kematian bayi - Momentum Christian Literature

advertisement
KESELAMATAN
di Balik
KEMATIAN BAYI
P
JAWABAN penghiburan bagi
ORANGTUA yang berduka
Ronald H. Nash
Penerbit Momentum
2003
Copyright © momentum.or.id
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
Jawaban Penghiburan bagi Orangtua yang Berduka
Oleh: Ronald H. Nash
Penerjemah: Ellen Hanafi
Editor: Hendry Ongkowidjojo dan Trivina Ambarsari
Tata Letak: Djeffry
Desain Sampul: Darman dan Minerva Utomo
Editor Umum: Solomon Yo
Originally published in the U.S.A. under the title
WHEN A BABY DIES
© 1999 by Ronald H. Nash
Grand Rapids, Michigan
Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada
Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia.
Copyright © 2001
Telp: +62-31-5472422; Faks: +62-31-5459275
e-mail: [email protected]
Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Nash, Ronald H.,
Keselamatan di balik kematian bayi: jawaban penghiburan bagi orangtua
yang berduka/Ronald H. Nash, terj. Ellen Hanafi – cet. 1 – Surabaya:
Momentum, 2003.
xiii + 121 hlm.; 14 cm.
ISBN 979-8131-48-7
1. Keselamatan Bayi.
2. Calvinisme.
234–dc21
Cetakan pertama: Mei 2003
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan
komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi,
publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
Copyright © momentum.or.id
Daftar Isi
P
Prakata Penerbit
vii
Pengantar: Keselamatan di Balik Kematian Bayi
ix
1. Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
1
2. Universalisme: Apakah Setiap Orang Akan Diselamatkan? 13
3. Keselamatan Setelah Kematian?
23
4. Apakah Baptisan Menyelamatkan?
37
5. Pembelaan Atas Keselamatan Bayi
51
6. Keselamatan Bayi: Beberapa Isu Teologis
63
7. Pandangan Reformed tentang Keselamatan Bayi
79
8. Beberapa Pertanyaan Terakhir
95
Epilog: Aroma Sorga
111
Catatan
115
Copyright © momentum.or.id
Pengantar
P
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
P
ada musim semi 1997, James Cupschalk, seorang mahasiswa seminari di tempat saya mengajar, menceritakan
kesaksian yang mengharukan tentang apa yang ia dan isterinya,
Tamera, alami pada kelahiran dan kematian anak pertama mereka.
Perkataan Jim mengingatkan kita bahwa penyelidikan apa pun
tentang keselamatan anak-anak yang meninggal semasa bayi tidak
boleh menjadi abstraksi atau teori yang dipisahkan dari pentingnya kehidupan belia yang telah berakhir atau dari kepedihan dan
rasa kehilangan yang dialami oleh orang-orang yang mengasihi
mereka. Berikut James Cupschalk menceritakan kisahnya.1
“Pada tanggal 23 Oktober 1990, istri saya dan saya memasuki
kamar bersalin. Sambil berusaha sabar menjalani berlangsungnya
proses kelahiran alami, kami menunggu dengan penuh harap akan
lahirnya kehidupan baru yang merupakan berkat Allah bagi kami.
Akhirnya, keesokan harinya, saat yang ditunggu-tunggu tiba dan
saya menatap istri saya dengan bangga manakala ia melahirkan
Copyright © momentum.or.id
x
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
anak pertama kami. Anak perempuan. Namun, kegembiraan ini
segera digantikan dengan meningkatnya ketegangan di dalam
ruang bersalin. Bayi kecil kami belum bernapas. Setelah berada di
dalam rahim selama sembilan bulan, bernapas mestinya merupakan bagian yang normal dari kelahiran.
“Ruangan terasa menyesakkan. Kabut tebal dan panas seolah
masuk ke dalam. Saya melihat dokter mengangkat lengan bayi
kami, menantikan reaksi, tetapi lengan itu tetap jatuh terkulai tak
menunjukkan tanda kehidupan. Saya mengikuti perintah perawat
yang mengajak saya mengikutinya dan saya mulai melihat bahwa
putri saya bukanlah bayi yang sehat dan sempurna seperti yang
kami harapkan sebelumnya.
