INOVASI PERTANIAN TAHAN KEKERINGAN DENGAN INSERSI GEN TANAMAN C4 KE DALAM TANAMAN C3 SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN KETERSEDIAAN PANGAN DI INDONESIA Moh. Mualliful Ilmi [email protected] Undergraduate Student of Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap beras. Bahkan Indonesia memiliki konsumsi beras per kapita terbesar di dunia. Setiap orang Indonesia mengkonsumsi sekitar 140 kilogram beras per tahun. Kebutuhan beras yang tinggi menjadikan Indonesia sebagai Negara improtir beras, padahal menjadi produsen beras terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. Sehingga untuk mengurangi impor, seringkali dilakukan berbagai upaya dilakukan untuk mencapai swasembada beras. Para petani kecil mengkontribusikan sekitar 90% dari produksi total beras di Indonesia, setiap petani itu memiliki lahan rata-rata kurang dari 0,8 hektar. Produksi beras (Juta Ton) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 60.3 64.4 66.4 65.4 69.1 71.3 70.9 75.0 Tabel 1. Produksi Beras Indonesia Sumber: FAO dan Kementerian Pertanian Salah satu hal yang menghambat upaya swasembada adalah kekeringan khsusunya pada saat terjadi Elnino. Pada table 1, Produksi pada tahun 2015 adalah Angka Ramalan 1 (Aram I) BPS yang memperkirakan produksi padi naik 5,85 persen atau 4,15 juta ton menjadi 74,99 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) dibanding tahun lalu sebesar 70,85 juta ton GKG. Ternyata pada Aram II BPS memperkirakan produksi padi sebanyak 75,55 juta ton GKG sehingga terjadi penurunan 560 ribu ton GKG. Penurunan Target perkiraan produksi yang dilakukan oleh BPS dikarenakan terjadinya El nino pada Bulan Agustus hingga Oktober 2015, Pengaruh El nino secara statistik dihitung oleh Bambang Irawan sebagai deviasi produktivitas. pada kejadian El nino, deviasi produktivitas padi menjadi semakin besar yaitu 0.23% pada kondisi normal dan -0.73% pada El nino. (Irawan, 2015). Deviasi tersebut terjadi dikarenakan turunnya pasokan air terutama pada saat El nino pada musim kemarau. Problem terbesar pada lingkugan atau cuaca kering adalah ketersediaan air, sehingga resistensi tanaman padi sangat menentukan deviasi produktivitasnya. Berbeda dengan padi, tanaman jagung memiliki memiliki Deviasi yang lebih kecil, dikarenakan tanaman jagung lebih resisten terhadap lingkungan kering. Variabel Kondisi Iklim Padi Normal -0,22 Elnino -0,73 Elnino -0,50 Deviasi produktivitas Dampak produktivitas Tabel 2. Pengaruh Iklim terhadap deviasi produktivitas padi Sumber : Bambang Irawan Tanaman padi memiliki resistensi kecil terhadap lingkungan yang kering dan panas, hal tersebut karena padi merupakan tanaman jenis C3. selain melakukan kegiatan fotosintesis, tanaman C3 juga melakukan fotorespirasi. Fotorespirasi merupakan proses perombakan komponen organik menjadi energi yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara umum fotosintesis terjadi melalui 2 tahap reaksi, yaitu : Reaksi terang dan reaksi gelap, pada reaksi terang, terjadi proses konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan oksigen (O2), sedangkan pada Reaksi gelap terjadi seri reaksi siklik yang membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH) dengan bantuan enzim Rubisco (pada tanaman C3). Energi yang digunakan dalam reaksi gelap ini diperoleh dari reaksi terang.. Dalam reaksi gelap terjadi Siklus Calvin yang membentuk senyawa antara. 