potensi sludge biogas feses sapi perah sebagai sumber bakteri

advertisement
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
POTENSI SLUDGE BIOGAS FESES SAPI PERAH SEBAGAI SUMBER
BAKTERI ANAEROB PENGHASIL GAS METANA
THE POTENTIAL OF BIOGAS SLUDGE FROM DAIRY CATTLE
FECES AS A SOURCE OF ANAEROBIC BACTERIA THAT
PRODUCES METHANE GAS
Farida Alia Dewi*, Benito A. Kurnani**, Eulis Tanti Marlina**
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
** Staff Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana populasi bakteri anaerob, produksi
gas metana, dan potensi sludge biogas feses sapi perah sebagai sumber bakteri anaerob
penghasil gas metana. Penelitian dilaksanakan di Pusat Riset Institusi Nanoteknologi dan
Graphene Universitas Padjadjaran, Jatinangor-Sumedang pada bulan April-Mei 2016.
Pengambilan sampel dilakukan di peternakan rakyat Desa Haurngombong, Kecamatan
Tanjungsari, Sumedang. Penelitian merupakan penelitian eksploratif dengan metode analisis
statistik deskriptif. Penelitian menggunakan dua media, yaitu NA (Nutrient Agar) dan RGCA
(Rumen Fluid-Glucose-Cellobiose-Agar Medium) dengan pengenceran sampel 10-3.
Pengambilan data dilakukan pada hari ke-2, ke-5, ke-10, dan ke-14. Hasil analisis
memperlihatkan jumlah bakteri anaerob tertinggi pada kedua media terdapat pada hari ke-10
dengan jumlah bakteri 356,67±107,21x103 cfu/mL pada media NA dan 670,00±433,64x103
cfu/mL pada media RGCA. Persentase produksi gas metana tertinggi pada kedua media
terdapat pada hari ke-10 dengan jumlah 10,57±3,14% pada media NA dan 12,01±1,33% pada
media RGCA. Tumbuhnya bakteri anaerob dan terbentuknya gas metana mengindikasikan
sludge biogas feses sapi perah memiliki potensi sebagai sumber bakteri anaerob penghasil gas
metana. Namun, potensi yang dimiliki tersebut rendah.
Kata kunci : Sludge, Bakteri Anaerob, Gas Metana.
ABSTRACT
This research aims to find out how populations of anaerobic bacteria, the production
of methane gas, and the potential of biogas sludge from dairy cattle feces as a source of
anaerobic bacteria that produces methane gas. This research was carried out in Institutional
Research Center of Nanotechnology and Graphene, Universitas Padjadjaran, JatinangorSumedang in April-May 2016. Sampling was conducted at Haurngombong village farm,
Tanjungsari, Sumedang. This research is exploratory research with the descriptive statistical
analysis methods. This research used two medium, there are NA (Nutrient Agar) and RGCA
(Rumen Fluid-Cellobiose-Glucose-Agar Medium) with sample dilution 10-3. Data retrievals
are performed on the 2nd, 5th, 10th, and 14th day. The results of the analysis showed the
highest amount of anaerobic bacteria on both medium contained at the 10th day with the
number of bacteria, 356,67± 107,21x103 cfu/mL on NA medium and 670,00±433,64x103
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
cfu/mL on RGCA medium. The highest percentage production of methane gas on both
medium contained at 10th day with 10,57±3.14% amount on NA medium and 12,01±1.33% at
RGCA medium. The growth of anaerobic bacteria and methane gas formation indicate
biogas sludge from dairy cattle feces have the potential as a source of anaerobic bacteria that
produces methane gas. However, the potential is low.
Key words : Sludge, Anaerobic Bacteria, Methane Gas.
Pendahuluan
Populasi ternak sapi perah di Indonesia pada tahun 2014 tercatat mencapai 502.516
ekor (Dirjen Peternakan dan Keswan, 2015). Ternak tersebut dapat menghasilkan limbah
feses segar sebanyak 5-10% per ekor per hari dari bobot badannya (Hidayati, dkk., 2010).
