Seminar Nasional 60 tahun Pendidikan Arsitektur Copyright 2010 Institut Teknologi Bandung dan Para Penulis Dilarang memperbanyak keseluruhan atau sebagian isi proseding tanpa seizin dari penerbit. Editor: Agus S. Ekomadyo Asisten Editor: Artria Pratomo, Enzeline Fransiska, Komang Tria Prabawati Dicetak di Indonesia Program Studi Arsitektur Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek IX‐B Jalan Ganeca 10 Bandung 40132 Indonesia T (022) 250 4962, (022) 253 0706 F (022) 253 0705 E [email protected] W http://www.ar.itb.ac.id/ar60tahun; http://ar60tahun.wordpress.com; http://ar60tahun.blogspot.com/ ii Institut Teknologi Bandung, 2010 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Prakata Proseding Seminar Nasional “Pendidikan Arsitektur dan Tantangan Lingkungan Masa Depan” “ disusun sebagai bagian dari seminar nasional dalam peringatan 60 tahun berdirinya pendidikan arsitektur di Indonesia. Seminar ini diselenggarakan tanggal 16 Oktober 2010, bertempat di gedung sayap timur Campus Center ITB, Jalan Ganeca 10 Bandung. Seminar ini menghadirkan pembicara internasional sebagai pembicara kunci (keynote speaker), yang akan memaparkan peta permasalahan dan kecenderungan perkembangan pendidikan arsitektur di dunia. Selain itu, juga diundang beberapa pembicara nasional sebagai pembicara utama, yang diharapkan dapat memaparkan peta permasalahan kebijakan dan substansi pendidikan arsitektur di Indonesia. Dalam seminar ini, pendidikan arsitektur didiskusikan ke dalam 3 topik, yaitu: 1) kurikulum, yang membahas body of knowledge arsitekur, profil dan kompetensi lulusan pendidikan arsitektur, dan kurikulum yang menjembatani pengetahuan dengan kompetensi lulusan; 2) riset dan profesi, yang membahas peran riset dalam pendidikan arsitektur dan kaitannya dengan dunia profesi, dan 3) konsep dan wacana baru, yang membahas berbagai penerapan metode baru dalam pembelajaran arsitektur. Diharapkan kumpulan pemikiran dalam seminar yang didokumentasikan dalam proseding ini bisa menjadi informasi dan masukan dalam pengembangan kebijakan pendidikan arsitektur di Indonesia yang dapat merespon tantangan pembangunan lingkungan di masa depan. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya untuk mengisi sesi‐sesi dalam seminar ini baik sebagai pembicara kunci maupun pemalakah dalah sesi paralel. Selamat berseminar Bandung, 16 Oktober 2010 Panitia Seminar Institut Teknologi Bandung, 2010 iii Seminar Nasional 60 tahun Pendidikan Arsitektur Susunan Panitia Penanggung Jawab Kegiatan: Dr.Ing. Ir. Heru W. Poerbo, M.U.R.P Dr.Ing. Ir. Widjaja Martokusumo Panitia Pengarah: Ir. Basauli U. Lubis, M.S.A, Ph.D. Dr.Ing. Ir. Himasari Hanan, M.A.E. Dr. Ir. Ismet B. Harun, M.Sc. Dr. Ir. Sugeng Triyadi, M.T. Ketua Panitia: Dr. Ir. A. Adib Abadi, M.Sc. Sekretaris: Dr. Allis Nurdini, S.T., M.T. Bendahara: Widiyani, S.T., M.T. Ketua Seminar: Dr. Agus S. Ekomadyo, S.T., M.T. Ketua Pameran: Dr. Ir. Surjamanto Wonoraharjo, M.T. Ketua Penerbitan Buku: Ir. Wiwik D. Pratiwi, M.E.S., Ph.D. Tim Penyusun Proseding Seminar: Dr. Agus S. Ekomadyo, S.T., M.T. (Koordinator) Artria Pratomo, S.Pd. Enzeline Fransiska, S.T Komang Tria Prabawati, S.T. Morian Saspriatnadi, S.T. Yessie Hermitasari, S.T., M.T. Andini Yudianto, S.Sos. Gagan Irana Dei Machmud iv Institut Teknologi Bandung, 2010 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Daftar Isi iii Prakata Susunan Panitia Daftar Isi A Keynote Speakers A‐01 The Dynamics of Change Impacts of the Bologna Accord and Challenges for Architectural Education in Europe iv v Loughlin Kealy B Pembicara Utama B‐01 Kualitas Pendidikan Arsitektur dan Kebijakan Nasional Pendidikan Tinggi di Indonesia Bambang Hari Wibisono B‐02 Membangun Budaya Studio yang Efektif: Lesson Learned Iwan Sudradjat B‐03 C C‐01 Strategi Membangun dengan Universitas di Depan (University‐led Development Strategy) Ary Mochtar Pedju Kurikulum Pendidikan Arsitektur Membedah Hambatan Pola Pikir: Memahami Normalisasi SKS dalam Kurikulum Kahar Sunoko C‐02 Fleksibilitas SKS dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Arsitektur C‐03 Hardiyati C‐04 C‐05 Kompetensi Lulusan Program Studi Sarjana Arsitektur dengan Masa Studi 3 Tahun (120 SKS) Indartoyo Arsitektur Berkelanjutan? Suatu Kajian tentang Pendekatan Perumusan Ideal Lulusan Pendidikan Arsitektur Widi Suroto Membumikan Pendidikan Arsitektur di Indonesia: Sinergi Pengajaran Alur Profesi dan Non‐Profesi Bauni Hamid dan Krispitoyo Institut Teknologi Bandung, 2010 A‐1 B‐1 B‐14 B‐23 C‐1 C‐8 C‐16 C‐26 C‐36 v Seminar Nasional 60 tahun Pendidikan Arsitektur C‐06 C‐07 Pendidikan Arsitektur: Antara Generalis dan Spesialis Heru W. Poerbo Perkembangan Kurikulum Pendidikan Arsitektur di ITB dan Kesesuaiannya dengan Kompetensi Arsitek Profesional IAI Woerjantari K. Soedarsono D D‐01 D‐02 D‐03 D‐04 D‐05 D‐06 D‐07 E E‐01 E‐02 E‐03 Riset dan Profesi dalam Pendidikan Arsitektur Penguatan Riset Arsitektural dan Relevansinya dengan Profesi Arsitek Bani Noor Muchamad, Naimatul Aufa dan Ira Mentayani “Link and Match” Sarjana Arsitektur dan Kebutuhan Dunia Profesi Sugeng Triyadi Pendidikan Profesional Arsitektur menuju Peningkatan Kinerja Industri Konstruksi di Indonesia Dewi Larasati E.Z.R dan Allis Nurdini Berarsitektur dengan Komunitas: Suatu Pilihan dalam Melakukan Proses Merancang Mohamad Muqoffa, A.M. Nizar Alfian Hasan dan Boerhan Roestamaji Menggali Wacana Baru Pendidikan Tinggi Arsitektur: Melihat Profil Lulusan Arsitektur yang Mengenal “Proses Pembangunan” di Indonesia E‐04 E‐05 vi D‐11 D‐20 D‐28 Rini Raksadjaja D‐41 Yandi Andri Yatmo dan Paramita Atmodiwirjo Wacana dan Konsep Baru dalam Pendidikan Arsitektur Collaborative Studio sebagai Metode Pembelajaran Desain Arsitektur Widjaja Martokusumo Merancang Berbasis Kolaborasi: Kajian Kasus Studio di Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia D‐42 E‐1 Ilya Fadjar Maharika E‐12 Priyo Pratikno E‐27 Seni Instalasi dalam Pembelajaran Desain Arsitektur Memahami Arsitektur dan Kota dengan ”Menghuninya” (Sebagai Pelengkap Pendidikan Formal Arsitektur) Johannes Adiyanto Metoda Pembelajaran untuk Materi Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Mahasiswa Arsitektur, Studi Kasus: Mata Kuliah Struktur, Konstruksi, dan Bahan Bangunan di Tingkat 2 Surjamanto Wonorahardjo Institut Teknologi Bandung, 2010 D‐1 D‐31 Community Project dalam Pendidikan Arsitektur: Pengembangan Praktek Arsitektur yang Lebih Bermakna bagi Masyarakat C‐54 Udjianto Pawitro Partisipasi dalam Arsitektur C‐46 E‐36 E‐49 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur E‐06 E‐07 E‐08 E‐09 E‐10 Bani Noor Muchamad, Prima Widya Wastuty dan Moh. Ibnu Saud Merentang Pendidikan Arsitektur di Indonesia, Antara Harapan dan Kenyataan Benedictus Edward dan Rahadhian P.H Arsitektur sebagai Ilmu Pengambilan Keputusan dan Peluang Arah Pendidikan Allis Nurdini Meningkatkan Kinerja Hasil Pembelajaran pada Studio Perancangan Arsitektur E‐12 E‐57 E‐67 E‐77 Eko Purwono E‐87 Basauli Umar Lubis E‐95 “School of Thought” dan Bentuk Pengajaran Arsitektur E‐11 Pengalaman dan Kesadaran terhadap Arsitektur: Wacana dan Konsep dalam Metode Pengajaran Arsitektur Integrasi Gagasan Ruang, Pengalaman Tubuh Manusia dan Materialitas melalui Pembelajaran Arsitektur dengan Model Skala 1:1 Paramita Atmodiwirjo dan Yandi Andri Yatmo Dari Tukang Hingga ke Petualang Yuswadi Saliya Daftar Pemakalah E‐100 E‐108 F‐1 Institut Teknologi Bandung, 2010 vii 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Daftar Pemakalah Allis Nurdini, S.T., M.T., Dr. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962, HP. 08156230251, Rumah. (022) 2512738 E‐mail: [email protected] A.M. Nizar Alfian Hasan, S.T. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jalan Ir. Sutami 36 A 40132, Surakarta, telp. (0271) 643666 E‐mail: [email protected] Ary Mochtar Pedju, Ir., M.Arch. PT Encona, Jalan Sumur Bandung No. 5, Bandung, Jawa Barat E‐mail: [email protected] Bambang Hari Wibisono, Ir., M.U.P., M.Sc., Ph.D., Prof. Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta 55281 E‐mail: [email protected] Bani Noor Muchamad, S.T., M.T. Jurusan Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen. H. Hasan Basri, Kotak Pos 219, Banjarmasin 70123, Kalimantan Selatan E‐mail: [email protected] Basauli Umar Lubis, Ir., M.S.A., Ph.D. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962 E‐mail: [email protected] Bauni Hamid, Ir., M.Des. Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, Jl. Dr. T. Mansur No. 9,Medan 20155 Sumatera Utara E‐mail: [email protected] Benedictus Edward, S.T., M.T. Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 Indonesia E‐mail: [email protected] Institut Teknologi Bandung, 2010 F-1 Seminar Nasional 60 tahun Pendidikan Arsitektur Boerhan Roestamaji, S.T. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jalan Ir. Sutami 36 A 40132, Surakarta, telp. (0271) 643666 Indonesia E‐mail: [email protected] Dewi Larasati E.Z.R., S.T., M.T. Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10 Bandung 40132, telp. (022) 2504962, HP. 081839207910, Rumah. (021) 8090136 E‐mail: [email protected] Eko Purwono, Ir., M.S.Arch. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, Indonesia, telp. (022) 2504962 E‐mail: [email protected] Hardiyati, Ir., M.T. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jalan Ir. Sutami 36 A 40132, Surakarta, telp. (0271) 643666, HP. 081578800981, Rumah. (0271) 826924 E‐mail: [email protected] Heru W. Poerbo, Ir., M. Arch., M.U.R.P., Dr.Ing. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962 E‐mail: [email protected] Ilya Fadjar Maharika, Ir., M.A., Dr.Ing., IAI Jurusan Arsitektur, Universitas Islam Indonesia, Kampus Terpadu, Jalan Kaliurang Km. 14,5 Yogyakarta, telp. (0274) 898444 ext. 3230, HP. 0818269262 E‐mail: [email protected] Indartoyo, Ir., M.S.A. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Kampus A, Gedung C – Lantai 8, Jalan Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat 11440, telp. (021) 5663232 Psw. 215, Faks (021) 7302655 E‐mail: [email protected] Ira Mentayani, S.T., M.T. Jurusan Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen. H. Hasan Basri, Kotak Pos 219, Banjarmasin 70123, Kalimantan Selatan E‐mail: [email protected] F-2 Institut Teknologi Bandung, 2010 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Iwan Sudrajat, Ir., M.S.A., Ph.D. Kelompok Keahlian Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962, HP: 0811214105, Fax: (022)6011383 E‐mail: [email protected] or [email protected] Johannes Adiyanto, S.T., M.T. Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Jalan Palembang, Prabumulih KM 32, Inderalaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, HP. 0812 7141 033 Email : [email protected] Kahar Sunoko, S.T., M.T. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jalan Ir. Sutami 36 A 40132, Surakarta, telp. (0271) 643666, HP. 081392053103 E‐mail: [email protected] Krispitoyo Studio 7, Medan, Sumatera Utara E‐mail: [email protected] Loughlin Kealy, Prof. University College Dublin, Ireland; Council of the European Association for Architectural Education (EAAE). University College Dublin, Belfield, Dublin 4, Ireland, Phone +35317162758 E‐mail: [email protected] Moh. Ibnu Saud, S.T. Jurusan Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen. H. Hasan Basri, Kotak Pos 219, Banjarmasin 70123, Kalimantan Selatan E‐mail: [email protected] Mohamad Muqoffa, Ir., M.T., Dr. Laboratorium Sejarah Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jalan Ir. Sutami No. 36 A, Kentingan, Surakarta, telp. (0271) 63444, faks (0271) 63444 E‐mail: [email protected] Naimatul Aufa, S.T. Jurusan Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen. H. Hasan Basri, Kotak Pos 219, Banjarmasin 70123, Kalimantan Selatan E‐mail: [email protected] Paramita Atmodiwirjo, S.T., M.Arch., Ph.D. Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia, telp. (021) 7867222 E‐mail: [email protected]; [email protected] Institut Teknologi Bandung, 2010 F-3 Seminar Nasional 60 tahun Pendidikan Arsitektur Priyo Pratikno, Ir., M.T. Prodi Arsitektur, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Jalan DR. Wahidin Sudirohusodo No 5‐25, Yogyakarta 55224, HP. 08562884769 Email: [email protected] Prima Widia Wastuty, S.T., M.T. Jurusan Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen. H. Hasan Basri, Kotak Pos 219, Banjarmasin 70123, Kalimantan Selatan Email: [email protected] Rahadhian P.H., S.T., M.T. Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 Indonesia E‐mail: [email protected] Rini Raksadjaja, Ir., M. S. A., Dr. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962 Sugeng Triyadi S., Ir., M. T., Dr. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962, HP. 08122042793 E‐mail: [email protected] Surjamanto Wonorahardjo, Ir., M. T., Dr. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962 E‐mail: [email protected] Udjianto Pawitro, Ir., M. S. P. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, FTSP, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jalan Kyai Haji Mustafa 23, Bandung Jawa Barat 40124, telp. (022) 7272215 E‐mail: [email protected] Widi Suroto, Ir., M. T. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jalan Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126, telp (0271) 643666, faks (0271) 643666, HP. 081567663546 E‐mail: [email protected] F-4 Institut Teknologi Bandung, 2010 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Widjaja Martokusumo, Ir., Dr.Ing. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962, HP. 0818621041, Rumah. (022) 2010416 E‐mail: [email protected] Woerjantari K. Soedarsono, Ir., M.T., Dr. Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Gedung Labtek IX‐A, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, telp. (022) 2504962 E‐mail: [email protected] Yandi Andri Yatmo, S.T., M.Arch., Ph.D. Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia, telp. (021) 7867222 E‐mail: [email protected] Yuswadi Saliya, Ir., M.Arch., Dr. Program Pasca Sarjana Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Jalan Ciumbuleuit No. 94, Bandung E‐mail: [email protected] Institut Teknologi Bandung, 2010 F-5 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur PENGALAMAN DAN KESADARAN TERHADAP ARSITEKTUR: wacana dan konsep dalam metode pengajaran arsitektur Bani Noor Muchamad Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat [email protected] Prima Widia Wastuty Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat [email protected] Moh. Ibnu Saud Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Lambung Mangkurat [email protected] Abstrak Perkembangan suatu ilmu pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari pemikiran filsafat yang melandasi (ontologi), membentuk (epistemologi), dan mengawalnya (etis). Bahkan jika kita belajar dari sejarah, kemajuan sebuah disiplin ilmu sesungguhnya diawali dari hasil buah “pemikiran” tentang sesuatu yang kemudian menjadi obyek dari disiplin ilmu tersebut. Sejarah perkembangan arsitektur juga telah mencatat jatuh bangunnya beragam paradigma, konsep, proposisi, maupun teori. Melihat pada realitas, hakikat, dan tujuan arsitektur, nampaknya pemikiran fenomenologi patut dibumikan dalam metode pengajaran. Pemikiran fenomenologi ini memiliki keutamaan dalam hal pandangannya tentang pengalaman dan kesadaran akan sesuatu. Melalui fenomenologi mahasiswa dapat diajak memiliki pengalaman berarsitektur dan kesadaran terhadap arsitektur. Untuk itulah tulisan ini bertujuan menggali pemikiran fenomenologi dan merumuskan aspek teknisnya guna diimplementasikan sebagai metode pengajaran arsitektur. Bagaimana agar fenomenologi dapat digunakan, apa saja hambatan dan peluangnya, serta bagaimana membangun pengalaman berarsitektur dan kesadaran terhadap arsitektur melalui pengajaran mata kuliah. Analisis menggunakan metode deskriptif-interpretif. Kata kunci: pendidikan arsitektur,metode pengajaran, fenomenologi arsitektur. Institut Teknologi Bandung, 2010 1 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur 1. Pendahuluan Fenomenologi dapat dilihat dalam 2 aspek, yaitu sebagai aliran pemikiran filsafat dan sebagai salah satu pendekatan dalam penelitian kualitatif. Sebagai aliran filsafat, fenomenologi tidak dapat