Mengenal Komponis Muda Indonesia: Ken Steven

advertisement
Mengenal Komponis Muda Indonesia: Ken Steven
Ditulis oleh Agastya Rama Listya
Introduksi
Artikel ini ditulis berdasarkan
wawancara yang dilakukan oleh
Agastya Rama Listya selaku penulis
terhadap Ken Steven. Figur Ken
Steven dipilih mengingat usianya
yang relatif belia namun telah
mengibarkan namanya bukan hanya
di panggung paduan suara Indonesia,
namun juga Singapura dan Filipina.
Diharapkan dengan mengenal Ken
Steven terutama melalui kegigihan,
kerja keras dan prestasi yang telah
dicapainya dalam bermusik, dapat
menginspirasi dan memotivasi para
generasi muda Indonesia lainnya
yang ingin terjun ke dunia paduan
suara.
Perkenalan dengan Musik
Ken Steven (21 tahun) lahir di
Binjai, Sumatera Utara. Belajar
vokal dan komposisi musik di
bawah bimbingan Daud Kosasih.
Ketertarikannya terhadap dunia
paduan suara mulai bersemi
semenjak bergabung di Methodist-2
Chamber Choir yang diasuh oleh
Daud Kosasih. Ken sebenarnya
telah mulai belajar musik sejak usia
tigabelas tahun. Drum merupakan
instrumen musik yang pertamakali
ditekuninya. Ia memilih drum karena
tidak mendapat dukungan dari
keluarga untuk mempelajari piano.
Setelah satu tahun menekuni drum
dan gagal mengikuti ujian kenaikan
tingkat, sang penguji menasehatinya
untuk berhenti berlatih karena
dianggap tidak berbakat. Ken
kemudian beralih ke instrumen biola
karena termotivasi oleh kakak dan
adiknya yang mempelajari instrumen
tersebut. Di kelas satu SMP ia
10 | www.indonesianchoral.net | Jan-Feb 2015
mempelajari instrumen saksofon
dan fluit dan sempat menikmati
pengalaman bermain di acara-acara
pernikahan.
Ken bukanlah berasal dari keluarga
pemusik. Menjadi seorang musisi
sebenarnya tidak pernah terlintas
dalam benaknya. Sewaktu duduk
di bangku SMA, Ken yang pernah
menjuarai Olimpiade Sains tingkat
kota dan propinsi, bercita-cita
menjadi seorang sarjana teknik
perminyakan. Namun perkenalannya
dengan paduan suara telah
mengubah total jalan hidupnya.
Musik baginya ibarat candu yang
semakin dinikmati dan diresapi akan
membuat seseorang ketagihan.
Ken menyadari bahwa menjadi
musisi merupakan sebuah profesi
yang menyenangkan karena musisi
melakukan dan menikmati apa yang
disukainya. Keputusan Ken menjadi
musisi hanyalah didukung oleh
ibunda tercinta. Namun itu sudah
cukup baginya.
Ken yang menyadari bahwa bakat
bermusiknya perlu dikembangkan
dan dipupuk lebih lanjut melalui
pendidikan formal, kemudian
memutuskan untuk menempuh
studi musik di Asian Institute for
Liturgy and Music (AILM) Filipina.
Setelah lolos ujian seleksi masuk,
Ken ditawari beasiswa dari sekolah
tersebut dengan persyaratan harus
mampu mempertahankan prestasi
akademik dan meningkatkan
performanya selama menekuni studi
di sekolah tersebut.
Saat ini Ken tengah menyelesaikan
studi musik dalam bidang direksi
paduan suara dan komposisi.
Beberapa guru yang mengasah
pengetahuannya dalam bidang
komposisi diantaranya adalah alm.
Fransisco Feliciano, Ralph Hoffman,
dan Eudenice Palaruan. Sementara
dalam bidang direksi paduan suara
Ken berguru pada Arwin Tan,
Sharon Abesamis, Joel Aquino, dan
Christopher Borela.
Berbeda dengan sekolah/
konservatori musik pada umumnya
yang besar dan mewah, sebaliknya
AILM merupakan institusi musik
yang sangat sederhana dengan
fasilitas yang minim. Namun di balik
kesederhanaan fasilitas fisik tersebut,
AILM bergelimang para pengajar
yang memiliki reputasi yang besar
dan mengagumkan baik di Filipina
maupun kancah musik dunia.
