perbaikan pengelolaan sumber daya alam

advertisement
BAB 31
PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
A. KONDISI UMUM
Pembangunan yang seimbang dan terpadu antara aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan hidup adalah prinsip pembangunan yang senantiasa menjadi dasar
pertimbangan utama bagi seluruh sektor dan daerah guna menjamin keberlanjutan
proses pembangunan itu sendiri. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004–2009, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup diarahkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya alam
agar sumber daya alam mampu memberikan manfaat ekonomi, termasuk jasa
lingkungannya, dalam jangka panjang dengan tetap menjamin kelestariannya. Dengan
demikian, sumber daya alam diharapkan dapat tetap mendukung perekonomian nasional
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan
fungsi lingkungan hidupnya, agar tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Dalam kaitan ini, pembangunan berkelanjutan terus diupayakan menjadi arus utama dari
pembangunan nasional di semua bidang dan daerah.
Pembangunan kehutanan selama lebih dari tiga puluh tahun telah difungsikan
sebagai penunjang pembangunan ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan kayu
secara berlebih, sementara masalah sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan hutan
kurang mendapat perhatian yang memadai. Akibat dari itu, hutan Indonesia telah
terdegradasi dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Walaupun pada tataran
pemikiran telah disadari akan peran hutan sebagai fungsi penunjang ekosistem
kehidupan yang lebih luas dan upaya untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang
berkelanjutan (sustainable forest management) telah seringkali dibahas, namun dalam
praktek sehari-hari di lapangan degradasi hutan masih terus berlanjut. Dampak-dampak
negatif dari degradasi hutan juga semakin sering terjadi dengan korban jiwa dan materi
yang semakin besar. Dalam jangka pendek hal ini diperkirakan masih sulit untuk diatasi
karena upaya perbaikan yang dilakukan akan berkejaran dengan degradasi yang terjadi.
Oleh karena itu yang harus dilakukan adalah peningkatan perbaikan pengelolaan hutan
secara terus menerus, baik perbaikan dari segi kualitas pengelolaan maupun skala aksi
di lapangan. Disamping itu juga diperlukan suatu gerakan nasional yang konsisten dan
terus menerus yang melibatkan semua pihak, antara lain dengan meningkatkan peran
kelembagaan pengelola kehutanan yang harus semakin handal.
Berdasarkan kondisi umum tersebut diatas, perbaikan pengelolaan sumberdaya
hutan dilakukan melalui penguatan kelembagaan pengelola hutan dengan membentuk
unit-unit pengelola lapangan berupa kesatuan pengelola hutan (KPH) yang mencakup
seluruh jenis hutan yaitu hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2005 telah dilakukan beberapa kegiatan sebagai
berikut. Dalam rangka pelaksanaan Program Pemantapan Pemanfaatan Potensi
Sumberdaya Hutan telah dilakukan penetapan kawasan hutan sebanyak 35 unit dengan
luas sekitar 110 ribu ha, penunjukan kawasan hutan dan perairan untuk 3 provinsi,
pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat, penyelesaian
restrukturisasi terhadap 17 HTI dan HPH/IUPHHK pada 73 perusahaan, serta
pengembangan produk kayu bernilai tinggi. Dalam pelaksanaan program perlindungan
dan konservasi sumberdaya alam telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan meliputi
penetapan 5 Taman Nasional baru, pengembangan pusat-pusat penyelamatan satwa,
pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian sumberdaya alam, implementasi
kolaborasi pengelolaan taman nasional untuk lebih dari 9 taman nasional, sosialisasi
sistem peringkat bahaya kebakaran, dan pembentukan brigade pengendalian kebakaran
hutan di 15 provinsi. Selanjutnya, dalam implementasi Program Rehabilitasi dan
Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam telah dilakukan pelaksanaan kajian awal untuk
rencana induk pelaksanaan rehabilitasi ekosistem mangrove di Propinsi NAD,
pelaksanaan rehabilitasi hutan lindung seluas 89 ribu ha, pelaksanaan gerakan
rehabilitasi hutan dan lahan yang masih berjalan sampai tahun 2007, serta penelitian
teknik rehabilitasi lahan kritis bekas tambang, teknik dan kelembagaan rehabilitasi
lahan gambut, dan teknik rehabilitasi lahan terdegradasi. Beberapa kegiatan yang
dilaksanakan dalam pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup adalah: pengembangan sistem pengawasan
dan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat, bimbingan teknis
perencanaan pengembangan social forestry di 15 provinsi dan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan social forestry di 20 provinsi, serta pembangunan fasilitas pelatihan
pemadaman kebakaran hutan untuk petugas dari 4 Taman Nasional. Sedangkan kegiatan
yang telah dihasilkan dari pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas dan Akses
Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup adalah: pembentukan forum DAS
dan forum komunikasi kelompok kerja DAS di 9 DAS.
