ANALISIS INKONSISTENSI TATA RUANG DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INKONSISTENSI POLA PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA BOGOR Oleh EKAYANA PUTRI P. BANGUN A24104032 PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS INKONSISTENSI TATA RUANG DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INKONSISTENSI POLA PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA BOGOR Skripsi Sebagi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh EKAYANA PUTRI P. BANGUN A24104032 PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKAYANA PUTRI P. BANGUN. Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Inkonsistensi Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor. Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan BABA BARUS Pemanfaatan ruang yang tidak tertib dan minimnya pengawasan serta pengendalian menyebabkan kesemerawutan tata ruang, ruang terbangun semakin mendominasi dan pembangunannya tidak terkendali. RTRW bertujuan untuk mengatur pemanfaatan ruang yang terpadu, namun pada kenyataannya lebih sering ditemukan inkonsistensi antara rencana dengan keadaan eksisting. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat inkonsistensi tata ruang sebagai langkah awal untuk meminimalisir inkonsistensi tata ruang yang terjadi adalah dengan memonitoring pemanfaatan ruang melalui pemanfaatan teknologi citra satelit sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan pengendalian. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan inkonsistensi RTRW Kota Bogor 1999-2009 dengan penggunaan lahan di lapang berdasarkan hasil analisis citra satelit Ikonos tahun 2005, (2) menyusun model hubungan antara inkonsistensi pola penggunaan lahan dengan faktor-faktor yang diduga berpengaruh pada inkonsistensi tata ruang dengan analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis). Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11248,85 Ha. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa total luas inkonsistensi tata ruang yang terjadi di Kota Bogor sebesar 127,21 Ha atau 1,13% dari total luas wilayah Kota Bogor. Inkonsistensi terbesar terjadi pada taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yaitu 94,31 Ha (0,84% dari total luas wilayah Kota Bogor), kemudian pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun sebesar 22,57 Ha (0,20% dari total luas wilayah Kota Bogor) dan hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 10,33 Ha (0,09% dari total luas wilayah Kota Bogor). Dari hasil analisis regresi, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun adalah keberadaan fasilitas pemukiman (kesehatan, pendidikan, telepon) serta keberadaan keluarga miskin. Inkonsistensi lahan pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun dipengaruhi oleh luas desa/kelurahan dan luas lahan sawah, sedangkan untuk inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun dipengaruhi oleh luas lahan sawah, fasilitas peribadatan, jumlah buruh tani, luas lahan non pertanian serta jarak desa ke pusat kota. LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Inkonsistensi Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor Nama Mahasiswa : Ekayana Putri P. Bangun NRP : A24104032 Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr. NIP. 131 879 339 Dr.Ir. Baba Barus MSc. NIP. 130 667 780 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematangsiantar (Sumatera Utara) pada tanggal 7 Oktober 1986, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Sekata Bangun, BA. (Alm) dan Dra. Kita Kin Sinuraya. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD swasta METHODIST Pematangsiantar (1992-1998), SLTP swasta METHODIST Pematangsiantar (1998-2001) dan SMU swasta METHODIST Pematangsiantar (2001-2004) hingga kemudian diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT). Dalam bidang akademis penulis berperan aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dan asisten praktikum mata kuliah Sistem Informasi Geografi dan Kartografi. Penulis juga pernah menjadi panitia dalam Acara Pengabdian Masyarakat, Pembuatan Lubang Resapan Biopori Secara Serentak di Kota Bogor pada tanggal 21 April 2007, panitia pada Lokakarya Penataan Ruang Pedesaan di P4W-LPPM IPB pada tanggal 26 Juni 2008. Selain itu penulis juga aktif berperan serta dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh P4W-LPPM IPB. KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat kasih dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inkonsistensi Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ilmu Tanah. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesarbesarnya kepada: 1. Dr.Ir. Ernan Rustiadi M.Agr selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Dr. Ir. Baba Barus MSc selaku Dosen Pembimbing Skripsi II atas ilmu, arahan, kesabaran, nasehat dan bimbingannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Dyah Retno Panuju MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberi banyak masukan untuk skripsi ini dan Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono sebagai pembimbing akademik selama perkuliahan. 3. P4W-LPPM IPB yang telah sangat banyak membantu dan memfasilitasi proses penelitian sampai akhir penelitian. Khususnya kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr (Ketua P4W) yang telah memberi kesempatan bagi penulis untuk magang di P4W-LPPM IPB selama beberapa bulan sehingga penulis memperoleh banyak pengalaman dan pengetahuan. Seluruh kru P4W (Mba Mia, Mba Wita, Mba Olla, Kak Andi, Mas Galuh, Mas Didit) yang telah memberi masukan, semangat, doa dan dukungan. 4. Orangtuaku tersayang, Bapak (walau bapak sudah tidak ada di dunia ini, tapi semua tentang bapak selalu ada di hati ini), Mamak (kekuatan mamak sebagai bapak dan mamak selama setahun ini, cinta kasih dan doa membuat Eka semakin semangat menyelesaikan kuliah Eka, membanggakan mamak). 5. Kakak dan adekku tersayang, Kak Sevi dan Haga atas semangat, cinta kasih, dorongan, doa dan tawa. Juga kepada Kak Bas, abang iparku yang selalu menyemangati dan memberi masukan-masukan positif dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Bobby Ginting (My Boo) atas motivasi, perhatian, cinta kasih, kesabaran dan doanya. 7. Dosen dan staf Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (Mba Dian dan Mba Emma) atas bimbingan dan bantuan yang tiada hentinya. 8. Kak Ode yang telah sangat sabar dan memberi masukan-masukan yang berarti untuk penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. 9. Sobat-sobat Lab. Bangwil (Ami, Ncep, Rita, Anto, Esta, Budi, Fremi) atas persahabatan kita, semangat, tawa canda, kekonyolan, bantuan dan doa yang membuat aku kuat. “Terasa nyaman jika melangkah bergandengan tangan, karena aku yakin ketika aku tersandung ada kalian memegang tanganku”. I’ll Mizz Our Moment!! 10. BFC—“Batak Fans Club” (Dwi Eka, Dina F, Ester, Riris, Lena, Nana, Sirri, Cris, Ronne) atas kebersamaan, bantuan, kegilaan, keceriaan selama ini dan semoga kebatakan kita dapat diteruskan ke generasi-generasi Soil selanjutnya. “Warna-warni persahabatan kudapat bersama kalian teman”. God Bless Us! 11. Soilerz 41, kesolidan kita terbukti nyata di hidupku! Tetap Semangat dan BUKTIKAN bahwa kebersamaan itu memampukan kita. VIVA SOIL! Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Tuhan Memberkati. Bogor, 19 September 2008 Ekayana Putri P. Bangun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara spasial setiap aktivitas ekonomi membutuhkan lahan sebagai lokasi aktivitas yang bersangkutan, sehingga, secara langsung maupun tidak langsung perubahan struktur ekonomi akan mempengaruhi pergeseran penggunaan lahan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor yang dibuat pada dasarnya berfungsi sebagai instrumen pemberi arah dan pengendali perubahan tata guna lahan. Namun pada kenyataannya banyak ditemukan inkonsistensi rencana dengan keadaan sebenarnya di lapang. Pembangunan yang cukup pesat di Kota Bogor menyebabkan terjadinya perubahan pola penggunaan lahan. Mengutip pernyataan dari Dirjen Penataan Ruang (2003), inkonsistensi tata ruang dapat disebabkan oleh beberapa isu/permasalahan antara lain: Lemahnya fungsi otoritas, perangkat yang kurang memadai dan sistem kelembagaan yang memiliki wewenang dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan. Belum efektifnya pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan ruang. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya petunjuk teknis, operasional, dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagai penjabaran PP No.69/1996. Adanya ketidakseragaman standar peta (legenda, sumber, skala, notasi) yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pemberian perizinan dan evaluasi pemanfaatan ruang. Ruang terbangun yang semakin mendominasi dan tidak terkendali mengakibatkan menurunnya ketersediaan sumberdaya alam dan mengganggu keseimbangan lingkungan, sehingga dapat menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan dan bencana. Kemampuan badan sungai untuk mengalirkan air juga akan semakin menurun, karena tingginya sedimentasi, penyempitan dan penutupan badan sungai, serta pencemaran badan sungai terutama sampah perkotaan. Pembangunan yang cukup pesat untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan ternyata menimbulkan dampak negatif bagi kemampuan daya dukung lahan seperti, air, tanah dan hutan. Masalah lingkungan yang semakin kompleks dan berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi yang menyebabkan kebutuhan akan ruang tempat tinggal maupun fasilitas terbangun lainnya juga meningkat begitupun halnya dengan kebutuhan akan sumberdaya alam. Kebutuhan akan ruang yang menyebabkan terjadinya ruang terbuka berubah menjadi ruang terbangun, keadaan ini menimbulkan ketidakkonsistenan pemanfaatan ruang yang ada. RTRW yang dibuat seringkali tidak sesuai pemanfaatannya dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Inkonsistensi yang terjadi menyebabkan kesemerawutan ruang dan pada akhirnya menimbulkan berbagai masalah-masalah