“Di koridor, dokter menemui saya dan berkata bahwa ia telah
menjumpai keadaan seperti ini sebelumnya dan harapan bagi bayi
kami tidak terlalu besar. Saya menerima komentarnya namun
sambil berharap agar bayi kami merupakan perkecualian. Di kamar istri saya, seorang ahli genetika masuk dan memberikan analisis awalnya. Ia juga memberitahu kami bahwa situasi yang ada
tidak memberi harapan.
“Tiba saatnya bagi kami untuk melihat putri kami. Saya pergi
melihat bersama ibu karena istri saya masih terlalu lemah untuk
berjalan keluar kamar. Saya sangat gelisah, takut membayangkan
reaksi saya saat melihat tubuh mungil putri saya yang tidak sempurna itu. Ia telah dipindahkan ke ruang perawatan darurat bagi
bayi yang baru lahir. Di situlah saya pertama kali menatapnya sejak ia dilahirkan. Tatkala melihatnya, saya tidak merasa takut.
Yang ada hanyalah perasaan damai dan cinta terhadapnya. Inilah
putri saya dan saya mencintainya. Ketika kembali ke kamar istri
saya, saya mendapatkan makna baru tentang pengharapan dan
kedamaian. Saya telah melihat dan menyentuh putri mungil saya.
“Pada tanggal 30 Oktober 1990, istri saya dan saya ditelepon
pagi-pagi sekali oleh pihak rumah sakit. Mereka mendesak kami
untuk datang secepatnya. Kondisi putri kami memburuk dan mereka merasa kami perlu mendampinginya. Kami datang ke rumah
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
xi
sakit dan dokter menjelaskan bahwa putri kami telah menjalani
malam yang sangat sulit. Meski mereka sudah berupaya sekuat tenaga, kondisi jantungnya merosot sehingga ia tidak mendapat cukup oksigen. Seorang perawat memberikan bayi kami kepada istri
saya, dan ia menggendongnya sambil menghiburnya dengan lembut.
“Kami berdua tahu bahwa kemungkinan ini merupakan terakhir kalinya kami dapat menyaksikan putri kami masih hidup.
Layar monitor telah menunjukkan garis lurus, dan mereka pun
melepas alat bantu pernapasan. Dada putri kami berhenti bergerak. Istri saya menatap perawat itu sambil bertanya apakah jantung
putrinya masih berdetak. Tanpa mampu mengucapkan sepatah
kata pun, sang jururawat menggelengkan kepalanya. Kami pindah
ke sebuah ruangan kecil yang telah disediakan bagi keluarga yang
mengalami kejadian seperti ini. Saya ingat sempat bertanya kepada perawat itu apakah saya boleh melepaskan selang oksigen dari
hidungnya. Terasa nyaman menggendongnya tanpa semua selang
yang bergelantungan di antara kami. Saya mendekap, memeluk,
membuai dan menciumnya, merasakan kepalanya yang mungil
menempel ke pipi saya, menyentuhkan bibir saya pada rambutnya
yang halus.
“Ketika istri saya dan saya duduk di ruangan kecil itu, kami
yakin bahwa Allah mengendalikan situasi dan kehidupan kami.
Putri kecil kami telah berjuang selama enam hari, dan pada hari
yang ketujuh ia beristirahat.
Apa yang Terbentang di Depan Sana?
Sulit membaca kesaksian ini tanpa merasa berempati terhadap keluarga Cupschalk dan para orangtua lain yang telah kehilangan seorang anak. Buku ini berusaha menjawab berbagai pertanyaan yang amat penting bagi orangtua yang berduka dan orangorang lain yang memiliki hubungan dekat dengan si anak.
Copyright © momentum.or.id
xii
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
Saya merasa perlu memberikan sebuah peta tentang apa yang
terbentang di depan sana. Jika seseorang menjelajahi hutan atau
jalan sempit di antara pegunungan, penting untuk mengetahui
arah yang akan dituju dan mengapa.
