MANIFESTASI DERMATOLOGIS PADA PASIEN DIABETES MELITUS

advertisement
Manifestasi dermatologis pada pasien diabetes melitus
Damianus Journal of Medicine;
Vol.10 No.3 Oktober 2011: hlm. 171–176.
TINJAUAN PUSTAKA
MANIFESTASI DERMATOLOGIS PADA PASIEN DIABETES MELITUS
Catherine Soebroto*
ABSTRACT
*
Departemen Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No.
2, Jakarta Utara 14440.
Diabetes mellitus is a major cause of morbidity and mortality in all over the
world. The incidence is increasing globally, especially in developing country,
such as Indonesia. Estimated number of diabetic patients all over the word in
2030 is 366 million. Diabetic patients are prone to have many cutaneous diseases. These cutaneous disease itself could be the first signs and symptoms
before the diabetes is revealed. It is important for physicians to recognice these
signs and symptoms of the cutaneous disease, so we could either treat them
appropriately or refer the patient to a dermatologist. This article is a brief review
of clinical features, patophysiology and general management of several cutaneous manifestations in diabetic patients.
Key words: diabetes mellitus, cutaneous manifestations
ABSTRAK
Diabetes melitus adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
di seluruh dunia. Insidennya meningkat secara global terutama di negara
berkembang seperti Indonesia. Perkiraan jumlah pasien DM di seluruh dunia
pada tahun 2030 adalah 366 juta. Pasien DM rentan mengalami gangguan/
masalah dermatologis. Hal ini dapat menjadi manifestasi klinis awal sebelum
terdeteksi adanya Diabetes Melitus. Penting bagi klinisi untuk mengenal
masalah ini, untuk dapat menatalaksana dengan tepat atau merujuk ke spesialis
penyakit kulit. Artikel ini adalah uraian singkat tentang manifestasi klinis,
patologis dan penatalaksanaan umum masalah dermatologis yang sering
ditemukan pada pasien DM.
Kata kunci: diabetes melitus, manifestasi kulit
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus adalah penyakit yang sering kita
jumpai dalam praktek sehari-hari. Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi diabetes tipe
2 di seluruh dunia. WHO memperkirakan adanya
peningkatan jumlah pasien diabetes yang cukup besar
di Indonesia, yaitu dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.1
Hal yang paling ditakutkan dari penyakit diabetes adalah
komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi berupa
retinopati, neuropati , nefropati, kelainan kardiovaskular
dan kelainan kulit.2 Lebih dari dua pertiga dari penderita
diabetes biasanya dijumpai paling sedikit satu kelainan
kulit. Xerosis adalah kelainan kulit yang paling sering
terjadi pada pasien diabetes, dengan angka kejadian
sekitar 50% dari pasien diabetes.3
DISKUSI
Patogenesis terjadinya kelainan kulit pada
penderita diabetes melitus
Beberapa kelainan kulit yang terjadi pada pasien diabetes berhubungan dengan keadaan hiperglikemia dan
hiperlipidemia. Kerusakan progresif dari vaskular, neurologik atau sistem imun juga turut andil dalam terjadinya
manifestasi kulit. Hiperglikemi menyebabkan nonenzymatic glycosylation (NEG) dari beberapa struktur
protein termasuk kolagen. Walaupun NEG terjadi normal pada proses penuaan, hal ini terjadi lebih cepat
pada pasien diabetes. NEG menyebabkan terjadinya
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
171
DAMIANUS Journal of Medicine
pembentukan advanced glycation end products (AGEs)
yang bertanggung jawab terhadap penurunan tingkat
kelarutan asam dan pencernaan enzimatik dari kolagen
kulit. Kelainan seperti diabetic thick skin dan limitted
joint mobility (LJM) disebabkan karena penumpukan
secara langsung dari AGEs.3
Gangguan pada mekanisme imunoregulator juga terjadi
pada pasien diabetes. Hiperglikemi dan ketoasidosis
mengurangi kemampuan sel darah putih untuk melakukan kemotaksis, fagositosis dan bakterisidal3 serta terjadi penurunan respon sel T kutaneus terhadap antigen, sehingga pada pasien diabetes sering terjadi
infeksi bakteri dan jamur.4
Abnormalitas metabolik, seperti hiperinsulinemia, yang
terlihat pada awal terjadinya resistensi insulin pada
diabetes tipe 2 dapat menimbulkan manifestasi kulit.
