fakultas hukum universitas hasanuddin makassar 2014 skripsi

advertisement
SKRIPSI
PENGAKUAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP
CINA RRC DAN CINA TAIWAN
Oleh
F.C.L.Rieuwpassa
B11110338
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
SKRIPSI
PENGAKUAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP
CINA RRC DAN CINA TAIWAN
Oleh
F.C.L.Rieuwpassa
B11110338
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi
Sarjana Bagian Hukum Internasional
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGAKUAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP
CINA RRC DAN CINA TAIWAN
DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH
F.C.L.RIEUWPASSA
B111 10 338
TELAH DIPERTAHANKAN DIHADAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
YANG DIBENTUK DALAM RANGKA PENYELESAIAN STUDI
PROGRAM SARJANA BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM
STUDI HUKUM ILMU FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
HASANUDDIN PADA HARI KAMIS 30 OKTOBER DINYATAKAN
DITERIMA
PANITIA UJIAN
KETUA
SEKETARIS
Prof. Dr. Alma Manuputty, S.H., M.H.
NIP. 194603121969022001
Dr. Iin Karita Sakharina, S.H., M.A.
NIP.197701202001122001
A.N.DEKAN
WAKIL DEKAN BIDANG AKADEMIK
Prof.Dr.Ir.Abrar Saleng,S.H.,M.H.
NIP.19630419198903003
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa:
Nama
:
F. C. L. Rieuwpassa
Nomor Induk
:
B111 10 338
Bagian
:
Hukum Internasional
Judul
:
PENGAKUAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP CINA RRC DAN CINA
TAIWAN
Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam Ujian Skripsi
Makassar, 30 oktober 2014
Pembimbing I
Prof. Dr. Alma Manuputty, S.H., M.H.
NIP. 194603121969022001
Pembimbing II
Dr. Iin Karita Sakharina, S.H., M.A.
NIP.197701202001122001
iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :
Nama
: F.C.L.RIEUWPASSA
No.Pokok
: B111 10 338
Bagian
: Hukum Internasional
Judul Skripsi : Pengakuan Amerika Serikat terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan.
Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program
studi
Makassar,Oktober 2014
a.n. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik
Prof.Dr.Ir.Abrar Saleng,S.H.,M.H.
NIP.19630419198903003
v
ABSTRAK
Pengakuan Amerika Serikat Terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan,
F.C.L Rieuwpassa, B 111 10 338, Program Studi Hukum Internasional,
Universitas Hasanuddin, dibawah bimbingan Alma Manuputty dan Iin
Karita
One China Policy atau Kebijakan satu Cina yang dipegang teguh oleh
Republik Rakyat Cina dengan sentrum pemerintahan di Beijing
menetapkan bahwa hanya ada satu Cina yang berdaulat dan memiliki
aspek legalitas sebagai negara, yaitu Republik Rakyat Cina. Kebijakan
Satu menyatakan bahwa Republik Rakyat Cina adalah pemerintah
resmi Cina
daratan (termasuk Tibet), Hong
Kong, Macau danTaiwan.
Relasi segitiga antara Amerika, Cina, dan Taiwan terlihat pada komitmen
masing-masing negara tersebut untuk meraih national interest masingmasing tanpa terhambat oleh klausul dalam kesepakatan yang telah
mereka ratifikasi. Dalam hal ini Amerika Serikat sebagai Negara
adiakuasa memainkan double standar diantara RRC dan Taiwan.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normative deskriptif analisis,
Konsep yang dipakai Konsep Negara, Konsep Pengakuan (recognition),
dan Konsep Nation Interest. Pengumpulan data melalui sumber hukum
primer, sumber hukum sekudender, dan sumber hukum tersier.
Dari hasil penelitian penulis mendapat kesimpulan penelitian, Hubungan
antara Cina dan Taiwan memang tidak dapat dipisahkan dari campur
tangan Amerika. Hal ini memang sudah terjadi sejak Civil War
berkecamuk antara komunisme dan nasionalisme. Bahkan ada konspirasi
yang dilakukan Amerika yang juga melibatkan Cina dalam politik
internasional. Jadi dapat dikatakan bahwa Amerika Serikat memiliki
pengaruh dalam kelangsungan rezim yang ada (memang bersifat politis),
dimana Amerika juga turut serta dalam proses konflik maupun damai dari
negara Cina dan Taiwan, bahkan dapat dikatakan kerjasama yang ada
pun difasilitasi oleh Amerika, karena sebagai hegemoni, Amerika
membutuhkan kerjasama Cina Taiwan untuk meningkatkan stabilitas
(khususnya perekonomian) di Asia Timur. Perubahan sikap Amerika
terhadap Taiwan didasari atas pertimbangan-pertimbangan kepentingan
ekonomi, politik dan keamanan. Walaupun Amerika tidak harus selalu
mendukung seluruh posisi Taiwan secara total di lingkup internasional.
Amerika harus melakukan apa yang menjadi kepentingan Amerika tanpa
harus melepas pengakuan terhadap RRC.
Kata Kunci : Negara, Pengakuan Internasional
vi
ABSTRACT
Recognition of the United States against China PRC and China
Taiwan,F.C.L Rieuwpassa, International Legal Studies Program,
University of Hasanuddin ,Advised by Alma Manuputty Iin Karita
One China Policy or Policies of the Chinese that were held by the People's
Republic of China in Beijing with the centrum rule specifies that there is
only one China and that sovereign states have a legal aspect, namely the
People's Republic of China. The policy states that the People's Republic of
China is a government official mainland China (including Tibet), Hong
Kong, Macau and Taiwan. Triangular relations between the U.S., China,
and Taiwan looks on the commitment of each country to win their
respective national interest without hampered by a clause in the
agreement that they have ratified. In this regard the United States as the
country adiakuasa playing double standard between the PRC and Taiwan.
This study used a descriptive analysis of normative legal research,
concept used State Concept, Concept Recognition (recognition), and the
Concept of Nation Interest. Data collection through primary legal source,
the legal source sekudender, and tertiary sources of law.
From the results of the study authors to the conclusion of the study,
relations between China and Taiwan is inseparable from American
intervention. This had been going on since the Civil War raged between
communism and nationalism. There is even a conspiracy by America
which also involve China in international politics. So it can be said that the
United States has influence in the continuity of the existing regime (indeed
political), where the United States also participated in the conflict and the
peace process of the countries of China and Taiwan, it can even be said
that there was cooperation facilitated by the United States, because as
hegemony, the United States needs the cooperation of China Taiwan to
increase stability (especially economic) in East Asia. Changes in American
attitudes toward Taiwan is based on the considerations of economic
interests, political and security. Although America does not have to always
support Taiwan's entire position in total in the international sphere.
America must do what is in the interests of America without having to
remove the recognition of the RRC.
Keywords: State, International Recognition
vii
Kata Pengantar
“Puji Tuhan”! saya sudah dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya dengan hasil yang memuaskan.
Karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
1. Semua pihak yakni “Keluarga Besar Fakultas Hukum Univertas Hasanuddin”
yang telah membantu saya dalam pembuatan skripsi ini terutama selama masa
perkuliahan sampai saat ujian akhir, pada jurusan Hukum Internasional.
2. Secara khusus untuk pembimbing Prof.Dr.Alma Manuputty,S.H.,M.H. dan Dr.
Iin Karita Sakharina,S.H.,M.A. yang dengan begitu sabar serta tulus
membimbing saya, sehingga skripsi ini berhasil dengan baik dan sempurna.
3. Terima kasih setinggi-tingginya bagi “Mama, Papa dan Kakak ”juga Keluarga
Besar saya yang sangat mengasihi dan selalu membantu saya dalam segala
hal.
Tuhan memberkati kalian semua!!!
Harapan Saya, semoga skripsi ini bermakna dan bermanfaat bagi yang
membacanya. Sekiranya dalam penulisan skripsi ini terasa belum lengkap,
sekali lagi besar harapan saya kiranya ada pengembangan dan penelitian lebih
lanjut yang dapat melengkapi tujuan dari penulisan ini.
Makassar, Oktober 2014
F.C.L.Rieuwpassa
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………..i
Pengesahan Skripsi.................................................................................iii
Persetujuan Pembimbing……………………………………………………iv
Persetujuan Menempuh Ujian ……………………...………………………v
Abstrak…………………………………………………………...…………….vi
Kata Pengantar ……………………………………………………………...viii
Daftar isi………………………………………………..……………………….ix
BAB I : Pendahuluan…………………………………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….……….7
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….7
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………..……8
BAB II : Tinjauan Pustaka ……………………………………………………9
A. Konsep Negara……………………………………………………………9
B. Konsep dan Teori Pengakuan (Recognition)…………………………18
C. Masalah Pengakuan (“Recognition”) dalam Hukum Internasional…36
BAB III : Metode Penelitian………………………………………………….54
A. Tipe Penelitian…………………………………………………………...54
B. Sumber Data……………………………………………………………..55
C. Teknik Analisa Data……………………………………………………..56
ix
BAB IV : Pembahasan……….………………………………………………57
A. Bentuk Pengakuan Amerika Serikat terhadap Cina RRC dan Cina
Taiwan…………………………………………………………………….62
B. Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya Double Standar
Pengakuan (Recognition) Amerika Serikat terhadap Cina RR dan
CinaTaiwa.........................................................................................80
BAB V : Penutup…………………………………………………………….112
A. Kesimpulan……………………………………………………………..112
B. Saran…………………………………………………………………….115
Daftar Pustaka……………………………………………………………….116
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.
Negara adalah subjek dari hukum internasional yang sifatnya
dinamis. Identitas dan jumlah negara dalam masyarakat internasional
tidak selalu tetap, melainkan berubah-ubah dari waktu ke waktu.Sebelum
menjadi suatu negara, negara tersebut sebelumnya harus memiliki
pengakuan (recognition) menjadi sebuah negara. Munculnya sebuah
negara dalam lingkungan internasional dapat melalui berbagai macam
cara, damai, revolusi, peperangan dll. Kemunculan suatu negara harus
mendapat pengakuan dari negara lain, apakah suatu negara menyetujui
negara yang baru muncul tersebut. Sebelum memberikan pengakuan
terhadap suatu negara, suatu negara harus memikirkan matang-matang
apa dampak dan keuntungan dari pemberian pengakuan. Pengakuan
lebih merupakan manifestasi kepentingan politik daripada kepentingan
hukum.
One China Policy atau Kebijakan satu Cina yang dipegang teguh
oleh Republik Rakyat Cina dengan sentrum pemerintahan di Beijing
menetapkan bahwa hanya ada satu Cina yang berdaulat dan memiliki
aspek legalitas sebagai negara, yaitu Republik Rakyat Cina.Kebijakan
Satu menyatakan
resmi Cina
bahwa Republik Rakyat
daratan (termasuk Tibet), Hong
Cina adalah pemerintah
Kong, Macau danTaiwan.
Semua negara yang ingin melakukan hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat Cina harus menerapkan kebijakan ini dan menghindari
hubungan resmi dengan Republik Cina (Taiwan).1
Sedangkan eksistensi Republik Cina (Taiwan) dengan sentrum
pemerintahan di Taipe diklaim sebagai bagian dari Republik Rakyat
Cina.Taiwan menjadi sebuah wilayah yang mempunyai syarat-syarat
sebagai negara berdaulat namun tidak mempunyai kedaulatan di dunia
internasional karena kurangnya pengakuan dan dukungan diplomatik.Saat
ini, negara-negara yang masih berhubungan diplomatik dengan Republik
Cina berjumlah 25 negara, mayoritas adalah negara-negara kecil yang
tidak mempunyai pengaruh besar di percaturan politik internasional.
Ada beberapa alasan mengapa Cina tetap mempertahankan
Taiwan sebagai bagian integral dari Cina; Pertama, sejak perpecahan
tahun 1949, Cina belum pernah menyatakan Taiwan sebagai suatu
negara merdeka yang berdiri sendiri.Cina malah menganggap Taiwan
sebagai provinsi yang membangkang dan belum waktunya saja untuk
kembali reunifikasi dengan Cina Daratan; Kedua, Cina melihat Taiwan
sebagai daerah kepulauan yang subur dan menyimpan banyak potensi
ekonomi.Sumbangan pertumbuhan ekonomi Taiwan bagi pembangunan
ekonomi Cina diperkirakan mencapai 20 persen.Sumbangan tersebut
diperoleh melalui perdagangan bilateral. Dari 300 miliar dolar AS investasi
langsung yang telah dimanfaatkan oleh Cina sejak tahun 1995, sekitar 70
1Kebijakan
satu Cina, http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_Satu_Cina, diakses tanggal 14
November 2013,pukul. 19.44 Wita
2
persen berasal dari Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, Jepang, dan
beberapa negara Asia Tenggara lain;Ketiga, Cina memiliki ambisi yang
besar menjadi negara raksasa yang tangguh di kawasan Asia dan bahkan
di dunia. Dengan jumlah penduduknya yang sekarang lebih dari satu
miliar, Cina menjadi negara terkaya dalam sumber daya manusia (SDM).
2
Jika Taiwan bersedia menggabungkan diri, maka potensi Cina
menjadi tambah besar. Sumber daya manusia akan terserap melalui
sektor industri, manufaktur, perumahan, otomotif dan sebagainya yang
menjadi ciri khas Taiwan.
Dengan demikian tenaga kerja Cina langsung terserap di berbagai
lapangan kerja yang tersedia dalam berbagai bidang di Taiwan dan Hong
Kong. Bagi Taiwan, kebijakan reunifikasi dan ”Satu Cina”, merupakan
mimpi masa silam Cina. Mimpi itu sulit untuk tercapai mengingat setelah
berada di bawah pemerintahan sendiri (pasca perpecahan tahun 1949)
Taiwan tampil sebagai negara yang turut mempelopori kemajuan ekonomi
di Asia.Tidak tangung-tanggung International Monetary Fund (IMF) dan
World Bank (WB) pernah memasukan Taiwan sebagai salah satu macan
Asia atau One of tiger of Asia.
2
Taiwan dan Kebijakan satu Cina. http://gorissahdan.blogspot.com/p/opini.html diakses tanggal
14 November 2013, Pukul 20.06 Wita
3
Gelar
ini
disamping
merupakan
bagian
dari
pengakuan
internasional terhadap (perekonomian) Taiwan juga memposisikan Taiwan
sejajar dengan bangsa-bangsa lain sebagai suatu entitas (bangsa) yang
berdiri sendiri.
Pihak Beijing mendeklarasikan kepada forum internasional bahwa
pihak Taiwan sudah selayaknya tunduk pada kebijakan satu Cina ini,
karena Taiwan telah terikat pada konsensus yang telah disepakati oleh
perwakilan kedua belah pihak pada tahun 1992 di Hongkong.Oleh karena
itu, pihak Beijing menganggap bahwa eksistensi kebijakan yang hanya
mengakui adanya satu Cina ini merupakan status quo yang tidak dapat
diganggu gugat.
Namun mantan presiden Taiwan, Chen Shui-bian, menolak untuk
mengakui doktrin kebijakan satu Cina ini.Bahkan, esensialnya sejak 1949,
sinergi antara Cina and Taiwan tidak pernah terwujud.Taiwan terus
mengupayakan negosiasi demi meraih kedaulatan penuh sebagai satu
negara yang tidak identik dengan Republik Rakyat Cina.
Dalam praktiknya, Republik Rakyat Cina menetapkan satu regulasi
mutlak dalam berinteraksi dengan dunia internasional, yaitu dengan
menerapkan satu mekanisme absolut bahwa setiap negara yang ingin
menjalin hubungan diplomatik dengan RRC wajib menghindari hubungan
diplomatik dengan Taiwandengan alasan bahwa Taiwan telah terdaftar
dalam zona yang berada dalam teritori kedaulatan Cina. Maka, ketika
Amerika Serikat memutuskan untuk menjalin hubungan diplomatik dengan
4
RRC, Amerika Serikat pun mendeklarasikan kesepakatannya terhadap
kebijakan “Hanya ada satu Cina, dan Taiwan merupakan bagian dari
Cina” melalui penandatanganan Joint Communiqué pada 1979. Bahkan
menurut catatan historis, pasca penandatangan kesepakatan tersebut,
Amerika yang ketika itu di bawah rezim Presiden Jimmy Carter
bersungguh-sungguh
menunjukkan
komitmennya
untuk
mengimplementasikan klausul yang tercantum dalam kesepakatan
dengan pihak RRC tersebut, sehingga akhirnya Amerika Serikat
mengambil kebijakan untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan
Taiwan.
Namun ternyata kebijakan ini merupakan taktik sementara belaka
untuk membangun kredibilitas di mata RRC, karena terbukti dalam kurun
waktu satu bulan kemudian, formulasi Taiwan Relations Act yang dirilis
oleh Taiwan pada 1979 juga – ternyata meraih dukungan dari Amerika
Serikat. Aksi Amerika Serikat ini mengindikasikasikan sikap ambigu
terhadap hubungannya dengan RRC.Apalagi ternyata posisi double
standard Amerika
tersebut
tidak
hanya
berhenti
dalam
kasus
ratifikasi Taiwan Relations Act, namun terus berlanjut hingga aksi
penjualan persenjataan kepada Taiwan yang berlangsung selama
bertahun-tahun.
Kebijakan ini merupakan wujud kongkrit dari komitmen Amerika
Serikat untuk menjamin keamanan di teritori Taiwan, walaupun aksi ini
melanggar perjanjian antara Amerika dengan Cina.Jaminan ini pun
5
semakin terlihat jelas selama rezim George W. Bush. Sebagai bukti
otentiknya, pada tahun 2002, Bush pernah mengeluarkan statementyang
sangat kontroversial yang menekankan bahwa Amerika Serikat akan
melakukan apapun demi membantu Taiwan melindungi teritorinya.Bahkan
setelah memasuki rezim Obama pun, Amerika Serikat masih terus
konsisten menjadi provider persenjataan bagi Taiwan.
Korelasi teori ini dengan relasi segitiga antara Amerika, Cina, dan
Taiwan terlihat pada komitmen masing-masing negara tersebut untuk
meraih national interest masing-masing tanpa terhambat oleh klausul
dalam kesepakatan yang telah mereka ratifikasi. Sebagai data otentiknya:
jika mengacu pada konsensus tahun 1992, Taiwan seharusnya mengakui
eksistensinya sebagai bagian dari teritori RRC, namun Taiwan bersikeras
untuk meraih independensi penuh untuk menjadi negara yang berdaulat.
Demikian juga halnya posisi Amerika Serikat, seharusnya setelah
meratifikasi Joint Communiqué pada1 Januari 1979 yang mengindikasikan
kesediaan Amerika untuk mengakui hanya ada satu Cina sebagai negara
yang berdaulat, dan Taiwan merupakan bagian yang tidak teralienasi dari
teritori Cina
maka seharusnya Amerika mematuhi klausul itu. Namun
faktanya malah karena terbentur dengan kepentingan nasionalnya sendiri,
Amerika memutuskan untuk mengenyampingkan kesepakatannya dengan
Cina melalui aksi meratifikasi Taiwan Relations Act pada tahun yang
sama. Taiwan Relation Act inilah yang akhirnya memungkinkan Amerika
6
Serikat untuk meraih profit dengan menjadi pasar utama yang menjamin
suplai persenjataan bagi Taiwan.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam berinteraksi di percaturan
internasional, setiap negara cenderung melakukan apapun demi meraih
kepentingan nasionalnya, apapun bentuk strategi dan taktik dilegitimasi
demi meraih kepentingan masing-masing tanpa menghiraukan poin-poin
normatif ataupun aspek legalitas.
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan luasnya cakupan masalah yang akan diteliti maka
penulis membatasinya pada:
1. Bagaimana bentuk pengakuan/recognition Amerika Serikat
terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan?
2. Apa faktor faktor yang mempengaruhi Double Standard Amerika
Serikat dalam interaksinya dengan Cina RRC maupun Cina
Taiwan ?
C. Tujuan Penelitian
a. Mendeskripsikan dan menganalisis pengakuan Amerika Serikat
terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor pengakuan Amerika
Serikat terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan.
7
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis :
1. Menunjukan secara ilmiah mengenai pengakuan Amerika Serikat
terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan
2. Dalam wilayah akademis, memperkaya khasanah kajian ilmu
hukum untuk pengembangan keilmuan, khususnya hukum
internasional.
Manfaat Praktis :
1. Memberikan bahan rujukan kepada masyarakat yang berminat
dalam memahami realitas hukum internasional.
2. Memberikan informasi tentang pengakuan Amerika Serikat
terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan.
8
BAB II
Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini yang akan dibahas ada dua aspek yaitu: Konsep
Negara, Konsep Pengakuan, Keduanya akan diuraikan lebih lanjut.
A. Konsep Negara
Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia sejak dahulu kala
selalu hidup bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon).
Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama-sama
mempertahankan hidupnya mencari makan, melawan bahaya dan
bencana
serta
melanjutkan
keturunannya.
Mereka
berinteraksi,
mengadakan hubungan sosial. Untuk mempertahankan hak mereka untuk
dapat hidup di tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik untuk
sumber penghidupan, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil orangorang yang ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya. Kepada
pemimpin kelompok inilah diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan
kelompok manusia tadi diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah
pemimpinnya.3
Negara adalah lanjutan dari kehendak manusia bergaul antara
seorangdengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala
kebutuhan hidupnya.Semakin luasnya pergaulan manusia tadi maka
semakin banyak kebutuhannya,maka bertambah besar kebutuhannya
3
C.S.T. Kansil, Ilmu Negara Umum dan Indonesia (Jakarta :PT Pradnya Paramita,2001), hlm. 133.
9
kepada sesuatu organisasi negara yang akanmelindungi dan memelihara
hidupnya.
Secara etimologi, negara dapatditerjemahkan dari kata-kata asing
staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris) dan Etat (bahasa Prancis).
Asalnya adalah bahasa latin yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri;
membuat berdiri;menempatkan4.
Pada dasarnya tidak ada suatu definisi yang tepat terhadap
pengertian suatu Negara. Namun kita dapat mengambil beberapa
pengertian suatu negara berdasarkan pengertian-pengertian oleh para ahli
yang dapat dijadikan sebagai suatu sumber hukum atau biasa disebut
dengan doktrin para sarjana. Sertapengertian suatu negara berdasarkan
hukum internasional yang dapat kita ambil dari Konvensi Montevidio tahun
1933.
Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju,
berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang timbul atau
ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri tidak
mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka ragam,
yang menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi
kepentingan mereka bersama. Kesatuan inilah yang kemudian disebut
masyarakat atau negara5. Dari pengerian yang disampaikan sarjana ini
dapat diketahui bahwa suatu negara ada karena hubungan manusia
5
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta : Liberty, 1980), hlm. 17.
10
dengan sesamanya karena manusia menyadari tidak dapat hidup secara
sendiri-sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan doktrin
yang diajarkan oleh Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon
political.
