PERAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN

advertisement
PERAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULER
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
Yuyun Elok Efrianti1), Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.2), Maria Wisnu Kanita, S.Kep., Ns.3)
1,2,3)
Program Studi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Ruang Intensive Care Unit memiliki perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cidera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. Intensive Care Unit
adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan reversibel, salah
satunya adalah untuk pasien dengan penyakit gangguan kardiovaskuler. Perawat dalam merawat
pasien harus menggunakan komunikasi terapeutik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran
komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler di Ruang Intensive Care Unit. Penelitian
ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif dengan desain “Case Study” yang menggunakan sampel
pasien dengan penderita penyakit jantung di ruang ICU RSUD Dr. Soehardi Prijonegoro Sragen.
Perawat menggunakan komunikasi terapeutik dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien,
dari komunikasi serta interaksi tersebut dapat diketahui apakah komunikasi terapeutik membantu
proses kesembuhan non medis pada pasien dengan penyakit jantung di Ruang ICU. Kesimpulan yang
didapatkan dari penelitian yang dilakukan adalah, perawat telah melakukan komunikasi terapeutik dan
sub bagian komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler di Ruang Intensive Care Unit
dan didapatkan hasil dari komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat menjadi efektif guna
menunjang pasien dalam mencapai kesembuhan.
Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Gangguan Kardiovaskuler, Intensive Care Unit.
Abstract
Intensive Care Unit is equipped with special equipment for observation, care, and therapy of clients
suffering from acute diseases, injuries, and difficulties that threaten their life or are potential to
threaten their life with prognosis dubia. Intensive Care Unit is an independent part of hospital with
special and reversible staffs. One of its functions is for cardiovascular disease clients. Nurses in
caring clients shall use therapeutic communication. The objective of this research is to investigate the
role of therapeutic communication for the cardiovascular disease clients at Intensive Care Unit. This
research used the descriptive qualitative method with the case study design. The samples of the
research were cardiovascular clients at the Intensive Care Unit of Dr. Soehardi Prijonegoro Local
General Hospital of Sragen. The result of the research shows that the nurses use therapeutic
communication and interact with the clients. From the communication and interaction, it is known
that the therapeutic communication help the process of non-medical recovery of the cardiovascular
disease clients at the unit. Thus, it can be concluded that the nurses and the sub-unit of therapeutic
communication have done therapeutic communication with the cardiovascular disease clients at the
Intensive Care Unit of Dr. Soehardi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. As a result, the
therapeutic communication done by the nurses is effective to help the cardiovascular clients to get
recovered.
Keywords: Therapeutic communication, cardiovascular disorder, Intensive Care Unit
1
Masalah psikologis yang sering
muncul
pada
pasien
gangguan
kardiovaskuler
adalah
kecemasan,
kecemasan
dapat
menyebabkan
overaktifitas saraf simpatis. Overaktifitas
saraf simpatis yang terjadi dapat
meningkatkan kontraktilitas, menyebabkan
tekanan darah tinggi dan menyebabkan
kenaikan curah jantung, yang berdampak
buruk pada pasien penyakit jantung, untuk
mengatasi masalah tersebut pasien
membutuhkan bantuan dari petugas
kesehatan (Rilantono 2013).
Komunikasi sering dilakukan oleh
perawat sebagai upaya untuk berinteraksi,
komunikasi dalam profesi keperawatan
jadi lebih bermakna karena merupakan
metode
utama
dalam
mengimplementasikan
proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan keahlian
khusus dan kepedulian sosial yang besar,
komunikasi yang digunakan oleh perawat
adalah komunikasi terapeutik. Terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan
dengan seni dan penyembuhan. Hal ini
menggambarkan bahwa dalam menjalani
proses komunikasi terapeutik, seseorang
perawat melakukan kegiatan dari mulai
pengkajian,
menentukan
masalah
keperawatan,
menentukan
rencana
tindakan, melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan yang telah direncanakan
sampai pada evaluasi yang semuanya itu
bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan
efisien (Abdul et al 2009).
Uraian di atas mendasari peneliti
untuk melakukan penelitian mengenai
Peran Komunikasi Terapeutik pada Pasien
Gangguan Kardiovaskuler Di Ruang
Intensive Care Unit.
