BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet. Di dalam kehidupan sehari-hari kata “magnet” sudah sering kita dengar, namun sering juga berpikir bahwa jika mendengar kata magnet selalu berkonotasi menarik benda. Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh obeng besi) hanya dengan sebuah magnet, misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya dilengkapi dengan sifat magnet sehingga memudahkan untuk mengambil benda yang jatuh di tempat yang sulit dijangkau oleh tangan secara langsung. Bahkan banyak peralatan yang sering digunakan, antara lain bel listrik, telepon, dinamo, alat-alat ukur listrik, kompas yang semuanya menggunakan bahan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnetmagnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi. 2.2. Medan Magnet Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik. Arah medan magnetik di suatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut. 2.2.1 Momen Magnetik Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan –m terpisah r sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (M ) adalah v (2.1) M = mlrˆ v dengan M adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit r̂ berarah dari kutub negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Gambar 2.1 Arah momen magnetik bahan non magnetik Gambar 2.2 Arah momen magnetik bahan magnetik momen magnet mempunyai satuan dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A. m2. 2.2.2 Induksi Magnetik v Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan v menghasilkan medan tersendiri H ' yang menigkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis sebagai: v v v B = H + H' (2.2) v v v Hubungan medan sekunder H ' = 4πM , satuan B dalam cgs adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalam SI adalah tesla (T) atau nanoTesla (nT) 2.2.3 Kuat Medan Magnetik v Kuat medan magnet ( H ) pada suatu titik yang berjarak r dari m1 didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai: v v m v F H= = 1 2 r (oersted) m2 µ 0 r (2.3) v dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m. H mempunyai satuan A/m dalam SI v sedangkan dalam cgs H mempunyai satuan oersted. 2.2.4 Intensitas Kemagnetan Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda magnetik. Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momenmomen magnetik dalam medan magnetik luar dapat juga dinyatakan sebagai momen magnetik persatuan volume. Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu. Cm-3 dan dalam SI adalah Am-1. v r M mlrˆ I = = V V (2.4) Dimana I = Intensitas Kemagnetan V = Volume 2.3. Macam-macam magnet Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Magnet permanen. Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi : - Magnet batang - Magnet ladam (sepatu kuda) - Magnet jarum - Magnet silinder - Magnet lingkaran b. Magnet remanen Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. 2.4 Bahan Magnetik Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam Medan magnetik luar, bahan magnetik terdiri atas tiga kategori, yaitu paramagnetik, feromagnteik dan diamagnetik. 2.4.1 Bahan Diamagnetik Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/ molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol (Halliday & Resnick, 1989). Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: µ< dengan suseptibilitas magnetik bahan: . Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng. 2.4.2 Bahan Paramagnetik. Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/ molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan (Halliday & Resnick, 1989). Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri karena torsi yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Gambar 2.3 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet luar Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medanB yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah µ > µ 0. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram. 2.4.3. Bahan Ferromagnetik Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar (Halliday & Resnick, 1989). Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan menyebariskan diri dengan medan eksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan : dengan suseptibilitas . Contoh bahan ferromagnetik : besi, baja. Sifat kemagnetan bahan bahan : ferromagnetik akan hilang pada temperatur Currie. Temperatur Currie untuk besi lemah adalah 770oC dan untuk baja adalah 1043o C. Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industriindustri elektronika, seperti dalamloudspeaker, motor-motor listrik,dynamo dan KWH- meter. 