Kerja insulin pada insulin-like growth factor-1 (IGF-1)
tampaknya menimbulkan proliferasi epidermal yang
abnormal dan menyebabkan gambaran dari akantosis
nigrikan. Gangguan metabolisme lipid juga terjadi pada
pasien diabetes. Aktivitas dari lipoprotein lipase (LPL)
bergantung secara langsung pada insulin, membuat
insulin sebagai pusat dari proses metabolisme triglyceride-rich chylomicrons dan very-low-density lipoproteins. Pada pasien diabetes, kerusakan proses metabolisme lipid dapat menyebabkan hipertrigliseridemia
masif dengan manifestasi kulit berupa eruptive xanthomas.
Makro dan mikroangiopati pada pasien diabetes juga
memberikan peranan dalam manifestasi kulit. Pada
pasien diabetes terdapat peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, penurunan respon vaskular terhadap
persarafan simpatetik, dan berkurangnya kemampuan
merespon panas dan stres hipoksemik. Arteriosklerosis
pada pembuluh darah besar dan gangguan mikrovaskular ini dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum.
Hilangnya persarafan sensorik kulit pada pasien diabetes juga merupakan faktor predisposisi terjadinya luka
dan infeksi. Hilangnya sinyal dari sel neuroinflamatori
juga berperan dalam ulkus di ekstremitas bawah yang
sulit untuk sembuh.3
MANIFESTASI DERMATOLOGIS DM
1.
Pruritus
Pruritus generalisata dahulu dianggap sebagai gejala
yang khas pada pasien DM, tetapi penelitian gagal
memberikan data statistik yang mendukung.5 Pruritus
generalisata lebih disebabkan karena komplikasi dari
172
DM itu sendiri yaitu gagal ginjal kronik (GGK)6 dan neuropati. Pada GGK terjadi peningkatan urea dalam darah
yang menyebabkan terjadinya manifestasi pruritus pada
kulit. Sedangkan pada neuropati, kemungkinan pruritus disebabkan karena iritasi dari ujung-ujung saraf.
Pruritus pada DM terutama pada daerah anogenital dan
intertriginosa.7
Gatal di kedua tungkai bawah pada pasien geriatri yang
menderita DM bukanlah disebabkan karena hiperglikemia, melainkan lebih disebabkan oleh kulit yang kering. Pemberian lubrikan dengan kortikosterioid potensi
rendah dapat membantu menghilangkan gejala
tersebut.
2.
Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum (NLD)
Penyakit ini sangat jarang terjadi, hanya terdapat pada
0,3 % dari penderita DM. Angka kejadian tiga kali lebih
tinggi pada wanita dan biasanya asimtomatik. Penyakit
ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada
usia dewasa muda (rata-rata 34 tahun).3 Pada saat
seseorang didiagnosa menderita NLD, 10% dari orang
tersebut akan menderita DM atau menderita gangguan
toleransi glukosa dalam waktu 5 tahun mendatang, atau
memiliki riwayat DM paling tidak dari salah satu orang
tuanya.5
Lesi paling sering ditemukan pada bagian anterior dan
lateral tungkai bawah, tetapi dapat juga ditemukan pada
wajah, lengan dan batang tubuh. Lesi dapat ditemukan
hanya satu atau beberapa, dapat unilateral atau bilateral. Lesi awalnya berbentuk papul/nodul eritema yang
perlahan-lahan membesar membentuk plak dengan tepi
iregular, datar dan pada akhirnya menjadi lebih rendah
dari sekitarnya karena terjadi atrofi dermis. Plak berubah warna menjadi coklat kekuningan tetapi tepi plak
tetap eritema, plak tersebut dapat bergabung dan membesar meliputi seluruh tibia anterior. Lapisan epidermis licin atau berskuama halus dan atrofi sehingga
