PERAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULER DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT Yuyun Elok Efrianti1), Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.2), Maria Wisnu Kanita, S.Kep., Ns.3) 1,2,3) Program Studi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK Ruang Intensive Care Unit memiliki perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cidera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. Intensive Care Unit adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan reversibel, salah satunya adalah untuk pasien dengan penyakit gangguan kardiovaskuler. Perawat dalam merawat pasien harus menggunakan komunikasi terapeutik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler di Ruang Intensive Care Unit. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif dengan desain “Case Study” yang menggunakan sampel pasien dengan penderita penyakit jantung di ruang ICU RSUD Dr. Soehardi Prijonegoro Sragen. Perawat menggunakan komunikasi terapeutik dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien, dari komunikasi serta interaksi tersebut dapat diketahui apakah komunikasi terapeutik membantu proses kesembuhan non medis pada pasien dengan penyakit jantung di Ruang ICU. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan adalah, perawat telah melakukan komunikasi terapeutik dan sub bagian komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler di Ruang Intensive Care Unit dan didapatkan hasil dari komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat menjadi efektif guna menunjang pasien dalam mencapai kesembuhan. Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Gangguan Kardiovaskuler, Intensive Care Unit. Abstract Intensive Care Unit is equipped with special equipment for observation, care, and therapy of clients suffering from acute diseases, injuries, and difficulties that threaten their life or are potential to threaten their life with prognosis dubia. Intensive Care Unit is an independent part of hospital with special and reversible staffs. One of its functions is for cardiovascular disease clients. Nurses in caring clients shall use therapeutic communication. The objective of this research is to investigate the role of therapeutic communication for the cardiovascular disease clients at Intensive Care Unit. This research used the descriptive qualitative method with the case study design. The samples of the research were cardiovascular clients at the Intensive Care Unit of Dr. Soehardi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. The result of the research shows that the nurses use therapeutic communication and interact with the clients. From the communication and interaction, it is known that the therapeutic communication help the process of non-medical recovery of the cardiovascular disease clients at the unit. Thus, it can be concluded that the nurses and the sub-unit of therapeutic communication have done therapeutic communication with the cardiovascular disease clients at the Intensive Care Unit of Dr. Soehardi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. As a result, the therapeutic communication done by the nurses is effective to help the cardiovascular clients to get recovered. Keywords: Therapeutic communication, cardiovascular disorder, Intensive Care Unit 1 Masalah psikologis yang sering muncul pada pasien gangguan kardiovaskuler adalah kecemasan, kecemasan dapat menyebabkan overaktifitas saraf simpatis. Overaktifitas saraf simpatis yang terjadi dapat meningkatkan kontraktilitas, menyebabkan tekanan darah tinggi dan menyebabkan kenaikan curah jantung, yang berdampak buruk pada pasien penyakit jantung, untuk mengatasi masalah tersebut pasien membutuhkan bantuan dari petugas kesehatan (Rilantono 2013). Komunikasi sering dilakukan oleh perawat sebagai upaya untuk berinteraksi, komunikasi dalam profesi keperawatan jadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan keahlian khusus dan kepedulian sosial yang besar, komunikasi yang digunakan oleh perawat adalah komunikasi terapeutik. Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dan penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seseorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan efisien (Abdul et al 2009). Uraian di atas mendasari peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Peran Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Kardiovaskuler Di Ruang Intensive Care Unit. PENDAHULUAN Intensive Care Unit adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasienpasien yang menderita penyakit akut, cidera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel, salah satunya adalah pasien dengan gangguan penyakit kardiovaskuler (Kementrian Kesehatan RI 2011). World Health Organization (WHO) tahun 2008 menyebutkan Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian 36 juta penduduk dunia atau 64% dari seluruh kematian global, kematian akibat PKV mencapai 17 juta adalah penyebab kematian terbanyak. WHO meramalkan pada tahun 2030 kematian akibat PKV akan mencapai 23,6 juta, tentu saja kondisi ini akan membawa beban yang lebih besar lagi (Rilantono Lily 2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menemukan beberapa hal penting. Penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah stroke (15,4%), diikuti penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya (9,7%), tuberkulosis (7,5%), hipertensi (6,8%), cidera akibat kecelakaan (6,5%), perinatal (6,0%), diabetes militus (5,7%), tumor (5,7%), penyakit hati (5,2%), dan penyakit saluran nafas bawah (5,1%). Namun perlu diingat bahwa hipertensi dan diabetes adalah faktor resiko antar PKV, yang umumnya menyebabkan kematian melalui infark miokard, gagal jantung dan stroke atau gagal ginjal. Prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosisntenaga kesehatan dan gejala), sebanyak 16 provinsi mempunyai prevelansi diatas prevelansi nasional, salah satunya adalah di daerah Jawa Tengah (Rilantono Lily 2013). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif dengan strategi atau desain “Case Study” yang menggunakan sampel pasien dengan penderita penyakit jantung di Ruang ICU RSUD Dr. Soehardi 2 Prijonegoro Sragen. Perawat menggunakan komunikasi terapeutik dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien, dari komunikasi serta interaksi tersebut dapat diketahui apakah komunikasi terapeutik membantu proses kesembuhan non medis pada pasien dengan penyakit jantung di Ruang ICU. Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah pengambilan cuplikan didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informannya berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informan yang berkaitan dengan permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantab. Dalam pelaksanaan pengumpulan data sesuai dengan sifat peneliti yang lentur dan terbuka, pilihan informan dan jumlahnya dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data,peneliti mengambil lima pasien dalam penelitian yang dilakukan (Sutopo, 2006). Menggali kemampuan yang dimiliki perawat meliputi: pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah pasien, kecemasan dan kekalutan diri perawat, analisa kekuatan diri (kelebihan dan kekurangan) perawat, waktu pertemuan, perilaku pasien, adat istiadat dan tingkat pendidikan pasien (Abdul et al 2009) Berdasarkan konsep di atas fase pra-interaksi sangatlah penting dalam komunikasi terapeutik, fase prainteraksi bertujuan untuk mempersiapkan diri perawat sebelum melakuka tindakan keperawatan pada pasien. Pemaparan di atas menunjukkan dari hasil penelitian dan teori dari Abdul (2009)terdapat kesamaan. Pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perawat di ruang ICU/ICCU telah melakukan tahap prainteraksi sebelum melakukan tindakan keperawatn pada pasien. Tahap prainteraksi yang dilakukan meliputi, kegiatan pre-conference, informasi dari pasien, dan bersikap profesional. 