I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biohidrogen merupakan gas hidrogen yang dihasilkan melalui proses biologis. Biohidrogen berpotensi sebagai bahan bakar alternatif karena kandungan energi yang tinggi, yaitu sekitar 142 kJ/g, dan produk pembakarannya yang ramah lingkungan (Piera et al., 2006). Mikroba anaerob memiliki lintasan metabolisme yang mampu menghasilkan biohidrogen melalui fermentasi gelap. Hallenbeck (2009) menjelaskan beberapa kelebihan fermentasi gelap antara lain (1) kecepatan pembentukan hidrogen yang tinggi, (2) dapat memanfaatkan berbagai karbohidrat sebagai substrat, dan (3) tidak memerlukan masukan energi cahaya. Chong et al., (2009) menyatakan bahwa mikroba anaerob dapat memanfaatkan substrat kaya karbohidrat membentuk biomassa, gas hidrogen, CO2, dan asam-asam organik terlarut. Yield H2 yang terbentuk untuk setiap mol glukosa berbeda-beda, tergantung jalur fermentasi dan produk akhirnya. Apabila produk akhir metabolisme adalah asetat, jumlah maksimum H2 yang terbentuk secara teoritis adalah 4 mol H2/mol glukosa. Apabila produk akhirnya adalah butirat, jumlah maksimum yang terbentuk secara teoritis adalah 2 mol H 2/mol glukosa (Levin et al., 2004). Salah satu tantangan dalam proses produksi biohidrogen adalah rendahnya yield H2 yang terbentuk. Secara teoritis, perubahan satu mol glukosa akan menghasilkan 12 mol H2 berdasarkan reaksi: C6H12O6 + 6 H2O 12 H2 + 6 CO2 1 2 Dalam prakteknya, yield paling tinggi yang pernah dihasilkan adalah sebesar 3,8 mol H2/mol glukosa dengan menggunakan mikroba Caldicellulosiruptor saccharolyticus dengan substrat jerami gandum (Ivanova et al., 2009). Perbedaan yield H2 ini disebabkan oleh terbentuknya biomassa, gas CO2, dan asam-asam organik. Salah satu faktor yang menentukan produk akhir fermentasi adalah kondisi redoks intraseluler yang diatur oleh koenzim nikotinamida adenin dinukleotida (NAD+) dan bentuk tereduksinya, NADH (Nakashimada et al., 2002). Kedua koenzim ini berperan dalam berbagai reaksi biokimia di dalam sel sehingga rasio NADH/NAD+ dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Pada bakteri anaerob obligat, rasio NADH/NAD+ mencapai puncaknya pada akhir fase eksponensial dan menurun secara signifikan pada waktu kultur sel memasuki fase stasioner (Amador-Noguez et al., 2011). Pada saat NADH berada dalam jumlah banyak, surplus NADH akan direoksidasi oleh NADH-feredoksin oksidoreduktase dan hidrogenase menghasilkan gas H2. Namun ketika kultur sel memasuki fase stasioner, NADH akan digunakan untuk mereduksi asam asetat dan butirat menjadi etanol dan butanol. Kondisi redoks sel dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, misalnya jenis substrat, pH kultur, dan mediator elektron (Nakashimada et al., 2002). NADH dan NADPH merupakan pembawa elektron yang mampu menerima dan menyerahkan elektron yang dimilikinya kepada senyawa yang lain. Senyawa ini diketahui berperan penting dalam metabolisme bakteri. Penambahan pembawa elektron eksogen (dari luar sel) dapat membantu dan mempercepat 3 reaksi transpor elektron dan memodifikasi metabolisme dan fisiologi suatu mikroorganisme. Suplementasi senyawa seperti bikarbonat, Fe(OH)3, NADH, antrakuinon-2,6-disulfonat, dan metil viologen telah diteliti mampu menyebabkan peralihan metabolisme Clostridia dari asidogenesis (pembentukan asam) menjadi solventogenesis (pembentukan solven). Meskipun mekanisme perubahan ini belum dipahami secara menyeluruh, strategi penambahan pembawa elektron ini merupakan strategi yang menarik dilakukan untuk mengubah arah aliran elektron dari pembentukan asam-asam organik menjadi biohidrogen ataupun menjadi alkohol (Yarlagadda et al., 2012). Spesies Clostridium termasuk kelompok bakteri yang sensitif terhadap oksigen. Sebagian besar spesies ini tidak dapat membentuk koloni apabila terdapat oksigen 1 % di dalam medium padat, namun mampu hidup pada kondisi mikrooksik di medium cair (Kawasaki et al., 1998). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya mekanisme detoksifikasi oksigen melalui sistem oksidasi menggunakan donor elektron berupa NADH. Pemanfaatan donor elektron untuk mereduksi radikal oksigen berakibat pada ketidakmampuan mikroba ini menjaga keseimbangan redoks internalnya (Kawasaki et al., 2005). Hal ini dibuktikan oleh Zhang et al., (2014) yang menunjukkan adanya H2O2 di dalam kultur C. acetobutylicum menurunkan tingkat ekspresi beberapa gen yang terkait dengan proses fermentasi. Gen-gen tersebut menyandikan enzim antara lain alkohol/ asetaldehid dehidrogenase, L-laktat dehidrogenase, enzim pensintesis butiril KoA, fosfotransbutirilase, dan butirat kinase. 4 Adanya oksigen di dalam medium kultur memberikan tekanan oksidatif terhadap bakteri anaerob. Tekanan oksidatif ini meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species, ROS) yang bersifat merugikan bagi metabolisme bakteri tersebut. Untuk menanggulangi efek negatif ini, bakteri anaerob akan mengatur proses metabolismenya sehingga ROS tidak berdampak negatif bagi sel. Pada bakteri anaerob, misalnya C. acetobutylicum, adaptasi yang dilakukan mencakup peningkatan konsumsi NADH, peningkatan produksi asetat, dan penurunan produksi butirat (Hillmann et al., 2009; Riebe et al., 2009). Sensitifitas Clostridium terhadap ROS mengakibatkan bakteri ini memiliki mekanisme detoksifikasi yang dapat mengkonsumsi ROS secara efisien. Hal ini diikuti dengan serangkaian perubahan fluks metabolisme. NADH diketahui memegang peranan dalam respon sel Clostridium terhadap radikal bebas. Selain itu, NADH juga diperlukan dalam biosintesis hidrogen oleh C. bifermentans. Oleh karena itu, induksi radikal bebas seperti hidrogen peroksida (H2O2) diharapkan akan dapat menginduksi pembentukan NADH dan meningkatkan produksi gas hidrogen. 1.2 Permasalahan Penelitian Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana pengaruh hidrogen peroksida terhadap pertumbuhan Clostridium bifermentans BLK-YK1999? b. Apakah perlakuan hidrogen peroksida dapat mengubah NADH/NAD+ pada kultur C. bifermentans BLK-YK1999? rasio 5 c. Bagaimanakah perubahan yield gas hidrogen kultur C. bifermentans BLKYK1999 yang diberi perlakuan hidrogen peroksida? 1.3 Keterbaruan Penelitian Suplementasi senyawa seperti bikarbonat, Fe(OH)3, antrakuinon-2,6disulfonat, dan metil viologen telah diteliti mampu menyebabkan peralihan metabolisme dari asidogenesis menjadi solventogenesis pada Clostridia (Yarlagadda et al., 2012). Senyawa-senyawa tersebut diduga meningkatkan ketersediaan suplai elektron (NADH) untuk dapat dimetabolisme lebih lanjut membentuk produk seperti asam organik ataupun alkohol. Sementara itu, Clostridia memiliki mekanisme detoksifikasi hidrogen peroksida dengan memanfaatkan NADH sebagai donor elektronnya. Penggunaan hidrogen peroksida untuk meningkatkan yield biohidrogen oleh Clostridium bifermentans belum pernah dilaporkan. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan H2O2 terhadap produksi gas hidrogen oleh Clostridium bifermentans BLK-YK1999. Tujuan Khusus a. Melihat pengaruh hidrogen peroksida terhadap pertumbuhan Clostridium bifermentans BLK-YK1999. b. Mengubah rasio NADH/NAD+ di dalam sel Clostridium bifermentans BLK-YK1999 melalui penambahan hidrogen peroksida. 6 c. Mengetahui perubahan yield gas hidrogen Clostridium bifermentans BLK-YK1999 yang diberi perlakuan hidrogen peroksida. 1.5 Manfaat Penelitian a. Mendapatkan informasi ilmiah mengenai pengaruh hidrogen peroksida terhadap produksi hidrogen Clostridium bifermentans BLK-YK1999. b. Mendapatkan konsentrasi hidrogen peroksida yang sesuai untuk produksi gas hidrogen.