3PGA. Tanaman C3 mempunyai efisiensi fotosintesis yang rendah karena enzim Rubisco mempunyai peran ganda, yaitu untuk pengikatan CO2, dan pengaktifan oksigenase dalam Fotorespirasi. Karena memiliki peran ganda, rubisco terkadang memberikan efek yang buruk. Hal tersebut terjadi pada saat cuaca panas dan kering, dimana tanaman C3 menghasilkan gula lebih sedikit dikarenakan terbatasnya CO2. Sehingga Rubisco menangkap O2 dan O2 menggantikan CO2 memasuki siklus calvin dan dihasilkan produk dua karbon (CO2), proses ini dinamakan foto respirasi. Proses ini membutuhkan ATP, padahal seharusnya proses yang melibatkan siklus calvin menghasilkan ATP. sehingga efisiensi fotosintesis rendah. Berbeda dengan tanaman C3, Tanaman C4 memiliki karakteristik dan Keistimewaan tersendiri, Tanaman C4 Mempunyai dua tipe sel fotosintesis, yaitu mesofil dan bundle-sheath, sehingga CO2 yang dihasilkan dari siklus Calvin di Bundel Sheath ditangkap kembali dan dipergunakan di mesofil. Tanaman C4 memiliki ketahanan pada lingkungan yang panas dan kering, berbeda dengan tranaman C3 yang hanya tahan pada lingkugan panas dan lembab. Selain itu, hal yang berbeda dari tanaman C4 adalah Fiksasi CO2 pada tanaman ini dilakukan oleh enzim PEPC memiliki afinitas terhadap CO2 lebih tinggi dibandingkan pada tanaman C3, yaitu enzim Rubisco. Sehingga Tidak ada fotorespirasi yang terukur dan proses fotosintesis sangat efisien. Salah satu contoh tanaman C4 adalah jagung. Oleh karena itu, pada saat El nino Tanaman jagung memiliki Deviasi Produktivitas lebih kecil dari padi. Perbedaan karakteristik Antara tanaman C3 dan C4 dapat menjadi jalan keluar untuk meningkatan efisiensi fotosintesis tanaman C3 yang dapat meningkatkan produktivitas padi khsusunya pada musim kemarau, Karena Selama ini Penanganan masalah produksi padi belum mampu mengatasi masalah yang kompleks dan juga tidak efisien (Kartaatmadja dan Fagi, 2000), selama ini usaha-usaha yang dilakukan dalam meningkatkan produksi pangan masih tetap seperti waktu-waktu sebelumnya. Jalan keluar tersebut dapat diperoleh dengan cara mengintroduksi gen-gen yang terlibat dalam fotosintesis pada tanaman C4 yaitu PEPC (fiksasi CO2 + karboksilasi PEP — OAA), PEPCK (dekarboksilasi OAA — PEP) dan PPDK (fosforilasi piruvat — PEP) ke dalam tanaman C3 yang memiliki enzim rubisco dan reaksi gelap yang lebih pendek Introduksi tersebut akan menjadikan tanaman C3 memiliki enzim PEP Karboksilasi yang lebih resisten terhadap CO2 sehingga memiliki daya ikat yang tinggi dan menjadikan proses fotosintesis yang lebih efisien, selain itu penyimpanan karbondioksida dapat dilakukan sehingga dapat menjadikan tanaman lebih resisten terhadap lingkungan yang mengharuskan untuk menutup stomata dikarenakan harus menghambat laju evaporasi. Solusi ini relatif baru, karena selama ini solusi yang ada menitikberatkan pada pembuatan bibit yang unggul yang sedikit tahan terhadap kekeringan, bukan pada akar masalah yakni pada proses fotosintesis yang efisien. Selain itu, teknik ini dapat diterapkan pada tanaman padi jenis apapun, sehingga untuk tanaman padi yang unggul dengan waktu tanam lebih pendek dan buah yang lebih besar dapat ditingkatkan ketahanannya dengan teknik ini. Sehingga, melalui Introduksi gen tanaman C4 ke tanaman C3 diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan menyelesaikan permasalahan produksi padi di Indonesia. Daftar Pustaka Campbell.2011.Biology. San Fransisco: Pearson Education Irawan, Bambang. . Dampak El nino dan La nina Terhadap Produksi Padi dan Palawija. Kartaatmadja, S. dan A. Fagi. 2000. Pengelolaan Tanaman Terpadu: Konsep dan Penerapan. Dalam. Makarim et al. (Eds). Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Stategi Peningkatan Produksi Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Bogor 22-24 November 1999. Mariska , Prof. Riset Dr. Ika. Mekanisme Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Kuliah Umum Senin, 20 Agustus 2012 Tawang, A.et.al.2003.Stabilization of Upland Agriculture under El-Nino Include Climatic Risk : Regional and Farm Level Risk Management and Coping Mechanisms in the Kedah-Perlis Region, Malayse. United Nations CGPRT Centre Sasa J, Mulyadi.2000. Tonggak Kemajuan Teknologi Tanaman Pangan. Symposium penelitian pangan IV. Bogor:Pusat penelitian dan Tanaman Pangan. Suartha, I.G.D. 2002. Padi Hibrida Solusi Tepat dalam Menjawab Krisis Pangan Nasional. Majalah Pertanian ABDI TANI. Vol.3/No.1. Edisi X. Sumaryanto, B. Irawan.et. al.2011.Dampak perubahan Iklim terhadap Kerawanan Pangan Temporer. Bogor : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian