BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan dalam praktik bisnis mengharuskan pengungkapan laporan
keuangan yang benar-benar andal dan dapat dipercaya karena berkaitan dengan
kepentingan para pengguna laporan untuk pengambilan keputusan. Disinilah
peran akuntan sangat penting. Begitu besar tantangan dan tuntutan akuntan
berkaitan dengan profesionalisme yang harus mereka miliki. Ini sangatlah penting
mengingat begitu banyak kasus kejahatan korporat yang melibatkan akuntan yang
tentu saja akan membuat publik ragu dengan kredibilitas yang dimiliki akuntan.
Para kreditur dan masyarakat mulai mempertanyakan independensi akuntan
sebagai penilai kewajaran laporan keuangan. Padahal secara aturan, auditor
memiliki etika profesional yang wajib untuk ditaati untuk memupuk dan
memelihara kepercayaan pihak pengguna laporan keuangan. Etika profesi
haruslah mendapat tempat yang istimewa di kehidupan profesional auditor. Etika
profesional adalah sistem yang tidak bisa ditawar-tawar guna menegakkan
kepercayaan masyarakat yang belakangan ini mulai memudar karena kasus-kasus
yang melibatkan akuntan. Berikut ini adalah rangkuman beberapa kasus etika
yang melibatkan akuntan.
1
2
1. Kasus Enron Corp. dan KAP Arthur Anderson
Contoh kasus yang sangat menggemparkan adalah kasus Enron Corp. dan
KAP Arthur Anderson. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron Corp. dinyatakan
pailit padahal sebelumnya hasil audit KAP Arthur Anderson menyatakan bahwa
laporan keuangan Enron adalah wajar tanpa syarat. Belakangan diketahui bahwa
Arthur merupakan konsultan bisnis dan auditor dari Enron Corp. Kasus KAP
Anderson dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke
pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Hutang perusahaan yang tidak
dilaporkan, nilai investasi, dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang
sama. Sebelum masalah ini terungkap dan muncul ke publik, KAP Anderson yang
merupakan
klien
Enron
melakukan
manipulasi
laporan
keuangan
dan
menghancurkan dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron
menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut
perusahaan mendapatkan laba bersih, padahal pada periode tersebut perusahaan
mengalami kerugian yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Kecurangan KAP Arthur Anderson sudah banyak melanggar prinsipprinsip etika profesi akuntan. Selain melanggar prinsip integritas dan perilaku
profesional. KAP Arthur Andersen tidak dapat menjaga
kepercayaan publik.
Sebagai KAP yang masuk kategori “The Big Five” seharusnya mampu berperilaku
profesional serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan
keuangan dengan tidak melakukan penyamaran data. Bukan hal itu saja, Arthur
Andeson juga harusnya tidak melanggar prinsip standar teknis dengan
3
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional. Goodman (2012)
2. Penggelembungan jumlah piutang dan penjualan oleh PT. Great River
Tbk.
Kasus PT. Great River Tbk. muncul setelah Bapepam dalam auditnya
menemukan adanya indikasi penggelembungan jumlah piutang, penjualan dan
aset pada laporan keuangan PT. Great River Tbk. yang mencapai angka ratusan
milyar rupiah. Belakangan diketahui laporan keuangan PT. Great River Tbk.
diaudit oleh akuntan publik JAS sebelum akhirnya di inspeksi oleh Bapepam.
Atas temuan oleh Bapepam tersebut seketika muncul keraguan atas opini auditor
sebelumnya dan masyarakat mulai mempertanyakan profesionalisme auditor.
Akibat penggelembungan tersebut PT. Great River Tbk. mengalami masalah
dalam arus kas dan kemampuan dalam membayar hutang.
Berdasarkan
investigasi yang dilakukan Bapepam menyatakan bahwa pihak auditor JAS yang
telah memeriksa laporan keuangan PT. Great River Tbk turut menjadi tersangka
dan pada tanggal 28 November 2006 Menteri Keuangan RI telah mencabut izin
akuntan publik JAS selama dua tahun atas kasus pelanggaran Standar Profesional
Akuntan Publik yang telah terbukti dilakukan. Goodman (2012)
4
3. Pembekuan akuntan publik Petrus Mitra Winata.
Sejak tanggal 15 Maret 2007 izin akuntan publik Petrus Mitra Winata dicabut oleh
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal ini berkaitan dengan pelanggaran terhadap
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Petrus Mitra Winata melakukan audit atas Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya
yang berakhir 31 Desember 2004. Petrus melakukan pelanggaran atas pembatasan
penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT.
Muzatek Jaya, PT. Luhur Artha Kencana dan PT. Apartemen Nuansa Hijau sejak
tahun buku 2001 sampai dengan 2004. Atas kasus tersebut izin Petrus dicabut dan
selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk
audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. (hukumonline.com)
Terungkapnya kasus-kasus kejahatan yang melibatkan akuntan memberikan
kesadaran tentang pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan
sumber
daya
manusia
yang
cerdas
dan bermoral. Ungkapan
tersebut
mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan) dapat terbentuk
melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi,
dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan
dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.
Sikap
dan
tindakan
etis
akuntan publik akan menentukan maju mundurnya perusahaan serta posisinya di
masyarakat pemakai jasa profesional. Berdasarkan hal-hal semacam inilah maka
perlu dilakukanya penelitian mengenai etika dalam melakukan audit terutama
5
bagi mahasiswa akuntansi yang disiapkan terjun di dunia praktisi yang berguna
untuk meminimalisir manipulasi laporan keuangan auditan yaitu dengan
Analisis
Pengaruh
antara Dilema Intensitas Moral, Penilaian Etis dan Niat
Berperilaku Etis Mahasiswa Akuntansi di UNISNU Jepara.
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hanya dibatasi pada
pembahasan pengaruh dilema intensitas moral dan penilaian etis dan niat
berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
maka permasalahan yang akan dibahas adalah : apakah terdapat pengaruh
antara dilema intensitas moral dan penilaian etis terhadap niat berperilaku etis
mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
antara dilema intensitas moral, penilaian etis dan niat berperilaku etis mahasiswa
akuntansi di UNISNU Jepara.
6
1.5 Kegunaan Penelitian
1. Pengembangan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan
teori, terutama dalam bidang
akuntansi perilaku dan
etika
mengenai variable-variabel yang signifikan dalam menjelaskan pengaruh dilema
intensitas moral dan penilaian etis terhadap niat berperilaku etis serta diharapkan
dapat dipakai sebagai acuan untuk riset-riset mendatang.
2. Pengembangan Praktik
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi
praktis bagi UNISNU Jepara dan Fakultas Ekonomi pada khususnya dalam
mendorong pemahaman intensitas moral dan penilaian etis yang membentuk
perilaku etis dalam bidang akuntansi.
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami
isi dari skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bagian isi skripsi pada tahap
paling awal. Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang
7
masalah, ruang lingkup masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini memuat tentang tinjauan pustaka yang
membahas teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan
yaitu
Landasan teori, Penelitian Terdahulu dan Kerangka
Pemikiran Teoritis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian akan dijelaskan tentang jenis dan
sumber
data,
populasi
dan
sampel
penelitian,
metode
pengumpulan data, metode pengolahan data dan metode analisis
data secara teknis yang dilakukan dalam penelitian ini.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang hasil
penelitian berdasarkan hasil output pengolahan data dengan SPSS
yang meliputi hasil analisis deskriptif dan regresi variablevariabel dalam penelitian yang menjelaskan pengaruh dilema
intensitas mora, penilaian etis dan niat berperilaku etis mahasiswa
akuntansi di UNISNU Jepara.
BAB V
: PENUTUP
8
Bab ini merupakan bagian penutup yang memuat tentang
kesimpulan dan saran yang merupakan hasil pemikiran penulis
dari analisis yang telah dilakukan mengenai penelitian dilema
intensitas moral, penilaian etis dan niat berperilaku etis
mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini, akan dijelaskan secara sistematis mulai dari teori
yang bersifat umum menuju teori yang bersifat khusus. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.1.1 Intensitas Moral
Intensitas moral adalah sebuah konstruk yang meliputi karakteristikkarakteristik yang merupakan perluasan dari isu-isu yang terkait dengan imperatif
moral
dalam
sebuah situasi
atau
dengan kata
lain intensitas moral
merupakan penggambaran tingkat isu moral dalam suatu situasi, (Jones 1991,
dalam Kurnia Dewi 2007).
Intensitas
moral
bersifat
multidimensi,
dan
komponen-komponen bagiannya merupakan karakteristik dari isu-isu moral. Ada
enam komponen Intensitas Moral yang diajukan oleh Jones (1991) yang meliputi:
besaran konsekuensi (the magnitude of consequences), probabilitas efek
(probability of
effect), konsensus
sosial
(social
consensus),
kesegeraan
temporal (temporal immediacy), kedekatan (proximity), dan konsentrasi efek
(concentration of effect).
1. Besaran Konsekuensi (the magnitude of consequences)
Besaran konsekuensi adalah besaran jumlah keuntungan dan
kerugian yang akan terjadi berkaitan dengan isu moral yang telah ada.
9
10
Contoh pada kasus auditor yang dipaksa berpendapat wajar pada laporan
keuangan klien,
besaran konsekuensi dapat di deteksi dengan
mempertimbangkan berapa besar konsekuensi laporan tersebut akan
merugikan pihak ketiga pemakai laporan keuangan. Contoh lain yang
mampu menerangkan besaran konsekuensi misalnya sebuah tindakan
moral yang berpotensi menyebabkan kematian umat manusia memiliki
besaran konsekuensi yang lebih besar dari tindakan moral yang
menyebabkan kematian seseorang.
2. Probabilitas Efek (probability of effect)
Probabilitas efek adalah akibat efek yang ditimbulkan jika
konsekuensi tersebut terjadi dan mengakibatkan hal buruk. Contoh dalam
kasus auditor yang dipaksa klien untuk berpendapat wajar, probablitas
muncul bersama kepercayaan para pengguna laporan yang percaya dengan
pendapat auditor yang memaparkan kewajaran laporan tersebut. Contoh
lain tingkat efek kemungkinan buruk apabila kita menjual senjata ke
perampok adalah lebih besar daripada menjual senjata ke warga sipil yang
taat pada hukum.
3. Konsensus Sosial (social consensus)
Konsensus Sosial didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan sosial
yang mempercayai dan sepaham bahwa suatu tindakan moral tersebut
adalah tindakan yang baik atau jahat, etis atau tidak etis. Contoh pada
11
kasus pelanggaran standar profesional harusnya memiliki Konsensus
sosial lebih besar dari pada kasus yang tidak ada standar sosial yang
menyetujui etis atau tidak etis.
4. Kesegeraan Temporal (temporal immediacy)
Kesegeraan temporal adalah tindakan moral yang mengacu pada
lama waktu antara tindakan dan konsekuensi yang muncul. Kejadian yang
akan terjadi dimasa yang akan datang secara memiliki intensitas moral
yang lebih kecil dibanding dengan yang datang secara tiba-tiba. Contoh
mengeluarkan obat bius dipasaran akan membuat 1 persen dari
pemakainya akan mengalami efek samping rasa gugup akut sesaat setelah
mengkonsumsinya memiliki konsekuensi besaran yang lebih besar
daripada melepaskan ke pasaran obat bius yang akan membuat 1 persen
dari pemakainya akan mengalami efek samping berupa rasa gugup akut
setelah mengkonsumsinya setelah 20 tahun.
5. Kedekatan (proximity)
Kedekatan (proximity) adalah kedekatan agen moral baik secara
kultural, sosial, fisik, dan psikologis dengan korban kejahatan suatu
tindakan moral sehingga agen moral merasa menjadi bagian dari mereka.
12
6. Konsentrasi efek (concentration of effect).
Konsentrasi efek adalah fungsi terbalik antara jumlah orang yang
dipengaruhi dengan konsekuensi dari tindakan moral. Contoh dalam hal
ini adalah mengenai laporan keuangan yang salah saji yang diungkapkan
kepada satu investor memiliki konsentrasi efek yang lebih besar dari pada
diungkapkan kepada banyak pihak/publik.
Dilema intensitas moral menurut Jones (1991) dalam Hidayat (2001)
adalah tingkat dorongan seseorang untuk berperilaku sesuai moral pada situasi
tertentu.
2.1.2 Penilaian Etis
Vitel dan Hunt (1986) dalam Ahmed, Sofri dan Md Harashid (2013)
mendefinisikan Penilaian etis (ethical judgement) sebagai keyakinan seseorang
atas etis-tidaknya suatu alternatif . Alternatif yang dimaksud pada definisi ini
mengacu pada alternatif keputusan yang akan diambil. Sedangkan menurut
Spark dan Pan (2010), penilaian etis adalah tingkat evaluasi personal individu
terhadap etis atau tidakya suatu tindakan. Sebagian masyarakat mendifinisikan
perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan tindakan yang
mereka percayai yang merupakan tindakan tepat dilakukan dalam suatu tertentu.
Terdapat dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis yaitu:
standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di
masyarakat dan sifat egois yang tidak bisa dikendalikan.
13
2.1.3 Niat Berperilaku Etis & Perilaku etis
Niat Berperilaku Etis
Niat
berperilaku
etis
didefinisikan
sebagai probalitas
subyektif
seseorang untuk memilih salah satu alternatif perilaku dan niat berperilaku
etis (Fishbein dan Ajzen dalam Hidayat 2010)
berperilaku
dengan
Keterkaitan erat antara niat
perilaku aktual dapat ditemukan pada teori tindakan
terencana (theory of planned behavior atau TPB). Menurut teori ini, ada tiga
variabel yang akan menentukan niat berperilaku seseorang yang selanjutnya
akan menentukan perilaku aktual. Ketiga variabel tersebut adalah sikap
terhadap perilaku, norma subyektif dan persepsi atas kontrol perilaku.
Perilaku Etis
Perilaku etis menurut Griffin dan Ebert (1998:119) dalam Hidayat 2010
adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara
umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang
membahayakan. Menurut Sighapakdi (1999) dalam Su dan Wen Grace (2013)
menyatakan bahwa niat berperilaku etis mempengaruhi perilaku etis seseorang.
