MODUL PERKULIAHAN KORUPSI DARI SISI PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK Pokok Bahasan Fakultas Program Studi Fakultas Ekonomi dan bisnis Etik Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh 90004 Drs.Eddy Hermawan Abstract Kompetensi Korupsi dari sisi pancasila sbg etika Politik Agar mahasiswa mengetahui korupsi dari sisi pancasila sbg etika poliitk Pembahasan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pancasila adalah sebagai dasar negara indonesia, memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat indonesia. Sebagai ideologi bangsa pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa indonesia sehingga dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradap di dunia. Secara substantif etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Korupsi suatu tindakan mengambil hak seseorang biasanya korupsi identik mengambil hak rakyat demi kepentingan pribadi ataupun kelompoknya. Para oknum yang korupsi disebut dengan koruptor. Dan juga didirikan badan untuk memberantas korupsi yaitu “Komisi Pemberantasan Korupsi” yang biasa disingkat KPK. Dalam negara dan masyarakat indonesia, cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan tentu diikuti dengan prinsip-prinsip dasar yang dipolakan dalam nilai-nilai dasar moral yang dianut oleh pancasila. 2. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah “Korupsi dipandang Dari Sisi Pancasila Sebagai Etika Politik” adalah sebagai berikut: a. Apa yang dimaksud dengan etika? b. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai etika politik? c. Apakah yang dimaksud dengan etika politik indonesia? d. Bagaimanakah Korupsi dipandang dari sisi pancasila sebagai etika politik? 2015 2 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian etika Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku Etika merupakan ilmu-ilmu kemanusian (humaniora) yang membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu: 1. Etika umum Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah barat dan timur,seperti cina: aliran-aliran pemikiran etika beraneka ragam tetapi pada prinsipnya membicarakan aas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia,serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya. 2. Etika khusus Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya,kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap tuhannya. Sedangkan etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma sosial yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia. B. Pancasila sebagai etika politik Pengertian politik berasal dari kata “Politics”, yang memiliki makna bermacam – macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkutproses penentuan tujuan – tujuan. Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Filsafat politik adalah seperangkat keyakinan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme dan demokrasi. Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan erat dengan 2015 3 bidang Etik Drs.Eddy Hermawan pembahasan moral.hal ini berdasarkan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia, walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun negara etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan: 1. Legitimasi hukum yaitu prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan pemimpin pemerintah dan pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa perolehan para pemimpin ‘dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik atau moral. 2. Legitimasi demokratis yaitu prinsip yang bermusyawarah dalam mengambil keputusan. 3. Legitimasi moral yaitu setiap keputusan yang diambil sarat dengan nilai moral dan etika. C. Etika politik indonesia Dalam negara dan masyarakat indonesia, cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan tentu diikuti dengan prinsip-prinsip dasar yang dipolakan dalam nilai-nilai dasar moral yang dianut oleh pancasila. Hakikat ilmu politik adalah kratologi yaitu ilmu tentang kekuasaan yang didapatkan secara demokrasi dan sekaligus menggunakannya secara demokrasi pula. Demokrasi menurut hatta adalah demokrasi sosial yakni meliputi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia. Ada tiga sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi sosial yaitu: a. Paham sosialis barat, menarik perhatian pendiri negara karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibela dan menjadi tujuannya. b. Ajaran islam yang menuntut kebenaran dan keadilan illahi dalam masyarakat. c. Pengetahuan bahwa masyarakat indonesia berdasarkan kolektivisme. 