Limbah tersebut mengandung bahan organik yang cukup tinggi, sehingga apabila tidak
dikelola dengan benar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan baik secara biologis,
kimiawi, maupun fisik. Hal ini akan berdampak pada penurunan mutu lingkungan hidup,
kualitas hidup peternak dan ternak, serta menimbulkan masalah sosial lainnya.
Penanganan limbah feses sapi perah dapat dilakukan melalui fermentasi anaerob untuk
menghasilkan biogas. Biogas merupakan gas yang terbentuk pada proses akhir degradasi
anaerob dari bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Pembentukan biogas terdiri
atas 3 tahapan, yaitu tahap hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis.
Ketiga proses
pembentukan biogas tersebut melibatkan interaksi kompleks dari sejumlah bakteri anaerob.
Biogas feses sapi perah, terdiri atas metana 55-65% dan karbondioksida 35-45%.
Selain itu, ditemukan juga senyawa lain dalam jumlah kecil, seperti nitrogen sulfida dan
nitrogen (Burke, 2001). Gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
bahan bakar alternatif ramah lingkungan.
Proses pembentukan biogas, selain menghasilkan gas juga menghasilkan produk
sampingan berupa lumpur (sludge). Sludge biogas feses sapi perah kaya akan nutrisi serta
mengandung bakteri dalam jumlah besar yang diperlukan untuk pencernaan anaerobik.
Sludge juga mengandung organisme patogen, diantaranya bakteri Clostridium sp., Coliform
fekal, Salmonella sp., Streptococcus sp., E. Coli, Mycobacterium tuberculosis, berbagai virus,
dan telur cacing Ascaris lumbricoides. Kandungan bakteri total yang terdapat dalam sludge
biogas sapi perah adalah 41,82x1012 cfu/mL sludge dan total Koliform sebanyak 8,23
MPN/mL sludge (Hidayati, dkk., 2010).
Penggunaan langsung sludge biogas feses sapi perah yang masih mengandung banyak
bakteri patogen dan berbau busuk dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Diperlukan
pengelolaan lebih lanjut untuk memanfaatkan sludge tersebut, seperti pemanfaatan sludge
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
sebagai sumber bakteri anaerob penghasil gas metana yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
”Potensi Sludge Biogas Feses Sapi Perah sebagai Sumber Bakteri Anaerob Penghasil Gas
Metana”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui populasi bakteri anaerob yang terdapat pada sludge biogas feses sapi perah.
2. Mengetahui produksi gas metana yang dihasilkan dari sludge biogas feses sapi perah.
3. Mengetahui potensi sludge biogas feses sapi perah sebagai sumber bakteri anaerob
penghasil gas metana.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2016.
Pengambilan sampel
dilakukan pada peternakan rakyat komoditas sapi perah yang memiliki instalasi biogas di
Desa Haurngombong, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang.
Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan Limbah Peternakan Fakultas Peternakan dan
Pusat Riset Institusi Nanoteknologi dan Graphene Universitas Padjadjaran, Jatinangor,
Sumedang.
Hasil pengamatan dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian, Pati, Jawa Tengah.
Bahan Penelitian
1. Sludge biogas feses sapi perah, merupakan sampel yang diamati.
2. Mix Gas (H2 dan CO2) berfungsi untuk menciptakan suasana anaerob pada tabung
hungate.
3. Media NA (Nutrient Agar) dan LB (Lactose Broth) merek Oxoid, berfungsi sebagai
media tanam minimalis.
4. Media RGCA (Rumen Fluid-Glucose-Cellubiose-Agar Medium) (Bryant dan Burkey,
1953 dalam Ogimoto dan Imai, 1980) berfungsi sebagai media tanam diperkaya. Terdiri
atas:
a)
Larutan Mineral I
7,5 mL
b)
Larutan Mineral II
7,5 mL
c)
Larutan Rezarurin 0,1%
0,1 mL
d)
Akuades
50 mL
e)
Bacto agar (Oxoid)
2 gram
f)
Ekstrak isi rumen
40 mL
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
g)
Glukosa
0,05 gram
h)
Selobiosa
0,05 gram
i)
Sistein-HCl.H2O
0,05 gram
j)
Larutan Na2CO3 8%
5 mL
5. Larutan untuk pengenceran, (Bryant dan Burkey, 1953 dalam Ogimoto dan Imai, 1980)
berfungsi untuk mengencerkan sampel. Terdiri atas:
a)
Larutan Mineral I
7,5 mL
b)
Larutan Mineral II
7,5 mL
c)
Sistein-HCl.H2O
0,05 gram
d)
Larutan Na2CO3 8%
0,3 gram
e)
Larutan Resazurin 0,1%
0,1 mL
f)
Akuades
100 mL
Keterangan:
a) Larutan Mineral I, terdiri atas:
1.