Empat bab pertama dalam buku ini mencermati beberapa
pendekatan yang salah terhadap pertanyaan tentang keselamatan
bayi. Saya perlu menghapuskan keyakinan-keyakinan itu sebelum
mengungkapkan apa yang saya anggap benar. Bab-bab ini juga
menolong kita menetapkan batasan yang di dalamnya serangkaian
jawaban harus ditempatkan.
Bab 1 meneliti pandangan yang mengatakan bahwa bayi diselamatkan karena mereka dilahirkan tanpa dosa.
Bab 2 mencermati beberapa pandangan yang selama ini populer di antara para teolog liberal pada sebagian besar abad ke-20.
Teori-teori ini merupakan variasi dari apa yang biasa disebut universalisme, yaitu pandangan yang mengatakan bahwa semua orang
pada akhirnya akan diselamatkan.
Bab 3 meneliti pengajaran yang menyatakan bahwa karena
anak yang meninggal belum dapat bertanggung jawab secara mental dan moral atas tindakan mereka, maka keselamatan mereka ditunda hingga saat setelah kematian.
Bab 4 secara kritis membahas keyakinan yang banyak dianut
bahwa baptisan menyelamatkan orang dari dosa. Sungguh disesalkan, ada banyak orang Kristen yang percaya dan mengajarkan bahwa bayi dan orang cacat mental diselamatkan dari penghakiman
Allah karena mereka sudah dibaptis.
Berdasarkan keempat bab di atas, saya menegaskan bahwa
teori apa pun tentang keselamatan bayi harus ditolak bila teori itu
mengabaikan fakta tentang dosa asal, menyatakan bahwa semua
orang suatu hari kelak akan diselamatkan (universalisme), menunda keselamatan seseorang sampai pada suatu keadaan setelah kematian, atau mendasarkan keselamatan manusia pada suatu peristiwa seperti baptisan.
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
xiii
Pada bab 5 saya menyajikan dan menjelaskan jawaban saya
atas pertanyaan keselamatan bayi.
Karena teologi sangat penting, bab 6 dan 7 akan mencermati
bahwa jawaban buku ini atas pertanyaan keselamatan bayi cocok
dengan kontroversi hangat yang kerap terjadi di antara ajaran
Kristen yang menekankan kehendak bebas manusia dan kemampuan manusia untuk beroleh keselamatan (dikenal sebagai Arminianisme) dengan pandangan Reformed yang menekankan kedaulatan Allah dalam keselamatan (Calvinisme). Sistem teologi manakah yang paling baik dan paling alkitabiah di dalam memberikan
dasar-dasar yang konsisten atas keselamatan bayi dan orang cacat
mental?
Bab 8, bab terakhir buku ini, menjawab sejumlah masalah terkait, seperti kapankah perkembangan moral dan mental mengakhiri tahap protektif bayi.
Copyright © momentum.or.id
Satu
P
Benarkah Anak-anak Dilahirkan
Tanpa Dosa?
M
udah dimengerti mengapa orangtua yang kehilangan
anak mencari alasan untuk memberi landasan bagi harapan mereka bahwa bayi mereka akan selamat. Sayangnya, banyak orang mencari alasan dalam kepercayaan yang salah, yang
bukan hanya tidak memiliki landasan Alkitab tetapi bahkan bertentangan dengan banyak pernyataan Alkitab yang esensial. Ini
adalah bab pertama dari empat bab yang akan meneliti berbagai
kepercayaan yang salah ini.
Dalam tiga bab pertama saya akan memperkenalkan teori
yang salah dengan memakai ilustrasi dari beberapa keluarga yang
mencari bimbingan rohani dan pengharapan setelah kematian
anak mereka. Dalam setiap kasus, mereka mencari bantuan dari
sistem teologi yang tidak konsisten dengan Alkitab. Saya tidak
bermaksud untuk menghakimi para orangtua tersebut. Banyak
orang membenarkan kurangnya pengetahuan mereka akan Alkitab
dan teologi dengan dalih bahwa mereka terlalu sibuk untuk me-
Copyright © momentum.or.id
2
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
merhatikan hal-hal seperti itu. Perbedaan teologi dan denominasi
tampaknya tidak penting bagi mereka sampai ketika kematian
anak mereka yang tragis membuat mereka perlu memanggil pendeta untuk memimpin pemakaman. Dalam kisah-kisah berikut
ini, semua nama bersifat fiktif dan persamaan yang ada di antara
tokoh-tokoh fiktif ini dengan mereka yang masih hidup atau yang
sudah mati hanya bersifat kebetulan.