2015 4 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pokok-pokok yang perlu diperhatikan jika ingin melaksanakan demokrasi yang sehat yang diciptakannya dalam praktik politik kenegaraan. Sesuai TAP MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan etika kehidupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam berfikir,bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. D. Korupsi dipandang dari sisi etika politik Sebagai suatu kejahatan luar biasa, korupsi memiliki banyak wajah. Dalam sektor produksi, korupsi ada dari hulu sampai hilir, dari anak-anak sekolah sampai presiden, dari konglomerat sampai kyai. Kwik Kian Gie, Ketua Bappenas, menyebut lebih dari Rp 300 Triliun dana dari penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun penggelapan hasil sumberdaya alam, menguap kekantong para koruptor. Korupsi bisa diiringi dengan kolusi, membuat keputusan yang diambil oleh pejabat Negara menjadi titik optimal. Heboh privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundangundangan aneh semacam UU energi, juga RUU SDA, impor gula dan beras dan sebagainya dituding banyak pihak kebijakan yang sangat kolutif karena di belakangnya ada motivasi korupsi. Bentuk korupsi terhadap uang Negara tidak hanya terhadap utang luar negeri. Namun, juga utang domestik dalam bentuk obligasi rekap bank-bank sebesar Rp 650 Triliun. Skandal BLBI yang tak kunjng usai setidaknya menunjukkan terjadinya korupsi tingkat tinggi di kalangan pejabat keuangan, kenglomerat serta banker. Kasus yang masih belum cukup lama adalah skandal bank century pun telah menyebabkan uang lenyap, namun pelakunya tak ada yang ditangkap. Kasus korupsi BNI dengan nilai 1,7 triliun rupiah yang ternyata kemudian juga diikuti dengan bank pelat merah yaitu BRI dalam kasus jual-beli quota haji di wilayah kewenangan Depag, dan kasus “tarif” untuk calon legislatif untuk nomor-nomor jadi yang bernilai hingga ratusan juta rupiah. Tidak hanya itu, korupsi pun terjadi di daerah-daerah setingkat propinsi dan kota. Dalam harian Jurnal Bogor di bulan juni 2009 memberitakan bahwa sekitar 90 persen bantuan dana sosial (bansos) dari pemerintah jawa barat dipastikan diselewengkan. Menurut Kepala Kejaksaan tinggi (Kejati) Drs. H.M. Amari, SH. MH, dari total dana yang disalurkan ke semua daerah di Jabar termasuk bogor itu, hanya 10% saja yang sampai kemasyarakat. Sementara yang 90 % nya tidak tersalurkan oleh penerima bansos, seperti pengurus politik yayasan,panitia pembangunan rumah ibadah, dan lembaga pendidikan. 2015 5 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kejadian yang sangat mencoreng lembaga pemerintahan adalah, kejadian penyelewengan atau penggelapan uang pajak oleh gayus dan rekan-rekannya yang ber triliun-triliun besarnya dan hingga sampai saat ini kasus ini belum selesai juga. Tentu saja tindakan korupsi sangatlah merugikan berbagai pihak. Korupsi juga membuat semakin bertambahnya kesenjangan akibat buruknya distribusi kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian menjauh, maka korupsi juga makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak mengikuti kaedah-kaedah ekonomi sebagaimana mestinya). Koruptor makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Akibatnya lainnya, karena uang gampang diperoleh, sikap konsumtif jadi terangsang. Tidak ada dorongan ke pola produktif, sehingga timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi. Begitu dahsyatnya korupsi yang mendarah daging di indonesia. Korupsi merupakan penyimpangan pancasila sebagai etika politik karena akibat dari korupsi tidak hanya dirasakan oleh rakyat sebagai korban korupsi tetapi juga dirasakan oleh koruptor itu sendiri, seperti di jauhi oleh masyarakat dan keluarga koruptor juga di asingkan dalam pergaulan bermasyarakat. APAKAH KORUPSI MELANGGAR ETIKA ? A. Pembuka Apakah korupsi melanggar etika?, ya, iyalah... anak kecil aja