K2HPO4
0,6 gram
2.
Akuades
100 mL
b) Larutan Mineral II, terdiri atas:
1.
NaCl
1,2 gram
2.
(NH4)2SO4
1,2 gram
3.
KH2PO4
0,6 gram
4.
CaCl2
0,12 gram
5.
MgSO4.7H2O
0,25 gram
6.
Akuades
100 mL
c) Larutan Na2CO3 8% (Natrium Karbonat), terdiri dari :
1.
Na2CO3
8 gram
2.
Akuades
92 mL
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah koloni bakteri anaerob yang tumbuh
(cfu/mL) dan gas metana yang terbentuk (%) pada media NA dan RGCA.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan mengeksplorasi potensi dari sludge
feses sapi perah tanpa adanya perlakuan tambahan dan data yang diperoleh dianalisis secara
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
deskriptif. Penelitian ini menggunakan dua media tanam, yaitu NA (Nutrient Agar) dan
RGCA (Rumen Fluid-Glucose-Cellobiose-Agar Medium) dengan pengenceran sampel 10-3.
Pengambilan data dilakukan pada hari ke-2, ke-5, ke-10, dan ke-14.
Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan Bakteri Anaerob Penghasil Gas Metana
Pertumbuhan bakteri biasanya mengacu pada pertambahan total massa sel bakteri
(Pelczar dan Chan, 2010). Pertumbuhan bakteri dilihat dari pertambahan jumlah dan atau
massa sel bakteri melebihi yang ada pada jumlah awalnya. Terdapat 4 fase pertumbuhan
bakteri, yaitu: fase adaptasi (lag phase), fase pertumbuhan (log phase), fase statis (stationary
phase), dan fase penurunan populasi atau kematian (decline phase).
Pertumbuhan koloni bakteri anaerob yang terdapat pada sludge biogas feses sapi
perah, tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Koloni Bakteri Anaerob pada Media Tumbuh NA dan RGCA
Rata-rata Jumlah Bakteri Anaerob (x103 cfu/mL)
Media
H2
H5
H10
H14
25,00±21,54 165,00±62,18 356,67±107,21 225,00±99,48
NA
36,67±19,00 141,67±117,53 670,00±433,64 520,00±317,53
RGCA
Keterangan: NA (Nutrient Agar), RGCA (Rumen Fluid-Glucose-Cellobiose-Agar Medium),
H2 (Hari kedua), H5 (Hari kelima), H10 (Hari kesepuluh), dan H14 (Hari
keempat belas).
Hasil analisis yang ditampilkan pada Tabel 1. memperlihatkan bahwa pertumbuhan
koloni bakteri anaerob pada media NA (Nutrient Agar) maupun media RGCA (Rumen FluidGlucose-Cellobiose-Agar Medium) dari hari ke-2 hingga hari ke-10 mengalami peningkatan
hingga akhirnya mengalami penurunan pada hari ke-14. Media NA pada pengamatan hari
ke-2
terdapat
25,00±21,54x103
cfu/mL
bakteri,
pengamatan
hari
ke-5
terdapat
165,00±62,18x103 cfu/mL bakteri, pengamatan hari ke-10 terdapat 356,67±107,21x103
cfu/mL bakteri, dan pengamatan hari ke-14 terdapat 225,00±99,48x103 cfu/mL bakteri.
Media RGCA pada pengamatan hari ke-2 terdapat 36,67±19,00x103 cfu/mL bakteri,
pengamatan hari ke-5 terdapat 141,67±117,53x103 cfu/mL bakteri, pengamatan hari ke-10
terdapat 670,00±433,64x103 cfu/mL bakteri, dan pengamatan hari ke-14 terdapat
520,00±317,53x103 cfu/mL bakteri.
