Murad dkk1 - Universa Medicina

advertisement
Universa Medicina
Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1
Distribusi serotipe dan pola resistensi antibiotika dari
isolat Salmonella nontifoid di Jakarta
Murad Lesmana* a, Julius E. Surjawidjaja*, Elly Herwana**,
Oktavianus Ch. Salim***, dan Paul Bukitwetan*
*Bagian Mikrobiologi, **Bagian Farmakologi, ***Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas,
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRAK
Salmonellosis menjadi suatu masalah penting di seluruh dunia. Meskipun infeksi yang disebabkan oleh
Salmonella nontifoid sering kali merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, akibat penyerta (sequelae) yang
serius dapat terjadi termasuk kematian, terutama pada penderita-penderita dengan imunitas rendah. Suatu studi
untuk mendeteksi Salmonella nontifoid pada penderita diare telah dilakukan selama bulan Februari 2002 sampai
Agustus 2004. Selama periode ini dikumpulkan sampel usap dubur sebanyak 1810 untuk diperiksa secara
bakteriologis dengan hasil 135 (7,5%) sampel positif Salmonella. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa
Salmonella ser. Typhimurium dan Salmonella ser. Enteritidis adalah serotipe yang paling banyak dijumpai dengan
derajat isolasi masing-masing sebesar 29,6% untuk ser. Typhimurium dan 23,1% untuk ser. Enteritidis. Uji kepekaan
antimikrobial yang melibatkan 8 jenis antibiotika memperlihatkan bahwa sejumlah kecil (4%) sampai sedang
(39%) dari mikroorganisme yang terisolasi resisten terhadap asam nalidiksat, ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol,
tetrasiklin dan kloramfenikol. Meskipun mayoritas dari kuman-kuman Salmonella masih sensitif terhadap
siprofloksasin and norfloksasin, beberapa dari kuman Salmonella ser. Typhimurium telah menunjukkan resistensi
terhadap norfloksasin (1,0%) dan seftriakson (9,0%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Salmonella
spp. merupakan patogen enterik yang frekuensinya cukup tinggi sebagai penyebab diare.
Kata kunci : Serotipe, resistensi, antibiotika, Salmonella nontifoid
Serotype distribution and antibiotic resistance pattern
of nontyphoid Salmonella in Jakarta
ABSTRACT
Salmonellosis is an important medical problem worldwide. Although infection with nontyphoid Salmonella
often causes mild self-limited illness, serious sequelae including death may occur, especially in immunocompromised
hosts. A study to detect nontyphoid Salmonella species in diarrheal patients was conducted involving 1810 rectal
swab samples examined from February 2002 through August 2004. A number of 135 (7.5%) samples were positive
for Salmonella. Salmonella ser. Typhimurium and Salmonella ser. Enteritidis were found most frequent among the
patients with an isolation rate of 29.6% and 23.1%, respectively. Antimicrobial susceptibility test which included 8
antibiotics showed low (4%) to moderate (39%) number of the microorganisms resistant to nalidixic acid, ampicillin,
trimethoprim-sulfamethoxazole, tetracycline and chloramphenicol. Although the majority of Salmonella isolates
were still susceptible to ciprofloxacin and norfloxacin, the emergence of a small number of resistance of Salmonella
ser. Typhimurium resistant to norfloxacin (1.0%) and to ceftriaxone (9.0%) was noted. In conclusion of this study
showed that Salmonella spp. is the frequent cause of diarrheal disease.