tau... . Tapi bagaimana penjelasan secara teorinya?. Untuk menjawab hal tersebut, walaupun sangat terbatas berikut saya coba menjawabnya berdasarkan pemikiran-pemikiran para ahli. Dalam hal ini, kasus korupsi anggota DPR RI sebagai acuan pembandingnya. Individu yang sedang mengenggam kekuasaan (sebagai anggota DPR RI), bukanlah individu yang semuanya dikaruniai kualitas moral yang lebih tinggi dari orang kebanyakan. Secara moral mereka sama saja dengan rakyat yang mereka wakili. Bahkan mereka jauh lebih rentan terhadap kesalahan dan kejatuhan. Mengapa?, karena mereka memiliki kekuasaan, yang dalam dirinya selalu mengandung kecenderungan untuk disalahgunakan. Realitas sekarang ini bahwa anggota DPR RI cenderung dalam melaksanakan fungsifungsinya 2015 6 lebih memperlihatkan Etik Drs.Eddy Hermawan pertarungan kekuatan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dan kepentingan tanpa memperhatikan yang idealnya, dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya, sehingga yang terjadi mengabaikan apa yang sepatutnya dilakukan. Sementara itu, ditengah-tengah kehidupan kita terjadi pertarungan kepentingan pribadi dan kelompok antar para elite politik (anggota DPR RI). Selain itu, money politic yang dilakukan oleh sebagian para politisi dalam meraih jabatan sebagai anggota DPR RI dipertonton dengan mencolok tanpa merasa malu dan bersalah, sehingga menampakkan sebagian para anggota DPR RI tidak tahu lagi membedakan antara yang halal dan haram dan antara yang benar dan salah (ingat hanya sebagian anggota DPR RI yang demikian). Kemudian, keadaan ini diperparah oleh kasus-kasus korupsi yang belakangan membawa para anggota DPR RI ke jeruji-jeruji penjara. Harapan masyarakat setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru masalah Korupsi Kolusi Nepotisme akan hilang, tetapi kenyataannya justru sebaliknya korupsi semakin hari semakin meningkat, sehingga etika dikalangan anggota DPR RI yang kenyataannya menjadi pemimpin formal bangsa ini cenderung semakin terpuruk. Serta tampaknya sebagian anggota DPR RI tidak lagi mampu membedakan antara wewenang mereka dan bukan, antara kebijakan dan tindakan yang benar dan yang salah. Terkait dengan hal itu, fakta tergambar dengan sangat jelas dan secara kasatmata dilihat oleh publik sebagai kenyataan perilaku yang tidak saja tercela tetapi juga melanggar hukum. Fakta tersebut terlihat dari beberapa kasus yang menimpa anggota DPR RI, antara lain : 1. Bulyan Royan (anggota DPR RI Masa Bakti 2004-2009), tertangkap tangan oleh KPK terkait kasus suap. Bulyan Royan tertangkap tangan di Plaza Senayan Jakarta, dalam kasus penyimpangan penggunaan anggaran dari Departemen Perhubungan (http://www.kompas.com., diakses tanggal 17 Maret 2011). 2. Al Amin Nasution (anggota DPR RI Masa Bakti 2004-2009), tertangkap tangan oleh KPK terkait dengan kasus alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (http://www.kompas.com., diakses tanggal 17 Maret 2011). 3. Sarjan Tahir (anggota DPR RI Masa Bakti 2004-2009), ditangkap terkait kasus pengalihan fungsi hutan bakau menjadi pelabuhan di Banyuasin, Sumatera Selatan (http://www.kompas.com., diakses tanggal 17 Maret 2011). 4. Saleh Djasit (anggota DPR RI Masa Bakti 2004-2009), terkait kasus saat menjabat sebagai gubernur Riau (http://www.kompas.com., diakses tanggal 17 Maret 2011). 2015 7 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5. Kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, KPK menahan 19 politisi (mantan/anggota DPR RI) yaitu Ni Luh Mariani Tirtasari, Engelina Pattiasina, Paskah Suzetta, Soetanto Pranoto, Poltak Sitorus, Sofyan Usman, HM Danial Tanjung, Matheos Pormes, Achmad Hafiz Zawawi, Martin Bria Seran, M Iqbal, Soewarno, Baharudin Aritonang, TM Nurliff, Asep Ruchimat Sudjana, Reza kamarullah, Panda Nababan, Agus Condro, dan Max Moein (http://www.vivanews.com., diakses tanggal 18 Maret 2011). B. Teori 1. Etika Etika, etik, atau ethic berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti character (Inggris), watak atau sifat, dan adat kebiasaan. Ethos merupakan suatu studi yang sistematik tentang hakekat konsep nilai-nilai baik, buruk, apa yang seharusnya, yang benar atau yang salah, dan prinsip-prinsip umum yang