Teori agensi adalah t

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
2.1.1
Landasan Teori
Teori Keagenan (agency theory)
Teori agensi adalah teori yang menjelaskan hubungan antara principal dan
agent. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan adalah
suatu kontrak antara satu atau lebih principal yang melibatkan agen untuk
menjalankan layanan mereka dan mendelegasikan wewenang tersebut kepada
agen dalam mengambil keputusan. Dalam hubungan tersebut, seringkali terjadi
pertentangan situasi, tujuan dan kepentingan. Konflik yang terjadi antara principal
dan agent disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan asimetri informasi.
Asimetri informasi dimulai dari adanya hubungan yang disebabkan ketidaktahuan
kedua belah pihak terhadap informasi yang ada.
Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa konflik kepentingan
tersebut terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berprilaku sesuai dengan
harapan principal, sehinga memicu biaya keagenan (agency cost). Menurut Ang et
al. (2000) bahwa perusahaan dengan biaya keagenan nol merupakan perusahaan
yang manajernya memiliki seluruh saham perusahaan, sehingga tidak terdapat
pemisahan kepemilikan. Beberapa mekanisme yang dapat dilakukan untuk
menekan masalah agensi tersebut adalah melalui kepemilikan institusi, kebijakan
deviden dan kebijakan utang (Abdillah, 2013). Sudewa (2012) menjelaskan
bahwa, solusi yang dapat ditempuh adalah dengan memberi insentif kepada
13
manajer, seperti saham, sehingga kepentingan investor dan manajer sejalan. Solusi
lain yang dapat diambil yaitu dengan melakukan masa perikatan dengan auditor
atau (KAP) yang akan mengevaluasi kinerja manajer. Auditor dalam kasus ini,
berfungsi sebagai jembatan penghubung antara manajer dengan pemegang saham.
Berdasarkan
laporan
keuangan
auditan
diharapakan
dapat
benar-benar
mencerminkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya, dan informasi yang
didistribusikan kepada masyarakat harus bersifat independen, objektif dan tepat
waktu.
2.1.2
Auditing
A Statement of Basic Auditing Concepts (ASOBAC) dalam Halim (2008:1)
mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan
mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai
tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara
asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sementara Mulyadi (2010:9),
secara umum auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan
dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Menurut Agoes (2012:1) menyatakan auditing adalah pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan
keuangan yang telah disusun manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan
14
bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Definisi auditing secara umum di atas memiliki unsur-unsur penting berikut
(Halim, 2008).
1) Proses yang sistematis
Auditing merupakan rangkaian proses danprosedur yang bersifat logis,
terstruktur, dan terorganisir.
2) Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif
Hal ini berarti bahwa proses sistematis yang dilakukan tersebut merupakan
proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang
dibuat oleh individu maupun entitas. Auditor kemudian mengevaluasi buktibukti yang diperoleh tersebut, baik pada saat penghimpunan maupun saat
pengevaluasian bukti, auditor harus objektif.
3) Asersi-asersi mengenai berbagai tindakan dan kejadian ekonomi
Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut.
Untuk audit laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan
manajemen melalui laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
4) Menentukan tingkat kesesuaian
Hal ini berarti penghimpunan dan pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan
untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut
15
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian tersebut dapat
diekspresikan dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif.
5) Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang merupakan standar-standar pengukur untuk mempertimbangkan
asersi-asersi atau representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum atau Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), aturan-aturan spesifik yang ditentukan oleh badan legislatif
atau pihak lainnya, anggaran atau ukuran lain kinerja manajemen.
6) Menyampaikan hasil-hasilnya
Hal ini berarti hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang
mengindikasikan kesesuaian antara asersi-asersi dan kriteria yang telah
ditentukan.
7) Para pemakai yang berkepentingan
Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan
yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan
melalui laporan audit dan laporan lainnya. Para pemakai tersebut meliputi
investor maupun calon investor di pasar modal, pemegang saham, kreditor
maupun calon kreditor, badan pemerintahan, manajemen dan publik pada
umumnya.
2.1.3
Auditor
Pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut dilakukan oleh pihak yang
disebut sebagai auditor. Auditor adalah pihak ketiga diantara manajer dengan
pemakai laporan keuangan lain, yang diharapkan dapat melakukan pemeriksaan
16
terhadap laporan keuangan secara obyektif. Sebagai auditor diperlukan sikap
independensi. Independensi merupakan sikap mental yang bebas dari pengaruh,
tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi,
2010:26).