Menurut Thomas Hobbes bahwa negara adalah suatu tubuh yang
dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji
akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan pelindungan
mereka6. Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh sarjana ini
adalah bahwa suatu negara terbentuk oleh sekumpulan manusia yang
menyatukan dirinya dan kemudian mengadakan perjanjian antar sesama
mereka untuk menjadikan negara yang mereka bentuk sendiri sebagai
alat untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka (Teori Perjanjian
Masyarakat atau teori kontrak sosial).
Dari sini juga dapat diketahui bahwa negara dibentuk dalam rangka
memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masing-masing mereka,
yang berarti juga bahwa manusia menyadari mereka dapat menjadi
serigala bagi sesamanya (homo homini lupus) dalam pencapaian
kepentingan masing-masing mereka, yang kemudian dalam skala yang
besar dapat menyebabkan terjadinya perlawanan atau perang (bellum
omnium contra omnes).
6Samidjo,
Op.Cit., hlm. 29.
11
Menurut George Jellinek yang juga disebut sebagai Bapak Negara
memberikan pengertian tentang Negara yang merupakan organisasi
kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah
tertentu.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada dasarnya negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang
kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya
diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara adalah
pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu
wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu
wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang
disebut dengan kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah
tempat negara itu berada7.
Sesuai dengan pelaku utama hubungan internasional adalah
negara, maka yang menjadi perhatian utama hukum internasional adalah
hak dan kewajiban serta kepentingan negara. Negara sebagai salah satu
subjek hukum internasional, bahkan menjadi subjek hukum internasional
yang pertama dan utama serta terpenting (par excellence). Negara
menjadi subjek hukum internasional yang pertama-tama, sebab kenyataan
7
http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html, tanggal 15 September 2013 Pukul 19.36
Wita.
12
menunjukkan bahwa yang pertama-tama yang mengadakan hubungan
internasional.
Negara sebagai suatu kesatuan politik dalam hukum internasional
yang juga sifatnya keterutamaannya maka suatu negara harus memiliki
unsur-unsur tertentu berdasarkan hukum internasional. Aturan hukum
internasional yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan
berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka
saling mengadakan hubungan kerjasama8. Untuk lebih jelasnya lagi dalam
merumuskan pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional
dapat kita lihat pada ketentuan Konvensi Montevideo tahun 1993
mengenai hak-hak dan kewajiban- kewajiban negara (Rights and Duties of
States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai
subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu9:
a. Penduduk yang tetap, Penduduk yang dimaksud disini yaitu
sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu
sehingga merupakan satu kesatuan masyarakat yang diatur oleh
suatu tertib hukum nasional, tidak harus yang berasal dari rumpun,
etnis, suku, latar belakang kebudayaan, agama ataupun bahasa
yang sama. Akan tetapi penduduk tersebut haruslah menetap di
suatu tempat, walaupun sudah ada penduduk asli yang mendiami
tempat tersebut.
8
Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 12.
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit : RajaGrafindo,
2003), hal. 3.
9
13
b. Wilayah tertentu, Untuk wilayah suatu negara tidak dipengaruhi
batas ukurannya. Walaupun pernah terjadi negara yang wilayah
negaranya kecil tidak dapat menjadi anggota PBB. Akan tetapi
sejak
tetapi
sejak
tahun
1990.
Negara
seperti
Andorra,
Liechtenstein, Monaco, Nauru, San Marino dan Tuvalu telah
bergabung menjadi anggota PBB.
c. Pemerintah (penguasa yang berdaulat), Yang dimaksud dengan
pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang
merdeka dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Akan tetapi
kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah
negara yang memiliki kekuasaan itu. Maksudnya adalah bahwa
dalam kedaulatan suatu negara terbatas pada kedaulatan negara
lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang atau
beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik
serta hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya.
Pemerintah
penjamin
dengan
stabilitas
kedaulatan
internal
yang
dalam
dimiliknya
merupakan
negaranya,
disamping
merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya dalam
pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan
kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional
negaranya,
baik
itu
di
dalam
negaranya
dalam
rangka
mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar negaranya
melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu.
14
d. Kemampuan
lainnya,
mengadakan
Unsur
keempat
hubungan
ini
secara
dengan
negara-negara
mandiri
merujuk pada
kedaulatan dan kemerdekaan. Kemerdekaan dan kedaulatan
merupakan 2 (dua) posisi yang tak terpisahkan sebagai subjek
hukum
internasional.
Suatu
negara
dinyatakan
mempunyai
kedaulatan apabila memiliki kemerdekaan atau negara dianggap
mempunyai
kemerdekaan,
apabila
memiliki
kedaulatan.
Pemerintahan suatu negara haruslah merdeka dan berdaulat,
sehingga wilayah negaranya tidak tunduk pada kekuasaan negara
lain dan berarti juga bahwa negara tersebut bebas melakukan
hubungan kerjasama internasional dengan negara manapun
Sewajarnya adalah kalau suatu negara memiliki kapasitas untuk
mengadakan hubungan kerjasama internasional dengan negara
lain untuk tujuan tujuan yang hendak dicapai oleh negara tersebut.
Akan tetapi untuk menjadi suatu negara yang berdaulat dalam
prakteknya memerlukan pengakuan bagi negara lain10. Kalau 4 (empat)
unsur diatas tadi merupakan persyaratan secara hukum internasional
terbentuknya suatu negara, maka ada juga yang menjadi unsur politik
terbentuknya suatu negara yang jugadapat berakibat hukum. Unsur yang
dimaksud adalah pengakuan (recognition).Pengakuan dalam hukum
internasional termasuk persoalan yang cukup rumitkarena sekaligus
melibatkan maslah hukum dan politik. Unsur-unsur hukum danpolitik sulit
10
Anthony Aust, Handbook of International Law (United Kingdom: Cambridge University Press,
2005), hlm. 17.
15
untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan suatu
pengakuan
oleh
suatu
negara
dipengaruhi
pertimbangan
politik,
sedangkanakibatnya mempunyai ikatan hukum. Kesulitan juga berasal
dari fakta bahwa hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara
untuk mengakui negar alain atau pemerintahan lain seperti halnya juga
bahwa suatu negara atau pemerintahan tidak mempunyai hak untuk diakui
oleh negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui seperti juga ada
kewajiban untuk tidak mengakui.
Negara sebagai subjek hukum internasional merupakan pendukung
hak-hak dan kewajiban internasional. Hukum Internasional memberikan
hak-hak yang sama kepada negara, yaitu :
a. Hak suatu negara melaksanakan kedaulatan dan jurisdiksi
penuhatas wilayah dan rakyatnya;
b. Hak
memberi izin
masuk dan
mengeluarkan orang asing
dariwilayah negaranya;
c. Hak perolehan kekebalan diplomatik (immunitas) dan hak istimewa
(privilege) bagi perwakilan diplomatiknya di negaraasing;
d. Hak mengambil tindakan bela diri dalam situasi tertentu;
e. Setiap negara berhak secara bebas memilih dan mengembangkan
system politik, ekonomi dan budaya negaranya.
Disamping hak-haknya diatas, setiap negara secara global dibebani
kewajiban yang pada dasarnya bertujuan untuk ikut serta menciptakan
danmemelihara ketertiban dan perdamaian dunia. Dengan demikian
16
kedaulatan suatunegara dibatasi oleh hukum internasional dalam rangka
pemeliharaan perdamaiandan ketertiban internasional. Ini berarti bahwa
prinsip par in paren non habetimperium dapat dikesampingkan. Secara
umum kewajiban-kewajiban negaratersebut antara lain:
a. Tidak melakukan tindakan kedaulatan di wilayah negara lain
yangberdaulat
b. Tidak melakukan intervensi urusan dalam negeri negara lain,
termasuk
menjaga
stabilitasnegara
lain
dengan
tidak
mendukungatau memberi bantuan yang mengandung unsur
subversive denganmaksud menggulingkan pemerintahan yang
sudah ada dan sahsuatu negara;
c. Tidak
menggunakan
perang
sebagai
instrumen
kebijakan
dalamnegeri;
d. Menjaga
agar
keadaan
negaranya
tidak
mengancam
perdamaiandunia;
e. Tidak merangsang timbulnya perselisihan saudara di wilayah lain;
f. Tidak melakukan tindakan yang mencemarkan wilayah negara lain;
g. Menyelesaikan sengketa yang timbul antar negara secara damai;
17
B. Konsep dan Teori Pengakuan (recognition).
Para sarjana hukum internasional pada umumnya sependapat
bahwa “pengakuan” (Inggris: recognition, Perancis: reconnaissance,
Jerman : anerkennung) adalah suatu hal yang sangat penting dalam
hubungan antar negara, sebelum negara baru dapat mengadakan
hubungan yang lengkap dan sempurna dengan negara lain, baik politik,
ekonomi, sosial, maupun budaya terlebih dahulu harus melalui pintu
pengakuan.11Akan tetapi tidak berarti tanpa pengakuan dari negara lain,
suatu negara baru tidak dapat melangsungkan hidupnya. Demikian pula
suatu negara baru tidak dilahirkan karena adanya pengakuan yang
diberikan negara lain. Terlepas dari pemberian pengakuan itu, negara
tersebut telah memiliki atribut kedaulatan, tetapi baru setelah pengakuan
dari negara lain, maka negara yang bersangkutan dapat menggunakan
atribut kedaulatan sebaik-baiknya.
Fungsi pengakuan adalah untuk menjamin suatu negara baru dapat
menduduki tempat yang wajar sebagai suatu organisme politik yang
merdeka dan berdaulat ditengah-tengah keluarga bangsa bangsa-bangsa,
sehingga secara aman dan sempurna dapat mengadakan hubungan
dengan
negara-negara
lainnya,
tanpa
mengkhawatirkan
bahwa
kedudukannya sebagai kesatuan politik itu akan diganggu oleh negaranegara yang telah ada.
11S.
Tasrif, SH, Hukum Internasional tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktek (Jakarta: 1986).
Hal 3
18
Bentuk pengakuan oleh Oppenheim- Lauterpacht dirinci sebagai
berikut : 12
1. Recognition of state (pengakuan negara),
2. Recognition of new heads of government of old states
(pengakuan kepala pemerintah baru oleh negara lama)
3. Recognition of government and representation in the United
Nation ( pengakuan pemerintah dan perwakilan dalam PBB)
4. Recognition of belligerency ( pengakuan beligerensi)
5. Recognition of insurgency (pengakuan pemberontakan)
6. Recognition of new traditional titles and international situations
(pengakuan hak-hak teritorial dan situasi internasional baru)
Pengakuan sebagaimana nampak dalam praktek Negara-negara
lebih banyak merupakan persoalan politik daripada hukum.Apabila dilihat
dari segi hakekat, fungsi, dan pengaruh akibat hukum pengakuan,
terdapat dua aliran.Terhadap teori deklaratif dan teori konstitutif. Terhadap
teori deklaratif J.L Brierly berpendapat:
“a state may exist without being recognized, and it if does exist in
fact, then whether or not it has been formally recognized by other
states, it has to be treated by them as a state”13
Dengan demikian, tanpa pengakuan pun suatu Negara itu dapat
berdiri dan jika ia berdiri sebagai suatu kenyataan, maka apakah ia diakui
secara resmi atau tidak oleh Negara lainnya, Negara itu tetap punya hak
diberlakukan seperti Negara-negara lainnya.Manakala suatu Negara
12Ibid.
Hal. 5
13Syahmin.Hukum
Internasional Publik.(Bandung: 1992) hal. 115
19
berdiri sebagai fakta, ia segera merupakan subjek hukum internasional,
terlepas dari kehendak-kehendak lainnya
Pengakuan ada dua jenis, yaitu pengakuan terhadap negara baru
serta
pengakuan
terhadap
pemerintahan
baru.
Institut
Hukum
Internasional (theInstitute of International Law) mendefinisikan pengakuan
terhadap suatu negara baru sebagai suatu tindakan satu atau lebih
negara untuk mengakui suatu kesatuan masyarakat yang terorganisir
yang mendiami wilayah tertentu, bebas dari negara lain serta mampu
menaati kewajiban-kewajiban hukum internaisonal dan menganggapnya
sebagai anggota masyarakat internasional.Dalam masalah pengakuan
terhadap suatu negara terdapat dua teori, yaitu teori konstitutif dan
deklaratif. Teori konstitutif berpendapat bahwa suatu negara dapat
diterima sebagai anggota masyarakat internasional dan memperoleh
statusnya
sebagai
subjek
hukum
internasional
hanya
melalui
pengakuan.Sedangkan teori deklaratif lahir sebagai reaksi dari teori
konstitutif yang menyebutkan bahwa pengakuan hanyalah merupakan
penerimaan suatu negara oleh negara-negara lainnya. Jika mengacu
pada instrument hukum internasional mengenai hak-hak dan kewajiban
negara
yang
terdapat
dalam
Konvensi
Montevideo
1933,
maka
pengakuan terhadap suatu negara bersifat deklaratif yang menyebutkan
“The political existance of the state is independent of recognition byother
states. Even before recognition of a state has the right to defend its
integrityand independence to provide for it conservation and prosperity,
20
and consequently,to organize itself as it sees fit, to legislate upon its
interest, administer its services,and to define the jurisdiction and
competence of its courts”14.
Pada intinya bahwa hukum internasional menganggap bahwa
kedaulatan suatu negara baru tidak dipengaruhi oleh pengakuan negara
lain. Keberadaan negara-negara baru tersebut tidak harus diikuti oleh
pengakuan negara-negara di dunia. Tanpa pengakuan dari negara lain,
suatu negara tetap memiliki hak untuk mempertahankan kesatuan dan
kemerdekaan negaranya demi mencapai kesejahteraan dan kemakmuran
bagi negaranya. Serta untuk menegakkan kekuasaan dan kewenangan
pengadilan di negaranya. Faktanya banyak negara yang lahir di dunia
tanpa adanya pernyataan pengakuan, tetapi bukan berarti bahwa
kelahiran negara baru itu ditolak oleh negara-negara lain.
Hans Kelsen mengajarkan pengakuan suatu Negara mempunyai
dua segi yaitu: 15
1. Negara yang akan memberikan pengakuan itu meyakinkan
dirinya bahwa masyarakat yang hendak diakui sebagai Negara
itu betul-betul memiliki syarat menurut hukum internasional
untuk menjadi Negara (legal recognition)
2. Negara yang akan memberikan pengakuan itu menyatakan
kesediaannya untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan
Negara yang baru diakui itu. (political recognition).
14Pasal
3 Konvensi Montevidio 1933.
Internasional Publik.(Bandung: 1992) hal. 116
15Syahmin.Hukum
21
Sama dengan pengakuan terhadap suatu negara baru, pengakuan
terhadap pemerintahan baru tidak terlepas dari kepentingan politik
semata-mata. Pengakuan terhadap pemerintahan yang baru berkaitan
dengan unsur negara yang ketiga yaitu pemerintah yang berdaulat, serta
unsur kemampuan mengadakan hubungan kerjasama dengan negara
lain. Dalam memberikan pengakuan biasanya ada beberapa kriteria yang
menjadi pertimbangan negara lain untuk mengakuinya, yaitu :
a. Pemerintahan
pemerintahan
yang
yang
permanent.
baru
tersebut
Artinya
dapat
adalah
apakah
mempertahankan
kekuasaannya dalam jangka waktu yang lama (reasonable
prospect of permanence),
b. Pemerintah yang ditaati oleh rakyatnya. Artinya apakah dengan
adanya pemerintah yang berkuasa tersebut, rakyat di negara
tersebutmematuhinya (obedience of the people),
c. Penguasaan wilayah secara efektif. Artinya apakah pemerintah
baru tersebut menguasai secara efektif sebagian besar wilayah
negaranya,Pemerintah tersebut juga harus stabil,
d. Pemerintah tersebut harus mampu dan bersedia memenuhi
kewajiban-kewajiban internasionalnya.
e. Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajibankewajiban internasional.
Pada
dasarnya
pengakuan
terhadap
negara
baru
dan
pemerintahan baru berakibat hukum bagi negara yang diakui dan negara
22
yang mengakui (diplomatik).Pengakuan juga berakibat hukum pada
tindakan-tindakan
negara
yang
diakui
diberlakukan
sah
dan
keabsahannya itu tidak dapat diuji. Tindakan-tindakan negara yang
dimaksud juga harus berdasarkan hukum internasional.
Secara umum dikatakan bahwa pengakuan diberikan harus dengan
kepastian. Artinya, pihak yang memberi pengakuan harus benar memiliki
legitimasi yang kuat sehingga pengakuan dapat terus dipertahankan
secara hukum dan politik internasional. Ada beberapa teori dalam
pengakuan:
1. Teori Deklaratoir
2. Teori Konstitutif
3. Teori Pemisah atau Jalan Tengah.
Menurut penganut Teori Deklaratoir, pengakuan hanyalah sebuah
pernyataan formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya,
ada atau tidaknya pengakuan tidak mempunyai akibat apa pun terhadap
keberadaan suatu negara sebagai subjek hukum internasional. Dengan
kata lain, ada atau tidaknya pengakuan tidak berpengaruh terhadap
pelaksanaan hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungan
internasional.
23
Berbeda dengan penganut Teori Deklaratoir, menurut penganut
Teori Konstitutif, pengakuan justru sangat penting. Sebab pengakuan
menciptakan penerimaan terhadap suatu negara sebagai anggota
masyarakat internasional. Artinya, pengakuan merupakan prasyarat bagi
ada-tidaknya
kepribadian
personality) suatu negara.
hukum
internasional
(international
legal
Dengan kata lain, tanpa pengakuan, suatu
negara bukan atau belumlah merupakan subjek hukum internasional.
Karena adanya perbedaan pendapat yang bertolak belakang itulah
lantas lahir teori yang mencoba memberikan jalan tengah. Teori ini juga
disebut Teori Pemisah karena, menurut teori ini, harus dipisahkan antara
kepribadian hukum suatu negara dan pelaksanaan hak dan kewajiban dari
pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah pribadi hukum, suatu negara
tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi hukum itu dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional maka
diperlukan pengakuan oleh negara-negara lain.
Ada dua macam atau jenis pengakuan, yaitu :16
1. Pengakuan de Facto; dan
2. Pengakuan de Jure.
Pengakuan de facto, secara sederhana dapat diartikan sebagai
pengakuan terhadap suatu fakta. Maksudnya, pengakuan ini diberikan jika
16
Macam-macam Pengakuan http://lawfile.blogspot.com/2012/01/macam-macampengakuan-terhadap.html diakses pada tanggal 25 juni 2014
24
faktanya suatu negara itu memang ada. Oleh karena itu, bertahan atau
tidaknya pengakuan ini tergantung pada fakta itu sendiri, apa fakta itu
(yakni negara yang diberi pengakuan tadi) bisa bertahan atau tidak.
Dengan demikian, pengakuan ini bersifat sementara. Lebih lanjut, karena
sifatnya hanya memberikan pengakuan terhadap suatu fakta maka
pengakuan ini tidak perlu mempersoalkan sah atau tidaknya pihak yang
diakui itu. Sebab, bilamana negara yang diakui (atau fakta itu) ternyata
tidak bisa bertahan, maka pengakuan ini pun akan berakhir dengan
sendirinya.
Berbeda dengan pengakuan de facto yang bersifat sementara,
pengakuan
de
jure
adalah
pengakuan
yang
bersifat
permanen.
Pengakuan ini diberikan apabila negara yang akan memberikan
pengakuan itu sudah yakin betul bahwa suatu negara yang baru lahir itu
akan bisa bertahan.
Oleh karena itu, biasanya suatu negara akan
memberikan pengakuan de facto terlebih dahulu baru kemudian de jure.
Namun tidak selalu harus demikian. Sebab bisa saja suatu negara, tanpa
melalui pemberian pengakuan de facto, langsung memberikan pengakuan
de jure. Biasanya pengakuan de jure akan diberikan apabila :
1. Penguasa di negara (baru) itu benar-benar menguasai (secara
formal maupun substansial) wilayah dan rakyat yang berada di
bawah kekuasaannya;
2. Rakyat di negara itu, sebagian besar, mengakui dan menerima
penguasa (baru) itu;
25
3. Ada kesediaan dari pihak yang akan diakui itu untuk menghormati
hukum internasional.
Negara dapat memaksakan kehendaknya karena telah dimilikinya
alasan-alasan atau dasar-dasar pembenaran tindakan dari penguasa
dengan melalui suatu teori pembenaran negara ( Recht vaar diging
theorieen )17Setelah mendeklarasikan berdirinya sebuah negara maka
harus ada pengakuan dari negara lain baik secara de facto maupun de
yure. Secara de yure adalah pengakuan seluas-luasnya dan bersifat tetap
terhadap muncul atau timbulnya atau terbentuknya suatu negara
dikarenakan terbentuknya negara baru secara yuridis atau berdasarkan
hukum18.Pengakuan ini diimplementasikan dengan dibukanya hubungan
diplomatik terhadap negara baru tersebut.“Wilayah merupakan aspek
penting dalam pengakuan atas suatu negara secara de facto”19 wilayah
menunjukan batasan geografis dari kewenangan sebuah negara.
Ada dua cara pemberian pengakuan, yaitu :20
1. Secara tegas (expressed recognition); dan
2. Secara diam-diam atau tersirat (implied recognition).
17
Abu Daud Busroh. Ilmu Negara. ( Jakarta : Bumi Aksara, 1990 ) hal 2.
Ibid, 47
19 ibid
20
Pemberian Pengakuan http://rheinaldyy2likesrin.wordpress.com/author/likesrin/page/10/
diakes pada tanggal 27 juni 2014
18
26
Pengakuan secara tegas maksudnya, pengakuan itu diberikan
secara tegas melalui suatu pernyataan resmi.
Sedangkan pengakuan
secara diam-diam atau tersirat maksudnya adalah bahwa adanya
pengakuan itu dapat disimpulkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh suatu negara (yang mengakui). Beberapa tindakan atau peristiwa
yang dapat dianggap sebagai pemberian pengakuan secara diam-diam
adalah :
1. Pembukaan hubungan diplomatik (dengan negara yang
diakui secara diam-diam itu);
2. Kunjungan resmi seorang kepala negara (ke negara yang
diakui secara diam-diam itu);
3. Pembuatan perjanjian yang bersifat politis (dengan negara
yang diakui secara diam-diam itu).