2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetic lemah atau soft magnetic materials maupun material magnetic kuat atau hard magnetic materials. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetic lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetic kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersif yang kuat. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop sebagai loop. Gambar 2.5 histeris material magnet (a) Material lunak, (b) Material keras Diagram histeresis diatas menunjukkan kurva histeresis untuk material magnetic lunak pada gambar (a) dan material magnetic keras pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.5 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen. 2.6 Magnet keramik Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan memanfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau selenoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu. Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit (α-Fe O ) sebagai komponen 2 3 utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO.(Fe2O3) 6, dimana M adalah Ba, Sr, atau Pb. 6Fe2O3 + SrCO3 SrO.6Fe2O3 + CO2 (2.9) Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas : 1. Ferit Lunak, ferit ini mempunyai formula Mfe O , dimana M = Cu, Zn, Ni, Co, Fe, 2 4 Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang rendah. 2. Ferit Keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai Mfe O , dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini mempunyai gaya 12 19 koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. 3. Ferit Berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada suhu secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom (Idayanti, 2002). Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur Hexagonal close-pakced. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barrium Ferrite (BaO.6Fe O ). Dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai 2 3 (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium (Thompson, 1968). Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum MO.Fe O dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-Zn dan 2 3 Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, memori komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver, circulator, dan rice cooker. Gambar 2.6 Prototipe magnet motor DC mini (Dedi, 2002). Gambar 2.7. A. Magnet loudspeaker keramik, B dan C. Motor listrik kecil, D. Taconite iron core (Cullity, 1972) 2.7 Sifat-sifat Magnet Keramik Sifat-sifat kemagnetan suatu bahan dapat diperlihatkan dalam kurva histerisis yaitu kurva hubungan intensitas magnet (H) terhadap medan magnet (B). Seperti ditunjukkan pada gambar 3 merupakan kurva histerisis pada saat magnetisasi. Gambar 2.8 Kurva saat proses megnetisasi [Moulson A.J, et all., 1985]. Pada gambar 2.9 di atas tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mula-mula B turut naik cukup besar, tetapi mulai dari nilai H tertentu terjadi kenaikan nilai B yang kecil dan makin lama nilai B akan konstan. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut magnet lunak seperti yang ditunjukkan kurva (a). Sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut magnet keras seperti yang ditunjukkan kurva (c). Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br ≠ 0 seperti ditunjukkan pada kurva histerisis pada gambar 2.9. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan. Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Pada gambar 2.10 tampak bahwa setelah harga intensitas magnet H = 0 atau dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen. Gambar 2.9 Kurva histerisis material ٛ magnetik [Moulson A.J, et all., 1985]. Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan momen koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi (tabel 2.1). Patokan ukuran yang yang lebih baik adalah hasil kali BH. BaFe12O19 mempunyai nilai –Hc yang sangat besar, tetapi BHmaks sedang-sedang saja., karena rapat fluks lebih rendah dibandingkan bahan magnet permanen lainnya. Dari tabel 2.1 akan diperoleh gambaran mengenai peningkatan yang mungkin diperoleh beberapa para ahli peneliti dan rekayasawan dengan pengembangan alnico (metalik) dan magnet BaFe12O19 (keramik) Tabel 2.1. sifat berbagai magnet keras (dari berbagai sumber) Bahan magnet Remanen, Br (V.det/m2) Medan koersif, -Hc (A/m) Produk demagnetisasi maksimum BHmaks(J/m3) Baja karbon 1,0 0,4 x 104 0,1 x 104 Alnico 1,2 5,5 x 104 3,4 x 104 Ferroxdur (BaFe12O19) 0,4 15,0 x 104 2,0 x 104 Magnet lunak