Jika dihubungkan dengan fase pertumbuhan bakteri, pertumbuhan bakteri yang terjadi
pada awal inkubasi hingga hari ke-2 merupakan fase pertumbuhan adaptasi (lag phase). Pada
fase adaptasi (lag phase) terjadi penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan (media).
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
Lamanya mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam
bakteri, umur biakan, dan nutrisi yang terdapat dalam media yang disediakan. Pada fase ini
bakteri beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan pembiakan, tetapi
metabolisme sel bakteri meningkat, dan terjadi perbesaran ukuran sel bakteri (Volk dan
Wheeler, 1981).
Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah
ukurannya, substansi interaseluler bertambah (Pelczar dan Chan, 2010).
Pada hari ke-2 hingga hari ke-10 berada pada fase pertumbuhan (log phase).
Pembiakan bakteri berlangsung paling cepat dan mencapai puncaknya pada hari ke-10.
Periode dimana dapat teramati ciri khas sel-sel yang aktif. Selama fase ini pembiakan bakteri
berlangsung cepat, sel-sel membelah, dan jumlahnya meningkat secara logaritmik sesuai
dengan pertambahan waktu. Beberapa bakteri pada fase ini biasanya menghasilkan senyawa
metabolit primer, seperti karbohidrat dan protein (Volk dan Wheeler, 1981).
Sel akan
membelah dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama,
aktivitas metabolit konstan, dan keadaan pertumbuhan yang seimbang (Pelczar dan Chan,
2010).
Pertumbuhan bakteri pada hari ke-10 menuju hari ke-14 berada pada fase pertumbuhan
statis (stationer phase). Pada fase statis (stationer phase), beberapa sel mati sedangkan yang
lain tumbuh dan membelah. Jumlah sel hidup menjadi tetap (Pelczar dan Chan, 2010). Fase
ini menunjukkan jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang
mati (Dwidjoseputro, 2010).
Pertumbuhan bakteri pada hari ke-14 mengalami fase penurunan populasi atau kematian
(decline phase). Pada fase penurunan populasi atau kematian, sel bakteri menjadi mati lebih
cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru, laju kematian mengalami percepatan menjadi
eksponensial, bergantung pada spesiesnya. Semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau
beberapa bulan. Terjadi penumpukan racun dan juga kehabisan nutrien (Pelczar dan Chan,
2010). Pada fase ini, laju kematian bakteri melampaui laju pembiakan bakteri. Hal ini
disebakan karena habisnya jumlah makanan dalam media, sehingga pembiakan bakteri
terhenti dan keadaan lingkungan yang jelek karena semakin banyaknya hasil metabolit yang
tidak berguna dan mengganggu pertumbuhan bakteri (Volk dan Wheeler, 1981). Penyebab
utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler. Beberapa bakteri hanya
mampu bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke dalam fase
kematian, sementara itu beberapa bakteri hanya mampu bertahan sampai harian dan
mingguan pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa bakteri bahkan
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
mampu bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati, yaitu dengan mengubah sel menjadi
spora (Purwoko, 2007).
Bakteri sama halnya dengan makhluk hidup lain yang memerlukan nutrisi untuk hidup.
Penelitian menggunakan media NA (Nutrient Agar) dan RGCA (Rumen Fluid-GlucoseCellobiose-Agar Medium) untuk mengetahui jumlah koloni bakteri anaerob yang tumbuh
berdasarkan kandungan nutrisi pada masing-masing media tersebut.
Media NA mengandung beef extract 3 gram, pepton 5 gram, agar 15 gram, dan akuades
1000 gram. Beef extract mengandung garam-garam mineral, sedangkan pepton mengandung
banyak N2. Pepton adalah protein yang terdapat pada daging, air susu, kedelai, dan putih
telur. Media NA memiliki pH 6,8-7,0, keadaan yang sesuai bagi kebanyakan bakteri.