pembuluh darah kapiler dapat terlihat.3 Lesi tersebut
mungkin dapat mengalami anestesi atau sensasi terhadap pin prick dan sentuhan halus berkurang karena
kerusakan dari saraf kutaneus.8
Pada lesi kronik biasanya terjadi ulkus dangkal, indolen
dan nyeri. Pada stadium awal NLD dapat menyerupai
granuloma anulare atau sarkoid.3 Perubahan patologi
terjadi di dermis bagian bawah di mana terjadi edema,
basofilis dan penurunan jumlah kolagen dengan kerusakan struktur normalnya (nekrobiosis). Terjadi peningkatan kolagenase dan penumpukan sel-sel inflamasi pada lesi kulit. Pada akhirnya terjadi pembentukan
sel busa yang memberikan gambaran “lipoidika”.5
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Manifestasi dermatologis pada pasien diabetes melitus
Gambar 2. Granuloma Anulare
Gambar 1. Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum
Pada NLD terjadi perubahan vaskularisasi yang ditandai
dengan proliferasi endotel dan oklusi dari lumen arteriol
dan venul.9 Hubungan antara DM dengan patogenesis
terjadinya perubahan tersebut masih belum jelas. Ada
hipotesis yang mengatakan bahwa kemungkinan terjadinya peningkatan agregrasi platelet adalah faktor pemicu dari terjadinya perubahan vaskular.5 Pengobatan
NLD sampai sekarang belum ada yang menunjukkan
hasil yang memuaskan. Progresi dari lesi kulit tidak
berhubungan dengan menurunnya kadar gula darah.
Pemberian glukokortikoid topikal dengan cara oklusi
atau injeksi intralesi dapat memberikan perbaikan pada
lesi yang aktif. Pemberian aspirin dengan dosis 3,5
mg/kg setiap 48-72 jam juga memberikan efek yang
baik. Obat-obatan lain yang cukup membantu misalnya
klofazimin, nikotinamid, dan pentoksifilin dapat juga
digunakan. Pemaparan sinar ultra violet juga cukup
membantu penyembuhan ketika lesi muncul kembali.
3.
Granuloma Anulare (GA)
Lesinya hampir menyerupai NLD, tetapi pada GA tidak
terjadi atrofi dari epidermis. GA sering terjadi pada anakanak dan dewasa muda, umumnya asimtomatik dan
dapat sembuh sendiri. GA kadang-kadang berhubungan
dengan DM. Karakteristik dari kelainan kulitnya ditandai
dengan bintik merah pada stadium awal yang meluas
kearah luar membentuk lingkaran. Tempat predileksinya adalah tangan terutama jari-jari bagian dorsal dan
lateral, dan lengan bawah. Kelainan kulit dapat mendahului tanda dan gejala dari DM. Ketika GA meluas
mungkin disebabkan oleh penyakit DM yang mendasarinya, sebaiknya dilakukan skrining untuk melihat
apakah ada penyakit DM atau tidak.2
4.
dari 50 tahun. Pada DD terjadi perubahan dari pembuluh
darah kecil.5 Lesinya berupa makula kecil (<1 cm) dengan bentuk ireguler, permukaannya cekung (atrofi) dan
berwarna coklat terang, pada awalnya terdapat pada
tungkai bawah anterior, tetapi dapat juga mengenai
lengan atas, paha, dan tempat-tempat penonjolan tulang.2 Pigmentasi ini disebabkan karena penumpukan
hemosiderin pada histiosit dan ekstravasasi dari eritrosit. Lesi muncul berkelompok dan secara perlahanlahan membaik dalam kurun waktu lebih dari 12-18
bulan. Kelainan ini bersifat asimtomatik sehingga tidak
membutuhkan pengobatan, tetapi sebaiknya menghindarkan area tersebut dari trauma dan infeksi sekunder.
5
Akantosis Nigrikans
Akantosis nigrikans merupakan manifestasi klinik yang
dapat langsung terlihat pada pasien-pasien DM.