merupakan pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolakbalik atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah : induksi jenuh (tinggi), medan koersif (rendah), dan pemeabilitas maksimum (tinggi). Data selektif terdapat pada tabel 2.2 dan dapat dibandingkan dengan data tabel 2.1. Rasio B/H disebut permeabilitas. Nilai rasio B/H yang tinggi berarti bahwa magnetisasi mudah terjadi karena diperlukan medan magnet kecil untuk menghasilkan rapat fluks yang tinggi (induksi). Tabel 2.2. Sifat berbagai magnet lunak (dari berbagai sumber) Bahan magnet Induksi jenuh, Bs (V.det/m2) Medan koersif, -HC (A/m) Permeabilitas relatif maksimum, µr(maks) Besi murni (kps) 2,2 80 5.000 Lembaran trasnformator siliko ferit (terarahkan) 2,0 40 15.000 Permalloy, Ni-Fe 1,6 10 2.000 Superpermalloy, Ni-Fe Ni-Fe-Mo 0,2 0,2 100.000 Ferroxcube A, (Mn,Zn) Fe2O4 0,4 30 1.200 Ferroxcube B, (Ni,Zn) Fe2O4 0,3 30 700 Dari gambar 2.6 diperlihatkan bahwa ferrite merupakan jenis magnet permanen yang tergolong sebagai material keramik dan hanya memiliki remanensi magnet maksimal sekitar 0,2 – 0,6 T dan koersivitasnya relatif rendah sekitar 100 – 400 kA/m. Memang dibandingkan dengan magnet dari bahan logam / alloy (SmCo, AlNiCo, dan NdFeB) memang jauh perbedaannya, tetapi produksi magnet ferrite di dunia masih cukup besar, karena bahan bakunya lebih murah dibandingkan dengan magnet dari jenis logam. Jadi kebutuhan pasar akan magnet permanen ferrite masih tinggi. Keunggulan lainnya dari magnet ferrite adalah memiliki suhu kritis (Tc) relatif tinggi dan lebih tahan korosi. Perbandingan sifat magnetnya dari beberapa material dapat diperlihatkan pada gambar 2.6 . Gambar 2.10 Kurva yang menunjukkan perbandingan sifat magnet dari beberapa jenis magnet permanen Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, hal ini menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat dalam daftar tabel 2.3, dan nilai perbandingan dengan material megnetik yang lain. Tabel 2.3 Kerapatan dari beberapa bahan ferit (Prihatin, 2005) SPINELS Kerapatan, ρ (g/cm3) 5,4 5,76 5,24 No 1 2 2 Ferrite Zinc Ferrite cadmium Ferrous 4 5 Barium Strontium 5,3 5,12 6 7 MnZn (high perm) MnZn (recording head 4,29 4,7 s/d 4,75 Hexagonal Comersial 2.8 Jenis Magnet Permanen Produk magnet permanen ada dua macam berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi. Gambar 2.11 Arah partikel pada magnet isotropi dan anisotropi (a) Arah partikel acak (Isotrop) (b) Arah partikel searah (Anisotrop) [Masno G, dkk, 2006]. Magnet permanen isotropi magnet dimana pada proses pembentukkan arah domain magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukkan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada gambar 2.12 untuk membedakan isotropi dan anisotropi. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi. 2.9 Barium Hexa Ferrite (BaO.6Fe2O3) Barium hexa Ferrite merupakan keramik oksida komplek dengan rumus kimia BaO.6Fe2O3 atau BaFe12O19. Barium hexa Ferrite mempunyai kestabilan kimia yang bagus dan relatif murah dan kemudahan dalam produksi. Walaupun kekuatan magnet heksaferit lebih rendah dibandingkan jenis magnet terbaru berbasis logam tanah jarang, magnet permanen hexa Ferrite (Ba-ferit dan Sr-ferit) masih menempati tempat teratas dalam pasar magnet permanen dunia baik dalam hal nilai uang maupun berat produksi. Material magnet oksida BaO6Fe2O3 merupakan jenis magnet keramik yang banyak dijumpai disamping material magnet Sr.6Fe2O3. seperti pada jenis oksida lainnya, material magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Sebagai magnet permanen, material BaO.6Fe2O3 memiliki sifat kemagnetan dengan tingkat kestabilan tinggi terhadap pengaruh medan magnet luar pada suhu diatas 300oC. Sehingga sangat cocok dipergunakan dalam peralatan teknologi pada jangkauan yang cukup luas. Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.11 Gambar 2.12. Struktur kristal BaO.6Fe2O3 [Moulson A.J, et all., 1985]. Barium heksaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan pemaduan mekanik. Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah ekonomis karena ketersediaan bahan baku secara komersial dan relatif murah. Selain itu, penanganan material relatif sederhana untuk proses pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat diimplementasikan dengan mudah. 