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit adalah suatu
bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasienpasien yang menderita penyakit akut,
cidera atau penyulit-penyulit yang
mengancam
nyawa
atau
potensial
mengancam nyawa dengan prognosis
dubia yang diharapkan masih reversibel,
salah satunya adalah pasien dengan
gangguan
penyakit
kardiovaskuler
(Kementrian Kesehatan RI 2011).
World Health Organization (WHO)
tahun 2008 menyebutkan Penyakit Tidak
Menular (PTM) menjadi penyebab
kematian 36 juta penduduk dunia atau 64%
dari seluruh kematian global, kematian
akibat PKV mencapai 17 juta adalah
penyebab kematian terbanyak. WHO
meramalkan pada tahun 2030 kematian
akibat PKV akan mencapai 23,6 juta, tentu
saja kondisi ini akan membawa beban
yang lebih besar lagi (Rilantono Lily
2013).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 menemukan beberapa hal
penting. Penyebab kematian tertinggi di
Indonesia adalah stroke (15,4%), diikuti
penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya (9,7%), tuberkulosis
(7,5%), hipertensi (6,8%), cidera akibat
kecelakaan (6,5%), perinatal (6,0%),
diabetes militus (5,7%), tumor (5,7%),
penyakit hati (5,2%), dan penyakit saluran
nafas bawah (5,1%). Namun perlu diingat
bahwa hipertensi dan diabetes adalah
faktor resiko antar PKV, yang umumnya
menyebabkan kematian melalui infark
miokard, gagal jantung dan stroke atau
gagal ginjal. Prevalensi nasional penyakit
jantung adalah 7,2% (berdasarkan
diagnosisntenaga kesehatan dan gejala),
sebanyak
16
provinsi
mempunyai
prevelansi diatas prevelansi nasional, salah
satunya adalah di daerah Jawa Tengah
(Rilantono Lily 2013).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
diskriptif kualitatif dengan strategi atau
desain “Case Study” yang menggunakan
sampel pasien dengan penderita penyakit
jantung di Ruang ICU RSUD Dr. Soehardi
2
Prijonegoro Sragen. Perawat menggunakan
komunikasi
terapeutik
dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan
pasien, dari komunikasi serta interaksi
tersebut
dapat
diketahui
apakah
komunikasi terapeutik membantu proses
kesembuhan non medis pada pasien
dengan penyakit jantung di Ruang ICU.
Teknik sampling yang digunakan
peneliti adalah Purposive Sampling.
Purposive Sampling adalah pengambilan
cuplikan
didasarkan
atas
berbagai
pertimbangan
tertentu,
dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih
informannya berdasarkan posisi dengan
akses tertentu yang dianggap memiliki
informan
yang
berkaitan
dengan
permasalahan secara mendalam dan dapat
dipercaya sebagai sumber data yang
mantab. Dalam pelaksanaan pengumpulan
data sesuai dengan sifat peneliti yang
lentur dan terbuka, pilihan informan dan
jumlahnya dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti
dalam
memperoleh
data,peneliti
mengambil lima pasien dalam penelitian
yang dilakukan (Sutopo, 2006).
Menggali kemampuan yang dimiliki
perawat meliputi: pengetahuan yang
dimiliki yang terkait dengan penyakit
dan masalah pasien, kecemasan dan
kekalutan diri perawat, analisa kekuatan
diri (kelebihan dan kekurangan)
perawat, waktu pertemuan, perilaku
pasien, adat istiadat dan tingkat
pendidikan pasien (Abdul et al 2009)
Berdasarkan konsep di atas fase
pra-interaksi sangatlah penting dalam
komunikasi terapeutik, fase prainteraksi
bertujuan
untuk
mempersiapkan diri perawat sebelum
melakuka tindakan keperawatan pada
pasien. Pemaparan di atas menunjukkan
dari hasil penelitian dan teori dari
Abdul (2009)terdapat kesamaan.
Pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa perawat di ruang
ICU/ICCU telah melakukan tahap prainteraksi sebelum melakukan tindakan
keperawatn pada pasien. Tahap prainteraksi yang dilakukan meliputi,
kegiatan pre-conference, informasi dari
pasien, dan bersikap profesional.