Di samping itu, sektor kelautan yang merupakan salah satu sektor pembangunan
berbasis pada sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan, diharapkan dapat menjadi
andalan dalam pendukung pembangunan perekonomian nasional dan daerah serta
kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam pembangunan kelautan, telah dihasilkan
pencapaian-pencapaian yang meliputi: (1) penanganan pencurian ikan (illegal fishing);
(2) pembangunan/ pemberdayaan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau terluar/terdepan;
(3) pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu; dan (4) konservasi dan
rehabilitasi sumber daya kelautan.
Banyaknya praktik pelanggaran dan illegal fishing telah mengakibatkan kerugian
negara cukup besar. Untuk meminimalkan kerugian yang terjadi, telah dilakukan upaya
pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan di perairan teritorial
dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) melalui penerapan sistem Monitoring
Controlling and Surveillance (MCS). Sistem ini terdiri atas Vessel Monitoring System
(VMS) untuk memantau kapal perikanan yang beroperasi di perairan Indonesia dan
ZEEI melalui pemasangan transmiter di kapal-kapal perikanan, dan didukung oleh 18
kapal patroli, 50 alat komunikasi, 600 PPNS, dan sistem pengawasan berbasis
masyarakat (SISWASMAS) di setiap wilayah. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun
2005, transmiter yang telah dipasang berjumlah sekitar 1.375 buah, sementara
kelompok masyarakat pengawas yang telah terbentuk sebanyak 579 kelompok, dan
diperkirakan mencapai sebanyak 650 kelompok pada tahun 2006. Selain itu, juga
dilaksanakan operasi terpadu yang terdiri atas unsur-unsur Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP), TNI AL, Polair dan TNI AU, serta kelompok masyarakat pengawas,
II.31 - 2
di samping gelar operasi mandiri yang dilakukan oleh DKP. Perbaikan sistem perijinan
usaha penangkapan dan penyiapan pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan juga
telah dilaksanakan untuk mendukung penanggulangan illegal fishing.
Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan sumber daya kelautan telah
dilaksanakan penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, rencana
zonasi wilayah pesisir dan pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang dilakukan
di 15 propinsi dan mencakup 42 kabupaten/kota. Di samping itu, pada tahun 2005 juga
mulai dilakukan perumusan dan penyusunan kebijakan kelautan nasional (ocean policy).
Dalam rangka pendayagunaan potensi sumber daya kelautan non-konvensional, telah
dilakukan pengelolaan benda muatan kapal tenggelam (BMKT) yang tersebar
sedikitnya di 463 titik. Pengangkatan BMKT telah dilakukan di Pantai Utara Cirebon
dengan nilai taksir sebesar Rp 225 miliar. Di bidang penataan ruang laut yang
merupakan basis pengembangan wilayah pesisir, telah dilakukan penyusunan tata ruang
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil pada skala regional, provinsi, kabupaten/kota dan
kawasan, serta penyusunan rencana detail lokasi kawasan unggulan. Dalam kaitan itu,
telah dilakukan pula pengelolaan ruang laut kawasan Teluk Tomini, Selat Karimata,
Teluk Cenderawasih dan Teluk Balikpapan.