2.10 Aplikasi Dari Komponen Magnet Komponen magnet, khususnya keramik magnetik ferit merupakan komponen yang sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, diantaranya adalah : 2.10.1 Bidang elektrik Beberapa penggunaan ferit dibidang elektrik yaitu : • Pada sistem magnetik loudspeaker • Pada sistem eksitasi, kutub-kutub dan rotor multipolar motor listrik • Motor Horse Power Fractional • Motor DC • Loudspeaker 2.10.2 Bidang Instrumentasi Elektronika Peralatan kontrol otomatis yang menggunakan komponen keramik magnetik antara lain adalah : • Pengontrol temperatur : menggunakan transformator pulsa • Pagar elektronik (electric fence) : menggunakan transformator pulsa • Switch otomatis : reed relay, menggunakan inti ferit • Jam elektronik; menggunakan batang ferit dan kumparan untuk mengambil medan magnet elektromagnetik jala-jala listrik. Tegangan induksi yang diperoleh digunakan sebagai sumber tegangan roferens. 2.10.3 Bidang Telekomunikasi Dalam bidang telekomunikasi terutama telekomunikasi radio, ferit frekuensi radio (R, F Ferrite) mempunyai aplikasi yang luas untuk peralatan telekomunikasi radio, dari frekuensi audio sampai dengan frekuensi yang sangat tinggi (LF sampai dengan VHF, UHF). Didaerah ini keramik magnetik dari magnet bahan Mn-Zn digunakan pada daerah frekuensi tinggi. Keramik magnetik gelombang mikro digunakan pada daerah frekuensi ratusan MHz sampai dengan ribuan MHz (VHF,UHF, SHF dan EHF). Penggunaan ferit gelombang mikro adalah pada peralatan yang mentransmisikan energy elektromagnetik, seperti waveguide dan transmission line baik coaxial maupun strip. Ferit mempengaruhi medan elektromagnetik gelombang mikro dan kecepatan propagasi gelombang mikro, juga sebagai inti magnetikm dan transformator frekuensi radio. Selain itu juga disebutkan peralatan telekomunikasi radio yang menggunakan ferit magnet : • Penerima radio (550 kHz-1600 kHz) : transformator IF dan penguat RF, inductor isolator dan magnetik ferit. • Penerima radio HF : transformator dan magnetik filter (bandpass filter, choke), transformator matching impedance. • Penerima TV : transformator tegangan tinggi Cahtode Ray Tube, deflection yoke (untuk kumparan refleksi CRT), choke suppression TVI (Television Interference). • Penggeser gelombang radio (converter) dan penguat RF (RF Amplifier) • Penguat audio : RFI suppression choke, transformator frekuensi audio, magnetik untuk kompensasi • Antenna • Jalur transmisi (transmission line) • RF wattmeter Penggunaan keramik magnetik pada peralatan gelombang mikro adalah : • Isolator • Penggeser fasa (phase shiffer) • Circulator • Peralatan yang memanfaatkan efek faraday ; isolator dengan inti ferit berbentuk silindris. • Rotater ferit ; gyrator yang terdiri atas suatu silinder ferit yang dikelilingi oleh magnet permanen. • Jalur trasnmisi coaxial ; isolator frit digunakan dalam jalur transmisi ini dalam kombinasi dengan bahan dielektrik. • Penguat ferrimagnetik/ferromagnetik : penguat menggunakan ferit. • Pembatas daya. • Isolator. Ferit juga digunakan pada peralatan telekomunikasi yang lain, seperti pada telepon dan telegrafi. 2.10.4 Bidang mekanik • Pembuatan magnet untuk meteran air merupakan aplikasi komponen keramik magnetik dalam bidang mekanik. • Untuk mainan. • Pemegang pada white board. 2.11 Proses Pembuatan Magnet Keramik Pembuatan magnet permanen didasarkan atas cara-cara pembuatan keramik secara umum. Dimana pada proses pembuatannya meliputi beberapa tahap antara lain: pencampuran bahan baku, kalsinasi, pembentukan dan pembakaran (sintering). Parameter-parameter proses pembuatan keramik sangat tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, aplikasinya dan sifat-sifat fisis yang diinginkan. 2.11.1 Pencampuran bahan baku Blending dan mixing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan material dengan menggunakan metode serbuk akan tetapi kedua proses tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut standar ISO, blending didefenisikan sebagai proses penggilingan suatu material tertentu hingga menjadi serbuk yang merata pada beberapa komposisi nominal. Proses blending dilakukan untuk menghasilkan serbuk yang sesuai dengan komposisi dan ukuran yang diinginkan. Sedangkan mixing didefenisikan sebagai pencampuran dua atau lebih serbuk yang berbeda (Downson , 1990) Pencampuran bahan baku dibutuhkan untuk mendapatkan campuran material yang homogen agar produk yang dihasilkan lebih sempurna. Proses pencampuran yang umum dilakukan adalah pencampuran secara kimia basah (wet chemical process). Proses ini dilakukan melalui pencampuran dalam bentuk larutan, sehingga akan diperoleh tingkat homogenitas yang lebih tinggi daripada cara konvensional. Metode ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : metode desolven dan metode presitipasi. Metode desolven dilakukan dengan cara mencampurkan beberapa sistem larutan kemudian diubah menjadi serbuk dengan cara pelepasan bahan bahan pelarutnya (solven) secara fisika melalui pemanasan/pendinginan secara tepat supaya tidak terjadi proses seperasi senyawa-senyawa (kation-kation). Metode presitipasi adalah proses bahan terlarut (solute) dari larutan dengan cara pengendapan. Untuk mengubah endapan menjadi serbuk dilakukan proses pemanasan/kalsinasi. Contoh dari metode ini antara lain coorpresipitasi, sol gel (James S.R, 1988). 