Dalam bab ini, saya mengkritik sebuah teori yang terus mempengaruhi banyak orang Kristen meskipun teori ini telah dinyatakan bidat hampir 1.600 tahun yang lalu. Kepercayaan yang dikenal
sebagai Pelagianisme ini mengajarkan bahwa semua manusia dilahirkan tanpa kesalahan moral; bayi-bayi dilahirkan tanpa dosa.
Sejumlah besar orang masih berusaha mendasarkan keselamatan
anak-anak yang meninggal semasa bayi pada ketidakberdosaan
mereka. Bab ini akan menjelaskan mengapa pandangan ini tidak
dapat diterima oleh orang-orang Kristen yang menganggap Alkitab
sebagai otoritas tertinggi bagi iman dan praktik hidup mereka. Apa
pun jawaban kita terhadap hal keselamatan bayi, kita harus mengakui bahwa semua manusia, termasuk semua bayi, menanggung
dosa asal.
Sam dan Mary
Sam dan Mary berada di akhir usia dua puluhan. Mereka adalah contoh yang tepat dari apa yang biasa disebut sebagai keluarga
yang tidak bergereja. Mereka bertemu saat masih kuliah dan menikah di gereja yang dihadiri keluarga Mary tiga atau empat kali
setahun. Gedung gereja itu besar dan penuh hiasan walaupun
orang yang hadir di kebaktian Minggu pagi amat sedikit sehingga
ada banyak bangku kosong di setiap baris.
Meski Sam dan Mary jarang ke gereja, bila ditanya mereka
akan selalu mengatakan bahwa mereka adalah “anggota” gereja
besar di pusat kota. Anak pertama mereka adalah seorang gadis
cantik bernama Amy. Suatu malam saat berusia tiga tahun, ia ter-
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
3
serang demam yang semakin buruk tatkala hari telah larut malam.
Sekitar pukul tiga dini hari, kondisi Amy sangat kritis sehingga
Sam dan Mary melarikannya ke Unit Gawat Darurat. Menjelang
pukul delapan pagi, Amy meninggal dunia.
Seolah-olah guncangan atas kematian Amy belum terlalu buruk, para anggota keluarga dengan lembut mengingatkan mereka
untuk mengurus pemakaman. Ibu Mary menelepon pendetanya,
Pendeta Michael Matthews, dan memintanya untuk memimpin
pemakaman Amy sekaligus menemui Sam dan Mary. Menurut
jadwal, pertemuan itu dilakukan sehari sebelum pemakaman.
Pendeta Matthews belajar di seminari kecil di bagian timur
Amerika Serikat yang terkenal liberal. Pada saat lulus, ia bergumul
dengan sejumlah masalah yang tak mampu ia pecahkan selama pelatihan di seminari. Karena satu hal, ia kehilangan keyakinannya
yang mula-mula bahwa Alkitab adalah firman Allah. Baginya, “firman Allah” yang sejati adalah sekumpulan perasaan subjektif,
sentimen, dan emosi yang terkadang muncul saat seseorang membaca Alkitab. Terkadang, perasaan serupa muncul pada saat kita
membaca karya sastra lain, mendengarkan musik tertentu, atau
mengamati karya seni. Mike Matthews tidak yakin ia mengerti
bagaimana seharusnya mengkhotbahkan semua ini, tetapi ia agak
lega karena keyakinan dan khotbahnya tidak harus sesuai dengan
segala yang ada dalam Alkitab.