2. Tahap perkenalan
Perawat di ruang ICU/ICCU
melakukan tahap perkenalan kepada
pasien dan keluarga pasien, hal tersebut
membuat pasien merasa nyaman dan
senang dengan keramahan yang
diberikan perawat. Keramahan dan rasa
nyaman memunculkan sikap pasien
yang terbuka sehingga memudahkan
perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan. Rasa nyaman yang
dirasakan mampu menurunkan tingkat
kecemasan.
Kecemasan yang terjadi pada
pasien mampu berdampak buruk pada
pasien karena dari kecemasan dapat
meningkatkan
overaktifitas
saraf
simpatis yang dapat menyebabkan
meningkatnya
kontraktilitas,
peningkatan tekanan darah tinggi dan
menyebabkan kenaikan curah jantung
(Rilantono 2013). Untuk itu diperlukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses komunikasi terapeutik
1. Tahap pra-interaksi
Perawat di ruang ICU/ICCU
melakukan pra-interaksi dengan preconferenceyang
bertujuan
untuk
memahami kondisi pasien. informasi
yang didapatkan dari pasien sebagai
acuan dalam menangani pasien, baik
dari segi kondisi pasien, perilaku,
kepercayaan dan pendidikan. Perawat
dalam melakukan tugasnya, selalu
bersikap profesional, tidak melihatkan
masalah pribadi dalam pekerjaannya.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti didukung oleh teori yang
ada yang menyatakan bahwa, prainteraksi adalah tahap dimana perawat
lebih dahulu menggali kemampuan
yang
dimiliki
sebelum
kontak/berhubungan dengan pasien.
3
tindakan komunikasi terapeutik dalam
menangani kecemasan pasien.
Pernyataan di atas didukung
oleh hasil penelitian yang menyatakan,
bahwa
terdapat
hubungan
antarakomunikasi terapeutik perawat
dengan kecemasan pasien gangguan
kardiovaskuler yang pertama kali
(Soesanto Edy dan Nurkholis 2008).
Penelitian lain menunjukkan dari hasil
penelitian dimana kecemasan klien
pada kelompok perlakuan menurun
pada
hari
operasi
(postest)
dibandingkan dengan saat klien baru
masuk ruang rawat inap (pre-test)
(Mulyani Sri 2008).
Berdasarkan pemaparan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa dari
hasil makna penelitian didukung oleh
teori dan penelitian yang ada, perawat
di ruang ICU/ICCU telah mampu
melakukan
tahap
perkenalan
komunikasi terapeutik pada pasien
gangguan kardiovaskuler.
Berdasarkan pemaparan di atas
perawat di ruang ICU/ICCU telah
melakukan tahap orientasi, sesuai
dengan tujuan dan ketentuannya.
4. Tahap kerja
Perawat bersikap baik dalam
melakukan
tindakan
seperti
berinteraksi, tersenyum dan bertutur
kata halus serta melakukan tindakan
keperawatan sesuai prosedur mampu
membuat pasien merasa nyaman. Rasa
nyaman pada pasien mempermudah
perawat dalam mengatasi masalah yang
dialami oleh pasien.
Pada tahap kerja ini perawat
bekerja guna mengatasi masalah yang
ada. Perawat dituntut untuk mampu
membuat
pasien
mengungkapkan
pikiran dan perasaannya (Zen Pribadi
2013).
Pernyataan di atas didukung
oleh hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa, terdapat hubungan
bermakna antara komunikasi terapeutik
dan sub variabelnya dengan kepuasan
klien dalam mendapatkan pelayanan
keperawatan (Darmawan Ibnu 2009).
Ada hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien di Rumah Sakit lslam Kendal
(Aryati dan Nugroho 2009). Kepuasan
pasien
berdasarkan
pelaksanaan
komunikasi terapeutik fase kerjadi
Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang
Baji Makassar tahun 2013 sudah cukup
baik, yaitu 93 responden puas (97,9%)
dan 2 responden tidak puas (2,1%)
(Akbar
2013).
Komunikasi
interpersonal perawat yang tinggi akan
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan
pasien yang tinggi pula (Hanafi dan
Richard 2012).