2. Tahap perkenalan Perawat di ruang ICU/ICCU melakukan tahap perkenalan kepada pasien dan keluarga pasien, hal tersebut membuat pasien merasa nyaman dan senang dengan keramahan yang diberikan perawat. Keramahan dan rasa nyaman memunculkan sikap pasien yang terbuka sehingga memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan. Rasa nyaman yang dirasakan mampu menurunkan tingkat kecemasan. Kecemasan yang terjadi pada pasien mampu berdampak buruk pada pasien karena dari kecemasan dapat meningkatkan overaktifitas saraf simpatis yang dapat menyebabkan meningkatnya kontraktilitas, peningkatan tekanan darah tinggi dan menyebabkan kenaikan curah jantung (Rilantono 2013). Untuk itu diperlukan HASIL DAN PEMBAHASAN Proses komunikasi terapeutik 1. Tahap pra-interaksi Perawat di ruang ICU/ICCU melakukan pra-interaksi dengan preconferenceyang bertujuan untuk memahami kondisi pasien. informasi yang didapatkan dari pasien sebagai acuan dalam menangani pasien, baik dari segi kondisi pasien, perilaku, kepercayaan dan pendidikan. Perawat dalam melakukan tugasnya, selalu bersikap profesional, tidak melihatkan masalah pribadi dalam pekerjaannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti didukung oleh teori yang ada yang menyatakan bahwa, prainteraksi adalah tahap dimana perawat lebih dahulu menggali kemampuan yang dimiliki sebelum kontak/berhubungan dengan pasien. 3 tindakan komunikasi terapeutik dalam menangani kecemasan pasien. Pernyataan di atas didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan, bahwa terdapat hubungan antarakomunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pasien gangguan kardiovaskuler yang pertama kali (Soesanto Edy dan Nurkholis 2008). Penelitian lain menunjukkan dari hasil penelitian dimana kecemasan klien pada kelompok perlakuan menurun pada hari operasi (postest) dibandingkan dengan saat klien baru masuk ruang rawat inap (pre-test) (Mulyani Sri 2008). Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil makna penelitian didukung oleh teori dan penelitian yang ada, perawat di ruang ICU/ICCU telah mampu melakukan tahap perkenalan komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler. Berdasarkan pemaparan di atas perawat di ruang ICU/ICCU telah melakukan tahap orientasi, sesuai dengan tujuan dan ketentuannya. 4. Tahap kerja Perawat bersikap baik dalam melakukan tindakan seperti berinteraksi, tersenyum dan bertutur kata halus serta melakukan tindakan keperawatan sesuai prosedur mampu membuat pasien merasa nyaman. Rasa nyaman pada pasien mempermudah perawat dalam mengatasi masalah yang dialami oleh pasien. Pada tahap kerja ini perawat bekerja guna mengatasi masalah yang ada. Perawat dituntut untuk mampu membuat pasien mengungkapkan pikiran dan perasaannya (Zen Pribadi 2013). Pernyataan di atas didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa, terdapat hubungan bermakna antara komunikasi terapeutik dan sub variabelnya dengan kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan (Darmawan Ibnu 2009). Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit lslam Kendal (Aryati dan Nugroho 2009). Kepuasan pasien berdasarkan pelaksanaan komunikasi terapeutik fase kerjadi Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar tahun 2013 sudah cukup baik, yaitu 93 responden puas (97,9%) dan 2 responden tidak puas (2,1%) (Akbar 2013). Komunikasi interpersonal perawat yang tinggi akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien yang tinggi pula (Hanafi dan Richard 2012). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan, bahwa perawat telah melakukan tahap kerja. Tahap kerja dengan sikap perawat yang baik mampu meningkatkan kepuasan pasien. 3. Tahap orientasi Pada tahap ini perawat menyampaikan kepada pasien tindakan keperawatan yang dilakukan, menjelaskan prosedur, tujuan tindakan dan menanyakan perasaan klien bertujuan mengetahui kondisi pasien. Hal tersebut didukung oleh teori yang ada, dimana tahap orientasi perawat menggali keluhan-keluhan dan tanda gejala yang lain untuk memperkuat perumusan diagnosa keperawatan. Tahap orientasi meliputi, membuat kontrak dengan pasien, eksplorasi perasaan pasien dan menetapkan tujuan yang dicapai (Abdul et al 2009). Adapun hal-hal yang harus dilakukan perawat dalam fase orientasi adalah: mengucap salam terapeutik, menyebut nama pasien dengan benar, membangun kepercayaan, mengidentifikasi masalah dan keberhasilan, menjelaskan peran dan menetapkan kontrak (Setio dan Rohani 2013). 