Pembangunan pulau-pulau kecil telah menjadi perhatian khusus untuk ditangani
dalam beberapa tahun ini, mengingat kondisinya yang tertinggal dan sebagian dari
pulau-pulau tersebut sebagai titik pangkal perbatasan Indonesia dengan negara-negara
tetangga. Dalam pengembangan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil di Indonesia, sejak
tahun 2002 telah dibentuk Kelompok Kerja Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil sebagai wadah koordinasi lintas sektor dan daerah. Pada tahun 2005,
pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah telah melakukan kegiatan
toponimi (penamaan pulau) di 8 propinsi, yaitu: Bangka Belitung, Riau, Maluku Utara,
NTB, NTT, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Selain itu,
dilakukan pengembangan pariwisata bahari di kawasan pulau-pulau kecil di 6 lokasi.
Selanjutnya, guna mempercepat pembangunan pulau-pulau kecil terluar di 13
kabupaten, pemerintah telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana energi tenaga
surya dan alat komunikasi. Khusus untuk penanganan pulau-pulau terdepan/terluar yang
berjumlah 92 pulau, telah dikeluarkan Peraturan Presiden No. 78/2005 tentang
Pengelolaan Pulau-pulau Terluar. Diharapkan dengan keluarnya Perpres tersebut akan
dapat mempercepat penanganan dan pengembangan pulau-pulau terluar yang ada baik
dari segi hankam maupun kesejahteraan.
Saat ini, kondisi ekosistem pesisir di sebagian wilayah telah mengalami kerusakan
dan pencemaran yang tinggi, yang digambarkan dengan kerusakan rata-rata terumbu
karang sebesar 40 persen, penurunan luasan mangrove, dan pencemaran yang tinggi di
beberapa wilayah pesisir/laut. Sebagai salah satu upaya pengurangan perusakan,
dilakukan program perlindungan dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan perikanan
dengan cara melakukan rehabilitasi terumbu karang di 7 (tujuh) propinsi, penanaman
mangrove, dan pengelolaan konservasi kawasan dan konservasi jenis. Dari tahun 2002
sampai dengan tahun 2005, luasan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) yang telah
ditetapkan melalui SK Bupati dan calon KKLD adalah sekitar dua juta hektar dan
diperkirakan akan bertambah sebesar 700 ribu hektar pada tahun 2006. Selain itu,
persiapan juga dilakukan dalam rangka pengusulan marine world haritage site, yaitu
II.31 - 3
Taman Nasional Bunaken, Takabonarate, Kepulauan Banda, Raja Ampat, Kepulauan
Derawan, dan Wakatobi. Pada tahun 2005 dan 2006 telah dilaksanakan kegiatan
kerjasama regional dengan Malaysia dan Filipina dalam pengelolaan kawasan
konservasi laut Sulu Sulawesi (Sulu Sulawesi Marine Eco-Region), dan telah
menghasilkan rencana aksi konservasi di tingkat nasional dan regional. Untuk
kerjasama pengelolaan laut antar daerah antara lain telah dilaksanakan di Selat Karimata
dan Teluk Tomini. Sebagai upaya mitigasi bencana lingkungan laut, telah disusun
pedoman strategi nasional mitigasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Bidang energi dan sumber daya mineral juga memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Hal ini terbukti dengan besarnya peranan sektor energi dan
sumber daya mineral sebagai penyedia sumber energi, sumber devisa, penerimaan
negara, sumber bahan baku industri, wahana alih teknologi, pendukung pengembangan
wilayah, menciptakan lapangan pekerjaan dan pendorong pertumbuhan sektor lain.
Komiditi yang dihasilkan dari sektor ini masih memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional, menyumbang hampir mencapai 30% dari total pendapatan
negara. Perbaikan iklim investasi mutlak diperlukan guna terus mendukung fungsi
sektor energi dan sumber daya mineral sebagai tulang punggung penggerak roda
ekonomi nasional dalam tahun-tahun mendatang.
