BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanah merupakan bahan alam yang terbentuk akibat adanya gaya-gaya alam yang mempengaruhi bahan alam tersebut (Hakim et all.1987). Tanah bagi kehidupan berbeda-beda fungsinya, dalam dunia teknik sipil berguna sebagai tempat bertumpunya bangunan, dalam bidang lingkungan bisa sebagai penyuplai oksigen dari hutan. Dan dalam bidang pertanian sebagai media tanam bagi tumbuhan. Sebagai media tanam tentunya tanah harus menyediakan apa-apa yang dibutuhkan tumbuhan untuk bisa tumbuh. Tidak semua tanah bisa menyediakan apa yang diperlukan tanaman untuk tumbuh. Oleh karena itu tiap tanah berbeda kesuburan tanahnya. Dan tiap tanaman berbeda juga jenis tanah tempat tanaman tersebut dapat tumbuh. Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah dalam mendukung tnaman untuk tumbuh di tanah tersebut dengan adanya unsur hara yang seimbang. Artinya subur atau tidak subur tanah tersebut ditandai dengan kemampuan tanah untuk menyupali unsur hara yang tersedia dan seimbang untuk tanaman yang tumbuh di atasnya. Pengapuran adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dengan menambahkan kapur kedalam tanah. Tujuan utama dari pengapuran ini ialah untuk meningkatkan pH dari pH masam menjadi pH netral. Pada pH tanah yang masam, banyak unsur hara (misalnya: N, P, K, Ca, Mg) yang tidak tersedia bagi tanaman karena pada pH rendah unsur tersebut rusak. Hanya unsur Fe dan Al (unsur mikro) yang tersedia pada tanah masam. Maka diharapkan, dengan pengapuran akan meningkatkan pH menjadi netral, dimana pada pH netral banyak unsur hara yang dapat tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno,2007) Itu adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk mengobati tanah masam agar tanah tersebut bisa dikatakan subur dan bisa meneiakan unsur hara bagi tanaman. Karena bagi 1 tanaman tanah adalah sebagai mediah tumbuh. Dan tugas dari media tanam untuk menyediakan unsur hara untuk tanaman tersebut. Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan substrat bagi mikrobia tanah. Bahan organik tanah merupakan bahan penting untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik untuk menjaga produktivitas tanah mineral masam di daerah tropis perlu dilakukan (Sanches, 1992). Dan begitu juga bahan organic dapat memperbaiki kesuburan tanah baik dalam segi fisik, kimia, dan biologi tanh itu sendiri. Dengan pemberian bahan organic juga melepaskan fiksasi P oleh Al sehingga P dalam tanah lebih banyak tersedia lagi dan bisa diserapoleh tanaman. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui perkembangan tanaman jagung pada berbagai perlakuan yang di berikan, serta mengetahui kandungan N dan P pada tanaman jagung tersebut. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan lahan potensial apabila iklimnya mendukung. Tanah Ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 (Munir, 1996). Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman (Hakim,dkk, 1986). Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsure hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam sangat menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. (Hardjowigeno,1993). 3 Senyawa-senyawa Al monomerik dan Al –hidroksi merupakan sumber utama kemasaman dapat tukar dan kemasaman tertitrasi pada Ultisol. Sumber-sumber lain adalah kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan organik dan hidrogen dapat tukar (Lopulisa,2004). Sifat-sifat penting pada tanah Ultisol berkaitan dengan jumlah fosfor dan mineralmineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumya terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walupun tidak terdapat beberapa pengecualian. Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi. Translokasi/pengangkutan liat yang ekstensif berlangsung meninggalkan residu yang cukup untuk membentuk horizon-horison permukaan bertekstur kasar atau sedang (Lopulisa, 2004). Selain bahan organic melalui proses dekomposisi dapat menyediakan nutrisi tanaman. Dekomposisi bahan organic oleh berbagai mikroorganisme tanah berlangsung lamban akan tetapi terus berlangsung secara beransur-ansur, keadaan demikian menyebabkan terbebasnya fosfor dan elemen-elemen lainnya yang esensial bagi pertumbuhan tanaman (Munir, 1996). Cara konvensional dengan system tebang bebas dan bakar ternyata menyebabkan pH tanah basa-basa dapat tukar dan fosfor tersedia dalam tanah akan meningkat pada awalnya, tetapi setelah 1,5 tahun kemudian akan mengalami penurunan, sehingga ditanami dua atau tida tahun produktivitasnya akan menurun secara tajam (Soepardi, 1979). Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut melalui proses Luxiviasi dan Podsolisasi. Ditandai oleh kejenuhan basa rendah (kurang dari 35% pada kedalaman 1,8 m), Kapasitas Tukat Kation kurang dari 24 me per 100 gram liat, bahan organic rendah sampai sedang, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) (Munir, 1996). Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat, daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa-basa rendah. Selain itu Ultisol juga mempunyai kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, Kapasitas Tukar Kation rendah (kurang dari 24 me per 100 gram tanah), kandungan nitrogen rendah, kandungan fosfat dan kalium tanah rendah serta sangat peka terhadap erosi(Soepraptoharjo, 1979). 4 Pengaruh pemupukan lebih lanjut pada tanah Podsolik merah kuning untuk menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsure hara makro, karena telah diketahui bahwa Ultisol miskin akan basa-basa (yang ditandai dengan kejenuhan basa kurang dari 35%) dan KTK rendah (kurang dari 24 me per 100 gram liat) (Munir, 1996). KTK dan jumlah kemasaman terukur pada Ultisol sanagt tergantung pada pH larutan yang digunakan dalam penetapan, misalnya nilai terbesar dari KTK dan kemasaman umumnya diperoleh bila penetapan dilakukan pH 8,2 sedang pada pH 7,0 dan terendah bila ditetapkan pada pH tanah. Sumber utama KTK bergantung pH dan kemasaman mencakup hidrolisis senyawa-senyawa Al hidroksi antar lapisan (Soepardi, 1979). 2.2 Pengaruh Pengapuran Terhadap Kesuburan Tanah Pengapuran adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dengan menambahkan kapur kedalam tanah. Tujuan utama dari pengapuran ini ialah untuk meningkatkan pH dari pH masam menjadi pH netral. Pada pH tanah yang masam, banyak unsur hara (misalnya: N, P, K, Ca, Mg) yang tidak tersedia bagi tanaman karena pada pH rendah unsur tersebut rusak. Hanya unsur Fe dan Al (unsur mikro) yang tersedia pada tanah masam. Maka diharapkan, dengan pengapuran akan meningkatkan pH menjadi netral, dimana pada pH netral banyak unsur hara yang dapat tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno,2007). Efek pengapuran dalam pengelolaan tanah dapat dikatagorikan ke dalam tiga hal, yaitu : efek fisik, efek kimia, dan efek biologis. Pertama, pengaruh pengapuran terhadap fisik tanah. Dalam tanah yang bertekstur liat sampai liat berat ada kecenderungan penggabungan butir-butir halus semakin rapat (massif) dan kompak. Keadaan semacam ini menghambat gerakan air dan udara, karena itu sangat diperlukan pembutiran (granulasi) dan pembentukan struktur tanah yang mempunyai porositas tinggi. Struktur remah dibentuk antar butir tanah dengan meningkatkan efek biotik karena meningkatnya aktivitas biologi tanah. Hal ini akan meningkatkan dekomposisi bahan organik tanah dan sintesis humus. Pengapuran akan menstimulasi aktivitas mikroorganisme dan meningkat-kan dekomposisi bahan organik tanah yang sangat penting dalam pembentukan struktur remah (Kuswandi,2005) 5 Kedua, pengapuran pada tanah masam akan mengubah reaksi tanah dan mempunyai efek kimia yang sangat luas, yaitu:1.) Konsentrasi ion H+ menurun,2. )Konsentrasi ion OHmeningkat,3.) Kelarutan besi, aluminium dan mangan