dipisahkan dari Edmund Husserl yang memperkenalkan filsafat fenomenologi untuk menemukan “kebenaran” melalui sumber yang pertama. Sedangkan sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian kualitatif, secara terinci diuraikan oleh Creswell (2007), dan beberapa peneliti fenomenologis lainnya, seperti Moustakas (1994) , van Manen (1990) , dll. Fenomenologi sebagai pemikiran filsafat maupun pendekatan dalam penelitian kualitatif sama-sama berkembang menjadi berbagai cabang aliran dan dipergunakan dalam penelitian berbagai bidang ilmu. Dalam bidang filsafat setidaknya dikenal 6 cabang, yaitu; transcendental phenomenology, existential phenomenology, hermeneutical phenomenology, linguistical phenomenology, ethical phenomenology, dan phenomenology of practice (van Manen, 2002, phenomenologyonline. com). Adapun sebagai sebuah pendekatan penelitian kualitatif, terdapat beberapa bidang keilmuan yang menggunakan pendekatan fenomenologi (Creswell, 2007), seperti; Amadeo Giorgi (1985; 1994-psychology), Patricia Benner (nursing), Max van Manen (1990-education and pedagogy), Munhall and Oiler (1986-nursing), Strauss and Corbin (1990-sociology and nursing), Morse (1994-nursing), Moustakas (1994-psychology), Denzin and Lincoln (1994-social sciences), Slife and Williams (1995-psychology), Dukes (1984-psychology), Tesch (1990 - psychology), Polkinghorne (1989-psychology), dlsb. Beragamnya disiplin ilmu yang memanfaatkan fenomenologi dalam riset keilmuan menunjukkan betapa fenomenologi telah sangat dipercaya kemampuannya guna menemukan “kebenaran” atas realitas/fenomena yang menjadi domain cabang keilmuan tersebut. Bagaimana dengan bidang ilmu arsitektur? Memang sudah banyak riset arsitektur yang menggunakan paradigma dan/atau metode fenomenologi namun apakah sudah menyentuh proses belajar-mengajar dalam arsitektur? Bukankah materi pembelajaran membutuhkan hasil-hasil riset terbaru? Jika paradigma dan/atau metode fenomenologi telah digunakan dalam riset arsitektur karena kemampuannya dalam menggali dan memahami realitas dan esensi arsitektur maka seyogyanya juga dapat digunakan dalam metode pengajaran arsitektur. Hal ini dikarenakan diantara tujuan proses pembelajaran (yaitu membangun pengetahuan) tidak berbeda jauh dengan tujuan penelitian. Selain itu, suatu temuan/hasil riset (konsep, proposisi, ataupun teori) sudah seharusnya dipahami juga prosesnya sehingga mahasiswa mampu memahami ilmu arsitektur dengan baik dan mampu menerapkannya. Berdasar uraian di atas maka penelitian ini bertujuan menggali pemikiran fenomenologi dan merumuskan aspek teknisnya guna diimplementasikan sebagai metode pengajaran arsitektur. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebuah konsep metode pengajaran arsitektur yang lebih baik. Tentu saja apa yang akan dihasilkan dari penelitian ini masih merupakan sebuah konsep/wacana yang perlu diuji kebenarannya. Untuk itu berbagai satuan informasi yang terkait fenomenologi menjadi unit amatan dan analisis dalam penelitian ini. Informasi diperoleh dari penelusuran pustaka, pengalaman/praktek pengajaran, pengamatan lapangan atas kegiatan belajar mengajar mahasiswa-dosen, dan berbagai informasi lainnya. Kasus pengajaran pada mata kuliah Teori Arsitektur pada Program Studi Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat menjadi bagian dari satuan informasi yang digunakan. Adapun analisis data menggunakan metode deskriptif-interpretif (Groat and Wang, 2002). Institut Teknologi Bandung, 2010 2 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur 2. Fenomenologi dan Arsitektur 2.1 Filsafat Fenomenologi Fenomenologi, secara terminologi berasal dari kata Yunani; phainómenon yang berarti “yang menampakkan” (that which appears); dan kata lógos yang berati “ilmu” (study) serta merupakan sebuah aliran pemikiran filosofis. Menurut Oxford English Dictionary, fenomenologi berarti; -the science of phenomena as distict from being (ontology); -division of any science which describes and classifies its phenomena. Adapun secara praktis, fenomenologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari fenomena (yang menampakkan diri) atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena. Menurut Husserl, fenomenologi adalah "studi reflektif untuk memperoleh esensi kesadaran yang dialami dari sudut pandang orang pertama yang mengalaminya”. Husserl juga mengemukakan bahwa fenomenologi akan dapat dipahami melalui pengalaman akan fenomena (peristiwa yang dapat diamati) dan mencoba untuk memperoleh intisari dari esensi pengalaman tersebut. 2.2 Metode Fenomenologi Fenomenologi, sebagai aliran filsafat, selanjutnya berkembang menjadi salah satu landasan pemikiran manusia dalam upaya mencari “kebenaran” atas berbagai fenomena atau realitas yang ditemui manusia di lingkungan sekitarnya. Landasan pemikiran ini juga yang mendasari pemikiran para ahli dalam melakukan penelitian di berbagai bidang. Kesesuaian antara landasan berfikir fenomenologi untuk memahami suatu fenomena dan menemukan jawabannya menjadikan fenomenologi berkembang sangat cepat dan dapat diterima sebagai salah satu pendekatan atau strategi dalam penelitian, khususnya penelitian kualitatif. Dalam kegiatan penelitian, terlebih lagi pada tataran teknisnya, pendekatan fenomenologi dalam penelitian kualitatif umumnya hampir sama, yaitu pada cara menggali informasi dari pihak pertama. Prosedur penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi secara terinci dijelaskan oleh Creswell (2007:60-62) yang merujuk pada beberapa ahli atau penelitian fenomenologi yang telah ada. 2.3 Asumsi Pengalaman dan Kesadaran dalam Arsitektur Sebelum membahas lebih jauh hubungan fenomenologi dan arsitektur maka perlu dibatasi terlebih dahulu pengertian dan lingkup ”arsitektur” dalam penelitian ini. Hal ini untuk memudahkan pemahaman akan subyek pembelajaran. Dalam konteks pengertian arsitektur, saat ini terdapat banyak pemikiran dan cabang keilmuan. Kondisi ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya disiplin ilmu arsitektur dan juga realitas yang ada. Dari berbagai pengertian tentang arsitektur, salah satunya adalah ruang (space), walaupun ruang itu sendiri pada mulanya bukanlah domain arsitektur semata. Terdapat beberapa disiplin ilmu yang sebelumnya telah mempelajari ruang, bahkan berbagai teori ruang dalam arsitektur diperoleh dari disiplin ilmu tersebut, seperti disiplin ilmu psikologi, antropologi, matematika, sosiologi, dlsb. Beberapa pakar berpendapat bahwa ruang adalah esensi dari arsitektur. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Nikolaus Pevsner, Frank Lloyd Wright, Louis I Khan, Philip Johnson, Christian Norberg-Schulz, Leland M. Roth, dan masih banyak pakar lain yang berpendapat serupa. Tidak dapat dilepaskan dari pengertian ruang (space) ini adalah bentuknya (form). Selanjutnya, berpegang pada poin penting dalam pemikiran fenomenologi, yaitu; (1) fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena yang menampakkan diri, (2) terdapat esensi dibalik fenomena yang menampakkan diri tersebut, (3) fenomena terjadi Institut Teknologi Bandung, 2010 3 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur secara sadar oleh pelakunya, dan (4) kebenaran diperoleh dari tangan pertama yang mengalaminya. Berdasar poin pemikiran di atas maka jika dikaitkan dengan domain disiplin arsitektur memunculkan beberapa asumsi yang harus ditetapkan; (1) wujud fisik ruang (space) dan bentuknya (form) beserta segala pengaruhnya terhadap kepuasan dan kenyamanan pengguna adalah fenomena yang menampakkan diri sehingga fenomena disini berbeda jika dibandingkan dengan fenomena dalam bidang ilmu lain yang biasanya berupa tindakan/perilaku dari sekelompok orang, (2)merujuk pada fokus dari setiap desain yaitu; fungsi, keindahan, dan kekuatan maka setiap ruang dan bentuknya tentu memiliki esensi yang tidak lepas dari ketiga fokus tersebut, (3)walaupun ruang dan bentuknya dibangun oleh manusia namun sebagai sebuah karya desain maka ruang dan bentuknya sendirilah yang harus mampu menyampaikan pesan kenyamanan dan keindahan. Dengan kata lain bahwa kesadaran akan esensi dari sang arsitek telah berpindah ke wujud fisik desain, dan (4)kebenaran akan diperoleh melalui desain dengan cara memahami respon pengguna atau masyarakat sekitar sebagaimana yang diharapkan yaitu perasaan puas, kesenangan, dan kenyamanan. Asumsi pemikiran di atas tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan pendapat Christian Norberg-Schulz. Menurut Norberg-Schulz, kepekaan terhadap detail sangat penting untuk menembus kesadaran seorang arsitek. Elemen desain arsitektur, elemen sensorik, dan material khusus yang digunakan dalam finishing bangunan semuanya akan mempengaruhi cara pengguna melihat dan membangun pengalaman ruang. Elemenelemen ini memiliki potensi untuk menciptakan kesadaran fenomenologis. Selain itu, untuk lebih merasakan detail, Norberg-Schulz percaya bahwa dengan meleburkan diri dengan genius loci sebuah tempat atau roh tempat adalah yang terpenting. Dalam esainya, The Phenomenon of Place, ia mengatakan bahwa "tempat merupakan bagian dari eksistensi yang sangat jelas”, dan tempat dibuat lebih dari sekedar abstrak dari lokasi. Norberg-Schulz percaya bahwa karakteristik seperti bahan/material, bentuk, tekstur, dan warna dari sebuah tempat yang ada “menentukan karakter lingkungan, atau esensi” (meganmccoy.org). Meskipun secara umum konsep genius loci yang diperkenalkan Norberg-Schulz sudah sangat jelas namun masih sulit bagi kebanyakan orang untuk memahaminya. Untuk itu, menurut Norberg-Schulz, pengalaman fenomenologis akan lebih mudah dipahami manakala kita mengunjungi langsung tempat-tempat yang dianggap memiliki karakteristik khusus, seperti Kota Khartoum atau Praha atau Roma. Analisis yang pernah dibuat oleh Francis Violich's pada empat kota di Dalmatia merupakan contoh bagaimana mengilustrasikan pendekatan Norberg-Schulz untuk memahami suatu lokalitas. Saat ini, fenomenologi arsitektur telah berkembang sangat luas. Dalam bidang perancangan, fenomenologi merupakan sebuah pendekatan yang menekankan pada aspek kemanusiaan hingga jauh ke dalam. Sejak awal, para arsitek yang beraliran fenomenologi, seperti Norberg-Schulz, sangat mengkritisi aliran modernisme dan internasionalisme. Ulasan tentang keterkaitan antara fenomenologi dengan perancangan arsitektur (desain) dapat dipahami melalui tulisan David Seamon yang berjudul “Phenomenology, Place, Environment, and Architecture”. Dalam tulisannya, Seamon menjelaskan perkembangan terakhir fenomenologi di bidang desain. Pembahasan yang lebih terinci juga dapat dipahami dari peta fenomenologi yang dibuat oleh David Wang & Sarah Wagner (www.arch.ksu.edu). Institut Teknologi Bandung, 2010 4 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur 3. Membangun Pengalaman dan Kesadaran 3.1 Konsep Pengalaman