Pengembangan Padi C4 Strategi Inovasi Adaptif

advertisement
AgroinovasI
9
Pengembangan Padi C4
Strategi Inovasi Adaptif Menghadapi
Pemanasan Global
P
eningkatan produksi padi sangat penting untuk menjaga keamanan pangan
karena dikonsumsi oleh hampir setengah penduduk dunia. Pada 4050 tahun yang akan datang, produksi padi harus meningkat sekitar 50%
agar dapat memenuhi kebutuhan penduduk dunia yang diprediksi akan
mencapai 9 miliar. Meski revolusi hijau yang dimulai pada 1950-an telah berhasil
meningkatkan produksi padi hingga 2-3 kali lipat melalui penggunaan varietas
unggul, pemupukan, irigasi, dan pestisida, tetapi pendekatan ini semakin sukar
diterapkan untuk kondisi sumber daya lahan yang semakin terbatas dan ketatnya
perlindungan lingkungan.
Teknologi padi hibrida dengan teknik pemuliaan konvensional juga diprediksi
tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan akan datang. Secara teoritis, peningkatan
produksi padi sebesar 50% hanya dapat dicapai oleh varietas yang tinggi fotosintesis
dan fiksasi nitrogennya, rendah fotorespirasi, efisien menggunakan air dan radiasi
matahari, serta toleran pada kondisi pemanasan global.
Bagi tanaman jenis C3 seperti padi, pengaruh pemanasan global yang
diakibatkan oleh akumulasi tinggi CO2 atmosfir seperti dua sisi mata uang. Pada
satu sisi, peningkatan suhu lingkungan akan meningkatkan fotorespirasi tanaman,
tetapi pada sisi yang lain, kelimpahan CO2 justru meningkatan fotosintesis dan
menghambat fotorespirasi.
Saat ini, konsentrasi CO2 atmosfir sudah mencapai 384 ppm, yang pada era
sebelum industrialisasi hanya 280 ppm. Konsentrasinya diprediksi akan meningkat
menjadi 550 ppm pada 2050, dan 730-1020 ppm pada tahun 2100. Secara teoritis,
pada suhu 25oC, peningkatan konsentrasi CO2 dari sekitar 380 ppm menjadi 580
ppm akan meningkatkan fotosintesis tanaman C3 sebesar 38%. Tetapi kenyataan di
lapang, peningkatan konsentrasi CO2 hingga 600 ppm hanya mampu meningkatkan
fotosintesis sebesar 14% dan hasil biji 13%.
Fotosintesis C3 vs C4
Fiksasi CO2 pada tanaman C3 dilakukan oleh enzim Ribulose biphosphate
carboxylase/oxygenase (Rubisco) di dalam kloroplas sel mesofil. Rubisco akan
mengkombinasikan CO2 dengan ribulose bifosfat membentuk fosfogliserat (senyawa
dengan 3 atom karbon). Selain mengatalisis pembentukan fosfogliserat, rubisco juga
terlibat pembentukan fosfoglikolat dalam proses fotorespirasi yang menggunakan
O2 sebagai subtratnya. Proporsi aktivitas rubisco untuk proses fotosintesis atau
fotorespirasi sangat tergantung pada ratio [CO2]/[O2]. Kompetisi fiksasi antara
CO2 dengan O2 pada sisi aktif rubisco menimbulkan inefisiensi pemanfaatan CO2
hingga 50%. Bahkan pada suhu lingkungan yang panas, aktivitas oksigenase
rubisco lebih tinggi dibandingkan dengan karboksilase. Ini menunjukkan bahwa
ketidakmampuan tanaman C3 memanfaatkan kelimpahan CO2 atmosfir disebabkan
Badan Litbang Pertanian
Edisi 17-23 Januari 2012 No.3478 Tahun XLI
10 AgroinovasI
oleh tingkat katalitik rubisco yang lambat, afinitas terhadap CO2 rendah, dan
kemampuannya menggunakan O2 sebagai subtrat alternatifnya.