Dalam dunia modern seperti saat ini menjadi sesuatu yang mustahil
akan terjadinya negara atau pemerintahan baru kecuali dengan cara
memisahkan diri, atau melebur menjadi suatu negara yang baru. Pada
saat inilah negara atau pemerintahan baru baik secara pemisahan atau
peleburan membutuhkan bukti akan berdirinya suatu negara atau
pemerintahan baru yang sering di sebut sebagai pengakuan atas negara
atau pemerintahan baru, yang selanjutnya menjadi teori baru dalam hal
pembentukan negara
27
Pengakuan terlebih dahulu harus yakin bahwa pihak yang akan
diberi pengakuan itu telah benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai
pribadi internasional atau memiliki kepribadian hukum internasional
(international legal personality). Sehingga,
apabila pengakuan
itu
diberikan maka pengakuan itu akan berlaku untuk selamanya dalam
pengertian selama pihak yang diakui itu tidak kehilangan kualifikasinya
sebagai pribadi hukum menurut hukum internasional
Namun, dalam diskursus akademik, satu pertanyaan penting
kerapkali muncul yaitu apakah suatu pengakuan yang diberikan oleh
suatu negara dapat ditarik kembali. Pertanyaan ini berkait dengan
persoalan diperbolehkan atau tidaknya memberikan persyaratan terhadap
pengakuan.
Terhadap persoalan di atas, ada perbedaan pendapat di kalangan
sarjana yang dapat digolongkan ke dalam dua golongan:21
(1) Golongan pertama adalah mereka yang berpendapat bahwa
pengakuan dapat ditarik kembali jika pengakuan itu diberikan
dengan syarat-syarat tertentu dan ternyata pihak yang diakui
kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan itu;
(2) Golongan kedua adalah mereka yang berpendapat bahwa,
sekalipun pengakuan diberikan dengan disertai syarat, tidak dapat
21
Ibid.
28
ditarik kembali, sebab tidak dipenuhinya syarat itu tidak menghilang
eksistensi pihak yang telah diakui tersebut.
Pengakuan lebih merupakan manifestasi kepentingan politik
daripada kepentingan hukum.Pengakuan internasional kepada suatu
Negara, pemerintah atau belligeren cenderung menonjolkan aspek
kepentingan.
Ada
atau
tidaknya
suatu
kepentingan
politik
akan
berpengaruh terhadap diberikannya atau tidak suatu pengakuan.
Penggabungan, pemisahan dan penggantian pemerintahan baru,
berarti
terjadi
perubahan
pemerintahan.Persoalan
yang
bentuk
dihadapi
Negara
oleh
suatu
atau
Negara
bentuk
atau
pemerintahan baru dari sudut pandang hukum internasional adalah
berkaitan dengan masalah “pengakuan” (recognition).
Persoalan yang timbul adalah apakah suatu pemerintahan atau
Negara baru memerlukan adanya suatu pengakuan internasional,
sehingga dari sudut hukum internasional dapat dianggap mampu
melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain.
Pengakuan apabila sudah menjadi ius cogen22, maka secara
hukum, pengakuan mutlak diberikan karena wajib bagi setiap pergantian,
perubahan dan penggabungan Negara atau pemerintahan baru. Dengan
kata lain, setiap pemerintahan atau Negara baru akan menjadi subjek
22Pengakuan
dan Praktek Hukum http://akbarkurnia.blogspot.com/2011/06/pengakuandalam-teori-dan-praktek-hukum.html diakses tanggal 27 juli 2014
29
hukum internasional akan sah apabila sudah mendapat pengakuan atau
diakui oleh masyarakat internasional.
Persyaratan semacam itu tidak dibenarkan karena dianggap
sebagai pemaksaan kehendak secara sepihak. Hal demikian dipandang
tidak layak karena pengakuan yang pada hakikatnya merupakan
pernyataan sikap yang bersifat sepihak disertai dengan persyaratan yang
membebani pihak yang hendak diberi pengakuan.
Pertimbangan
persyaratan
dalam
lain
yang
memberikan
tidak
membenarkan
pengakuan
(yang
pemberian
berarti
tidak
membenarkan pula adanya penarikan kembali pengakuan) adalah bahwa
memberi pengakuan itu bukanlah kewajiban yang ditentukan oleh hukum
internasional.
Artinya, bersedia atau tidak bersedianya suatu negara
memberikan pengakuan terhadap suatu peristiwa atau fakta baru tertentu
sepenuhnya berada di tangan negara itu sendiri. Dengan kata lain,
apakah suatu negara akan memberikan pengakuannya atau tidak, hal itu
sepenuhnya
merupakan
pertimbangan
subjektif
negara
yang
bersangkutan.
Persoalan lain yang timbul adalah bahwa dikarenakan tidak adanya
ukuran obejktif untuk pemberian pengakuan itu maka secara akademik
menjadi pertanyaan apakah pengakuan itu merupakan bagian dari atau
bidang kajian hukum internasional ataukah bidang kajian dari politik
internasional.
Secara keilmuan, pertanyaan ini sulit dijawab karena
30
praktiknya
pengakuan
itu
lebih
sering
diberikan
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan subjektif yang bersifat politis daripada
hukum.
Oleh sebab itulah, banyak pihak yang memandang pengakuan itu
sebagai bagian dari politik internasional, bukan hukum internasional.
Namun, dikarenakan pengakuan itu membawa implikasi terhadap
masalah-masalah hukum internasional, hukum nasional, bahkan juga
putusan-putusan badan peradilan internasional maupun nasional, bagian
terbesar ahli hukum internasional menjadikan pengakuan sebagai bagian
dari pembahasan hukum internasional, khususnya dalam kaitanya dengan
substansi
pembahasan
tentang
negara
sebagai
subjek
hukum
internasional.
Yang baru saja kita bicarakan adalah pengakuan terhadap suatu
negara. Dalam praktik hubungan internasional hingga saat ini, pengakuan
ternyata bukan hanya diberikan terhadap suatu negara. Ada berbagai
macam bentuk pemberian pengakuan, yakni (termasuk pengakuan
terhadap suatu negara):
1. Pengakuan negara baru. Jelas, pengakuan ini diberikan kepada suatu
negara (entah berupa pengakuan de facto maupun de jure).
2. Pengakuan pemerintah baru. Dalam hal ini dipisahkan antara
pengakuan terhadap negara dan pengakuan terhadap pemerintahnya
31
(yang berkuasa). Hal ini biasanya terjadi jika corak pemerintahan yang
lama dan yang baru sangaat kontras perbedaannya.
3. Pengakuan sebagai pemberontak. Pengakuan ini diberikan kepada
sekelompok pemberontak yang sedang melakukan pemberontakan
terhadap pemerintahnya sendiri di suatu negara. Dengan memberikan
pengakuan ini, bukan berarti negara yang mengakui itu berpihak
kepada pemberontak. Dasar pemikiran pemberian pengakuan ini
semata-mata
adalah
pertimbangan
kemanusiaan.
Sebagaimana
diketahui, pemberontak lazimnya melakukan pemberontakan karena
memperjuangkan suatu keyakinan politik tertentu yang berbeda
dengan keyakinan politik pemerintah yang sedang berkuasa. Oleh
karena itu, mereka sebenarnya bukanlah penjahat biasa. Dan itulah
maksud pemberian pengakuan ini, yaitu agar pemberontak tidak
diperlakukan sama dengan kriminal biasa.
Namun, pengakuan ini
sama sekali tidak menghalangi penguasa (pemerintah) yang sah untuk
menumpas pemberontakan itu.
4. Pengakuan beligerensi. Pengakuan ini mirip dengan pengakuan
sebagai pemberontak. Namun, sifat pengakuan ini lebih kuat daripada
pengakuan sebagai pemberontak. Pengakuan ini diberikan bilamana
pemberontak itu telah demikian kuatnya sehingga seolah-olah ada dua
pemerintahan yang sedang bertarung. Konsekuensi dari pemberian
pengakuan ini, antara lain, beligeren dapat memasuki pelabuhan
negara yang mengakui, dapat mengadakan pinjaman, dll.
32
5. Pengakuan sebagai bangsa. Pengakuan ini diberikan kepada suatu
bangsa yang sedang berada dalam tahap membentuk negara. Mereka
dapat diakui sebagai subjek hukum internasional.
Konsekuensi
hukumnya sama dengan konsekuensi hukum pengakuan beligerensi.
6. Pengakuan
hak-hak
teritorial
dan
situasi
internasional
baru
(sesungguhnya isinya adalah “tidak mengakui hak-hak dan situasi
internasional baru”). Bentuk pengakuan ini bermula dari peristiwa
penyerbuan Jepang ke Cina. Peristiwanya terjadi pada tahun 1931 di
mana Jepang menyerbu Manchuria, salah satu provinsi Cina, dan
mendirikan negara boneka di sana (Manchukuo).
Padahal Jepang
adalah salah satu negara penandatangan Perjanjian Perdamaian Paris
1928 (juga dikenal sebagai Kellogg-Briand Pact atau Paris Pact),
sebuah perjanjian pengakhiran perang. Dalam perjanjian itu terdapat
ketentuan yang menegaskan bahwa negara-negara penanda tangan
sepakat untuk menolak penggunaan perang sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan politik. Dengan demikian maka penyerbuan
Jepang
itu
jelas
bertentangan
dengan
perjanjian
yang
ikut
ditandatanganinya. Oleh karena itulah, penyerbuan Jepang ke
Manchuria itu diprotes keras oleh Amerika Serikat melalui menteri luar
negerinya, Stimson, yang menyatakan bahwa Amerika Serikat “tidak
mengakui hak-hak teritorial dan situasi internasional baru” yang
ditimbulkan oleh penyerbuan itu. Inilah sebabnya pengakuan ini juga
dikenal sebagai Stimson’s Doctrine of Non-Recognition.
33
Pengakuan juga dikatakan rumit, karena pada kenyataannya tidak
ada ketentuan yang pasti dalam hukum internasional yang mengatur
masalah ini, terlebih lagi besarnya pengaruh faktor politik dalam hal
pengakuan. Starke memberikan rumusan pengakuan (“recognition”)
secara lengkap sebagai berikut:23
“The free act by which one or more States acknowledge the
existence on a definite territory of a human society politically
organized, independent of any other existing State, and capable of
observing the obligations of international law, and by which they
manifest their intention to consider it a member of the international
community.”
Berdasarkan rumusan di atas, maka pengakuan pada intinya
merupakan tindakan yang bersifat bebas dari negara untuk mengakui
eksistensi negara lain.Starke menunjukkan pula, bahwa teori declaration
mendapat dukungan dari asas-asas yang berlaku dalam masalah
pengakuan, yaitu :
a. Jika timbul persoalan dalam badan pengadilan negara-negara
baru mengenai lahirnya negara itu, tidak penting untuk
memperhatikan bilamana mulai berlakunya perjanjian-perjanjian
dengan negara-negara lain yang memberikan pengakuan itu
jika semua unsur kenegaraan secara nyata telah dipenuhi,
maka saat itulah yang menentukan lahirnya negara tersebut.
b. Pengakuan terhadap suatu negara mempunyai akibat
23
ANALISIS DECLARATION http://tauhukums.blogspot.com/2013/03/analisis-declaration-ofindependence-in.html diakses tanggal 27 juni 2014
34
surat(retroaktif) sampai saat lahirnya negara itu secara nyata
sebagai negara merdeka. Asas ini juga berlaku terhadap
perkara-perkara di pengadilan yang dimulai sebelum tanggal
diberikannya pengakuan itu.
Jika diteliti praktek yang berlaku mengenai persoalan pengakuan
ini, terdapat kenyataan bahwa hanya negara-negara yang menentang
lahirnya suatu negara yang membuat pernyataan, sedangkan pada
umumnya pengakuan yang diberikan pada suatu negara yang baru lahir
hanya bersifat implisit, yaitu tampak adanya pengakuan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan, kecuali negara yang baru lahir tersebut membuat
arti dan hubungan yang khusus dengan negara-negara tertentu. Tidak
banyak negara lahir di tahun 1960an dan 1970-an, terutama negara kecil
di kawasan Afrika, Pasifik dan Karibia, tanpa disambut berbagai
pernyataan pengakuan tetapi itu bukan berarti bahwa kelahirannya ditolak
oleh masyarakat internasional.Tetapi ada beberapa pengecualian dimana
kelahiran suatu negara ditentang oleh masyarakat internasional dengan
merujuk pada sikap PBB.
35
C. Masalah Pengakuan (“Recognition”) dalam Hukum Internasional
Di tingkat internasional adalah sudah lazim apabila suatu negara
yang terlebih dahulu eksis memberikan pengakuan atas keberadaan
negara atau pemerintahan yang lebih muda usianya. Sebagai contoh,
pada masa dekolonisasi, negara-negara yang menjadi korban kolonisasi
sangat gencar mencari pengakuan akan eksistensinya sebagai sebuah
negara yang tidak kalah berdaulatnya daripada negara-negara ekskoloninya. Namun, dalam praktek, pengakuan lebih banyak diberikan
karena kalkulasi yang bersifat politis daripada hukum.24
Pada umumnya, para penulis berpendapat bahwa masalah
pengakuan merupakan masalah yang paling rumit di dalam hukum
internasional.Mengenai hal ini, Akehurst berpendapat bahwa pengakuan
merupakan salah satu topik yang paling sulit dalam hukum internasional
karena merupakan percampuran dari politik, hukum internasional dan
hukum nasional. Hal itu dinyatakan sebagai berikut:
“Recognition is one of the most difficult topics in internatinonal law.
It is a confusing mixture of politics, international and municipal
law.”25
Pengakuan juga dikatakan rumit, karena pada kenyataannya tidak
ada ketentuan yang pasti dalam hukum internasional yang mengatur
masalah ini, terlebih lagi besarnya pengaruh faktor politik dalam hal
24Jahawir
Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006, hlm. 131.
25Michael Akehurst, A Modern Introduction to International Law, London: George Allen dan
Unwin, 1982, hlm. 57.
36
pengakuan.Starke
memberikan
rumusan
pengakuan
(“recognition”)
secara lengkap sebagai berikut:26
“The free act by which one or more States acknowledge the
existence on a definite territory of a human society politically
organized, independent of any other existing State, and capable of
observing the obligations of international law, and by which they
manifest their intention to consider it a member of the international
community.”
Berdasarkan rumusan di atas, maka pengakuan pada intinya
merupakan tindakan yang bersifat bebas dari negara untuk mengakui
eksistensi negara lain.Sementara itu, semakin berkembangnya hubungan
interaksi manusia
telah
melahirkan
perkembangan
baru
dibidang
hubungan internasional.Negara yang telah ada menggabungkan diri
mereka melalui penggolongan klasifikasi tertentu dalam wadah suatu
organisasi internasional.
Dalam
penggolongan
organisasi
kesamaan
internasional
yang
dikenal
mendasarinya
beberapa
seperti
macam
organisasi
internasional publik yang didasarkan hubungan negara yang disebut
organisasi internasional publik, organisasi internasional privat maupun
universal.Ada juga organisasi internasional yang berdasarkan prinsip
regional dan sub-regional 27
26J.G.
27
Starke, Introduction to International Law, London: Butterworth, 1989, hlm. 151
Sumaryo. Suryokusumo. Organisasi Internasional. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
1987. Hal. 37
37
Pada kenyataannya sekarang, organisasi internasional telah diakui
sebagai subjek hukum internasional yang setara dengan subjek hukum
internasional yang lainnya di mata hukum internasional.Yang dimaksud
dengan subjek hukum internasional adalah semua yang menurut
ketentuan hukum diakui mempunyai kemampuan untuk bertindak.Hukum
internasional mengenal subjek seperti negara, organisasi internasional
dan kesatuan-kesatuan lainnya.Karena itu kemampuan untuk bertindak
pada hakekatnya merupakan personalitas dari subjek hukum internasional
tersebut.
Tiap organisasi internasional memiliki personalitas hukum sendiri
dalam hukum internasional.Hal tersebut menyangkut hak dan kewajiban
organisasi internasional di mata hukum internasional.Dengan demikian
subjek hukum yang ada dibawah sistem hukum internasional merupakan
personalitas hukum yang mampu melaksanakan hak dan kewajiban
tersebut 28
Pengakuan
organisasi
internasional
sebagai
subjek
hukum
internasional sudah banyak diterima oleh wewenang hukum di dunia
antara lain oleh International Court of Justice yang biasa dikenal di
Indonesia dengan istilah Mahkamah Internasional. International Court of
Justice yang di pelopori oleh kasus Reparation for Injuries Suffered in the
28
Sumaryo. Suryokusumo. Organisasi Internasional.Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
1987. Hal. 45
38
Service of the United Nations Case (ICJ Reports, 1949 : 178-179) . Dalam
kasus ini International Court of Justice telah menyatakan bahwa United
Nations (Perserikatan Bangsa Bangsa) merupakan subjek internasional
dan mampu untuk melaksanakan hak dan kewajiban internasional dan
karena itu badan tersebut mempunyai kapasitas untuk mempertahankan
haknya dalam rangka mengajukan tuntutan internasional
29
Dalam hal hubungannya dengan negara, organisasi internasional
dapat memberikan juga perwakilan sebagai representasinya di sebuah
negara.Hubungan itu ditandai dengan adanya perjanjian antara organisasi
internasional yang bersangkutan dengan sebuah negara.Perwakilan
tersebut dapat juga dikategorikan perwakilan diplomatik oleh hukum
internasional dengan ketentuan tertentu yang diatur dengan perjanjian
terlebih dahulu.
Menurut
catatan
sejarah, Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB) berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 dengan dipelopori oleh lima
negara, yaitu: Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan Republik
Rakyat Cina. Sejarah Berdirinya PBB dilatarbelakangi oleh sebuah citacita untuk menciptakan perdamaian diantara negara-negara di dunia
setelah sebelumnya mengalami dua peperangan besar.Perang dunia I
yang berlangsung antara tahun 1914 -1918, dan perang dunia II yang
terjadi antara tahun 1939-1945.
29
Ibid. Hal. 46
39
Masalah perwakilan Cina di PBB adalah masalah antara dua
pemerintahan di Cina yang sama-sama menginginkan pengakuan politik
di PBB Pada mulanya masalah ini berakar dari masalah dalam negeri
Cina yaitu adanya revolusi yang dilakukan oleh Partai Komunis Cina untuk
menggulingkan rezim Nasionalis. Rezim Nasionalis ini kemudian terusir ke
pulau
Taiwan.Masalah
ini
kemudian
berkembang
menjadimasalah
internasional akibat campur tangan Amerika Serikat dan Uni Soviet.Isu
yang kemudian munculadalah ada dua pemerintahan di Cina yang samasama merasa berhak menempatkan wakilnya di PBB.
Pada awalnya wakil Cina di PBB adalah pihak nasionalis dukungan
Amerika
Serikat.Namun
kemudian,
denganadanya
perluasan
keanggotaan PBB dengan masuknya negara-negara Asia-Afrika yang
baru merdekamenjadi anggota PBB, dukungan terhadap pihak komunis,
dalam hal ini RRC, mulai mengalir.Perubahanyang drastis justru datang
dari sikap Amerika Serikat yang semula menentang keanggotaan RRC,
menjadibersikap netral. Indikasi ini disambut oleh negara-negara sekutu
Amerika Serikat sebagai upaya pendekatanAmerika Serikat dengan RRC.
Hal ini mencapai puncaknya dengan diputuskannya RRC sebagai wakil
sahCina di forum internasional PBB pad a tanggal 25 Oktober 1971.
Dewan Keamanan ditugaskan untuk menjaga perdamaian dan
keamanan antar negara.Jika organ-organ lain dari PBB hanya bisa
membuat 'rekomendasi' untuk pemerintah negara anggota, Dewan
Keamanan memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang mengikat
40
bahwa pemerintah negara anggota telah sepakat untuk melaksanakan,
menurut ketentuan Piagam Pasal 25.30Keputusan Dewan dikenal sebagai
Resolusi Dewan Keamanan PBB.
D. Konsep National Interest / Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional (national interest) adalah konsep yang paling
populer
dalam
analisa
hubungan
internasional,
baik
untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, maupun menganjurkan
perilaku internasional.
Teori Kepentingan Nasional (National Interest), dalam teori ini
menjelasakan bahwa untuk kelangsungan hidup suatu Negara maka
negara harus memenuhi kebutuhan negaranya dengan kata lain yaitu
mencapai kepentingan nasionalnya. Dengan tercapainya kepentingan
nasional maka negara akan berjalan dengan stabil, baik dari segi politik,
ekonomi, sosial, maupun pertahanan keamanan dengan kata lain jika
kepentingan
nasional
terpenuhi
maka
negara
akan
tetapsurvive.
Kepentingan nasional merupakan tujuan mendasar dan faktor paling
menentukan yang memadu para pembuat keputusan dalam merumuskan
politik luar negeri .31
30
^ "UN Charter: Chapter V: The Security Council, Article 25 (Inggris)". Diakses 24 April 2011.
(melalui Wikipedia)
31Wibowo, P. Y. (2013, January 8). Indonesia Cerdas. Retrieved may 19, 2013, from
Kepentingan Nasional: http://priska.p.ht/2013/01/kepentingan-nasional/
41
Dalam menganalisa motif politis di balik Kebijakan One China
Policy maupun
Kebijakan Double
Standard Amerika
Serikat
dalam
interaksinya dengan Cina maupun Taiwan ini, teori yang paling relevan
untuk menjelaskan kasus ini adalah teori yang diciptakan oleh Hans J.
Morgenthau.
Hans J. Morgenthau, kepentingan nasional (national interest)
merupakan pilar utama bagi teorinya tentang politik luar negeri dan politik
internasional yang realis. Pendekatan morgenthau ini begitu terkenal
sehingga telah menjadi suatu paradigma dominan dalam studi politik
internasional sesudah Perang Dunia II.
Pemikiran Morgenthau didasarkan pada premis bahwa strategi
diplomasi harus didasarkan pada kepentingan nasional, bukan pada
alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya utopis dan
bahkan berbahaya.Ia menyatakan kepentingan nasional setiap negara
adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan
mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan
kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik
paksaan maupun kerja sama.Demikianlan Morgenthau membangun
konsep abstrak yang artinya tidak mudah di definisikan, yaitu kekuasaan
(power) dan kepentingan (interest), yang dianggapnya sebagai sarana
dan
sekaligus
tujuan
dari
tindakan
politik
internasional.
Para
pengkritiknya,terutama ilmuan dari aliran saintifik, menuntut definisi
operasional yang jelas yentang konsep-konsep dasar itu. Tetapi
42
Morgenthau tetap bertahan pada pendapatnya bahwa konsep-konsep
abstrak seperti kekuasaan dan kepentingan itu tidak dapat dan tidak boleh
dikuantifikasikan. Menurut Morgenthau:32
”Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk
melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur
dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara
menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya
kerjasama atau konflik”
Tentang kaitan antara “kepentingan nasional” dengan “kepentingan
regional.”Sekali lagi Morgenthau menyatakan bahwa kepentingan nasional
mendahului kepentingan regional.Bagi teoritisi ini, aliansi yang bermanfaat
harus dilandasi oleh keuntungan dan keamanan timbal balik negaranegara yang ikut serta, bukan pada ikatan-ikatan ideologis atau moral.
Suatu aliansi regional yang tidak betul-betul memenuhi kepentingan
negara yang ikut serta, tidak mungkin bertahan atau tidak akan efektif
dalam jangka panjang.Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur
atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers)
masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau
tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy)
perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk
mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan
sebagai ”Kepentingan Nasional” 33
32
Morgenthau, H. J. (1951). In Defense of the National Interest: A Critical Examination of
American Foreign Policy. New York: University Press of America.