2.11.2 Proses Kalsinasi Proses kalsinasi adalah proses pembakaran tahap awal yang merupakan reaksi dekomposisi secara endothermic dan berfungsi untuk melepaskan gas-gas dalam bentuk karbonat atau hidroksida sehingga menghasilkan serbuk dalam bentuk oksida dengan kemurnian yang tinggi. Kalsinasi dilakukan pada suhu tinggi yang suhunya tergantung pada jenis bahannya. Kalsinasi merupakan tahapan perlakuan panas terhadap campuran serbuk pada suhu tertentu. Tergantung pada jenis bahan. Kalsinasi diperlukan sebagai penyiapan serbuk keramik untuk diproses lebih lanjut dan juga untuk mendapatkan ukuran partikel yang optimum serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase Kristal. Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain (james S.R,1988): a. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu 100oC hingga 300oC. b. Pelepasan gas-gas, seperti : CO2 berlangsung sekitar suhu 600oC dan pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti. c. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800oC struktur kristalnya sudah terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas. 2.11.3 Proses Pembentukan Pembuatan keramik terdiri dari pembentukan dan pembakaran. Pembentukan keramik salah satu tahap yang penting dalam pembuatan keramik, karena sangat menentukan hasil akhir. Ada beberapa proses atau cara pembentukan keramik diantaranya : 1. Cara pres kering (dry pressing) Pembentukan terhadap serbuk halus yang mengandung sedikit air atau penambahan bahan organic dengan pemberian tekanan yang dibatasi oleh cetakan. 2. Cara press basah (wet pressing) Pembentukan penambahan bahan organik dengan pemberian tekanan yang dibatasi oleh cetakan. Terhadap serbuk halus dengan penekanan dan penyaringan larutan serbuk (suspensi) di dalam medan magnet. 3. Cara press panas (hot pressing) Pembentukan terhadap serbuk halus yang merupakan kombinasi dari pembentukan dan pembakaran (sintering). Dapat dipakai untuk membuat produk dengan density tinggi dan bentuk yang tepat. 4. Metode tape casting Tape casting adalah teknik yang sangat umum digunakan untuk pembentukan film tipis atau plat dengan jangkauan ketebalan sekitar 20 µm sampai 1 mm. Tape casting baik digunakan untuk pembuatan komponen-komponen elektronik seperti kapasitor, induktor dan bahan-bahan untuk rangkaian mikroelektronik. Salah atu keuntungan dari proses ini adalah peralatannya yang sederhana, mudah dilakukan pengukuran untuk pengujian dalam laboratorium dan biaya produksi rendah. Selain itu juga memungkinkan untuk pembentukan kebanyakan keramik menjadi lembaran-lembaran tunggal atau lembaran-lembaran lapisan ganda dan untuk pembentukan bahan baku menjadi struktur dua atau tiga dimensi. 5. Slip casting Suspensi dengan air dan cairan lain, larutan suspensi dituang kedalam cetakan plaster berpori, air diserap dari daeituang ke drah kontak kedalam cetakan dan lapisan lempung kuat terbentuk. Pada metode slip casting massa yang akan dibentuk harus berupa suspensi dituang ke dalam cetakan yang terbuat dari bahan gypsum (plaster paris) yang memiliki pori-pori yang dilakukan dengan tanpa tekanan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, suspensi yang digunakan harus memenuhi criteria yaitu viskositas yang rendah, tidak cepat menguap, cepat mengeras, susut kering rendah, kekuatan kering tinggi dan tidak banyak memiliki gelembung udara. Kelebihan utama pembentukan dengan metode ini adalah mampu menghasilkan bentuk-bentuk yang rumit. Selain itu metode ini ekonomis walaupun digunakan untuk memproduksi bentuk-bentuk tertentu dalam jumlah kecil karena cetakan yang digunakan relatif murah. 6. Rubber Mold pressing Pembentukan terhadap serbuk halus dengan menggunakan pembungkus yang terbuat dari karet serta diberi tekanan keseluruh permukaan karet, dan menghasilkan bahan yang kompak. Pada penelitian ini proses percetakan dilakukan dengan metode press kering (dry pressing). 