Biasanya berhubungan dengan obesitas, resistensi
insulin, dan pada beberapa kasus berhubungan dengan
peningkatan produksi androgen. Akantosis nigrikans
dapat dijadikan indikator prognosis terbentuknya DM
tipe 2.10
Insulin mempunyai peranan penting dalam terjadinya
akantosis nigrikans. Ada 3 tipe resistensi insulin yang
berhubungan dengan akantosis nigrikans, yaitu (1) Tipe
Diabetik Dermopati (DD)
Merupakan penyakit kulit yang paling sering terjadi pada
pasien DM. Paling sering terjadi pada pria usia lebih
Gambar 3. Diabetik Dermopati
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
173
DAMIANUS Journal of Medicine
Pengobatan dari akantosis nigrikans secara umum
kurang efektif. Pengobatan yang biasanya diberikan
adalah pemberian kalsipotriol, asam salisilat, urea topikal, dan retinoid topikal maupun sistemik. Pengobatan
dari penyakit yang mendasarinya dapat membantu
mempercepat kesembuhan. Pengurangan berat badan
dari pasien-pasien obesitas juga membantu resolusi
dari kelainan tersebut. Pemberian obat yang meningkatkan sensitivitas insulin seperti metformin juga dapat
membantu kesembuhan.2
6
Gambar 4. Akantosis Nigrikans
A, resistensi insulin disebabkan karena kerusakan reseptor yang menyebabkan terjadinya penurunan dari
pengikatan insulin. (2) Tipe B, resistensi insulin terjadi
karena efek dari adanya antibodi antireseptor. Dan (3)
Tipe C, terjadi kerusakan pascareseptor, yaitu terjadi
abnormalitas dari transduksi sinyal seperti autofosforilasi dari reseptor dan aktivasi enzim tirosin kinase
yang menghambat kerja insulin.5
Pada wanita dengan hiperandrogen dan resistensi insulin yang mengalami akantosis nigrikans, dapat ditemukan adanya kerusakan fungsi reseptor insulin atau
adanya antibodi reseptor anti-insulin. Ada postulat yang
mengatakan bahwa stimulasi growth factor yang berlebihan pada kulit menyebabkan proliferasi yang tidak
normal dari keratinosit dan fibroblas yang menghasilkan
gambaran dari akantosis nigrikans. Pada keadaan resistensi insulin dan hiperinsulinemia, akantosis nigrikan
dapat disebabkan oleh insulin binding yang berlebihan
terhadap reseptor IGF-1 pada keratinosit dan fibroblas.
Reseptor IGF-1 terdapat pada keratinosit basal dan
berfungsi untuk mengatur proliferasi. Konsentrasi insulin yang tinggi menstimulasi proliferasi fibroblas melalui
reseptor IGF-1.
Secara klinis akantosis nigrikans tampak sebagai penebalan kulit dengan papil-papil berwarna kecoklatan sampai kehitaman pada daerah lipatan seperti belakang
leher, ketiak, selangkangan, lipatan payudara dan lipatan perut. Distribusinya biasanya simetris. Kulit yang
terkena tampak kotor dan permukaannya tampak seperti beludru. Bagian belakang leher adalah bagian yang
paling sering terkena.10 Kadang-kadang dapat disertai
pula dengan akrokordon/skin tag pada area yang terkena.2
Histopatologi dari lesi kulit menunjukkan adanya papilomatosis dan hiperkeratosis dengan sedikit akantosis.10
Tampak sedikit hiperpigmentasi pada lapisan basal,
tetapi warna kecoklatan dari lesi kulit lebih disebabkan
karena hiperkeratosis.2
174
Diabetikorum bulosa
Sangat jarang terjadi, tetapi karakteristik pada pasien
DM. Patogenesis terjadinya diabetikorum bulosa sampai saat ini belum diketahui. Bula muncul secara spontan, biasanya di daerah dorsum dari tungkai bawah
dan kaki, kadang-kadang dapat pula terjadi pada lengan
bawah dan tangan. Ukuran bula bervariasi dari milimeter
sampai sentimeter. Lesi biasanya bilateral, bula berisi
cairan steril yang jernih dan tidak ada eritema di sekelilingnya. Bula ini pada umumnya tidak menimbulkan
nyeri maupun gatal dan dapat menghilang dalam waktu
beberapa minggu (2-5 minggu) tanpa terjadinya jaringan
parut karena terletak di subepidermal, tetapi dapat rekurens.33 Bula ini terjadi bukan karena trauma ataupun
in-feksi.34 Penyebab manifestasi dari DM ini belum diketahui. Umumnya tidak membutuhkan pengobatan
spesifik tetapi harus menjaga agar tidak terjadi infeksi
sekunder.12
8.