Ekstrak daging sapi mengandung substansi jaringan hewan yang dapat larut dalam air,
meliputi karbohidrat, senyawa nitrogen organik, vitamin yang dapat larut dalam air, dan
garam-garaman. Sedangkan, pepton merupakan produk yang dihasilkan dari bahan-bahan
yang mengandung protein, seperti daging, kasein, dan gelatin; pencernaan bahan-bahan
protein dicapai dengan asam atau enzim; banyak pepton yang berbeda-beda (bergantung
kepada protein yang digunakan dan metode pencernaannya) tersedia untuk digunakan dalam
media bakteriologis; pepton berbeda-beda dalam kemampuannya untuk menunjang
pertumbuhan bakteri.
Pepton dapat pula mengandung vitamin dan kadang-kadang
karbohidrat, bergantung kepada jenis bahan berkandungan protein yang dicernakan. Agar
yang digunakan merupakan suatu karbohidrat kompleks yang diperoleh dari algae marin
tertentu, diolah untuk membuang substansi yang tidak dikehendaki. Agar digunakan sebagai
bahan pemadat media dan bukan merupakan sumber nutrien bagi bakteri.
Media RGCA memiliki bahan penyusun utama, yaitu bacto agar dan cairan rumen.
Bacto agar merupakan agar yang telah dimurnikan dengan mereduksi kandungan pigmenpigmen pengotor, kandungan garam (NaCI), dan kandungan bahan-bahan asing (organik dan
anorganik) serendah mungkin.
Bacto agar dapat dimanfaatkan sebagai media untuk
pertumbuhan mikroorganisme.
Karena telah dimurnikan, bacto agar diperkaya dengan
penambahan bahan-bahan kimia lainnya.
Tujuan penambahan bahan bahan, seperti penambahan senyawa K2HPO4, NaCl,
(NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, glukosa, selobios, dan sistein HCl.H2O berfungsi sebagai sumber
protein, nitrogen, mineral, vitamin, dan karbohidrat bagi bakteri. Selain itu, ditambahkan pula
Na2CO3 yang berfungsi sebagai buffer untuk mempertahankan pH pada media.
Selama bakteri dikultivasi pada media dapat terjadi perubahan pH akibat kehadiran
senyawa-senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergeseran pH
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
ini dapat sedemikian besar sehingga menghambat pertumbuhan bakteri seterusnya.
Pergesaran pH dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam media. Larutan
penyangga ialah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan pH. Suatu
kombinasi garam-garam fosfat, seperti KH2PO4 dan K2HPO4, digunakan secara luas dalam
media bakteriologis untuk tujuan ini. Beberapa bahan nutrisi media seperti pepton juga
mempunyai kapasitas penyangga. Kehadiran larutan penyangga bergantung kepada maksud
penggunaannya dan dibatasi oleh kapasitas menyangga yang dimiliki senyawa-senyawa yang
digunakan (Pelczar dan Chan, 2010).
Jumlah bakteri yang tumbuh pada media NA maupun RGCA menunjukkan pada media
RGCA bakteri anaerob yang tumbuh relatif lebih banyak. Pada media NA pun bakteri
anaerob dapat tumbuh dengan baik.
Nutrisi yang ada pada media NA cukup untuk
menunjang pertumbuhan bakteri anaerob pembentuk gas metana.
Bakteri tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan
respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Dibutuhkan suatu
kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai untuk mencapai pertumbuhan yang
optimum berbagai tipe bakteri. Suhu, lingkungan, gas, dan pH adalah faktor-faktor fisik
utama yang harus dipertimbangkan di dalam penyediaan kondisi optimum bagi pertumbuhan
kebanyakan spesies bakteri.
Beberapa sifat bakteri anaerob penghasil gas metana (metanogen) adalah hidup pada
kondisi anaerob (tanpa kehadiran oksigen) dan merupakan bakteri mesofilik (hidup pada
kisaran suhu 20-45oC). Sehingga, apabila persyaratan tumbuh pada bakteri anaerob ini tidak
terpenuhi, tidak akan terjadi pertumbuhan sel-sel bakteri.