berarsitektur dan Kesadaran terhadap Arsitektur Berdasar asumsi pengalaman dan kesadaran di atas maka realitas arsitektur adalah ruang dan bentuknya yang merupakan wujud konkret dari kesadaran seorang perencana/perancang. Sedangkan pengalaman akan ruang dan bentuknya (pada akhirnya) akan diperlihatkan dari kemampuan desain berkomunikasi (komunikasi keindahan dan kenyamanan) dengan penggunanya. Konsep pengalaman berarsitektur adalah sebuah upaya memahami dan merasakan ruang dan bentuknya. We experience buildings in terms of their form, their structure, their aesthetics and our use of them. This constitutes the reality of our physical experience, but buildings exist not only in reality but also metaphorically. They express meaning and give certain messages ... . (Conway and Roenisch, 2005). Sedangkan konsep kesadaran akan arsitektur dapat dibedakan atas; kesadaran subyek dan obyek kesadaran. Kesadaran subyek adalah esensi ruang, bentuk, dan keindahannya yang sejatinya merupakan kesadaran si perancang. Namun sebagai karya desain, bangunan/lingkungan buatan-lah yang akhirnya memikul dan mengekspresikan kesadaran yang menyimpan esensi ruang, bentuk, dan keindahannya tersebut. Sunshades, cooling shafts, solar panels and rammed earth walls – and other features – are exploited as design elements in contemporary buildings, so that the architectural expression of these features becomes a significant part of the aesthetics and character of the building (Baird, 2001 in Williamson, 2003). 3.2 Dari Metode Penelitian ke Metode Pengajaran Didasari asumsi adanya hubungan antara riset fenomenologi dengan kegiatan desain yang merupakan fokus pengajaran serta kegiatan utama (profesi) seorang arsitek maka terdapat analogi kesesuaian diantara keduanya. Hubungan penelitian (berbasis fenomenologi) dengan perancangan (dilihat sebagai fokus proses pembelajar an) disini merupakan benang merah membangun metode pengajaran berbasis kesadaran dan pengalaman. Mengikuti desain fenomenologi yang ada (Creswell, 2007) maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan dosen-mahasiswa dalam proses pengajaran. Tabel 1 Perbandingan desain dan pengajaran Desain Fenomenologi Mengkaji kecocokan antara karakteristik permasalahan penelitian dengan karakteristik pendekatan fenomenologi. Menentukan fenomena yang tepat untuk dipelajari dari fokus penelitian. Merumuskan secara spesifik asumsi filosofis fenomenologi yang digunakan. Desain dan Metode Pengajaran Memahami ontologi disiplin arsitektur dan mengintegrasikan nya dalam silabi perkuliahan. Merumuskan rancangan perkuliahan (GBPP/SAP, dan evaluasinya.) Memberikan pengantar perkuliahan khususnya tujuan yang ingin diperoleh Mengumpulkan data dari orang-orang yang telah mengalami pengalaman (phenomenon) tersebut. Institut Teknologi Bandung, 2010 5 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Memperhatikan bentuk pertanyaan yang diajukan kepada informan. Menurut Moustakas (1994) terdapat 2 pertanyaan utama yang diajukan, yaitu: Apa yang telah informan alami dalam fenomena tersebut? Konteks atau situasi apa yang biasanya mempengaruhi pengalaman tersebut? Analisis yang dibangun dari data yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan pertama (what) dan kedua (why). Analis dilakukan terhadap kalimat yang penting atau kutipan yang memberikan pemahaman tentang bagaimana informan mengalami pengalaman tersebut. Kalimat-kalimat (informasi) yang penting dan tema-tema yang diperoleh digunakan untuk menulis deskripsi tentang apa yang dialami informan. Informasi dan tema juga digunakan untuk menulis penjelasan berdasar konteks yang mempengaruhi bagaimana informan mengalami fenomena. Menyusun deskripsi secara utuh tentang “esensi" dari fenomena. Proses ini difokuskan pada pengalaman dari para informan. Mengajak mahasiswa turun ke lapangan untuk berinteraksi dan mencari pengalaman serta kesadaran. (Uraian selengkapnya bagaimana praktek pada tahapan ini dapat dilihat pada bagian: Contoh Baik (good practices) pada bagian 3.3 di bawah ini). 3.3 Contoh Baik (best practices) Walaupun metode pengajaran arsitektur berbasis pengalaman dan kesadaran dalam tulisan ini merupakan sebuah wacana namun dalam pelaksanaannya beberapa bagian telah pernah dilaksanakan pada mata kuliah Teori Arsitektur di Program Studi Arsitektur Universtas Lambung Mangkurat. Mungkin aplikasi yang pernah dilaksanakan belum sepenuhnya mewujudkan metode pengajaran berbasis pengalaman dan kesadaran namun setidaknya beberapa prinsip telah dicoba. Sesuai dengan silabi yang ada, mata kuliah Teori Arsitektur difokuskan pada teori tentang estetika (keindahan). Aspek keindahan merupakan salah satu fokus dalam desain, selain fungsi dan kekuatan. Kajian tentang keindahan selama ini terfokus pada; 1. Upaya mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada munculnya persepsi atas sebuah obyek atau proses yang memiliki keindahan atau setidaknya pengalaman yang menyenangkan. Fokus ini dicakup dalam studi tentang proses persepsi, kognisi, dan sikap, yaitu studi-studi psikologi. Poin pertama ini berdasarkan atas teori positif. 