14
Tahap – tahap pembuatan keputusan berperilaku etis menurut Rest (1986)
dalam Linda, Garry, dan Scott (2006) adalah sebagai berikut :
Moral Issue
Identification
Ethical
Judgement
Ethical
Intention
Ethical
Behavior
Permasalahan
moral
Penilaian etis
Niat
berperilaku
etis
Perilaku etis
Gambar 2.1
Tahap Pembuatan Perilaku Etis
Sumber : Journal of Management 2006
2.1.4 Etika
Etika (ethics) secara bahasa berasal dari bahasa Yunani ethos , yang berarti
“karakter”. Kata lain untuk etika adalah moralitas (morality), yang berasal dari
bahasa latin mores , yang berarti kebiasaaan. Moralitas berpusat pada benar dan
salah. Oleh karena itu etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana
seseorang berperilaku dengan sesamanya.
2.1.5 Etika Umum
Manusia senantiasa dihadapkan pada keputusan yang berkaitan dengan diri
sendiri ataupun orang lain. Sering kali dilema etika muncul karena
sebuah
keputusan mungkin akan membawa kebaikan pada satu pihak tapi tidak membawa
kebaikan bagi pihak lain. Dalam situasi seperti ini seseorang harus mengajukan
15
dua pertanyaan penting, yaitu; “ kebaikan apa yang saya cari ?’, dan “kewajiban
apa yang harus saya lakukan dalam kondisi seperti ini?”. Etika umum berusaha
menangani pertanyaan – pertanyaan seperti itu dengan mencoba mendefinisikan
apa yang dimaksud baik bagi seseorang dan apa yang baik bagi masyarakat.
Etika secara umum dapat didefinisikan sebagai satu set prinsip moral atau
nilai. Masing-masing orang memiliki satu set nilai yang akan dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun tidak, demikian
juga dengan masing-masing kelompok dalam masyarakat. Masing-masing
kelompok masyarakat ini akan mendefinisikan nilai atau prinsip moral yang
ideal menurut mereka dengan banyak cara. Misalnya peraturan dan undangundang, doktrin, kode etik untuk kelompok profesional seperti akuntan, serta
kode etik antar individu dalam sebuah organisasi.
2.1.6 Etika auditor
Setiap profesi yang memberikan jasanya kepada masyarakat memerlukan
kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Umumnya masyarakat sangat
awam mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan oleh suatu profesi. Masyarakat
akan sangat menghargai profesi yang memiliki standar mutu yang tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaannya. Jika masyarakat tidak memiliki kepercayaan terhadap
profesi akuntan layanan yang diberikan menjadi tidak efektif. Negara
kita
mempunyai badan yang mengatur kode etik yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia
atau biasa disebut kode etik IAI, dengan tujuan sebagai panduan dan peraturan
bagi seluruh anggota, baik berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
16
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan
dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Indonesia terdiri
dari empat
bagian yaitu:
1. Prinsip Etika,
Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika,
yang mengatur pelaksaaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
Prinsip etika disahkan oleh kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
Prinsip etika disahkan oleh kongres IAI dan berlaku bagi seluruh anggota
IAI.
2. Aturan Etika,
Aturan etika disahkan oleh rapat anggota himpunan dan hanya
mengikat anggota himpuan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan Etika
Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan
tanggapan
dari
anggota,
dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai penduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
17
4. Tanya Jawab
Tanya jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari
anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interprestasinya. Dalam
kompartemen akuntan publik, tanya dan jawab ini dikeluarkan oleh Dewan
Standar Profesional Akuntan Publik.
Adapun prinsip etika profesi IAI dibagi menjadi delapan bagian yaitu :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melaksakan
tanggung-jawabnya
sebagai
profesional
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap
anggota
mempunyai
kewajiban
untuk
senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Tanggung-jawab
seorang akuntan
tidak
hanya
untuk
memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan
tugasnya
seorang akuntan harus mengikuti
dititik-beratkan pada kepentingan publik.
standar profesi
yang
18
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan keprcayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi
tanggung
jawab
profesionalnya
dengan
integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari
timbulnya pengakuan
profesional.
Integritas
merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang
diberikan
anggota. Prinpis obyektivitas mengharuskan anggota
bersifat adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka
atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan arau berada dibawah
pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi
19
kerja memperoleh manfaat
mengharuskan
anggota
dari
jasa.
untuk
Kehati-hatian
memenuhi
profesional
tanggung-jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung
arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesionalnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab
profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai
atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada ia memiliki hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh
melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau
pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali
jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal
atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
20
7. Perilaku profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa,
pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum
8. Standar teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan
standar profesional yang
dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati,
relevan. Sesuai
anggota
mempunyai
kewajiban untuk melaksankan penugasan dari penerimaan jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota
adalah
standar
yang
dikeluarkan
oleh
Ikatan Akuntan Indonesia,
International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan
perundang-undangan yang relevan.
Auditor Indonesia memiliki norma akuntan yang menjadi acuan resmi
dalam melakukan audit yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang
disusun oleh IAI. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 150 (PSA
No. 01) membagi standar auditing menjadi 3 bagian utama yaitu :
21
1. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam
semua
independensi
hal
yang
berhubungan
dengan
perikatan,
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan
harus
direncanakan
sebaik-baiknya
dan
jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.