Keywords : Serotype, resistant, antibiotics, nontyphoid Salmonella
Korespondensi : a Murad Lesmana
Bagian Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti
Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440
Telp. 021-5672731 eks. 2611, Fax. 021-5660706
E-Mail : [email protected]
7
Lesmana, Surjawidjaja, Herwana, dkk
PENDAHULUAN
Infeksi diare masih merupakan masalah
penting secara global karena penyakit ini
menyebabkan derajat kematian dan kesakitan
yang tinggi. (1) Meskipun kematian karena diare
telah secara substansial dapat diturunkan dengan
pengobatan cairan namun angka kesakitannya
masih tetap tinggi. Diare terjadi pada kondisi di
mana sanitasi dan kebersihan lingkungan tidak
baik, suplai air bersih yang tidak memadai,
kemiskinan dan taraf pendidikan yang terbatas,
seperti banyak dijumpai di negara-negara
berkembang.(2,3)
Sejak awal tahun 1980-an upaya-upaya
yang penting telah dilakukan untuk
menurunkan mortalitas diare. Diketahui bahwa
dehidrasi memegang peran penting sebagai
faktor penyebab kematian pada diare dan
keadaan ini dapat dicegah dengan pemberian
cairan oral dan elektrolit bersama dengan
makanan. Program ini telah dengan nyata
memperbaiki status pengobatan dan
menurunkan mortalitas. Dengan telah dapat
diturunkannya angka kematian diare, perhatian
pada upaya-upaya pencegahan penyakit diare
menjadi dasar yang penting di dalam
penanggulangan penyakit. Namun meskipun
angka kematian telah dapat diturunkan secara
nyata melalui program rehidrasi, angka
morbiditas diare masih tetap tinggi. (1)
Di antara kuman-kuman patogen enterik
penyebab diare , Salmonella tetap merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang utama.
Salmonellosis nontifoid dan tifoid secara
ekonomis merupakan penyakit penting yang
ditularkan melalui makanan. Meskipun insidens
tifoid stabil, kasus-kasus salmonellosis
nontifoid secara nyata meningkat dimana-mana
di seluruh dunia. (4) Infeksi dengan Salmonella
nontifoid
biasanya
mengakibatkan
gastroenteritis yang sifatnya sembuh sendiri
(self-limiting ) tanpa perlu mendapatkan
8
Pola resistensi antibiotika Salmonella
pengobatan antibiotika, namun demikian,
akibat yang serius seperti infeksi sistemik dan
kematian dapat terjadi. (5-7)
Selama lebih dari dua dekade, insidens
infeksi Salmonella nontifoid mengalami
peningkatan secara nyata dan bahkan di
beberapa negara mencapai status epidemik. (8)
Lebih dari 95% kasus-kasus infeksi SalmonelIa
ditularkan melalui makanan (foodborne) dan
di Amerika salmonellosis merupakan penyebab
kematian pada sekitar 30% penderita-penderita
infeksi yang didapat melalui makanan.(5) Barubaru ini, serotipe-serotipe spesifik ternyata
mempunyai kaitan dengan paparan terhadap
makanan atau paparan tertentu. Misalnya,
wabah Salmonella serotipe Enteritidis secara
berulang-ulang terbukti terkait dengan telur
yang kurang matang dimasak atau yang mentah
dan infeksi oleh Salmonella ser. Marina
berkaitan dengan paparan terhadap reptil. (8)
Pada akhir tahun 1990-an, Salmonella ser.
Typhimurium dari serogrup B and Salmonella
ser. Enteritidis dari serogrup D adalah serotipe
yang paling sering dijumpai dan merupakan 50%
dari isolat yang didapat dari penderita-penderita
salmonellosis di Amerika.(8) Sebagai tambahan,
berbagai jenis Salmonella yang resisten
terhadap antibiotika seperti ampisilin,
kloramfenicol,
dan
trimetoprimsulfametoksazole dilaporkan meningkat
frekuensinya di banyak negara di dunia. (6,8) Di
Indonesia informasi mengenai status Salmonella
dalam hubungannya dengan penyakit diare
sangat sedikit didapat. Prevalensi berbagai
serotipe Salmonella dan distribusinya pada
penderita-penderita diare tidak diketahui.
Meskipun kebanyakan laboratorium melakukan
proses isolasi dan identifikasi, namun upaya
untuk melakukan serotipe tidak dikerjakan.
Untuk mendapatkan informasi mengenai
hal ini, dilakukan pengujian serotipe terhadap
isolat Salmonella yang diperoleh dari
penderita-penderita diare.
Universa Medicina
BAHAN DAN CARA
Subyek dan lokasi penelitian
Selama periode antara bulan Februari
2002 sampai dengan Agustus 2004, dilakukan
penelitian pada penderita-penderita diare yang
datang berobat di dua Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) di Jakarta Selatan
yaitu Puskesmas Kecamatan Mampang, dan
Puskesmas Kecamatan Tebet. Penderitapenderita diare anak-anak dan dewasa yang
datang berobat di kedua Puskesmas di atas
apabila setuju akan diikut-sertakan dalam
penelitian sebagai subyek penelitian. Subyek
dianggap menderita diare apabila buang air
besar sebanyak ≥3x dalam waktu 24 jam
dengan tinja cair, lembek atau 1x buang air
besar dengan darah. ( 9 ) Seleksi penderita
dilakukan tanpa melihat berat dan lamanya
diare.