Hal ini juga berarti bahwa auditor harus bersikap jujur dalam
mengungkapkan fakta yang terjadi dalam perusahaan yang diauditnya, termasuk
tindakan kecurangan yang mungkin dilakukan oleh kliennya. Auditor dapat
dibedakan menjadi tiga (Mulyadi, 2010), yaitu:
1) Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas
keuangan pada instansi-instansi pemerintah.
2) Auditor Intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh
karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut.
3) Auditor Independen atau Akuntan Publik
Auditor Independen adalah auditor yang melakukan fungsi pengaditan atas
laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. praktik akuntan publik
harus dilakukan melalui suatu KAP (Kantor Akuntan Publik).
Di Indonesia, penggolongan KAP dalam berbagai tipe memang sering
dilakukan, namun umumnya bersifat informal dan tidak terstandar. Dalam
Nugroho (2010), mengatakan bahwa pada umumnya KAP dikelompokkan dalam
KAP “big-4 dan kelompok non “big-4 berdasarkan jumlah penghasilan/global
revenue. Non big-4 terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok KAP menengah
17
yang
sering disebut sebagai Second Tier dan KAP kecil (Inside Public
Accounting, 2009 dalam Nugroho 2010). Menurut Nugroho (2010), Kantor
Akuntan Publik dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok sesuai dengan jumlah staf
professional yang dimiliki, yaitu:
1) Kelompok Besar (Big 4) dengan jumlah staf professional > 400 orang.
2) Kelompok Menengah dengan jumlah staf professional 100 – 400 orang.
3) Kelompok Kecil dengan jumlah staf professional < 100 orang.
2.1.4
Peraturan Rotasi Wajib Auditor Oleh Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia adalah salah satu dari berbagai Negara di dunia yang
mewajibkan perusahaannya untuk melakakukan pergantian kantor akuntan dan
auditornya secara periodik. Pada tahun 2002 Indonesia mulai membuat regulasi
yang mengatur tentang pergantian kantor akuntan dan auditornya secara periodik.
Regulasi
ini
ditetapkan
dalam
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.
423/KMK.06/2002. Pada pasal 6 ayat 4 dikatakan bahwa pemberian jasa audit
umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling
lama untuk 5 (Lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik
paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut- turut. Pada tahun 2003, keputusan
tersebut
diamandemen
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
359/KMK.06/2003 tentang „Jasa Akuntan Publikā€Ÿ (pasal 2).
Peraturan ini kemudian disempurnakan lagi oleh para regulator yang
berhasil menghasilkan peraturan baru di tahun 2008. Peraturan ini ditetapkan
melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan
Publik” pasal 3. Peraturan terbaru ini mengatur tentang pemberian jasa audit
18
umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama
untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut, dan oleh seorang akuntan publik paling
lama 3 (tiga) tahun berturut-turut. Akuntan publik dan kantor akuntan boleh
menerima kembali penugasan setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa
audit umum atas laporan keuangan klien tersebut.
2.1.5
Pergantian Kantor Akuntan Publik
Pergantian auditor (KAP) yang dilakukan oleh perusahaan bisa terjadi
secara voluntary (sukarela) atau secara mandatory (wajib) (Febrianto, 2009).
Pergantian secara sukarela terjadi jika auditor mengundurkan diri dari penugasan
atau auditor diberhentikan klien. Sebaliknya, jika pergantian terjadi secara wajib
dikarenakan adanya peraturan yang mengatur mengenai rotasi audit, di Indonesia
tercetus pada Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008.
Pergantian auditor secara wajib dan secara sukarela bisa dibedakan atas dasar
pihak mana yang menjadi fokus perhatian dari isu tersebut. Jika pergantian auditor
terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien. Sebaliknya,
jika pergantian terjadi secara wajib, perhatian utama beralih kepada auditor
(Febrianto, 2009).
Ketika tidak ada aturan yang mengharuskan pergantian dilakukan, yang
terjadi adalah salah satu dari dua hal: auditor mengundurkan diri atau auditor
diberhentikan oleh klien. Jika auditor mengundurkan diri, ini mungkin disebabkan
karena auditor tertarik menerima klien baru, Ini terjadi karena auditor telah
memiliki informasi yang cukup tentang klien baru itu atau auditor melakukannya
untuk alasan lain, misalnya alasan finansial. Sebaliknya, Jika alasan pergantian
19
tersebut adalah karena klien, maka diekspektasi terjadi ketidaksepakatan atas
praktik akuntansi tertentu dan klien akan pindah ke auditor yang dapat bersepakat
dengan keinginannya, maka pada saat itu informasi yang dimiliki oleh klien lebih
besar dibandingkan dengan informasi yang dimiliki auditor.
