AgroinovasI 13 Pengembangan Padi C4: Strategi Inovasi Adaptif Menghadapi Pemanasan Global Peningkatan produksi padi sangat penting untuk menjaga keamanan pangan karena dikonsumsi oleh hampir setengah penduduk dunia. Pada 40-50 tahun yang akan datang, produksi padi harus meningkat sekitar 50% agar dapat memenuhi kebutuhan penduduk dunia yang diprediksi akan mencapai 9 miliar. Meski revolusi hijau yang dimulai pada 1950-an telah berhasil meningkatkan produksi padi hingga 2-3 kali lipat melalui penggunaan varietas unggul, pemupukan, irigasi, dan pestisida, tetapi pendekatan ini semakin sukar diterapkan untuk kondisi sumber daya lahan yang semakin terbatas dan ketatnya perlindungan lingkungan. Teknologi padi hibrida dengan teknik pemulian konvensional juga diprediksi tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan akan datang. Secara teoritis, peningkatan produksi padi sebesar 50% hanya dapat dicapai oleh varietas yang tinggi fotosintesis dan fiksasi nitrogennya, rendah fotorespirasi, efisien menggunakan air dan radiasi matahari, serta toleran pada kondisi pemanasan global. Bagi tanaman jenis C3 seperti padi, pengaruh pemanasan global yang diakibatkan oleh akumulasi tinggi CO2 atmosfir seperti dua sisi mata uang. Pada satu sisi, peningkatan suhu lingkungan akan meningkatkan fotorespirasi tanaman, tetapi pada sisi yang lain, kelimpahan CO2 justru meningkatkan fotosintesis dan menghambat fotorespirasi. Saat ini, konsentrasi CO2 atmosfir sudah mencapai 384 ppm, yang pada era sebelum industrialisasi hanya 280 ppm. Konsentrasinya diprediksi akan meningkat menjadi 550 ppm pada 2050, dan 730-1020 ppm pada tahun 2100. Secara teoritis, pada suhu 25oC, peningkatan konsentrasi CO2 dari sekitar 380 ppm menjadi 580 ppm akan meningkatkan fotosintesis tanaman C3 sebesar 38%. Tetapi kenyataan di lapang, peningkatan konsentrasi CO2 hingga 600 ppm hanya mampu meningkatkan fotosintesis sebesar 14% dan hasil biji 13%. Fotosintesis C3 vs C4 Fiksasi CO2 pada tanaman C3 dilakukan oleh enzim Ribulose biphosphate carboxylase/oxygenase (Rubisco) di dalam kloroplas sel mesofil. Rubisco akan mengombinasikan CO2 dengan ribulose bifosfat membentuk fosfogliserat (senyawa dengan 3 atom karbon). Selain mengatalisis pembentukan fosfogliserat, Rubisco juga terlibat pembentukan fosfoglikolat dalam proses fotorespirasi yang menggunakan O2 sebagai subtratnya. Proporsi aktivitas Rubisco untuk proses fotosintesis atau fotorespirasi sangat tergantung pada ratio [CO2]/[O2]. Kompetisi fiksasi antara CO2 dengan O2 pada sisi aktif Rubisco menimbulkan inefisiensi pemanfaatan Badan Litbang Pertanian Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII 14 AgroinovasI CO2 hingga 50%. Bahkan pada suhu lingkungan yang panas, aktivitas oksigenase Rubisco lebih tinggi dibandingkan dengan karboksilase. Ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan tanaman C3 memanfaatkan kelimpahan CO2 atmosfir disebabkan oleh tingkat katalitik Rubisco yang lambat, afinitas terhadap CO2 rendah, dan kemampuannya menggunakan O2 sebagai subtrat alternatifnya. Berbeda dengan tanaman C3, tanaman C4 seperti jagung dan tebu, mempunyai dua tipe sel fotosintesis, yaitu sel mesofil dan bundle-sheath (anatomi Kranz’). Fiksasi CO2 yang terjadi di dalam sel mesofil dilakukan oleh enzim fosfosenolpiruvat karboksilase (PEPC) yang akan mengombinasikan dengan fosfosenolpiruvat membentuk oksaloasetat (OAA). Afinitas PEPC terhadap CO2 sangat tinggi dibandingkan dengan Rubisco. Ini ditunjukkan oleh nilai Km Rubisco terhadap CO2 yang mencapai 450 μmol/L, sedangkan nilai Km PEPC hanya 7 μmol/L. PEPC juga tidak dapat menggunakan O2 sebagai subtrat alternatifnya. Tetapi PEPC mampu membentuk OAA menggunakan bikarbonat (HCO3-) yang dihasilkan dari fiksasi CO2 oleh karbonik anhidrase (CA) di dalam sel mesofil. Kemudian OAA direduksi menjadi malat oleh NADH-malat dihidrogenase atau terus didifusikan ke dalam sel bundle-sheath. Suplai CO2 untuk Rubisco dilakukan melalui dekarboksilasi malat oleh enzim NADP-malat (NADP-ME) atau OAA oleh fosfosenolpiruvat karboksikinase (PEPCK) yang akan menghasilkan CO2 dan fosfosenolpiruvat (PEP). Karena permiabilitas sel bundle-sheath terhadap gas sangat rendah, konsentrasi CO2 yang dihasilkan dalam proses dekarboksilasi akan tetap tinggi dan dapat menekan aktivitas oksigenase Rubisco. Hal ini menyebabkan tanaman C4 memiliki efisien fotosintesis yang tinggi pada kondisi lingkungan dengan kandungan CO2 rendah, kekurangan air, dan suhu tinggi. Fotosintesis C4 tanpa Anatomi Kranz Sebelumnya para ahli beranggapan bahwa anatomi Kranz merupakan komponen paling penting dalam mendukung berlangsungnya proses fotosintesis C4. Anggapan ini ternyata tidak seluruhnya benar. Beberapa tanaman yang tidak mempunyai sel bundle sheath seperti tumbuhan air Hydrilla verticillata dan tumbuhan darat dari famili Chenopodiaceae (Bieneria cyclopetra