Skleredema diabetikorum
Sklerederma adalah penyakit kulit yang ditandai dengan
penebalan dan kekakuan dari jaringan subkutaneus.
Indurasi simetris dan penebalan kulit ini biasanya dimulai dari daerah punggung atas dan leher tanpa rasa
nyeri dan dapat pula menyebar ke muka, bahu, dada
dan perut.3 Kulit tampak seperti kayu dan terdapat gambaran seperti kulit jeruk (peau d'orange). Skleredema
diabetikorum terdapat pada 2,5 % - 14 % dari pasienpasien DM. Kelainan kulit ini terjadi pada pasien DM
yang kronik dan berhubungan dengan obesitas. 2
Perbandingan antara pria dan wanita adalah 10:1.3
Patogenesis terjadinya skleredema diabetikorum disebabkan karena produksi molekul matriks ekstraselular oleh fibroblas yang tidak teratur, menyebabkan
terjadinya penebalan dari serat kolagen dan peningkatan penumpukan dari glikosaminoglikan terutama
asam hialuronat.
Pada pasien dengan skleredema diabetikorum, pada
daerah lesi terjadi penurunan sensasi terhadap nyeri
dan sentuhan halus dan terdapat keterbatasan dari
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Manifestasi dermatologis pada pasien diabetes melitus
kulitis direkomendasikan untuk diperiksa apakah mempunyai DM atau tidak. Breen dan Karchmer menyimpulkan dari data terbaru bahwa infeksi hanya terjadi
pada orang-orang yang tertentu saja.2
Gambar 5. Bullosis Diabetikorum
pergerakan ekstremitas atas dan leher. Pengobatan
pada pasien skleredema diabetikorum biasanya kurang
memuaskan, pada beberapa laporan kasus dapat
digunakan radioterapi, metotreksat dosis rendah,
psoralen, PUVA, fotoforesis ekstrakorporeal, faktor XIII,
dan prostaglandin E1.2
MANIFESTASI DERMATOLOGIS SEBAGAI
AKIBAT DARI KOMPLIKASI
A. Infeksi kulit yang berhubungan dengan DM
Pada pasien-pasien DM infeksi kulit sering terjadi dengan keadaan yang lebih berat dan risiko komplikasi
yang lebih besar daripada orang tanpa DM. Ada penelitian yang mengatakan bahwa pada pasien DM, terutama ketika dalam keadaan hiperglikemia dan diabetik
asidosis, kemotaksis, fagositosis dan perlekatan dari
leukosit terganggu. Penelitian lain menunjukkan bahwa
fungi dari sel T kulit dan respon terhadap antigen menurun.2 Infeksi kulit yang paling sering terjadi adalah
infeksi bakteri dan jamur.13
1.
Infeksi Bakteri
a.
Infeksi Streptokokus grup B
Pada studi dari 424 orang dengan infeksi streptokokus
grup B masif, didapatkan 30% kasus terjadi pada pasien-pasien DM.2 Lokasi paling sering terjadinya infeksi
ini adalah di kulit, jaringan lunak dan tulang (selulitis,
ulkus diabetik, dan ulkus dekubitus).4
b.
Infeksi Streptokukus grup A
Pada sebuah studi dikatakan bahwa risiko terjadinya
infeksi Streptokokus grup A 3,7 kali lebih besar pada
pasien DM.2 Lokasi paling sering terjadinya infeksi ini
adalah jaringan lunak.4
c.