Dalam tahun-tahun mendatang, sektor industri akan terus menjadi konsumen energi
final yang paling besar. Berbeda dengan sektor transportasi yang hanya mengkonsumsi
BBM, sektor industri mengkonsumsi berbagai jenis energi final, seperti BBM (35-40%),
gas bumi (30-35%), batu bara (15-18%), LPG (0-1%), dan listrik (10-12%). Dengan
meningkatnya harga BBM akhir-akhir – berkurangnya subsidi BBM – ada potensi
untuk menggeser kedudukan BBM di sektor industri oleh berbagai jenis energi final
lainnya. Gas bumi, batu bara, dan liquid petroleum gas (LPG) menjadi lebih kompetitif
untuk digunakan sebagai energi input di sektor industri. Belum lagi energi final lainnya
yang bersumber dari nabati (biofuel) atapun hayati (biomass), yang jika dikelola dengan
baik akan merupakan sumber energi alternatif (yang juga kompetitif).
Endapan-endapan mineral logam seperti tembaga, emas, nikel, dan timah terletak
pada busur-busur magmatik membentuk proses mineralisasi. Busur magmatik aktif
yang terdapat di kawasan Indonesia ini selain membawa mineral-mineral berharga juga
menghasilkan suatu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan yaitu panas bumi.
Cadangan panas bumi yang dimiliki cukup besar untuk menunda posisi Indonesia
sebagai net oil importer dan mendukung diversikan energi primer bila dapat
dioptimumkan pemanfaatannya. Beberapa komoditi mineral logam yang memiliki nilai
ekonomi tinggi diantaranya emas, tembaga, timah, dan nikel, juga komoditi mineral non
logam atau mineral industri sangat beragam yang sangat beragam jumlahnya saat ini
untuk pengembangan yang intensif.
Indonesia juga berpotensi besar terkena bencana geologi. Mitigasi bencana geologi
sangat penting dilakukan dalam melindungi seluruh rakyat baik materi maupun jiwanya.
Pemanfaatan teknologi geologi memegang peranan penting dalam pemanfaatan lahan
untuk kawasan pertambangan, kawasan industri, hutan lindung serta untuk
parawisatanya, sehingga tumpang tindih lahan tidak terjadi. Penyebaran informasi
geologi dan sumber daya mineral yang lengkap akan sangat membantu. Kedepan,
II.31 - 4
informasi geologi dan sumber daya mineral harus dengan mudak didapat baik berkaitan
dengan dunia usaha maupun bencana. Kondisi geologi dan potensi mineral Indonesia
sangat menarik namun banyaknya wilayah yang belum dijangkau oleh kegiatan
eksplorasi secara intensif.
Selama tahun 2005 keadaan lingkungan hidup banyak mengalami tekanan di
hampir seluruh wilayah tanah air yang didominasi oleh kejadian bencana alam dan
lingkungan, serta beragam masalah lingkungan hidup. Bencana alam dan lingkungan
yang terjadi diantaranya adalah banjir dan tanah longsor di berbagai daerah, dengan
kecenderungan yang semakin meningkat. Bencana banjir dan longsor telah
menimbulkan kerusakan lingkungan seperti rusaknya kawasan budidaya (persawahan,
perkebunan, peternakan, dan pertambangan) sarana prasarana, harta dan jiwa manusia.
Penyebab banjir dan tanah longsor adalah kombinasi antara besaran curah hujan,
struktur geologi, jenis tanah dan daya dukung dan atau kawasan lindung yang dialih
fungsikan. Beragam faktor penyebab banjir (dan juga tanah longsor) untuk setiap lokasi
namun terdapat faktor yang sama yaitu kombinasi antara curah hujan, daya dukung
lingkungan, dialih fungsikannya kawasan lindung khususnya hutan lindung dan
masyarakat yang terkena musibah tinggal di kawasan lindung.