Tidak adanya otoritas religius yang mutlak, objektif, dan tak
mungkin salah membuatnya harus berhadapan dengan banyak hal
yang tentangnya ia tidak yakin mana yang harus dipercayai. Salah
satunya adalah hal kehidupan setelah kematian. Tak lama setelah
ia menolak otoritas Alkitab di seminari, ia memutuskan bahwa
kisah kebangkitan Yesus Kristus tidak sungguh terjadi dalam sejarah. Ia menganggap seorang bernama Yesus pernah hidup dan meninggal di Palestina. Namun ia ragu bahwa Yesus ini adalah Anak
Allah yang kekal, Pribadi kedua Trinitas. Ia menolak mujizat-mujizat Yesus yang dicatat dalam Perjanjian Baru dan mengabaikan
pengajaran Yesus yang tidak lagi cocok dengan wawasan dunia
Copyright © momentum.or.id
4
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
yang ia terima selama di seminari. Dan Mike cukup agnostik tentang hal kehidupan setelah kematian.
Acara pemakaman selalu menyulitkan Mike. Ia tahu bahwa ia
seharusnya memuji almarhum dan memberi pengharapan kepada
anggota keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang mereka kasihi. Ia selalu bisa membuat pernyataan yang kabur. Ia mengikuti
tradisi dan membacakan bagian Alkitab yang lazim seperti
Mazmur 23 dan perkataan Yesus, “Di rumah Bapa-Ku [ada] banyak tempat tinggal.”
Kematian Amy membuat Mike untuk pertama kalinya memimpin upacara pemakaman seorang anak. Ia tahu bahwa ia bisa
mengatakan apa yang selama ini ia khotbahkan pada saat memimpin acara pemakaman orang dewasa. Tetapi, apa yang akan ia katakan kepada Sam dan Mary pada pertemuan yang mereka minta?
Manakala Sam dan Mary duduk di ruangan Mike, ketidaktertarikan mereka selama ini terhadap Alkitab dan teologi menjadikan mereka rapuh. Mereka bahkan tidak tahu bagaimana harus
mengutarakan pertanyaan mereka. Mereka juga tidak mengetahui
keraguan teologis Pendeta Matthews. Akhirnya, upaya mereka
mencari kata-kata yang tepat menghasilkan pertanyaan yang muncul dari hati. “Pak Pendeta Matthews,” ujar mereka, “apakah saat
ini Amy berada di sorga?”
Jika Mike jujur saat itu, maka jawabannya seharusnya berbunyi “Saya tidak tahu!” karena ia bahkan tidak tahu apakah sorga
ada atau seperti apakah sorga itu. Namun, saat itu tampaknya bukan waktu atau tempat yang tepat untuk mengungkapkan ketidakyakinannya. Oleh karenanya, tanpa menyadari ketidaktulusannya Mike tersenyum iba sambil berkata, “Saya yakin ia berada di
sorga sekarang. Jika semua orang berada di sorga, saya jamin Amy
pun di sana.”
Pendeta Matthews bersandar di kursi sembari berharap pertemuan ini segera berakhir setelah ia menjawab pertanyaan orangtua
Amy. Namun, Sam dan Mary ternyata belum selesai. Mereka
ingin tahu seperti apakah sorga itu. Mike menggerak-gerakkan ta-
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
5
ngannya, menjelaskan betapa kompleksnya pertanyaan mereka,
dan ia berharap mereka dapat bertemu kembali untuk mendiskusikannya. Kali ini Mike tahu bahwa ia tidak tulus.
Namun, Sam dan Mary tetap belum selesai. Mereka menginginkan beberapa alasan yang bisa menolong mereka agar yakin
bahwa Amy berada di sorga saat ini. Mereka bahkan meminta beberapa ayat Alkitab yang mendukung keyakinan ini. Untuk pertama kali dalam hidup mereka, Sam dan Mary menginginkan jawaban atas pertanyaan teologis. Mike tidak terbiasa dengan orang
yang meminta dukungan Alkitab atas pernyataan religius yang ia
ungkapkan. Sejenak ia mengulur waktu sambil berpikir dan ia teringat akan sesuatu yang pernah ia dengar dari beberapa guru
besarnya di seminari. Sambil mengabaikan permintaan Sam dan
Mary tentang ayat pendukung, Mike berusaha kelihatan penuh
percaya diri saat berkata, “Saya akan memberitahu Anda bagaimana kita tahu bahwa Amy berada di sorga. Kita tahu bahwa semua
anak dilahirkan polos, tanpa dosa. Karena Amy meninggal dalam
keadaan yang sama sekali tidak berdosa, maka dia dan semua anak
seperti dia menjadi penghuni sorga.”