2. Memahami kemampuan alamiah manusia dalam menciptakan dan menikmati keindahan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Fokus ini dicakup dalam studi tentang filosofi keindahan dan proses penciptaan keindahan, yaitu studi-studi metafisik dan psikoanalisis. Poin kedua ini berdasarkan atas teori normatif. Dalam kajian mengenai keindahan terdapat perbedaan antara pihak yang menilai bahwa keindahan adalah sesuatu yang tidak dapat dinalarkan dan sebaliknya. Mungkin pada masa-masa lalu (sebelum ilmu pengetahuan dan metode penelitian berkembang) pendapat yang mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang tidak dapat dinalar adalah benar, namun saat ini pendapat tersebut mungkin sudah tidak tepat lagi. Saat ini, cabang dari filsafat dan psikologi yang percaya bahwa keindahan dapat dipelajari dan digeneralisasikan dikenal dengan spekulatif aesthetic. Berdasar hal tersebut mata kuliah ini bertujuan memberikan pemahaman tentang keindahan, merumuskan unsur-unsur penyusun keindahan, dan mengaplikasikannya ke dalam desain. Dalam tahapan mendefinisikan keindahan dan merumuskan unsur-unsur Institut Teknologi Bandung, 2010 6 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur keindahan inilah proses membangun pengalaman berarsitektur diberikan kepada mahasiswa. Pengalaman ini harus mereka temukan sebelum diperbandingkan dengan teori yang ada yang akan disampaikan. Dalam beberapa tugas, mahasiswa diminta membuat beberapa foto yang menjadi penelusuran fenomena keindahan sesuai kepekaan mereka. Hal yang sama juga dilakukan dalam hal penyusun unsur-unsur keindahan. Penelusuran ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengalami dan kemudian merumuskan definisi tentang keindahan menurut pengalaman mereka sendiri. Mereka memotret hal-hal di sekelilingnya yang diangggapnya indah atau mengkomposisikan sesuatu dalam bingkai foto sehingga menghasilkan sesuatu yang indah. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga mereka dengan hasil foto-fotonya tersebut kemudian dapat mendeskripsikan dan mendefinisikan tentang keindahan dari subjektivitas masingmasing. Temuan foto-foto mereka antara lain objek-objek flora dan fauna, material lansekap, bangunan dan detail bangunan, unsur-unsur alam seperti air, api, awan; peristiwa, dan lain sebagainya. Hasil definisi mereka antara lain, ada yang mendefinisikan bahwa keindahan itu adalah sesuatu yang aneh, sesuatu yang unik, sesuatu yang menyeramkan, sesuatu yang menarik perhatian, sesuatu yang membawa kesenangan, sesuatu yang harmonis, seimbang. Setelah itu mereka menguraikan unsurunsur keindahan. Mereka menemukan bahwa sesuatu itu indah karena warnanya, bentuknya, komposisinya, teksturnya, skalanya, irama/ritmenya, gelap terangnya, sudut pandangnya, peristiwa/momentnya. Gambar 1. Beberapa hasil foto karya mahasiswa yang merepresentasikan keindahan Berdasarkan hasil temuan ini, mereka kemudian disuruh mendesain komposisi sesuatu yang indah, yang dilaporkan dalam bentuk foto. Latihan ini ditujukan untuk melatih kepekaan dalam melihat keindahan, berdasarkan subjektivitas dari masingmasing mahasiswa tanpa didahului oleh pemberian informasi mengenai definisi keindahan itu sendiri. Sehingga diharapkan setiap mahasiswa akan mengkonstruksikan sendiri definisi keindahan. Proses menemukan fenomena keindahan dalam hal ini merupakan proses menemukan kesadaran (fenomenologi). Meskipun pada akhirnya definisi tentang keindahan diberikan, tetapi pada proses awal menemukannya mahasiswa dibebaskan untuk mengalami sendiri fenomena keindahan. Masih pada mata kuliah yang sama, contoh lainnya adalah mengajarkan mahasiswa tentang “rasa akan ruang”. Tujuannya agar mahasiswa dapat merasakan sifat dan karakteristik ruang dan hal-hal yang membentuknya. Untuk itu mahasiswa Institut Teknologi Bandung, 2010 7 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur diminta memasuki beberapa ruang, disana mereka menggauli ruang dengan seluruh pancainderanya. Kemudian mereka mencatat apa yang mereka rasakan terhadap ruang tersebut, dan mendata ruang secara fisik. Hal ini juga dilakukan terhadap beberapa ruang lainnya dengan kondisi ruang yang berbeda-beda. Dari hasil pengalaman mereka terhadap ruang-ruang yang mereka masuki, mereka mengungkapkan tentang rasa ruang; ada ruang yang sempit, sesak, membuat tertekan, ingin cepat-cepat keluar dari ruang itu; ada pula ruang yang nyaman, tenang, membuat ngantuk; ada ruang yang luas, lega, menyenangkan; ada ruang yang menakutkan, ruang yang berisik, dst. Berdasarkan rasa ruang yang mereka nyatakan, selanjutnya dilihat hal-hal apa saja yang membuat rasa ruang yang seperti itu muncul. Dari hasil penelusuran mereka ditemukan bahwa hal-hal yang mempengaruhi rasa ruang antara lain perbandingan panjang-tinggi-lebar ruang, gelap terang cahaya, derajat ketertutupan, perabotan di dalamnya, warna dan tekstur material penutup lantai-dinding-plafond. Tidak hanya yang terlihat secara visual saja yang mempengaruhi rasa terhadap ruang, tetapi hal-hal lain seperti suara bising yang ditimbulkan oleh gema, aroma ruang dan suhu ruang. Bahkan pemilik/penghuni ruang dapat memunculkan rasa takut bagi orang tertentu yang memasukinya. Beberapa teori tentang ruang memang telah merumuskan ruang yang ideal. Bahkan foto, image atau model/maket juga digunakan dalam upaya memvisualisasikan ruang. Namun apa yang terlihat di atas kertas atau replika tak pernah senyata aslinya. Jadi cara yang paling baik adalah dengan merasakan ruang tersebut secara langsung. Cara ini digunakan untuk membangkitkan sensitivitas mahasiswa terhadap ruang. Sehingga dimanapun mereka berada mereka akan sensitif terhadap ruang di sekeliling mereka. Semakin banyak kosa kata mereka terhadap rasa ruang dan