Kadir (1994) mengemukakan dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa perusahaan berpindah KAP, yaitu perspektif auditor dan
perspektif perusahaan. Serupa dengan Kadir (1994), Mardiyah (2002) juga
menyatakan dua faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah KAP adalah
faktor klien (client-related factors), yaitu: kesulitan keuangan, manajemen yang
gagal, perubahan ownership, Initial Publik Offering (IPO) dan faktor auditor
(Auditor-related Factors), yaitu: fee audit dan kualitas audit.
2.1.6
Pergantian KAP Upgrage, Downgrade dan Samegrade
Dalam
penelitian
yang
dilakakukan
oleh
Hermawan
(2013)
mengelompokkan KAP menjadi tiga jenis berdasarkan hasil penelitian dari
Nugroho (2010) dengan beberapa model pergantian KAP yaitu:
1) Pergantian KAP upgrade adalah pergantian dari KAP Kecil ke KAP
Menengah, dari KAP Kecil ke KAP Besar dan dari KAP Menengah ke KAP
Besar.
2) Pergantian KAP downgrade adalah pergantian dari KAP Besar ke KAP
Menengah, dari KAP Besar ke KAP Kecil dan dari KAP Menengah ke KAP
Kecil.
20
3) Pergantian KAP samegrade adalah pergantian dari KAP Kecil ke KAP
Kecil, dari KAP Menengah ke KAP Menengah dan dari KAP Besar ke KAP
Besar.
2.1.7
Firm Size
Firm size atau ukuran perusahaan klien merupakan suatu skala yang
mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan yang berhubungan dengan
financial perusahaan. Di mana perusahaan yang besar dipercayai dapat
menyelesaikan financial distress keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan
kecil (Wijaya, 2011). Perusahaan yang besar memiliki cakupan pemegang
kepentingan yang lebih luas, sehingga kebijakan yang dikeluarkan perusahaan
besar akan berdampak lebih besar bagi kepentingan publik dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan tersebut akan berdampak terhadap
prospek cash flow dimasa akan datang, sedangkan bagi pemerintah akan
berpengaruh terhadap besarnya pajak yang diterima.
Menurut Pratitis (2012) tingkat pertumbuhan perusahaan klien yang
semakin hari diharapkan semakin berkembang terkadang diikuti dengan
perkembangan keuangan perusahaan yang pesat pula, maka dari itu tingkat
pertumbuhan klien cenderung diikuti dengan pergantian auditor karena semakin
besar sebuah KAP maka semakin bisa KAP tersebut mengikuti kemajuan
perusahaan. Perusahaan besar cenderung lebih menjaga citranya dibandingkan
dengan perusahaan kecil. Oleh karena itu perusahaan besar lebih banyak disorot
oleh investor daripada perusahaan kecil. Jika terjadi pergantian KAP maka
21
perusahaan besar akan memilih KAP yang termasuk dalam Big-4 daripada non
Big-4.
2.1.8
Financial Distress
Financial distress atau kesulitan keuangan adalah kondisi
yang
menunjukkan kondisi dimana arus kas perusahaan saat itu sangat rendah dan
perusahaan sedang menderita kerugian akan tetapi belum sampai mengakibatkan
kebangkrutan (Purnanandam, 2008). Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat
jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Darsono, 2005:101).
Pengelolaan kesulitan keuangan jangka pendek yang tidak tepat akan
menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah
utang lebih besar daripada jumlah aktiva) dan akhirnya mengalami kebangkrutan
(Munawir, 2002: 291).
Menurut Scwartz dan Menon (dalam Kamal, 2012), kesulitan keuangan
perusahaan sebagai faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah KAP, dapat
ditinjau dari dua cara yang berbeda, yaitu:
1) Ketidakpastian dalam bisnis pada perusahaan-perusahaan yang terancam
bangkrut menimbulkan kondisi yang dapat mendorong perusahaan
berpindah KAP, jika kesulitan keuangan perusahaan berkorelasi dengan
faktor-faktor yang dapat mendorong perusahaan berpindah KAP. Faktorfaktor tersebut antara lain perusahaan tidak setuju dengan hasil
pemeriksaan auditor atau opini yang diberikan auditor pada laporan
keuangan perusahaan adalah pendapat wajar dengan pengecualian,
22
pergantian manajemen perusahaan, fee audit, jaminan yang diberikan
auditor, dan faktor-faktor lain yang tidak diidentifikasikan. Faktor-faktor
tersebut sering terjadi dalam bisnis yang mengalami ketidakpastian,
sehingga perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan cenderung
berpindah KAP daripada perusahaan yang sehat.