Tanpa menyadari betapa bermasalahnya perkataan Mike itu,
Sam dan Mary mengucapkan terima kasih dan meninggalkan tempat itu. Mike merasa tenang. Ia menyalakan cerutu, bersandar ke
kursinya, dan memuji diri atas kecerdasannya dalam melewati
saat-saat sulit yang baru lalu. Namun, pada pukul delapan malam
itu, telepon berdering. Mary menelepon. “Pak Pendeta Matthews,
karena Amy berada di sorga, Sam dan saya ingin memastikan bahwa kami pun akan pergi ke sorga bila kami mati kelak. Tetapi,
tadi Anda mengatakan bahwa Amy berada di sorga karena ia meninggal dalam kondisi moral yang polos; ia meninggal tanpa dosa.
Tetapi Pak Pendeta, hal itu tak berlaku bagi Sam dan saya karena
kami tahu kami berdosa. Apa yang harus kami lakukan agar dapat
ke sorga? Mike segera mencari alasan untuk mohon diri dengan
mengatakan bahwa ia sedang menunggu telepon dari seseorang
dan bahwa ia akan menghubungi mereka dalam satu atau dua hari
Copyright © momentum.or.id
6
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
mendatang. Setelah menutup telepon, sejenak Mike merenungkan bahwa selama ini ia belum pernah menggunakan kata dosa
dalam pelayanannya. Ia seharusnya juga tidak menggunakannya
hari itu.
Signifikansi Pemahaman Teologis
Tolong diingat bahwa saya tidak bermaksud menghakimi
Sam dan Mary. Ada jutaan orang Amerika seperti mereka, orangorang yang menyenangkan dan orangtua yang baik namun tidak
memiliki waktu untuk memedulikan teologi dan Alkitab. Salah
satu akibat dari buta teologi dan Alkitab adalah ketidakmampuan
untuk menyadari perbedaan antara pendeta dan gereja yang
menegaskan dan mengajarkan iman Kristen historis dengan mereka yang mengingkarinya. Kita semua pernah mendengar ungkapan, “Apa yang tidak Anda ketahui dapat mencelakai Anda.” Mengejutkan bahwa banyak orang tidak melihat bahwa ungkapan ini
juga berlaku dalam hal Alkitab dan teologi.
Seandainya selama ini Sam dan Mary mempelajari Alkitab,
mereka akan tahu bahwa tak seorang pun dilahirkan dalam kondisi
polos secara moral, tanpa dosa.1 Seandainya mereka mempelajari
sejarah Kristen di universitas, mereka akan tahu bahwa jawaban
Mike itu telah berusia setidaknya 1.500 tahun. Keyakinan ini disebut Pelagianisme, karena guru penting pertama yang mengajarkannya, seorang biarawan Inggris bernama Pelagius (meninggal
tahun 418 M), membawa teori itu ke Roma dan Afrika Utara di
awal abad ke-5.
Sebagaimana yang nanti akan kita lihat dengan lebih mendetail, Alkitab mengajarkan bahwa setiap manusia lahir dengan
natur berdosa. Istilah teologis untuk kondisi ini adalah dosa asal.
Keberadaan dosa asal ini menjelaskan mengapa tak seorang pun
perlu diajari cara berbuat dosa. Dosa secara alami menghampiri
kita semua karena dosa memang bagian dari natur kita. Setiap
manusia, termasuk setiap bayi, menanggung dosa asal.