Berbeda dengan tanaman C3, tanaman C4 seperti jagung dan tebu, mempunyai
dua tipe sel fotosintesis, yaitu sel mesofil dan bundle-sheath (anatomi Kranz’). Fiksasi
CO2 yang terjadi di dalam sel mesofil dilakukan oleh enzim fosfosenolpiruvat
karboksilase (PEPC) yang akan mengkombinasikan dengan fosfosenolpiruvat
membentuk oksaloasetat (OAA). Afinitas PEPC terhadap CO2 sangat tinggi
dibandingkan dengan rubisco. Ini ditunjukkan oleh nilai Km rubisco terhadap CO2
yang mencapai 450 μmol/L, sedangkan nilai Km PEPC hanya 7 μmol/L. PEPC juga
tidak dapat menggunakan O2 sebagai subtrat alternatifnya. Tetapi PEPC mampu
membentuk OAA menggunakan bikarbonat (HCO3-) yang dihasilkan dari fiksasi
CO2 oleh karbonik anhidrase (CA) di dalam sel mesofil. Kemudian OAA direduksi
menjadi malat oleh NADH-malat dihidrogenase atau terus didifusikan ke dalam
sel bundle-sheath. Suplai CO2 untuk rubisco dilakukan melalui dekarboksilasi
malat oleh enzim NADP-malat (NADP-ME) atau OAA oleh fosfosenolpiruvat
karboksikinase (PEPCK) yang akan menghasilkan CO2 dan fosfosenolpiruvat (PEP).
Karena permiabilitas sel bundle-sheath terhadap gas sangat rendah, konsentrasi CO2
yang dihasilkan dalam proses dekarboksilasi akan tetap tinggi dan dapat menekan
aktivitas oksigenase rubisco. Hal ini menyebabkan tanaman C4 memiliki efisien
fotosintesis yang tinggi pada kondisi lingkungan dengan kandungan CO2 rendah,
kekurangan air, dan suhu tinggi.
Fotosintesis C4 tanpa Anatomi Kranz
Sebelumnya para ahli beranggapan bahwa anatomi Kranz merupakan komponen
paling penting dalam mendukung berlangsungnya proses fotosintesis C4. Anggapan
ini ternyata tidak seluruhnya benar. Beberapa tanaman yang tidak mempunyai sel
bundle sheath seperti tumbuhan air Hydrilla verticillata dan tumbuhan darat dari famili
Chenopodiaceae (Bieneria cyclopetra dan Borszczowia aralocaspica) mampu melakukan
proses fotosintesis C4 dalam sel mesofilnya. Bahkan di dalam genom tanaman C3
(padi) juga telah ditemukan gen-gen homolog dari gen yang menyandikan enzim
yang terlibat di dalam fotosintesis tanaman C4. Artinya, sel mesofil tanaman padi
mempunyai potensi dan kapasitas untuk mengakomodasi proses-proses fotosintesis
sebagaimana terjadi pada tanaman C4.
Ada dua faktor yang menyebabkan tanaman C3 tidak mampu menggunakan
peranan gen tersebut. Pertama, ekspresi gen-gen homolog C4 di dalam tanaman C3
sangat rendah, bahkan hampir tidak terdeteksi. Yang kedua, meski jika enzim-enzim
fotosintesis tersebut dapat diekspresikan oleh gen-gen di dalam tanaman C3, tetapi
diduga aktivitasnya sangat lambat. Sebagai contoh, enzim PEPC yang diisolasi dari
tanaman jagung menunjukkan aktivitas 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
isofomnya pada tanaman padi.