menurun,4.) Ketersediaan fosfat dan molibdat akan meningkat,5.) Kalsium dan magnesium dapat ditukar akan meningkat,6.) Persentase kejenuhan basa akan emningkat,7.) Ketersediaan kalium dapat meningkat atau menurun tergantung ion Ca dan Mg dalam larutan tanah (Kuswandi,2005) Ketiga, kapur menstimulasi aktivitas mikroorganisme tanah heterotrofik, sehingga mempunyai efek biologis yang besar bagi proses biokimia tanah. Proses dekomposisi dan penyediaan unsur nitrogen meningkat. Stimulasi enzimatis meningkatkan pembentukan humus yang berperan penting dalam meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Bakteri simbiotik akan meningkat aktivitasnya berkenaan dengan adanya kenaikan pH dan pelepasan nitrogen ke dalam tanah dari dekomposisi bahan organic (Kuswandi, 2005). Menurut Kuswandi, 2005 Ada berbagai jenis kapur yang dapat digunakan untuk pengapuran lahan pertanian. Jenis kapur tersebut antara lain: 1. Kapur giling = kapur Super, kalsit kelas 1 (CaCO3) Kapur giling menduduki kelas utama dalam pengapuran lahan pertanian. Bahan aslinya terutama mengandung CaCO3 atau MgCO3 yang dapat mengubah keasaman tanah. 2. Kapur tohor = kapur hidup, kalsit kelas 2 (Quicklime) Kapur giling atau bahan lain yang kaya CaCO3 dipanasi dengan suhu tinggi, terbentuk CO2 dan kapur hidup. Kapur hidup ini terutama terdiri dari CaO jika yang digunakan bahan berkadar Ca tinggi. Kadang-kadang kapur hidup juga masih mengandung MgO bentuk kapur ini biasanya tepung halus, tapi dapat juga mengandung beberapa gumpalan empuk (soft lumps). Bila dicampur air, membentuk kapur mati. Bila tersentuh udara, kapur hidup lambat menyerap air dan CO2 untuk membentuk campuran kapur mati dan CaCO3 yang disebut kapur mati udara. 3. Kapur dolomit CaMg(CO3)2 6 Kapur yang mengandung MgCO3 kira-kira sama dengan kandungan CaCO3 disebut dolomit. Tektur dan kekerasan kapur dolomit bervariasi, tetapi setela digiling sempurna dapat bekerja (bereaksi) baik dengan tanah bila tidak terlalu banyak mengandung unsur lain. Dolomit sudah umum diperdagangkan sebagai pupuk, karena kandungan Mg disamping Ca. Fungsinya sebagai penambah unsur seperti halnya pada pupuk gypsum. Selayaknya koreksi terhadap keasaman pada tanah kurus dimulai dengan pemberian kalsit, lalu diikuti dengan dolomit untuk menambah daya guna lahan. 4. Kapur mati = slaked lime, Hydrated lime Ca(OH)2 Bahan ini diperoleh dengan menyiramkan air pada kapur mentah (kapur hidup) yang kemudian biasa diperdagangkan sebagai kapur untuk mengapur tembok. Kapur mati lambat mengambil dari CO2 udara. Penyerapan CO2 dan air oleh kapur hidup dan CO2 oleh kapur mati tidak mengurangi nilai bahan untuk pengapuran, hanya saja untuk mendapatkan berat tertentu CaO diperlukan kapur mati dalam jumlah besar. 5. Kapur liat = Napal, Marl Marl adalah butiran atau butir lepas, seringkali tak murni, CaCO3 yang berasal dari cangkang binatang laut atau terbentuk dari presipitasi CaCO3 dari perairan danau kecil atau kolam. Secara umum marl diartikan sebagai CaCO3 yang lunak dan tidak tahan lapuk dan biasanya tercampur dengan lempung dan kotoran lain. Istilah ini juga dipakai untuk hamper semua bahan yang tinggi kadar kapurnya seperti beberapa tanah liat berkapur. Marl biasanya hamper semuanya CaCO3 murni, tapi kadang-kadang mengandung tanah liat, debu atau bahan organic yang tinggi. Marl sering digali dalam keadaan basah dan sukar dihampar diatas tanah, kecuali sebelumnya dibiarkan kering. Penyebaran marl tidak seluas kapur giling, dan penimbunannya jauh kurang ekstensif tapi terdapat di banyak pantai. 6. Kapur tulis = kapur halus, Talk, Chalk, Ca(HCO3)2 Batuan ini merupakan bahan CaCO3 yang lunak dan baik untuk pengapuran. D Inggris, bahan ini banyak digunakan namun di Indonesia, belum lazim. Kapur tulis harus digiling sebelum digunakan, tapi karena mudah pecah, hanya dibutuhkan sedikit tenaga. 