33Rudy, T. (2002). Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang
dingin. Bandung: Refika Aditama. Hal 16
43
Teori ini memberikan gambaran bahwa dalam interaksi di level
internasional, setiap negara bertendensi untuk berjuang memperoleh dan
memperluas kekuasaan (struggle for power) demi meraih national interestnya masing-masing, tanpa mempertimbangkan kriteria moralistik maupun
legalistik.
National Interest adalah kepentingan suatu negara untuk mencapai
tujuan-tujuan
tertentu,
seperti
keamanan.Interests sering
negara,
kemakmuran
kebebasan,
kali
ekonomi,
kemerdekaan,
dihubungankan
dan
ataupun
dengan pertahanan
kekuasaan
politik.34National
interests tidak jauh dengan hal kemiliteran, jadi sangat penting bagi suatu
negara untuk dapat menguasai militer demi mendapatkan kepentingan
nasionalnya ataupun mempertahankan negaranya dari serangan negara
lain.
Menurut Carl von Clausewitz, semua sikap negara di dunia
internasional ini termotivasi dalam kebutuhannya untuk survive dan
mensejahterakan
negaranya.
Untuk
menjaga interests-nya
tersebut,
negara secara rasional harus memutuskan untuk pergi ke medan perang.
Tak
ada
alasan
lagi
untuk
tidak
pergi
ke
medan
perang
34John
W. Mountcastle dalam Michael G. Roskin. 1994. National Interest: From
Abstraction To Strategy
44
demikepentingannya tersebut.35Donald Neuchterlin juga turut menjelaskan
bahwa terdapat 4 macam national interest berdasarkan relative intensity.36
Basic Interest at Stake merupakan kepentingan suatu negara, yaitu
: mempertahankan negara, kemakmuran ekonomi, kekuasaan, serta
mempromosikan hal-hal yang dimiliki. Keempat kepentingan nasional
tersebut
kemudian
dianalisis
dengan Intensity
of
Interest,
yaitu‘Survival’ (keamanan negara agar dapat bertahan dari ancaman
negara lain), ‘Vital’ interest (bahaya serius akan terjadi kecuali mereka
menggunakan kekuatannya, seperti tentara),‘Major’ interest (hampir sama
dengan vital interest, namun tidak menggunakan kekuatan militer dalam
mempertahankan
negaranya),
dan ‘Peripheral’
interest (berdampak
terhadap semua kepentingan negara, tetapi tidak mengancam negara
secara keseluruhan).37
Korelasi national interest ini dengan relasi segitiga antara Amerika,
Cina, dan Taiwan terlihat pada komitmen masing-masing negara tersebut
untuk meraih national interest masing-masing tanpa terhambat oleh
klausul dalam kesepakatan yang telah mereka ratifikasi. Sebagai data
otentiknya:
jika
mengacu
pada
konsensus
tahun
1992,
Taiwan
seharusnya mengakui eksistensinya sebagai bagian dari teritori RRC,
35Carl
von Clausewitz dalam Michael G. Roskin. 1994. National Interest: From
Abstraction To Strategy. hal. 2
36Donald Neuchterlin dalam Stephen D. Sklenka. 2007 Strategy, National Interests, And
Means To An End. hal. 4
37 ibid
45
namun Taiwan bersikeras untuk meraih independensi penuh untuk
menjadi negara yang berdaulat.
Demikian juga halnya posisi Amerika Serikat, seharusnya setelah
meratifikasi Joint
Communiqué pada
1
Januari
1979
yang
mengindikasikan kesediaan Amerika untuk mengakui hanya ada satu Cina
sebagai negara yang berdaulat, dan Taiwan merupakan bagian yang tidak
teralienasi dari teritori Cina maka seharusnya Amerika mematuhi klausul
itu. Namun faktanya malah karena terbentur dengan kepentingan
nasionalnya sendiri, Amerika memutuskan untuk mengenyampingkan
kesepakatannya dengan Cina melalui aksi meratifikasi Taiwan Relations
Act pada tahun yang sama.
Taiwan Relation Act inilah yang akhirnya memungkinkan Amerika
Serikat untuk meraih profit dengan menjadi pasar utama yang menjamin
suplai persenjataan bagi Taiwan.Hal ini menunjukkan bahwa dalam
berinteraksi di percaturan internasional, setiap negara cenderung
melakukan apapun demi meraih kepentingan nasionalnya, apapun bentuk
strategi dan taktik dilegitimasi – demi meraih kepentingan masing-masing
tanpa menghiraukan poin-poin normatif ataupun aspek legalitas.
1.
Kerja Sama Internasional
Dalam kerjasama antar negara masalah bukan hanya terletak pada
identifikasi sasaran-sasaran bersama dan metode untuk mencapainya,
tetapi terletak pada pencapaian sasaran itu. Kerja sama akan di usahakan
46
apabila manfaat yang di peroleh di perkirakan akan lebih besar daripada
konsekuensi-konsekuensi yang harus di tanggungnya. Oleh sebab itu
keberhasilan kerja sama dapat di ukur dari perbandingan besarnya
manfaat yang di capai terhadap konsekuensi yang di tanggung. Di
samping itu keberhasilan kerja sama di tentukan oleh sifat dari tujuan
kerja sama yang hendak di capai.Dalam suatu kerja sama internasional,
Dr.budiono mengelompokannya dalam empat bentuk:38
a). Kerja sama fungsional, Kerja sama fungsional permasalahan
maupun metode kerja samanya menjadi semakin kompleks di sebabkan
oleh semakin banyaknya lembaga kerja sama yang ada. Walaupun
terdapat kompleksitas permasalahan dalam kerja sama fungsional baik itu
di bidang ekonomi maupun sosial, untuk pemecahannya di perlukan
kesepakatan dan keputusan politik. Dengan kata lain, kerja sama
fungsional tidak dapat di lepaskan dari power.
b). Kerja Sama Global, Sejarah kerja sama global dapat di telisuri
kembali dari terbentuknya kerjasama Westphalia (1648) dan merupakan
akar dari kerja sama global. Selanjutnya terciptanya suatu bentuk kerja
sama global di dorong dari pengalaman pahit Negara-negara yang
mengalami dampak akibat pecahnya PD 1 dan PD 2, dan kemudian pada
tanggal 26 juni 1945 sebuah perjanjian yang bernama perjanjian
38
Kusumohamidjojo Budiono, Hubungan Internasional Kerangka Studi Analitis, Jakarta:
Bina Cipta, 1987, Hal. 42
47
sanfransisco yang merupakan titik tolok dari berdirinya perserikatan
bangsa-bangsa (PBB) yang merupakan forum kerja sama global.
c). Kerja sama regional merupakan kerja sama antar negara yang
secara geografis letaknya berdekatan. Adapun yang menentukan dalam
kerja sama regional selain kedekatan geografis, kesamaan pandangan di
bidang politik dan kebudayaan maupun perbedaan struktur produktifitas
ekonomi ikut juga menentukan pula apakah kerja sama tersebut dapat di
wujudkan.
d). Kerja Sama Ideologi Dalam suatu bentuk kerja sama ideologi
suatu batas-batas territorial tidaklah relevan. Kerja sama ideologi lebih
banyak di pakai oleh kelompok kepentingan yang ingin berusaha
mencapai tujuannya dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan yang
terbuka di forum global.
2.
Segitiga
Strategic Triangle
strategis
merupakan
salah
satu
konsep
yang
menggambarkan kondisi sistem internasional yang terbagi-bagi oleh tiga
kekuatan utama yang berkuasa.Konsep ini muncul ketika Perang Dingin
dimulai dan sistem internasional seakan dikuasai oleh dua negara
adikuasa yang saling bersaing secara ideologis, yaitu Amerika Serikat dan
Uni Soviet. Cina muncul dan menyatakan diri sebagai negara perwakilan
dari dunia ketiga yang akan melengkapi segitiga strategis tersebut.
Hubungan di antara ketiga aktor ini sangat variatif, dengan kata lain baik
48
kerjasama, konflik, maupun kompetisi terjadi di antara mereka. Seperti
yang kita lihat, tidak ada hubungan yang terlalu erat antar aktor, bahkan
bisa dikatakan bahwa ketiganya memiliki hubungan yang saling bersaing,
apabila ada kerjasama
39maka
hal itu pun demi keuntungannya masing-
masing. Terkait masalah penelitian penulis mengambarkannya sebagai
relasi segitiga antara AS, Cina, Taiwan ini dapat disebut sebagai Segitiga
Strategis, yaitu:
1. AS X Cina
2. AS X Taiwan
3. Cina X Taiwan
Relasi ini tidaklah dibangun karena adanya kedekatan psikologis
ataupun emosional antar aktor, melainkan karena adanya kepentingan
yang terkait di antara para aktor, bahkan juga rivalitas.
3. Security Dillema
Security dilemma adalah sebuah konsep yang menjelaskan tentang
kondisi dimana
suatu
negara
meningkatkan kapasitas keamanan
nasionalnya dengan menambah kapabilitas militer, dimana aksi yang
dilakukan oleh negara ini dianggap ancaman oleh negara lain. Hal ini
kemudian mengakibatkan negara lain itu juga meningkatkan kapabilitas
militernya. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan penurunan tingkat
keamanan itu sendiri.
39http://diplomacy945.blogspot.com/2010/06/relasi-segitiga-antara-amerika-serikat.html
diakses tanggal 27 juni 2014
49
Security dilemma pada dasarnya merupakan refleksi dari kesulitan
pemerintah suatu negara untuk menentukan pilihan kebijakan keamanan.
Jika suatu negara mengurangi usaha – usaha memperkuat keamanan
dengan tujuan untuk membangun hubungan yang damai dengan negara
lain, negara itu justru menjadi rawan diserang oleh negara lain. Namun
jika
negara
itu
meningkatkan
kapasitas
keamanan,
justru
akan
mengundang prasangka negatif dan kecurigaan dari negara lain, sehingga
keadaan ini bisa memicu terjadinya perlombaan senjata. Security
dilemma seringkali muncul karena adanya tanda ambigu yang umum
muncul dari perencanaan militer.
Security dilemma atau Spiral model adalah terminologi dalam ilmu
Hubungan Internasional yang diperkenalkan oleh John H. Herz melalui
bukunya Political Realism and Political Idealism tahun 1951.John Herz
yang menciptakan istilah Security Dilemma dan menguraikan sebagai
berikut:
"Kelompok dan individu yang hidup bersama satu sama lain tanpa
diatur dalam sebuah kesatuan yang lebih tinggi harus
mengkhawatirkan keamanan mereka dari diserang, menjadi
sasaran, didominasi, atau dimusnahkan oleh individu atau
kelompok lain"40
Terminologi ini mengacu pada situasi di mana ketika suatu negara
melakukan upaya untuk memperkuat pertahanan dan keamanannya
dengan cara mempercangggih kapabilitas militeristik atau bahkan
40
The Security Dilemma: A Conceptual Analysis http://prezi.com/tpefagshiycs/the-securitydilemma-a-conceptual-analysis/ diakses tanggal 27 juni 2014
50
membangun aliansi, maka akan menstimulasi negara lain untuk
melakukan hal yang sama, karena merasa terancam.
Krisis Cina-Taiwan ini juga melibatkan konsep ini.Hal ini terbukti
dalam kasus kebijakan Taiwan untuk membeli persenjataan dari AS,
bahkan
hingga
mengalokasikan
anggaran
tahunan
besar
untuk
memperkuat militer-nya.Sebenarnya hal ini bukanlah disebabkan oleh
keinginan
Taiwan
untuk
mempersiapkan
aksi
separatisme
semata.Melainkan juga karena didororong oleh kekhawatiran terhadap
Cina.Cina kini semakin mempercanggih kapabilitas militeristiknya, bahkan
beberapa senjata nuklir, seperti ballistic missiles sudah diarahkan ke
teritori Taiwan. Sehingga hal ini memaksa Taiwan untuk selalu waspada
dan mempersiapkan kekuatan militernya sebagai upaya preventif apabila
Cina menyerangnya.
4. Variabel Sistemile
Adanya hubungan dalam suatu sistem antara unit satu terhadap
yang lain maka muncullah variabel sistemik. Disini perhatian diarahkan
kepada variabel eksternal yang berpengaruh terhadap keputusankeputusan politik luar negeri dari negara-negara yang kita amati atau
analisis. Kita melihat bahwa politik luar negeri dari sistem yang
dipengaruhi oleh system balance of power akan berbeda dari politik luar
negeri dari negara-negara yang dipengaruhi oleh sistem bipolar perang
dingin. Dengan kata lain bahwa system balance of power akan
51
memberikan dampak yang berbeda daripada sistem bipolar perang dingin
dalam sistem internasional terhadap politik luar negeri suatu negara.
Variabel
sistemile
bertalian
erat
dengan
kebijaksanaan-
kebijaksanaan maupun tindakan negara lain di mana kebijaksanaan
maupun tindakan tersebut dapat merangsang politik luar negeri negara
lain.
Para
penstudi
hubungan
internasional
beraliran
tradisional
beranggapan bahwa politik luar negeri merupakan sekumpulan respons
terhadap tantangan dan kesempatan eksternal. Politik luar negeri tidak
bias dipisahkan dari tujuan negara. Adapun tujuan tersebut adalah untuk
mempertahankan apa yang sudah dimiliki atau untuk mencapai serta
memaksimalkan kesempatan-kesempatan dalam batas-batas prudensi
guna memperoleh yang baru dan yang berkaitan dengan apa yang sudah
dicapai. Respon yang diberikan oleh suatu negara terhadap tantangan
maupun kesempatan yang terbuka tidak akan lepas dari tujuan negara.
41
Untuk menganalisis variabel yang mempengaruhi sikap ambigu
Amerika dalam relasi segitiganya dengan Cina dan Taiwan ini, maka
variabel yang paling relevan adalah Variabel Sistemile yang diadopsi dari
pemikiran James N. Rosenau dan disempurnakan oleh Holsti
yang
menyebutkan bahwa kebijakan suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor
eksternal yang merujuk pada situasi politik internasional.
41
Suprapto, Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi, Dan Perilaku, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1997, Hal. 189
52
Korelasi teori ini dengan sikap Amerika adalah bahwa sikap
ambigu Amerika Serikat ini juga mutlak dipengaruhi oleh faktor eksternal,
yaitu konstelasi politik multipolar saat ini yang diwarnai dengan klasterisasi
kekuatan akibat regionalisme, serta rivalitas antar negara-negara sejagad
raya khususnya antara negara-negara besar yang memliki kapabilitas dan
potensi yang kompetitif.
Sehingga semasa rezim Jimmy Carter, hingga Obama, sikap
ambigu Amerika Serikat ini tetap dilestarikan, bahkan pada rezim George
W. Bush, Amerika menunjukkan komitmennya untuk melindungi Taiwan.
Hal ini terjadi bukan hanya karena Amerika memiliki komitmen untuk
meraih keuntungan ekonomis lewat perdagangan senjata dengan Taiwan,
namun juga karena dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu ancaman
kebangkitan kekuatan Cina.Cina kini dikenal sebagai pusat gravitasi
ekonomi di Asia, apalagi kini Cina sangat berambisi untuk memperkuat
posisinya di peta Asia dengan membangun koalisi regional yang semakin
massif dan ekspansif. Otomatis apabila hal ini terus dibiarkan, maka
hegemoni Amerika di Asia akan dirampas oleh Cina. Sehingga Amerika
sengaja memanfaatkan konflik Cina dengan Taiwan ini sebagai senjata
strategis untuk melawan Cina.
53
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara untuk memperoleh data yang
akurat, lengkap, serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Metode penelitian, di dalam
penelitian, merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang
proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas sehingga
akan diperoleh hasil yang bersifat ilmiah dan mempunyai nilai validitas
yang tinggi serta mempunyai tingkat rehabilitas (mantap dan dapat
dipercaya) yang besar. Seorang peneliti di dalam melakukan penelitian
biasanya menggunakan metode tertentu. Karena tanpa adanya suatu
metode, peneliti tidak akan menemukan, merumuskan, menganalisis serta
memahami permasalahan yang dihadapinya.
A. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
hukum normatif, maka metode pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yuridis-normatif. Untuk pengkayaan kajian dilengkapi dengan
pendekatan historis, komparatif, bahkan pendekatan yang komprehensif
dari berbagai disiplin sosial lainnya seperti ilmu politik dan ilmu ekonomi
yang digunakan secara integratif.Tipe penelitian yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni mengkonsepkan
hukum sebagai norma, kaidah, asas, atau dogma-dogma, dengan
54
menggunakan pendekatan literatur42yang dijelaskan secara deskriptif
berdasarkan permasalahan dengan berbagai aturan-aturan hukum dan
literatur, serta mencari suatu opini hukum tentang masalah yang menjadi
objek permasalahanPenelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian
diarahkan untuk menggambarkan fakta dengan argument yang tepat.
Penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status
suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan.
B. Sumber Data
Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menggunakan
studikepustakaan, bahan hukum yang diperoleh adalah:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berupa
peraturan
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
pengakuan Negara
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa buku-buku, hasil
penelitian, karya ilmiah dari kalanga hukum dan sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier atau Bahan Hukum Penunjang, yakni
bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap
hukum
primer
dan
sekunder,
seperti
kamus,
ensiklopedia, dan lain-lain.
42
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2005) Hal.
96
55
C. Teknik Analisa Data
Bahan Hukum yang telah diperoleh kemudian dan diklarifikasi,
untuk mempemudah proses analisa, analisa bahan hukum yang diperoleh
menggunakan teknik kualitatif43 dimana peneliti mencari, memilih,
menghimpun aturan-aturan hukum atau prinsip-prinsip hukum dan datadata yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif. Analisis data
adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
44
Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif,
yaitu proses penyusunan, mengkatagorikan data kualitatif, mencari pola
atau tema dengan maksud memahami maknanya. Pada penyusunan
karya tulis ilmiah ini, data terutama diperoleh dari bahan pustaka dimana
pengolahan, analisis dan konstruksi datanya dilaksanakan dengan cara
penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif serta komparatif.
43Hamidi.
Metode Penelitian Kualitatif.Hal. 8
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991),
hal.103.
44
56
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai pengakuan internasional ini semoga ada
manfaatnya, oleh karena tetap merupakan suatu masalah aktual yang
menyangkut berbagai bidang hubungan antar negara. Masyarakat
internasional merupakan masyarakat yang dinamis berubah dari waktu ke
waktu ada negara yang dikuasai negara lain dan ada pula negara baru
yang lahir.45
Demikian pula pemerintah lama terguling, pemerintah baru
lahir.Lahirnya negara/ pemerintah tersebut ada yang melalui cara-cara
damai, ada pula yang melalui cara-cara kekerasan.Perubahan-perubahan
ini menyebabkan anggota masyarakat internasional lainnya dihadapkan
pada dua pilihan, yaitu mau menyetujui atau menolaknya. Tanpa
mendapatkan pengakuan ini negara tersebut akan mengalami kesulitan
dalam mengadakan hubungan dengan negara lainnya. Negara yang
belum mendapatkan pengakuan dapat memberi kesan dalam negara lain
bahwa negara tersebut tidak mampu menjalankan kewajiban-kewajiban
internasional.
Oppenheim mengatakan bahwa pengakuan merupakan suatu
pernyataan kemampuan suatu negara baru.46Nampaklah bahwa negaranegara dalam memberikan pengakuan ini semata-mata hanya didasarkan
45http://andamemangluarbiasa.blogspot.com/2013/03/pengakuan-dalam-hukum-internasional-
di.html diakses 27 juni 2014
46Sumber : http://fisipunsil.blogspot.com/2010/04/unsur-terbentuknya-negara.html
57
pada alasan-alasan politis, bukan alasan hukum. Dari praktek negaranegara tidak ada keseragaman dan tidak menunjukkan adanya aturanaturan hukum dalam masalah pengakuan ini.Namun dengan diakuinya
suatu negara/pemerintah baru, konsekuensi yang ditimbulkannya dapat
berupa konsekuensi politis tertentu dan konsekuensi yuridis antara negara
yang diakui dengan Negara yang mengakui.
Konsekuensi politis misalnya, antara kedua negara dapat dengan
leluasa mengadakan hubungan diplomatik, sedangkan konsekuensi
yuridis misalnya berupa: Pertama, pengakuan tersebut merupakan
pembuktian
atas
keadaan
yang
sebenarnya,
Kedua,
pengakuan
menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan tingkat
hubungan diplomatik antara negara yang mengakui dan yang diakui;
Ketiga, pengakuan memperkokoh status hukum negara yang diakui
dihadapan pengadilan negara yang mengakui.
Selain alasan politis pemberian pengakuan suatu Negara kepada
negara lain terlebih dahulu harus ada keyakinan bahwa negara baru
tersebut telah memenuhi unsur-unsur minimum suatu negara menurut
hukum internasional dan pemerintah baru tersebut menguasai dan
mampu memimpin wilayahnya.47Adapun unsur-unsur lain dari pemberian
pengakuan yaitu: Pertama, pemerintah dalam negara baru tersebut harus
mendapatkan kekuasaannya melalui cara-cara konsitutisional, kedua,
47http://www.negarahukum.com/hukum/pengakuan-dalam-hukum-internasional.html
diakes 27
juni 2014
58
negara tersebut harus mampu bertanggung jawab terhadap negara lain.
Berangkat dari fakta-fakta tersebut, maka dicoba memberikan definisi
tentang pengakuan, yaitu tindakan politis suatu negara untuk mengakui
negara baru sebagai subjek hukum internasional yang mengakibatkan
hukum tertentu.
Ketegangan yang terjadi akibat perdebatan antara unifikasi CinaTaiwan versus independensi Taiwan ini sudah berlangsung selama
bertahun-tahun. Doktrin konsensus tahun 1992 tentang One China
Policy terbukti tidak memiliki signifikansi untuk menundukkan Taiwan di
bawah bendera Cina. Apalagi seiring berkembangnya waktu, populasi di
Taiwan cenderung telah mengidentifikasi diri mereka sebagai Taiwanese,
bukan Chinese. Hal ini mengindikasikan konflik Cina-Taiwan merupakan
rivalitas nasionalisme, bukan lagi perkara kontadiksi ideologis.
Awal hubungan Cina dengan Taiwan pun dapat dikatakan
merupakan hubungan yang konfrontatif penuh perselisihan.Karena,
menilik dari sejarah hubungan keduanya, dulunya merupakan kesatuan
Cina yang kemudian terpecah akibat perang saudara antara kaum
komunis dan kaum nasionalis. Kemudian perang (secara fisik) diakhiri
dengan kemenangan Cina Komunis pimpinan Mao Zedong tahun 1949
yang kemudian memproklamirkan berdirinya Republik Rakyat Cina, serta
mengusir cina Nasionalis Cheng Kay-Sek ke Pulau Formosa (saat ini
disebut Taiwan).