Figur Musisi yang Berpengaruh
Figur musisi yang sangat
mempengaruhi keputusan Ken
dalam bermusik adalah Daud
Kosasih. Kontribusi Daud Kosasih
sangatlah signifikan karena beliaulah
yang mengenali bakat bermusik
Ken Steven. Bagi Ken, Daud adalah
seorang guru yang sejati karena
beliau bukan hanya membimbing
dan memberikan banyak
kesempatan bermusik, namun Daud
adalah seorang musisi yang inspiratif.
Selain banyak belajar dari
Daud Kosasih, pengetahuan
dan pengalaman bermusik Ken
terbentuk dari para gurunya di
AILM. Dari dalam negeri Ken
menimba ilmu dengan mempelajari
karya musik para komponis lokal
seperti:
Salah satu karya Ken
Steven yang berjudul
“Kawayan” (Bambu)
terpilih pada tahun 2013
untuk ditampilkan oleh
The Philippine Madrigal
Singers dalam konser
bertajuk “Premier”.
Konser yang bertempat
di Cultural Centre of
the Philippine (CCP)
ini menyajikan karyakarya terbaru para
komponis dari seluruh
penjuru dunia. Pada
tahun 2014 karya Ken
lainnya berjudul “Mutu
Manikam Indonesia”
(sebuah medley lagulagu daerah Indonesia
KEN STEVEN
yang diaransemen
untuk tiga paduan suara
Agastya Rama Listya, Agustinus
campuran) ditampilkan secara
Bambang Jusana, Avip Priatna, Budi
perdana dalam acara Gala Concert
Susanto Yohanes, Budi Utomo
3rd Bali International Choir Festival
Prabowo, Christian Isaac Tamaela,
2014. Karya yang diabah oleh Andre
Indra Listiyanto, Ivan Yohan, Poedji
de Quadros ini melibatkan lebih dari
Soesila, dan Wahyu Purnomo.
duaratus orang penyanyi serta tenor
Sumber inspirasi untuk karya
Indonesia, Christopher Abimanyu
musiknya juga datang dari karya
komponis mancanegara seperti:
Pesan Singkat Bagi Para Musisi
Eric Whitacre, Gyorgy Orban,
Koral Indonesia
Javier Busto, John Rutter, Krysztof
Kejujuran menjadi kunci dalam
Penderecki, Ola Gjeilo, Paul Mealor,
bermusik. Kejujuran yang dimaksud
dan Stephen Leek.
adalah keberanian untuk mengakui
bahwa ada banyak hal yang tidak
Karya Musik Koral Ken Steven
kita ketahui dan pahami. Kejujuran
Karya-karya musik koral Ken Steven
menuntun kita untuk mencari
merepresentasikan kepribadian sang
jawaban terhadap ketidaktahuan
komponis yang bersifat emosional,
melalui bertanya dan belajar.
sensitif, liar, jenaka, ramai, dan
terkadang susah untuk ditebak.
Ken juga menambahkan bahwa
Ken menganggap bahwa semua
selain kejujuran, seorang musisi
karyanya unik karena merupakan
dituntut untuk mau berbagi
buah karya yang digubahnya sendiri.
pengetahuan dengan musisi
Ia mengakui bahwa sejauh ini belum
lainnya. Di dalam berbagi kita akan
ada seorangpun yang mengulas dan
menemukan sesuatu yang baru.
membahas karya-karyanya.
Kebanggaan Ken sebagai seorang
komponis terletak pada bagaimana
seorang pengabah berhasil dalam
menginterpretasikan karya musiknya.
Ia justru sangat menghargai
seorang pengabah yang berhasil
menginterpretasikan pesan yang
terselip dalam karyanya walaupun
terkadang jauh menyimpang dari
instruksi yang dituliskannya. Momen
seperti inilah yang seringkali
dinantikannya dan menjadi saatsaat yang membanggakan dalam
perjalanan hidupnya sebagai seorang
komponis.
Menutup tulisan ini, Ken berharap
bahwa paduan suara di Indonesia
dapat saling menghargai, melengkapi,
mendukung, dan membangun
untuk mewujudkan kemajuan
dan perkembangan paduan suara
Indonesia yang lebih baik, sehat dan
berkualitas. Viva la musica!
Salatiga, 12 Desember 2014
Jan-Feb 2015 | www.indonesianchoral.net | 11
Download