Disinfeksi Bakteri Escherichia coli Menggunakan Proses Kavitasi Hidrodinamika Water-Jet yang Dikombinasikan dengan Karbon Aktif dan Zeolit Dina Isholawati1, Eva Fathul Karamah2 Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. Email: [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini memanfaatkan karbon aktif dan zeolit sebagai adsorben untuk proses disinfeksi alternatif Escherichia coli. Metode alternative disinfeksi bakteri Escherichia coli yang potensial salah satunya menggunakan proses kavitasi hidrodinamika water jet. Untuk mengoptimalkan penelitian ini digunakan adsorben karbon aktif dan zeolit dengan variasi dosis adsorben. Pada laju alir disinfeksi 9 liter/menit menunjukkan hasil yang terbaik untuk disinfeksi bakteri Escherichia coli. Dosis adsorben terbaik untuk karbon aktif maupun zeolit aktif yaitu dosis 2 gram/liter. Pada dosis tersebut menunjukkan jumlah bakteri pada konsentrasi awal berkisar 1.106 CFU/mL dan jumlah bakteri yang didisinfeksi pada menit ke 60 menggunakan karbon aktif dan zeolit aktif adalah 0 CFU/mL dan 291 CFU/mL.Adsorben dianalisis menggunakan karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) Autosorb sebelum dan setelah disinfeksi, hasil presentase mengecilnya luas permukaan karbon aktif dan zeolit aktif adalah 28 % dan 18%. Kata kunci:Disinfeksi, Escherichia coli, karbon aktif, kavitasi, zeolit aktif. Abstract Disinfection of Escherichia coli Bacteria Using Hydrodynamic Cavitation Process WaterJet Combined with Activated Carbon and Zeolite This study utilizes activated carbon and zeolite as an adsorbent for alternative disinfection of Escherichia coli. Beside that to ability adsorbtion organic materials, theseadsorbents can also function as a disinfectant. Alternative method of disinfection of Escherichia coli bacteria that is potentially one of them using hydrodynamic cavitation process water jet. At a flow rate of disinfection 9 liters / min showed the best results for the disinfection of Escherichia coli bacteria. The best dose of adsorbent for activated carbon and active zeolite is2 grams / liter. In this study indicates that the number of bacteria in initial concentration range 1.106 CFU/mL and number of bacteria disinfected in 60 minutes uses activated carbon and zeolite active are 0 CFU / mL and 291 CFU / ml. Adsorbents were analyzed by Brunauer-Emmett-Teller (BET) Autosorb characterization before and after disinfection, the results of shrinking percentage of the surface area of activated carbon and zeolite active were 28% and 18%. Keyword: Disinfection, Escherichia coli, activated carbon, cavitation, activated zeolit. 1. Pendahuluan Air sungai dan air sumur (air tanah permukaan ) merupakan sumber utama air bersih bagi seluruh makhluk hidup di bumi ini. Saat ini kualitas air terutama di kota-kota besar sudah menurun kualitasnya karena pencemaran bakteri Escherichia coli senyawa-senyawa lain yang membahayakan kesehatan yang kadarnya sudah melebihi baku mutu yang ada. Menurut data Kementerian Kesehatan, dari 5.798 kasus diare, 94 orang meninggal (Yuliastuti, 2011). Salah satu cara yang potensial untuk mendisinfeksi mikroorganisme adalah menggunakan kavitasi hidrodinamika. Secara garis besar kavitasi merupakan Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 fenomena terjadinya pembentukan, pertumbuhan dan hancurnya gelembung mikro dalam cairan (Gogate dan Pandit, 2001). Sedangkan kavitasi hidrodinamika adalah kavitasi yang dihasilkan akibat adanya perbedaan tekanan dengan menggunakan geometri dari sistem yang menghasilkan variasi kecepatan (Jyoti dan Pandit, 