Disamping itu, Kejadian Luar Biasa (KLB) berbagai penyakit menular muncul
secara bergantian, tidak saja flu burung (Avian Influenza) yang telah mewabah dan
menjadi sorotan secara internasional, akan tetapi penyakit-penyakit lain yang sampai
sekarang masih menjadi masalah perlu menjadi perhatian pula. Demam berdarah selalu
muncul setiap tahun di berbagai daerah, polio, busung lapar, tuberkulosisi (TBC),
muntaber dan malaria masih mewabah di beberapa provinsi. Upaya penanganan secara
kuratif (pengobatan) memang perlu dilakukan akan tetapi penanganan secara promotif
dan pencegahan masih kurang mendapat perhatian. Keadaan di atas tidak lepas
kaitannya dengan degradasi kualitas fungsi lingkungan diikuti dengan gaya hidup tidak
sehat serta kemiskinan yang masih cukup tinggi.
Dilain pihak, pembangunan bidang lingkungan hidup, telah mencatat beberapa
capaian dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk itu telah dilakukan
peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pencemar dan perusak
lingkungan, penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan
hidup, peningkatan kesadaran semua lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup dan penyebarluasan informasi dan isu lingkungan hidup yang dilakukan di pusat
dan daerah juga telah meningkatkan kepedulian banyak pihak terhadap kondisi
lingkungan hidup. Disamping itu, telah dilaksanakan Program Bangun Praja, Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PROPER), dan Program Super Kasih, pembinaan tim penilai AMDAL, serta
terbentuknya Environmental Parliament Watch. Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat dunia juga telah melaksanakan kegiatan di bidang perlindungan lapisan
ozon dari kerusakan akibat penggunaan bahan-bahan kimia, sebagai tindak lanjut
ratifikasi Konvensi Wina dan Protokol Montreal di bidang perlindungan lapisan ozon.
Berbagai upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang telah dilakukan masih memerlukan tindak lanjut mengingat masih banyaknya
masalah serta tantangan yang dihadapi dalam tahun 2006.
II.31 - 5
Permasalahan yang diperkirakan masih dihadapi dalam pembangunan kehutanan
pada tahun 2007 adalah: (1) masih lemahnya kapasitas kelembagaan pengelola sumber
daya hutan khususnya di tingkat lapangan sehingga pengelolaan hutan yang
berkelanjutan (sustainable forest management/SFM) masih belum dapat dilaksanakan
dengan baik; (2) belum optimalnya pemanfaatan aneka fungsi hutan karena pengelolaan
hutan masih bertumpu pada hasil hutan kayu; (3) masih belum selesainya restrukturisasi
industri kehutanan sehingga permintaan bahan baku kayu dari industri dalam negeri
jauh melebihi kemampuan penyediaan yang berkelanjutan; (4) masih lemahnya
penegakan hukum terhadap pelanggaran UU dan peraturan yang terkait dengan
kehutanan sehingga kasus-kasus pembalakan liar (illegal logging), tebang berlebih,
perdagangan kayu ilegal (illegal trading), pembakaran hutan, konversi kawasan hutan ,
dll masih sering terjadi; (5) kurangnya pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan hutan, antara lain karena tidak jelasnya pelaksanaan aturan kerjasama
pemerintah dan masyarakat, serta kondisi kemiskinan masyarakat sehingga cenderung
mudah dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan-kegiatan ilegal; (6) kurang efektifnya
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, perlindungan dan konservasi,
penatagunaan kawasan hutan, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan program pembangunan kelautan permasalahan yang masih
akan dihadapi dalam tahun 2007 adalah: (1) masih rendahnya sarana dan prasarana
pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan, serta lemahnya penegakan hukum
dalam penanganan illegal fishing; (2) kurang optimalnya pemanfaatan potensi sumber
daya kelautan dan perikanan di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, termasuk potensi
kelautan non-konvensional; (3) belum berkembangnya pembangunan pulau-pulau kecil
dan pulau-pulau terdepan/terluar; (4) belum selesainya penetapan batas laut Indonesia
dengan negara tetangga; (5) rusak dan tercemarnya ekosistem pesisir dan laut; (6) sering
terjadi konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan
karena belum tertatanya ruang laut dan pesisir.