22
3. Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan
telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika
ada, ketidakkonsistenan
penyusunan
penerapan
prinsip
akuntansi
dalam
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu
asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika
pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya
harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan
laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk
yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan,
jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan
saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat
dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk
23
standar yang
lain. Materialitas dan resiko audit melandasi penerapan semua
standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Paragraf 4 SPAP SA Seksi 150 menjelaskan bahwa konsep materialitas
bersifat bawaaan dalam pekerjaan auditor independen. Dasar yang lebih kuat
harus dicari sebagai landasan pendapat auditor independen atas unsur-unsur yang
secara relatif lebih penting dan unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar
salah saji material. Misalnya, dalam perusahaan dengan jumlah debitur yang
sedikit, dengan nilai piutang yang besar, secara individual piutang itu adalah lebih
penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan lain yang mempunyai jumlah nilai piutang yang
sama tetapi terdiri dari debitur yang banyak dengan nilai piutang yang
relatif kecil.
Dalam
perusahaan
manufaktur
dan
perusahaan
dagang,
persediaan umumnya mempunyai arti penting, baik bagi posisi keuangan maupun
hasil usaha perusahaan, sehingga secara relatif persediaan memerlukan perhatian
auditor yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan dalam perusahaan jasa.
Begitu pula, piutang umumnya memerlukan perhatian yang
lebih besar
dibandingkan dengan premi asuransi dibayar di muka.
Sedangkan
paragraf
5 menjelaskan mengenai
risiko
audit.
Pertimbangan atas risiko audit berkaitan erat dengan sifat audit. Transaksi kas
umumnya
lebih rentan
terhadap
kecurangan
jika
dibandingkan
dengan
transaksi persediaan, sehingga audit atas kas harus dilaksanakan secara lebih
konklusif, tanpa harus menyebabkan penggunaan waktu yang lebih lama.
24
Transaksi dengan pihak
tidak terkait
biasanya
tidak
diperiksa
serinci
pemeriksaan terhadap transaksi antar bagian dalam perusahaan atau transaksi
dengan pimpinan perusahaan dan karyawan, yang tingkat kepentingan pribadi
dalam transaksi yang disebut terakhir ini sulit ditentukan. Selain itu apabila
seorang auditor melakukan tindakan yang tidak etis, maka hal tersebut akan
merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor, maka independensi
sangat dibutuhkan dalam menjaga kredibilitas seorang auditor yang mana
profesi ini tidak sama dengan profesi lainya. Dalam Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia tahun 2001 yang dipaparkan dalam PekBis jurnal (2009), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis auditor. Factor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Faktor posisi atau kedudukan.
Dalam kaitannya dengan posisi dan kedudukan, semakin tinggi
posisi/ kedudukan di KAP ( dalam hal ini Partner dan Manajer) cenderung
memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga hal ini mengakibatkan
pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.
Faktor imbalan yang diterima
Faktor imbalan yang diterima bisa berupa gaji atau upah dan
penghargaan atau insentif. Pada dasarnya seseorang bekerja ingin
mendapatkan gaji atau upah sesuai dengan bobot pekerjaannya. Jumlah
upah yang sesuai akan menimbulkan semangat kerja dan
ada
25
kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal
balik yang selaras dengan kebutuhan yang tercukupi. Selain gaji atau
upah, seseorang yang bekerja membutuhkan penghargaan atas hasil
karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang penghargaan materil
maupun non materil. Penghargaan sesuai akan membuat si pekerja akan
berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di
dalam maupun diluar pekerjaannya .
3.
Faktor pendidikan
Semakin baik pendidikan akuntansi seorang auditor atau akuntan
dalam hal ini adalah pendidikan formal, maka akan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perilaku etis akuntan.
4.
Faktor organisasional
Faktor organisasional adalah perilaku atasan, lingkungan kerja,
budaya organisasi, dan hubungan dengan rekan kerja. Komitmen atasan
merupakan wibawa dari profesi. Bila atasan tidak memberi contoh
yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku
tidak baik dalam diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya
bukanlah pemimpin yang baik (Anaraga 1998) dalam Mudrika (2009).
Lingkungan kerja turut menjadi
faktor
yang
mempengaruhi
etika
individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang
26
baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan
perilaku di dalamnya.
5.
Faktor lingkungan keluarga
Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang
searah
dengan
sikap dan
perilaku orang-orang
yang dianggapnya
penting dalam hal ini adalah anggota keluarga. Kecenderungan ini antara
lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik. Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan
berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula
6.
Faktor pengalaman hidup
Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi
sikap etis apabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan yang
kuat. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa
lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis .
7.
Faktor religiusitas
Agama sebagai
suatu
sistem mempunyai
pengaruh
dalam
pembentukan sikap karena ia meletakkan dasar konsep moral dalam
individu. Agama mengajarkan konsep sikap dan perilaku etis, yang
menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan perilaku etis.