2) Pengaruh faktor-faktor yang merupakan instrumen berpindah KAP.
Tergantung pada kondisi keuangan perusahaan. Pertama, faktor-faktor yang
dikaitkan dengan berpindah KAP pada perusahaan yang terancam bangkrut
mungkin tidak sama dengan faktor-faktor yang dihubungkan dengan
berpindah KAP pada perusahaan yang sehat. Kedua, faktor-faktor lainnya
yang relatif penting tergantung pada kondisi keuangan. Berpindah KAP
pada perusahaan-perusahaan yang sehat mungkin termotivasi oleh faktorfaktor seperti jasa-jasa lainnya selain jasa audit, dan auditor pengganti
memiliki spesialisasi dalam industri tertentu.
Pada saat terjadi masalah keuangan perusahaan, sangat mungkin terjadi
konflik kepentingan antara auditor dan pihak manajemen perusahaan, yang
mengakibatkan pergantian KAP. Konflik ini terjadi akibat adanya penerapan
prinsip konservatisme yang diterapkan auditor. Dalam lingkungan perusahaan
yang berpotensi bangkrut, terdapat pengaruh yang besar terhadap putusnya
perikatan antara perusahaan klien dengan KAP, seperti adanya permasalahan
metode akuntansi, ketidakpuasan atas opini auditor, atau ketidakpuasan terhadap
kinerja auditor. Kemudian, Francis dan Wilson (dikutip oleh Nasser, et al., 2006)
menyatakan bahwa perusahaan yang bangkrut dan sedang mengalami posisi
23
keuangan yang tidak sehat cenderung akan menggunakan KAP yang mempunyai
independensi yang tinggi untuk meningkatkan kepercayaan diri perusahaan di
mata pemegang saham dan kreditur untuk mengurangi resiko litigasi.
2.1.9
Pergantian Manajemen
Manajemen
merupakan
suatu
proses
yang
melibatkan
kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang di lakukan
untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya (Fuad et al, 2000). Dari pengertian tersebut ditemukan
bahwa aktivitas-aktivitas khusus dalam manajemen yang merupakan suatu proses
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pergantian manajemen disebabkan karena keputusan rapat umum
pemegang saham atau pihak manajemen berhenti karena kemauan sendiri
sehingga pemegang saham harus mengganti manajemen yang baru yaitu direktur
utama atau (Chief Executive Officer) CEO. Adanya CEO yang baru
memungkinkan adanya perubahan kebijakan dalam bidang akuntansi, keuangan,
dan pemilihan KAP (Damayanti dan Sudarma, 2008). Pergantian manajemen
memungkinkan klien untuk memilih KAP yang sesuai dengan kebijakan dan
aturan yang dimiliki oleh manajemen baru. Sehingga manajemen baru
memerlukan auditor yang lebih berkualitas dan mampu memenuhi pertumbuhan
perusahaan yang cepat. Jika hal ini tidak terpenuhi, kemungkinan besar
perusahaan mengganti auditornya (Joher et al., 2000) dalam (Damayanti dan
Sudarma, 2008)
24
2.2
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan, tujuan penelitian, landasan teori dan
penelitian terdahulu yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
2.2.1
Pengaruh Firm Size terhadap Pergantian KAP
Firm size atau ukuran perusahaan klien harus disesuaikan dengan ukuran
KAP dan jenis layanan yang dibutuhkan, maka dalam hal ini pihak manajemen
memilih KAP yang ukurannya sebanding dengan ukuran perusahaan karena ingin
tetap mempunyai reputasi yang baik di mata investor. Sebuah ketidaksesuaian
ukuran antara perusahaan klien yang besar diaudit oleh perusahaan audit yang
kecil dapat menyebabkan berakhirnya keterlibatan audit, yaitu auditor switching
(Hudaib dan Cooke, 2005). Auditee yang lebih besar mempunyai operasional yang
kompleks, adanya pemisahan antara manajemen dan kepemilikan sangat
memerlukan KAP yang dapat mengurangi agency cost (Watts dan Zimmerman,
1986). KAP yang berkualitas sangat diperlukan untuk meningkatkan kredibiltas
perusahaan, karena pada perusahaan besar akan mampu membayar audit fee yang
besar dan biasanya akan memilih kantor akuntan publik yang besar untuk
meningkatkan reputasi perusahaan.
Simunic et al. (1987), Francis et al. (1999), dan Abbott et al. (2000)
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara firm size dengan pemilihan
perusahaan audit yang memiliki kualitas yang tinggi. Penelitian Sinason et al.
(2001) & Nasser et al. (2006) yang menemukan bukti empiris bahwa tipe KAP
secara signifikan berpengaruh terhadap pergantian KAP.