Dalam pelaksanaan pembangunan bidang energi dan sumber daya mineral,
kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dalam kurun waktu 20 tahun
terakhir meningkat, dengan laju pertumbuhan sekitar 5-6% per tahun. Namun, hal ini
tidak diikuti dengan peningkatan produksi minyak bumi. Bahkan, produksi minyak
bumi pada lima tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup berarti. Hal ini
disebabkan oleh karena: a) tidak ditemukannya cadangan baru dengan skala besar untuk
dapat dikembangkan; dan b) sebagian besar dari lapangan minyak yang saat ini sedang
berproduksi merupakan lapangan tua – mengalami penurunan produksi secara alamiah
sebesar kurang lebih 15% per tahun. Investasi (eksplorasi) di bidang minyak dan gas
bumi (Migas) juga tidak berkembang terutama disebabkan oleh terbitnya beberapa
peraturan yang memberatkan investor, seperti pemberlakuan pajak pertambahan nilai
(PPN) dalam tahap eksplorasi, pemberlakuan bea masuk terhadap barang-barang impor
Migas, dan pembatasan kegiatan eksplorasi di kawasan hutan lindung. Pemanfaatan dan
pengembangan gas bumi saat ini belum mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan
dalam negeri dan ekspor. Kelangkaan pasokan gas bumi terjadi dibeberapa daerah
misalnya di Jawa Timur, untuk kepentingan tenaga listrik, dan di Aceh, untuk bahan
baku pabrik pupuk dan petrokimia. Terbatasnya prasarana tranportasi gas bumi
merupakan hambatan yang utama dalam pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam
II.31 - 6
negeri, disamping masih tingginya ongkos produksi gas bumi dibandingkan dengan
tingkat kemampuan konsumen gas dalam negeri, terutama rumah tangga.
Persoalan utama yang dihadapi dalam pengelolaan lingkungan hidup diantaranya
adalah peningkatan pencemaran air, penurunan kualitas udara khususnya di kota-kota
besar, penurunan kondisi hutan, kerusakan DAS akibat penebangan liar dan konversi
lahan, kerusakan habitat ekosistem pesisir dan laut yang semakin parah, praktik
kegiatan pertambangan yang tidak ramah lingkungan dan penambangan tanpa izin,
ancaman terhadap keanekaragaman hayati, pengembangan sistem mitigasi bencana
alam, tingkat pencemaran yang tinggi dan pengelolaan limbah secara terpadu, adaptasi
kebijakan atas perubahan iklim dan pemanasan global, alternatif pendanaan lingkungan,
penerapan pengarusutamaan (mainstreaming) isu lingkungan global ke dalam pola
pembangunan nasional dan daerah, harmonisasi peraturan perundangan lingkungan
hidup, dan kesadaran masyarakat yang rendah dalam pemeliharaan lingkungan.
Berbagai persoalan lingkungan hidup tersebut telah menurunkan kualitas media
lingkungan hutan, tanah, air tanah dan air permukaan, udara dan atmosfir, pantai dan
laut, yang berakibat pada penurunan kualitas lingkungan sebagai penyangga kehidupan.
B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007
Secara umum, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah perbaikan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dengan
mengarusutamakan prinsip-prinsip tata kepemerintahan dalam pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
Sementara itu, secara khusus, sasaran pembangunan dalam bidang kehutanan
adalah:
a. Diterapkannya prinsip pengelolaan hutan lestari dengan membangun Unit
Pengelolaan Hutan disetiap Provinsi.
b. Terselesaikannya penetapan kesatuan pengelolaan hutan di 20 lokasi.
c. Meningkatnya investasi untuk memanfaatkan dan mengolah hasil hutan non-kayu.
d. Terlaksananya penilaian kinerja pada 85 unit Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) pada hutan alam dan hutan tanaman.
e. Terlaksananya pelaksanaan pelelangan 20 unit IUPHHK denga luasan 600 ribu ha.
f. Terlaksananya kegiatan-kegiatan operasi penanggulangan illegal logging dan illegal
trading.
g. Terlaksananya pembangunan hutan rakyat seluas 200 ribu ha, serta hutan
kemasyarakatan dan perhutanan sosial seluas 200 ribu ha.
h. Terlaksananya rehabilitasi hutan dan lahan seluas 900 ribu ha di 282 DAS prioritas.
i. Meningkatnya pengelolaan kawasan konservasi di 10 Taman Nasional.
j. Terlaksananya penataan batas kawasan hutan di 26 provinsi.
Sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan kelautan adalah:
a. Menurunnya tingkat pelanggaran pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan
sebesar 15 persen, serta terbangunnya sistem Monitoring, Controlling, and
Surveillance.
II.31 - 7
b. Terkelolanya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis kemitraan dan
masyarakat.
c. Terwujudnya pengelolaan kawasan perbatasan laut dan pulau terluar/terdepan.
d. Tersusunnya kebijakan kelautan yang terintegrasi (ocean policy) dan peraturan
perundangan bidang kelautan (UU Pengelolaan wilayah Pesisir).
e. Meningkatnya pengelolaan dan luasan kawasan konservasi laut dan terlaksananya
rehabilitasi ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan estuaria.
f. Tersusunnya penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang mendukung
usaha kelautan dan perikanan.
g. Meningkatnya upaya mitigasi bencana lingkungan laut dan kesiapsiagaan
masyarakat.
h. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pelaksanaan riset dan kepakaran SDM riset.
Sedangkan sasaran dalam pembangunan bidang sumber daya energi, mineral dan
pertambangan adalah:
a. Terciptanya iklim investasi yang lebih baik dan berkembangnya kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi migas, panas bumi, dan batubara, pertambangan umum lainnya, baik
mineral logam maupun non-logam.
b. Terjaminnya ketersediaan migas untuk kebutuhan dalam negeri, termasuk
meningkatnya produksi dan cadangan strategis minyak bumi nasional.
c. Meningkatnya pemanfaatan energi primer selain migas, seperti panas bumi, tenaga
air, tenaga surya, dan batubara dalam pola konsumsi energi primer nasional.
d. Tersedianya informasi geologi yang lebih lengkap terutama informasi mengenai
cadangan sumber daya energi dan mineral di daerah-daerah baru dan informasi
mengenai daerah rawan bencana.
Selanjutnya, sasaran yang akan dicapai melalui pembangunan lingkungan hidup
adalah:
a. Menurunnya beban pencemaran lingkungan meliputi air, udara, atmosfer, laut, dan
tanah.
b. Diterapkannya berbagai kebijakan untuk menurunkan laju kerusakan lingkungan
meliputi sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi, atmosfir,
serta ekosistem pesisir dan laut.
c. Diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pengawasan pemanfaatan ruang dan lingkungan.
d. Meningkatnya kepatuhan pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas fungsi
lingkungan.
e. Terwujudnya pengarusutamaan prinsip-prinsip tata kepemerintahan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di pusat dan daerah.
f. Terwujudnya peningkatan kapasitas pengelola lingkungan hidup.
C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007
Untuk mencapai sasaran sebagaimana disebutkan di atas, arah kebijakan
pembangunan diutamakan untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. Secara rinci, arah kebijakan yang
II.31 - 8
ditempuh dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
adalah sebagai berikut.
Pembangunan kehutanan diarahkan untuk:
1. Mengembangkan peraturan-peraturan yang mendukung untuk terciptanya
pengelolaan hutan lestari dan pemanfaatan potensi sumber daya hutan yang efisien.