hal-hal yang membentuknya, akan semakin baik sebagai masukan dalam desain mereka. Gambar 2. Kegiatan membentuk pengalaman dan kesadaran akan “rasa ruang” Kedua contoh kegiatan pengajaran tersebut direncanakan dan dilaksanakan sesuai pemikiran fenomenologi. Keindahan adalah masalah rasa dan seseorang harus mengalami sendiri rasa itu, harus terlibat langsung agar bisa memahami dengan seluruh panca inderanya dan akhirnya mendefinisikannya. Begitu juga dengan rasa ruang. Institut Teknologi Bandung, 2010 8 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur 4. Kesimpulan Cara fenomenologi menemukan esensi kesadaran dari fenomena yang ada menurut pengalaman yang mengalaminya memiliki analogi dalam konteks memahami realitas/ fenomena arsitektur. Ruang dan bentuknya, sebagai sebuah karya desain yang dimanfaatkan manusia untuk beraktivitas serta memberikan pengaruh terhadap persepsi keindahan dan kenyamanan penggunanya, adalah fenomena yang menampakkan diri. Dalam fenomena ruang dan bentuknya ini tersimpan esensi kesadaran dari perancang/desainer akan fokus desain yang diterjemahkan melalui elemen-elemen desainnya. Melalui detail, material, orientasi, fokus, dlsb menjadikan kesadaran sang perancang berpindah kepada karya desain sehingga karya desainlah sekarang yang menyimpan esensi kesadaran ini. Komunikasi desain tercipta melalui fungsi, keindahan, dan kekuatan yang disampaikan kepada pengguna melalui persepsi keindahan dan kenyamanan. Ruang dan bentuknya menjadi subyek sekaligus obyek pengalaman arsitektur sedangkan desain dan elemennya adalah representasi kesadaran berarsitektur. Tinggal bagaimana kita merasakannya, memahaminya, dan mengajarkan prosesnya. Dalam proses pengajaran arsitektur, upaya untuk membangun pengalaman dan kesadaran terhadap arsitektur (rung dan bentuknya) dan keindahannya sebagian telah dicoba. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa mengajarkan pengalaman berarsitektur dan kesadaran terhadap arsitektur jauh lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah tentang teori-teori ruang. Namun demikian dikaitkan dengan karya desain sebagai representasi pengalaman tersebut belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Untuk itu disarankan adanya kajian lanjut bagaimana mengolah pengalaman berarsitektur dalam dunia mahasiswa yang sedang belajar dan berproses. Daftar Bacaan Conway, Hazel and Rowan Roenisch. 2005. Understanding Architecture: An introduction to architecture and architectural history. New York: Routledge. Creswell, J.W. (2nd ed). 2007. Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches. Thousand Oaks, California: Sage Publications. Groat, L. and David W. 2002. Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons, Inc. Groenewald, T. 2004. A phenomenological research design illustrated. International Journal of Qualitative Methods, 3(1). Article 4. Retrieved [15 Mei 2010] from http://www.ualberta.ca/~iiqm/backissues/3_1/pdf/groenewald.pdf. Louchakova, O. 2004. Phenomenological Architecture of Self-Awareness: Applications in Education and Transpersonal Psychotherapy. Paper presented at a Transpersonal Psychology 2004 Conference of the Institute of Transpersonal Psychology and the Association of Transpersonal Psychology, Palo Alto, CA. Retreived [15 Mei 2010] from http://www.hridayamyoga.org/papers/2Self-Awareness.pdf Moustakas, C. 1994. Phenomenological research methods. Thousand Oaks, CA: Sage. Muchamad, B. N. dan Achmad Djunaedi. 2009. Perbandingan Metode. Tugas Studi Mandiri pada Program Pascasarjana UGM. Tidak dipublikasikan. Muchamad, B. N. dan Ikaputra. 2009. Ekspresi Arsitektur. Tugas Studi Mandiri pada Program Pascasarjana UGM. Tidak dipublikasikan. Institut Teknologi Bandung, 2010 9 60 Seminar Nasional tahun Pendidikan Arsitektur Muchamad, B. N. dan Sudaryono S. 2010. Fenomenologi Arsitektur. Tugas Studi Mandiri pada Program Pascasarjana UGM. Tidak dipublikasikan. Norberg-Schulz, C. 1980. Genius Loci:Towards a Phenomenology Architecture. New York: Rizzoli International Publications. Seamon, D. 2007. Christopher Alexander and a Phenomenology of Wholeness. Paper presented for a special session on Christopher Alexander, annual meeting of the Environmental Design Research Association (EDRA), Sacramento, CA, May 2007 Seamon, D. 2007. A Lived Hermetic of People and Place: Phenomenology and Space Syntax. Proceedings, 6th International Space Syntax Symposium, A. S. Kubat, O. Ertekin, Y. Guney, & E. Eyuboglu, eds. Istanbul: Istanbul Technical University Faculty of Architecture, 2007, vol. I, pp. iii-1—iii-16. van Manen, M. 1990. Researching lived experience: Human s.cience for an action sensitive pedagogy. Albany: State University of New York Press. Williamson, Terry. Antony Radford, and Helen Bennetts. 2003. Understanding Sustainable Architecture. London: Spon Press. http://aks0101.wordpress.com/tag/phenomenology-and-architecture/ http://www.arch.ksu.edu/seamon/Wang&wagner07.htm http://www.meganmccoy.org/docs/phenomenology.pdf http://en.wikipedia.org/wiki/Phenomenology_(philosophy) http://www.arch.columbia.edu/workpage/work/courses/history-/theory/phenomenology-architecture-places-and-lifeworlds-beyond-inten http://www.arch.ksu.edu/seamon/Wang&wagner07.htm http://www.phenomenologyonline.com/articles/seamon.html http://www.phenomenologyonline.com/articles/seamon1.html http://www.phenomenologyonline.com Institut Teknologi Bandung, 2010 10