lingkungan. Apabila masalahmasalah lingkungan yang terjadi ini tidak dikendalikan dan ditindaklanjuti secara cepat dan terpadu dapat menyebabkan penurunan ketersediaan sumberdaya alam bahkan mengganggu keseimbangan lingkungan. Penyimpangan penataan ruang menyebabkan berbagai permasalahn lingkungan, secara umum di Jawa Barat dalam periode 1994 hingga 2001 telah terjadi perubahan tata guna lahan yang cukup besar, yaitu berkurangnya hutan primer sebesar 24 %, hutan sekunder dan semak belukar 17%. Pemukiman, kawasan industri, perkebunan dan kebun campuran meluas masing-masing sebanyak 33%, 21%,22% dan 29% hingga tingkat erosi di wilayah Jawa Barat telah mencapai 32.931.061 ton per tahun. Konversi lahan dari hutan alam menjadi area yang rendah penutupan vegetasinya telah terjadi beberapa dekade di kawasan Bopuncur dan Depok. Pembangunan villa dan perumahan di kawasan Puncak yang selama ini terjadi sudah melebihi peraturan yang telah ditentukan, yaitu 19.500 Ha (Keppres No. 114 Tahun 1999). Selain dampak adanya lahan kritis terhadap banjir, permasalahan lain yang sering muncul di Jawa Barat yaitu semakin sering terjadi bencana alam longsor (http:/www.bktrn/public/Planning%20Integration.pdf, 28 Agustus 2008) 2 Penyimpangan tata guna lahan yang mengkonversi penggunaanpenggunaan lahan yang berfungsi lindung dapat menyebabkan berbagai bentuk bencana, sebagaimana kasus bencana banjir dan longsor di beberapa wilayah Jabodetabek. Untuk mendukung upaya-upaya mengatasi permasalahan yang ada, serta untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan bencana di masa yang akan datang diperlukan adanya informasi-informasi penyimpangan tata ruang, terutama penyimpangan peruntukan lahan. Salah satu cara untuk mengetahui penyimpangan penataan ruang adalah mengidentifikasi inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan di lapang terhadap arahan di dalam rencana tata ruang sebagaimana terdokumentasi di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Untuk itu diperlukan sistem pemantauan perubahan pemanfaatan ruang dan evaluasi konsistensi tata ruang yang kemudian dapat digunakan sebagai landasan dalam pengendalian tata ruang wilayah. Pemantauan bisa dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit Ikonos, untuk mengetahui pola penggunaan lahan di lapang yang kemudian dianalisis untuk mendeskripsikan inkonsistensi pola ruang Kota Bogor dan dapat menentukan faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya berbagai penyimpangan arahan penataan ruang Kota Bogor. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan inkonsistensi RTRW Kota Bogor 1999-2009 dengan penggunaan lahan di lapang berdasarkan hasil analisis citra satelit Ikonos tahun 2005. 2. Menyusun model hubungan antara inkonsistensi pola penggunaan lahan dengan faktor-faktor yang diduga berpengaruh pada inkonsistensi tata ruang dengan analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2004a). Lahan memiliki arti yang bermacammacam, yaitu sebagai ruang (space), alam (nature), faktor produksi (factor of production), barang konsumsi (consumption of goods), situasi (situaton), milik (property), dan modal (capital) (Barlowe, 1978). Penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang tertentu. Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intevensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Salah satu masalah utama mengenai land use (Davis, 1976 dalam Rustiadi, 1996) adalah masalah kompetisi antara urban (masyarakat perkotaan) dengan lahan pertanian dan masyarakat perdesaan, dimana lahan pertanian dan kawasan perdesaan sering kali dikepinggirkan. Kompetisi ini memberikan fenomena tersendiri, yaitu dengan meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi konversi lahan semakin besar. Menurut Barlowe (1978), ada tiga kerangka (framework) yang mempengaruhi penggunaan lahan, yaitu: (1) kerangka fisik dan biologi (physical and biological framework), (2) kerangka ekonomi (economic framework), dan (3) kerangka kelembagaan (institusional framework). Kerangka fisik dan biologi mencakup keseluruhan sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, dan kependudukan. Sementara kerangka ekonomi dicirikan dengan keuntungan, keadaan pasar, dan transportasi. Sedangkan faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum/perundang-undangan pertanahan yang berlaku di masyarakat dan keadaan sosial politik yang secara administrasi dapat dilaksanakan. 4 Perkembangan merupakan proses evolusi suatu masyarakat menuju kondisi yang lebih baik, yaitu peningkatan kesejahteraan yang antara lain meliputi bidang sosial budaya, kelembagaan, teknologi, perekonomian, kualitas lingkungan, dan lain-lain. Karena itu terjadinya perkembangan dalam suatu wilayah dapat diukur melalui indikator pertumbuhan komponen-komponen wilayah, seperti fasilitas pelayanan umum, peningkatan kualitas lingkungan seperti pertumbuhan ekologi wilayah. Tingkat pertumbuhan ekonomi juga disertai oleh proses transformasi struktur perekonomian yang semakin matang (Winoto, 1995). 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan Menurut Saefulhakim (1999) secara umum, struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni (1) struktur permintaan atau kebutuhan lahan, (2) struktur penawaran atau ketersediaan lahan dan (3) Struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktifitas sumberdaya alam. Penggunaan lahan (land use) merupakan suatu proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995). Perubahan penggunaan lahan yang paling intensif adalah lahan sawah dan hutan yang terkonversi menjadi pemukiman sebagai akibat dari pertambahan penduduk (Bappeda Kabupaten Bogor, 2006). Alih fungsi lahan berskala luas maupun kecil seringkali memiliki permasalahan klasik berupa: (1) efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya dari sudut ekonomi, (2) keterkaitannya dengan masalah pemerataan dan penguasaan sumberdaya serta (3) keterkaitannya dengan proses degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Ketiga masalah tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat independen dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan parsial, namun memerlukan pendekatan-pendekatan integratif (Rustiadi et. al. 2005). 5 2.3. Konsep Dasar Ekonomi Lahan Menurut Barlowe (1986), nilai lahan adalah nilai sekarang sebagai nilai diskonto dari total rente lahan yang akan diharapkan diperoleh di masa yang akan datang. Pada dasarnya land rent adalah pendapatan bersih yang diperoleh suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan yang dilakukan pada suatu unit ruang, dengan tingkat teknologi dan efisiensi manajemen tertentu dalam kurun waktu selama satu tahun. Di dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent yang lebih rendah ke aktivitas dengan land rent yang lebih tinggi. Land rent merupakan nilai keuntungan bersih dari suatu aktivitas penggunaan lahan per satuan luas lahan dan waktu tertentu. Proses alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan environmental rent yang tinggi ke aktivitas dengan environmental rent yang lebih rendah. Dengan demikian secara keseluruhan aktivitas kehidupan cenderung menuju ke sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun, padahal di lain pihak, permintaan akan sumberdaya alam terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001). Menurut Barlowe (1986) ada 4 tipe dasar dalam pengembangan konsep ekonomi lahan yaitu: (1) Konsep Ekonomi Lahan, (2) Klasifikasi Tipe Penggunaan Lahan, (3) Konsep Kapasitas Penggunaan Lahan, (4) Konsep Penggunaan Lahan Tertinggi dan Terbaik. Suatu lahan yang diusahakan untuk suatu penggunaan tertentu memiliki nilai. Penggunaan lahan tertinggi dan terbaik suatu lahan akan berubah mengikuti perubahan dari kualitas lahan, perubahan teknologi dan perubahan kecenderungan permintaan. Dalam masyarakat modern, lahan pada umumnya memberikan keuntungan yang lebih tinggi apabila digunakan untuk keperluan komersil atau industri, dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya. Kemudian diikuti oleh penggunaan untuk pemukiman lalu penggunaan lahan untuk pertanian dan padang rumput setelah itu penggunaan lahan untuk padang penggembalaan dan hutan. 6 Nilai Lahn dan sewa Ekonomi Penggunaan Komersial dan Industri Perumahan Lahan Pertanian dan Padang Rumput Hutan dan Padang Penggembalaan Lahan Gundul Kapasitas Penggunaan Menurun Gambar 1. Gambaran Penggunaan Lahan dengan Nilai Tertinggi Sampai yang Terendah Sumber: Diktat Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan (2004) 2.4. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara; termasuk didalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya dan keadaan, sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang (UU No. 26 Tahun 2007). Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, penataan ruang adalah suatu upaya untuk mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumberdaya manusia yang ada dan tersedia, dengan selalu berdasarkan pada kesatuan wilayah nasional dan ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, pemeliharaan lingkungan hidup dan diarahkan untuk mendukung upaya pertahanan keamanan. Penataan ruang sebagai 7 suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, (ii) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang (Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, Pasal 5). 2.5. Sistem Informasi Geografi (SIG) Sistem merupakan integrasi pemakai dengan sarana/alat untuk menghasilkan informasi, untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambil keputusan dalam suatu organisasi. Sistem informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan operasi-operasi dimulai dari perencanaan pengamatan, pengumpulan data, kemudian untuk penyimpanan dan analisis data, termasuk penggunaan informasi yang diturunkan ke beberapa proses pengambilan keputusan. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial (Star dan Estes,1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 2000). Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) Sistem Informasi Geografi atau disingkat sebagai SIG, terjemahan dari Geographical Information System (GIS), pada saat ini sudah merupakan teknologi yang dianggap biasa pada kalangan perencana atau kelompok-kelompok lain yang berkecimpung dalam hal pemetaan sumberdaya maupun dalam berbagai bidang lainnya seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. SIG juga unggul dalam mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. 8 2.6. Penginderaan Jauh dan IKONOS Ciri utama dari penginderaan jauh adalah kemampuannya menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam jumlah yang besar. Pemanfaatan jumlah data spasial yang besar tersebut akan tergantung pada cara penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang berguna. Perkembangan penginderaan jauh sekarang ini adalah penggunaan satelit yang mengorbit bumi secara terus menerus sehingga mampu merekam data sesaat secara berulang-ulang dalam luasan yang sangat besar (synoptic) (Barus dan Wiradisastra, 2000). Salah satu jenis satelit yang digunakan adalah satelit Ikonos, Ikonos merupakan satelit observasi komersial bumi yang dapat mendeteksi obyek sampai dengan ketelitian satu meter. Citra Ikonos diluncurkan pertama kali pada tanggal 24 September 1999 di California (http://en.wikipedia.org/wiki/ikonos. 28 Agustus 2008). 2.7. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) dengan Metode Foreward Stepwise Regression. Analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaaan terhadap nilai suatu parameter dari parameter-parameter (variabel penjelas) yang diamati. Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi-asumsi berikut dipenuhi: 1. E (ei) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, …, n, artinya rata-rata galat adalah nol. 2. Kov (ei, ej) = 0, i ≠ j, artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada auto korelasi antara galat satu dengan yang lain. 3. Var (ei2) = σ2, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, .., n, artinya setiap galat memiliki varian yang sama. 4. Kov (ei, x1i) = kov (ei,x2i) = 0. artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang sama setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda. 5. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linier yang eksak antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas. 9 6. ei ≈ N (0;σ), kesalahan pengganggu menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian σ2 Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah: Y = Ao + A1X1 + A2X2 + A3X3 + … + AnXn dimana : Y = dependent variabel (variabel yang diduga) X = independent variabel (variabel penduga) A = koefisien regresi Metode Foreward Stepwise Regression merupakan metode yang mengkaitkan lebih dulu antara Y dengan X..yang memiliki nilai R2 paling besar kemudian langkah berikutnya menambahkan lagi X..(lain) yang memiliki korelasi parsial paling besar dan akan berhenti bila ditambahkan lagi X..lain yang tidak menambah nilai R2-nya (http://www. psppr_ugm_net/jurnalpdf/multiple-reg1.pdf). 10 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Maret 2008 sampai Agustus 2008. Wilayah studi yang dikaji adalah wilayah Kota Bogor. 3.2. Data, Sumber Data dan Alat Perolehan data untuk mendukung penelitian ini difasilitasi oleh P4W LPPM IPB, data-data yang digunakan merupakan data sekunder antara lain : ● Citra Ikonos Kota Bogor tahun 2005 dari Bappeda Kota Bogor ● Peta RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009 diperoleh dari Bappeda Kota Bogor ● Data Potensi Desa Kota Bogor tahun 2006 diperoleh dari P4W - IPB Perangkat lunak yang mendukung pengerjaan penelitian ini adalah Software Arcview 3.3, Statistic 6.0, Microsoft Office word, dan Microsoft Office Excel. 3.3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap pengumpulan studi literatur yaitu dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan penataan ruang dan perubahannya di wilayah Kota Bogor serta tahap pengumpulan data berupa Citra Ikonos Kota Bogor tahun 2005, Peta topografi digital Kota Bogor tahun 1999, Peta RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009, dan data Potensi Desa Wilayah Kota Bogor tahun 2006. Pada tahap pengolahan data, peta penutupan lahan diperoleh dari hasil digitasi citra Ikonos. Digitasi dilakukan berdasarkan tujuh klasifikasi kelas penutupan lahan yaitu badan air, hutan, ruang terbangun, tanaman pertanian lahan kering, tanaman pertanian lahan basah, kawasan terbuka hijau dan Kebun Raya Bogor. Hasil digitasi citra Ikonos berupa Peta Penutupan Lahan selanjutnya dioverlay dengan Peta RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009. Dari hasil overlay tersebut kemudian dianalisis bersama-sama dengan data PODES Kota Bogor 11 tahun 2006, selanjutnya untuk data peta dijadikan dalam bentuk % luas dan data PODES dalam bentuk penjumlahan. Tahap berikutnya adalah menentukan jenis-jenis inkonsistensi berdasarkan matriks logik inkonsistensi yang dapat dilihat pada Tabel 2. halaman 13. Ekstraksi data atribut dari hasil overlay ini digunakan sebagai data dalam teknik Analisis Multiple Regression dengan Metode Forward Stepwise Regression. Tabel 1. Tujuan Penelitian, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil Output No Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Hasil/Output 1. Mendeskripsikan » Peta » Digitasi layar »Teridentifikasikannya inkonsistensi RTRW Kota Administrasi peta RTRW dan jenis-jenis Bogor dengan penggunaan Kota Bogor citra ikonos inkonsistensi tata lahan di lapang tahun 1999- » Peta Land » Overlay peta ruang 2009. Cover Kota digital RTRW » Tingkat Bogor 2006 dengan peta inkonsistensi arahan (Hasil Digitasi penggunaan pemanfaatan ruang Citra Ikonos) lahan dengan keadaan » Peta RTRW » Deskripsi eksisting di setiap Kota Bogor tabel dan grafik Kecamatan dan 1999-2009 2. Desa/Kelurahan Mengetahui faktor-faktor » Data PODES » Analisis Teridentifikasikannya yang menentukan Kota Bogor Multiple hubungan antara rencana Tahun 2006 Regression inkonsistensi arahan pemanfaatan ruang di Kota » Peta dengan Metode pemanfaatan ruang Bogor. Administrasi Forward dengan faktor-faktor Kota Bogor Stepwise penyebab » Peta Land Regression inkonsistensi inkonsitensi Cover Kota Bogor 2006 (Hasil Digitasi Citra Ikonos) » Peta RTRW Kota Bogor 1999-2009 12 3.4. Teknik Analisis 3.4.1. Analisis Spasial Analisis spasial digunakan untuk melihat perubahan pemanfaatan ruang secara spasial. Kesulitan awal dari analisis spasial ini adalah karena adanya perbedaan bentuk peta RTRW Kota Bogor dengan peta administrasi Kota Bogor, oleh karena itu dilakukan penyamaan bentuk kedua peta. Keputusan batasan daerah terdekat mana yang disamakan bentuknya atau dipotong diharapkan dapat memperkecil bias hasil analisis data. Peta Land Cover diperoleh dari hasil digitasi layar citra Ikonos. Skala ketelitian ketika melakukan digitasi adalah 1:5000. Dari 1395 poligon yang dibuat, terdapat 45 poligon yang tidak terdefinisi, bias hasil digitasi sebesar 3,2% yang artinya informasi sebesar 96,8% dapat dianggap layak untuk dianalisis. Tujuan digitasi adalah untuk mengubah data raster menjadi data vektor. Setelah tahap digitasi, tahap selanjutnya adalah memasukkan data atribut tujuh kategori kelas penutupan lahan yaitu badan air, hutan, ruang terbangun, tanaman pertanian lahan kering, tanaman pertanian lahan basah, kawasan terbuka hijau dan Kebun Raya Bogor, kemudian dicari luas lahan masing-masing penutupan lahan. Klasifikasi ketujuh kategori penutupan lahan yang dibuat merupakan hasil grouping penutupan lahan dengan karakteristik penutupan dominan. Peta Land Cover yang telah mengandung informasi luas lahan, selanjutnya dioverlay dengan peta RTRW Kota Bogor. Hasil overlay merupakan peta inkonsistensi tata ruang Kota Bogor. Kriteria inkonsistensi didasarkan dari matriks logik inkonsistensi (penyempurnaan dari matriks logik Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, 2002) dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis citra dilakukan dengan software Arc View 3.3 3.4.2. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) dengan Metode Forward Stepwise Regression. Persamaan (model) yang akan dihasilkan dari analisis adalah: Y = Ao + A1X1 + A2X2 + A3X3 + … + AnXn 13 dimana : Y = dependent variabel (variabel yang diduga) X = independent variabel (variabel penduga) A = koefisien regresi Pada penelitian ini terdapat tiga model regresi yang diuji, yaitu model regresi untuk inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau (Y1) menjadi ruang terbangun, inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun (Y2) dan inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun (Y3). Karena alih fungsi ketiga penggunaan lahan ini menjadi ruang terbangun memiliki sifat irreversible, dimana ruang yang telah digunakan untuk ruang terbangun hampir tidak mungkin dikembalikan kepada pemanfaatan ruang sebelumnya, sehingga perlu diketahui seberapa besar tingkat inkonsistensi yang terjadi. Dalam membangun model persamaan di atas, variabel - variabel yang dipilih berdasarkan pertimbangan logis bahwa karakteristik wilayah desa di atas terkait dengan perubahan pemanfaatan ruang yang terjadi di Kota Bogor. Namun untuk menghindari terjadinya multikolinearitas (korelasi antar variabel independen) maka persamaan akan diduga dengan metode forward stepwise multiple regression sehingga tidak semua variabel di atas digunakan dalam persamaan (Tabel 3). 