Produksi Gas Metana
Produksi gas metana yang terdapat pada sludge biogas feses sapi perah, tersaji pada
Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Gas Metana pada Media Tumbuh NA dan RGCA
Rata-rata Jumlah Produksi Metana (%)
Media
H2
H5
H10
H14
0,00 ± 0,00
0,11 ± 0,05
10,57 ± 3,14
0,42 ± 0,24
NA
0,00 ± 0,00
4,15 ± 1,96
12,01 ± 1,33
0,31 ± 0,08
RGCA
Keterangan: NA (Nutrient Agar), RGCA (Rumen Fluid-Glucose-Cellobiose-Agar Medium),
H2 (Hari kedua), H5 (Hari kelima), H10 (Hari kesepuluh), dan H14 (Hari
keempat belas).
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
Hasil analisis yang ditampilkan pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa produksi gas
metana pada media NA (Nutrient Agar) maupun media RGCA (Rumen Fluid-GlucoseCellobiose-Agar Medium) dari hari ke-2 hingga hari ke-10 mengalami peningkatan hingga
akhirnya mengalami penurunan pada hari ke-14 sama halnya pada pertumbuhan koloni
bakteri anaerob.
Media NA pada pengamatan hari ke-2 gas metana belum terdeteksi.
Pengamatan hari ke-5 sebesar 0,11±0,05%. Pengamatan hari ke-10 sebesar 10,57±3,14%.
Pengamatan hari ke-14 sebesar 0,42±0,24%. Media RGCA pada pengamatan hari ke-2
terdapat gas metana sebesar 0,00±0,00%.
Pengamatan hari ke-5 sebesar 4,15±1,96%.
Pengamatan hari ke-10 sebesar 12,01±1,33%. Pengamatan hari ke-14 sebesar 0,31±0,08%.
Jumlah produksi metana yang dihasilkan pada media NA maupun media RGCA
menunjukkan pada media RGCA relatif lebih baik. Media NApun sudah cukup baik untuk
menunjang pertumbuhan bakteri anaerob penghasil gas metana. Nutrisi yang ada pada media
NA cukup untuk menunjang pertumbuhan bakteri anaerob penghasil gas metana.
Proses pembentukan biogas untuk menghasilkan gas metana terdiri atas 3 tahap, yaitu
hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis. Proses tersebut menghasilkan campuran gas
metana (CH4), karbondioksida (CO2), air (H2O), hidrogen sulfida (H2S), nitrogen (N2), dan
ammonia (NH3) (Deublein dan Steinhauser, 2008).
Tahap hidrolisis terjadi proses degradasi bahan organik secara enzimatis dari senyawa
yang kompleks, seperti lemak, polisakarida, protein, asam nukleat dan lain-lain menjadi
bahan yang sederhana, seperti asam lemak, karbohidrat, asam amino dan bahan lainnya.
Tahap pelarutan berlangsung pada suhu 25oC (Price dan Cheremisinoff, 1981). Spesies
bakteri yang terlibat dalam proses ini adalah Clostridium aceticum, Bacteriodes ruminicola,
Bifidobacterium sp, E. coli, Enterobacter sp, Desulfurvibrio sp, Pseudomonas sp,
Flavobacterium alkaligenes, dan Aerobacter sp.
Pada tahap asidogenik terjadi pertumbuhan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan
berkembang pada keadaan asam. Pembentukan asam dalam kondisi anaerob sangat penting
untuk membentuk gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Pada suasana
anaerob, produk yang dihasilkan ini akan menjadi substrat pada pembentukan gas metana
oleh bakteri metanogenik. Tahap ini berlangsung pada suhu 25oC hingga 30oC pada (Price
dan Cheremisinoff, 1981). Bakteri yang berperan pada tahap ini, diantaranya Lactobacillus
sp dan Streptococcus sp (Bryant, 1976).
Pada tahap metanogenik terbentuk gas metana secara anaerob oleh bakteri metanogen.
Bakteri penghasil asam dan gas metana bekerja secara simbiosis. Bakteri penghasil asam
membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana, sedangkan bakteri
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Proses
ini berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25oC hingga 35oC pada digester. Pada proses ini
akan dihasilkan 70% metana, 30% karbondioksida, sedikit hidrogen dan hidrogen sulfida.