Berdasarkan pemaparan diatas
dapat disimpulkan, bahwa perawat telah
melakukan tahap kerja. Tahap kerja
dengan sikap perawat yang baik mampu
meningkatkan kepuasan pasien.
3. Tahap orientasi
Pada
tahap
ini
perawat
menyampaikan kepada pasien tindakan
keperawatan
yang
dilakukan,
menjelaskan prosedur, tujuan tindakan
dan menanyakan perasaan klien
bertujuan mengetahui kondisi pasien.
Hal tersebut didukung oleh teori
yang ada, dimana tahap orientasi
perawat menggali keluhan-keluhan dan
tanda gejala yang lain untuk
memperkuat
perumusan
diagnosa
keperawatan. Tahap orientasi meliputi,
membuat kontrak dengan pasien,
eksplorasi
perasaan
pasien
dan
menetapkan tujuan yang dicapai (Abdul
et al 2009). Adapun hal-hal yang harus
dilakukan perawat dalam fase orientasi
adalah: mengucap salam terapeutik,
menyebut nama pasien dengan benar,
membangun
kepercayaan,
mengidentifikasi
masalah
dan
keberhasilan, menjelaskan peran dan
menetapkan kontrak (Setio dan Rohani
2013).
4
5. Tahap terminasi
Perawat yang selesai melakukan
tindakan keperawatan atau tahap kerja
perawat menanyakan perasaan pasien,
menyampaikan
hasil
tindakan,
menyampaikan tindakan keperawatan
lain yang berkesinambungan dan yang
terakhir berpamitan. Pasien yang akan
berpindah
ruangan
diberikan
pendidikan kesehatan terakhir oleh
perawat untuk menjaga kondisi pasien.
Pernyataan diatas didukung oleh
teori yang ada sebagai berikut.
Terminasi adalah tahap akhir dari setiap
pertemuan antara perawat dan pasien.
terminasi dibagi menjadi dua: pertama
terminasi sementara yang meliputi,
menanyakan perasaan setelah dilakukan
tindakan, tindak lanjut, dan kontrak
pertemuan
selanjutnya.
Terminasi
kedua adalah terminasi akhir meliputi,
menanyakan perasaan pasien tindak
lanjut, dan salam perpisahan (Setia dan
Rohani 2013).
Berdasarkan pemaparan di atas
dapat disimpulkan bahwa perawat telah
melakukan tahap terminasi atau tahap
akhir komunikasi terapeutik. Tahap
terminasi yang dilakukan sesuai dengan
teori yang ada.
merusak dirinya sendiri orang lain,
maupun lingkungan. Kedua, membuka
diri atau keterbukaan perawat yang
dimaksud adalah bahwa apa yang
diungkapkan perawat mampu membuat
klien menjadi lebih tahu tentang
pikiran, perasaan dan pengalaman
pribadi
pasien.
ketiga,
katarsis
emosional adalah klien didorong untuk
mengungkapkan
hal
yang
menganggunya. Ke empat adalah
bermain
peran
dimana
perawat
mendemostrasikan terlebih dahulu lalu
meminta pasien untuk mencoba guna
pasien lebih paham (Setia dan Rohani
2013).
Berdasarkan pemaparan di atas
perawat di ruang ICU/ICCU melakukan
dimensi tindakan yang meliputi,
konfrontasi merupakan pengekspresian
perawat terhadap perilaku klien yang
merusak, keterbukaan agar pasien
mampu terbuka, katarsis emosional
dimana
pasien
mengungkapkan
perasaannya dan perawat sigap dalam
menangani pasien.
2. Dimensi respon
Perawat
dalam
melakukan
tindakan maupun komunikasi kepada
perawat memiliki dimensi respon
seperti perawat merawat dengan ikhlas,
menghargai
privasi
pasien,
menunjukkan sifat empati dalam
membantu pasien dan bersifat konkret,
dimana setiap tindakan perawat bisa
dipertanggungjawabkan. Sikap perawat
tersebut biasanya mampu mengubah
pola pikir pasien dan keluarga sehingga
berdampak positif bagi kesehatannya.