2. Membentuk wilayah pengelolaan dan perubahan kawasan hutan.
3. Mengembangkan sistem insentif untuk menarik investasi dibidang pengembangan
hutan tanaman, hutan rakyat, pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan.
4. Menginventarisasi potensi dan pengembangan informasi sumberdaya hutan.
5. Mengatur struktur industri kehutanan dalam rangka efisiensi dan peningkatan daya
saing.
6. Melakukan perlindungan dan pengamanan hutan.
7. Mengatur perijinan dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan hutan lestari.
8. Mengembangkan, merencanakan, melaksanakan, serta melakukan pembinaan
rehabilitasi hutan dan lahan
9. Melakukan perlindungan dan konservasi kawasan-kawasan hutan yang masih baik
10. Mengukuhkan dan menataguna kawasan hutan.
Pembangunan kelautan diarahkan untuk :
1. Memperkuat pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya kelautan dan
perikanan upaya penanggulangan illegal fishing dengan penerapan monitoring,
controlling and surveillance secara terkoordinasi yang didukung dengan sarana
kapal pengawas, vessel monitoring system, satelit, radar, sistem pengawasan
berbasis masyarakat dan lain-lain.
2. Penegakan hukum di wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia
(ZEEI), dan perbatasan terhadap pelanggaran dan perusakan.
3. Mengembangkan dan mengelola sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil
secara terpadu, berkelanjutan dan berbasis kemitraan dan masyarakat.
4. Mengembangkan dan mengelola wilayah perbatasan laut dan pulau-pulau
terdepan/terluar.
5. Merumuskan dan menyusun kebijakan kelautan nasional dan peraturan perundangan
pengelolaan wilayah pesisir.
6. Menyusun tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta lahan budidaya
perikanan.
7. Meningkatkan rehabilitasi dan konservasi sumber daya kelautan dan perikanan.
8. Meningkatkan riset dan iptek kelautan dan perikanan.
Pembangunan energi, sumber daya mineral, dan pertambangan diarahkan untuk:
1. Meningkatkan iklim investasi industri hulu migas, panas bumi, tambang batubara,
mineral melalui penyempurnaan kebijakan fiskal, kontrak kerjasama, struktur
industri, dan harga.
2. Menemukan cadangan baru migas, panas bumi, dan batubara melalui peningkatan
kegiatan seismik survei, termasuk pemanfatan geo-science, pemboran
eksplorasi/pengembangan, serta pembangunan sarana dan prasarana pendukung.
3. Mengembangkan sumber-sumber migas di daerah laut dalam dan wilayah timur
Indonesia melalui pemberian perangsang tambahan atau insentif.
II.31 - 9
4. Mengoptimalkan serta meningkatkan produksi kilang migas guna memenuhi
kebutuhan BBM dalam negeri, serta meningkatkan pelayanan dan penyaluran BBM
di dalam negeri.
5. Menyelesaikan konflik lahan peruntukan antara pertambangan dan hutan lindung,
menurunkan jumlah pertambangan mineral dan batubara tanpa izin (PETI), serta
mengoptimalisasi kegiatan pengembangan masyarakat paska tambang.
6. Menyempurnakan sistem data dan informasi geologi guna mendukung pencarian
cadangan, mitigasi bencana, penyelesaian masalah lingkungan, dan perencanaan
pengembangan wilayah.
Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk:
1. Meningkatkan upaya penegakan hukum lingkungan secara konsisten terhadap
pencemar dan perusak lingkungan.
2. Mendayagunakan potensi kerjasama luar negeri bidang lingkungan hidup.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelola lingkungan hidup di pusat maupun
daerah.
4. Meningkatkan riset dan pengkajian kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup
5. Membangun kesadaran masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
6. Mengembangkan peraturan perundang-undangan dalam penataan kelembagaan
lingkungan hidup di daerah.
II.31 - 10
Download