Sebelum pengambilan bahan pemeriksaan,
kepada subyek (dewasa) atau walinya (anakanak) dijelaskan mengenai penelitian ini dan
ditanyakan persetujuannya untuk ikut serta
dalam penelitian ini dan diminta untuk
menanda-tangani formulir persetujuan tersebut.
Setelah itu, dilakukan pengumpulan data yang
meliputi umur, jenis kelamin, gejala-gejala
yang terkait dan dilanjutkan dengan
pengambilan sampel.
Pengambilan bahan pemeriksaan
Bahan pemeriksaan diambil pada saat
penderita datang ke Puskesmas sebelum diberi
pengobatan antibiotika. Sebagai bahan
pemeriksaan diambil dua buah usap dubur dari
masing-masing penderita Kedua usap dubur
dimasukkan dalam medium transport CaryBlair untuk kuman-kuman patogen enterik dan
disimpan di lemari es. Bahan pemeriksaan
dikirimkan ke laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, dalam
kotak pendingin (ice-box) dalam waktu 24 jam.
Vol.25 No.1
Pemeriksaan laboratorium
Bahan pemeriksaan usap dubur setiba di
laboratorium segera diproses. Dalam waktu 24
jam setelah koleksi, spesimen dari Cary-Blair
ditanamkan pada lempeng agar xylose lysine
deoxychocolate (XLD), thiosulfate citrate bile
salt sucrose (TCBS), MacConkey (MAC),
Salmonella-Shigella (SS). Usap dubur
kemudian diinokulasikan ke kaldu manitol
selenite (MSB) yang selanjutnya diinkubasikan
pada suhu 37 0 C selama 18-20 jam dan sesudah
itu ditanamkan pada lempeng agar XLD dan
SS. Semua lempeng agar yang telah diinokulasi
dengan usap dubur diinkubasi pada suhu 37 0 C
secara aerobik. Biakan akan diperiksa untuk
koloni-koloni kuman bukan peragi laktosa.
Selanjutnya dilakukan pengujian pada agar
miring Kligler’s iron agar (KIA), motilityindole-ornithine (MIO), sukrose-semisolid
(SSS) serta pada media dekarboksilase, lysine,
arginine dan ornithine. Antiserum spesifik
digunakan untuk memastikan kuman
Salminella dan untuk menentukan serogrup
serta serotipenya. (10)
Isolat bakterial akan diuji kepekaannya
terhadap antibiotika dengan menggunakan
metode difusi cakram menurut Kirby-Bauer
seperti diuraikan National Committee for
Clinical Laboratory Standards (NCCLS). (11,12)
Pengujian kepekaan antibiotika dilakukan
terhadap ampisilin (10 µg), kloramfenikol (30
µg), tetrasiklin (30 µg), trimetoprimsulfametoksazol (12.5/23.75 µg), seftriakson
(30 µg), siprofloksasin (5 µg), norfloksasin (10
µg) dan asam nalidiksat (30 µg).
HASIL
Secara keseluruhan, ada 1810 usap dubur
yang berhasil dikumpulkan selama bulan
Pebruari 2002 - Agustus 2004 dan diuji secara
mikrobiologis. Dari jumlah sampel yang
diperiksa, 135 (7,5%) positif untuk
9
Lesmana, Surjawidjaja, Herwana, dkk
Pola resistensi antibiotika Salmonella
Salmonella, terdiri dari Salmonella grup B
30,4% (41/135), grup C 1 sebesar 7,4% (10/
135), grup C 2 sebesar 11,9% (16/135), grup D
sebesar 24,4% (33/135) dan grup E sebesar
26,0% (35/135). Salmonella grup A atau S.
paratyphi A tidak dijumpai pada penelitian ini.
Meskipun Salmonella adalah organisme
yang diteliti dan merupakan organisme utama
yang diminati disini, namun upaya isolasi juga
dilakukan terhadap organisme enterik lain dan
memberikan hasil seperti berikut: Vibrio
cholerae O1 (2,2%), V. cholerae non-O1
(0,2%), V. parahaemolyticus (0,5%), Shigella
spp. (4,2%) dan Campylobacter jejuni (0,4%).