7 7. Kapur bara = slag Hasil samping industry besi ini digunakan sebagai bahan pengapuran di daerah dekat udara panas setempat. Kapur bara ini berbeda dengan kebanyakan jenis kapur lain dalam hal kandungan Cad dan Mg, dan juga mengandung silikat misalnya berbeda pula dengan CO3 atau oksida seperti kapur giling atau kapur tohor. Pemakaiannya sama efektifnya dengan kapur giling yang seukuran. Kapur bara dihasilkan dalam dua bentuk yaitu yang diudara-dinginkan, sehingga harus digiling sebelum dipakai dan berbutir yang hampir semua penghalusan partikel penting disempurnakan pada proses granulasi (pembutiran). Bentuk kedua ini biasanya lebih cepat beraksi dengan tanah. Seperti alnya kapur dolomit, kapur bara mengandung Mg dan menjadikan Mg tersedia bagi tanaman. Kapur bara dasar (basic slag) yang juga hasil samping industry besi dan logam terutama digunakan untuk menambah unsur P pada tanaman, tetapi juga berguna sebagai bahan pengapuran. 2.3 Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk Buatan Terhadap Kesuburan Tanah Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan substrat bagi mikrobia tanah. Bahan organik tanah merupakan bahan penting untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik untuk menjaga produktivitas tanah mineral masam di daerah tropis perlu dilakukan (Sanches, 1992). Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh proses fisika, kimia dan biologi. Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein kasar, selulose, hemiselulose, lignin dan lemak. Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan populasi mikro organisme tanah. Bahan organik secara fisik mendorong granulasi, mengurangi plastisitas dan meningkatkan daya pegang air (Brady, 1990). 8 Pupuk organik yang didalamnya terdapat bahan organik berpengaurh terhadap pasokan unsur hara tanah disamping juga menjaga sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Peranan pupuk organik yang didalamnya terdapat bahan-bahan organik terhadap sifat fisik tanah meliputi struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan menjaga ketahanan tanah terhadap erosi. Pupuk organik dengan bahan organik merupakan salah satu pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah. Komponen asam humat dan asam fulvat sebagai sementasi partikel tanah membentuk logam-humus. Pada tanah pasir pupuk organik mampu berperan sebagai pembentuk struktur tanah dari bentuk tunggal ke gumpal yang bermanfaat untuk mencegah porositas tinggi (Lahaluddin,2007). Pupuk organik juga mempunyai manfaat dalam memberikan media bagi kehidupan mikroorganisme menguntungkan bagi kesuburan tanah dan mengurangi porostias pada tanah pasir dan membantu aerasi pada tanah lempung. Pemakaian pupuk organik sangat disarankan khususnya bahan-bahan organik yang terkandung didalam pupuk Super Natural Nutrition, Sari Alam Nusantara Tanaman dan Pupuk Organik lainnya dari Mitratani. Kandungan bahan organik penting yang terdiri dari unsur N, P dan S yang penting dalam proses mineralisasi serta kandungan asam humat dan fulvat disertai dengan polifenol sangat disarankan untuk dipergunakan bagi peningkatan kualitas tanah dan produktiftas hasil tanaman (Lahalluddin,2007). Bahan organik sangat berpengaruh besar terhadap kesuburan tanah di suatu lahan , kaerna dengan adanya bahan organik maka tanaman yang di tanam akan mendapatkan suplai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut. Berikut ini ada beberapa peranan bahan organik lainnya yang berdasarkan dari aspek fisika, kimia dan biologi tanah : Peranan bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi. Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan 9 terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK) (Hakim,1987). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah (Hakim et all,1987) Evenson (1982) mengatakan bahwa mekanisme peningkatan dari berbagai P tersedia dari masukan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga akan melepaskan P anorganik kedalam tanah. Selain itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikrobia tanah, menurut Palm, Myers dan Nandwan (1997) menyatakan bahwa mikrobia akan menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan senyawa perombak P-organik menjadi P-anorganik. Enzim fosfatase selain dapat menguraikan P dari bahan organik yang ditambahkan, juga dapat menguraikan P dari bahan organik tanah. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah populasi mikroorganisme tersebut, sehingga membantu dalam pengikatan partikel-partikel tanah yang sangat membantu dalam peningkatan kesuburan tanah. Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik, yaitu (1) Pemberiannya dapat terukur dengan tepat, (2) Kebutuhan tanaman akan hara dpat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat, (3) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan (4) Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai kelemahan, yaitu selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro (Lingga,1999) Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman jagung adalah merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Selain itu, nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan zat hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis 10 (Lingga dan Marsono, 2000). Kekahatan atau defisiensi nitrogen menyebabkan proses pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan. Selain itu, kekahatan senyawa protein menyebabkan kenaikan nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan selulosa dan lignin. Ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat akan nitrogen tampak kecil, kering, tidak sekulen, dan sudut daun terhadap batang sangat runcing Salah satu bentuk pupuk N yang banyak digunakan adalah urea (CO(NH2)2). Urea dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua zat ini malahirkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46% (Lingga dan Marsono, 2002). Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dan udara. Oleh karena itu urea mudah larut dan mudah diserap oleh tanaman . Urea dapat membuat tanaman hangus, terutama yang memiliki daun yang amat peka. Untuk itu, semprotkan urea dengan bentuk tetesan yang besar. Berdasarkan bentuk fisiknya maka urea dibagi menjadi dua jenis, yaitu urea prill dan urea non prill (Kuswandi.2005). 11 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada setiap hari kamis jam 15.00 WIB yang bertempat di rumah kawat dan di Laboratorium Kimia Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas, Padang. 3.2 Bahan dan Alat Pada praktikum kesuburan tanah dan pemupukan ini dilaksanakan beberapa percobaan dengan beberapa bahan dan alat. Adapun bahan yang digunakan adalah pupuk kandang, kapur, benih jagung, tanah, polybag, H2SO4 96% dan 0,05 N, H202 30%, aquadest, NaOH 40%, H3BO3 dan indikator conway. Alat yang digunakan adalah labu kjedhal, alat destruksi, erlenmeyer, tungku pemanas, alat titrasi, cawan, timbangan analitik,buku tulis dan pena. 3.3 Metode Dalam praktikum kesuburan tanah metode yang digunakan adalah minus one test. 3.4 Prosedur Kerja Cara penanaman jagung: Masukkan tanah yang telah diayak dengan ukuran 2 mm kedalam polybag dengan berat 5 kg masing-masing perlakuan, sebelumnya campur tanah tersebut dengan pupuk kandang dan kapur sesuai perlakuan, setelah itu tanah diinkubasi selama 2 minggu. Kemudian ditanami dengan benih jagung. 12 Analisis N dan P Tanaman: Tanaman dipotong-potong kecil setelah itu dioven dan dibuat seperti bubuk, kemudian ditimbang 0,25 g dan dimasukan kedalam labu kjedhal, ditambahkan H2SO4 96 % sebanyak 25 ml dan didiamkan 30 menit agar mengurangi pembuihan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes H2O2 30 % dalam selang waktu 10 menit hingga larutan jernih, lalu dinginkan kemudian disaring, cukupkan dengan aquadest lalu ukur 50 ml sampai volume tanda garis. Analisis N: Dipipet 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 40 ml aquadest, 20 ml NaOH 40 % dan dihubungkan dengan alat penyuling dengan penampung 15 ml H3BO3, ditambahkan 3 tetes indikator conway. Dititrasi larutan tersebut denagn H2SO4 0,05 N, sehingga berubah warna menjadi hijau ke warna merah. Analisis P : Dipipet 5 ml masukkan kedalam labu ukur 50 ml dan cukupkan dengan aquadest sampai tanda garis menjadi larutan encer untuk analisis P, Ca, Mg, dan S. 