14 Tabel 2. Matriks Logik Inkonsistensi RTRW dan Penggunaan Lahan Arahan Penggunaan Lahan RTRW 1999-2009 Arahan Penggunaan Lahan RTRW 1999-2009 Ruang Terbangun Badan Air Penggunaan Lahan Tahun 2006 Tanaman Tanaman Kebun Pertanian Lahan Pertanian Lahan Raya Kering basah Bogor V V X V V X Kawasan Terbuka Hijau V V Hutan 1 2 Pemukiman Pemukiman KDB Rendah V V X X V V 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Perkantoran/pemerintahan Fasilitas Pendidikan Fasilitas Kesehatan Pasar Perdagangan dan Jasa Industri Gardu Induk TPU/Kuburan Kolam Oksidasi RPH/Pasar Hewan Terminal Regional Pergudangan Kompleks Militer Taman/Lap OR/Jalur hijau V V V V V V V V V V V V V X X X X X X X X X V X X X X V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V V V V X X X X X X X X X X X X X X X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 17 18 19 20 Pertanian/Kebun Campuran Danau/Situ Sub Terminal Sungai X X V X X V X V V X V X V X V X X X X X X X V X V V V V 21 Hutan Kota/Kebun Raya X X X X V V V Ket : “V“ = konsisten, “ X“ = inkonsisten Sumber: P4W-LPPM IPB (2002), modifikasi 15 Tabel 3. Variabel independent yang dipilih pada analisis regresi berganda Luas Desa/Kelurahan (Ha) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) Persentase Luas Lahan Sawah Persentase Luas Lahan untuk Non pertanian (permukiman/perumahan/ pertokoan/perkantoran/industri dan lainnya) Persentase Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera (KS) 1 Penduduk yang Bekerja Sebagai Buruh Tani Persentase Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik Non-PLN Persentase Jumlah Keluarga di Permukiman Kumuh Jumlah Fasilitas Pendidikan1 Jumlah Fasilitas Kesehatan2 Jumlah Tenaga Medis3 Jumlah “Surat Miskin” yang dikeluarkan dalam setahun terakhir Jumlah Fasilitas Peribadatan4 Jarak Dari Desa ke Ibu Kota Kecamatan Jarak Dari Desa ke Pusat Kota Jarak Dari Desa ke Ibu Kota Kabupaten/Kota Lain Terdekat Persentase Jumlah Keluarga yang Berlangganan Telepon Kabel Jumlah Fasilitas Telekomunikasi5 Jumlah Industri6 Jumlah Pasar Tanpa Bangunan Permanen Jumlah Sektor Perdagangan7 Jumlah Fas Sektor Jasa8 Sumber : PODES Kota Bogor, 2006 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 (1) SD, SLTP, SMU, Akademi/PT, SLB, Pondok Pesantren, Seminari (2) RS, RS. Bersalin, POLIKLINIK, PUSKESMAS, PUSKESMAS Pembantu, Praktek Dokter, Praktek Bidan, POSYANDU, Apotik, Toko Obat (3) Dokter, Mantri, Bidan, Dukun Bayi Terlatih, Dukun Bayi Belum Terlatih (4) Masjid, Surau, Gereja Kristen, Gereja Khatolik, Pura, Vihara (5) WARPOSTEL, WARNET (6) Industri Besar, Industri Sedang, Industri Kecil (7) Supermarket, Restoran, Warung/kedai makan, Toko Kelontong (8) Hotel, Penginapan, Bank Umum, BPR, Koperasi, KUD, Bengkel Motor, Bengkel Alat Elektronik, Usaha Fotokopi, Biro Perjalanan, Tempat Pangkas Rambut. Salon Kecantikan, Bengkel Las, Penyewaan Alat-Alat Pesta 16 Peta Digital Data PODES 2006 Kota Bogor Citra Ikonos Tahun 2005 Variabel independen terpilih (X) Peta RTRW Kota Bogor 1999-2009 Digitasi Citra (7 klasifikasi kelas penggunaan lahan) Skala 1:5000 Proses Penyamaan Batas Luar Peta RTRW (terkoreksi) Menentukan luas masingmasing penggunaan lahan Peta Land Cover 2005 Peta Adm Batas Kecamatan OVERLAY Peta Adm Kota Bogor OVERLAY Matriks Logik Inkonsistensi Tata Ruang Peta Inkonsistensi Arahan Pola Ruang Peta Inkonsistensi Tata Ruang per Kecamatan Data Atribut Inkonsistensi Arahan Penataan Ruang Kota Bogor (Y) Analisis Regresi Berganda dengan metode Forward Stepwise Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inkonsistensi rencana tata ruang dengan penggunaan lahan di lapang Gambar 2. Bagan Alir Tahapan Penelitian 17 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Kondisi Fisik Kota Bogor terletak diantara 106o43’30’’ - 106o51’00’’ Bujur Timur dan 6o30’30’’ - 6o41’00’’ Lintang Selatan. Daerahnya bervariasi atau bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200 – 350 m diatas permukaan laut, titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 190 meter di atas permukaan laut. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 – 15 % dan sebagian kecil daerahnya memiliki kemiringan antara 15 – 30 %. Jenis tanah yang dominan di Kota Bogor adalah Latosol Coklat Kemerahan (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bogor). Gambar 3. Lokasi Umum Penelitian 18 Batas administrasi/yurisdiksi Kota Bogor, meliputi enam wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan. Kota Bogor memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. 2. Sebelah Barat berbatasan wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. 3. Sebelah Timur berbatasan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. 4.2. Struktur Tata Ruang Struktur tata ruang Kota Bogor terbagi 5 bagian, yaitu: 1. Bagian Selatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman dengan KDB Rendah dan Ruang Terbuka Hijau. 2. Bagian Utara yaitu Kecamatan Bogor Utara cenderung berpotensi sebagai daerah industri non-polutan dan sebagai penunjangnya adalah permukiman beserta perdagangan dan jasa dan Kecamatan Tanah Sareal cenderung berpotensi sebagai permukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan kota. 3. Bagian Barat, yaitu Kecamatan Bogor Barat cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman yang ditunjang oleh obyek wisata. 4. Bagian Timur, yaitu Kecamatan Bogor Timur cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman. 19 5. Bagian Tengah, yaitu Kecamatan Bogor Tengah cenderung berpotensi sebagai pusat perdagangan dan jasa yang ditunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah. 4.3. Kependudukan Menurut data Sensus Penduduk Tahun 1999 jumlah penduduk Kota Bogor adalah 697.496 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 3,56 %. Kemudian pada Tahun 2005 sensus penduduk Kota Bogor menunjukkan jumlah penduduk yang mencapai 893.073 jiwa. Mempertimbangkan Kota Bogor sebagai Kota Jasa serta keterbatasan lahan yang ada dan keterbatasan daya dukung lingkungan, terutama daya dukung lingkungan alami, maka untuk perhitungan Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Bogor sampai dengan Tahun 2013, dirancang dengan Laju Pertumbuhan Penduduk rata-rata per tahun sebesar 3,56 % (laju pertumbuhan penduduk alami dan migrasi serta komuter) sehingga jumlah penduduk Tahun 2010 diproyeksikan menjadi ± 1.016.077 juta jiwa dan pada tahun 2016 menjadi ± 1.169.832 juta jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berusia antara 15-55 tahun yaitu sebesar 529.743 jiwa. Komposisi penduduk Kota Bogor masih hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya berupa struktur usia muda, yaitu berbentuk piramida. Dari kelompok umur produktif, komposisi pelajar (146.102 jiwa) dan mahasiswa (22.487 jiwa) cukup besar yaitu sebanyak 168.589 jiwa atau sebesar 18,5 %, 4.4. Keadaan Perekonomian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bogor tahun 2003 sebesar 6,07 % mengalami peningkatan 0,29 % dari tahun 2002 yaitu sebesar 5,78 %. Peningkatan LPE tersebut, diperoleh dari kontribusi 9 (sembilan) sektor lapangan usaha. Sedangkan laju inflasi tahun 2003 sebesar 2,80 % lebih rendah 0,10 % dibandingkan laju inflasi tahun 2002. Menurunnya laju inflasi tersebut disebabkan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang berkorelasi atau berhubungan terhadap laju inflasi pada kelompok pengeluaran seperti bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan umum. 20 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bogor Dari hasil overlay peta RTRW Kota Bogor (Gambar 6) dengan informasi eksisting penutupan lahan (Gambar 5), diperoleh peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bogor (Gambar 7) yang kemudian dianalisis. Penelitian ini mengkaji tiga arahan pemanfaatan ruang RTRW yang berubah menjadi ruang terbangun, yaitu taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun, pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun, hutan kota menjadi ruang terbangun. Gambar 4. menunjukkan total inkonsistensi yang terjadi di setiap Kecamatan Kota Bogor dan terlihat inkonsistensi yang paling besar terjadi Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 17,27 Ha atau 2,18 % dari total luas wilayah Kecamatan Bogor Tengah (792,43 Ha). Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11248,85 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Tanah Sareal. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa total luas inkonsistensi tata ruang yang terjadi di Kota Bogor sebesar 127,21 Ha atau 1,13% dari total luas wilayah Kota Bogor. Inkonsistensi terbesar terjadi pada taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yaitu 94,31 Ha (0,84% dari total luas wilayah Kota Bogor) dengan luas peruntukan untuk taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun sebesar 1242,58 Ha (11,05% dari total luas wilayah Kota Bogor) dan persentase inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun dengan luas peruntukan taman/lapangan olah raga/jalur hijau adalah sebesar 7,59%. Inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun sebesar 22,57 Ha (0,20% dari total luas wilayah Kota Bogor) dengan luas peruntukan untuk pertanian/kebun campuran sebesar 128,43 Ha (1,14% dari total luas wilayah Kota Bogor) dan persentase inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun dengan luas peruntukan pertanian/kebun campuran adalah 17,57%. Inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 10,33 Ha (0,09% dari total luas wilayah Kota Bogor) dengan luas 21 peruntukan untuk hutan kota sebesar 358,72 Ha (1,59% dari total luas wilayah Kota Bogor) dan persentase inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun dengan luas peruntukan hutan kota adalah 5,76%. Secara lebih rinci, sebaran luas area dan persentase inkonsistensi pemanfaatan ruang menjadi ruang terbangun tahun 2005 disampaikan pada Tabel 4. Di Kecamatan Bogor Tengah terjadi inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yang paling tinggi dibandingkan kelima kecamatan lainnya yaitu 16,59 Ha atau 2,09% dari total luas Kecamatan Bogor Tengah dan yang terendah terjadi di Kecamatan Tanah Sareal sebesar 3,91 Ha atau 0,18% dari total luas Kecamatan Tanah Sareal (Gambar 9). Tabel 4. Inkonsistensi Tiga Kategori Arahan Pemanfaatan Ruang Menjadi Ruang Terbangun dan Luas Peruntukan Tiga Kategori Arahan Pemanfaatan Ruang di Kota Bogor Tahun 2005 Peruntukan Menurut RTRW Luas Peruntukan Luas Inkonsistensi % Inkonsistensi dari Luas Peruntukan Ha % Ha % Taman/ Lap OlahRaga/ Jalur Hijau 1242.58 11.05 94.31 0.84 7.59 Pertanian/Kebun campuran Hutan Kota 128.43 358.72 1.14 1.59 