2004). Secara biologi disinfeksi mengggunakan kavitasi hidrodinamika dapat terjadi karena tipisnya dinding sel E. coli. E. coli sebagai bakteri gram negative memiliki dinding sel yang lebih tipis dibandingkan dengan bakteri gram positif sehingga memungkinkan untuk mendisinfeksi E. coli, sehingga Kavitasi merupakan metode desinfeksi alternatif yang potensial untuk mendesinfeksi bakteri Escherichia coli. Menurut Parag (2007), dengan penambahan partikel padatan akan memberikan nilai tambahan untuk fenomena kavitasi yang terjadi direaktor. Penelitian lain yang dilakukan Ince dan Bellen, 2001 mengamati bahwa konsentrasi Escherichia coli menurun dengan menggunakan 20 kHz sonikasi dan apabila padatan ditambahkan (butiran keramik, partikel seng metalik dan karbon aktif) sehingga meningkatkan inaktivasi Escherichia coli. Dengan demikian additive mempunyai sifat katalis untuk membantu proses disinfeksi selain efek permukaan yang meningkatkan intensitas kavitasi dalam sistem. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Merry, 2011 membuktikan bahwa lebih dari 99% bakteri Escherichia coli dapat didisinfeksi menggunakan water-jet cavitation hydrodinamic. Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian lanjutan disinfeksi bakteri Escherichia coli dengan menggunakan water-jet yang dikombinasikan adsorben karbon dengan macam-macam variasi dosis adsorben karbon aktif dan zeolit aktif. Dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa efektifkah penambahan adsorben dalam mendesinfeksi bakteri Escherichia coli pada proses kavitasi. 2. Bahan dan Metode Penelitian Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karbon aktif dan zeolit yang berasal dari Lampung. Pada tahap awal dilakukan proses aktivasi terhadap zeolit untuk memperluas permukaan. Ukuran karbon aktif dan zeolit disamakan yaitu 2 mm. Pertama zeolit dicuci menggunakan air keran, setelah itu dipanaskan dengan aquadest suhu 1000C kemudian dioven suhu 60 0C selama 30 menit. Larutan yang digunakan untuk memanaskan setelah aquadest yaitu HCl, NaOH, NaCl dan NH4OH. Selanjutnya zeolit dikalsinasi menggunakan oven suhu 400 0C selama 2 jam. Konsentrasi indukan bakteri awalnya yaitu 1.108 CFU/mL sedangkan volume reaktor 3000 mL. Indukan yang dibuat sebanyak 1000 mL sehingga untuk mendapatkan konsentrasi awal untuk disinfeksi 1.106 CFU/ mL diambil 30 mL dari sampel 1 Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 Liter.Proses disinfeksi menggunakan laju alir 9 LPM dengan variasi dosis adsorben karbon aktif dan zeolit aktif yaitu 2 gram/ Liter, 4 gram / Liter dan 8 gram / Liter. Penelitian dilakukan selama 60 menit dimana diambil sampel tiap 15 menit sekali. Pada penelitian kombinasi karbon aktif dan zeolit, laju alir yang dipakai adalah laju alir terbaik saat hanya menggunakan water jet saja. Pendingin selalu ditambahkan untuk meminimalisasi peranan suhu yang ikut mendisinfeksi bakteri E.coli. Perhitungan total bakteri menggunakan analisa Total Plate Count (TPC). Metode TPC digunakan untuk menghitung jumlah mikroorganisme yang kandungannya dalam sampel sekitar 30-300 cfu/mL. Adsorben hasil disinfeksi kemudian di analisis menggunakan analisis BET baik karbon aktif maupun zeolit aktif dengan tujuan mengetahui luas permukaan sebelum dilakukan disinfeksi bakteri dan setelah dilakukan disinfeksi. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Uji Sirkulasi Tanpa Water Jet dan Adsorben Pada penelitian ini sebelumnya dilakukan uji blanko yaitu uji sirkulasi tanpa menggunakan water jet dan adsorben. Laju alir yang digunakan adalah 4, 8 dan 9 LPM sehingga jumlah penurunan bakteri dapat terlihat. 