27
8.
Faktor hukum
Kasir (1998) dalam Mudrika (2009), berpendapat bahwa hukum
yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika
agar anggota profesi merasa terayomi. Sama halnya dengan sangsi yang
dikenakan harus tegas dan jelas sehingga anggota tidak mengulangi
kesalahan yang sama diwaktu yang akan datang.
9.
Faktor emotional quotient
EQ adalah bagaimana seseorang
itu pandai mengendalikan
perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih
penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas
bukanlah
hanya
cerdas dalam hal
intelektualnya saja,
tetapi
intelektualitas. Tanpa adanya EQ maka sangat mungkin seorang individu
berperilaku yang tidak etis.
Dalam masalah independensi, auditor tidak dapat
bertindak untuk
kepentingan kliennya sebagaimana pengacara dengan kliennya. Meskipun dibayar
oleh klien akuntan publik bekerja bagi kepentingan masyarakat umum.
Auditor harus
independen dalam dari segala kewajiban dan pemilikan
kepentingan dalam perusahaan
menghindari
yang
keadaan-keadaan yang
meragukan independensinya.
diauditnya.
dapat
auditor
mengakibatkan
harus
pula
masyarakat
28
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil penelitian terdahulu dijelaskan pada tabel berikut :
Tabel 2.1
No
1
2
Nama
peneliti
Ni Wayan
Kurnia Dewi
(2007)
Rangkuman Penelitian Terdahulu
Judul penelitian
Hasil penelitian
Analisis Pengaruh Intensitas
Moral Terhadap Intensi
Keperilakuan : Peranan
Masalah Etika Persepsian
Dalam Pengambilan
Keputusan Etis Yang
Terkait Dengan Sistem
Informasi
etika khususnya
yang terkait
dengan masalah
etika sistem
informasi
komputerisasian
bersifat sangat
spesifik
sehingga
untuk kondisi di
Indonesia hasil
penelitian ini
beragam untuk
berbagai situasi
etis.
Alfiah Hasan Analisis Pengaruh Dilema
Yahya(2010) Intensitas Moral, Penilaian
Etis dan Niat Berperilaku
Etis di Kalangan Akuntan
Pendidik.
Dilema
intensitas moral
dan penilaian
etis secara
bersama-sama
berpengaruh
secara signifikan
terhadap niat
berperilaku etis
di kalangan
akuntan
pendidik.
Sampel dan
metodologi
Sampel adalah
mahasiswa SI,
S2 dan Profesi
Akuntansi
sebagai calon
praktisi dan
praktisi yang
akan terjun ke
dunia profesi
akuntansi.
Analisis
dengan SEM
dengan
bantuan
AMOS.
Sampel adalah
Akuntan
pendidik yang
ada di
Surabaya.
Analisis data
dengan
menggunakan
analisis
deskriptif, Uji
Manipulasi,
Uji Validitas,
Uji
Reliabilitas,
Uji
Normalitas,
Uji Asumsi
klasik, Uji
Hipotesis,
Pembahasan.
29
3
Andri
Perbedaan Persepsi
Novius(2010) Intensitas Moral Mahasiswa
Akuntansi Dalam Proses
Pembuatan Keputusan
Moral.
Intensitas Moral,
dan sensitivitas
moral tidak
selalu
berpengaruh
terhadap
pembuatan
keputusan moral
dalam situasi
akuntansi
tertentu
Sampel adalah
Mahasiswa
Akuntansi S1,
S2, dan PPA.
Analisis data
menggunakan
MANOVA
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dijelaskan dalam model penelitian sebagai berikut.
PENILAIAN ETIS
NIAT
BERPERILAKU
ETIS
DILEMA
INTENSITAS
MORAL
Gambar 2.2
Model Penelitian
Shafer
et
al.
(2001) dalam Ahmed, Sofri, dan Md Harashid 2013
menemukan bahwa dilemma intensitas moral mempengaruhi penilaian etis.
Dengan demikian, cukup dasar bahwa dorongan untuk berperilaku etis (dilemma
intensitas moral) mempengaruhi keyakinan etis-tidaknya suatu alternatif
(penilaian etis). Selain mempengaruhi penilaian etis, dilema intensitas moral juga
30
mempengaruhi niat berperilaku etis. Penilaian etis akan mempengaruhi niat
berperilaku etis. Semakin tinggi keyakinan seseorang tentang etis-tidaknya suatu
tindakan maka akan semakin tinggi pula niat berperilaku etisnya.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka dalam penelitian ini
penulis ingin menguji kebenaran dari hipotesis yaitu :
1. H1: Dilema intensitas moral berpengaruh postif terhadap penilaian etis
mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
2. H2: Penilaian etis berpengaruh positif terhadap niat berperilaku etis
mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
3. H3: Dilema intensitas moral berpengaruh postif terhadap niat berperilaku
etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
4. H4: Penilaian etis memediasi hubungan antara dilema intensitas moral
terhadap niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Sedangkan metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan metode survei dengan
memberikan kuesioner kepada responden. Kuesioner diberikan kepada 63
responden dengan hasil 60 kuisioner yang memenuhi syarat untuk di uji.
