ini, namun demikian untuk mengindari kerusakan ekosistem yang ada maka pemanfaatan sumber daya alam tersebut tetap harus memperhatikan kaidah-kaidah fungsi pelestarian/konservasi.16 Suatu negara yang mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri di negaranya, maka lalu-lintas orang-orang (wisatawan) tersebut ternyata memberi keuntungan dan memberi hasil yang bukan sedikit dan bahkan memberikan pendapatan (income) utama, melebihi ekspor bahan-bahan mentah, hasil tambang yang dihasilkan negara tersebut. 14 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, 167. Andi Mappi Sammeng, Cakrawala Pariwisata (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 199. 16 Direktorat Jenderal Pariwisata, Pedoman Pengembangan Ekowisata (Jakarta: Direktorat Jenderal Pariwisata, 1998), 29. 15 20 Jadi, tujuan utama mengembangkan industri pariwisata pada suatu negara, adalah untuk menggali dan meningkatkan nilai-nilai ekonomi sebagai akibat adanya orang-orang melakukan perjalanan wisata di negara tersebut.17 Disamping mampu memberikan dampak ekonomi terhadap pemerintah dan masyarakat, pariwisata juga mampu menjadi wahana bagi masyarakat untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan pelestarian lingkungan hidup melalui kegiatan wisata nusantara, yaitu dari kota ke desa dan sebaliknya, antar kota, antar provinsi, dan antar pulau. Di samping memberikan manfaat ekonomi sekaligus memberikan manfaat politik berupa dukungan terhadap pariwisata, terhadap pemerintah dan dunia usaha.18 5. Dampak Pariwisata Suatu destinasi wisata yang dikunjungi dapat dipandang sebagai konsumen sementara. Mereka datang ke daerah tersebut dalam jangka waktu tertentu, menggunakan sumber daya dan fasilitas dan biasanya mengeluarkan uang untuk berbagai keperluan, dan kemudian meninggalkan tempat tersebut kembali kerumah atau negaranya. Jika wisatawan yang datang ke destinasi tersebut sangat banyak, mengeluarkan begitu banyak uang untuk membeli berbagai keperluan selama liburnya, tidak dapat dibantah bahwa hal ini akan berdampak pada kehidupan ekonomi daerah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Ekonomi yang ditimbulkan dapat bersipat positif maupun negative. 17 Muljadi A. J., Kepariwisataan Dan Perjalanan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), 110. 18 Muljadi A. J., Kepariwisataan Dan Perjalanan, 112-113. 21 Dampak positif ekonomi menurut Leiper mengemukakan ada banyak dampak positif pariwisata bagi perekonomian, diantaranya adalah sebagai berikut: 1). Pendapatan dari valuta asing 2). Menyehatkan neraca pembayaran luar negeri 3). Pendapatan dari usaha atau bisnis pariwisata 4). Pendapatan pemerintah 5). Penyerapan tenaga kerja 6). Pemanfaatan pasilitas pariwisata oleh masyarakat lokal Menurut WTO mengidentifikasikan dampak positifnya sebagai berikut : 1). Meningkatnya permintaan akan produk pertanian lokal 2). Memacu pengembangan lahan yang kurang produktif 3). Menstimulasi minat dan permintaan akan produk eksotik dan tipikal bagi suatu daerah atau negara. 4). Meningkatkan jumlah dan permintaan akan produk perikanan dan laut. 5). Mendorong pengembangan wilayah dan penciptaan kawasan ekonomi baru. 6). Menghindari konsentrasi penduduk dan penyebaran aktifitas ekonomi. 7). Penyebaran insfratruktur ke peloksok wilayah. 8). Manajemen pengelolaan sumber daya sebagai seumber revenue bagi otoritas lokal Dampak negatif pariwisata bagi ekonomi di samping dampak positif pariwisata terhadap ekonomi yang telah di uaraikan di atas, juga tidak dapat dipungkiri terdapat beberapa dampak 22 negatif dari keberadaan pariwisata bagi ekonomi suatu daerah atau negara. Menurut Mathieson dan Wall Dampak negatif tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : 1). Ketegantungan terlalu besar pada pariwisata 2). Meningkatkan harga inflasi dan tingginya harga tanah 3). Meningkatnya kedenderungan untuk menginpor bahan-bahan yang diperlukan dalam pariwisata 4). Sipat pariwisata yang musiman, tidak dapat diprediksi dengan tepat, menyebabkan pengembalian modal investasi tidak pasti waktunya 5). Timbulnya biaya-biaya tambahan lain bagi perekonomian setempat. Menurut WTO dampak negatif pariwisata selain yang disebutkan diatas adalah sebagai berikut : 1). Kelangkaan sumber daya makanan 2). Ketidak cocokan produk lokal dengan permintaan pasar pariwisata 3). Kelangkaan sumber energi dan bertambahnya biaya 19 pengolahan limbah. B. Pariwisata Dalam Perspektif Islam Pariwisata dalam dalam perspektif islam sudah lama berkembang di Indonesia. Hal ini dapat ditelusuri sejak berjalannya paket-paket wisata religi dalam bentuk wisata ziarah dan wisata spiritual. 