Menurut menyatakan dalam
dimensi respon meliputi beberapa hal
yaitu: sikap keikhlasan seorang
perawat, sikap menghargai, empati
adalah
memandang
sesuatu
menggunakan sudut pandang pasien,
dan konkret, yaitu keharusan bagi
seorang perawat untuk menggunakan
metode yang bersifat spesifik serta
Efek komunikasi terapeutik
1. Dimensi tindakan
Pasien yang membutuhkan
bantuan perawat selalu sigap, perawat
juga menanyakan kondisi pasien agar
pasien mampu mengungkapkan apa
yang dirasakan, dan perawat mencegah
pasien dalam melakukan tindakan yang
mampu membahayakan dirinya sendiri.
Dimensi
tindakan
harus
diimplementasikan dalam konteks
kehangatan, penerimaan, dan pengertian
yang dibentuk oleh dimensi responsif.
Dimensi tindakan memiliki beberapa
unsur didalamnya antara lain adalah:
konfrontasi, merupakan pengekspresian
perawat terhadap perilaku klien yang
merusak, tujuannya adalah agar orang
lain sadar tindakan yang dilakukan bisa
5
mampu dipertanggungjawabkan (Zen
Pribadi 2013).
Berdasarkan pemaparan diatas
dapat disimpulkan bahwa perawat di
ruang ICU/ICCU telah melakukan
komunikasi terapeutik dimensi respon
meliputi, keikhlasan, sikap menghargai,
empati dan bertanggung jawab.
Dimensi respon tersebut mengubah pola
fikir pasien dan keluarga sehingga
berdampak positif terhadap peningkatan
kesehatan
pasien
gangguan
kardiovaskuler.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Proses
komunikasi
terapeutik
merupakan hal penting dalam berinteraksi
dengan pasien, yang bertujuan dalam
menunjang
kesembuhan
pasien.
Diperlukan tahap-tahap dalam melakukan
komunikasi terapeutik agar mampu
memberikan
terapi
pada
pasien.Kesimpulan yang didapatkan dari
penelitian yang dilakukan adalah, perawat
telah melakukan komunikasi terapeutik
dan sub bagian komunikasi terapeutik pada
pasien gangguan kardiovaskuler di Ruang
Intensive Care Unit dan didapatkan hasil
dari komunikasi terapeutik yang dilakukan
perawat menjadi efektif guna menunjang
pasien dalam mencapai kesembuhan.
Hambatan komunikasi terapeutik
Berikut ini adalah pemaparan
hambatan komunikasi terapeutik pada
pasien gangguan kardiovaskuler di ruang
ICU/ICCU: Hambatan dalam melakukan
komunikasi terapeutik di ruang ICU/ICCU
ada dua, yaitu hambatan penyimpangan
komunikasi pada diri klien dan tingkat
pendidikan yang rendah.
Komunikasi merupakan cara yang
sangat efektif mengubah perilaku klien,
namun
penyimpangan
komunikasi
menghambat tujuan dari komunikasi,
adapun penyimpangan yang terjadi pada
diri
klien
dan
perawat
adalah:
penyimpangan pada diri pasien adalah
penyimpangan komunikasi pada pasien.
Penyimpangan
pada
diri
perawat
kontertransferens atau perawat merugikan
kedua belah pihak baik perawat sendiri
atau pasien dengan sikapnya, pelanggaran
batas dan pemberian hadiah (Abdul et al
2009).
Faktor
yang
mempengaruhi
komunikasi adalah persepsi, dimana
penyerapan berkaitan dengan fungsi panca
indra. Faktor lain yang mempengaruhi
adalah faktor fisik, waktu, psikologis,
sosial dan biologis(Zen Pribadi 2013).
Berdasarkan pemaparan diatas
dapat disimpulkan hambatan yang dialami
dalam melakukan komunikasi terapeutik
hanya terjadi pada pasien. Hambatan yang
ditemui peneliti ada dua yang disebabkan
oleh dua faktor yaitu faktor fisik dan sosial
(pendidikan) pasien.
Saran
1. Saran untuk perawat
Perlu adanya penyuluhan pada
perawat untuk komunikasi terapeutik
secara lebih dalam lagi, diharapkan
dengan penyuluhan tersebut perawat
mampu memahami manfaat komunikasi
terapeutik pada pasien, tidak hanya
perawat di ruang ICU/ICCU tapi juga
perawat di ruangan lain.