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1Pengamatan di Lapangan Terlampir 4.1.2 Analisis di Laboratorium Hasil N Tanpa Kapur (Daun) 2,0xAl-dd (Akar) 2,0x Al-dd (Daun) 0,4961 me/mg 0,327 me/mg 0,556 me/mg Kriteria Defesiensi Hasil % P Kriteria 16,65 % atau 0,1665 Optimum 4.2 Pembahasan Dalam praktikum ini kelompok satu mencoba memberi perlakuan kapur terhadap tanah ultisol yang kita ketahui tanah ultisol adalah tanah yang tergolong masam disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan kandungan Al serta H yang tinggi. Oleh karena itu pada praktikum ini di cobakan perlakuan kapur pada tanah ultisol, perlakuan yang diberikan adalah Tanpa kapur, 0,5xAl-dd, 1,0xAl-dd, 1,5xAl-dd, 2,0xAl-dd. Pengapuran adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dengan menambahkan kapur kedalam tanah. Tujuan utama dari pengapuran ini ialah untuk meningkatkan pH dari pH masam menjadi pH netral. Pada pH tanah yang masam, banyak unsur hara (misalnya: N, P, K, Ca, Mg) yang tidak tersedia bagi tanaman karena pada pH rendah unsur tersebut rusak. Hanya unsur Fe dan Al (unsur mikro) yang tersedia pada tanah masam. Maka diharapkan, dengan pengapuran akan meningkatkan pH menjadi netral, dimana pada pH netral banyak unsur hara yang dapat tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno,2007). 14 Sehingga jika kita lihat pada pengamatan lapangan dalam teori dengan pemberian kapur yang sesuai akan meningkatkan produksi tanam dan morfologi tanaman itu sendiri. Karena dengan pengapuran, kapur tersebut akan peah menjadi Cad an CaCo3 yang nantinya Ca bisa jadi unsur hara tanaman dan CaCo3 yang nantinya akan bereaksi dengan air dan hasil rekasi akan mengikat Al dan mengahsilkan OH sehingga pH tanah akan naik. Di sisi lain unsur P yang terfisksasi oleh Al akan lepas dan tersedia bagi tanaman. Namun jika kita lihat dari pengamatan jumlah daun, tinggi batang dan lebar daun, dapat diketahui bahwa dari tiga kali pengamatan dilapangan perlakuan 0,5xAl-dd lebih memberi efek yang optimal terhadap pertumbuhan tanaman jagung yang diberi perlakuan itu sendiri. Hal ini bisa di amati bahwa jika kurang pengapuran maka kapur akan sedikit berpengaruh terhadap tanah karena tidak mengikat semua Al dalam tanah, namun jika kapur yang diberikan >0,5xAl-dd maka kapur tersebu kemungkinan akan lebih banyak mengendap dari pada bereaksi dengan Al yang lebih sedikit dibandingkan pemberian kapur. Adanya perbedaan yang sangat jauh dari perlakuan yang diberikan, bisa juga dikarenakan praktikan salah memilih sampel dan menyusun perlakuan sesuai dengan perlakuan yang diberikan, hal ini dikarenakan praktikan tidak memberi label yang jelas pada perlakua dan ulangan yang diberikan pada tanaman jagung. Kesalahan yang kedua dikarenakan praktikan tidak memberikan pupuk control yangseharusnya diberikan untuk mendukung tanaman jagung dan menyplai atau menyumbang unsur hara dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman jagung. Di lapangan beberapa dari sampel ada yang mati, hal ini bisa saja dikarenakan karena tidak ada unsur hara yang di suplai untuk tanah dan di hisap tanaman sehingga tanaman mati dan kemungkinan bibit tanaman jagung juga terkontaminasi oleh penyakit yang ada pada tanaman sebelahnya yaitu tanamanjagung. Dan setelah dilakukan analisis di laboratorium maka di dapat hasil N yang terkandung pada tanaman tergolong pada kriteria DEFISIENSI. Artinya kandungan N dalam jairngan