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
7
Pemikiran mendasar di balik Pelagianisme adalah penolakan
terhadap dosa asal. Pemikiran ini menyatakan bahwa tidak ada
manusia yang dilahirkan dengan natur rusak yang memiliki bakat
alami untuk berdosa. Anak-anak tidak memiliki kecenderungan
berdosa yang menjauhkan mereka dari Allah. Manusia dilahirkan
netral secara moral, bukan orang berdosa dan juga bukan orang
kudus. Pelagius mengajarkan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi Adam. Oleh karena itu, bayi dilahirkan polos tanpa kecenderungan berdosa. Pandangan ini juga secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menyenangkan Allah dan memenuhi kriteria yang Allah tetapkan bagi
keselamatan, tanpa memerlukan bantuan dari-Nya.
Jika bayi dan orang cacat mental tidak berdosa, seperti yang
diajarkan Pelagianisme, maka natur mereka tidak memiliki satu
hal pun yang bisa membangkitkan penghakiman Allah. Kepolosan
mereka sudah cukup untuk membuat mereka diselamatkan. Setiap anak dapat diselamatkan karena tidak ada alasan yang membuat mereka dihukum.
Pelagius juga mengajarkan bahwa ketika anak-anak sudah
cukup dewasa untuk menjadi pelaku moral, maka pilihan moral
mereka di masa kemudian akan mengarahkan mereka pada kebaikan atau kejahatan. Tergantung apakah orang itu akan memilih
kehidupan yang saleh atau yang penuh dosa. Setiap orang dewasa
adalah ciptaan yang membentuk diri mereka sendiri.
Saya tidak menganggap para pendeta seperti Pendeta
Matthews secara sadar menganut Pelagianisme. Keyakinan mereka akan ketidakberdosaan manusia mungkin tidak berasal dari
Pelagius tetapi masuk secara alami melalui presaposisi liberal yang
mereka dapatkan selama menuntut ilmu di seminari. Lagi pula,
teolog liberal seperti Pendeta Matthews telah sekian lama diajar
untuk tidak menyukai kata dosa. Mereka menganggap kata ini
bersifat terlalu menghakimi. Selain itu, di dalam dunia yang tidak
lagi memiliki kriteria moral absolut, sulit membayangkan bagaimana dosa bisa ada. Meskipun salah penilaian bisa saja terjadi, te-
Copyright © momentum.or.id
8
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
tap tidak ada ruang bagi dosa. Oleh karena itu, kita bisa memahami keengganan kaum liberal untuk berbicara tentang dosa asal.
Tetapi, saya telah menjelaskan bahwa saya bermaksud untuk
menjawab pertanyaan tentang keselamatan bayi secara konsisten
dengan pengajaran Alkitab dan teologi yang berdasarkan firman
Allah.2 Oleh karenanya, berdasarkan Alkitab saya akan menyatakan keberatan saya atas Pelagianisme.
Keberatan terhadap Pelagianisme
Meski Pelagianisme telah dinyatakan bidat oleh semua sidang
gereja setelah kematian Pelagius, beberapa unsur teologinya telah
masuk ke dalam pengajaran dari berbagai cabang kekristenan. Beberapa keberatan di bawah ini hanya mewakili sebagian kecil alasan tentang mengapa keyakinan ortodoks gereja Kristen menolak
Pelagianisme.
1. Pernyataan tentang ketidakberdosaan manusia secara jelas
dan tegas ditolak dalam Alkitab. Perhatikan contoh ayat-ayat berikut ini:
1 Raja-raja 8:46: “Tidak ada manusia yang tidak berdosa.”
Mazmur 143:2: “Di antara yang hidup tidak seorang pun yang
benar di hadapan-Mu [Allah].”
Amsal 20:9: “Siapakah dapat berkata: ‘Aku telah membersihkan
hatiku, aku tahir dari pada dosaku’?”
Pengkhotbah 7:20: “Sesungguhnya di bumi tidak ada orang yang
saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”
Roma 3:10,12: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak ... tidak
ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.”
Roma 3:23: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah.”
1 Yohanes 1:8: “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka
kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam
kita.”