2.11.4 Proses Sintering Proses sintering pada magnet keramik adalah suatu proses pemadatan/densifikasi dari sekumpulan serbuk pada suhu tinggi mendekati titik leburnya. Melalui proses ini terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas dan penyusutan (shrinkage). Beberapa variabel mempengaruhi kecepatan sintering yaitu densitas awal, ukuran partikel, atmosfir sintering, waktu dan kecepatan pemanasan. Sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan menentukan sifat-sifat produk keramik. Tujuan dari pembakaran adalah untuk mengaglomerasikan partikel ke dalam massa koheren melalui proses sintering. Defenisi sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh atraksi molekul atau atom dalam bentuk padat dengan perlakuan panas dan menyebabkan kekuatan pada massa serbuk. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain : jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Proses sintering berlangsung apabila : a. Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi. b. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energi tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna. Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energy minimum yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama atau diatas energi aktivitas untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke tempat yang lain yang memungkinkannya. Energi untuk menggerakkan proses sintering disebut gaya dorong (drying force) yang ada hubungannya dengan energi permukaan butiran (γ) 2.11.4.1 Tahapan Sintering Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut: 1. Ikatan mula antar partikel serbuk. Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan. Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel. 2. Tahap pertumbuhan leher. Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung. Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara bertahap. 3. Tahap penutupan saluran pori. Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori. 4. Tahapan pembulatan pori. Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna. 5. Tahap penyusutan Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter. Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan meningkatkan berat jenis yang telah disinter. 6. Tahap pengkasaran pori Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991) 2.11.4.2 Klasifikasi Sintering Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalam keadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase sintering). Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi tekanan diasumsikan sebagai fasa tunggal oleh karena tingkat pegotornya rendah. Sedangkan sintering pada fasa cair adalah sintering untuk serbuk yang disertai terbentuknya fase liquid selama proses sintering berlangsung. Gambar 2.13 Proses sinter padat (a) Sebelum sinter partikel mempunyai permukaan masing-masing. (b) Setelah sinter hanya mempunyai satu permukaan (Van Vlack, 1989) Dari gambar 2.12, dapat dilihat bahwa proses sintering dalam keadaan padat, selama sintering penyusutan serbuk, kekuatan dari material akan bertambah, pori-pori dan ukuran butir berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh sifat dasar dari serbuk itu sendiri, kondisi tekanan, aditif, waktu sintering dan suhu. Proses sintering memerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar partikel halus dapat menjadi padat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehingga diperlukan suhu tinggi dalam proses sintering. (Van Vlack, 1989) 2.11.4.3 Efek Sintering Terhadap Sifat Sampel Efek suhu sintering terhadap sifat bahan (porositas, densitas, tahanan listrik, kekuatan mekanik dan ukuran butir) selama proses pemadatan serbuk ditunjukkan pada gambar 2.13. Gambar 2.14. Pengaruh suhu sintering pada (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Tahanan listrik, (4) Kekuatan, dan (5) Ukuran butir (M M. Ristic, 1979) Dari gambar 2.15, dapat diktahui bahwa proses sintering yang dimulai dari suhu T1 dapat meningkatkan tahanan listrik dan nilai porositas menurun dengan kenaikan suhu sintering, sedangkan densitas, kekuatan dan ukuran butir bertambah besar secara eksponensial seiring dengan kenaikan suhu sintering (M M. Ristic, 1979). 2.12 Karakterisasi Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, porositas, kekuatan magnet), analisa struktur dengan menggunakan alat uji SEM (Scanning Electron Microscope), dan untuk menganalisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction). 