19 193. I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta,Pengantar Ilmu Pariwisata,184- 23 Dalam konteks wisata agama, masyarakat Indonesia selama ini lebih mengenal istilah wisata religi atau religious (untuk kalangan Muslim) dan wisata rohani (biasanya untuk kalangan Nasrani atau wisata non-Muslim). Wisata rohani biasa dijalankan oleh umat nonMuslim, dengan mengunjungi objek-objek bersejarah agama mereka seperti gereja, vihara, kelenteng, makam orang-orang yang dianggap suci oleh penganut non-Muslim, serta dengan menapaki jejak nilai sejarah dengan maksud untuk lebih mendalami nilai agama mereka. Wisata religius terkait erat dengan agama sebagai motif seorang dalam melakukan pejalanan rekreasi atau melancong. Tentu saja, setiap orang memiliki motif yang berbeda dalam melakukan perjalanan rekretif tersebut. Menurut Henderson belaiau mengatakan bahwa pariwisata secara tradisional masih terkait erat dengan agama yang menjadi motif kuat untuk berpergian. Pada saat yang sama, bangunanbangunan keagamaan, ritual, festifal, dan acara keagamaan menjadi daya tarik yang alternatif bagi para wisatawan. Dari sudut pandang syariah Islam, aktivitas pariwisata diarahkan sesuai dengan prinsip ta’aruf (saling mengenal), tabadul almanafi (pertukaran manfaat), dan ta’awun wa takaful (saling menolong dan saling menanggung risiko). 20 Dalam Islam, prinsip ini dirumuskan dalam terma ta’aruf sesuai dengan Al-Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 13: 20 135. Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 134- 24 ..... Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal..." (Q.S. Al-Hujurat [49]: 13) Dalam konteks wisata syariah, tentu saja, banyak sekali objekobjek wisata di negeri ini maupun di dunia Islam lainnya. Karena itulah, pengembangan wisata syariah merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri. Arah pengembangan wisata Islam tersebut ditujukan untuk memberikan pelayanan dan kepuasan batin kepada para wisatawan pada umumnya maupun wisatawan Muslim khususnya. Apabila nilai-nilai normatif maupun historis Islam terwakili oleh atau dalam objek-objek wisata yang ditawarkan, maka otomatis wisata syariah sudah terbentuk.21 Menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan BPH DSN MUI, pariwisata syariah mempunyai kriteria umum sebagai berikut: 1. Berorientasi pada kemaslahatan umat. 2. Berorientasi pada pencerahan, penyegaran, dan ketenangan. 21 Hery Sucipto dan Fitria Andayani, Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek dan Tantangannya, 45. 25 3. Menghindari kemusyrikan dan khurafat. 4. Menghindari maksiat seperti; zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba, dan judi. 5. Menjaga perilaku, etika, dan nilai luhur kemanusiaan seperti menghindari perilaku hedonis dan asusila. 6. Menjaga amanah, keamanan, dan kenyamanan. 7. Bersifat universal dan inklusif. 8. Menjaga kelestarian lingkungan. 9. Menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan kearifan lokal.22 C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat tigkat kemakmuran suatu negara dari hasil pembangunannya adalah angka pendapatan nasional yang dapat memberikan gambaran dan petunjuk tentang pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai hasil dari pembangunan yang telah dilaksanakan. Angka pendapatan nasional dapat dipakai untuk mengukur tingkat produksi, tingkat pendapatan, tingkat konsumsi maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendapatan nasional itu sendiri merupakan nilai produksi barang dan jasa yang diciptakan dalam perekonomian suatu negara untuk masa satu tahun. Untuk menghitung pendapatan nasional, cara yang dapat digunakan, yaitu : 1. Cara pengeluaran, yang menghasilkan Gross National Product (GNP). 