Dengan demikian, derajat isolasi patogen
enterik yang diperoleh adalah sebesar 14,9%.
Isolasi campuran dari Salmonella dengan
patogen enterik lain banyak dijumpai pada
penderita-penderita usia ≥14 tahun, antara
Salmonella ser. Typhimurium bersama-sama
dengan S. flexneri.
Jumlah penderita laki-laki dan perempuan
yang positif Salmonella tidak menunjukkan
banyak perbedaan yaitu 75 (55,6%) untuk lakilaki dan 60 (44,4%) untuk perempuan;
sedangkan derajat isolasi yang tertinggi
dijumpai pada penderita dengan kelompok
umur ≤5 tahun yaitu sebesar 51 (37,8%) dari
seluruh penderita yang positif Salmonella, dan
hanya 5 (3,7%) yang berasal dari kelompok
usia >5-12 tahun. Pada kelompok penderita
usia ≤5 tahun ini, Salmonella ser. Typhimurium
juga yang paling dominan dengan frekuensi
sebesar 33,3% (17/51) dari Salmonella grup
B yang diisolasi dalam kelompok usia ini.
Pengujian serotipe terhadap isolat
Salmonella yang berjumlah 135 tersebut
menunjukkan hasil seperti ditampilkan pada
Tabel 1 yaitu serotipe yang paling dominan
adalah Salmonella ser. Typhimurium sebesar
97,6% dari semua serotipe di grup B atau
29,6% dari jumlah isolat Salmonella yang
didapatkan. Dari Salmonella grup D yang
menduduki urutan kedua, ser. Enteritidis
ditemukan sebagai serotipe yang paling banyak
yaitu 94,0% dari semua serotipe di grup D atau
2 3 , 1 % d a r i s e l u r u h i s o l a t S a l m o n e l l a.
Dibandingkan dengan yang lain-lain, serogrup
C, baik grup C 1 maupun grup C 2, paling sedikit
jumlahnya dan ser. Hadar adalah yang paling
banyak diisolasi, yaitu 8,9% dari isolat
Salmonella atau 50% dari semua serotipe di
grup C. Serotipe lain ditemukan dalam jumlah
yang tidak bermakna, seperti misalnya ser.
Derby dari grup B, ser. Panama dan ser.
Yamaica dari grup D, masing-masing hanya
satu isolat; sedangkan ser. Virchow dari grup
C 1 , s e r. N e w p o r t d a r i g r u p C 2 d a n s e r.
Lexington dari grup E, masing-masing
sembilan, empat dan tujuh isolat.
Tabel 1. Distribusi serotipe Salmonella dari penderita diare
Serogrup
n
Serotipe
B
41
C
26
D
33
E
35
Typhimurium
Derby
Virchow
Hadar
Newport
Enteritidis
Panama
Yamaica
Weltevreden
Lexington
10
Jumlah
40
1
10
13
3
31
1
1
28
7
(%)
97,6
2,4
34,6
50
15,4
94
3
3
80
20
Universa Medicina
Vol.25 No.1
Tabel 2. Hasil uji kepekaan dari serotipe Salmonella terhadap 8 jenis antibiotika
Keterangan : AM =Ampisilin; SXT = Trimetoprim - Sulfametoksazol; K = Kloramfenicol; TE =Tetrasiklin ; NA = Asam
nalidiksat; NOR = Norfloksasin; CIP = Siprofloksasin; CRO = Seftriakson
Hampir semua penderita (>95%) dengan
infeksi Salmonella nontifoid menunjukkan
diare air. Tinja dengan darah atau lendir tidak
ditemukan pada penderita-penderita di dalam
penelitian ini. Nausea hanya ditemukan pada
30% dari seluruh penderita salmonellosis dan
sebagian besar (70%) adalah pada penderita
yang positif dengan Salmonella grup D serotipe
Enteritidis. Sebagian besar dari penderita (5077%) melaporkan keluhan nyeri perut dan
demam (≥38 0 C) dijumpai pada penderitapenderita yang mengalami infeksi dengan
Salmonella grup B (59%) atau grup C 2 (68%).