25
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, sehingga
hipotesis yang diajukan adalah :
H1a : Firm size berpengaruh terhadap perusahaan yang melakukan pergantian
KAP jenis upgrade daripada perusahaan yang tidak melakukan
pergantian KAP.
H1b : Firm size berpengaruh terhadap perusahaan yang melakukan pergantian
KAP jenis downgrade daripada perusahaan yang tidak melakukan
pergantian KAP.
H1c : Firm size berpengaruh terhadap perusahaan yang melakukan pergantian
KAP jenis samegrade daripada perusahaan yang tidak melakukan
pergantian KAP.
2.2.2
Pengaruh Financial Distress terhadap Pergantian KAP
Financial distress merupakan di mana perusahaan mengalami kondisi yang
tidak sehat ataupun kesulitan dalam keuangan sehingga dikhawatirkan akan
mengalami kebangkrutan. Mamduh dan Halim (1996) dalam Wijaya (2011)
menyatakan, kebangkrutan tersebut tidak akan terjadi jika perusahaan mampu
mengantisipasi dan membuat strategi untuk menghadapi kebangkrutan tersebut
jika kebangkrutan benar-benar terjadi terhadap perusahaan. Kesulitan keuangan
yang dialami sebuah perusahaan akan menjadi penyebab bagi perusahaan tersebut
untuk berganti KAP. Schwartz dan Soo (1995) dalam Damayanti (2007)
menyatakan bahwa perusahaan yang bangkrut lebih sering berpindah auditor
daripada perusahaan yang tidak bangkrut. Kondisi klien yang terancam bangkrut
akan meningkatkan kehati-hatian auditor. Hal ini membuat perusahaan untuk
26
menggunakan auditor yang berkualitas dengan tingkat independensi yang tinggi
meningkatkan kepercayaan diri di mata pemegang saham (Nasser et al. 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Hudaib dan Cooke (2005) menyatakan
bahwa perusahaan dengan tekanan financial cenderung untuk mengganti KAP
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami tekanan financial. Hal ini
dilakukan oleh perusahaan dengan harapan bahwa perusahaan akan mendapatkan
KAP yang menawarkan fee audit yang lebih rendah dibandingkan dengan KAP
sebelumnya. Perusahaan akan memilih berganti ke KAP yang lebih kecil untuk
menekan biaya audit karena perusahaan sudah tidak mampu membayar biaya
audit akibat penurunan kemampuan keuangan perusahaan (Wijayanti, 2010).
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, sehingga
hipotesis yang diajukan adalah :
H2a : Financial distress berpengaruh terhadap perusahaan yang melakukan
pergantian KAP jenis upgrade daripada perusahaan yang tidak
melakukan pergantian KAP.
H2b : Financial distress berpengaruh terhadap perusahaan yang melakukan
pergantian KAP jenis downgrade daripada perusahaan yang tidak
melakukan pergantian KAP.
H2c : Financial distress berpengaruh terhadap perusahaan yang melakukan
pergantian KAP jenis samegrade daripada perusahaan yang tidak
melakukan pergantian KAP.
27
2.2.3
Pengaruh Pergantian Manajemen terhadap Pergantian KAP
Pergantian manajemen terjadi jika perusahaan mengubah jajaran dewan
direksi, komisaris dan direktur atau CEO (Chief Executive Officer). Adanya CEO
yang baru mungkin akan adanya perubahan kebijakan dalam bidang akuntansi,
keuangan, dan pemilihan KAP (Damayanti dan Sudarma, 2010). Perusahaan akan
mencari KAP yang selaras dengan kebijakan dan pelaporan akuntansinya (Nagy,
2005) dalam (Sudewa, 2012). Manajemen memerlukan auditor yang lebih
berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan pertumbuhan perusahaan yang cepat.
Jika hal ini tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar perusahaan akan berganti
auditor (Joher et al. 2000).
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, sehingga
hipotesis yang diajukan adalah :
H3a : Pergantian
manajemen
berpengaruh
terhadap
perusahaan
yang
melakukan pergantian KAP jenis upgrade daripada perusahaan yang
tidak melakukan pergantian KAP.
H3b : Pergantian
manajemen
berpengaruh
terhadap
perusahaan
yang
melakukan pergantian KAP jenis downgrade daripada perusahaan yang
tidak melakukan pergantian KAP.
H3c : Pergantian
manajemen
berpengaruh
terhadap
perusahaan
yang
melakukan pergantian KAP jenis samegrade daripada perusahaan yang
tidak melakukan pergantian KAP.
28
Download