22 Hery Sucipto dan Fitria Andayani, Wisata Syariah: Karakter, Potensi, Prospek dan Tantangannya, 103-104 26 2. Cara produksi, yang menghasilkan Gross Domestic Product (GDP). 3. Cara pendapatan, yang menghasilkan National Income (NI). Masing-masing cara ini akan menghasilkan nilai pendapatan nasional yang berbeda-beda. Ini disebabkan karena setiap cara tersebut menghitung pendapatan nasional dari sudut pandang yang berbedabeda, misalnya dengan cara produksi, yang dihitung adalah nilai produksi yang oleh faktor-faktor produksi yang ada di suatu negara, tanpa membedakan apakah faktor produksi itu milik negara asing atau warga negara itu sendiri. Sebaliknya dengan cara pengeluaran yang dihitung adalah nilai produksi yang diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh seluruh warga yang bersangkutan. Berarti tidak termasuk pendapatan warga negara asing atau modal luar negeri yang berada di Negara itu, tetapi termasuk pendapatan nasional dari warga negara yang bersangkutan yang berada di luar negeri, dengan cara pendapatan, yang dihitung adalah pedapatan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. 1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bila dalam lingkungan suatu negara dikenal dengan istilah Gross Domestic Product (GDP), Gross National Product (GNP), serta National Income (NI), maka dalam suatu daerah dikenal konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 23 PDRB nerupakan dasar pengukuran atas nilai tambah bruto yang timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu daerah. Data PDRB menggambarkan kemampuan region dalam mengelola sumber daya yang dimiliki menjadi suatu proses produksi. Oleh karena itu, besaran PDRB yang dihasilkan oleh 23 Zaini Ibrahim, Pengantar Ekonomi Makro, 13. 27 masing-masing daerah sangat tergantung pada kondisi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang tersedia. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan PDRB bervariasi antar daerah. Penghitungan pendapatan suatu daerah seperti ini perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan pembangunan yang dicapai antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.24 PDRB merupakan seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah atau region tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi yang dipakai. Secara agregat, PDRB menunjukan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan kepada faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi tersebut. 2. Konsep Penghitungan Dalam penghitungan pendapatan regional, yang dipakai adalah konsep domestik, berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakuakan kegiatan uasahanya di suatu wilayah atau region dimasukan tanpa memandang kepemilikan atas faktor produksi. Pendapatan nasional menunjukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada satu tahun tertentu, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun.25 Untuk mengetahui pertumbuhan 24 PDRB Kabupaten Serang Menurut Lapangan Usaha 2010-2013, 11. Sadono Sukrino, Makro Ekonomi Teori Pengantar (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 35. 25 28 ekonomi, harus dibandingkan pendapatan regional dalam berbagai tahun, serta didasarkan pada nilai standard tertentu. Perekonomian suatu daerah dikatakan berkembang atau mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi di daerah itu untuk tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perubahan nilai pendapatan nasional dari tahun ke tahun bukan saja disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah fisik barang dan jasa, tetapi juga di sebabkan oleh kenaikan harga-harga. Untuk mencapai tujuan ini, pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan nasional untuk berbagai tahun harus dihapuskan. Oleh karena itu, penghitungan pendapatan nasional dibagi dalam dua bentuk. Yaitu; 1) Pendapatan menurut harga berlaku 2) Pendapatan menurut harga konstan 3. Metode penghitugan Penghitungan pendapatan regional didasarkan