dapat memberikan alasan tertentu dalam penggunaan penilaian terhadap sesuatu hal (Garna, 2001). Selain itu, ethos juga disebut filsafat moral, yang berasal dari bahasa Latin mos, mores, artinya cara hidup, adat istiadat atau istiadat (Garna, 2001). Selanjutnya menurut Suryaningrat (dalam Garna, 2001) bahwa dalam bahasa Indonesia kata etika relatif jarang digunakan, untuk arti yang serupa meliputi etika, biasanya kata yang dipakai adalah susila, moral, akhlak, sopan santun, dan tata karma, yang kemudian dalam pemakaiannya dapat memiliki tekanan pengertian tertentu yang tergantung pada lingkupnya. Terkait dengan hal tersebut, maka menurut Garna (2001) bahwa : Etika menjiwai dan memberi pedoman dalam pergaulan hidup, serta mengandung sejumlah penilaian tentang perbuatan manusia, yang menurut ungkapan itu maka etika menjadi ilmu tentang azas moral, akhlak, sopan santun, budi pekerti, dan tata karma. Ajaran, sebagai apa yang dikemukakan, etiket adalah anjuran tentang baik buruknya perbuatan; dan moral adalah ajaran tentang baik buruknya perbuatan, kelakuan dan kewajiban manusia, sedangkan susila berarti sopan, beradab, baik budi pekerti. Kesusilaan ialah pengetahuan tentang adab; dan tata karma ialah aturan tentang sopan santun atau hormat, yang dalam lingkup ini etika dapat berarti adat istiadat (custom). 2015 8 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Senada dengan pendapat diatas, maka menurut Vos (dalam Garna, 2001) etika adalah ilmu tentang kesusilaan atau moral. Moral (mos, mores) berarti kaidah, aturan, atau norma, yang dikaitkan dengan etika maka etika berarti pengetahuan tentang norma dari perbuatan dan tingkah laku manusia yang berhubungan dengan baik dan tidak baik. Kemudian, menurut Garna (2001) moral adalah berbagai hal yang mendorong manusia melakukan tindakan yang baik sebagai suatu kewajiban atau norma. Apabila demikian maka moral itu juga dapat bermakna atau berfungsi sebagai sarana untuk mengukur benar atau tidak benarnya tingkah laku serta tindakan manusia. Selanjutnya, moralitas menurut Garna (2001) digunakan untuk menentukan sampai sejauh mana seseorang itu mempunyai dorongan melaksanakan tindakannya sesuai dengan prinsip etika dan moral. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki moralitas, namun tingkat moralitas masing-masing manusia berbeda, perbedaannya terletak pada kuat tidaknya dorongan setiap manusia dalam mencari kebenaran dan kebaikan, karena pada hakekatnya masing-masing manusia selalu mencari kebenaran dan kebaikan. Selain itu, Garna (2001) juga mengungkapkan bahwa istilah etika memiliki makna yang lebih mendalam dari kata moral, apabila kata moral menyatakan tindakan atau perbuatan lahirian seseorang, maka etika bukan hanya menyangkut tentang perbuatan lahirian saja, tetapi mencakup kaidah dan motif perbuatan seseorang yang lebih dalam dari apa yang tampak. Terkait dengan hal tersebut, Ndraha (2006) mengungkapkan bahwa disamping etika dan moral terdapat konsep lain yaitu etiket. Menurut Nugroho (dalam Ndraha, 2006) bahwa etiket hanya melihat perilaku luar manusia, perilaku formal yang disepakati dalam kondisikondisi atau situasi khusus, berbeda dengan etika yang lebih mengamati ruang batiniah, yang mungkin berbeda dengan apa yang ada diluar. Oleh karena itu, menurut Ndraha (2006) : Perilaku luar manusia itu terdapat fenomena lain yang kualitasnya sebagai berikut : (1) bersumber dari kesadaran (2) oleh sebab itu bersifat universal (3) kesadaran itu menunjukkan mana yang baik, benar, utama, patut, dan berguna, dan mana yang sebaliknya (4) tertanam kuat-kuat secara sadar di dalam jiwa (5) digunakan secara konsisten (6) sanksinya jika dilanggar datang dari yang ditanggung secara sukarela oleh diri sendiri. Jika sumber normanya yang sedemikian itu disebut kesadaran etik, dan norma itu sendiri disebut etika, maka ada etika sebagai norma (norma etik) dan ada etika sebagai subBOK Filsafat. 