4 II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Ciri Morfologi Bandeng Secara taksonomi ikan bandeng diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Gonorynchiformes Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos Forsskal Ikan bandeng merupakan sejenis ikan laut yang mempunyai bentuk tubuh yang langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warna ikan bandeng putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada punggungnya (Soeseno, 1988). Ikan bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping, dengan sirip ekor yang bercabang dua. Ikan bandeng bisa bertambah besar menjadi 1,7 m, tetapi yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Ikan bandeng tidak memiliki gigi, Seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris, Sirip ekor homocercal (Gambar 1). 5 Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang, dengan 14 sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip dada, 11 sampai 12 jari-jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009). Ikan bandeng dapat di bedakan dengan jantan dan betina. Bandeng jantan dapat diiketahui dari lubang ansunya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil. Bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan. Status Budidaya Bandeng Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin. Oleh karena itu, ikan bandeng dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Induk bandeng baru bisa memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang 0,5-1,5 m dan berat badan 3-12 kg. Jumlah telur yang dikeluarkan induk bandeng berkisar 0,51,0 juta butir tiap kg berat badan (Anonimusa, 2010). Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di tambak saja namun saat ini juga sedang berkembang di laut dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ikan bandeng sebagai komoditas budidaya mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan komoditas budidaya lainnya dalam hal : 6 Menurut Rahmansyah (2004), 1. Teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik sehingga pasok benih tidak lagi tergantung pada musim dan benih dari alam. 2. Teknologi budidayanya baik di tambak maupun dalam KJA telah dikuasai dengan baik, secara teknis mudah diaplikasikan dan secara ekonomis menguntungkan. 3. Mampu mentolerir perubahan salinitas. 4. Mampu hidup dalam kondisi yang padat di keramba jaring apung (100300 ekor/m3). 5. Pertumbuhannya cepat (1,6%/hari). 6. Efisien dalam memanfaatkan pakan FCR 1,7-2,2. 7. Pakan komersial untuk ikan ini sudah tersedia dalam jumlah cukup hingga ke pelosok desa. 8. Jaminan pasar baik dalam maupun luar negeri masih terbuka. Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1,1-1,7% bobot badan/hari. Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar antara 40-50 mg. Ikan bandeng dengan bobot awal 1-2 g membutuhkan waktu 2 bulan untuk mencapai bobot 40 g. Ikan bandeng memiliki kandungan gizi per 100 gram daging ikan yang terdiri dari energi 129 kkal, protein 20 g, lemak 4,8 g, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, zat besi 2 mg, vitamin A 150 SI serta vitamin B1 0,05 mg (Anonimusa, 2010). Dari segi nutrisi ikan bandeng, diperoleh kandungan EPA dan DHA untuk bandeng laut lebih tinggi dibandingkan bandeng tambak. Jika dibandingkan dengan kandungan Omega-3 dari beberapa jenis ikan laut maka ikan bandeng yang dipelihara dilaut relatif sama dengan ikan sardine, mackerel dan salmon. 7 Tabel 1. Kandungan Omega-3 dari beberapa jenis ikan laut Jenis ikan Omega-3 (g/100 g edible portion) Bandeng hasil produksi KJA di laut** 3,15 (EPA 1,76; DHA 1.39) Bandeng hasil produksi tambak** 1,88 (EPA 1,76; DHA 0.44) Sardines* 3,90 Mackerel* 3,60 Salmon * 2,60 Sumber: **Rachmansyah (2004) *Fridman (1988) dalam Rachmansyah (2004) Permintaan ikan ini dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan baik untuk tujuan konsumsi, umpan bagi industri perikanan tuna cakalang maupun untuk pasar ekspor, sementara areal budidayanya di darat semakin hari semakin menciut akibat banyaknya lahan tambak yang dikonversi untuk kebutuhan pembangunan lain seperti untuk perumahan, industri, dan pariwisata yang pada gilirannya akan berdampak pada penurunan produksi. Keunggulan ikan bandeng sebagai komoditas andalan pengembangan budidaya laut dibandingkan dengan spesies lainnya adalah teknik pembenihannya telah dikuasai, teknik budidayanya relatif mudah dan dapat diadopsi oleh petani, tahan terhadap perubahan lingkungan yang cukup ekstrim (salinitas), tanggap terhadap pakan buatan yang telah tersedia secara komersial, dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi dan tidak bersifat kanibalisme, memiliki rasa yang lezat dan aroma yang lebih baik dibandingkan bandeng tambak (bebas bau lumpur) sehingga memenuhi kriteria kualitas ekspor dan ikan bandeng dapat dijadikan umpan bagi kebutuhan industri perikanan tuna cakalang. Kekurangan budidaya bandeng ditambak yaitu apabila teknologi budidaya yang dilakukan tidak tepat maka sering dihasilkan rasa ikan yang berbau lumpur sehingga tidak memenuhi kriteria kualitas ekspor. Bau lumpur disebabkan oleh 8 adanya senyawa geosmin (C12H22O) yang disintesis dan diekskresikan ke air oleh Actinomycetes dan blue green algae. Dalam budidaya intensif ikan bandeng ditambak, bau lumpur juga bisa terjadi karena pemberian pakan yang tidak tepat. Pakan yang tidak dikonsumsi yang menumpuk didasar tambak dan tidak dapat dikeluarkan dengan baik akan menimbulkan bau tersebut (Boyd, 1982). Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng Keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng secara intensif antara lain ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Protein merupakan salah satu zat makanan yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi guna mencapai pertumbuhan yang optimal. Zat makanan ini merupakan bagian terbesar dari daging. Protein harus selalu tersedia cukup dalam pakan yang diberikan pada ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran ikan, suhu air, tingkat pemberian pakan, ketersediaan dan kualitas pakan, energi yang dikandung dalam pakan dan kualitas proteinnya. Menurut Zoneveld, et al (1991) dalam Sukmawati (2006), kebutuhan energi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain spesies ikan, umur atau ukuran ikan, aktivitas ikan, suhu dan jenis makanan. Ikan karnivor membutuhkan tingkat protein yang lebih tinggi dari pada ikan herbivore. Ikan pada stadia larva membutuhkan protein yang lebih tinggi dari ikan dewasa (Sukmawati, 2006). Tabel 2. Kebutuhan protein pakan ikan bandeng (Boonyaratpalin, 1997). Ukuran ikan (g) Kebutuhan protein (% pakan) 0,01 - 0,035 52 – 60 0,04 40 0,5 – 0,8 30 – 40 9 Boonyaratpalin, (1997) mengemukakan bahwa kadar protein optimal untuk pertumbuhan benih bandeng dengan bobot rata-rata 40 mg yang dipelihara di laut sebesar 40%. Menurut Lovell (1989) dalam Kordi (2009), tingkat protein optimum dalam pakan untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50%. Pertumbuhan ikan bandeng muda yang terbaik adalah dengan pemberian pakan buatan dengan komposisi protein 60% (Lee dan Livia, 1976). Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber asam lemak dan energi metabolisme, untuk struktur seluler dan pemeliharaan integritas membran. Kebutuhan lemak total untuk pertumbuhan juvenil ikan bandeng sebesar 7-10% (Borlogan dan Coloso, 1992). Juvenil ikan bandeng membutuhkan asam lemak esensial omega-3 sebesar 1,0-1,5% (Borlongan dan Coloso, 1992). Kadar lemak yang terlalu tinggi akan menimbulkan penyakit nutrisi, seperti pengendapan lemak pada usus dan otot yang menyababkan kualitas ikan menurun dan mengurangi bobot tubuh (Kordi, 2009). Karbohidrat merupakan sumber energi yang relatif murah. Karbohidrat terdapat dalam pakan dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kebutuhan karbohidrat untuk setiap ikan berbeda. Kadar karbohidrat yang optimum pada ikan bersifat omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan karnivora 10-20% (Watanabe, 1988 dalam Kordi, 2009). 10 Maggot Maggot adalah larva lalat hijau (Calliphora sp.) yang mudah dibudidayakan secara massal. Tepung maggot mempunyai kualitas yang cukup baik. Hasil penelitian Hadadi, dkk. (2007) menunjukkan bahwa tepung maggot mengandung protein, lemak, serat kasar dan BETN berturut-turut adalah 45,01%, 16,78%, 21,97% dan 0,15% dalam bobot kering. Maggot berasal dari telur lalat yang mengalami metamorfosis pada fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian berubah menjadi lalat dewasa. Larva hidup pada daging yang membusuk. Kadang juga menginvestasi pada luka hewan yang masih hidup, termasuk manusia. Sumber: http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id (2010). Gambar 2. Siklus Hidup Maggot Hasil penelitian menunjukkan, maggot dapat dikembangbiakkan pada media tertentu, salah satunya limbah tahu. Dengan menambahkan ikan asin, ampas tahu cukup efektif menjadi media pembiakan maggot. Ikan asin berfungsi sebagai penarik lalat agar bertelur pada media yang kemudian menjadi maggot. Pembiakan paling efektif dengan menambahkan 20% ikan asin dari berat ampas tahu. Ikan asin merupakan makanan maggot yang telah jadi, keberadaannya juga diperlukan sebagai daya tarik lalat untuk bertelur pada media tersebut. Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, 11 khususnya perairan, pada tepung ampas tahu masih terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein 23,55%, lemak 5,54%, karbohidrat 26,92%, abu 17,03%, serat kasar 16,53% dan air 10,43% (Anonimusb, 2010). Penelitian pemanfaatan tepung magot sebagai sumber protein sebagai pengganti tepung ikan telah di lakukan oleh beberapa peneliti. Hasil pelelitian Retnosari (2007) pada benih ikan nila menunjukkan bahwa subtitusi tepung ikan oleh tepung magot sebesar 55% (kadar protein 30,45%), 65% (kadar protein 30,22%), 85% (kadar protein 27,64%) dan 95% (kadar protein 26,35%) menghasilkan pertumbuhan benih ikan nila yang tidak berbeda. Hal ini diduga karena kadar protein yang dihasilkan masih dalam rentang layak kebutuhan benih ikan nila. Hadadi, dkk. (2007) melakukan penelitian pemanfaatan maggot pada ikan lele. Hasil penelitian menunjukkan bahawa ikan lele dumbo yang diberi pakan kombinasi antara maggot dan pakan buatan masing-masing sebesar 50% menghasilkan pertumbuhan dan rasio konversi pakan yang lebih baik dibandingkan hanya diberi maggot atau pakan buatan. Hal ini diduga dengan dikombinasikan jenis pakan tersebut komposisi nutrisinya semakin lengkap. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut nampak bahwa tepung maggot dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan, khususnya pada pemeliharaan ikan air tawar. Pada pemeliharaan ikan laut harus dikaji lebih lanjut untuk mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan tersebut.