Uji kepekaan antimikrobial yang meliputi
8 antibiotika menunjukkan jumlah yang kecil
(4%) sampai sedang (39%) dari isolat
Salmonella nontifoid yang resisten terhadap
beberapa antibiotika seperti terhadap ampisilin,
trimetoprim-sulfametoksazol, kloramfenicol,
tetrasiklin, seftriakson, siprofloksasin,
norfloksasin dan asam nalidiksat.(Tabel 2)
Hasil uji kepekaan menunjukkan bahwa
s e j u m l a h k e c i l i s o l a t S a l m o n e l l a s e r.
Typhimurium resisten terhadap norfloksasin
(1%), asam nalidiksat (3%) dan seftriakson
(9%) tetapi semuanya masih sensitif terhadap
siprofloksasin. Meskipun 28% dari Salmonella
ser. Virchow dari grup C 1 telah resisten
terhadap ampisilin dan trimetoprimsulfametoksazol, dan 12% resisten terhadap
tetrasiklin, namun semua isolat tersebut masih
sensitif terhadap asam nalidiksat, norfloksasin,
siprofloksasin, dan seftriakson. Pola kepekaan
yang hampir sama terhadap ampisilin
diperlihatkan oleh Salmonella ser. Hadar dari
grup C 2. Namun terhadap asam nalidiksat 10%
serotipe ini telah resisten. Juga terhadap
kloramfenikol dan tetrasiklin, masing-masing
23% dan 64%, dari serotipe Hadar telah
menunjukkan resistensi. Kecuali Salmonella
ser. Typhimurium, serotipe Salmonella yang
lain masih sensitif terhadap siprofloksasin dan
seftriakson.
DISKUSI
Beberapa studi mengenai penyakit diare
telah pernah dilaporkan dari Jakarta dan
beberapa tempat lain, (13,14) namun laporan
mengenai Salmonella dalam kaitannya dengan
diare di Indonesia sedikit sekali dijumpai. Oleh
karena banyak laboratorium tidak melakukan
biakan bakteriologis, maka status dari
organisme yang berhubungan dengan penyakit
11
Lesmana, Surjawidjaja, Herwana, dkk
diare di Indonesia tetap tidak jelas. Di Amerika
Serikat dilaporkan adanya peningkatan infeksi
Salmonella secara perlahan-lahan namun pasti
dan peningkatan ini lebih besar dari pada
peningkatan jumlah penduduk. (5)
Ta b e l 1 m e m p e r l i h a t k a n b a h w a
Salmonella yang paling banyak dijumpai
sebagai penyebab diare adalah Salmonella grup
B dengan serotipe Typhimurium (97,6%) paling
dominan. Serotipe Typhimurium dilaporkan
merupakan serotipe yang secara konstan
dijumpai sebagai penyebab salmonellosis
nontifoid di Amerika dan di negara-negara maju
lainnya, (4,7) Proporsi relatif yang tinggi dari
s e r o t i p e Ty p h i m u r i u m i n i a g a k n y a
menggambarkan virulensi dari pada kuman ini
sebagai salah satu penyebab penyakit diare,
baik pada anak-anak maupun pada orang
d e w a s a . Di Inggris, ser. Typhimurium
menempati urutan kedua tertinggi sesudah
Salmonella ser. Enteritidis yang termasuk dalam
Salmonella grup D. (7) Kedua serotipe yang
menonjol dominan di banyak negara baik negara
berkembang maupun negara maju, pada studi
ini juga menempati urutan teratas, yaitu ser.
Typhimurium sebagai yang terbesar dan ser.
Enteritidis di urutan kedua.
Hasil isolasi Salmonella nontifoid yang
relatif cukup besar (7,5%) dari penderitapenderita diare merupakan gambaran mengenai
padatnya penduduk di suatu daerah karena
kuman-kuman enterik banyak ditemukan di
tempat-tempat yang banyak orangnya dengan
higiene yang kurang baik. Kepadatan penduduk
memungkinkan penyebaran kuman- kuman
enterik seperti Salmonella dari satu ke orang
lain atau melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi kuman tersebut pada tempattempat penjual makanan di tepi jalan. Sebagai
tambahan, lingkungan yang mengalami polusi
berat sangat memungkinkan untuk memberikan
kondisi yang menguntungkan untuk
pertumbuhan kuman dan mendukung
12
Pola resistensi antibiotika Salmonella
penyebaran fekal-oral dari patogen enterik.