Strategi Memaksimalisasi Potensi Fotosintesis Padi
Dalam usaha memaksimalkan fotosintesis tanaman padi, beberapa gen yang
terlibat dalam fotosintesis tanaman C4 telah berhasil diintroduksikan ke dalam genom
padi. Gen-gen yang berhasil diintroduksikan adalah gen yang menyandikan enzim
karbonik anhidrase (CA), fosfoenolpiruvat karboksilase (PEPC), fosfoenolpiruvat
karboksikinase (PEPCK), dan piruvat ortofosfat dikinase (PPDK). Juga gen yang
Edisi 17-23 Oktober 2012 No.3478 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
11
terlibat transport bikarbonat (inorganic carbon trasporter B, ictB) dari Cynobacterium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa padi transgenik yang mengekspresikan gen
PEPC dan PPDK dari tanaman jagung masing-masing meningkat fotosintesisnya
hingga 30% dan 35%. Peningkatan kemampuan fotosintesis terjadi akibat
konduktansi stomata dan konsentrasi CO2 di dalam sel lebih tinggi dibandingkan
tanaman non transgenik.
Dalam ujicoba lapang, padi transgenik PEPC secara relatif mempunyai hasil
biji lebih tinggi 10-30%, sedangkan transgenik PPDK mencapai 30-35%. Selain itu,
introduksi dengan gen PEPCK pada padi menunjukkan peningkatan fotosintesis
(20-55%), biomas (5-20%), berat biji (11-16%), dan hasil biji (3-12%). Yang menarik,
padi transgenik yang diintroduksi dengan gen ictB dari Cyanobacterium mampu
menunjukkan peningkatan aktivitas rubisco (25-30%), PEPC (10-20%), efisiensi
karboksilasi (15-20%), dan fotosintesis (10-30%), serta menurunkan photosynthetic
CO2 compensation point (5-10%). Gen ictB menyandikan protein transmembrane yang
berfungsi untuk mendifusikan HCO3- dari luar ke dalam sel. HCO3- adalah subtrat
alternatif bagi PEPC dalam pembentukan OAA. Secara konsisten, padi transgenik
ictB menghasilkan lebih banyak malai (10-170%) dan biji (10-70%) dibandingkan
non transgenik.
Dengan potensi dan keberhasilan pengembangan padi C4, penelitian yang
intensif untuk mendapatkan padi C4 yang lebih unggul akan terus dilakukan. Ada
banyak aspek yang masih harus dikaji, seperti sumber gen dan tetua padi yang
paling sesuai agar gen-gen yang diintroduksikan terekspresi secara simultan, gengen fotosintesis yang mempunyai ekspresi sangat tinggi, introduksi gen ke dalam
kultivar elit, daya adaptasi padi C4, dampaknya terhadap lingkungan, dan lainlain. Pertanyaannya, di mana kita akan berperan, apa yang mesti kita lakukan ke
depan, dan dari mana kita harus memulai penelitian? Selama ini tidak ada satu
pun penelitian tanaman padi di Indonesia diarahkan pada pengembangan padi
C4. Sebagai negara produsen dan pengkonsumsi padi terbesar ke-3 di Asia, peran
Indonesia sangat diperlukan untuk membantu memelihara ketahanan pangan
dunia. Penelitian padi transgenik C4 harus dimulai dengan tahapan molekuler
mencari sumber gen, mengisolasi gen target, membuat konstrak gen dalam plasmid
replacement vector, introduksi gen ke dalam genome padi, seleksi transforman positif,
dan karakterisasi ekspresinya, seperti proses fisiologis, tingkat pertumbuhan dan
produksi padi. Kemudian, padi transgenik C4 dijadikan tetua untuk meningkatkan
produksi padi kultivar elit melalui persilangan konvensional. Keberhasilan
pengembangan padi C4 diharapkan akan mencetuskan revolusi hijau jilid kedua
bagi mengatasi masalah pangan dunia.
Tri Puji Priyatno
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111
Telp. (0251) 8337975, 8339793; Faks. (0251) 8338820
E-mail: [email protected] HP: 085717995161
Badan Litbang Pertanian
Edisi 17-23 Oktober 2012 No.3478 Tahun XLIII
Download