2015 9 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dengan demikian, menurut Ndraha (2006) bahwa : Kesadaran etik melahirkan pertimbangan etik. Berdasarkan pertimbangan etik diambil keputusan etik. Keputusan etik disusul dengan tindakan etik yang terlihat melalui perilaku etik. Perilaku etik itulah kemudian yang dapat diamati dan diukur. Kesadaran etik, pertimbangan etik, dan keputusan etik sulit diamati, karena terjadi di dalam diri yang bersangkutan. Tetapi tindakan etik, yang terlihat melalui perilaku etik bisa diukur menurut tingkat keetikan atau etikalitas, karena terjadi dalam hubungan antar warga masyarakat, dapat diamati dan direkam. Selanjutnya, bagaimanakah perintah atau norma susila itu dapat mengikat kelakuan, dan dari manakah kekuatan yang menyebabkan norma tersebut mengikat, serta mengapakah dilarang melanggar aturan atau norma susila itu?. Maka menurut Suryaningrat (dalam Garna, 2001) ada enam kategori dari berbagai aliran filsafat atau pandangan etika yang menyangkut tentang sesuatu yang baik sekaligus jawaban atas pertanyaan tersebut, antara lain : 1. Etika teleologisme, bahwa sesuatu yang dipandang baik adalah sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan, demikian sebaliknya. 2. Etika hedonistik, bahwa yang dianggap baik itu ialah perbutan yang dapat mendatangkan kesenangan, kenikmatan atau kepuasaan rasa. 3. Etika eudaemonisme, bahwa yang dianggap baik ialah yang mendatangkan kebahagiaan. 4. Etika utilistik, bahwa tolok ukur perbuatan baik adalah menurut guna, tidak peduli bagaimana menurut umum, yang penting berguna bagi yang melakukannya. Tolok ukurnya berlaku hanya untuk seseorang saja (individual), dan manakala berlaku bagi suatu masyarakat maka disebut sosial. 5. Etika vitalistik, bahwa perbuatan baik itu tergantung oleh seberapa kuat pemilik dari kekuasaan atau kekuatan, karena itu orang atau kelompok yang baik adalah orang atau kelompok yang terkuat. 6. Etika naturalistik, bahwa perbuatan baik itu adalah ungkapan dari proses dan wujud kesadaran manusia yang menghormati pada pribadi manusia sendiri. Tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia dan kodrat kemanusiaannya. 2015 10 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kemudian Shidarta (2006) menegaskan bahwa : Dalam konteks etika anggota DPR berarti menyangkut tentang sistem nilai yang menjadi pegangan atau pedoman anggota DPR, mengenai apa yang tidak patut dilakukan selama menjalankan tugas sebagai anggota DPR. Nilai-nilai tersebut dirumuskan dalam suatu norma tertulis yang kemudian disebut Kode Etik, sehingga jelas kiranya apabila etika diartikan dalam dua hal yakni sebagai sistem nilai dan sebagai ilmu atau cabang filsafat. Selain itu, dalam konteks etika politik dijelaskan oleh Ricoeur (dalam Haryatmoko, 2003) bahwa pengertian etika politik mengandung tiga tuntutan yakni pertama, upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain..., kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan..., ketiga, membangun institusi-institusi yang adil. Kemudian, Ricoeur (dalam Haryatmoko, 2003) juga menegaskan bahwa tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Selanjutnya Haryatmoko (2003) menyimpulkan bahwa : Tuntutan pertama etika politik adalah "hidup baik bersama dan untuk orang lain". Pada tingkat ini, etika politik dipahami sebagai perwujudan sikap dan perilaku politikus atau warganegara. Politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak mementingkan golongannya. Jadi, politikus yang menjalankan etika politik adalah negarawan yang mempunyai keutamaan-keutamaan moral. 2. Kekuasaan dan Trias Politika Keberadaan suatu kekuasaan dalam suatu negara tidak bisa dinafikan, melalui kekuasaan, seseorang bisa mempengaruhi orang lain untuk mencapai kepentingan bersama. Hal ini menurut Budiardjo (2009) dapat dilihat dari perumusan yang umumnya dikenal yakni kekuasaan adalah kemampuan seseorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari 2015 11 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pelaku yang mempunyai kekuasaan. Dalam perumusan ini pelaku bisa berupa seorang, sekelompok orang, atau suatu kolektivitas. Senada dengan pemikiran diatas juga diungkapkan oleh Laswell dan Kaplan (dalam Budiardjo, 2009) yaitu kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok orang lain ke arah tujuan dari pihak pertama. Berkaitan dengan konsep kekuasaan diatas, dalam sebuah praktek ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut atau otoriter. Oleh karena untuk