2.12.1 Sifat Fisis 2.12.1.1 Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan Dimana: ρ = Densitas (gram/cm3) sebagai berikut (M M. Ristic, 1979): m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3) Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut: Dimana: Mkw = massa kawat penggantung sampel (gram) Mb = massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram). Mg = massa sampel digantung dalam air (gram). Mk = massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu 100oC selama 1 jam, hal ini dilakukan sampai beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan (gram). 2.12.1.2 Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Untuk pengukuran porositas suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373), khususnya untuk material berpori. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Dimana: Mkw = massa kawat penggantung sampel (gram) Mb = massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram). Mg = massa sampel digantung dalam air (gram). Mk = massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu 100oC selama 1 jam, hal ini dilakukan sampai beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan (gram). 2.12.1.3 Kekuatan magnet Magnet memiliki daya tarik menarik dan daya tolak menolak jika didekatkan di antara kutub-kutub magnet. Daya tarik menarik ini diakibatkan oleh medan magnet, dan menghasilkan medan magnet. Hal ini terjadi ketika arus mengalir pada sebuah konduktor, pertama kali diamati oleh Oersted pada tahun 1819. Medan magnet juga dapat dihasilkan dari magnet tetap. Pada saat itu tidak ada arus yang mengalir, akan tetapi gerak orbital dan spin elektron ( dinamakan “Amperican currents”) bahan magnet tetap yang telah melalui proses magnetisasi terlebih dahulu dengan menggunakan medan magnet luar. Untuk bahan magnet BaO6Fe2O3, dimana variasi kandungan dari setiap unsur sangat mempengaruhi sifat bahan tersebut, baik dari kekuatan materialnya maupun daya tarik dari bahan magnet tersebut. Daya tarik ini dipengaruhi oleh ukuran-ukuran butiran pada bahan yang terbentuk. Ukuran-ukuran butiran yang terbentuk ini tergantung pada proses pertumbuhan kristal yang terjadi ketika pembuatan material. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa semakin kecil butiran yang terbentuk pada material (nano composite) maka semakin besar kekuatan magnet untuk menarik atau menolak (medan magnet remanen), hal ini terjadi karena adanya interaksi antar butiran tesebut. Setelah bahan magnet terbentuk dengan ukuran butiran dan struktur kristal tertentu kemudian dilakukan proses magnetisasi, yaitu memberikan medan magnet luar agar memiliki medan magnet sendiri atau permanen. Perlu diketahui bahwa pada saat bahan magnet terbentuk menjadi kristal itu belum memiliki daya tarik terhadap logam. Setelah diberi medan magnet luar bahan baru akan memilki medan magnet, cara pemberian medan magnet ini dilakukan secara perlahan-lahan sehingga kondisi tertentu (saturasi). Kemudian pemberian medan magnet ini diturunkan secara perlahan sampai suatu nilai saturasi dengan arah medan magnet yang berlawanan, dan pada akhirnya bahan akan memiliki daya tarik pada logam. Untuk mengukur sifat-sifat magnet tersebut biasanya alat yang digunakan yaitu Vibrating Sample Magnetometer (VSM), Alat VSM merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetic bahan. Dengan alat ini akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetic sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Gambar 2.15. Alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe OXFORD VSM1.2H (BATAN) 2.12.2 Analisa Sruktur Kristal 2.12.2.1 XRD (X-Ray Diffraction) Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. Sinar Difraksi Gambar 2.16 Difraksi bidang atom (Smallman, 1991) Gambar 2.17, menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihambumburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Sebagai contoh, berkas kedua yang ditunjukkan gambar 2.17 harus menempuh jarak lebih jauh dari berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh: nλ = PO + OQ = 2ON sinθ = 2d sinθ (2.13) persamaan 2.8 tersebut disebut dengan hukum Bragg dan harga sudut kritis θ untuk memenuhi hukum tersebut dikenal dengan sudut Bragg. (Smallman, 1991) untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standar. Data dtandar dapat diperoleh melalui Joint Committee On Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan Hanawalt File. Dari hasil analisis difraksi sinar-x ini dihitung masing-masing jumlah % kristalisasi yang terbentuk dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini : (2.14) Dengan : Xm = jumlah fraksi fasa atau % kristalisasi = jumlah intensitas salah satu dari fasa yang terbentuk = jumlah intensitas fasa seluruhnya