Infeksi campuran yang banyak dijumpai pada
penderita-penderita usia ≥14 tahun
membuktikan bahwa kelompok usia ini lebih
banyak menderita paparan patogen enterik,
sehingga lebih mudah mengalami infeksi bila
dibandingkan dengan anak-anak dan kelompok
yang usianya lebih muda.
Pada tahun 1993, bersamaan dengan studi
yang
mempelajari
prevalensi
dari
enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) pada
anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena
diare di Jakarta, Subekti et al. (13) melaporkan
suatu angka isolasi Salmonella nontifoid
sebesar 19,1%, yang merupakan angka isolasi
yang paling tinggi yang pernah dilaporkan di
Jakarta. Penelitian lain pada penderita diare
rawat-inap di Jakarta tahun 1996-1997,
memberikan derajat isolasi sebesar 8,3% untuk
S a l m o n e l l a n o n t i f o i d (14) s e h i n g g a d a p a t
disimpulkan bahwa selama waktu hampir 10
tahun, angka isolasi Salmonella nontifoid di
Jakarta hampir tidak mengalami perubahan.
Meskipun laporan-laporan tentang diare oleh
Salmonella tidak banyak dan tidak pernah
dilaporkan adanya wabah salmonellosis, infeksi
oleh Salmonella tidak surut atau berkurang.
Dari beberapa hasil studi dilaporkan
bahwa untuk daerah tropis insidens
salmonellosis mencapai puncaknya pada musim
hujan sedangkan untuk daerah dengan empat
musim, insidens tertinggi adalah pada musim
panas dan musim gugur. Keadaan ini bertepatan
dengan terjadinya wabah diare yang terjadi
m e l a l u i m a k a n a n ( f o o d - b o r n e ) . (15) P a d a
penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara
musim dan penderita diare oleh Salmonella,
diare oleh Salmonella nontifoid dapat
ditemukan sepanjang tahun.
Resistensi antimikrobial dari Salmonella
nontifoid merupakan suatu masalah global.
Data surveilans menunjukkan suatu
peningkatan resistensi antimikrobial dari
Universa Medicina
seluruh isolat Salmonella semenjak tahun 1990
sampai dengan akhir abad ini.(7) Namun, derajat
resistensi ini berbeda, tergantung dari serotipe
dan jenis antibiotika. Ada pendapat bahwa
meningkatnya resistensi antibiotika pada
S a l m o n e l la i n i d i s e b a b k a n o l e h k a r e n a
penggunaan obat-obat antibiotika secara luas
tanpa indikasi yang jelas untuk terapi empiris
sindroma demam (15) dan untuk meningkatkan
p r o d u k s i h e w a n t e r n a k d a n u n g g a s . (16)
Frekuensi resistensi yang tinggi dari kumankuman Salmonella nontifoid terhadap
ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin dan
trimetoprim-sulfametoksazol telah dilaporkan
dari banyak negara. (7) Peningkatan resistensi
dari Salmonella nontifoid terhadap
siprofloksasin juga telah dapat diamati di
beberapa negara. (6,8) Data dari penelitian ini
tidak menunjukkan adanya resistensi terhadap
s i p r o f l o k s a s i n m e s k i p u n p a d a s e r.
Typhimurium dijumpai resistensi terhadap
norfloksasin; inipun dalam jumlah yang kecil
yaitu 1% saja.
Dari semua jenis Salmonella nontifoid
yang didapatkan pada penelitian ini, ser.
Typhimurium dan ser. Hadar yang paling
banyak menunjukkan resistensi terhadap obatobat antibiotika. Sedangkan ser. Enteritidis dari
Salmonella grup D yang merupakan serotipe
kedua terbanyak setelah ser. Typhimurium,
masih menunjukkan kepekaan yang cukup
tinggi. Demikian pula dengan isolat Salmonella
nontofoid yang lain, mayoritas isolat masih
peka terhadap golongan quinolon sehingga di
Indonesia antibiotika ini masih merupakan obat
pilihan untuk pengobatan salmonellosis pada
penderita dewasa atau seftriakson pada anakanak.
Dalam kaitan meningkatnya resistensi
antibiotika dari kuman-kuman Salmonella dan
dampaknya terhadap kesehatan masyarakat
maka surveilans yang berkelanjutan terhadap
Salmonella adalah upaya yang penting.