Infeksi Stafilokokus
Dahulu infeksi stafilokokus erat hubungannya dengan
DM dan pasien yang menderita furunkulosis atau foli-
2.
Infeksi Jamur
a.
Infeksi Kandida
Infeksi kandida terjadi lebih sering pada pasien-pasien
DM, terutama pada pasien-pasien yang tidak terkontrol.
Intertrigo (aksila, inguinal, sela-sela jari), vulvovaginitis, balanitis, paronikia, onikomikosis, glositis dan angular keilitis sering terjadi. Wanita pascamenopause
dengan keluhan vulvovaginitis kandida yang berulang
dianjurkan melakukan pemeriksaan untuk melihat
apakah ada DM atau tidak.2
b.
Infeksi Dermatofit
Foss et al meneliti 403 pasien diabetes, 82,6% dari
pasien tersebut menderita infeksi dermatofit dan 42,6%
dari infeksi dermatofit tersebut adalah onikomikosis.14
Onikomikosis akhir-akhir ini dikatakan sebagai prediktor
terjadinya ulkus diabetik pada pasien DM.2 Pada pasien
DM pengobatan yang agresif dari tinea pedis sangat
penting untuk mencegah masuknya infeksi sekunder
dari bakteri.
B. Ulkus diabetik
Ulkus diabetik terjadi pada 15%–25% dari penderita
DM. Neuropati perifer, tekanan, dan trauma memainkan
peranan yang penting dalam terjadinya ulkus diabetik.5
Neuropati, yang biasanya terjadi karena hiperglikemia
yang tidak terkontrol merupakan salah satu prediktor
terjadinya ulkus diabetik. Berkurangnya sinyal neuroinflamatori melalui neuropeptida terhadap keratinosit,
fibroblas, sel-sel endotel dan sel-sel inflamatori menyebabkan proses penyembuhan luka terganggu. Pembentukan kalus merupakan tanda terjadinya gesekan yang
berlebihan dan biasanya mendahului terjadinya ulkus
diabetik. Kalus menjadi penyebab terjadinya nekrosis
dan kerusakan jaringan disekitar tonjolan-tonjolan tulang kaki, biasanya di bawah ibu jari dan disekitar sendi
metakarpal satu dan dua. Ulkus biasanya dikelilingi
oleh lingkaran kalus dan dapat meluas sampai ke sendi
dan tulang. Sekali ulkus diabetik terjadi, kelainan pembuluh darah perifer dan gangguan pada proses penyembuhan luka menyebabkan ulkus menjadi bertambah
parah. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi
jaringan lunak dan osteomelitis.
Pencegahan terjadinya ulkus diabetik merupakan hal
yang penting pada pasien-pasien DM, terutama yang
mempunyai risiko terjadinya ulkus, yaitu pasien yang
sebelumnya mempunyai riwayat ulkus diabetik atau
mempnyai riwayat amputasi kaki, menderita DM lebih
dari 10 tahun, mengalami gangguan ketajaman peng-
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
175
DAMIANUS Journal of Medicine
lihatan, onikomikosis dan kadar gula darah yang tidak
terkontrol.2,5
C.
1.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus
pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia; 2006.
2.
Kalus AA, Chien AJ, Olerud JE. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th ed. Vol 2. New York:
McGraw-Hill. 2008; p 1461-70.
3.
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's Disease
of the skin clinical dermatology. 11th ed. Elsevier
Saunders; 2011.
4.
Saifullah, Mujtaba G. Diabetic's skin; a storehouse of
infection. Journal of Pakistan Association of Dermatologists. 2009; 19:34-7.
5.
Sreedevi C, Car N, Pavlic-Renar I. Dermatologic lesions in Diabetes Mellitus. Diabetologica Croatica;
2002.
6.
Greaves MW. Pathogenesis and treatment of pruritus. 2010 [cited 2010 Apr 29]. Available from:
ProQuest. http://search.proquest.com
7.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: FKUI;
2006.
8.
Flores AF. Necrobiosis lipoidica and cutaneous anesthesia: imunohistochemical study of neural fibers.