3.1.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1. Variabel Penelitian
Adapun variabel dari penelitian ini terdiri atas tiga macam variabel, yaitu
variabel dependen, variabel independen dan variabel intervening.
Variabel dependen
: Niat berperilaku etis
Variabel Independen : Dilema intensitas moral
Variabel Intervening : Penilaian etis
Sedangkan definisi Operasional dijelaskan sebagai berikut:
3.1.2 Definisi Operasional
3.1.2.1. Dilema Intensitas Moral
Dilema intensitas moral adalah dorongan seseorang untuk memenuhi
standar moral saat berhadapan dengan situasi tertentu. standar moral
saat
berhadapan dengan situasi tertentu. Dilema intensitas moral diukur dengan dua
pertanyaan. Pernyataan pertama dengan skala likert dengan penggambaran
31
32
skala mulai sangat tidak mungkin sampai sangat mungkin. Nilai 1 untuk
sangat tidak mungkin, nilai 2 untuk tidak mungkin, nilai 3 untuk netral,
nilai 4 untuk mungkin, nilai 5 untuk sangat mungkin. Pertanyaan yang kedua
juga dengan skala likert dengan penggambaran 1 untuk sangat tidak setuju, nilai 2
untuk tidak setuju, nilai 3 untuk netral, nilai 4 untuk setuju dan nilai 5 untuk
sangat setuju.
3.1.2.2. Penilaian Etis
Penilaian etis (ethical judgement) didefinisikan sebagai keyakinan
seseorang atas etis-tidaknya suatu alternatif (Vitell, Singhapakdi, Thomas
dalam Ahmed, Sofri dan Md Harashid (2013). Penilaian etis diukur dengan
menggunakan skala likert melalui tiga item pernyataan yang diadopsi dari
(Steenhaut
and
Kenhove
2006).
Penggambaran skala dalam
tiga
item
pertanyaan ini berbeda. Pernyataan pertama penggambaran skala mulai dari
sangat tidak mungkin sampai sangat mungkin.
Nilai 1 untuk sangat tidak
mungkin, nilai 2 untuk tidak mungkin, nilai 3 untuk netral, nilai 4 untuk
mungkin, nilai 5 untuk sangat mungkin. Pernyataan kedua penggambaran skala
mulai dari sangat tidak dapat diterima sampai sangat dapat diterima. Nilai 1 untuk
penilaian sangat tidak dapat diterima, nilai 2 untuk penilaian tidak dapat
diterima, nilai 3 untuk penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian dapat diterima dan
nilai 5 untuk penilaian sangat dapat diterima. Terakhir pernyatan ketiga
penggambaran skala mulai dari sangat tidak etis sampai sangat etis. Nilai 1 untuk
penilaian sangat tidak etis, nilai 2 untuk penilaian tidak etis, nilai 3 untuk
penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian etis dan nilai 5 untuk penilaian sangat etis.
33
3.1.2.3. Niat Berperilaku Etis
Niat berperilaku etis didefinisikan Fishbein dan Ajzen ( 2002) dalam
Hidayat (2010) sebagai probalitas subyektif seseorang untuk memilih salah satu
alternatif perilaku. Niat berperilaku
etis
memiliki
peran
penting
dalam
menentukan perilaku yang sesungguhnya. Untuk mengukur variabel niat
berperilaku etis, responden akan diajukan dua item pertanyaan yang sama
dengan skala penggambaran yang berbeda. Item pertanyaan ini diadaptasi
dari
Steenhaut
and
Kenhove
(2006) dengan menggunakan skala Likert.
Pernyataan pertama penggambaran skala mulai sangat lemah sampai sangat
kuat. Nilai 1 untuk penilaian sangat lemah, nilai 2 untuk penilaian lemah,
nilai 3 untuk penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian kuat dan nilai 5 untuk
penilaian sangat kuat. Pernyataan kedua pengambaran skala mulai sangat
tidak mungkin sampai sangat mungkin. Nilai 1 untuk penilaian sangat tidak
mungkin, nilai 2 untuk penilaian tidak mungkin, nilai 3 untuk penilaian
netral, nilai 4 untuk penilaian mungkin dan nilai 5 untuk penilaian sangat
mungkin.