menghindari hal tersebut maka harus ada pemisahan kekuasaan negara. Sebagaimana konsep trias politika yang dikemukakan oleh Montesquieu (dalam Syafiie, 2002) yakni kekuasaan legislatif yaitu pembuat undang-undang, kekuasaan eksekutif (presiden) yaitu pelaksana undang-undang, kekuasaan yudikatif yaitu yang mengadili (badan peradilan). Namun demikian, dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia mengenai konsep trias politika diatas, maka menurut Budiardjo (2009) bahwa ketiga undang-undang dasar di Indonesia tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin trias politika dianut, tetapi karena ketiga undang-undang dasar menyelami jiwa dari demokrasi konstitusional, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengatur trias politika dalam arti pembagian kekuasaan, bukan pemisahan kekuasaan. 3. Perwakilan Lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung tidak mungkin lagi dapat dijalankan, disebabkan bertambahnya penduduk, luasnya wilayah negara dan bertambah rumitnya urusan kenegaraan. Oleh karena itu, menurut Fatwa (2004) : Perwakilan merupakan mekanisme untuk merealisasikan gagasan normatif bahwa pemerintahan harus dijalankan dengan kehendak rakyat. Dengan demikian, yang bekepentingan terhadap lembaga perwakilan ini adalah rakyat, karena rakyat merupakan pihak yang diwakili atau selaku pihak yang menyerahkan kekuasaan/mandat untuk mewakili opini, sikap, dan kepentingannya kepada lembaga perwakilan didalam proses politik dan pemerintahan. 2015 12 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Selain itu, menurut Crespo (dalam Feulner dan Solechah, 2008) prinsip perwakilan memiliki dua aspek utama, yakni : Aspek pertama berarti bahwa parlemen harus mencerminkan kehendak rakyat seperti yang disuarakan selama pemilihan umum (pemilu) secara demokratis dan pilihan pemilih untuk wakil-wakil mereka dan partai politik. Aspek kedua yang merupakan perwakilan dari keanekaragaman sosial masyarakat dari segi jender, bahasa, agama, etnisitas, minoritas, atau karakteristik politis yang signifikan lainnya. Kemudian, menurut Feulner dan Solechah (2008) bahwa : Anggota DPR selain wakil rakyat juga merupakan representasi dari Partai Politik yang menghantarkannya. Mendengar, menyalurkan, maupun memperjuangkan aspirasi rakyat sejatinya merupakan bagian dari kewajiban anggota DPR yang juga kader partai politik dalam rangka menjalankan fungsi maupun tanggung-jawabnya. Peran utama dari lembaga perwakilan adalah sebagai badan pembuat hukum, dan sebagai himpunan wakil rakyat. Selain itu, peran lainnya seperti pengawasan dan sosialisasi terjadi melalui pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga ini. Diberbagai negara terdapat perbedaan dalam merumuskan fungsi badan perwakilan. Namun demikian, ada persamaan hakekat tentang fungsi lembaga perwakilan antar negara, maka secara keseluruhan menurut Sanit (1985) fungsi badan perwakilan ialah perundang-undangan, keuangan, pengawasan, pemilihan pejabat, dan internasional. 4. Korupsi Kata Latin corruptus, (corrupt) menimbulkan serangkaian gambaran kejahatan; kata itu berarti apa saja yang merusak keutuhan. Ada nada moral pada kata tersebut (Klitgaard, 2005). Sementara itu, salah satu definisi korupsi menurut kamus lengkap Webster’s Third New International Dictionary (dalam Klitgaard, 2005) adalah ajakan (dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran tugas. 2015 13 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Selain itu, Klitgaard (2005) mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi. Kemudian, Philip (dalam Saidi, dkk, 2006) menjelaskan bahwa paling tidak ada tiga pengertian luas yang dapat digunakan untuk berbagai pembahasan tentang korupsi, yaitu : Pertama, pengertian korupsi yang berpusat pada kantor publik (public office-centered corruption), yang didefinisikan tindakan pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik formal untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Kedua, pengertian korupsi yang dikaitkan dampaknya dengan kepentingan umum (public interest-centered). Jenis korupsi ini bisa terjadi jika pemegang kekuasaan atau pejabat publik, yang menerima imbalan tertentu, sehingga merusak kepentingan