Dimensi Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi dari Manajemen

advertisement
DDMENSIONTOLOGI, EJHSTEMOLQGl' ;%
DAN AKSIOLOGI
DARIMANAJEMEN KEPENDItrfle
t
V
.
as VP-.
'
"
,
Umbu Tagela
u
-
.
.
ÿ
,
Pengajar Progdi Bimbingan Konseling-FKÿÿÿ
tAijj ÿ"-ÿÿ
.
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
?
,
ABSTRAK
Pembahasan tentang manajemen pendidikan dalam
konteks ini, penulis posisikan pada tataran ilmu dengan
penghampiran ilmiah. Ilmu adalah semua pengetahuan yang di
himpun dengan perantaraan metode ilmiah (All knowledge
collected by means of the Scientific method).
PENDAHULUAN
Menurut Sheldon (1969) science refers primarity to those
sistematica/fy organized bodies of accumulated knowledge
ccncersing the universe which have been devired exclusively
through tehcniques of objective observation. The content of
science, then, consist of organized bodies of data. Sheldon
merujuk pada kesimpulan-kesimpulan yang disusun secaa
r
sistematis dari pengetahuan yang dihimpun tentang alam
semesta yang diperoleh melalui teknik-teknik pengamatan yang
objektif.
Dalam makna yang sama, Warfield (1976) mengatakan
~
science is also viewed as a process. The process on entation is
most relevant to a concern for inquiry since inquiry is a major
part of science as a process. Warfield memandang ilmu sebagai
proses. Pandangan ini bertalian dengan perhatian terhadap
penyelidikan, karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari
ilmu sebagai suatu proses. Dalam konteks seperti itulah ilmu
dipandang sebagai suatu bentuk aktivitas manusia. Atas dasar itu
183
Qntologi, Epistemologi, Aksiologi Manajemen Pendidikan (Umbu T)
orang dapat melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode
dan aktivitas di maksud.
Menurut The liang Gie (1997), ilmu adalah aktivitas
penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan sistematis. Hal ini
dapat digamharkan daiam bagan segitiga sebagai bei
r kut:
Aktivitas
Selanjutnya untuk menganalisis persoalan ini, penulis
juga menggunakan Aras kiblat pikir dalam cara ilmiah, yaitu aras
abstrak dan aras empirik. Aras abstrak terdiri dari aras tinggi
(teoritis), tengahan dan rendahan.
Tinggi
Tengahan
Rendahan
Abstrak
Garis JOI
Empirik
184
.
!
Widya Sari, Vol. 15, No. 2, Mei 2013: 183-189
Kedua aras ini dibedakan oleh garis terputus-putus yang
memperlihatkan bahwa pada dasarnya tidak dapat dipisahkan.
Yang dapat dilakukan adalah membedakannya dalam proses
berplkir. Aras abstrak erat kaitan dengan penalaran sedangkan
aras empirik erat kaitan dengan amatan, fakta atau peristiwa.
Pembedaan Aras Kiblat pikir dilakukan karena implikasiimplikasinya yang berbeda ditinjau dari teba waktu dan ruang:
Teoritis
\
Hampir bebas dari keterikatan
\
Tengahan
/
waktu dan ruang
/
\Cukup abstrak, unsur waktu dan /
\ ruang masih agak berpengaruh /
\
Rendahan
/
\ Pengaruh waktu dan ruang /
\
cukup besar
/
Ketiga pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan
berpangkal pada satu kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya
terdapat dalam masyarakat manusia, suatu pelajaran yang
sistematis harus dimulai dengan segi pada manusia yang menjadi
pelaku dari fenomena yang disebut ilmu. Hanya manusialah yang
memiliki kemampuan rasionai, meiakukan aktifitas kognitif yang
bertujuan dan berkualitas.
ONTOLOGI
Landasan ontologis mempertanyakan objek apa yang
ditelaah ilmu, bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut
bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap
,
185
Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Manajemen Pendidikan (Uinbu T)
manusia (berpikir, merasa, menduga) yang membuahkan
pengetahuan, secara ringkas landasan ontologis mengungkapkan
hakikat dari apa yang dikaji.
Objek yang ditelaah dalam manajemen kependidikan
adalah pendidikan (aras berpikir teoritis), yang memaparkan
tentang hakikat pendidikan, tujuan pendidikan, makna
pendidikan, hukurn pendidikan, sejarah pendidikan dan
sebagainya.
Wujud
dari
objek
(pendidikan)
adalah
bantuan,
pertolongan, bimbingan, nasihat dan keteladanan (masih pada
aras kiblat berpikir teoritis). Dalam tautan makna seperti sty
manusia membutuhkan pendidikan untuk mempertahankan dan
mengembangkan diri. Dalam pemahaman demikian manusia
sadar dan merasa, serta berpikir bahwa untuk memanusiakan
manusia dibutuhkan pendidikan (berpikir). Manusia perlu dibantu,
ditolong, dibimbing, dinasehati, diberi teladan agar hidup
manusia berkualitas. Karena pendidikan sangat !uas dan
kompleks maka dibutuhkan caa untuk mengelola (manajernen)
pendidikan agar pendidikan dapat bermakna bagi kehiclupan
manusia (Teoritis)* Teba (cakupan) manajemen meiiputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan
penilaian
(Siagian,
2004)
Penerapan dari
manajemen
kependidikan adalah mengelola pendidikan (rnerencsrtakan
pendidikan,
mengorganisasikan
pendidikan,
mengarahtan
pendidikan,
mengawasi
pendidikan,
dan
mengevaluasi
pendidikan.
EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi mempertanyakan proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu,
bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar didapat pengetahuan yang benar. Apa kebenaran itu sendii
r ,
186
Widya Sai
r , Vol. 15, No. 2, Mei 2013: 183-139
apa kriterianya, cara apa jyang irembantu ilmuwan dalam
mendapatkan pengetahuan berupa iimu, singkatnya landasan
epistomologi
menguraikan
tentang
cara
mendapatkan
pengetahuan.
Berkaitan dengan dua aras kiblat berpikir, cara ilmiah
menggunakan juga dua hampiran ilmiah, yakni hampiran induktif
dan hampiran deduktif. Bahkan Blakie (2000) menambahkan
strategi retroduktif dan abduktif.
Hampiran induktif bergerak dari fakta, peristiwa atau
amatan manusia (aras empirik) yang mengarah pada
pembentukan dan modifikasi konsep, dalil atau menata dalil
sehingga menjadi teori (aras abstrak)
Hampiran deduktif berangkat dari telaah teoritis
penalaran, perenungan dan pengalaman (aras abstrak) dengan
sasaran mengukur konsep, menguji dalil atau model yang
dilakukan pada aras empirik.
Hampiran ilmiah melibatkan lima komponen informasi
utama, dan enam perangkat metode utama. Kelima komponen
informas' utama adalah teori, dalil, amatan, keputusan
menerima/ menolak hipotesis dan kerampatan empirik. Metode
utama terdiri dari enam perangkat yaitu deduksi nalar,
penafsiran, instrumentasi,perskaiaan, dan pembentukan sampel,
pengukuran, peringkasan sampel dan pengiraan parameter, uji
hipotesa inferensi nalar dan pembentukan konsep, pembentukan
dan penataan dalil menjadi teoi
r .
Landasan epistomologi dari rnanajemen kependidikan
berpijak pada hampiran induktif dan hampiran dedukatif.
Hampiran induktif dalam arti ada fakta, peristiwa atau amatan
tentang pendidikan (empirik) yang digunakan untuk membentuk
dan memodifikasi konsep atau menata dalil (abstrak). misalnya
ada fakta kurikulum, tenaga kependidikan, siswa, keuangan
,
187
Qntologi, Epistemoiogi, Aksioiogi Manajemen Pendidikan (Umbo T)
sekolah, sarana prasarana, hubungan masyarakat dengan
sekolah.
Fakta-fakta
ini
perlu
dikelola
(direncanakan,
diorganisasikan, diarahkan, diawasi dan dinilal). Pada aras
berpikir seperti itu ada upaya untuk membentuk konsep yaitu
konsep manajemen pendidikan dan menata daiil dengan asumsi
(andaian) bahwa dibutuhkan menajemen untuk mengelola dan
mangatur pendidikan.
Hampiran deduktif dalam arti menelaah teori, penalaran,
perenungan dan pengaiaman (abstrak). Sasarannya mengatur
konsep dan menguji dalil pada aras empirik. Misalnya, efektivitas
perencanaan
pengejoran
kurikulum,
evaluasi
program,
perencanaan pembiayaan dan sebagainya.
AKSIOLOGI
Landasan aksioiogi menyoal untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara
menggunakan dengan
kaidah-kaidah
moral,
bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pikikan-pikikan
moral, bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma morai/
professional.
Dalam
tautan
makna
yang
demikian,
Vercruysse
(Ihalauw,2G05) mengemukakan empat nilai yang harus dijadikan
patokan dalam suatu kegiatan ilmiah. Pertama, netraliias
emosional yang memaparkan bahwa dalam setiap usaha ilmiah,
pendekatan yang diiakukan haruslah tidak pribadi. Kebenaran
ilmiah tidak ditentukan oleh siapa yang diteliti atau siapa yang
meneliti. Kedua, universalis, nilai ini menegaskan tentang
adanya kebenaran universal. Ketiga, orientasi persekutuan,
artinya harus ada keterbukaan agar terkena kritik ilmiah dari
komunitas ilmiah terkait. Keempat, nilai individualisme yang
mempefjuangkan kebebasan pribadi untuk berpikir dan bertindak
188
Widya Sari, Vol. 15, No. 2, Mei 2013: 183-169
__
secara ilmiah. Kebebasan pribadi diperlukan agar supaya
pemahaman-pemahaman baru dapat dipergunakan karena
realitas yang dihadapi
adalah
dinamik,
Individualisme
memungkinkan ilmu pengetahuan memperkaya dirinya sendiri
dengan hal-hal baru.
Dalam kerampatan makna yang demikian, landasan
aksiologi menyoroti aspek aktivitas dan manajemen kependidikan
(ilmu). Apakah benar manajemen kependidikan berguna bagi
pengelolaan pendidikan? Kualitas manusia amat menentukan
dimensi moralitas dalam penerapan manajemen kependidikan,
termasuk dalam melakukan penelitian (induktif dan deduktif).
DAFTAR PUSTAKA
Ihalauw, Jhon, JOI, 2005, Bangunan Teori, FE-KSW, Salatiga.
Blakie, Norman,2000, Designing Social Reseacrh, Combridge;
polity press.
Kemeney, Jhon.G,1961 A Philosoper, Looks at Science, New
york, Van Nostrand Reinhold.
,
V it -. ÿ
Lachman. Sheldon. J, 1969, The Foundation of Science New
York, Vantage Press,
,
Siagian, SP, 2004, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta
The Liang Gie, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, liberty Yogyakarta
,
i ,t.. -
-
,
.
Warfjeld, Jhon, 1976 Secietal System, Planning, Policy and
Complexcity, New York, Jhon Wiliey. Sons
,
Wailaee, 1971, Tne Logic of Science in Sociology Chicago; Aldine
,
189
Download