Vol.25 No.1
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa Salmonella spp. merupakan patogen
enterik yang frekuensinya cukup tinggi sebagai
penyebab diare. Salmonella Typhimurium dan
S. Enteritidis merupakan dua serotipe yang
paling banyak diisolasi. Walaupun resistensi
telah banyak terjadi terhadap ampisilin,
tetrasiklin, kloramfenikol dan trimetoprimsulfametoksazol, namun mayoritas isolat
Salmonella masih peka terhadap quinolon dan
seftriakson.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kosek M, Bern C, Guerrant RL. The global burden
of diarrhoeal disease, as estimated from studies
published between 1992-2000. Bull World Health
Organ 2003; 81: 197-204.
Guerrant RL, Kosek M, Moore S, Lorntz B,
Brantley R, Lima AAM. Magnitude and impact
of diarrheal diseases. Arch Med Res 2002; 33: 3515.
Black RE. Diarrheal Diseases. In: Nelson KE,
Williams CM, Graham NMH, editors. Infectious
disease epidemiology. Gaithersburg: Aspen
Publishers Inc; 2001. p. 497-517.
Olsen SJ, Bishop R, Brenner FW, Roels TH, Bean
N, Tauxe RV, et al. The changing epidemiology of
Salmonella: trends in serotypes isolated from
humans in the United States, 1987-1997. J Infect
Dis 2001; 183: 753-61.
Mead PS, Slutsker L, Dietz V, McCaig LF, Bresee
JS, Shapiro C, et al. Food-related illness and death
in the United States. Emerg Infect Dis 1999;5:60725.
Chiu CH, Wu TL, Su LH, Chu C, Chia JH, Kuo
AJ, et al. The emergence in Taiwan of
fluoroquinolone resistance in Salmonella enterica
serotype Choleraesuis. N Engl J Med 2002; 346:
413-9.
Hohmann EL. Nontyphoidal salmonellosis. Clin
Infect Dis 2001; 32: 263-9.
Su L-H, Chiu C-H, Chu C, Ou JT. Antimicrobial
resistance in nontyphoid Salmonella serotype: a
global challange. Clin Infect Dis 2004; 39: 54651.
13
Lesmana, Surjawidjaja, Herwana, dkk
Agtini MD, Soeharno R, Lesmana M, Punjabi
NH, Simanjuntak C, Wangsasaputra F, et al. The
burden of diarrhea, shigellosis, and cholera in
North Jakarta, Indonesia: findings from 24
months surveillance. BMC Infect Dis 2005; 17:
341-50.
10. Bopp CA, Brenner FW, Wells JG, Strockbine NA.
Escherichia, Shigella, and Salmonella. In: Murray
PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken
RH, editors. Manual of Clinical Microbiology. 7th
ed. Washington DC: American Society for
Microbiology; 1999. p. 459-74.
11. National Committee for Clinical Laboratory
Standards. Performance standards for
antimicrobial disk susceptibility tests. 6th ed. M2A6. Villanova (PA): NCCLS; 1997.
12. National Committee for Clinical Laboratory
Standards. Performance standards for
Pola resistensi antibiotika Salmonella
9.
14
13.
14.
15.
16.
antimicrobial susceptibility testing - 10 th
informational supplement. M100-S11. Wayne
(PA): NCCLS; 2001.
Subekti D, Lesmana M, Komalarini S, Tjaniadi P,
Burr D, Pazzaglia G. Enterotoxigenic Escherichia
coli and other causes of infectious pediatric
diarrheas in Jakarta, Indonesia. Southeast Asian J
Trop Med Public Health 1993; 24: 420-4.
Oyofo B.A, Lesmana M, Subekti D, Tjaniadi P,
Larasati W, Putri M, et al. Surveillance of bacterial
pathogens of diarrhea disease in Indonesia. Diagn
Microbiol Infect Dis 2002; 44: 227-34.
Tauxe RV. Emerging foodborne diseases: an
evolving public health challenge. Emerg Infect Dis
1997; 3: 425-34.
Tollefson L, Altekruse SF, Potter ME. Therapeutic
antibiotics in animal feeds and antibiotic resistance.
Rev Sci Tech 1997; 16: 709-15.
Download