59
Perselisihan diantara mereka tidak selesai begitu saja.Dalam politik
hubungan
internasional,
mereka
berdua
masih
saja
bersikap
bertentangan. Di satu sisi, Cina menganggap bahwa Taiwan adalah
penghianat atau pemberontak terhadap Pemerintah Pusat (yaitu Republik
Rakyat Cina) dan Cina masih menganggap bahwa Taiwan merupakan
bagian dari wilayah Cina bukannya bagian Cina yang memerdekakan diri
dan berdaulat. Di lain sisi, Taiwan menganggap bahwa dirinya telah berdiri
sebagai sebuah negara yang berdaulat yang berhak melakukan hubungan
dengan negara lain sebagai sebuah negara. Dan dapat dikatakan bahwa
yang sangat mempengaruhi peruncingan perselisihan antara Cina dan
Taiwan adalah Amerika.
Dalam perkembangannya pun, Taiwan masih tetap saja dibayangbayangi Amerika dalam gerak-geriknya di dunia internasional. Bahkan
dalam PBB pun terjadi persaingan sengit antara siapa yang akan menjadi
wakil resmi Cina dalam PBB, Republik Rakyat Cina atau Republik
Cina.Akhirnya yang menjadi wakil resmi dewan keamanan tetap adalah
Cina.48
Hubungan mereka masih tetap belum berubah, begitu pula Amerika
sebagai pihak yang menjadi penggerak Taiwan, masih mengakui Taiwan
sebagai representasi dari Cina dan dengan Doktrin Truman nya berusaha
membendung komunis termasuk di wilayah Asia Timur. Pada saat pecah
Perang Korea 1950, untuk mengamankan Taiwan dari usaha penaklukan
48
http://michantroublemaker.blogspot.com/2010/07/perluasan-kerjasama-cina-dan-taiwan.html
60
komunis maka AS mengirim Pasukan ke-7 serta menghadang intervensi
Cina di dalam perang tersebut. Kemudian pada tahun 1954 Amerika dan
Republik Cina menandatangani pakta pertahanan bersama –dengan
tujuan yang samamelindungi Formosa dari komunis dengan dalih menjaga
perdamaian dunia.
Akan tetapi kemudian ternyata terjadi diplomasi rahasia antara
Amerika dan Cina. Amerika ingin Membuat evolusi sejarah, yaitu
hubungan cina dan amerika yang dulunya konfrontatif dan berlawanan
dapat
berubah
menjadi
saling
bekerjasama
dalam
membangun
dunia.Mereka berperan seolah mereka berkonfrontasi dan berlawanan
apalagi ideologinya, sehingga mereka pun menjalankan rencana mereka.
Amerika mengatakan bahwa
mereka pada dasarnya
tidak akan
menghalangi niat dan kepentingan Cina terhadap Taiwan, karena Amerika
menganggap bahwa Cina sangat berpotensi untuk menjadi negara yang
raising dan berpengaruh di bangsa Asia khususnya negara-negara IndoCina. Dia berusaha mendekati cina karena dengan kerjasamanya
bersama Cina, stabilitas dunia terjaga 49
Menurut penulis Amerika menggunakan permasalahan Taiwan
memperkuat bargaining positionnya terhadap Taiwan.Perang di Indo-Cina
pun ternyata Cina dan Amerika telah mengaturnya. AS menjadikan jepang
sebagai negara pembalance Cina di Asia timur. Amerika memilih Cina
49http://michantroublemaker.blogspot.com/2010/07/perluasan-kerjasama-cina-dantaiwan.html
61
karena cina tidak memiliki kecenderungan untuk ekspansionis (yang
tentunya dapat mengancam hegemoni Amerika) karena telah merubah
sistemnya. Jepang memiliki potensi infrastruktur untuk membangun dan
ekspansionis.
A. Bentuk Pengakuan Amerika Serikat terhadap Cina RRC dan
Cina Taiwan
Konflik antara Cina dan Taiwan sejatinya adalah masalah internal
antara
kedua
negara.Namun
persengketaan
antar
kedua
negara
serumpun ini telah menjadi perhatian dunia karena telah menganggu
stabilitas keamanan kawasan Asia Timur.Persengketaan yang berpotensi
menjadi konflik terbuka antara kedua negara memperkeruh situasi di
wilayah ini.Kekhawatiran terjadinya konflik terbuka antar dua negara ini
karena Taiwan telah memiliki angkatan bersenjatanya sendiri.Angkatan
bersenjata yang dimiliki oleh Taiwan cukup untuk membela diri dari
serangan Cina. Pada awal banyak masalah yang dihadapi oleh Taiwan
yang akan memisahkan diri dari Cina, salah satunya adalah menjauhnya
AS dari dukungan terhadap rejim Chiang Kai Shek menyusul kegagalan
misi Mashall pada Januari 1947.
Presiden AS Harry Trumman
mendeklarasikan ketidakberpihakan AS dalam konflik internal Cina pada
Januari 1950 dengan menyatakan bahwa:
62
“The United States Government will not pursue a course which will
lead to involvement in the civil conflict in China. Similarly, the
United States Government will not provide military aid or advice to
Chinese forces on Formosa”50
Beberapa dekade yang lalu nama Taiwan tidak terlalu terkenal
dalam dinamika hubungan internasional. Pulau kecil di timur pulau Hainan
ini lebih dikenal sebagai China Taipei. Sebutan China Taipei ini sendiri
sebenarnya untuk menggambarkan lebih jelas akan posisi Taiwan itu
sendiri. Kata “China”, untuk menggambarkan bahwa pulau tersebut
merupakan bagian dari Cina, dan kata “Taipei” untuk menunjukkan
identitas Taiwan yang beribukota di Taipei.51
Sebelum berbicara lebih jauh tentang Taiwan, perlu untuk melihat
sejarah Taiwan, jauh ke belakang. Sejarah Taiwan mulai dicatat pada
pertengahan
abad
ke-17,
yaitu
pada
saat
Taiwan
dijajah
oleh
Belanda.Pulau yang lebih dikenal sebagai pulau Formosa ini menjadi
salah satu pulau tempat pangkalan militer Belanda.52
Akan tetapi, penjajahan Belanda tidaklah bertahan lama setelah
seorang loyalis Dinasti Ming bernama Cheng Cheng-Kung membebaskan
Taiwan dan mendirikan Kerajaan Tungning (1662-1683) yang beribukota
di Tainan.Selanjutnya, Taiwan kembali menjadi rebutan.Dinasti Qing atau
biasa disebut sebagai Dinasti Manchuria berusaha untuk menjadikan
50“President
Truman’s Statement on U.S. Policy Respecting the Status of Formosa, 5 January
1950,” American Foreign Policy, 1950–1955, Basic Documents, Vol. 2, Washington, DC: USGPO,
1961, p. 1669 dalam Bernard. Cole D. Op. Cit, hlm 17.
51 Robert O. Keohane, 1984, After Hegemony: Cooperation and Discord in The World Political
Economy, New Jersey., Princetion University Press. Hal 47 -132
52 ibid
63
Taiwan sebagai bagiannya.Serangan Dinasti Qing yang berasal dari
daratan Tiongkok di bawah pimpinan Laksamana Shi Lang, terus menerus
dijalankan.Sampai Akhirnya Dinasti Qing berhasil merebut Taiwan dari
Kerajaan Tungning, dan menguasainya hingga Jepang menyerang pada
tahun 1895.53
Taiwan terus berada di bawah protektorat Jepang hingga Perang
Dunia II berkahir. Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, Taiwan
kemudian dikembalikan kepada pemerintah Republik Cina, pimpinan Dr.
Sun Yat Sen. Dr. Sun Yat Sen yang juga merupakan ketua
partai Kuomintang, merupakan pendiri Republik Cina di Nanjing.
Akan tetapi, posisi Taiwan kembali berubah ketika terjadi perang
saudara di Cina daratan antara Partai Nasionalis Kuomintang dan Partai
Komunis.Perang yang berakhir di tahun 1949 ini dimenangkan oleh kubu
komunis yang kemudian membuat Kuomintang tergusur dan lari ke
Taiwan. Di Taiwan, Kuomintang yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek
kemudian mendirikan pemerintahan yang tetap diberi nama Republik
Cina. Chiang Kai-shek mendirikan pemerintahan ini dengan tujuan untuk
tetap mempertahankan filosofis nasionalis, dan berusaha membangun
kekuatan untuk pada akhirnya kembali merebut Cina daratan.
Pasca Perang Korea tahun 1950, Presiden AS Harry S. Truman
menempatkan Pasukan Laut Ketujuh (The Seventh Fleet) di Taiwan untuk
mencegah serangan komunis RRC ke Taiwan.Hal ini adalah intervensi
53
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/01/15/konflik-china-taiwan-333467.html
64
pertama
kalinya
dalam
konflik
Cina
(daratan)
dan
Taiwan
(pulau).Washington menilai bahwa Taipei mampu menghalau komunis di
Asia dan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka
menjaga keamanan seperti keamanan dan peralatan militer.54
Pada bulan Desember 1954, AS dan pihak-pihak yang berwenang
di Taiwan mengesahkan Perjanjian Pertahanan Bersama (Mutual-Defense
Treaty) yang menetapkan posisi Taiwan berada dalam naungan AS.Hal ini
dinilai salah karena campur tangan AS terlalu jauh dalam konflik yang
melibatkan RRC dan mengakibatkan konflik tersebut berlangsung dalam
jangka panjang.Isu ini juga membuat ketegangan hubungan antara
Washington dan Beijing.
Selama Perang Dingin, AS melakukan hubungan kembali dengan
RRC sebagai upaya untuk pencegahan terhadap ekspansi Uni Soviet.
RRC sebagai negara yang kuat menjadi mitra strategis bagi AS untuk
menghadapi ekspansi tersebut. Ancaman nuklir Uni Soviet akan
mengganggu keamanan dunia dan mengganggu kepentingan nasional
Amerika Serikat. RRC bagi Amerika Serikat adalah mitra strategis dari
ancaman nuklir Uni Soviet.55
One China Policy berarti hanya ada satu Cina yaitu Cina daratan
(RRC), Tibet, Hongkong, Makau, Xinjiang, maupun Taiwan adalah bagian
dari Cina. Hal ini adalah alasan utama bahwa RRC dan Taiwan harus
54
55
http://irwanawrie.blogspot.com/2012/06/konflik-china-taiwan-dan-intervensi.html
ibid
65
melakukan unifikasi. Dalam kasus yang dialami oleh AS, One China Policy
dalam Shanghai Communique pada tahun 1972 menyatakan:
“The United States acknowledges that Chinese on either side of the
Taiwan Strait maintain there is but one China and that Taiwan is a
part of China. The United States does not challenge that
position.”,56
Maka dari itu penulis dapat menarik benang merah bahwa One
China Policy yang dipahami AS berbeda dengan yang digariskan RRC ke
dunia
internasional,
yaitu
RRC
dan
Taiwan
berada
pada
satu
pemerintahan. AS tidak menyatakan dengan tegas mengenai apakah
Taiwan adalah negara merdeka atau tidak, sebaliknya AS menyatakan
penjelasannya terhadap klaim RRC bahwa Taiwan adalah bagian dari
Cina.
One China Policy juga menjadi prasyarat bagi pemerintahan Cina
untuk berdialog mengenai cross-strait relations dengan kelompok yang
datang dari Taiwan. Kebijakan ini menolak rumusan Two Cina atau One
Cina, One Taiwan dan dengan jelas bahwa upaya pembagian kedaulatan
Cina akan berakibat kepada perang militer. RRC telah menawarkan dialog
dengan partai-partai di Taiwan dan pemerintahan di Taiwan berdasarkan
konsensus tahun 1993 yang menyatakan bahwa ada satu Cina, tetapi
terdapat pemahaman yang berbeda mengenai “satu Cina’ di kedua
negara.57
56http://irwanawrie.blogspot.com/2012/06/konflik-china-taiwan-dan-intervensi.htmldiakses
pada tanggal 27 juni 2014
57 http://irwanawrie.blogspot.com/2012/06/konflik-china-taiwan-dan-intervensi.html
66
Taiwan adalah sumber utama dalam konflik Cina – Amerika. Hal ini
tidak hanya disebabkan penjualan senjata ke Taiwan oleh Amerika secara
terus-menerus, tapi juga disebabkan perlawanan Cina terhadap keinginan
Taiwan untuk meningkatkan status internasionalnya.
Cina
menunjukkan
perlawanannya
dengan
mengarahkan
pengujian misilnya dekat Pulau Formosa.Amerika merespon dengan
menempatkan angkatan lautny di tempat yang dapat melindungi Taiwan di
Selat Taiwan.Meskipun Li Denghui menang, status kemrdekaan Taiwan
dapat membawa kepada ketegangan dalam hubungan Cina – Amerika.58
Kebijakan dan tindakan Cina dalam hubungan Laut Cina Selatan
juga dapat merusak tujuan Amerika untuk mencapai stabilitas dalam
wilayah itu.Juga terdapat pertanyaan yang lebih luas, yaitu bagaimana
Cina
memposisikan
dirinya
sendiri
dalam
pola
wilayah
yang
multikutub.Posisi ini berdampak langsung terhadap hubungan Cina –
Amerika. Jika Cina menjalin hubungan dengan Amerika dan Jepang, ini
akan membawa kerrjasama besar antara Cina dan Amerika. Jika Cina
menjalin hubungan dengan negara-negara yang bermasalah dengan
Amerika, seperti Rusia, maka Cina dan Rusia akan bersama-sama
bersikap anti Amerika. Situasi ini akan menjadi masalah serius bagi
Amerika. Tahun 1996, Clinton memutuskan bahwa Amerika harus mencari
strategi untuk bersatu daripada bertentangan dengan Cina.59
58
http://puksipuksi.blogspot.com/2011/04/hubungan-republik-rakyat-cina-amerika.html
59http://kyotoreview.org/issue-15/tiga-tindakan-yang-harus-diutamakan-dalam-memelihara-
perdamaian-dan-stabilitas-di-laut-cina-selatan/
67
Menurut analisa penulis setelah Perang Dingin berakhir dan
menyisakan AS sebagai satu-satunya kekuatan unggul di dunia. Dunia
pun terunipolarisasi oleh kekuatan tersebut sehingga perkembangan
segala aspek kehidupan seolah berkaca pada apa yang ada di AS.
Negara-negara di berbagai belahan dunia pun berlomba-lomba untuk
menarik perhatian AS agar AS mau menanamkan investasi di negaranya.
Berbagai upaya dilakukan agar AS mau bekerja sama dan ikut mendorong
pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut. AS pun tak mau menyianyiakan kesempatan ini dan justru semakin lebar mengepakkan sayap
pengaruhnya.
Dari pandangan itulah kemudian penulis melihat Cina bangkit dan
berusaha keras untuk menyamakan kekuatannya dengan AS, hasilnya
pun dapat kita lihat pada saat ini.Namun, faktor tersebut juga telah
diendus oleh AS, oleh karena itu AS berusaha menghalangi unifikasi Cina
dan Taiwan.AS menjadikan Taiwan sebagai “Perisai” untuk mencegah
bangkitnya Cina karena apabila Cina bangkit itu berarti komunis juga
kembali bangkit.Kehadiran intervensi AS di Taiwan terus mengusik Cina,
namun AS mengatakan bahwa kerjasama dan kehadiran AS di Taiwan
dikarenakan adanya faktor sejarah. Namun perlu disadari bahwa
intervensi dan hubungan kerjasama tersebut justru dapat mendorong
munculnya konflik dengan Cina, padahal AS secara jelas telah
memaparkan ketidakinginan mereka berperang melawan Cina karena
68
dampak kerugian justru akan banyak didapat oleh keduanya apabila
berperang.
Dalam usaha menjalankan “containment policy”-nya, AS lebih
memperkuat lagi posisinya dengan menginfiltrasi lebih dalam tentang
keadaan politik di Taiwan.Taiwan yang pernah melakukan kerjasama
dengan AS tentu secara cepat dapat menangkap nilai-nilai demokrasi dan
liberal yang dibawa AS ke wilayahnya.Lewat “penanaman kembali”
ideologinya, AS kembali membina dan “menyetir” Taiwan. Dengan ini AS
telah berhasil menggunakan Taiwan sebagai “Democratic Window”
dengan tujuan untuk mempromosikan sebuah reformasi politik dengan
mengangkat demokrasi ke wilayah Cina 60
Menurut penulis telah nampak jelas bahwa AS bertujuan untuk
mempersulit unifikasi Cina dan Taiwan lewat perbedaan ideologi antara
keduanya sehingga yang terjadi justru ketegangan hubungan akibat dari
perbedaan pijakan. Hal ini lah yang kemudian mendorong pemerintah
Cina, Deng Xiaoping, memberlakukan kebijakan “one country two system”
di mana muncul sistem yang berbeda pada wilayah Taiwan dengan
pemerintah Republik Rakyat Cina yang berpusat di Beijing kecuali
permasalahan pertahanan luar negeri. Namun hal ini tetap sulit dijalankan
karena hingga saat ini banyak negara yang belum mengakui status
Taiwan sebagai negara yang berdaulat.
60
Kennedy, Andrew Bingham. 2007. China's Perceptions of U.S. Intentions toward Taiwan: How
Hostile a Hegemon? Dalam Asian Survey, Vol. 47, No. 2 California : University of California
Press. Hal. 268-287.
69
Namun, dengan adanya konsep ini Deng Xiaoping telah berusaha
membuka sebuah peluang yang dinilai potensial untuk Cina dan Taiwan
melakukan reunifikasi.Dan dalam prakteknya "one country, two systems"
memang telah berhasil mengakomodasi reunifikasi antara Cina dan
Taiwan.Kebijakan Deng Xiaoping ini juga mengupayakan sebuah langkah
untuk merevitalisasi perdamaian dengan Taiwan.Oleh karena itu konsep
ini banyak diterima dengan hangat oleh orang-orang Cina baik
di Mainland-nya maupun di luar Cina.Kemajuan besar pun berhasil dicapai
Cina dalam tujuannya menjalin hubungan baik dengan Taiwan.Namun
ada beberapa kendala yang dihadapi Cina, yaitu ketika terjadi protes
masyarakat Taiwan atas implikasi kebijakan pemerintah RRC dalam
konteks otonomi di Hong Kong 61
Bila dikaitkan dengan isu Taiwan dan upaya Beijing merealisasikan
reunifikasi dengan Taiwan, kebijakan-kebijakan represif Beijing terhadap
Hong Kong justru akan memperkuat gerakan-gerakan proindependen di
Taiwan. Bahkan kelompok minoritas di Taiwan yang proreunifikasi dapat
berubah pikiran melihat kejadian-kejadian di Hong Kong.62
Menurut penulis, pemerintah RRC harus berhati-hati dalam
menjalankan
kebijakan-kebijakannya
di
daerah-daerah
administratif
khususnya.Beijing telah lama menawarkan model ini dalam rangka
reunifikasi, bahkan model ini telah dibuat versi yang “diperbaiki” oleh
61
Rigger, Shelley. 2006. Taiwan Rising Rationalism: Generations, Politics and Taiwanese
Nationalism. Washington: East-West Center. Hal. 1-73.
62 Koran Tempo - 10 July 2004. http://csis.or.id/post/hong-kong-taiwan-dan-demokrasi
70
Beijing dan diberikan khusus untuk Taiwan.Versi baru model ini
menjanjikan
Taiwan
dapat
mempertahankan
bentuk
pemerintahan
demokratisnya, otonomi yang tinggi meliputi kekuasaan dalam hal
administratif, legislatif, peradilan independen, angkatan bersenjata, dan
juga hubungan khusus dengan dunia internasional.Tetapi model “one
country two system” ini tidak mampu meraih antusiasme warga Taiwan.
Oleh karena itu, pemerintah Beijing harus memberlakukan strategi baru
untuk menghadapi Taiwan karena Hong Kong dan Taiwan memang
merupakan dua isu yang berbeda, baik dari segi latar belakang maupun
kondisi pada saat ini. Taiwan telah menjadi entitas politik dengan identitas
politik dan ideologi yang berbeda bila dibandingkan dengan Hong Kong.
Pada 25 April 2001, ketika George W. Bush masih berkuasa, dia
mengeluarkan sebuah statement
yang sangat kontroversial dalam
sebuah interview yang dilakukan oleh ABC Television, saat itu Bush
mendapat sebuah pertanyaan tentang langkah apa yang akan dilakukan
Amerika Serikat apabila Taiwan diserang, saat itu Bush menjawab bahwa
“The United States would do “Whatever it takes to help Taiwan
defend herself.”63
Hal ini seolah mengindikasikan keberpihakan Amerika Serikat
terhadap Taiwan.Padahal sebenarnya kebijakan Amerika untuk memberi
asistensi khusus kepada Taiwan ini sangat bertentangan dengan
kesepakatan yang telah dibuat oleh Amerika dengan Cina dalam Joint
Communiqué, yang diratifikasi pada 1 Januari 1979.
63
Vinod K. Aggarwal, 2008. Northeast Asia: Ripe for Integration. Hal 84
71
Esensialnya Joint Communiqué ini merupakan persetujuan Amerika
untuk mengakui eksistensi satu Cina, dan Taiwan sebagai teritori yang
berada
di
menghindari
bawah
niat
bendera
untuk
Cina,
menjalin
sehingga
hubungan
Amerika
seharusnya
diplomatik
dengan
Taiwan. Namun ternyata klausul tersebut dilanggar oleh Amerika, diawali
dengan
keputusan
Act (TRA)
pada
Amerika
1979,
untuk
sebulan
meratifikasi Taiwan
pasca
Relations
penandatangananJoint
Communiqué .64
Cina mererima baik uluran tangan Amerika Serikat dan di
sepakatilah suatu perjanjian hubungan baik antara Cina dan Amerika
Serikat yang disebut Shanghai-Communique(Komunike Shanghai) tahun
1972. Isi dari Komunike Shanghai itu berbunyi:
1. Kedua negara berhasrat mengurangi bahaya konflik militer
internasional;
2. Tidak satupun diantara mereka ( baik Cina maupun Amerika
Serikat) akan mengusahakan hegemoni di Kawasan Asia Pasifik
atau di sesuatu kawasan lain di dunia dan masing-masing pihak
menentang usaha-usaha oleh sesuatu negara lain atau kelompok
negara lain untuk membangun hegemoni semacam itu;
3. Tidak satupun diantara mereka bersedia berunding atas nama
sesuatu pihak ketiga, atau masuk kedalam persetujuan-persetujuan
64
http://www.ait.org.tw/en/taiwan-relations-act.html
72
atau saling pengertian dengan lainnya yang ditujukan kepada
negara lain;
4. Amerika Serikat mengakui posisi Cina bahwa hanya ada satu Cina
dan Taiwan adalah bagian dari Cina;
5. Kedua belah pihak percaya bahwa pemulihan hubungan CinaAmerika Serikat bukan saja demi kepentingan rakyat-rakyat Cina
dan Amerika, akan tetapi juga memberikan sumbangan bagi usaha
menciptakan perdamaian di Asia dan di dunia.