3.1.1 Uji Sirkulasi Dengan Pendingin Variasi Laju Alir Dari Gambar 1. (a) di bawah dapat disimpulkan bahwa konsentrasi bakteri menurun sampai menit ke 60. Konsentrasi akhir bakteri paling kecil yaitu pada laju alir 9 LPM. Hal ini dikarenakan laju alir yang paling tinggi dapat memicu terbentuknya radikal hidroksil lebih banyak sehingga kemampuan untuk disinfeksi lebih maksimal. Selain itu tekanan yang tinggi 8 7 6 5 4 3 2 1 30 4 LPM 8 LPM 9 LPM 0 15 30 45 Waktu (menit) 60 Suhu (0C) Log CFU/mL (shock wave) dapat memicu hancurnya struktur bakteri E. coli. 4 LPM 8 LPM 9 LPM 25 20 15 10 0 15 30 45 60 Waktu (menit) (a) (b) Gambar 1. Grafik Log (a) dan Suhu (b) Uji Sirkulasi Dengan Pendingin Variasi Laju Alir Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 Gambar 1. (b) di atas menunjukkan bahwa bertambahnya waktu sirkulasi berbanding lurus dengan kenaikan suhu. Pada tiga variasi laju alir diatas terjadi kenaikan suhu, suhu paling besar ada pada laju alir 9 LPM, semakin besar laju sirkulasi maka semakin besar kemungkinan kontak antara fluida yang menyebabkan turbulensi aliran yang akan menyebabkan terjadinya local hotspot. Panas yang dihasilkan juga dapat berasal dari kavitasi hasil kerja pompa sehingga menghasilkan panas dimana dalam pompa tersebut terjadi gesekan yang besar antara fluida dengan impellernya. 3.1.2 Uji Sirkulasi Tanpa Pendingin Variasi Laju Alir Untuk mengetahui seberapa besar efek kavitasi hidrodinamika dalam mendisinfeksi bakteri maka diberi tambahan pendingin sehingga dapat meminimalisasi pengaruh suhu 8 7 6 5 4 3 2 1 4 LPM 8 LPM 9 LPM 55 Suhu (0C) Log CFU/mL dalam proses ini. 4 LPM 8 LPM 9 LPM 45 35 25 0 15 30 45 Waktu (menit) 60 0 15 30 45 60 Waktu (menit) (a) (b) Gambar 2. Profil Log Konsentrasi E. coli dan Suhu Tanpa Water Jet Tanpa Pendingin Pada Grafik 2. (a) diatas terlihat profil disinfeksi Escherichia coli terjadi penurunan konsentrasi bakteri sampai menit ke 60. Akan tetapi terdapat satu titik pada laju alir 8 LPM mengalami kenaikan jumlah konsentrasi bakteri. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat menit ke 30 bakteri berada dalam suhu optimum dimana bakteri dapat tumbuh dengan cepat. Setelah melewati suhu optimum maka bakteri mengalami penurunan kembali. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk disinfeksi maka substrat akan semakin habis (Peter, 2013), sehingga bakteri ini mengubah lingkungan sekitar yang dapat menghambat pertumbuhan mereka (Tejay, 2011). Laju alir terbaik jika tidak menggunakan water jet adalah laju alir 9 LPM. Gambar 2.(b) menunjukkan bahwa bertambahnya waktu sirkulasi berbanding lurus dengan kenaikan suhu. Pada tiga variasi laju alir diatas terjadi kenaikan suhu, suhu paling besar ada pada laju alir 9 LPM, semakin besar laju sirkulasi maka semakin besar kemungkinan kontak antara fluida yang menyebabkan turbulensi aliran yang akan Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 menyebabkan terjadinya local hotspot. Panas yang dihasilkan juga dapat berasal dari kavitasi hasil kerja pompa. Untuk mengeliminasi pengaruh panas dari sirkulasi dan pompa, maka dalam penelitian ini digunakan pendingin. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa semua proses disinfeksi/ inaktivasi bakteri terjadi karena efek kavitasi hidrodinamika. Di sisi lain, penggunaan pendingin bertujuan untuk mencegah kerusakan alat (pompa). Penggunaan pendingin pada rangkaian alat kavitasi hidrodinamika juga dilakukan di beberapa penelitian terdahulu (Jyoti dan Pandit, 2001; M.S. Doulah, 1977; Mezule et al., 2009). 