4 5. Tahap terminasi Perawat yang selesai melakukan tindakan keperawatan atau tahap kerja perawat menanyakan perasaan pasien, menyampaikan hasil tindakan, menyampaikan tindakan keperawatan lain yang berkesinambungan dan yang terakhir berpamitan. Pasien yang akan berpindah ruangan diberikan pendidikan kesehatan terakhir oleh perawat untuk menjaga kondisi pasien. Pernyataan diatas didukung oleh teori yang ada sebagai berikut. Terminasi adalah tahap akhir dari setiap pertemuan antara perawat dan pasien. terminasi dibagi menjadi dua: pertama terminasi sementara yang meliputi, menanyakan perasaan setelah dilakukan tindakan, tindak lanjut, dan kontrak pertemuan selanjutnya. Terminasi kedua adalah terminasi akhir meliputi, menanyakan perasaan pasien tindak lanjut, dan salam perpisahan (Setia dan Rohani 2013). Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perawat telah melakukan tahap terminasi atau tahap akhir komunikasi terapeutik. Tahap terminasi yang dilakukan sesuai dengan teori yang ada. merusak dirinya sendiri orang lain, maupun lingkungan. Kedua, membuka diri atau keterbukaan perawat yang dimaksud adalah bahwa apa yang diungkapkan perawat mampu membuat klien menjadi lebih tahu tentang pikiran, perasaan dan pengalaman pribadi pasien. ketiga, katarsis emosional adalah klien didorong untuk mengungkapkan hal yang menganggunya. Ke empat adalah bermain peran dimana perawat mendemostrasikan terlebih dahulu lalu meminta pasien untuk mencoba guna pasien lebih paham (Setia dan Rohani 2013). Berdasarkan pemaparan di atas perawat di ruang ICU/ICCU melakukan dimensi tindakan yang meliputi, konfrontasi merupakan pengekspresian perawat terhadap perilaku klien yang merusak, keterbukaan agar pasien mampu terbuka, katarsis emosional dimana pasien mengungkapkan perasaannya dan perawat sigap dalam menangani pasien. 2. Dimensi respon Perawat dalam melakukan tindakan maupun komunikasi kepada perawat memiliki dimensi respon seperti perawat merawat dengan ikhlas, menghargai privasi pasien, menunjukkan sifat empati dalam membantu pasien dan bersifat konkret, dimana setiap tindakan perawat bisa dipertanggungjawabkan. Sikap perawat tersebut biasanya mampu mengubah pola pikir pasien dan keluarga sehingga berdampak positif bagi kesehatannya. Menurut menyatakan dalam dimensi respon meliputi beberapa hal yaitu: sikap keikhlasan seorang perawat, sikap menghargai, empati adalah memandang sesuatu menggunakan sudut pandang pasien, dan konkret, yaitu keharusan bagi seorang perawat untuk menggunakan metode yang bersifat spesifik serta Efek komunikasi terapeutik 1. Dimensi tindakan Pasien yang membutuhkan bantuan perawat selalu sigap, perawat juga menanyakan kondisi pasien agar pasien mampu mengungkapkan apa yang dirasakan, dan perawat mencegah pasien dalam melakukan tindakan yang mampu membahayakan dirinya sendiri. Dimensi tindakan harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif. Dimensi tindakan memiliki beberapa unsur didalamnya antara lain adalah: konfrontasi, merupakan pengekspresian perawat terhadap perilaku klien yang merusak, tujuannya adalah agar orang lain sadar tindakan yang dilakukan bisa 5 mampu dipertanggungjawabkan (Zen Pribadi 2013). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa perawat di ruang ICU/ICCU telah melakukan komunikasi terapeutik dimensi respon meliputi, keikhlasan, sikap menghargai, empati dan bertanggung jawab. Dimensi respon tersebut mengubah pola fikir pasien dan keluarga sehingga berdampak positif terhadap peningkatan kesehatan pasien gangguan kardiovaskuler. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Proses komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam berinteraksi dengan pasien, yang bertujuan dalam menunjang kesembuhan pasien. Diperlukan tahap-tahap dalam melakukan komunikasi terapeutik agar mampu memberikan terapi pada pasien.Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan adalah, perawat telah melakukan komunikasi terapeutik dan sub bagian komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler di Ruang Intensive Care Unit dan didapatkan hasil dari komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat menjadi efektif guna menunjang pasien dalam mencapai kesembuhan. Hambatan komunikasi terapeutik Berikut ini adalah pemaparan hambatan komunikasi terapeutik pada pasien gangguan kardiovaskuler di ruang ICU/ICCU: Hambatan dalam melakukan komunikasi terapeutik di ruang ICU/ICCU ada dua, yaitu hambatan penyimpangan komunikasi pada diri klien dan tingkat pendidikan yang rendah. Komunikasi merupakan cara yang sangat efektif mengubah perilaku klien, namun penyimpangan komunikasi menghambat tujuan dari komunikasi, adapun penyimpangan yang terjadi pada diri klien dan perawat adalah: penyimpangan pada diri pasien adalah penyimpangan komunikasi pada pasien. Penyimpangan pada diri perawat kontertransferens atau perawat merugikan kedua belah pihak baik perawat sendiri atau pasien dengan sikapnya, pelanggaran batas dan pemberian hadiah (Abdul et al 2009). Faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah persepsi, dimana penyerapan berkaitan dengan fungsi panca indra. Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor fisik, waktu, psikologis, sosial dan biologis(Zen Pribadi 2013). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan hambatan yang dialami dalam melakukan komunikasi terapeutik hanya terjadi pada pasien. Hambatan yang ditemui peneliti ada dua yang disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor fisik dan sosial (pendidikan) pasien. Saran 1. Saran untuk perawat Perlu adanya penyuluhan pada perawat untuk komunikasi terapeutik secara lebih dalam lagi, diharapkan dengan penyuluhan tersebut perawat mampu memahami manfaat komunikasi terapeutik pada pasien, tidak hanya perawat di ruang ICU/ICCU tapi juga perawat di ruangan lain. 2. Saran untuk peneliti selanjutnya Peneliti lain dapat melakukan penelitian efek komunikasi terapeutik pada pasien dengan diagnosa yang berbeda dan di ruang yang berbeda. 3. Institusi pendidikan Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki komunikasi terapeutik yang dilakukan pada mahasiswa yang melakukan praktek klinik di Rumah Sakit. 4. Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat, bahwa komunikasi terapeutik bermanfaat dalam proses penyembuhan pada 6 Terapannya dalam Penelitian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Mulyani, Paramastri & Priyanto, 2008, Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Klien Terhadap Kecemasan Pra Bedah Mayor, Yogyakarta. Derektorat Keperawatan Dan Keteknisian Medik, Derektorat Jendral Pelayann Medik, Departemen Kesehatan RI, 2006, Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Kementrian Kesehatan RI, 2011, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. Zen Pribadi, 2013, Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal Keperawatan Profesional, D-Medika, Jogakarta. Sheldon K Lisa, 2009, untuk Komunikasi Keperawatan Berbicara dengan Pasien, Erlangga, Jakarta. Setio H & Rohani, 2013, Panduan Praktik Keperawatan Komunikasi, PT Intan Sejati, Yogyakarta. Hanafi & Richard, 2012, Ketrampilan Terapi Interpersonal Perawat Berpengaruh Peningkatan Kepuasan Pasien, Kediri. Darmawan Ibnu, 2009, Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Klien Dalam Mendapatkan Pelayanan Keperawatan Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soeharso Kalimantan Barat, Semarang. Aryati & Nugroho, 2009, Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Islam Kendal, Semarang pasien, sehingga komunikasi terapeutik dapat digunakan di ruang ICU/ICCU. DAFTAR PUSTAKA Kementrian Kesehatan RI 2011, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Nasir, A, Muhith, A, Sajidun, M, mubaroq, I, 2009, Komunikasi dalam Keperawatan Teori dan Amplikasi, Salemba Medika, Jakarta. Susanto, E, Nurkholis 2008, Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kecemasan Pasien Gangguan Kardiovaskuler yang Pertama Kali Dirawat di Intensive Coronary Care Unit RSU Tugurejo Semarang, FIK Kes Jurnal Keperawatan, Semarang. Rilantono, Lily 2013, Penyakit Kardiovaskuler (PKV) 5 Rahasia, Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Sustami Dya 2012, Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik dan Kepuasan Keluarga Yang Anggotanya Dirawat di Paviliun Vi B, Jurnal Penelitian Keperawatan, STIKES Hangtuah, Surabaya. Husna, Eni , Andreas, 2008, Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang, Jurnal Penelitian Keperawatan, Umsurabaya, Surabaya. Karsono, 2012, Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegah Serta Pengobatannya, Nuha Medika, Yogyakarta. Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan 7