publik. Ketiga, pengertian korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered) dengan menggunakan teori pilihan publik, sosial dan ekonomi di dalam kerangka analisa politik. Dalam konteks ini korupsi dianggap “lembaga” ekstra legal yang digunakan individu atau kelompok untuk mendapatkan pengaruh terhadap kebijakan dan tindakan birokrasi. Atas dasar ketiga pengertian korupsi diatas, maka Leiken (dalam Saidi, dkk, 2006) merumuskan pengertian korupsi, yakni korupsi adalah penggunaan kekuasaan publik untuk mendapatkan keuntungan (material) pribadi atau kemanfaatan politik. Sedangkan tindak pidana korupsi menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu, tindak pidana korupsi menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kemudian dalam Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar 2015 14 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Selanjutnya, Pope (dalam Saidi, dkk, 2006) menegaskan bahwa : Korupsi dapat terjadi jika ada kesempatan dan keinginan dalam waktu bersamaan. Kesempatan (structural) dan keinginan (cultural) sangat memegang penjelasan kunci bagaimana korupsi itu bisa terjadi. Jika masalah peluang lebih berkaitan dengan adatidaknya kontrol, maka masalah keinginan lebih berkaitan dengan integritas moralitas yang dimiilki aktor. Keduanya, tidak bisa saling menafikan. Jika ada kesempatan tetapi tidak ada keinginan, maka korupsi tidak akan terjadi. Sebaliknya, jika ada keinginan tetapi tidak ada kesempatan maka korupsi juga tidak akan terjadi. Sedangkan tipologi korupsi menurut Alatas (dalam Saidi, dkk, 2006) ialah : 1. Korupsi transaktif yaitu korupsi yang terjadi dalam bentuk suap antara pemberi dan penerima dalam bentuk saling menguntungkan (simbiose mutualistik). 2. Korupsi ekstortif yaitu korupsi yang terjadi akibat pungutan paksa dari pejabat atas jasa yang diberikan, sedangkan pihak luar terpaksa harus memberi karena terpaksa. 3. Korupsi invensif yaitu pemberian hadiah atau jasa sebagai upaya investasi guna memperoleh kemudahan di masa yang akan datang. 4. Korupsi nepotistik yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan pada kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi kerabat dekat. 5. Korupsi otogentik yaitu korupsi yang terjadi jika seorang penjabat menjual informasi rahasia kepada para peserta tender dengan imbalan tertentu. 6. Korupsi suportif yaitu korupsi yang dilakukan secara jamaah dalam satu bagian dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan praktik korupsi yang dilakukan secara kolektif. C. Apakah Korupsi Melanggar Etika 2015 15 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam konteks teori kekuasaan, dikatakan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok orang lain ke arah tujuan dari pihak pertama (Laswell dan Kaplan dalam Budiardjo, 2009). Dalam hal ini, ditinjau dari tujuan kekuasaan anggota DPR RI hakekatnya adalah untuk mencapai tujuan negara Republik Indonesia yaitu untuk menyelenggarakan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat Indonesia. Oleh karena anggota DPR RI adalah wakil dari rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, maka teori kekuasaan diatas bersesuaian dengan teori perwakilan dimana menurut Fatwa (2004) bahwa : Perwakilan merupakan mekanisme untuk merealisasikan gagasan normatif bahwa pemerintahan harus dijalankan dengan kehendak rakyat. Dengan demikian, yang bekepentingan terhadap lembaga perwakilan ini adalah rakyat, karena rakyat merupakan pihak yang diwakili atau selaku pihak yang menyerahkan kekuasaan/mandat untuk mewakili opini, sikap, dan kepentingannya kepada lembaga perwakilan didalam proses politik dan pemerintahan. Selain itu, anggota DPR RI adalah juga sebagai politikus, maka menurut konsep etika politik yang dijelaskan oleh Haryatmoko (2003) bahwa politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak mementingkan golongannya, serta memiliki keutamaan-keutamaan moral. Terkait dengan etika, maka etika (ethos) merupakan hakekat konsep nilai-nilai baik, buruk, apa yang seharusnya, yang benar atau yang salah, dan prinsip-prinsip umum yang dapat memberikan alasan tertentu dalam penggunaan penilaian terhadap sesuatu hal. Dengan mengambil contoh istilah