dan Borszczowia aralocaspica) mampu melakukan proses fotosintesis C4 dalam sel mesofilnya. Bahkan di dalam genom tanaman C3 (padi) juga telah ditemukan gen-gen homolog dari gen yang menyandikan enzim yang terlibat di dalam fotosintesis tanaman C4. Artinya, sel mesofil tanaman padi mempunyai potensi dan kapasitas untuk mengakomodasi proses-proses fotosintesis sebagaimana terjadi pada tanaman C4. Ada dua faktor yang menyebabkan tanaman C3 tidak mampu menggunakan Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII Badan Litbang Pertanian AgroinovasI 15 peranan gen tersebut. Pertama, ekspresi gen-gen homolog C4 di dalam tanaman C3 sangat rendah, bahkan hampir tidak terdeteksi. Yang kedua, meski jika enzim-enzim fotosintesis tersebut dapat diekspresikan oleh gen-gen di dalam tanaman C3, tetapi diduga aktivitasnya sangat lambat. Sebagai contoh, enzim PEPC yang diisolasi dari tanaman jagung menunjukkan aktivitas 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan isofomnya pada tanaman padi. Strategi Memaksimalisasi Potensi Fotosintesis Padi Dalam usaha memaksimalkan fotosintesis tanaman padi, beberapa gen yang terlibat dalam fotosintesis tanaman C4 telah berhasil diintroduksikan ke dalam genom padi. Gen-gen yang berhasil diintroduksikan adalah gen yang menyandikan enzim karbonik anhidrase (CA), fosfoenolpiruvat karboksilase (PEPC), fosfoenolpiruvat karboksikinase (PEPCK), dan piruvat ortofosfat dikinase (PPDK). Juga gen yang terlibat transport bikarbonat (inorganic carbon trasporter B, ictB) dari Cynobacterium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padi transgenik yang mengekspresikan gen PEPC dan PPDK dari tanaman jagung masingmasing meningkat fotosintesisnya hingga 30% dan 35%. Peningkatan kemampuan fotosintesis terjadi akibat konduktansi stomata dan konsentrasi CO2 di dalam sel lebih tinggi dibandingkan tanaman non transgenik. Dalam uji coba lapang, padi transgenik PEPC secara relatif mempunyai hasil biji lebih tinggi 10-30%, sedangkan tansgenik PPDK mencapai 30-35%. Selain itu, introduksi dengan gen PEPCK pada padi menunjukkan peningkatan fotosintesis (20-55%), biomas (5-20%), berat biji (11-16%), dan hasil biji (3-12%). Yang menarik, padi transgenik yang diintroduksi dengan gen ictB dari Cyanobacterium mampu menunjukkan peningkatan aktivitas Rubisco (25-30%), PEPC (10-20%), efisiensi karboksilasi (15-20%), dan fotosintesis (10-30%), serta menurunkan photosynthetic CO2 compensation point (5-10%). Gen ictB menyandikan protein transmembrane yang berfungsi untuk mendifusikan HCO3- dari luar ke dalam sel. HCO3- adalah subtrat alternatif bagi PEPC dalam pembentukan OAA. Secara konsisten, padi transgenik ictB menghasilkan lebih banyak malai (10-170%) dan biji (10-70%) dibandingkan non transgenik. Dengan potensi dan keberhasilan pengembangan padi C4, penelitian yang intensif untuk mendapatkan padi C4 yang lebih unggul akan terus dilakukan. Ada banyak aspek yang masih harus dikaji, seperti sumber gen dan tetua padi yang paling sesuai agar gen-gen yang diintroduksikan terekspresi secara simultan, gengen fotosintesis yang mempunyai ekspresi sangat tinggi, introduksi gen ke dalam kultivar elit, daya adaptasi padi C4, dampaknya terhadap lingkungan, dan lainlain. Pertanyaannya, di mana kita akan berperan, apa yang mesti kita lakukan ke Badan Litbang Pertanian Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII 16 AgroinovasI depan, dan dari mana kita harus memulai penelitian? Selama ini tidak ada satu pun penelitian tanaman padi di Indonesia diarahkan pada pengembangan padi C4. Sebagai negara produsen dan pengkonsumsi padi terbesar ke-3 di Asia, peran Indonesia sangat diperlukan untuk membantu memelihara ketahanan pangan dunia. Penelitian padi tansgenik C4 harus dimulai dengan tahapan molekuler mencari sumber gen, mengisolasi gen target, membuat konstrak gen dalam plasmid replacement vector, introduksi gen ke dalam genome padi, seleksi transforman positif, dan karakterisasi ekspresinya, seperti proses fisiologis, tingkat pertumbuhan dan produksi padi. Kemudian, padi transgenik C4 dijadikan tetua untuk meningkatkan produksi padi kultivar elit melalui persilangan konvensional. Keberhasilan pengembangan padi C4 diharapkan akan mencetuskan revolusi hijau jilid kedua bagi mengatasi masalah pangan dunia. Tri Puji Priyatno Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8337975, 8339793; Faks. (0251) 8338820 E-mail: [email protected] HP: 085717995161 Petunjuk Cara Melipat: Cover r ve Co Cover 1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid 2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan. Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII 3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali Cover Cover 4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan 5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku Badan Litbang Pertanian