Walaupun telah disepakati Komunike Shanghai ini masih ada
ganjalan dalam hubungan kedua negara yaitu mengenai Status Taiwan
(pasal 4 dari Komunike). Apalagi dalam Komunike Bersama (Joint
Communique) antara Amerika Serikat dan Cina pada Agustus 1982
disepakati tiga pasal mengenai Status Taiwan yaitu:
1. here is but one China, and Taiwan is part of China;
2. The Chinese on both sides of the Taiwan Strait should resolve their
dispute peacefully;
3. U.S. sales of militery equipment to the government on Taiwan
should be for defensive purposes only, and should be reduced as
the threat of the use of force to resolve the conflict recerdes.65
65http://www.negarahukum.com/hukum/pengertian-sengketa-internasional-dalam-kasus-laut-
cina.html. PROF. DR. S.M. NOOR, S.H., M.H. · FEBRUARY 8, 2012
73
Melihat kedua komunike di atas maka terdapat ganjalan yang
sangat mendasar dari hubungan kedua negara yaitu masalah status
Taiwan. Sampai hari ini Amerika Serikat masih segan melepas Taiwan
sementara Cina terus-menerus menuntut agar Taiwan diserahkan pada
Cina.
Akibat lain dari Komunike Shanghai ialah semakin memburuknya
hubungan Cina dengan Vietnam. Seringnya terjadi konflik perbatasan
antara kedua negara terutana serangan pasukan-pasukan Cina kedalam
wilayah Vietnam pada 17 Pebruari 1979. Insiden-insiden berdarah antara
Cina dan Vietnam sebetulnya telah ada ketika Cina melancarkan
penyerbuan ke Pulau Hainan di Teluk Tonkin dan melakukan okupasi di
pulau itu pada Juli 1974, penyerbuan itu kemudian dilancarkan sampai ke
Kepulauan Paracel dan menduduki gugus kepulauan tersebut. Selain dari
itu pula semakin memanasnya insiden-insiden perbatasan antara Korea
Utara dan Korea Selatan, tidak saja insiden-insiden di daratan, tetapi juga
di laut yaitu Laut Kuning dan Laut Jepang.
Berdasarkan beberapa pemikiran di atas merupakan akumulasi
untuk memasuki sengketa Laut Cina seperti telah dikemukakan di atas
maka sengketa Laut Cina merupakan sengketa yang seringkali status
hukumnya tidak jelas, disamping itu pengaruh solusi politik yang demikian
besarnya. Beberapa wilayah yang sering menimbulkan kerawanan dan
74
mengancam perdamaian serta keselamatan ummat manusia. Bukan saja
masalah tuntutan wilayah kedaulatan yang berpengaruh besar atau
merupakan faktor dominan dalam sengketa tetapi lebih dari itu faktor
ideologi yang berbeda yang seringkali menimbulkan kesenjangan dalam
penyelesaian sengketa di Laut Cina.
Ironisnya kesepakatan dalam TRA inilah yang akhirnya meligitimasi
Taiwan untuk memperoleh suplai persenjataan dari Amerika Serikat
melalui transaksi perdagangan bilateral.Oleh karena itu Cina terus
memprotes kebijakan Amerika ini. Namun Amerika berargumen bahwa
aksi Amerika untuk menjalin hubungan dengan Taiwan ini bukanlah hal
yang melanggar kesepakatan Joint Communiqué.66
Hubungan militer Amerika Serikat-Taiwan yang dituangkan dalam
Taiwan Relation Act tahun 1979 (TRA), mengindikasikan bahwa Amerika
Serikat akan membantu Taiwan dalam penyediaan perlengkapan militer
dan peningkatan kapabilitas militernya. Hal ini merupakan upaya Taiwan
untuk menangkal ancaman dan mengimbangi kekuatan militer Cina,
Perjanjian inilah yang menjadi perselisihan utama antara AS-Cina dimana
Cina memandang bahwa penjualan persenjataan melanggar kedaulatan
wilayah juga meningkatkan kerentanan hubungan Cina-Taiwan dalam
upaya
pertahanan
dan
keamanan
di
wilayah
Taiwan.
Melihat
perkembangan tersebut, Cina merasa perlu untuk merespon dan
66http://diplomacy945.blogspot.com/2010/06/relasi-segitiga-antara-amerika-serikat.html
diakses 27 juli 2014
75
memperingatkan
Taiwan,
bahwa
Cina
tidak
akan
menoleransi
kemerdekaan Taiwan dan Amerika Serikat dalam hal ini akan tetap
berusaha mendukung Taiwan dalam pengadaan persenjataan dan jasa
yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kapabilitas keamanan
Taiwan.
Berdasarkan klarifikasi dari pihak Amerika seperti yang tercantum
dalam The China/Taiwan: Evolution of the "One China" Policyreport of the
Congressional Research Service pada 9 Juli, 2007, ada beberapa poin
yang menjustifikasi hubungan AS dengan Taiwan, yaitu: Dalam 3
putaran Joint Communique yang melibatkan Cina-AS pada 1972, 1979,
hingga 1982, sebenarnya intepretasi “Satu Cina” bagi Amerika adalah
posisi satu Cina berada di kedua sisi Teluk Taiwan, AS tidak pernah
mengakui secara eksplisit kedaulatan Cina atas Taiwan, namun AS tidak
memandang Taiwan sebagai negara yang berdaulat, tetapi lebih
cenderung menganggap Taiwan adalah sebuah teritori dengan status
yang belum jelas.67
Bahkan sebagai jawaban atas protes Cina yang mengira Amerika
akan membantu separatisme Taiwan, Bush pun pernah memberi
ultimatum
kepada
Taiwan
bahwa
Amerika
akan
menghentikan
dukungannya kepada Taiwan apabila Taiwan memulai aksi separatisme
terhadap Cina.
Shirley A. Kan, China/Taiwan: Evolution of the “One China” Policy—Key Statements from
Washington, Beijing, and Taipei, Congressional Research Service, www.crs.gov
67
76
Namun di bawah rezim Obama sendiri, tidak terlihat adanya
komitmen Amerika untuk memutuskan hubungan dengan Taiwan, tidak
ada kecenderungan Amerika untuk merevisi klausul dalam TRA, distribusi
instrumen militeristik ke Taiwan tetap dijamin oleh Amerika. Melihat
kebijakan ini, Cina pun bereaksi keras dengan memformulasikan 3 bentuk
sanksi untuk Amerika Serikat, yaitu:68
1. Menunda military-to-military exchanges;
2. Menunda
pertemuan
level
dewan
kementerian
untuk
membicarakan international security, Kontrol Militer, dan weapons
nonproliferation;
3. Memperkenalkan formulasi sanksi baru di kemudian hari untuk
perusahaan-perusahaan pertahanan Amerika Serikat (U.S. defense
firms) yang terlibat dalam transaksi jual beli persenjataan dengan
Taiwan;
Namun sejauh ini sanksi yang telah diimplementasikan oleh pihak
Cina adalah pembatalan pertemuan dengan James Steinberg,Deputy
Secretary of State di Beijing. Sanksi yang lain sedang dipertimbangkan
relevansi dan efeknya bagi kelangsungan hubungan bilateral Cina dan
Amerika, karena hal ini menyangkut kepentingan kedua negara yang
saling terkait.
68
ibid
77
Kebijakan AS terhadap Taiwan memang sangat ambigu karena AS
masih menganggap pentingnya menjalin hubungan baik dengan Cina.
Tetapi, disisi lain AS memiliki kerjasama keamanan tidak resmi dengan
Taiwan yang masih menjadi kontroversi dan polemik dalam hubungan AS
dan Cina. Pada tahun 1979 sebagai syarat normalisasi hubungan antara
AS dan Cina, AS harus membatalkan perjanjian kerjasama militer dengan
Taiwan yang dibuat pada tahun 1954.Namun, hal ini tetap dipertahankan
oleh pihak AS dengan alasan bahwa kerjasama tersebut bersifat tidak
resmi. Ambiguitasi AS pada masalah ini secara jelas terlihat melalui
Taiwan Relation Act ( TRA )1979 untuk mempertahankan Pulau tersebut
sebagai kesepakatan perjanjian tersebut69Sementara pada tahun yang
sama AS mengubah pengakuan diplomatiknya dari Taipei kepada Beijing
tahun 1979, mengakui “satu Cina”70
Implementasi dari dukungan dan perlindungan terhadap Taiwan
adalah dengan mempersenjatainya dengan berbagai senjata canggih.Hal
ini terlihat dari persenjataan yang dimiliki sebagian besar dipasok dari
AS.Suplai persenjataan yang dilakukan oleh AS seringkali menimbulkan
ketegangan dengan Cina. Salah satu isu tersebut adalah penjualan Rudal
canggih Patriot untuk mengamankan wilayah Taiwan dari serangan rudal
Cina. Walaupun hal ini akan membuat ketegangan antara AS dan Cina
69Michael
S. Chase. “ US Taiwan Security Cooperation : Enhancing An Unofficial Relationship”
dalam Dangerous Strait. Nancy Tucker. Bernkopf, ed. ( New York : Columbia University Press,
2005 ), hlm 174.
70“ AS Akan Jual Rudal Patriot Ke Taiwan” Antara News, 7 Januari 2010.
http://www.antaranews.com/berita/1262850250/as-akan-jual-rudal-patriot-ke-taiwan
78
kembali terjadi, namun AS menegaskan akan tetap menjual rudal tersebut
seperti yang ditegaskan departemen pertahanan AS pada 6 Januari
201071Penjualan ini dilakukan untuk mempertahankan pulau ini karena
sekitar 150072rudal Cina telah diarahkan ke pulau ini.73
Isu lain yang sempat menghangatkan hubungan AS dan Cina
adalah rencana penjualan 66 unit pesawat tempur F-16 kepada Taiwan,
pada tahun 1992 AS menjual 150 unit F-16 dengan kemampuan
minimal74. Keinginan untuk menambah armda tempur adalah demi
mengamankan wilayah udara dari kemungkinan serangan yang datang
dari Cina melalui udara.Angkatan udara Cina juga memiliki lebih dari 700
pesawat tempur yang ditempatkan dalam jarak 1.000 kilometer dari
Taiwan. Sejumlah pesawat tempur itu telah dilengkapi dengan fasilitas
pengisian bahan bakar di udara sehingga dapat digunakan untuk
memperpanjang durasi penyerbuan udara ke Taiwan.75
71
“ AS
Jual
Rudal
Patriot
ke
Taiwan”
Kompas,
7
Januari
2010.
http://internasional.kompas.com/read/2010/01/07/17011557/AS.Jual.Rudal.Patriot.ke.Taiwan
72
Pernyataan Departemen Pertahanan Taiwan ,“Taiwan : Cina Mempunyai 1500 Rudal”
Vivanews.com,
21
Oktober
2009,
http://dunia.vivanews.com/news/read/98817taiwan__cina_punya_1500_rudal
73 Taniputera,Ivan.2009.The History of Cina.Ar-Ruz Media:Jogjakarta
74
Nurfajri Budi Nugroho. “ Imbangi China, Taiwan Beli Jet F-16” Okzone.com,
http://international.okezone.com/read/2009/09/28/18/260560/18/imbangi-china-taiwan-belijet-f-16
75 Syaril Sadikin,” Ada kemungkinan RRC bersikap lebih lunak dalam menghadapi
soal Taiwan, dalam Sinar Harapan (Jakarta, 30-11-1983) Hal.8. isi perjanjian, The Taiwan issue hal.
251-253.
79
Tetapi untuk menjaga hubungan baik dengan Cina, AS harus
melakukan berbagai syarat yang diajukan oleh Cina.Cina mengajukan
tujuh syarat yang mereka sebut rintangan dalam menjalin hubungan baik
antar kedua negara.Dalam tujuh persyaratan yang diajukan Cina
penghentian penjualan senjata ke Taiwan menjadi poin pertama yang
diajukan.
Persyaratan ini menjadi dilemma tersendiri bagi AS yang ingin
menjalin hubungan baik dengan Cina tetapi disisi lain AS harus
mengamankan Taiwan. Kebijakan yang diambil oleh AS akan bertumpu
pada pilihan logis untuk menentukan mana yang lebih sesuai dengan
kepentingan nasionalnya pada kondisi tertentu.
B. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya Double Standar
pengakuan recognition Amerika Serikat terhadap Cina RRC
dan Cina Taiwan
Kepentingan Amerika Serikat terhadap Cina sebagai emerging
power di Asia dalam aspek ekonomi dan militer tentulah sangat krusial,
begitu pun dengan Taiwan yang menjadi salah satu mitra ekonomi penting
bagi Amerika Serikat dan juga sebagai negara yang memerlukan
dukungan internasional terhadap demokratisasi di dalam negerinya.
Amerika Serikat kemudian tidak ingin kehilangan kesempatan dalam
mewujudkan kepentingannya di Asia Timur apabila hanya menjalin
hubungan diplomatis yang baik dengan salah satu di antara kedua negara
80
tersebut, lantas merenggangkan hubungan diplomatisnya dengan yang
lain.
Strategic Ambiguity pun menjadi bukti politik strategis Amerika
yang dikenal sebagai negara superpower dan selalu berusha untuk
memanfaatkan segala peluang yang ada dalam melancarkan kepentingan
nasionalnya.
Sisi positif
yang diperolah
Amerika
Serikat melalui
pengimplementasian kebijakan Strategic Ambiguity tersebut adalah
pencapaian balance of interest atas Cina dan Taiwan, dimana melalui
kebijakan tersebut, Amerika Serikat mampu mencapai stabilitas relasi
multilateral dengan negara-negara di Asia Timur, dimana pada satu sisi,
Amerika Serikat mampu membentuk hubungan konstruktif mutualistik
dengan Cina ,terutama dalam hal ekonomi, serta mampu pula
memberikan stimulus dukungan terhadap Taiwan untuk senantiasa
mengimplementasikan mekanisme demokrasinya secara damai. Dengan
mensejajarkan posisi Cina dan Taiwan sebagai mitra Amerika Serikat
melalui kebijakan Strategic Ambiguity.
Amerika Serikat pun tidak perlu mengeluarkan biaya dalam proses
perdagangan
dengan
Taiwan
melalui
jalur
laut
yang pada dasarnya ditempuh di area laut perbatasan antara Cina dan Tai
wan, karena jalur laut tersebut merupakan jalur laut internasional. Sisi
negatif
yang
diperoleh
Amerika
Serikat
terkait
dengan
pengimplementasian kebijakan Strategic Ambiguity tersebut adalah
bahwasanya situasi stabil dalam hal keberadaan posisi Amerika Serikat
81
diantara
dua
negara
ini
tidak
dijamin
dapat
terus bertahan lama, mengingat pemerintah Cina tetap bersikerasuntuk m
elakkan reunifikasiatas Taiwan terhadap Cina, hal tersebut terutama terus
disuarakan oleh presiden CinaJiang Zemin, sementara Taiwan tetap
bersikeras untuk menjadi republik mandiri yang menjadikan demokrasi
sebagai platform utama politik kenegaraannya
Keterlibatan AS dalam hubungan Cina-Taiwan pun pada akhirnya
menimbulkan bipolar balance of power di wilayah Taiwan. Disatu sisi AS
yang merupakan kekuatan tunggal hegemoni pasca Perang Dingin
berupaya mempertahankan posisinya sebagai negara adikuasa di wilayah
Taiwan, salah satunya melalui upaya balancing dengan Taiwan, namun
disatu sisi lainnya muncul Cina sebagai kekuatan baru di dalam dinamika
sistem internasional yang berusaha menghadang laju AS di Taiwan.
Namun pertentangan antara Cina dan AS di wilayah Taiwan tersebut tidak
direspon secara koersif oleh kubu Cina. Pemerintah Cina dalam upaya
pencapaian kepentingan nasionalnya di wilayah Taiwan menganggap
penggunaan kapabilitas militer sudah sangat tidak relevan semenjak
Taiwan mengadakan perjanjian TRA dengan AS.76
76
Lieutenant Colonel Douglas Frison. China’s less aggressive approach to Taiwan reunification: a
change in strategy or tactics? Laporan Penelitian U.S. Army War College Carlisle Barrack,
Pennsylvania,2004.
82
1. Pengakuan Amerika Serikat Terhadap Cina RRC
Hubungan AS terhadap Cina menjadi penting dalam memperluas
kerjasama dan memperkuat posisi AS terhadap kekuatan baru yang
muncul di setiap wilayah di dunia.Pertumbuhan ekonomi Asia yang drastis
membuka peluang AS untuk memperkuat keterlibatannya di kawasan ini
melalui organisasi regional, dialog baru, serta diplomasi tingkat tinggi.
Tidak hanya itu, kemajuan militer Cina membuat AS dan Sekutu berusaha
memantau Cina dan memastikan diri bahwa kemajuan militer Cina tidak
akan berdampak buruk terhadap mereka. Langkah yang tepat yaitu
mendorong Cina untuk berkontribusi terhadap perdamaian, keamanan,
dan kemakmuran secara global.Cara ini terlihat dari upaya AS untuk
mendorong Cina menurunkan perselisihan dengan Taiwan. Dari sini dapat
diketahui bahwa bila Cina sepakat menjunjung perdamaian maka AS tidak
perlu khawatir terhadap kekuatan Cina dikemudian hari.
a. Ekonomi
Setelah tiga tahun mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat,
Cina berkembang menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua
di dunia. AS berusaha menjalin kerjasama untuk menyeimbangkan
ekonomi global dan menghilangkan hambatan dagang serta investasi
bilateral diantara kedua negara. AS berusaha mendorong Cina untuk
membuka
pasar
dan
peluang
investasi
yang
baru
bagi
bisnis
internasional.Hasilnya adalah Cina bersedia untuk bergabung dengan
World
Trade
Organization
(WTO)
pada
bulan
Desember
83
2001.Bergabungnya Cina dengan WTO meningkatkan hubungan dagang
antara Cina dan AS.Ekspor AS ke Cina meningkat sebanyak 81 persen
dalam tiga tahun pertama keanggotaan Cina di WTO, dibandingkan hanya
sejumlah 34 % pada tiga tahun terakhir sebelum Cina bergabung dengan
WTO. Di lain sisi, import dari Cina meningkat 92% dalam tiga tahun
pertama keanggotaan Cina di WTO yang sebelumnya hanya berjumlah
46% di tiga tahun sebelumnya. Investasi AS di Cina juga berkembang
sedikit demi sedikit di tahun 1980. Menurut data dari Kementrian
Perdagangan Cina, antara tahun 1979 dan 1989 investasi langsung AS di
Cina hanya berjumlah 1.7 juta dolar.77
Namun ketika Cina melakukan reformasi ekonomi membuka
berbagai sektor bagi investasi asing, investasi AS mulai meningkat drastis.
AS
merupakan
negara
penghasil
manufaktur
terbesar
di
dunia,
menghasilkan 20 persen manufaktur global.Meskipun manufaktur Cina
hanya menyumbang sejumlah 8 persen, namun ekspansi perdagangan
Cina sejak 2001 cukup mempengaruhi lapangan pekerjaan Amerika.
78
Cina memiliki kebijakan mata uang yang menyebabkan ketegangan
dengan AS. Dalam hal mata uang, Cina sengaja memanipulasi nilai mata
uang dalam rangka untuk meningkatkan ekspor. Mata uang Cina
diturunkan sebanyak 40% dari dolar AS.Pembicaraan mengenai masalah
ini telah mendominasi pertemuan-pertemuan AS dan Cina.Kementerian
77 John Tierney Jr, About Face to China, 1971, h. 130
78
ibid
84
Keuangan AS menyatakan bahwa penurunan nilai mata uang ini
berpengaruh pada lapangan pekerjaan di AS dan merugikan kompetisi
barang dan jasa global.Dari pihak Cina, Cina menolak mengakui bahwa
penurunan nilai mata uang Cina yang menyebabkan ketidakseimbangan
perdagangan global dan menganggap AS telah mengkambing-hitamkan
masalah ekonomi global kepada negaranya.
Menurut penulis model ekonomi yang berbeda dari kedua negara
telah menyebabkan ketidakpercayaan diantara keduanya. AS percaya
bahwa
Cina
telah
mencapai
keberhasilan
ekonomi
dengan cara
yang berbeda, dan tidak selalu adil dalam mematuhi aturan. Kritik tersebut
menunjukkan
ketergantungan Cina yang
kuat
pada
ekspor
untuk
pertumbuhan dan kebijakan pemerintah RRC untuk menjaga mata uang
Cina agar secara artifisial tetap rendah, untuk membuat ekspor Cina lebih
menarik bagi negara-negara pengimpor.
Kondisi ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan global. Di
saat Amerika mengalami defisit dalam perdagangan dunia, tingginya
selisih impor dibandingkan ekspor; Cina berada di posisi yang lain. Meski
pada akhirnya sempat tergerus krisis keuangan global, secara umum
perdagangan Cina mencatat surplus. Melalui G20, AS menjadikan isu ini
sebagai gerbong arus utama yang dibahas. Salah satu upaya efektif untuk
menstimulasi ekonomi global lebih bergerak, stabil, dan tumbuh, yakni
dengan meminimalisasi kesenjangan dalam hal ketidakseimbangan global
tersebut.
85
b. Bidang Politik
Di bidang politik hubungan antara AS dan Cina lebih terkosentrasi
dalam upaya penegakan HAM di wilayah Cina ini juga terkait dengan
tujuan dalam National Security Strategy (NSS) Amerika Serikat yang
mengedepankan aspek nilai (values) yaitu demokrasi dan HAM. Adapun
implementasi dari NSS terhadap hubungan antara AS dengan Cina
disampaikan dalam kasus pelanggaran HAM di Tibet dan pengukuhan
status Taiwan oleh Cina.79
Menurut penulis hubungan antara AS dengan Cina diwarnai dengan
hubungan pragmatis di bidang perpolitikan terutama mengenai intervensi
Cina ke Taiwan yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan
negara
dan
sebaliknya
oleh
pemerintah
Cina
justru
menuding
keikutsertaan AS merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan Taiwan
terhadap pengakuan Cina, karena telah mendukung dan mengakui
kedaulatan Taiwan serta memberikan bantuan militer sebagai bentuk
dukungan tersebut.
Adapun
upaya-upaya
yang
dilakukan
pemerintah
AS,
yaitu
mengupayakan Cina untuk memberikan hak kemerdekaan yang diakui
secara de facto dan de jure terhadap pemerintahan pemerintahan Taiwan,
hal ini disampaikan pemerintah AS terutama dalam isu-isu pembahasan
HAM di ranah PBB dan dalam pertemuan bilateral kedua negara.