perikemanusiaan, maka perikemanusiaan merupakan merupakan batas antara ada dan tidak ada perikemanusiaan, dan batas tersebut disebut ethos. Kata asal etika itu berarti pagar untuk membatasi gerak ternak agar supaya ternak tidak berkeliaran, dan tetap berada dalam lingkungan pagar tersebut. Lebih lanjut, ethos berarti batas, atau membatasi gerakan dan perbuatan, dan karena yang mampu melakukan perbuatan itu adalah manusia, maka ethos dimaksudkan sebagai batas perbuatan manusia. Dengan demikian, perbuatan yang baik adalah perbuatan yang boleh dilakukan, atau perbuatan yang seharusnya, ataupun perbuatan yang sebaiknya dilakukan, yang berada dalam lingkungan batas tersebut. Jadi perbuatan seperti itu yang digolongkan sebagai 2015 16 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id perbuatan yang baik, perbuatan yang etik karena dilakukan dalam ethos (Suryaningrat dalam Garna, 2001). Sementara itu, apakah korupsi merupakan perbuatan yang baik?. Korupsi ditinjau dari asal katanya yakni corruptus, (corrupt) adalah perbuatan yang menimbulkan serangkaian gambaran kejahatan; kata itu berarti apa saja yang merusak keutuhan (Klitgaard, 2005). Kemudian, definisi korupsi adalah sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi (Klitgaard, 2005). Selain itu tindakan korupsi adalah pertama, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Kedua, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Dengan demikian, berdasarkan penjelasan, dan kaitan antara berbagai teori-teori diatas, serta peraturan perundangan yang ada, maka jelas kiranya bahwa KORUPSI (dengan mengacu pada kasus korupsi anggota DPR RI) ADALAH PERBUATAN atau TINDAKAN YANG MELANGGAR ETIKA. Wassalam .... 2015 17 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmuilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu. Pengertian 'politik' berasal dari kosa kata 'politics', yang memiliki makna bermacammacam kegiatan dalam suatu sistem politik atau `negara' yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan di ikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. pengambilan keputusan atau 'clecisionmaking' mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk portal politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan. korupsi merupakan Tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan kekuasaannya guna mengeduk keuntungan pribadi atau kelompok dan sangat merugikan kepentingan umum dan sangat bertentangan dengan norma-norma yang berlaku 2. Saran Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan kepada pembaca Hendaknya sebagai warga negara khususnya mahasiswa lebih memahami pancasila dan maknanya,dan apa saja cita-cita pancasila agar di kemudian hari sebagai calon pemimpin masa depan mahasiswa dapat memimpin negara indonesia, serta tidak adanya penyalahgunaan pancasila seperti masa orde baru. 2015 18 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Adnan, m. Fachari.2003. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tingi Padang:UNP Press Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Fatwa, A.M. 2004. Melanjutkan Reformasi Membangun Demokrasi. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. Frank Feulner, dan Solechah. 2008. Peran Perwakilan Parlemen. Jakarta. Sekretariat Jenderal DPR RI dan UNDP. Garnas, K. Judistira. 2001. Filsafat dan Etika Pemerintahan. Bandung. Primaco Akademika. Haryatmoko. 2003. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. Klitgaard, Robert. 2005. Membasmi Korupsi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Ndraha, Taliziduhu. 2006. Kybernologi : Sebuah Scientific Enterprise. Tangerang. Sirao Credentia Center. Saidi, Anas. dkk. 2006. Pemberantasan Korupsi dan Pemerintahan yang Bersih. Jakarta. LIPI Press. Shidarta. 2006. Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir. Bandung. PT. Refrika Aditama. Syafiie, Inu Kencana. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia (Edisi Revisi). Rineka Cipta, Jakarta. http://www.kompas.com., diakses tanggal 17 Maret 2011 http://www.vivanews.com., diakses tanggal 18 Maret 2011 2015 19 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2015 20 Etik Drs.Eddy Hermawan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id