3.2 Disinfeksi Dengan Water Jet Tanpa Adsorben Dengan Pendingin Penelitian selanjutnya yaitu uji sirkulasi menggunakan water jet. Hal ini dilakukan untuk membandingkan seberapa besar pengaruh penambahan water jet dalam disinfeksi bakteri Escherichia coli. Dari Gambar 5 dibawah ini dapat penurunan konsentrasi sampai menit ke 8 7 6 5 4 3 2 1 4 LPM 8 LPM 9 LPM 4 LPM 25 8 LPM Suhu (0C) Log CFU/mL 60. 9 LPM 20 15 0 15 30 45 Waktu (menit) 60 10 0 15 30 45 Waktu (menit) (a) 60 (b) Gambar 3. Profil Log Konsentrasi E. coli dan Suhu dengan Water Jet Dari Gambar 3 (a) di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi bakteri menurun sampai menit ke 60. Konsentrasi bakteri paling kecil yaitu pada laju alir 9 LPM sehingga pada laju alir terbaik ini dibandingkan dengan menggunakan pendingin. Hal ini dikarenakan laju alir yang paling tinggi dapat memicu terbentuknya radikal hidroksil lebih banyak sehingga kemampuan untuk disinfeksi lebih maksimal. Dari Gambar 3 (b) di atas dapat dilihat profil suhu selama dilakukan disinfeksi. Suhu tertinggi berada pada laju alir 9 LPM. Kenaikan suhu pada proses ini lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan water jet. Hal ini disebabkan karena ukuran diameter injektor berbeda, ukuran water jet yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diameter inlet 7 mm dan diameter outlet 4 mm. Pada diameter outlet ini terjadi perubahan geometri aliran sehingga menyebabkan pemisahan pada boundary layer Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 dan akan membentuk aliran eddie serta resirkulasi yang berbalik arah dan menyebabkan shock wave pada sistem. Akibat dari peristiwa diatas maka akan terjadi peningkatan tekanan yang hilang dan menyebabkan discharge pressure berkurang secara proporsional. Sehingga pembentukan gelembung mikron lebih banyak dihasilkan pada diameter kecil. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa tingginya suhu apabila tanpa pendingin tidak berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup bakteri. Konsentrasi akhir apabila tanpa pendingin sejumlah 1100 CFU/mL sedangkan jika menggunakan pendingin konsentrasi pada menit ke 60 menjadi 5000 CFU/mL. 3.3 Disinfeksi Dengan Kombinasi Adsorben Karbon Aktif Karbon aktif yang digunakan disini adalah karbon aktif yang berukuran 2 mm dan sebelum digunakan untuk disinfeksi harus dicuci, kemudian diautoclave dengan suhu 120°C selama 20 menit. Pada Gambar 4 di bawah ini terlihat penurunan konsentrasi dengan dosis adsorben yang berbeda. 2 g /L 4 g /L 6 8 g / L 4 2 2 g /L 25 Suhu (0C) Log CFU/mL 8 4 g /L 20 8 g /L 15 10 0 0 10 20 30 40 50 60 Waktu (Menit) 0 15 30 45 60 Waktu (Menit) (a) (b) Gambar 4. Profil Log Konsentrasi E. coli (a) dan Suhu (b) Kombinasi Karbon Aktif Dari Gambar 4 (a) di atas menjelaskan bahwa semakin lama kontak adsorben dengan bakteri maka konsentrasi bakteri semakin berkurang. Dosis terbaik dalam penelitian ini yaitu 2 g/L, pada dosis ini bakteri sudah habis didisinfeksi pada menit ke 60 sehingga perlu dibandingkan dengan tanpa pendingin. Jika tanpa pendingin, bakteri habis didisinfeksi pada menit ke 45. Menurut Parag (2007), dengan penambahan partikel padatan akan memberikan nilai tambahan untuk fenomena kavitasi yang terjadi direaktor. Penelitian lain yang dilakukan Ince dan Bellen, 2001 mengamati bahwa konsentrasi Escherichia coli menurun dengan menggunakan 20 kHz sonikasi dan apabila padatan ditambahkan (butiran keramik, partikel seng metalik dan karbon aktif) sehingga meningkatkan inaktivasi Escherichia coli. Dengan demikian additive mempunyai sifat katalis untuk membantu