tumbuhan kehilangan N sehingga ini bisa jadi dalah satu penyebab tanaman jagung tersebut mati. Defisiensi yang terjadi bisa saja disebabkan karena kurangnya unsur hara yang dapat di ambil oleh tanaman, karena pengapuran yang diberkan hanya akan menaikkan pH tanah dan mengikat Al yang beracun dalam tanah sehingga P yan terfiksasi oleh AL akan 15 lepas, Sedangkan unsur lain selain P tentunya kurang tersedia dalam tanah ultisol yang samasama kita ketahui adalah tanah yang sangat miskin hara, Kekurangan N dalam tanaman juga akan berakibat langsung terhadap tanaman. Karena unsur N yang kita ketahui Membantu pertumbuhan daun dan fotosintesis. Sehingga dengan defiseiensi N tentunya fotosintesis tidak akan berjalan lancer sehingga energy dan cadangan makanan tanaman akan berkurang hal ini yang menyebabkan tanaman layu ahakan mati karena tidak adanya fotosintesis. Sedangkan unsur P yang ada dalam jaringan tumbuhan tergolong OPTIMUM. Hal ini bisa saja karena P yang terfiksasi oleh Al akan lepas dan bisa tersedia bagi tanaman dan di ambil oleh tanaman. Menurut Kuswandi 2005 bahwa pengapuran pada tanah masam akan mengubah reaksi tanah dan mempunyai efek kimia yang sangat luas, yaitu:1.) Konsentrasi ion H+ menurun,2. )Konsentrasi ion OH- meningkat,3.) Kelarutan besi, aluminium dan mangan menurun,4.) Ketersediaan fosfat dan molibdat akan meningkat,5.) Kalsium dan magnesium dapat ditukar akan meningkat,6.) Persentase kejenuhan basa akan emningkat,7.) Ketersediaan kalium dapat meningkat atau menurun tergantung ion Ca dan Mg dalam larutan tanah. Namun tanaman jagung sebelum diberikan perlakuan kapur di pupuk terlebih dahulu maka akan memberikan hasil N dan P yang akan lebih tinggi dari hasil yang didapat dalm praktikum ini. Evenson (1982) mengatakan bahwa mekanisme peningkatan dari berbagai P tersedia dari masukan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga akan melepaskan P anorganik kedalam tanah. Selain itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikrobia tanah, menurut Palm, Myers dan Nandwan (1997) menyatakan bahwa mikrobia akan menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan senyawa perombak P-organik menjadi P-anorganik. Enzim fosfatase selain dapat menguraikan P dari bahan organik yang ditambahkan, juga dapat menguraikan P dari bahan organik tanah. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah populasi mikroorganisme tersebut, sehingga membantu dalam pengikatan partikel-partikel tanah yang sangat membantu dalam peningkatan kesuburan tanah. 16 17 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman yang di tanam dengan keadaan yang seimbang. Kesuburan tanah dapat diringkatkan dengan pemberian bahan organic dan pengapuran dengan kadar yang sesuai. Dalam pengamatan di lapangan dapat disimpulkan pemberian perlakuan 0,5xAl-dd akan memberikan dampak yang lebih optimum dibandingkan perlakuan lainnya. Namun tidak terttutup kemingkinan adanya kesalahan dalam pemberian label perlakuan tersebut. Dari analisis di Laboratorium dapat diketahui hasil N tergolong kriteria DEFESIENSI dan sedangkan P tergolong OPTIMUM dalam jarinagn tumbuhan. 5.2 Saran Supaya apa yang sudah di praktikumkan tidak mudah dilupakan oleh praktikan yang akan berguna bagi praktikan untuk kedepannya baik dalam penelitian ataupun dalam dunia pekerjaan. 18 DAFTAR PUSTAKA Hakim, N., Y. Nyakpa, dan . Lubis. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Komprat, E. J. 1970. Exchange Able Alumunium as Creation for Liming Leached Mineral Soils. Soilsci, soc. Amer Proc. Kuswandi. 2005. Pengapuran Tanah Pertanian: Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius Lahuddin, 2007.Aspek Unsur Mikro dalam Kesuburan Tanah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara. Medan. Lingga, P., 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta. Penebar Swadaya. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 19