Momentum terhadap kasus ini terakhir disampaikan melalui Kongres
79
http://retnosawitri.blogspot.com/2012/12/hubungan-bilateral-as-dan-china.html
86
pertemuan ke 110 dengan agenda the election of a new, pro-engagement
government in Taiwan pada Maret 2008, bersamaan dengan ancaman
boikot terhadap Olympiade Beijing.80
Adapun upaya yang telah dilakukan AS yaitu mengintervensi Cina
melalui suatu kerangka kebijakan yaitu The Tibetan Policy Act of
2002 yang
secara
umum
mengarahkan
eksekutif
Cina
untuk
mengupayakan adanya dialog antara pemerintahan Cina dengan Dalai
lama dan wakil-wakilnya yang menyangkut perbaikan hubungan antara
kedua negara dan mengupayakan adanya pembebasan tahanan politik
dan agama Tibet di Cina, mendukung pembangunan ekonomi, pelestarian
budaya, kelestarian lingkungan, dan tujuan lainnya di Tibet, dan
melaksanakan kegiatan lain demi "dukungan dan aspirasi terhadap rakyat
Tibet untuk melindungi identitas mereka." Selain itu adanya peringatan
terhadap pemerintah Cina atas indikasi pelanggaran HAM melalui agenda
perundingan antara pemerintah AS dan Cina yang disampaikan melalui
agenda a
crackdown against
demonstrations in
Tibet pada Maret
2008 pada Kongres relasi antara Cina-AS ke 110 di Beijing.81
Adanya
pemerintahan
memperluas
keikutsertaan
Cina
dengan
pengaruhnya
AS
dalam
Tibet
terhadap
upaya
merupakan
geografis
perdamaian
antara
upaya
AS
dalam
Cina
dan
dapat
80
Susan V.Lawrence dan Thomas Lum dalam CRS Report R41108, U.S.-China Relations: Policy
Issue.
81 Ewen MacAskill and Tania Branigan. 2009 “Obama Presses Hu Jintao on Human Rights During
White House Welcome,” Guardian.co.uk,
87
meningkatkan reputational power di tubuh Cina itu sendiri melalui upayaupaya perdamaian dan penyelesaian sengketa.
Secara umum hubungan politik antara AS dengan Cina dalam hal ini
mengalami eskalasi terutama terhadap isu Taiwan dan Tibetan namun
atas pertimbangan aspek strategis Cina sebagai mitra potensial AS di
bidang ekonomi, sosial, dan militer serta atas kepemilikan veto pada PBB,
pemerintah AS mengupayakan tetap menjaga hubungan strategis
tersebut,
ini
ditunjukan
melaluiCongress
Research
Service
2009, mengenai kelanjutan kerjasama yang disepakati kedua negara.82
c. Bidang Militer
Kebijakan di bidang militer oleh AS di Cina sebagian besar
dipengaruhi
oleh
persepsi
tentang
ancaman
terutama
terhadap
perkembangan kekuatan militer Cina, untuk memantau pergerakan militer
khususnya di Asia Timur AS membentuk suatu badan koordinasi khusus
yang menangani stabilitas dan persepsi AS di regional Asia Timur yaitu
dengan membentuk Advance System and Concept Office (ASCO). ASCO
dibentuk pada 2001dengan tujuan khusus di bidang keamanan terutama
terhadap
resiko
penggunaan
senjata
nuklir
jangka
panjang
dan
penggunaan senjata balistik di Asia.83
82
Steenwyk, Jason Van. 2008. Will There Be a U.S. – China Currency War? <http:
//www.greaterchinafund. com/ newsmedia/2011/China%20Currency%20Dispute.pdf>.
83 Brad Roberts. 2001. China-US nuclear relations: what relationship best serves U.S. Interest?.
Institute for Defense Analysis
88
Adapun upaya yang dilakukan AS melalui National Security
Strategy yaitu
strategi arms
control kepada
Cina
untuk
menjamin
keamanan strategis dan kepentingan AS di wilayah Asia utamanya dan di
dunia secara umum dari ancaman modernisasi militer Cina dengan cara:
a. Memonitor dan bekerjasama dengan Cina terutama untuk penggunaan
bahan nuklir sebagai senjata konvensional, yaitu AS berupaya
mencegah Cina membuat senjata nuklir dan meyakinkan penggunaan
nuklir hanya sebagai tujuan damai dan media detterance dengan
menggunakan kekuatan institusional dari AS yaitu ratifikasi kembali
Cina terhadap Nuclear melalui Non-Proliferation Treaty (NPT).
b. Pendekatan dan kerjasama dengan militer Cina, yaitu AS melakukan
kerjasama dengan militer baik angkatan Darat, laut maupun udara,
yang bertujuan untuk memantau modernisasi kekuatan militer Cina
yang disampaikan melalui Joint Military Operations Program yang
diusung oleh Amerika dan Cina dan mengikuti kebijakan tersebut
dengan mengupayakan adanya kerjasama “open sky” yaitu dimana
militer AS dapat terbang di wilayah Cina dengan tujuan damai dan
sebaliknya. Adapun tujuan utamanya untuk memantau kekuatan yang
diperkirakan mengancam dominasi kekuatan militer AS terutama
pengembangan teknologi senjata dan penggunaan rudal balistik antar
benua termasuk rudal angkasa (China’s anti-satellite weapon test).
89
Tujuan umum dari adanya kerjasama terhadap Cina di bidang militer
yaitu
untuk
mendorong
Cina
mengedepankan
perdamaian
dan
meyakinkan kepemilikan persenjataan Cina tidak digunakan sebagai
ancaman beserta dengan adanya kosentrasi pengamanan senjata di
wilayah
Asia
terutama
Cina
juga
merupakan
upaya
AS
untuk
mendapatkan akses militer ke wilayah Korea Utara beserta Iran jika AS
berhasil menjalin kerjasama bidang militer dengan Cina, karena Cina
memiliki akses yang lebih terbuka dengan negara-negara tersebut.
adapun faktor institusi yang berperan dalam mendukung kebijakan ini
diantaranya:
a. ASCO yang bekerjasama dengan Insitute for Defense Analysis(IDA)
terhadap analisis dan pemantauan terhadap militer Cina, badan ini
juga
membantu
dalam
pembuatan
rancangan
strategi
kepada Department of Defense AS.
b. International
Automic
Energy
Agency
(IAEA)
yang
berperan
mamberikan tekanan terhadap penggunaan nuklir Cina sebagai
senjata konvensional dan mendorong upaya ratifikasi Cina terhadap
NPT.
c. Badan militer AS, melalui angkatan bersenjata baik angkatan darat,
laut, udara, dan badan antariksa nasional kedua negara.
90
Menurut penulis Taiwan mempunyai faktor strategis dalam
menghadapi Cina. Walaupun hanya sekitar dua puluhan negara di dunia
yang secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Cina,
akan tetapi hampir semua negara di muka bumi menjalin hubungan tidak
resmi dengan Taiwan. Hubungan tidak resmi dengan Taipei dimanfaatkan
oleh banyak negara di dunia untuk antara lain memainkan kartu Taiwan
dalam menghadapi Cina.
2. Aliansi Amerika Serikat dan Cina Taiwan
Awal sejarah aliansi Amerika Serikat dan Taiwan terjadi sejak akhir
perang korea yang terjadi dari tahun 1950-1952, Amerika merasa
berkepentingan akan masa depan yang damai di kawasan Asia Pasifik. Ini
dapat dilihat dari kebijakan Presiden Harry Truman (1945-1953) untuk
mengirim armada ke-7 Amerika ke selatan Taiwan dan menetralisir
keadaan disana serta melindungi Taiwan dari kemungkinan serangan
komunis walaupun sebenarnya RRC belum turut dalam pertempuran itu.84
Truman sedah menyatakan bahwa tidak diragukan lagi komunis akan
menggunakan berbagai macam cara baik subversif maupun serangan
bersenjata untuk menaklukan negara-negara bebas sehingga menggangu
ketertiban dan keamanan dunia.
Kebijakan tidak terlibat Harry Truman (1945-1953) berubah menjadi
kebijakan yang terlibat dan Taiwan dianggap sebagai aliansi Amerika.
Pernyataan itu juga merubah status pemerintah Chiang dan status
84
James D Morrow, Aliances and Assymetry : An Alternative to the Capability Aggretion Model of
Alliances, hal. 909
91
Taiwan. Taiwan kini mendapat status negara merdeka yang berdaulat dan
dinyatakan sebagai wakil yang sah di PBB. Amerika yang merupakan
pemegang hegemoni kekuatan di dunia tampaknya menganggap tidak
akan pernah membutuhkan RRC sebagai kekuatan penompang.85
Kebijakan terlibat Truman membuat Taiwan sebagai mata rantai yang
penting, dalam garis pertahanan Amerika di Pasifik Barat. Karena itu
Amerika kemudian membentuk Military Advision Assisten Group to Taiwan
pada tahun 1951 yang membantu pertahanan Taiwan.
Aliansi
Amerika
dan
Taiwan
Dwight Eisenhower (1953-1961) melalui
di
perkuat
oleh
penandatangan
Jendral
perjanjian
pertahanan bersama Amerika Serikat-Taiwan pada tanggal 2 Desember
1945 yang menyatakan setiap serangan bersenjata ke wilayah Taiwan
adalah juga merupakan serangan bersenjata ke wilayah Amerika Serikat.
Dan karena itu Taiwan adalah bagian penting dari strategi pertahanan
Amerika Serikat di Asia Pasifik maka Amerika Serikat wajib melindungi
Taiwan dan memberikan bantuan kepada setiap serangan yang ditujkan
ke Taiwan. 86
Akibat serangan itu ternyata malah mempererat aliansi Amerika
Serikat dengan Taiwan, karena itu Eisenhower mengajukan suatu resolusi
ke Kongres Amerika Serikat yang berisi diberikan kewenangan pada
85
Holsti,K.J. Politik Internasional : Kerangka Untuk Analisa 1 (Terj. ), Jakarta, Erlangga, 1987.
Syaril Sadikin,” Ada kemungkinan RRC bersikap lebih lunak dalam menghadapi
soal Taiwan, dalam
Sinar
Harapan
(Jakarta,
30-11-1983)
Hal.8.
isi
perjanjian, The Taiwan issue hal. 251-253.
86
92
presiden Amerika Serikat demi melindungi Taiwan. Resolusi ini yang
diberi nama Formosa Resolution di terima dengan suara bulat di Kongres
pada 29 Januari 1955. 87
Dukungan Kongres kepada kebijakan yang diambil pihak eksekutif,
tidak hanya terlihat dari terimanya seluruh perjanjian yang telah disepakati
oleh Amerika Serikat saja, tetapi juga melalui pernyataan yang
mendukung dan memperkuat langkah yang telah ditempuh pihak
eksekutif, salah satu contohnya dapat telihat ketika pada tanggal 9
Februari 1955 senat Amerika menyetujui belakunya perjanjian pertahanan
bersama Amerika Serikat – Taiwan.
Naiknya Presiden J.F. Kennedy (1967-1963) ke kedudukan
Presiden Amerika Serikat tidak membawa perubahan-perubahan yang
berarti. Walaupun ia pernah menyuarakan sikap yang sedikit pro RRC,
ketika ia menyatakan diperkuatnya kekuatan RRC di pulau Kinmen
bukanlah merupakan ancaman bagi keamanan Taiwan, melainkan terjadi
karena kesalahan Chiang Kaishek sendiri, karena memperkuat kekuatan
tentara nasionalis di pulau Kinmen melebihi kebutuhan.88
Bulan Februari tahun 1972, Presiden Amerika Serikat ketika itu,
Richard Nixon berkunjung ke Cina. Cina dan Amerika mengeluarkan
Komunike Bersama Cina -Amerika (Komunike Shanghai), itu menandakan
87
John Tierney Jr, About Face to China, 1971, h. 130
ibid, h. 130
88
93
keadaan saling memisahkan antara Cina dan Amerika selama lebih 20
tahun telah berakhir. Tanggal 16 Desember tahun 1978, Cina dan
Amerika mengeluarkan Komunike Bersama Cina -Amerika Mengenai
Penggalangan Hubungan Diplomatik. Tanggal 1 Januari tahun 1979,
kedua negara secara resmi menggalangkan hubungan diplomatik tingkat
duta besar. Tanggal 17 Agustus tahun 1982, Cina dan Amerika
mengeluarkan Komunite 17 Agustus, yang menetapkan penyelesaian
secara bertahap sampai penyelesaian definitif penjualan senjata kepada
Cina oleh Amerika.
Menurut penulis kebijakan Amerika Serikat yang melindungi Taiwan
diwujudkan dalam bentuk bantuan-bantuan ekonomi, politik atau militer
yang diberikan kepada Taiwan. Bantuan-bantuan yang diberikan Amerika
dibalas oleh Taiwan dengan mendukung kehadiran Amerika Serikat di
Cina, juga melakukan pemantauan di Cina daratan (RRC) bagi Amerika
Serikat. Dalam bidang politik Taiwan selalu mengambil sikap yang sama
dengan Amerika Serikat. Di PBB Taiwan selalu mendukung pendapat atau
resolusi yang diajukan Amerika Serikat.
Menghadapi situasi setelah normalisasi, Kongres Amerika yang
merasa khawatir akan masa depan keamanan Taiwan menginginkan
jaminan bahwa yang ada bisa tetap dipertahankan, walaupun tanpa
pengakuan diplomatik. Untuk itu diciptakan Taiwan Relation Act (TRA)
yang isinya kurang lebih jaminan bagi hubungan perdagangan, pertukaran
antara masyarakat, dan berkelanjutan bagi transfer persenjataan dengan
94
kategori defensive character untuk menjamin kemampuan diri Taiwan dan
tetap akan mempertahankan hubungan tidak resmi dengan pemerintahan
Taiwan sampai sekarang. Dalam kampanyenya pada tanggal 25 Agustus
1980, Ronald Reagan (1980-1988) menyatakan bahwa TRA memberikan
dasar bagi aliansi antara Amerika-Taiwan.89
Ada dua faktor yang memperkuat aliansi Amerika Serikat – Taiwan,
yaitu faktor-faktor internal dan faktor eksternal. Faktor faktor internal
adalah kepentingan ekonomi, politik, keamanan, sedangkan faktor
eksternalnya adalah potensi ancaman RRC.Jack C Plano dan Roy Olton
(1991) memberikan definisi yang lebih spesifik tentang aliansi. Mereka
mengatakan bahwa :
“Aliansi adalah suatu bentuk persetujuan formal antara dua Negara
militer Jika salah satu Negara yang menjadi anggota perjanjian
tersebut diSerang Oleh pihak lawan dan tujuan lainnya untuk
mengembangkanKepentingan bersama90.
Alasan pembentukan aliansi berkaitan erat dengan :
1. kebutuhan domestik, dalam hal ini adalah kepentingankepentingan AS dan Taiwan, seperti kepentingan ekonomi,
politik, kepentingan keamanan.
89
Michael C. P Chang, U.S. Policy Toward Taiwan, Harvad University, 2001.
Jack C. Plano & Roy Olton, Op. cit., h.169. / Encyclopedia American (Internasional Edision), hal.
596-598, terj. Wawan Juanda (Bandung : Putra Abardin, 1991).
90
95
2. Adanya presepsi ancaman bersama91, dalam hal ini adalah
potensi ancaman RRC.
“ Symetric alliances, where each party gains the same type of
benefit, are also possible. Two major power interest may be
sufficiently close for them to from an alliances where they both
gain security (if interest in the satus quo match) or autonomy
(if their interest in changing the status quo complement one
another), provide that the cost in the other is not too high,92
Bila penulis menerjemahkannya suatu aliansi dikatakan simetris
jika
masing-masing
Negara
memiliki
keuntungan
yang
sama.
Kepentingan-kepentingan dua negara memiliki keuntungan yang sama
mungkin saling mencukupi untuk dapat membentuk aliansi dimana
keduanya mendapatkan keamanan (jika kepentingan-kepentingan mereka
cocok atau memiliki kesamaan dalam mempertahankan status quo) atau
otonomi (jika kepentingan mereka dan mengubah statusquo saling
melengkapi satu sama lain), dengan syarat bahwa kerugian yang mungkin
ditimbulkan akibat keadaan simestris ini tidak terlalu besar.
Menurut Holsti alasan pembentukan aliansi berkaitan erat dengan :
a. Menurut domestik, dalam hal ini adalah kepentingan ekonomi,
kepentingan-kepentingan
Amerika
dan
Taiwan,
seperti
:
91
K.J. Holsti, Politik Internasional : Kerangka Analisa, penterj. Efin Suidrajat, et al (Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya), 1987. hal. 152
92
James D Morrow, Aliances and Assymetry : An Alternative to the Capability
Aggretion Model of Alliances, hal. 909
96
kepentingan ekonomi, kepentingan keamanan dan kepentingan
politik.
b. Adanya presepsi ancaman bersama, dalam hal ini adalah potensi
ancaman RRC.
Faktor-Faktor Internal Yang Memperkuat Aliansi Amerika – Taiwan
a. Kepentingan Ekonomi
Faktor penting yang membuat Amerika melakukan aliansi dengan
Taiwan juga dengan negara-negara Asia Timur seperti : Jepang dan
Korea Selatan. Karena kawasan Asia menyediakan pangsa pasar yang
dapat memenuhi kebutuhan ekonomi Amerika sehingga kepentingan
ekonomi Amerika di kawasan ini didasarkan pada kenyataan bahwa Asia
merupakan potensi ekonomi bagi pemasaran produk-produk Amerika.
Terlebih setelah berakhirnya Perang Dingin, Amerika merencanakan
keamanan ekonomi sebagai inti dari kebijakan luar negerinya.93
Menurut penulis Amerika harus menata kembali ekonomi dalam
negerinya yang terkuras untuk membiayai pengeluaran militer dan
pemberian perlindungan terhadap aliansi-aliansi Amerika termasuk
Taiwan pada masa Perang Dingin dan menjadikan perdagangan sebagai
prioritas kebijakan ekonomi Amerika dengan meningkatkan koordinasi
ekonomi di antara negara-negara yang memiliki kekuatan industri serta
93
James D Morrow, Aliances and Assymetry : An Alternative to the Capability Aggretion Model of
Alliances,
97
melancarkan ekspansi ke negara-negara berkembang, terutama Asia
Timur yang saat ini merupakan perluasan bagi ekspor Amerika. Dengan
kenyataan bahwa Asia – Pasifik merupakan kawasan yang memberikan
keutungan
ekonomi yang besar, maka Amerika berusaha untuk
menciptakan interdepedensi dengan Asia melalui Surplus perdagangan.
Selama lebih dari 15 tahun., Asia timur telah melewati Eropa dalam hal
Partner dagang Amerika dan tahun1992 Asia Timur menyerap hampir
sepertiga dari total Ekspor Amerika yang seluruhnya berjumlah 422 milliar
US dollar.94
Amerika mempunyai kepentingan yang sangat besar terhadap
Taiwan, karena Taiwan menempati urutan kelima mitra dagang terbesar
Amerika. Sekitar sejuta warga Amerika pernah disana, dan sekitar 10.000
warga negara Amerika di sana untuk bisnis dan alasan-alasan
lainnya. Amerika merupakan investor terbesar bagi Taiwan dengan jumlah
1,15 milliar US dollar pada tahun 2000. Total investasi Amerika di Taiwan
bejumlah 7,74 milliar US dollar. Sedangkan di akhir tahun 2000 investasi
Taiwan di Amerika berjumlah 3,22 milliar US dollar dan keuntungannya
dari investasi yang mengalir ke Amerika pada tahun 2000 sebanyak 186
juta US dollar.95
94
95
http://mantrikarno.wordpress.com/category/kajian-asia-timur/
ibid
98
Amerika merupakan penyuplai penting mesin-mesin listrik dan
peralatannya, peralatan transportasi, peralatan ilmiah, produksi kimia ke
Taiwan. Amerika sebagai jaringan ekspor produk pertanian ke Taiwan.
Pada akhir tahun 2000 Taiwan merupakan pasar penjualan terbesar ke
lima untuk Amerika. Sebaliknya Taiwan barang manufaktur seperti mesin
ke Amerika. Pada akhir tahun 2000 Amerika mengimpor terbesar bagi
Taiwan termasuk mesin office procesing data, mesin –mesin listrik dan
peralatannya, peralatan telekomunikasi, peralatan recording, pakaian dan
aksesorisnya.
Pada tahun 2000 sampai tahun 2001 volume perdagangan kedua
negara itu mengalami peningkatan. Taiwan merupakan partner terbesar
ke delapan dalam perdagangan pada tahun 2000, menempati peringkat
ke sepuluh dari ekspor Amerika dan kedelapan dalam impor. Ekspor
Amerika ke Taiwan berjumlah 16,6 juta US Amerika dari Taiwan yang
berjumlah 33,3 juta US dollar, turun dari 40,4 juta US dollar pada tahun
2000. sehingga perdagangan Amerika mengalami defisit dengan Taiwan
sebanyak 16,6 juta US dollar pada tahun 2001.96
Walaupun mengalami penurunan dalam volume perdagangan dari
tahun 2000 sampai 2001, khususnya penurunan perdagangan hasil
pertanian. Total jumlah ekspor pertanian Amerika berkurang sebanyak 31
persen antara tahun 1995 dan 2001, berkurang dari 3,3 milliar US dollar
pada tahun 1995 menjadi 2,3 milliar US dollar pada tahun 2001. impor
96
http://mantrikarno.wordpress.com/category/kajian-asia-timur/
99
pertanian dari Taiwan berkurang pada periode itu juga, dari 600 juta US
dollar pada tahun 1995 menjadi 540 US dollar pada tahun 2001. amerika
mengekspor produk pertanian ke Taiwan terutama komediti, seperti :
gandum, padi, kacang kedelai, dan kapas. Amerika mengimpor hasil
pertanian dari Taiwan berupa makanan snack, buah-buahan dan sayursayuran. Amerika juga mengimpor ikan laut dari Taiwan. 97
Kebanyakan investasi Amerika di Taiwan dipusatkan pada sektor
manufaktur khususnya elektronik dan bahan kimia, tetapi juga perdagngan
besar-besaran, keuangan, asuransi, dan real estate. Besarnya modal
Amerika yang mengalir ke Taiwan berjumlah 1,15 milliar US dollar pada
tahun 2000, dan di akhir tahun 2000 total investasi Amerika di Taiwan
berjumlah 7,74 milliar US dollar.98 Investasi Taiwan di Amerika juga
dipusatkan pada manufaktur (khususnya bahan kimia dan mesin) dan
lembaga keuangan, perdagangan besar-besaran dan jasa. Di akhir tahun
2000, investasi Taiwan di Amerika berjumlah 3,22 milliar US dollar dan
keuntungan dari modal yang mengalir ke Amerika pada tahun 2000
sebanyak 186 juta US dollar.