Bakteri
pembentuk
biogas,
diantaranya
Methanobacterium,
Methanobacillus,
Methanococcus, dan Methanosarcina (Price dan Cheremisinoff, 1981).
Persentase produksi metana tertinggi pada kedua media terdapat pada hari ke-10
dengan jumlah 10,57±3,14% pada media NA dan 12,01±1,33% pada media RGCA. Menurut
Burke (2001), bahwa biogas feses sapi perah, terdiri atas metana 55-65% dan karbondioksida
35-45%. Selain itu, ditemukan juga senyawa lain dalam jumlah kecil, seperti nitrogen sulfida
dan nitrogen. Gas metana merupakan gas yang digunakan sebagai sumber energi. Menurut
Prasetyo (2011), bahwa semakin tinggi kandungan metana yang dihasilkan maka semakin
tinggi kandungan energi pada biogas atau semakin kecil kandungan metana yang dihasilkan
maka semakin rendah pula kandungan energinya. Hal ini menunjukkan bahwa produksi
metana dari kedua media memiliki kandungan energi yang rendah. Sludge biogas feses sapi
perah belum dapat direkomendasikan sebagai sumber bakteri anaerob penghasil gas metana.
Kesimpulan
1. Jumlah bakteri anaerob tertinggi pada kedua media terdapat pada hari ke-10 dengan
jumlah bakteri 356,67±107,21x103 cfu/mL pada media NA dan 670,00±433,64x103
cfu/mL pada media RGCA.
2. Persentase produksi metana tertinggi pada kedua media terdapat pada hari ke-10 dengan
jumlah 10,57±3,14% pada media NA dan 12,01±1,33% pada media RGCA.
3. Tumbuhnya bakteri anaerob dan terbentuknya gas metana mengindikasikan sludge
biogas feses sapi perah memiliki potensi sebagai sumber bakteri anaerob penghasil gas
metana. Potensi tersebut tergolong rendah. Sludge biogas feses sapi perah belum dapat
direkomendasikan sebagai sumber bakteri anaerob penghasil gas metana.
Daftar Pustaka
Bryant, M.P. dan Burkey, L.A. 1953. Cultural Methods and Some Characteristics of Some of
The More Numerous Groups of Bacteria in The Bovine Rumen. Jurnal Dairy Science.,
36, 205-217.
Bryant, W.C. 1976. The Microbiology of Anaerobic Degradation and Methane Genesis with
Special Reference G Schiegel and J. Bornea. Institute of Gottingen Federal Republic of
Germany.
Potensi Sludge Biogas ….………………………………………………....... Farida Alia Dewi
Deublein, D.A. Steinhauser. 2008. Biogas from Waste and Renewable Resource. Wiley-VCH
Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Populasi Sapi Perah 2011-2015.
www.pertanian.go.id. (Diakses pada tangal 20 Januari 2016 Pukul 20.00 WIB).
Dwidjoseputro, D. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan ke-17. Jakarta: Penerbit
Djambatan.
Hidayati, Y.A., E. Harlia., dan E.T Marlina. 2010. Deteksi Jumlah Bakteri Total dan
Koliform pada Lumpur Hasil Ikutan Pembentukan Gasbio dari Feses Sapi Perah.
Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2010, Vol. 10, No. 1, 17-20. Sumedang: Fakultas Peternakan,
Universitas Padjadjaran.
Hungate, R.E. 1969. A Roll Tube Method For Cultivation of Strict Anaerobes. In Method in
Microbiology, Vol. 3B, 118-132, Norris, J.R dan Ribbons, D.W. New York: Academic
Press.
Ogimoto, K. dan S. Imai. 1980. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo: Japan Scientific
Societies Press.
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Prasetyo, S.D. 2011. Biogas sebagai Energi Alternatif Terbarukan. Semarang: Jurusan
Teknik Elektro Polines.
Price, E.C. dan P.N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization. Michigan: Ann
Arbor Science Publishers inc/The Butterworth Group.
Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara.
Volk dan Wheeler. 1981. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Erlangga.
Download