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian
dibedakan atas data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif berasal dari responden mengenai pandangan mereka
terhadap intensitas moral dan penialaian etis. Sedangkan data kuantitatif adalah
34
berupa data jumlah mahasiswa akuntansi yang sudah mengambil mata kuliah
Auditing dan Akuntansi Keperilakuan.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer adalah data yang berasal langsung dari responden
seperti kuesioner. Sedangkan data sekunder adalah berupa kajian-kajian pustaka
yang relevan dengan obyek penelitian.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi dan Sampel
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa UNISNU
Jepara jurusan akuntansi. Sedangkan sampel yang digunakan adalah mahasiswa
UNISNU Jepara jurusan akuntansi yang sudah mengambil mata kuliah Auditing
dan Akuntansi Keperilakuan. Dengan demikian jumlah sampel yang diambil
adalah 63 mahasiswa angkatan 2009 atau semester tujuh dengan pertimbangan
mereka sudah mengambil mata kuliah Auditing 1, Auditing 2 dan Akuntansi
Keperilakuan.
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik
pengambilan
sampel dengan mempersepsikan bahwa responden bisa mewakili keadaan yang
sebenarnya.
35
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini melalui
kuesioner secara langsung terhadap responden yang terlibat dalam penelitian
ini.
3.5 Metode Pengolahan Data
3.5.1 Uji Validitas
Uji validitas (validity) digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuisoner. Suatu kuisoner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuisoner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuisoner tersebut (Imam Ghozali, 2006 : 45). Pengujian validitas dipergunakan
dengan membandingkan nilai probabilitas hasil penelitian dengan batas
signifikansi yaitu 5%.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas (reability) menunjukan akurasi dan ketepatan dari
pengukurannya. Reabilitas dan ketepatan dari pengukurannya. Reliabilitas
berhubungan dengan akurasi (accurately) dari pengukurannya. Reliabilitas
berhubungan dengan konsistensi dari pengukur. Suatu variabel dinyatakan valid
dengan melihat nilai chrobach alpha. Pengujian dilakukan dengan bantuan
software SPSS 15.0 for Windows. Variabel dinyatakan reliabel apabila nilai
chrobach alpa diatas 0,6.
36
3.6 Metode Analisis Data
Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian ini, maka data yang diperoleh
disusun kembali, dikelompokkan dan diolah dengan menggunakan
analisis
faktor regresi linear dengan teknik analisis statistik. Adapun langkah-langkah
analisa data yang akan dilakukan sebagai berikut :
1. Menyebarkan kuisoner kepada responden dengan terlebih dahulu
diterangkan apa maksud dari kuesioner tersebut kepada responden.
2. Melakukan penomoran kuesioner.
3. Melakukan pemisahan data sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
(mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Akuntansi Keperilakuan
dan Auditing)
sedangkan
untuk
data yang tidak sesuai maka
dihilangkan.
4. Melakukan tabulasi data berdasarkan jawaban atas butir-butir
pertanyaan kuisoner yang diberikan responden.
5. Melakukan analisis deskriptif. Analisis
ini
digunakan
untuk
memberikan gambaran mengenai responden dalam penelitian dan
variabel-variabel
penelitian
yang menerangkan rata-rata (mean),
standard deviasi, dan frekuensi jawaban responden.
7. Melakukan uji validitas.
Uji
validitas
berfungsi
untuk menguji
valid
tidaknya
suatu
instrumen penelitian yang digunakan, artinya mampu mengungkapkan
apa yang akan diukur.
37
8. Melakukan uji reliabilitas.
Uji reliabilitas berfungsi untuk mengetahui apakah instrumen penelitian
itu mampu memberikan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu
terhadap jawaban responden.
9. Uji Asumsi Klasik.
Dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri
dari uji multikolonieritas, uji heteroskedasitas dan uji autokorelasi
1. Uji Multikolonieritas.
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen.
2. Uji Heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residiual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
3. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu
korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan
pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus
terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi.
38
Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji
Durbin-Watson (uji DW).
10. Uji Normalitas Data.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal.
11. Uji Hipotesis
Melakukan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi
linear. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
indepeden terhadap variabel dependen. Skema uji hipotesis
dijelaskan pada gambar 3.1
39
b
a
PENILAIAN ETIS
DILEMA
INTENSITAS
MORAL
c
c’
NIAT
BERPERILAKU
ETIS
Gambar 3. 1
Skema Pengujian Hipotesis
Keterangan:
a, b,c, c’
= Koefisien
a1- a2
= Alpha
c
= Pengaruh DIM terhadap NBE
c’
= Pengaruh DIM terhadap NBE melalui perantara
PE
Model persamaan regresi :
Y = α1 + cX ( 3.1 ) , Pengaruh DIM terhadap NBE
Y = α2 + aX ( 3.2 ) , Pengaruh DIM terhadap PE
Y = α3 + c’X + bM ( 3.3 ) , Pengaruh DIM terhadap NBE dengan
perantara PE
Variabel PE sebagai adalah sebagai variable intervening jika:
1. Persamaan regresi DIM terhadap NBE adalah signifikan
(jalur c)
2. Persamaan regresi DIM terhadap PE adalah signifikan (
jalur a)
40
3. Persamaan regresi PE terhadap NBE adalah signifikan
(jalur b)
4. Persamaan regresi DIM terhadap NBE dengan perantara PE
tidak signifikan ( jalur c’)
Download