97
U.S.-Taiwan FTA : Likely Economic Impact of a free trade Agreement Betweent
the United States and Taiwan, h. 1, http ://usinfo.state.gov, h. 3
98 ibid
100
b. Kepentingan Politik
Aliansi Amerika dengan Negara-negara Asia Timur termasuk
Taiwan, karena Amerika sebagai nugara adidaya tunggal berkepentingan
untuk menjaga kelangsungan pengaruhnya terhadap Negara-negara di
dunia dan masalah-masalah internasional. Instrument-instrumen untuk
mencapai tujuan nasional tersebut digunakan oleh Amerika dalam rangka
tetap menancapkan pengaruh internasionalnya yang dianggap sangat
berpengaruh terhadap upaya-upaya mencapai, mempertahankan ataupun
melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi, keamanan, dan sosial,
dengan
isu-isu
demokrasi dan
perdagangan
bebas menunjukkan
besarnya perhatian pemerintah Amerika dan kepentingan Negara tersebut
terhadap upaya-upaya yang menyebarkan kedua nilai tersebut.99
Menurut penulis keikutsertaan pasukan Amerika dalam operasioperasi
pemulihan
dan
penjagaan
PBB,
kerap
dilandasi
oleh
pertimbangan-pertimbangan politis dan ideologis yang dianut oleh bangsa
Amerika tersebut. Amerika sangat berkepentingan untuk terus memainkan
peran aktif dalam penyelesaian masalah regional dan meningkatkan
pengaruh politiknya, sekaligus menjamin tatanan dunia yang kondusif bagi
demokrasi dan perdagangan bebas.
99
Michael C. P Chang, U.S. Policy Toward Taiwan, Harvad University, 2001.
101
Amerika terus mempromosikan model demokrasi Amerika dan
HAM. Pelaksanaan terhadap usaha ini mendapatkan perlawanan dari
negara-negara berkembang tidak mengurangi dan menghentikan usaha
tersebut. Presiden Clinton mengungkapkan secara khusus bahwa
Amerika akan mendorong perdamaian dunia dan demokrasi melalui
peningkatan perdagangan. Instrumen lain yang digunakan oleh Amerika
adalah dengan memberikan bantuan luar negeri dalam bidang ekonomi
dan
keamanan
terhadap
negara-negara
yang
dianggap
menjadi
kepentingan nasional Amerika, kerp dikaitkan dengan upaya melakukan
demokratisasi, penghormatan terhadap HAM, menciptakan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean goverment),
melakukan pembangunan kelembagaan (institusi building), penegakan
supremasi sipil (civilian supremacy), dan menghukum para pelanggaran
HAM, terutama yang berkategori pelanggaran HAM berat (gross of human
rights).
Kesimpulannya penulis mendapatkan Amerika melakukan aliansi
dengan Taiwan, karena Taiwan menjadi salah satu Negara yang paling
demokratis di Asia Timur. Perkembangan ini bisa dilihat dari adanya
kebebasan pers, tidak adanya tahanan politik, dan sebuah parlemen yang
presentatif yang di pilih melalui pemilu yang multi partai. Dan yang jelas
demokrasi di Taiwan berjalan tanpa adanya pelanggaran HAM.
102
c. Kepentingan Pertahanan dan Keamanan
Demi
menghadapi
masalah-masalah
dan
mempertahankan
kepentingan nasionalnya, yakni meningkatkan stabilitas regional dan
internasional, mencegah dan mengurangi konflik dan ancaman, dan
menangkal agresi dan pengunaan kekerasan. Amerika harus melakukan
respon terhadap semua bentuk krisis ini dengan cara siap menangkal
agresi yang muncul, dan meningkatkan kekuatan militer. Termasuk
meningkatkan hubungan dengan aliansi-aliansinya, termasuk dengan
Taiwan.
Amerika mau melakukan aliansi dengan Taiwan dipengaruhi oleh
faktor kepentingan keamanan. Karena kebijakan baru Amerika, terutama
ketika Bill Clinton terpilih menjadi presiden Amerika menggantikan Goerge
Bush lebih ditekankan kemasalah ekonomi diiringi oleh pengembangan
HAM. Demokratisasi ke seluruh dunia sebagai pijakan utamanya.
Pengurangan
dan
peninjauan
kembali
kehadiran
militer
Amerika
dikawasan Asia Pasifik dilakukan setelah Uni Soviet tidak ada lagi, namun
ancaman baru terhadap stabilitas dan keamanan Asia Pasifik Pasca
Perang Dingin ada beberapa argumentasi mengapa Amerika untuk tetap
mempertahankan kehadiran militer di kawasan ini.100
100
http://mantrikarno.wordpress.com/category/kajian-asia-timur/
103
Pertama, meningkatnya kekuatan militer jepang secara signifikan
guna
melindungi
keamanan
negaranya
seiring
berkurangnya
kehadiran militer Amerika. Peningkatan ini sangat beralasan, dimana
Jepang mengkuatirkan aktivitas politik RRC yang semakin itensif. Kedua,
Amerika memprediksi adanya asumsi bahwa Taiwan dan Korea Selatan
akan tetap melanjutkan kebijakan pembendungan dari pengaruh RRC
atau bekas Uni Soviet. Ketiga, bangsa-bangsa Asia Tenggara berusaha
keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mempercepat
peningktan kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu memerlukan jaminan
stabilitas keamanan sosial politik yang maksimal guna menangkal
ancaman dari luar. Amerika juga melihat RRC berusaha untuk
menggantikan peran Uni Soviet pada era Perang Dingin di kawasan Asia
pasifik, sehingga kehadiran militer Amerika berfungsi sebagai ”balancing”
terhadap
ancaman
RCC.Tidak
semua
faktor
itu
mempengaruhi
perkembangan masa depan Asia Pasifik sehingga Amerika lebih mudah
mengawasinya. Bagaimanapun
juga
kebijakan
Amerika
akan
mempengaruhi presepsi dan respon negara lain, di mana kekuatan
Amerika sangat menentukan di kawasan ini.101
Dalam hal ini harus dipertimbangkan beberapa aspek penting
kebijakan Amerika dan membangun kepercayaan di mata para aliansinya
sebagai usaha untuk mempengaruhi presepsi-presepsi aliansi-aliansinya,
termasuk Taiwan. Kedua penggunaan konsep ”total force” yang bisa
101 Yuan-Li wu, U.S. Policy and Strategi Interest In Western Pasific (New York, Russak &
Company, Inc., 1990), h. 191-193
104
mempengaruhi secar psikologis ”bargaining position” sekutu-sekutu
Amerika untuk memberikan jaminan jangka panjang kepentingan Amerika
demi keamanan dan kesejahteraan mereka.
Pemerintahan Clinton secara jelas mengubah kebijakan Amerika
masa
pemerintahan
menempatkan
Clinton
perdagangan
pada
sebagai
strategis
fokus
pertimbangn
dalam
hubungan
yang
luar
negerinya dengan negara-negara Asia Pasifik, terutama Taiwan .
Hubugan ekonomi Amerika-Taiwan mencapai lebih kurang 30 persen dari
seluruh total perdagangan luar negeri Amerika. Hubungan antara kedua
negara
ini
digambarkkan
sebagai
”Mutual
Depedency” di
mana
interdepedensi kedua negara berlangsung secara lebih intensif Pasca
Perang Dingin. Adanya kerjasama ekonomi dan perdagangan yang erat
antara
Amerika-Taiwan
dikarenakan
Kedua
Negara
mempunyai
kepentingan yang sama, sehingga hubungan ini mempererat aliansi
Amerika-Taiwan.102
Faktor Eksternal Yang memperkuat Aliansi Amerika-Taiwan
a. Potensi Ancaman RRC
Faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya aliansi AmerikaTaiwan adalah potensi ancaman RRC. Hal ini disebabkan karena RRC
memiliki potensi militer dengan kepemilikan senjata nuklir dan RRC
merupakan kekuatan militer terbesar ketiga di dunia setelah Amerika dan
102
Ibid., h. 196-197
105
Rusia. Anggaran belanja militer RRC terus meningkat pada tahun 1991
anggaran belanja militer RRC sebesar 6,2 milyar US dollar. Pada tahun
1992 meningkat menjadi 6.8 milyar US dollar dan pada tahun 1993
menjadi 7,3 milyar US dollar. RRC mengalokasikan dana sebesar 5
persen dari anggaran belanja militernya untuk pengembangan senjata
nuklir. RRC terus memproduksi tiga system rudal nuklir antar benua tipe
CSS-4, rudal nuklir jarak menengah (IRMB) tipe CSS-3 dan rudal nuklir
peluncur dari laut (SLMB) tipe CSS-NX-3, masing-masing dengan jumlah
kekuatan sebanyak 8 buah utuk ICMB, 60 buah untuk IRMB dan 12 buh
untuk SLMB. Potensi dan kemampuan militer RRC yang menyebabkan
aliansi Amerika-Taiwan.103
Terjadinya aliansi Amerika – Taiwan juga dipengaruhi oleh potensi
konflik di Asia Timur, termasuk masalah di semenanjug korea dan konflik
di perairan Laut Cina Selatan. Selama kurang lebih tiga tahun terakhir
dilaporkan lusinan insiden yang melibatkan pertentangan-pertentangan
antara negara-negara Asia dengan penggunaan senjata atau sengketa
perairan di Laut Cina Selatan.
Menurut analisa penulis Negara-negara di Asia melihat adanya
Vacum of Power akibat runtuhya Soviet dan penarikan mundur pasukan
Amerika dari Subic (Filipina) sebagai dimulainya ekspansi RRC.
Sedangkan Amerika menekankan pentingnya stabilitas dan perdamaian di
kawasan laut Cina Selatan. Kegagalan Amerika dalam tindakan seperti
103
ierney, John, Jr. ed. About Face to China, NY : John Wiley & Sons, Inc. 1971
106
Agresi yang dilakukan RRC akan menimbulkan persepsi bahwa Amerika
tidak mau terlibat dalam masalah konfrontasi di kawasan Asia. Walaupun
demikian, Amerika tetap memiliki kepentingan di kawasan laut Cina
Selatan akan menggangu stabilitas kawasan dimana terdapat pola
perdagangan regional dan sumber investasi yang dinamis dan terutama
juga mengancam kepentingan ekonomi Amerika. Kebijakan Amerika
terhadap laut Cina Selatan juga diarahkan untuk mencegah konflik
dengan RRC serta antara RRC dengan negara-negara lain, termasuk
Taiwan.
3. Dinamika Relasi Taiwan-Cina
Dengan adanya konsistensi Cina untuk memperkuat militernya
demi mengantisipasi aksi separatisme Taiwan, maka Taiwan pun
mengintensifkan upayanya untuk menambah kuota persenjataan, oleh
karena itu Taiwan berkomitmen untuk mengalokasikan dana yang
siginfikan untuk budget militer. Tahun 2010 ini Taiwan mengalokasikan
dana militer sebesar 9.3 milyar US dollar.104
Namun, meskipun hubungan Cina-Taiwan diwarnai oleh friksi
diplomatik, hubungan ekonomi lintas selat telah terjalin dengan baik.Cina
telah bergabung dalam World Trade Organization (WTO) pada 2001, yang
kemudian pada 1 Januari 2002 disusul oleh Taiwan. Masuknya Taiwan ke
104
http://diplomacy945.blogspot.com/2010/06/relasi-segitiga-antara-amerika-serikat.html
107
WTO ini tentunya setelah mengalami proses yang panjang, yaitu setelah
melalui proses pengajuan aplikasi pendaftaran selama 12 tahun.105
Dalam perkembangan selanjutnya, Taiwan mulai mengakui Cina
sebagai patner bisnisnya yang paling prospektif, buktinya pada tahun
2007 saja, 30% kuota ekspor Taiwan disirkulasikan ke pasar Cina.
Sebaliknya bagi Cina, Taiwan pun masuk ke dalam daftar Top Ten
China’s Trading Partners. Setidaknya sejak tahun 1998, pelaku bisnis dari
Taiwan telah berinvestasi di pasar Cina senilai 150 milyar US Dollar.
Bahkan tahun 2009 telah menandai peningkatan penerbangan langsung
antara Cina dan Taiwan dari 108 kali per minggu menjadi 270 kali., artinya
mobilisasi masyarakat dari Cina ke Taiwan dan sebaliknya semakin
meningkat.106
a. Meredupnya
Rivalitas
Cina Versus Taiwan
dalam
Memperebutkan Pengakuan Diplomatik
Dalam perkembangan sekarang, terlihat adanya kecenderungan
sikap Cina yang lebih melunak dalam berinteraksi dengan Taiwan,
buktinya pada bulan Mei 2009, pemerintah Cina tidak menggunakan hak
vetonya untuk menghalangi partisipasi Taiwan sebagai observer di World
Health
Assembly yang
merupakan
badan
eksekutif World
Health
105
ibid
Chien-min Chao & Chih-chia Hsu. 2006. “China Isolates Taiwan”, pp. 41-67 in Edward Friedman
(ed). China’s Rise, Taiwan’s Dilemmas and International Peace. Oxon: Routledge.
106
108
Organization. Eksistensi Taiwan di organisasi ini juga di bawah nama
“Chinese Taipe”. 107
Momentum ini adalah kali pertama Taiwan dianugerahi status
sebagai observer dalam Badan PBB sejak Taiwan kehilangan kursinya
pada 1971 di PBB.
b. Fenomena Diplomatic Truce dalam Relasi Cina-Taiwan
Sebenarnya prestasi Taiwan mendapatkan jabatan di forum
internasional ini juga dibarengi dengan fenomena diplomatic truce yang
terjadi di antara Cina dan Taiwan.Diplomatic Truce ini ditandai dengan
kesepakatan di antara Cina-Taiwan untuk menghentikan rivalitas konfliktis
sementara waktu di antara mereka.108
Kini Cina cenderung menghentikan agresivitasnya untuk merampas
pengakuan diplomatik dari 23 negara yang telah mengakui kedaulatan
Taiwan sebagai negara.Selain itu, berkenaan dengan statusnya di dunia
internasional, selama rezim presiden Ma Ying-jeou terlihat bahwa Taiwan
tidak terlalu berambisi untuk meraih kursi di PBB demi meraih pengakuan
internasional.109
Shirley A. Kan, Taiwan: Major U.S. Arms Sales Since 1990, Congressional Research
Service, www.crs.gov
108 David B. Shear: Deputy Assistant Secretary, Bureau of East Asian and Pacific Affairs, Testimony
Before the U.S.-China Economic and Security Review Commission on March 10 2010, ChinaTaiwan: Recent Economic, Political and Military Developments Across the Strait and Implications
for the United States,http://www.state.gov/p/eap/rls/rm/2010/03/138547.htm,
109 ibid
107
109
Kebijakan Presiden Ma ini sungguh sangat kontradiktif dengan
langkah yang pernah diambil mantan Presiden Chen.Di bawah rezim
Presiden Chen, pemerintah Taiwan bersikeras untuk mendapatkan
kembali kursi di PBB yang telah dirampas oleh Cina pada 1971.Karena
saat itu Cina berhasil meyakinkan PBB bahwa representasi Cina di PBB
juga berarti mewakili Taiwan.Namun kini internasional space yang diraih
oleh Taiwan lewat posisi sebagai observer di World Health Assembly telah
menjadi prestasi yang memuaskan bagi Taiwan.
c. Diplomasi Budaya sebagai Instrumen Normalisasi Hubungan
Cina-Taiwan
Soft power dalam bentuk diplomasi budaya merupakan salah satu
instrumen yang sangat efektif dalam rangka meredam friksi diplomatik
antar negara.Oleh karena itu, untuk melanjutkan tren menjaga stabilitas
Cina-Taiwan, Presiden Taiwan telah berinisiatif untuk meningkatkan
program cultural and educational exchanges dengan Cina.110
Bahkan Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou juga bersumpah bahwa
walaupun Taiwan tidak akan pernah menyetujui agenda unifikasi di bawah
bendera Cina, namun Taiwan tidak akan mendeklarasikan independensinya. Hal ini berarti Taiwan telah berkomitmen untuk melestarikan status
quo dengan menghindari separatisme terhadap Cina untuk saat ini.
110
Vandana, A.1996.Theory of Internasional Politics:Cultural Diplomacy.New Delhi: Vikas
Publishing House PVT LTD, page: 146
110
Di lain pihak, Presiden Cina, Hu Jintao pun telah meredam tindakan
agresifnya untuk menundukkan Taiwan, walaupun unifikasi Taiwan-Cina
masih menjadi tujuan utama Cina, namun untuk saat ini Presiden Hu
terlihat cukup puas dengan stabilitas ekonomi dan integrasi budaya CinaTaiwan.
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengakuan Amerika Serikat terhadap Cina RRC dan Cina
Taiwan
Pengakuan
bersifat
Double
Standar
dimana
pengakuan
intenasional Amerika Serikat memiliki makna ambiguitas. Masalah Cina
dan Taiwan memang sangat rumit dan sulit untuk mendapatkan solusi
yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak ( win-win solution ).
Pada satu sisi Taiwan menginginkan kemerdekaan penuh dari
Cina, namun dilain pihak Cina masih menginginkan Taiwan menjadi
bagian dari “one China” sebagai provinsi. Hal tersebut berpengaruh pada
hubungan negara lain dengan Cina maupun Taiwan. Negara lain
cenderung akan sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan
Taiwan, karena untuk menjalin hubungan baik dengan Cina sebuah
negara
harus menghormati kebijakan
“one
China” dengan tidak
memberikan pengakuan kepada Taiwan sebagai negara berdaulat.
Namun, disisi lain Taiwan pun akan berusaha meminta suatu negara
untuk mau mengakui kedaulatannya sebagai negara apabila ingin
bekerjasama dengan Taiwan.
112
Kepentingan AS yang ada pada Cina maupun Taiwan ini hanya
memperkeruh
hubungan
dua
negara
tersebut.Disatu
pihak
AS
membutuhkan Taiwan sebagai benteng untuk mencegah pengaruh Cina
dikawasan Asia Pasifik, namun AS pun ingin mempunyai hubungan baik
dengan Cina.untuk memenuhi kepentingan nasionalnya AS tidak akan
segan untuk mengkambing hitamkan salah satu negara.
Kehadiran AS dengan kebijakan luar negeri terhadap kedua pihak
yang
ambigu
membuat
reunifikasi
dan
rekonsiliasi
menjadi
terhambat.Kedua pihak tersebut dapat lebih mudah untuk meredakan
konflik yang terjadi apabila tidak ada campur tangan dari AS dengan
ambiguitas kebijakannya terhadap kedua belah pihak.Hubungan antara
Cina dan Taiwan memang tidak dapat dipisahkan dari campur tangan
Amerika. Hal ini memang sudah terjadi sejak Civil War berkecamuk antara
komunisme dan nasionalisme
2. Faktor faktor yang mempengaruhi Double Standard Amerika
Serikat dalam interaksinya dengan Cina RRC maupun Cina
Taiwan
Penulis menyimpulkan pengakuan Amerika Serikat terhadap Cina
RRC didasari faktor :
a. Ekonomi
b. Politik
c. Militer
113
Sedangkan Perubahan sikap Amerika terhadap Taiwan juga
didasari oleh
a. Faktor
Internal
yaitu,
Ekonomi,
Politik
dan
Pertahanan
Keamanan
b. Faktor Eksternal yaitu. Potensi ancaman Cina RRC dalam
persaingan ideologi
Walaupun Amerika tidak harus selalu mendukung seluruh posisi
Taiwan secara total di lingkup internasional. Amerika harus melakukan
apa yang menjadi kepentingan Amerika tanpa harus melepas pengakuan
terhadap RRC.
Jadi bila kita lihat dari uraian di atas bahwa aliansi Amerika SerikatTaiwan itu saling tergantung pada kedua pihak, walaupun keamanan
Taiwan sangat tergatung pada perlindungan Amerika, akan tetapi semua
kepentingan Amerika Serikat di wakili oleh Taiwan.
Sementara itu, dalam perkembangan dinamika relasi Cina-Taiwan
kini, terlihat fakta bahwa hubungan keduanya diwarnai dengan tren
menjaga stabilitas perdamaian.Walaupun agenda unifikasi Cina-Taiwan
tetap tidak mungkin terjadi. Rekonsiliasi dengan Cina memang dirasakan
telah menuai hasil yang positif dengan meredanya berbagai konflik antar
dua negara tersebut. Namun impian Cina untuk melakukan reunifikasi
Taiwan kedalam pemerintahan Beijing akan sangat sulit diwujudkan.
114
B. Saran
Adapun saran penulis bagi terhadap Pengakuan Amerika Serikat
terhadap Cina RRC dan Cina Taiwan adalah sebagai berikut :
1. Amerika Serikat sebagai Negara super power yang memiliki
hegemoni kuat dalam politik internasional seharusnya memberikan
kejelasan sikap recognition terhadap status Cina RRC dan Cina
Taiwan. Merekonsiliasi konflik yang terjadi diantara kedua belah
pihak.
2. Amerika Serikat meskipun memiliki national interest dari konflik
Cina RRC dan Cina Taiwan tapi sebaiknya faktor-faktor tersebut
dikesampingkan sehingga dapat menciptakan perdamaian dunia
yang berlandaskan kemanusiaan dan stabilitas politik internasional.
115
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala. 2002. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Aust,Anthony. 2005. Handbook of International Law. United Kingdom:
Cambridge University Press
Burhan Tsani,Mohd. 1990.
(Yogyakarta: Liberty
Hukum
dan
Hubungan
Internasional
Hamidi. Metode Penelitian Kualitatif.
Adol,Huala. 2003. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional.
Jakarta :RajaGrafindo
Kansil,C.S.T. 2001.Ilmu Negara Umum dan Indonesia.Jakarta :PT
Pradnya Paramita
Kusumaatmadja,
Mochtar.
Internasional.Bandung: Alumni
2011.
Pengantar
Hukum
Mahmud Marzuki,Peter. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Manuputy, Alma dkk. 2008. Hukum Internasional. Depok: KDT
Moleong,Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional 1. Sinar Grafika: Jakarta
Suryokusumo,
Sumaryo.1987. Organisasi
Universitas Indonesia (UI-Press)
Internasional.Jakarta:
Suryokusumo, Sumaryo.1990. Hukum Organisasi Internasional.Jakarta
:Universitas Indonesia (UI-Press)
Thontowi, Jawahir, Pranoto Iskandar.2006. Hukum
Kontemporer. Bandung :PT Refika Aditama
Internasional
Syahmin. 2008. Hukum Diplomatik. Jakarta :RajaGrafindo Persada
Syahmin. 1992. Hukum Internasional Publik.Bandung: Bina Cipta
Somario. 1987. Organisasi Internasional. Jakarta: UI press
116
Soehino. 1980. Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty
Soekanto, Soerjono. 2011.
RajaGrafindo Persada
Penelitian
Hukum
Normatif.
Jakarta:
Tasrif, S. 1986. Hukum Internasional tentang Pengakuan dalam Teori dan
Praktek.Jakarta
Wayan, Patriana. 2003. Pengantar Hukum Internasional.Mandar Maju
Wignjosoebroto, Soetandyo.1974. Penelitian Hukum Sebuah Tipologi
dalam Masyarakat, (Tahun Ke I. Nomor 2)
http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html, tanggal 15 September
2013 Pukul 19.36 Wita.
117
Download