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
9
2. Berulang kali Alkitab menyatakan bahwa semua orang
memerlukan pengampunan, dan keselamatan mempresaposisikan
keberdosaan manusia yang bersifat universal. “Dan keselamatan
tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12). Sekarang Allah “memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana
semua mereka harus bertobat” (Kis. 17:30). Mereka yang mempelajari Alkitab tidak akan kesulitan untuk menambahkan ayat-ayat
Alkitab lain yang mengandung pesan serupa.
3. Alkitab menelusuri keberdosaan manusia yang bersifat
universal ini dari sejak awal keberadaan kita. Daud menulis, “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku
dikandung ibuku” (Mzm. 51:7). Mazmur 58:4 berbunyi, “Sejak
lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan
pendusta-pendusta telah sesat.”
Yesus mengajarkan bahwa perbuatan orang fasik merupakan
perwujudan hati mereka yang penuh dosa:
Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah
ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu
menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak
baik itu menghasilkan buah yang baik (Mat. 7:16-18).
Sekali lagi, dalam Matius 15:17-20 Yesus berkata,
Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam
mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban? Tetapi apa
yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang.
Alkitab dengan jelas menentang ide pokok Pelagius, yakni
bahwa manusia dilahirkan tanpa ada kecenderungan berdosa.
Copyright © momentum.or.id
10
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
4. Bahkan dari pengamatan perilaku anak yang paling sederhana pun tampak bahwa mereka tidak perlu diajar untuk berdosa.
Anak-anak dan orang dewasa berbuat dosa semudah cebong berenang atau burung terbang. Dosa melekat pada natur kita.
5. Mengapakah bayi-bayi polos yang dianggap lahir tanpa
natur dan kecenderungan berdosa selalu bertumbuh menjadi
orang dewasa yang penuh dosa? Logika dari pandangan mereka
mengharuskan para penganut Pelagianisme untuk meyakini bahwa setidaknya ada sedikit orang dewasa yang tidak berdosa. Berbagai media massa Amerika menyebut Bunda Teresa sebagai
orang kudus, tetapi ia sendiri sadar dan mengakui bahwa ia seorang pendosa. Tuduhan Alkitab atas keberdosaan semua manusia
didukung oleh apa yang setiap kita temukan sewaktu kita dengan
jujur memeriksa hati kita, yaitu: fenomena kesalahan manusia.
Kesimpulan
Pemeriksaan singkat tentang kepercayaan yang salah bahwa
manusia dilahirkan dalam keadaan polos, tanpa dosa dan tanpa pengaruh-pengaruh yang merusak menjelaskan tiga hal penting. Pertama, apabila kita mencari jawaban atas hal keselamatan bayi berdasarkan Alkitab, maka kita tidak dapat mendasarkan harapan kita
akan keselamatan bayi di atas teori yang menyatakan bahwa bayi
bersifat netral secara moral dan tanpa dosa. Kedua, mengutip perkataan R.A. Webb, adalah salah untuk menyetujui “skema keselamatan yang di dalamnya, baik Kristus sebagai korban yang menebus, atau Roh sebagai Pribadi yang menguduskan, tidak perlu
melakukan apa-apa untuk menyelamatkan anak-anak. Jika anakanak dapat diselamatkan karena mereka bukan pendosa, maka
mereka tidak diselamatkan karena apa yang telah Kristus lakukan
bagi mereka, atau yang akan Roh kerjakan dalam diri mereka.”3
Ketiga, ke mana pun kita dituntun oleh upaya kita mencari jawaban, jawaban itu harus konsisten dengan ajaran Alkitab, yaitu bah-
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa? 11
wa semua manusia kecuali Yesus Kristus, dilahirkan dengan natur
berdosa.
Sekarang jelas bahwa semua upaya untuk mendasarkan keselamatan bayi dan orang cacat mental pada kondisi mereka yang
dianggap tanpa dosa didasarkan pada kekeliruan yang serius. Oleh
karena itu, kita mencari jawaban di tempat lain.
Copyright © momentum.or.id
Download