Folia Neuropathol. 2008; 46(2): 154-7. Available from:
EBSCO. http://web.ebscohost.com
9.
Ngo B, Wigington G, Hayes K, Huerter C, Hillman B,
Adler M, Rendell M.Skin blood flow in necrobiosis
lipoidica diabeticorum. Journal Int J Dermatol. 2008;
47(4):354-8.
Xantomatosis
Manifestasi klinis dari xantomatosis berupa papul-papul
merah kekuningan berukuran 1 sampai 4 mm yang
terletak pada bokong dan ekstremitas bagian ekstensor.
Lesi ini biasa timbul berkelompok dan dapat membentuk
plak seiring berjalannya waktu. Xantomatosis biasanya
asimtomatik, tetapi penyakit ini sering didasari oleh
keadaan hipertrigliseridemia masif (>1000 mg/dl) dan
diabetes yang tidak diketahui. Studi histologi dan biokimia menunjukkan bahwa terdapat lipoprotein (terutama kilomikron) di dinding pembuluh darah kulit dan
berakumulasi di makrofag dermis. Pada awalnya, trigliserid terdapat dalam jumlah besar pada lesi kulit, tetapi
karena trigliserid lebih mudah bergerak daripada kolesterol, maka pada akhirnya pada lesi tersebut mengandung lebih banyak kolesterol.2
Insulin memiliki peranan penting dalam aktivitas LPL,
karena itu, metabolisme lioprotein dalam plasma sangat
bergantung pada jumlah insulin yang adekuat. Pada
diabetes yang tidak terkontrol, ketidakmampuan metabolisme trigliserid-rich-cylomicrons dan VLDL dapat
menyebabkan peningkatan masif dari kadar trigliserid.3
Pengobatan dari xantomatosis adalah dengan mengontrol kadar trigliserid dalam darah, diet rendah lemak,
dan mengontrol kadar gula darah. Aktifitas LPL dapat
kembali normal setelah pemberian insulin jangka
panjang ataupun obat anti diabetik oral. Xantomatosis
menghilang sepenuhnya dalam jangka waktu 6-8
minggu.2
KESIMPULAN
Diabetes melitus merupakan penyakit yang kompleks.
Pada penderita diabetes melitus dapat terjadi retinopati,
neuropati, nefropati, kelainan kardiovaskular dan kelainan kulit. Kelainan kulit yang terjadi dapat merupakan
akibat langsung dari peningkatan kadar gula dalam darah maupun akibat komplikasi dari diabetes tersebut.
Kelainan kulit ini dapat menjadi indikator kadar gula
darah yang tidak terkontrol dan bahkan pada beberapa
kelainan kulit dapat merupakan tanda awal yang mendahului sebelum terjadinya diabetes. Mengingat makin
banyaknya jumlah penderita diabetes di Indonesia
setiap tahunnya, maka diharapkan para klinisi dapat
mengenali tanda-tanda awal dari kelainan kulit tersebut.
176
DAFTAR PUSTAKA
10. Kong AS, Williams RL, Rhyne R, Urias-Sandoval V,
Cardinali G, Weller NF, Skipper B, Volk R, Daniels E,
Parnes B, McPherson L. Acanthosis Nigricans: high
prevalence and association with diabetes in a practice-based research network consortium--a PRImary
care Multi-Ethnic network (PRIME Net) study. J Am
Board Fam Med. 2010; 23(4):476-85.
11. Katz AS, Goff DC, Feldman SR. Acanthosis nigricans
in obese patients: presentations and implications
for prevention of atherosclerotic vascular disease.
Dermatology online journal 6(1):1.
12. Tabor CA, Parlete EC. Cutaneous manifestations of
diabetes. Signs of poor glycemic control or new-onset disease. 2006; 119(3): 38.
13. Foss NT, Polon DP, Takada MH, Foss-Freitas MC,
Foss MC. Skin lesions in diabetic patients.
2005;39(4):677-82.
14. Bhat YJ, Gupta V, Kudyar RP. Cutaneous manifestations of diabetes mellitus. Int J Diab Dev Ctries. 2006
5(2):1-6.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Download