22.57 10.33 0.2 0.09 17.57 5.76 22 Tabel 5. Inkonsistensi Tiga Kategori Arahan Pemanfaatan Ruang Menjadi Ruang Terbangun dan Luas Peruntukan Tiga Kategori Arahan Pemanfaatan Ruang di Setiap Kecamatan Kota Bogor Tahun 2005 Kecamatan Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Total Luas Kecamatan (ha) 2299.12 3149.59 792.43 1101.57 1793.46 2112.68 11248.85 Luas Peruntukan Taman/Lap OlahRaga/Jalur Hijau Taman/ Lap OR/ Jalur Hijau ~ Ruang Terbangun (ha) 245.87 250.35 245.14 246.77 9.31 245.14 1242.58 (ha) 8.99 43.15 16.59 3.55 18.12 3.91 94.31 (%) 10.69 7.95 30.94 22.40 0.52 11.60 11.05 (%) 0.39 1.37 2.09 0.32 1.01 0.18 0.84 Luas Peruntukan Pertanian/ Kebun campuran (ha) (%) 57.31 2.49 65.90 2.09 0.00 0.00 4.26 0.39 0.97 0.05 0.00 0.00 128.43 1.14 Pertanian/ Kebun Campuran ~ Ruang Terbangun (ha) (%) 10.11 0.44 7.23 0.23 0.00 0.00 4.26 0.39 0.97 0.05 0.00 0.00 22.57 0.20 Luas Peruntukan Hutan Kota (ha) 61.13 0.00 179.36 118.23 0.00 0.00 358.72 Hutan Kota/ Kebun Raya ~ Ruang Terbangun (%) (ha) 2.66 9.55 0.00 0.00 22.63 0.69 10.73 0.08 0.00 0.00 0.00 0.00 3.19 10.33 (%) 0.42 0.00 0.09 0.01 0.00 0.00 0.09 Total Luas Inkonsistensi (ha) 28.66 50.39 17.27 7.89 19.09 3.91 127.21 (%) 1.25 1.60 2.18 0.72 1.06 0.18 1.13 23 2.50 2.00 % 1.50 Bogor Tengah, 2.18 Bogor Selatan, 1.60 Bogor Barat, 1.25 Bogor Utara, 1.06 1.00 Bogor Timur, 0.72 0.50 Tanah Sareal, 0.18 0.00 Persentase Total Luas Inkonsistensi Setiap Kecamatan di Kota Bogor 60.00 50.00 Bogor Selatan, 50.39 Ha 40.00 30.00 20.00 10.00 Bogor Barat, 28.66 Bogor Tengah, 17.27 Bogor Utara, 19.09 Bogor Timur, 7.89 Tanah Sareal, 3.91 0.00 Total Luas Inkonsistensi Setiap Kecamatan di Kota Bogor (Ha) Gambar 4. Total Luas dan Persentase Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kota Bogor 24 Gambar 5. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor 2005 25 Gambar 6. Peta RTRW Kota Bogor 1999-2009 26 Gambar 7. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bogor 27 Gambar 8. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bogor (Citra Ikonos) 28 2.50 Bogor Tengah, 2.09 2.00 Bogor Selatan, 1.37 1.50 % Bogor Utara, 1.01 1.00 Bogor Barat, 0.39 0.50 Bogor Timur, 0.32 Tanah Sareal, 0.18 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun (%) 50.00 Bogor Selatan, 43.15 45.00 40.00 35.00 Ha 30.00 25.00 Bogor Utara, 18.12 Bogor Tengah, 16.59 20.00 15.00 Bogor Barat, 8.99 10.00 Bogor Timur, 3.55 5.00 Tanah Sareal, 3.91 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun (Ha) Gambar 9. Inkonsistensi Arahan Pemanfaatan Ruang RTRW Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun 250.00 194.67 200.00 150.00 100.00 50.00 3.66 17.24 6.77 1.44 1.59 0.00 Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Persentase Inkonsistensi Taman/Lap OR/Jalur Hijau-->R.Terbangun dengan Luas Peruntukannya Gambar 10. Persentase Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun dengan Luas Peruntukan Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau 29 Inkonsistensi pemanfaatan ruang pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun paling tinggi terjadi di Kecamatan Bogor Barat yaitu 10,11 Ha atau 0,44% dari total luas Kecamatan Bogor Barat dan tidak teridentifikasi inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun di Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11. 0.50 0.45 Bogor Barat, 0.44 Bogor Timur, 0.39 0.40 0.35 % 0.30 Bogor Selatan, 0.23 0.25 0.20 0.15 Bogor Utara, 0.05 0.10 0.05 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Pertanian/Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun (%) 12.00 Bogor Barat, 10.11 10.00 Ha 8.00 6.00 Bogor Selatan, 7.23 Bogor Timur, 4.26 4.00 2.00 Bogor Utara, 0.97 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Pertanian/Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun (Ha) Gambar 11. Inkonsistensi Arahan Pemanfaatan Ruang RTRW Pertanian/ Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun 30 120.00 99.99 99.95 Bogor Timur Bogor Utara 100.00 % 80.00 60.00 40.00 20.00 17.64 10.98 0.00 Bogor Barat Bogor Selatan Persentase Inkonsistensi Pertanian/Kebun Campuran -->R.Terbangun dengan Luas Peruntukannya Gambar 12. Persentase Inkonsistensi Pertanian/Kebun Campuran menjadi Ruang Terbangun dengan Luas Peruntukkan Pertanian/Kebun Campuran Sedangkan inkonsistensi dari hutan kota menjadi ruang terbangun di Kota Bogor paling tinggi terjadi di Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 0,42% (9,55 Ha) dari total luas Kecamatan Bogor Barat (Gambar 13). 0.45 Bogor Barat, 0.42 0.40 0.35 0.30 % 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 Bogor Tengah, 0.09 Bogor Timur, 0.01 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun (%) 31 12.00 10.00 Bogor Barat, 9.55 Ha 8.00 6.00 4.00 Bogor Tengah, 0.69 2.00 Bogor Timur, 0.08 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun (Ha) Gambar 13. Inkonsistensi Arahan Pemanfaatan Ruang RTRW Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun di Kota Bogor 18.00 16.00 15.63 14.00 % 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.38 0.07 Bogor Tengah Bogor Timur 0.00 Bogor Barat Persentase Inkonsistensi Hutan Kota-->R.Terbangun dengan Luas Peruntukkannya Gambar 14. Persentase Inkonsistensi Hutan Kota menjadi Ruang Terbangun dengan Luas Peruntukkannya 32 5.1.1 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Barat Dari hasil digitasi Kecamatan Bogor Barat memiliki total luas wilayah sebesar 2644,8 ha terdiri dari enambelas Kelurahan, yaitu: Kelurahan Pasir Mulya, Pasir Kuda, Pasir Jaya, Gunung Batu, Loji, Menteng, Cilendek Timur, Cilendek Barat, Sindang Barang, Marga Jaya, Balumbang Jaya, Situ Gede, Bubulak, Semplak, Curug Mekar, Curug. Hasil overlaping menunjukkan total luas inkonsistensi yang terjadi di Kecamatan Bogor Barat sebesar 28,66 Ha atau 1,25 % dari total luas wilayah Kecamatan Bogor Barat (Tabel 6). Total inkonsistensi tertinggi terjadi di Kelurahan Situ Gede sebesar 9,00 Ha (3,75% dari total luas Kelurahan Situ Gede). Inkonsistensi pertanian/kebun campuran merupakan total inkonsistensi tertinggi yang terjadi di kecamatan ini, yaitu sebesar 10,11 Ha atau 0,44% dari total luas Kecamatan Bogor Barat. Tabel 6. Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Nama BALUMBANGJAYA BUBULAK CILENDEK BARAT CILENDEK TIMUR CURUG CURUGMEKAR GUNUNG BATU LOJI MARGAJAYA MENTENG PASIRJAYA PASIRKUDA PASIRMULYA SEMPLAK SINDANGBARANG SITUGEDE Total Inkonsistensi Tata Ruang Luas ha 134.27 162.49 126.03 122.41 120.18 149.63 115.65 131.95 98.62 226.55 137.75 128.48 87.21 143.24 174.25 240.41 2299.12 % 5.84 7.07 5.48 5.32 5.23 6.51 5.03 5.74 4.29 9.85 5.99 5.59 3.79 6.23 7.58 10.46 100.00 Taman/ Lap OR/ Jalur Hijau=> R.Terbangun ha % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.73 0.63 0.00 0.00 0.00 0.00 8.27 3.65 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.99 0.39 Pertanian/ Kebun Hutan=> campuran=> R.Terbangun R.Terbangun ha % ha % 4.69 3.49 0.00 0.00 2.04 1.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.29 0.25 0.00 0.00 0.00 0.00 2.35 2.38 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.30 0.94 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.04 0.43 7.97 3.31 10.11 0.44 9.55 0.42 Total Luas Inkonsistensi ha 4.69 2.04 0.00 0.00 0.00 0.00 1.02 0.00 2.35 8.27 1.30 0.00 0.00 0.00 0.00 9.00 28.66 Dari hasil overlaping peta land cover dengan peta arahan RTRW menunjukkan inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yang terjadi di Kecamatan Bogor Barat terdapat di dua kelurahan saja yaitu di Kelurahan Menteng sebesar 8,27 Ha (3,65% dari total luas Kelurahan 33 % 3.49 1.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.88 0.00 2.38 3.65 0.94 0.00 0.00 0.00 0.00 3.75 1.25 Menteng) dan Kelurahan Gunung Batu sebesar 0,73 Ha (0,63 % dari total luas Kelurahan Gunung Batu) (Gambar 15). Sedangkan inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun terjadi di Kelurahan Marga Jaya, Balumbang Jaya, Situ Gede dan Bubulak (Gambar 16), untuk inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun terjadi di tiga kelurahan, yaitu : Kelurahan Pasir Jaya, Gunung Batu, Situ Gede (Gambar 17). 4 3.65 3.5 3 % 2.5 2 1.5 1 0.63 0.5 0 KEL. GUNUNG BATU KEL. MENTENG Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat (%) 9 8.27 8 7 Ha 6 5 4 3 2 1 0.73 0 KEL. GUNUNG BATU KEL. MENTENG Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat (Ha) Gambar 15. Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat 34 3.50 BALUMBANGJAYA 3.49 3.00 (%) 2.50 MARGAJAYA 2.38 BUBULAK 1.25 2.00 1.50 1.00 SITUGEDE 0.43 0.50 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Pertanian/Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat (%) 5.00 BALUMBANGJAYA 4.69 4.50 4.00 3.50 (Ha) 3.00 2.50 MARGAJAYA 2.35 BUBULAK 2.04 2.00 1.50 SITUGEDE 1.04 1.00 0.50 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Pertanian/Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat (Ha) Gambar 16. Inkonsistensi Pertanian/Kebun Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat 35 SITUGEDE 3.31 3.50 3.00 2.50 (%) 2.00 1.50 1.00 PASIRJAYA 0.94 GUNUNGBATU 0.25 0.50 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat (%) SITUGEDE 7.97 9.00 8.00 7.00 (Ha) 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 PASIRJAYA 1.30 GUNUNGBATU 0.29 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Hutan Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat (Ha) Gambar 17. Inkonsistensi Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Barat Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Barat dapat dilihat pada Gambar 18. 36 Gambar 18. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Barat 37 5.1.2. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Selatan Dari hasil digitasi Kecamatan Bogor Selatan memiliki total luas wilayah 3149,59 Ha, terdiri dari enambelas Kelurahan, yaitu: Kelurahan Mulyaharja, Pamayonan, Ranggamekar, Genteng, Kertamaya, Rancamaya, Bojongkerta, Harjasari, Muarasari, Pakuan, Cipaku, Lawanggintung, Batu Tulis, Bondongan, Empang, Cikaret. Hasil overlaping peta penutupan lahan dengan peta arahan RTRW menunjukkan total luas inkonsistensi terbesar terjadi di Kelurahan Genteng yaitu 9,95 Ha atau 5% dari total luas Kelurahan Genteng (Tabel 7). Inkonsistensi yang terbesar yang terjadi di Kecamatan Bogor Selatan ini adalah inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun dengan total luas 43,15 Ha atau 1,37% dari total luas wilayah Kecamatan. Inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun terjadi di seluruh kelurahan, kecuali Kelurahan Bondongan (Gambar 19). Sedangkan inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun hanya terjadi di Kelurahan Mulyaharja dan tidak teridentifikasi adanya inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun di setiap kelurahan. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Selatan dapat dilihat pada Gambar 20. 6.00 BATUTULIS BOJONGKERTA CIKARET CIPAKU EMPANG GENTENG HARJASARI KERTAMAYA LAWANGGINTUNG MUARASARI MULYAHARJA PAKUAN PAMOYANAN RANCAMAYA RANGGAMEKAR 5.00 5.00 4.00 3.00 % 2.40 2.00 1.91 2.18 1.99 1.63 1.09 1.00 2.39 0.57 0.89 1.00 0.95 0.44 0.41 0.64 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Selatan (%) 38 12.00 9.95 BATUTULIS BOJONGKERTA CIKARET CIPAKU EMPANG GENTENG HARJASARI KERTAMAYA LAWANGGINTUNG MUARASARI MULYAHARJA PAKUAN PAMOYANAN RANCAMAYA RANGGAMEKAR 9.95 10.00 8.00 Ha 6.00 3.56 4.00 2.11 2.00 1.39 1.39 1.39 1.39 1.39 1.84 2.33 2.17 1.32 1.39 1.57 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun Di Kecamatan Bogor Selatan (Ha) Gambar 19. Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Selatan Tabel 7. Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Selatan Kelurahan Nama BATUTULIS BOJONGKERTA BONDONGAN CIKARET CIPAKU EMPANG GENTENG HARJASARI KERTAMAYA LAWANGGINTUNG MUARASARI MULYAHARJA PAKUAN PAMOYANAN RANCAMAYA RANGGAMEKAR Total Inkonsistensi Tata Ruang Luas ha 72.89 246.2 60.21 193.59 156.96 85.41 198.96 139.02 413.92 77.06 163.57 528.3 109.09 320.04 218.47 165.9 3149.59 % 2.31 7.82 1.91 6.15 4.98 2.71 6.32 4.41 13.14 2.45 5.19 16.77 3.46 10.16 6.94 5.27 100.00 Taman/ Lap OR/ Jalur Hijau=> R.Terbangun ha % 1.39 1.91 1.39 0.57 0.00 0.00 2.11 1.09 1.39 0.89 1.39 1.63 9.95 5.00 1.39 1.00 9.95 2.40 1.84 2.39 3.56 2.18 2.33 0.44 2.17 1.99 1.32 0.41 1.39 0.64 1.57 0.95 43.15 1.37 Pertanian/ Kebun Hutan=> campuran => R.Terbangun R.Terbangun ha % ha % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.23 1.37 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.23 0.23 0.00 0.00 Total Luas Inkonsistensi ha 1.39 1.39 0.00 2.11 1.39 1.39 9.95 1.39 9.95 1.84 3.56 9.56 2.17 1.32 1.39 1.57 50.39 39 % 1.91 0.57 0.00 1.09 0.89 1.63 5.00 1.00 2.40 2.39 2.18 1.81 1.99 0.41 0.64 0.95 1.60 Gambar 20. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Selatan 40 5.1.3. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Tengah Dari hasil digitasi Kecamatan Bogor Tengah memiliki total luas wilayah 792,43 Ha, terdiri dari sebelas kelurahan, yaitu: Kelurahan Paledang, Gudang, Babakan Pasar, Tegal Lega, Babakan, Sempur, Pabaton, Cibogor, Panaragan, Kebon Kelapa, Ciwaringin. Hasil overlaping menunjukkan total inkonsistensi yang terjadi di Kecamatan Bogor Tengah terbesar terjadi di Kelurahan Babakan Pasar yaitu sebesar 3,35 Ha atau 10,66% dari total luas Kelurahan Babakan Pasar. Jenis inkonsistensi yang memiliki total luas terbesar adalah inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yaitu 16,59 Ha atau 2,09% dari total luas wilayah Kecamatan Bogor Tengah (Tabel 8). Inkonsistensi pemanfaatan ruang RTRW taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun terjadi di empat Kelurahan, yaitu: Kelurahan Babakan Pasar, Babakan, Sempur dan Pabaton (Gambar 21). Inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun yang terjadi di tujuh kelurahan, yaitu Kelurahan Paledang, Babakan Pasar, Tegallega, Babakan, Sempur, Pabaton dan Panaragan (Gambar 22). Tabel 8. Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Tengah Kelurahan Nama BABAKAN BABAKANPASAR CIBOGOR GUDANG KEBONKALAPA PABATON PALEDANG PANARAGAN SEMPUR TEGALLEGA WARINGIN Total Inkonsistensi Tata Ruang Luas ha 103.18 31.41 46.79 30.19 49.28 62.63 169.54 34.02 56.96 125.67 82.76 792.43 % 13.02 3.96 5.90 3.81 6.22 7.90 21.39 4.29 7.19 15.86 10.44 100.00 Pertanian/ Taman/ Lap OR/ Kebun Hutan=> Jalur Hijau=> campuran=> R.Terbangun R.Terbangun R.Terbangun ha % ha % ha % 1.49 1.45 0.00 0.00 0.04 0.04 3.31 10.55 0.00 0.00 0.03 0.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.19 1.91 0.00 0.00 0.16 0.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.30 0.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03 2.70 4.74 0.00 0.00 0.02 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.09 7.89 9.53 0.00 0.00 0.00 0.00 16.59 2.09 0.00 0.00 0.69 0.09 Total Luas Inkonsistensi ha 1.53 3.35 0.00 0.00 0.00 1.36 0.3 0.01 2.72 0.11 7.89 17.27 % 1.49 10.66 0.00 0.00 0.00 2.17 0.18 0.03 4.78 0.09 9.53 2.18 41 12.00 BABAKANPASAR 10.55 WARINGIN 9.53 10.00 % 8.00 SEMPUR 4.74 6.00 4.00 2.00 BABAKAN 1.45 PABATON 1.91 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Tengah (%) 9.00 WARINGIN 7.89 8.00 7.00 Ha 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 BABAKANPASAR 3.31 BABAKAN 1.49 SEMPUR 2.70 PABATON 1.19 1.00 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Tengah (Ha) Gambar 21. Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Tengah 42 PABATON 0.26 0.30 0.25 PALEDANG 0.18 0.20 BABAKANPASAR 0.11 % 0.15 TEGALLEGA 0.09 0.10 SEMPUR PANARAGAN 0.04 0.03 BABAKAN 0.04 0.05 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Tengah (%) 0.35 PALEDANG 0.30 0.30 0.25 PABATON 0.16 Ha 0.20 TEGALLEGA 0.11 0.15 0.10 0.05 BABAKAN 0.04 BABAKANPASAR 0.03 SEMPUR PANARAGAN 0.02 0.01 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Tengah (Ha) Gambar 22. Inkonsistensi Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Tengah Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Tengah dapat dilihat pada Gambar 23. 43 Gambar 23. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Tengah 44 5.1.4. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur Dari hasil digitasi Kecamatan Bogor Timur memiliki total luas wilayah 1101,57 Ha, terdiri dari enam Kelurahan, yaitu Sindang Sari, Sindang Rasa, Tajur, Katulampa, Baranangsiang, dan Sukasari. Dari hasil overlaping peta penutupan lahan dengan peta arahan RTRW menunjukkan total luas inkonsistensi tertinggi di Kecamatan Bogor Timur terjadi di Kelurahan Sukasari yaitu 1,24 ha (1,59 % dari total luas Kelurahan Sukasari) dan jenis inkonsistensi yang memiliki total luas paling tinggi adalah inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun dengan total luas sebesar 4,26 Ha atau 0,39% dari total luas Kecamatan Bogor Timur, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 24. Inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun terjadi di dua kelurahan, yaitu Sukasari dan Baranangsiang (Gambar 25). Sedangkan inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun terdapat di Kelurahan Katulampa, dan inkonsistensi hutan menjadi ruang terbangun terjadi di Kelurahan Baranangsiang. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur dapat dilihat pada Gambar 26. Tabel 9. Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur Inkonsistensi Tata Ruang Kelurahan Nama BARANANGSIANG KATULAMPA SINDANGRASA SINDANGSARI SUKASARI TAJUR Total Luas ha 280.66 482.7 114.63 114.7 63.83 45.05 1101.57 % 25.48 43.82 10.41 10.41 5.79 4.09 100.00 Taman/ Lap Pertanian/ Hutan=> Total Luas OR/ Jalur Kebun Hijau=> campuran=> R.Terbangun Inkonsistensi R.Terbangun R.Terbangun ha % ha % ha % ha % 2.31 0.82 0.00 0.00 0.08 0.03 2.39 0.85 0.00 0.00 4.26 0.88 0.00 0.00 4.26 0.88 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.24 1.95 0.00 0.00 0.00 0.00 1.24 1.95 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.55 0.32 4.26 0.39 0.08 0.01 7.89 0.72 45 2.50 SUKASARI 1.95 2.00 (%) 1.50 1.00 KATULAMPA 0.88 BARANANGSIANG 0.85 0.50 0.00 Total Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Bogor Timur (%) 4.50 KATULAMPA 4.26 4.00 3.50 (Ha) 3.00 2.50 BARANANGSIANG 2.39 2.00 1.50 SUKASARI 1.24 1.00 0.50 0.00 Total Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Bogor Timur (Ha) Gambar 24. Total Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur 46 2.50 SUKASARI 1.95 2.00 % 1.50 1.00 BARANANGSIANG 0.82 0.50 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Timur (%) 2.50 BARANANGSIANG 2.31 2.00 Ha 1.50 SUKASARI 1.24 1.00 0.50 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Timur (Ha) Gambar 25. Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Timur 47 Gambar 26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur 48 5.1.5. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Utara Dari hasil digitasi Kecamatan Bogor Utara memiliki total luas wilayah 1793,46 Ha, terdiri dari delapan kelurahan, yaitu: Bantarjati, Tegal Gundil, Tanah Baru, Cimahpar, Ciluar, Cibuluh, Kedunghalang, Ciparigi. Dari hasil overlaping peta penutupan lahan dengan peta arahan RTRW menunjukkan total luas inkonsistensi yang terjadi di Kecamatan Bogor Utara adalah sebesar 19,09 Ha atau 1,06% dari total luas wilayah Kecamatan Bogor Utara (Tabel 10). Inkonsistensi terbesar di Kecamatan Bogor Utara terjadi di Kelurahan Ciparigi, yaitu 3,54 Ha atau 1,92% dari total luas Kelurahan Ciparigi. Inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun terjadi di seluruh kelurahan kecuali Kelurahan Bantar Jati (Gambar 27). Inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun hanya terjadi di Kelurahan Bantarjati, sedangkan inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun tidak teridentifikasi di setiap kelurahan. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Utara dapat dilihat pada Gambar 28. Tabel 10. Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Utara Kelurahan Nama BANTARJATI CIBULUH CILUAR CIMAHPAR CIPARIGI KEDUNGHALANG TANAHBARU TEGALGUNDIL Total Inkonsistensi Tata Ruang Luas ha 184.03 197.47 242.87 267.27 184.66 168.46 370.36 178.34 1793.46 % 10.26 11.01 13.54 14.90 10.30 9.39 20.65 9.94 100.00 Pertanian/ Taman/ Lap Kebun OR/ Jalur Hutan=> Hijau=> campuran=> R.Terbangun R.Terbangun R.Terbangun ha % ha % ha % 0.00 0.00 0.97 0.53 0.00 0.00 2.87 1.45 0.00 0.00 0.00 0.00 3.54 1.46 0.00 0.00 0.00 0.00 4.20 1.57 0.00 0.00 0.00 0.00 3.54 1.92 0.00 0.00 0.00 0.00 2.87 1.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.28 0.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.83 0.47 0.00 0.00 0.00 0.00 18.12 1.01 0.97 0.05 0.00 0.00 Total Luas Inkonsistensi ha 0.97 2.87 3.54 4.20 3.54 2.87 0.28 0.83 19.09 49 % 0.53 1.45 1.46 1.57 1.92 1.70 0.08 0.47 1.06 2.50 CIPARIGI KEDUNGHALANG 1.92 2.00 CILUAR 1.46 (%) 1.50 1.00 0.50 CIBULUH 1.45 1.70 CIMAHPAR 0.95 TEGALGUNDIL 0.47 TANAHBARU 0.08 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Utara (%) 4.50 CIMAHPAR 4.20 CILUAR 3.54 4.00 3.50 (Ha) 3.00 CIPARIGI 3.54 KEDUNGHALANG CIBULUH 2.87 2.87 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 TEGALGUNDIL 0.83 TANAHBARU 0.28 0.00 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Taman/Lap OR/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Utara (Ha) Gambar 27. Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun di Kecamatan Bogor Utara 50 Gambar 28. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Utara 51 5.1.6. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tanah Sareal Dari hasil digitasi Kecamatan Tanah Sareal memiliki total luas wilayah 2112,68 Ha, terdiri dari sebelas kelurahan, yaitu: Kedung Waringin, Kedung Jaya, Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kedung Badak, Suka Resmi, Suka Damai, Cibadak, Kayu Manis, Mekar Wangi, dan Kencana. Total luas inkonsistensi terbesar terjadi di Kelurahan Tanah Sareal yaitu sebesar 1,95 Ha atau 1,75 % dari total luas Kecamatan Tanah Sareal (Tabel 11). Inkonsistensi seluruhnya terjadi pada taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun (Gambar 29). Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tanah Sareal dapat dilihat pada Gambar 30. Tabel 11. Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tanah Sareal Kelurahan Nama CIBADAK KAYUMANIS KEBONPEDES KEDUNGBADAK KEDUNGJAYA KEDUNGWARINGIN KENCANA MEKARWANGI SUKADAMAI SUKARESMI TANAHSAREAL Total Inkonsistensi Tata Ruang Luas ha 282.17 252.34 130.79 233.51 96.42 154.46 252.08 367.35 125.16 107.06 111.34 2112.68 % 13.36 11.94 6.19 11.05 4.56 7.31 11.93 17.39 5.92 5.07 5.27 100.00 Taman/ Lap OR/ Jalur Hijau=> R.Terbangun ha % 0.00 0.00 0.00 0.00 1.19 0.91 0.76 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.95 1.75 3.91 0.18 Pertanian/ Kebun Hutan=> campuran=> R.Terbangun R.Terbangun ha % ha % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Total Luas Inkonsistensi ha 0.00 0.00 1.19 0.76 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.95 3.91 52 % 0.00 0.00 0.91 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.75 0.18 TANAHSAREAL 1.75 2 1.8 1.6 1.4 % 1.2 1 KEBONPEDES 0.91 0.8 0.6 KEDUNGBADAK 0.33 0.4 0.2 0 Total Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Tanah Sareal (%) 2.5 TANAHSAREAL 1.95 2 ha 1.5 1 KEBONPEDES 1.19 KEDUNGBADAK 0.76 0.5 0 Total Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Tanah Sareal (ha) Gambar 29. Total Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tanah Sareal 53 Gambar 30. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tanah Sareal 54 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi Taman/Lapangan Olah Raga/Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun Inkonsistensi pertama yang dianalisis adalah inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun (Y1), variabel independen yang digunakan relatif signifikan pada tingkat kepercayaan 0,05 % (p<0,05) dan berpengaruh nyata dalam meningkatkan inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yaitu keberadaan fasilitas pemukiman (kesehatan, pendidikan, telepon) serta keberadaan keluarga miskin. Sedangkan luas desa/kelurahan juga mempunyai pengaruh cukup nyata (0,05<p<0,1) namun pengaruhnya tidak terlalu signifikan, sehingga tidak diikutsertakan dalam model. Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang RTRW Taman/ Lapangan Olah Raga/ Jalur Hijau Menjadi Ruang Terbangun Regression Summary for Dependent Variable: Y1 (Taman/ Lap OR => R. Terbangun) R= .62287581 R²= .38797428 Adjusted R²= .28060135 F(10,57)=3.6133 p<.00091 Std.Error of estimate: 1.7884 Beta Std.Err. B Std.Err. t(57) p-level Intercept -0.16972 0.882632 -0.19229 0.848199 X6 0.087477 0.122462 0.05995 0.083928 0.71432 0.477945 X10 0.466680 0.152127 10.56234 3.443081 3.06770 0.003298 X9 -0.290750 0.135098 -9.72243 4.517579 -2.15213 0.035635 X17 -0.349998 0.130961 -0.03364 0.012587 -2.67254 0.009800 X1 0.236274 0.124043 0.00448 0.002355 1.90477 0.061859 X12 0.243828 0.110410 21.16946 9.585935 2.20839 0.031254 X11 0.167892 0.124718 2.33920 1.737665 1.34617 0.183576 X16 -0.137578 0.108221 -1.05133 0.826999 -1.27126 0.208799 X21 -0.238994 0.153517 -0.34770 0.223347 -1.55679 0.125055 X15 0.213909 0.173556 0.89568 0.726715 1.23251 0.222820 Dari Tabel 12. di atas persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Y1 = -0.16 + 0,46 X10 – 0,29 X9 – 0,34 X17 + 0,24 X12 R2 = 0,3879 55 dimana : Y1 = X10 X9 X17 X12 = = = = Inkonsistensi jenis ke-1: luas lahan yang direncanakan untuk taman/lapangan OR/jalur hijau yang sudah menjadi lahan terbangun (%) Ketersediaan fasilitas kesehatan (unit/jiwa) Ketersediaan fasilitas pendidikan (unit/jiwa) Keluarga yang berlangganan telepon kabel (%) “Surat Miskin” yang dikeluarkan dalam setahun terakhir (lembar) Dari nilai beta yang menunjukkan nilai koefisien dari setiap variabel dapat dilihat arah dan besaran pengaruh dari setiap variabel di atas. Fasilitas kesehatan memiliki nilai koefisien yang positif yaitu 0,46, dimana setiap penambahan fasilitas kesehatan meningkatkan inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun sebesar 0,46. Penambahan fasilitas kesehatan di suatu daerah mendorong pertumbuhan di sekitar daerah tersebut, kebutuhan layanan kesehatan dan pertimbangan untuk lebih cepat mengakses fasilitas kesehatan dapat mendorong peningkatan inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun. Sedangkan setiap penambahan fasilitas pendidikan berpengaruh negatif terhadap inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun sebesar 0,29. Hal ini menunjukkan dengan bertambahnya fasilitas pendidikan, maka semakin banyak pula sumberdaya manusia yang terdidik yang dihasilkan yang mengerti arti penting taman/lapangan olah raga/jalur hijau yang memiliki fungsi estetika, sarana olah raga, dan fungsinya mengurangi polusi udara sehingga dapat mengurangi inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun. Jumlah keluarga yang berlangganan telepon kabel merupakan salah satu cerminan bagaimana tingkat kesejahteraan di daerah itu dan kualitas infrastruktur yang ada disana. Jumlah keluarga yang berlangganan telepon kabel berpengaruh negatif terhadap inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun sebesar 0,34, menunjukkan semakin sedikit keluarga yang berlangganan telepon kabel mencerminkan daerah tersebut kurang berkembang dan memiliki infrastruktur yang buruk, sehingga mendorong terjadinya berbagai pembangunan untuk memperbaiki keadaan daerahnya, lahan yang digunakan untuk pembangunan sedikit banyak diduga taman/lapangan olah 56 raga/jalur hijau yang menyebabkan meningkatkan inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun. Jumlah “Surat Miskin” yang dikeluarkan dalam setahun terakhir mencerminkan jumlah penduduk miskin yang ada di suatu daerah. Semakin banyak jumlah surat miskin yang dikeluarkan mendorong peningkatan perubahan pemanfaatan ruang taman/lapangan olah raga/ jalur hijau menjadi ruang terbangun sebesar 0,24. 5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi Pertanian/Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun Inkonsistensi kedua yang dianalisis adalah inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun (Y2). Luas desa/ kelurahan dan luas lahan sawah merupakan variabel yang mempengaruhi inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun pada tingkat kepercayaan 0,05 % (p<0,05). Keluarga yang berlangganan telepon kabel juga berpengaruh cukup nyata (0,05<p<0,1) namun tidak signifikan dalam mempengaruhi inkonsistensi pertanian/kebun campuran. Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang RTRW Pertanian/Kebun Campuran Menjadi Ruang Terbangun Regression Summary for Dependent Variable: Y2 (pertanian/ kebun campuran => R.Terbangun) R= .61090257 R²= .37320195 Adjusted R²= .27594018 F(9,58)=3.8371 p<.00074 Std.Error of estimate: 1.0219 Beta Std.Err. B Std.Err. t(58) p-level Intercept -2.73330 1.182775 -2.31092 0.024412 X1 0.684436 0.159558 0.00740 0.001725 4.28956 0.000069 X3 0.430777 0.152858 0.03515 0.012472 2.81814 0.006595 X4 0.264613 0.179098 0.01356 0.009176 1.47748 0.144958 X18 0.131379 0.128627 2.23204 2.185280 1.02140 0.311308 X17 -0.198377 0.118636 -0.01086 0.006494 -1.67215 0.099881 X6 -0.201799 0.138057 -0.07877 0.053889 -1.46171 0.149218 X21 0.132022 0.118933 0.10940 0.098550 1.11006 0.271556 X2 0.180521 0.154026 0.00331 0.002828 1.17202 0.245982 X5 0.115203 0.110086 0.01800 0.017205 1.04648 0.299679 57 Dari Tabel 13. di atas persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: R2 = 0,3732 Y2 = -2,73 + 0,68 X1 + 0,43 X3 dimana : Y2 = X1 X3 = = Inkonsistensi jenis ke-2: luas lahan yang direncanakan untuk pertanian/kebun campuran yang sudah menjadi lahan terbangun (%) Luas desa/kelurahan (Ha) Luas lahan sawah (%) Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara luas desa/ kelurahan dan persentase luas lahan sawah dengan penyimpangan pemanfaatan ruang dari pertanian/ kebun campuran menjadi ruang terbangun. Semakin luas desa/kelurahan mendorong inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun sebesar 0,68 satuan. Semakin luas suatu desa/kelurahan akan mempersulit peran aparat dalam memonitoring pengawasan pelaksanaan pemanfaatan ruang, sehingga dapat mendorong inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun. Berbeda halnya pada desa/kelurahan yang luas wilayahnya kecil, dimana pengawasan/monitoring dapat dilakukan dengan maksimal. Peningkatan persentase luas lahan sawah dapat mendorong perubahan pemanfaatan ruang pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun sebesar 0,43. Umumnya lahan sawah merupakan lahan yang sangat diminati untuk dikonversi menjadi permukiman karena lahannya yang datar, land rent-nya meningkat bila menjadi permukiman dibandingkan tetap menjadi lahan pertanian (land rent rendah) 5.