sepenuhnya pada data daerah yang terpisah dari data nasional sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Untuk menghitung besarnya pendapatan nasional atau regional, baik secara umum maupun teori, maka ada tiga macam metode pendekatan yang dipakai, dimana ketiga metode ini pada dasarnya menghasilkan nilai pendapatan nasional yang sama, meskipun cara penghitungannya ditinjau dari sudut yang berbeda. a. Pendekatan Produksi (Production Approach) Dengan pendekatan produksi, pendapatan nasional atau regional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang 29 diciptakan oleh sektor ekonomi yang produktif dalam wilayah suatu negara. Secara sistemastis, pendekatan hasil produksi ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan: NI = P1 Q1 + P2 Q2 + P3 Q3 + …. Pn Qn Dimana : NI = Pendapatan nasional atau regional P1, P2, P3, …, P = Harga satuan produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi Q1, Q2, Q3, …Qn = Jumlah produk pada masing-masing sektor b. Pendekatan pendapatan (Income Approach) Dengan pendekatan ini, maka pendapatan nasional atau regional dihitung dengan menjumlahkan besarnya total pendapatan setiap faktor-faktor produksi. Secara matematis dapat dicar dengan rumus : Y = Yw + Yr +Yi + Yp Dimana : Y = Pendapatan nasional atau regional Yw = Pendapatan upah Yr = Pendapatan sewa Yi = Pendapatan bunga Yp = Pendapatan laba atau profit c. Pendekatan pengeluran Dalam pendekatan pengeluaran ini, pendapatan nasional atau regional dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan oleh berbagai golongan pembeli dalam 30 masyarakat. Secara matematis dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut : Y = C + I + G +(X-M) Dimana : Y = Pendapatan nasional atau regional C = Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi I = Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi G = Pengeluaran rumah tangga pemerintah (X-M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri.26 Dalam pendekatan ini, yang dihitung hanya nilai transaksitransaksi barang jadi saja, yaitu untuk menghindari terjadinya penghitungan ganda. Atas dasar ISIC (International Standard Industrial Classification), sektor industry dapat dikelompokan menjadi 11 sektor, yaitu: 1. Sektor produksi pertanian 2. Sektor produksi pertambangan dan penggalian 3. Sektor produksi industri manufaktur 4. Sektor produksi listrik, gas dan air minum 5. Sektor produksi bangunan 6. Sektor produksi perdagangan, hotel dan restoran 7. Sektor produksi trasnportasi dan komunikasi 8. Sektor produksi bank dan lembaga keuangan lainnya 26 Zaini Ibrahim, Pengantar Ekonomi Makro,15. 31 9. Sektor produksi sewa rumah 10. Sektor produksi pemerintahan dan pertahanan 11. Sektor produksi jasa-jasa lainnya.27 Klasifikasi ini juga yang dipergunakan dalam menghitung Produk Domestik Bruto di tingkat nasional. Tetapi dalam penyajian di setiap provinsi , maka lapangan usaha dibagi menjadi 9 sektor, untuk lebih jelasnya sebagai berikut: 1. Sektor pertanian : 1). tanaman bahan makanan 2). tanaman perkebunan 3). kehutanan 4). perikanan 2. Sektor pertambangan dan penggalian : 1). Migas 2). Pertambangan tanpa migas 3). penggalian 3. Sektor industri pengolahan : 1). Industri migas a. Pengilangan minyak bumi b. Gas alam cair 2). Industri tanpa migas a. Makanan, minuman dan tembakau b. Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki c. Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya d. Kertas dan barang cetakan e. Pupuk, kimia dan barang dari karet 27 Zaini Ibrahim, Pengantar Ekonomi Makro,14. 32 f. Semen dan barang galian bukan logam g. Logam dasar besi dan baja h. Alat angkutan, mesin dan peralatannya i. Barang lainnya. 4. Sektor listrik, gas dan air bersih 1). Listrik 2). Gas kota 3). Air bersih 5. Sektor bangunan 6. Sektor perdagangan, restoran dan hotel 1). perdagangan besar dan eceran 2). Hotel 3). Restoran 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi 8. Sektor keuangan, pesewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa 1). pemerintahan a. Administrasi pemerintahan dan pertanahan b. Jasa pemerintah lainnya 2). Swasta a. Hiburan dan rekreasi b. Sosial kemasyarakatan c. Perorangan dan rumah tangga Untuk menghasilkan total PDRB suatu daerah, maka nilai masing-masing sektor kemudian dijumlahkan. Total PDRB umumnya ditampilkan dalam dua bentuk, yaitu total PDRB 33 dengan mengikutsertakan sub-sektor migas dan total PDRB tanpa mengikut sertakan sub-sektor migas. D. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Pendukung teori-teori yang dikemukakan di atas maka peneliti perlu menyertakan penulisan terdahulu yang akan mendasari penulisan yang akan di lakukan penulis dalam penulisan yaitu ; 1. Aisyah Kamila; Penelitian pada tahun 2014 mengenai “Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),Tingkat Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara serentak diperoleh nilai F hitung sebesar 21,216 > nilai F table sebesar 2.55 dengan nilai signifikan 0.000 < α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan sektor pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto, tingkat investasi dan jumlah penduduk bepengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap pendapatan asli daerah.28 2. Siti Deliana Pasaribu; Penelitian pada tahun 2002 mengenai “Analisis Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap PDRB Sumatera Utara”. Disamping sebagai sumber devisa, sektor pariwisata juga akan mendatangkan sumber pendapatan bagi daerah tujuan wisata. Berdasarkan hasil uji hipotesa koefisien regresi variable pendapatan sub sektor hotel Ho : β1 = 0 H1 : β1 ≠ 0, α = 10% ; ½ α = 0,05, df = n-k = 15-4 = 11, T1 table 28 Aisyah Kamila, “Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),Tingkat Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan Pendapatan (PAD) Tahun 2010-2014 Studi di Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Surakarta,” (Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2016). 34 (0,05;11) = 1.796. statistik penguji T hitung = 2,137. Keputusan terima H1 karena t1 hitung > t1 tabel, yaitu: 2.137 > 1,796. Artinya adalah bahwa dengan tingkat kepercayaan 90% pendapatan sub sektor hotel mempunyai pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap pendapatan sektor pariwisata.29 3. Nasrul Qadarrochman; Penelitian pada tahun 2010 mengenai “Analisis Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata di Kota Semarang dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya”. Berdasarkan hasil perhitungan EViews 6 diperoleh nilai F hitung = 14,349 dengan signifikansi F sebesar 0.000. Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,31. Maka F hitung (14,349) > F tabel (2,61), atau signifikansi F sebesar 0,000 menunjukkan lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan, tingkat hunian hotel dan pendapatan perkapita secara bersamasama berpengaruh terhadap penerimaan daerah sektor pariwisata di Kota Semarang diterima. Dan dari keempat variabel tersebut yang paling dominan pengaruhnya terhadap penerimaan daerah dari sektor pariwisata di Kota Semarang adalah variabel jumlah obyek wisata. Dengan nilai t-hitung sebesar 4,407 dan probabilitas signifikasi sebesar 0,001.30 29 Siti Deliana Pasaribu, “Analisis Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara,” (Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan 2002). 30 Nasrul Qadarrochman, “Analisis Penerimaan Daerah Dari Sektor Pariwisata di Kota Semarang dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,” (Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang 2010). 35 E. Hipotesis Secara etimologis, hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thesis adalah pendapat. Kedua kata itu kemudian digunakan secara bersama menjadi hypothesis dan penyebutan dalam dialek Indonesia menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna.31 Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho: Tidak ada pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Ha: Ada pengaruh antara variabel independen secara bersamasama terhadap variabel dependen . 31 M Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, komunkasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik, Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2011), 85.