2. Saran untuk peneliti selanjutnya
Peneliti lain dapat melakukan
penelitian efek komunikasi terapeutik
pada pasien dengan diagnosa yang
berbeda dan di ruang yang berbeda.
3. Institusi pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan
untuk mengevaluasi dan memperbaiki
komunikasi terapeutik yang dilakukan
pada mahasiswa yang melakukan
praktek klinik di Rumah Sakit.
4. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat
digunakan
sebagai
pendidikan
kesehatan untuk masyarakat, bahwa
komunikasi terapeutik bermanfaat
dalam proses penyembuhan pada
6
Terapannya dalam Penelitian,
Universitas
Sebelas
Maret,
Surakarta.
Mulyani, Paramastri & Priyanto, 2008,
Komunikasi
dan
Hubungan
Terapeutik
Klien
Terhadap
Kecemasan Pra Bedah Mayor,
Yogyakarta.
Derektorat Keperawatan Dan Keteknisian
Medik,
Derektorat
Jendral
Pelayann Medik, Departemen
Kesehatan RI, 2006, Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU.
Kementrian Kesehatan RI, 2011, Petunjuk
Teknis
Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU)
Di
Rumah
Sakit,
Kementrian
Kesehatan
RI,
Jakarta.
Zen Pribadi, 2013, Panduan Komunikasi
Efektif Untuk Bekal Keperawatan
Profesional,
D-Medika,
Jogakarta.
Sheldon K Lisa, 2009, untuk Komunikasi
Keperawatan Berbicara dengan
Pasien, Erlangga, Jakarta.
Setio H & Rohani, 2013, Panduan Praktik
Keperawatan Komunikasi, PT
Intan Sejati, Yogyakarta.
Hanafi & Richard, 2012, Ketrampilan
Terapi Interpersonal Perawat
Berpengaruh
Peningkatan
Kepuasan Pasien, Kediri.
Darmawan Ibnu, 2009, Hubungan
Pelaksanaan
Komunikasi
Terapeutik dengan Kepuasan
Klien
Dalam
Mendapatkan
Pelayanan
Keperawatan
Di
Ruang Instalasi Gawat Darurat
RSUD Dr. Soeharso Kalimantan
Barat, Semarang.
Aryati & Nugroho, 2009, Hubungan
Antara Komunikasi Terapeutik
Perawat
Dengan
Kepuasan
Pasien Di Rumah Sakit Islam
Kendal, Semarang
pasien, sehingga komunikasi terapeutik
dapat digunakan di ruang ICU/ICCU.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI 2011, Petunjuk
Teknis
Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU) di Rumah Sakit.
Nasir, A, Muhith, A, Sajidun, M, mubaroq,
I, 2009, Komunikasi dalam
Keperawatan
Teori
dan
Amplikasi, Salemba Medika,
Jakarta.
Susanto, E, Nurkholis 2008, Hubungan
Komunikasi Terapeutik Perawat
dengan
Kecemasan Pasien
Gangguan Kardiovaskuler yang
Pertama Kali
Dirawat di
Intensive Coronary Care Unit
RSU Tugurejo Semarang, FIK
Kes
Jurnal
Keperawatan,
Semarang.
Rilantono,
Lily
2013,
Penyakit
Kardiovaskuler (PKV) 5 Rahasia,
Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
Sustami Dya 2012, Hubungan Antara
Komunikasi
Terapeutik
dan
Kepuasan
Keluarga
Yang
Anggotanya Dirawat di Paviliun
Vi
B,
Jurnal
Penelitian
Keperawatan, STIKES Hangtuah,
Surabaya.
Husna, Eni , Andreas, 2008, Hubungan
Komunikasi Terapeutik Perawat
dengan Kepuasan Pasien dalam
Pelayanan Keperawatan
di
Rumah Sakit Siti Khodijah
Sepanjang, Jurnal Penelitian
Keperawatan,
Umsurabaya,
Surabaya.
Karsono, 2012, Kelainan dan Penyakit
Jantung
Pencegah
Serta
Pengobatannya, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian
Kualitatif Dasar Teori dan
7
Download