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun Luas lahan sawah, fasilitas peribadatan, jumlah buruh tani, luas lahan non pertanian serta jarak desa ke pusat kota, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun (Y3) dengan p<0,05. 58 Sedangkan X7 (keluarga yang menggunakan listrik non PLN) juga berpengaruh nyata (0,05<p<0,1) namun tidak signifikan dalam mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun. Tabel 14. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang RTRW Hutan Kota Menjadi Ruang Terbangun Regression Summary for Dependent Variable: Y3 (Hutan => R.Terbangun) R= .63830757 R²= .40743656 Adjusted R²= .31548706 F(9,58)=4.4311 p<.00019 Std.Error of estimate: .80733 Beta Std.Err. B Std.Err. t(58) p-level Intercept -1.10769 0.811889 -1.36434 0.177733 X3 0.773074 0.152056 0.05125 0.010081 5.08415 0.000004 X13 -0.337946 0.117836 -3.01192 1.050211 -2.86792 0.005752 X6 0.348824 0.129933 0.11064 0.041211 2.68465 0.009450 X4 0.387568 0.173990 0.01613 0.007243 2.22753 0.029806 X7 -0.198740 0.108922 -0.06779 0.037153 -1.82461 0.073212 X15 0.298072 0.130940 0.57760 0.253736 2.27640 0.026530 X1 0.151834 0.127856 0.00133 0.001123 1.18754 0.239856 X10 -0.131716 0.124143 -1.37964 1.300312 -1.06101 0.293085 X12 -0.106629 0.104809 -4.28434 4.211236 -1.01736 0.313207 Persamaan regresi yang dihasilkan : Y3 = -1,10 + 0,77 X3 – 0,33 X13 + 0,34 X6 + 0,38 X4 + 0,29 X15 R2 = 0,4074 dimana : Y3 = X3 X13 X6 X4 = = = = X15 = Inkonsistensi jenis ke-3: luas lahan yang direncanakan untuk pemanfaatan hutan kota yang sudah menjadi lahan terbangun (%) Luas lahan sawah (%) Jumlah fasilitas peribadatan (unit/jiwa) Jumlah KK buruh tani (%) Persentase luas lahan untuk non pertanian (permukiman/perumahan/ pertokoan/perkantoran/industri dan lainnya) (%) Jarak desa ke pusat kota (Km) Keberadaan lahan sawah mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 0,77 satuan. Luasnya lahan sawah di suatu desa/kelurahan diiringi dengan kecenderungan konversi hutan kota untuk dijadikan tempat tinggal. Demikian halnya keberadaan fasilitas-fasilitas permukiman serta keberadaan buruh tani cenderung disertai dengan tekanan yang tinggi pada lahan-lahan hutan kota menyebabkan petani 59 merambah hutan untuk dijadikan tempat tinggal, selanjutnya pembangunan fasilitasfasilitas lain untuk memenuhi berbagai kebutuhannya, jika demikian akan semakin banyak area hutan yang terkonversi. Penambahan fasilitas peribadatan berpengaruh negatif terhadap perubahan penggunaan lahan hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 0,33. Semakin sedikit fasilitas peribadatan yang dibangun mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun. Sifat fasilitas peribadatan yang didirikan notabene untuk digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan pembangunannya pun berdasarkan jumlah penganut yang ada di daerah tersebut. Meskipun jumlah penganutnya bertambah, fasilitas peribadatan cenderung menambah luas bangunannya daripada membangun lagi di daerah lain, hal ini menyebabkan pembangunan di daerah sekitar fasilitas peribadatan dengan pertimbangan efisiensi. Penambahan jumlah penduduk yang berprofesi sebagai buruh tani berpengaruh positif mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun. Pekerjaan sebagai buruh tani yang mengerjakan lahan sawah orang lain, menyebabkan para buruh mencari alternatif lain dengan merambah hutan untuk dijadikan area usahataninya, bila usahanya berkembang, maka pembangunan fasilitas-fasilitas lainnya pun bertambah, hal ini tidak jauh berbeda dengan pertambahan persentase luas lahan sawah dalam mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun. Selanjutnya pertambahan persentase luas lahan untuk non pertanian berpengaruh positif mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 0,38. Semakin dekat jarak desa ke pusat kota mendorong inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 0,29. Jarak desa yang jauh ke pusat kota, memperbesar peluang untuk merambah hutan kota dan menjadikannya ruang terbangun sebagai tempat tinggal, maupun membangun fasilitas-fasilitas lain. 60 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Total luas inkonsistensi pola ruang yang terjadi di Kota Bogor sebesar 127,21 Ha atau 1,13% dari total luas wilayah Kota Bogor. Dari keenam kecamatan, total inkonsistensi terbesar terjadi di Kecamatan Bogor Tengah sebesar 17,27 Ha atau 2,18 % dari total luas wilayah Kecamatan Bogor Tengah sendiri (792,43 Ha). Inkonsistensi pemanfaatan ruang menyebar di seluruh kecamatan. Luas peruntukan untuk taman/lapangan olahraga/jalur hijau menjadi ruang terbangun sebesar 1242,58 Ha (11,05% dari total luas wilayah Kota Bogor) dan persentase inkonsistensi taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun dengan luas peruntukan taman/lapangan olah raga/jalur hijau sebesar 7,59%. Luas peruntukan pertanian/kebun campuran sebesar 128,43 Ha (1,14% dari total luas wilayah Kota Bogor), persentase inkonsistensi pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun dengan luas peruntukannya adalah 17,57% dan luas peruntukan hutan kota sebesar 358,72 Ha (1,59% dari total luas wilayah Kota Bogor), persentase inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun dengan luas peruntukannya adalah 5,76% Inkonsistensi terbesar terjadi pada taman/lapangan olah raga/jalur hijau menjadi ruang terbangun yaitu 94,31 Ha (0,84% dari total luas wilayah Kota Bogor), kemudian pertanian/kebun campuran menjadi ruang terbangun sebesar 22,57 Ha (0,20% dari total luas wilayah Kota Bogor) dan hutan kota menjadi ruang terbangun sebesar 10,33 Ha (0,09% dari total luas wilayah Kota Bogor), Dari hasil analisis regresi, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inkonsistensi taman/ lapangan olah raga/ jalur hijau menjadi ruang terbangun adalah keberadaan fasilitas pemukiman (kesehatan, pendidikan, telepon) serta keberadaan keluarga miskin. Inkonsistensi lahan pertanian/ kebun campuran menjadi ruang terbangun dipengaruhi oleh luas desa/ kelurahan dan luas lahan sawah, sedangkan untuk inkonsistensi hutan kota menjadi ruang terbangun dipengaruhi oleh luas lahan sawah, fasilitas peribadatan, jumlah buruh tani, luas lahan non pertanian serta jarak desa ke pusat kota. 61 6.2. Saran Perlu dilakukan monitoring yang lebih intensif baik secara langsung turun ke daerah maupun melalui pemanfaatan citra satelit lebih dari satu titik tahun untuk melihat seberapa besar penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi untuk dapat segera dilakukan tindakan pengendalian. Wilayah-wilayah kelurahan dengan area yang relatif luas, berlokasi jauh dari pusat kota terutama pada kawasan yang kurang berkembang dengan tingkat kesejahteraannya relatif rendah memerlukan pengawasan perubahan penggunaan lahan yang lebih intensif oleh aparat, karena di wilayah yang luas lebih berpotensi terjadi inkonsistensi pemanfaatan ruang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kawasan terbuka hijau yang direncanakan tidak begitu luas sehingga perencanaan tata ruang wilayah Kota Bogor sebaiknya lebih mengutamakan kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka hijau secara berkelanjutan. 62 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Barlowe, R. 1978. Land Resources Economics. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentise Hall, Inc. Barlowe, R. 1986. Land Resources Economics of Real Estate. Fourth Edition. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey. Barus, B dan US Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bappeda. 1999. RTRW Kota Bogor 1999-2009. Bogor. Bappeda Kabupaten Bogor. 2006. Analisa Penggunaan Lahan PT Wicaksana Megacipta. Kabupaten Bogor. Direktorat Jendral Penataan Ruang. 2003. Kaji Ulang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur dalam Rangka Mitigasi Banjir DKI Jakarta dan Sekitarnya. Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bogor. 28 Agustus 2008. Bogor. http://www. psppr_ugm_net/jurnalpdf/multiple-reg-1.pdf. 28 Agustus 2008. Bogor. http://en.wikipedia.org/wiki/ikonos. 28 Agustus 2008. Bogor http://www.bktrn.org/public/Planning%20Integration.pdf. Bogor. 28 Agustus 2008. Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Jakarta. Rustiadi, E. 2001. Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan. Makalah pada Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Kawasan di Cibogo Bogor tanggal 10-11 Mei 2001. Bogor. Rustiadi E, A Medrial, BH Trisasongko, D Shiddiq, JT Hidayat, D Radnawati dan DR Panuju. 2002. Kajian Pemanfaatan Ruang Jabotabek. Lembaga Penelitian IPB Bekerjasama dengan Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Bogor. Rustiadi E, S Saefulhakim dan DR Panuju. 2005. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 Saefulhakim, R.S. dan L.I. Nasoetion. 1995a. Kebijaksanaan Pengendalian Konversi Sawah Beririgasi Teknis. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat No.13/1996. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Hal. 67-72. Bogor. Saefulhakim, R.S. 1999. Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktivitas Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Lokakarya HDPLUCC. Jakarta. Sitorus SRP. 1986. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sitorus SRP. 2004a. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Winoto, J. 1995. Pembangunan (Sari Tema-Tema Teori Pembangunan Lintas Mahzab dan Penerapannya untuk Analisis Usaha Kecil dan Menengah). Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64