proses disinfeksi selain efek Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 permukaan yang meningkatkan intensitas kavitasi dalam sistem. Beberapa hal yang mempengaruhi disinfeksi menggunakan adsorben, seperti fenomena coalescence. Fenomena ini dapat terjadi apabila kontak langsung terjadi antara fluida dengan karbon aktif sehingga menyebabkan terbentuknya oksigen. Karena terbentuknya oksigen ini maka radikal hidroksil yang dihasilkan juga semakin sedikit. Hal ini lah yang menurunkan kinerja disinfeksi. Hasil disinfeksi menggunakan karbon aktif dengan dosis yang kecil malah menghasilkan hasil terbaik. Hal ini dapat disebabkan semakin banyaknya bakteri E.coli maka semakin besar kemungkinan bakteri untuk membentuk lapisan biofilm pada karbon aktif. Adanya biofilm ini menyebabkan luas permukaan adsorben semakin kecil, sehingga dapat menurunkan kinerja karbon aktif dalam mendisinfeksi bakteri E.coli. Penambahan karbon aktif telah diteliti dapat menghilangkan limbah mikroorganisme skala laboratorium bahkan skala teknis (Zwickenpflug, et al., 2010) Dari Gambar 4.(b) diatas dapat dilihat bahwa meningkatnya suhu terjadi pada ketiga dosis karbon aktif. Dosis adsorben saat 2 g/L mengalami kenaikan suhu yang besar karena semakin kecil massa zat maka kalor yang diterima semakin sedikit, sehingga sisa kalor yang dihasilkan dilepaskan kembali ke fluida. Hal ini sejalan dengan persamaan energi kalor. 3.4 Disinfeksi Dengan Kombinasi Adsorben Zeolit Aktif. Sebelum zeolit digunakan, terlebih dahulu diaktivasi menggunakan asam, basa dan kalsinasi. Zeolit tertentu menyerap sel mikroba pada permukaan dan adsorpsi selektif untuk mikroorganisme (Munehiro K , 2008). Di bawah ini terdapat Gambar 5 yang menampilkan 8 2 g / L 4 g / L Log CFU/mL 7 6 5 4 3 2 0 15 30 45 waktu (menit) Suhu (0C) penurunan konsentrasi bakteri variasi dosis adsorben menggunakan pendingin. 24 22 20 18 16 14 12 10 2 g /L 4 g /L 8 g /L 0 60 15 30 45 60 Waktu (Menit) (a) (b) Gambar 5. Profil Log Konsentrasi E.coli (a) dan Suhu (b) Kombinasi Zeolit Aktif Dengan Pendingin Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 Konsentrasi awal bakteri Escherichia coli dibuat sama yaitu 106 CFU/mL. Dari Grafik 5.(a) diatas dapat dilihat laju penurunan konsentrasi setiap 15 menit selama 1 jam. Hasil terbaik menggunakan zeolit aktif pada dosis 2 g/L. Beberapa hal lain yang mempengaruhi disinfeksi, seperti fenomena coalescence. Fenomena ini dapat terjadi apabila kontak langsung terjadi antara fluida dengan karbon aktif sehingga menyebabkan terbentuknya oksigen. Karena terbentuknya oksigen ini maka radikal hidroksil yang dihasilkan juga semakin sedikit. Hal ini lah yang menurunkan kinerja disinfeksi. Biofilm adalah bentuk dominan dari kehidupan mikroba dalam air di lingkungan (Wanner et. al., 2006). Mikroorganisme menggunakan kemampuan mereka untuk membentuk biofilm sebagai bagian dari strategi mereka untuk hidup bertahan.(C, Falholt et. al.,, 1997). Zeolit yang sifatnya asam dan bakteri juga bersifat asam hal ini dapat memicu zeolit sebagai tempat berlindungnya bakteri. Hal ini dapat terjadi karena sifat polar dan non polar yang dimiliki mereka sehingga tarik menarik antar ikatan semakin kuat dan cenderung membentuk biofilm. Pada Gambar 5.(b) di atas dapat dilihat profil suhu dengan dosis zeolit aktif yang berbeda. Jika menggunakan zeolit aktif, suhu tertinggi saat menit ke 60 yaitu pada dosis 2 g/L. Semakin sedikit dosis adsorben yang dikontaminasi maka semakin tinggi suhu yang dihasilkan. Suhu zeolit pada menit ke 60 lebih rendah dari zeolit aktif karena selain densitas zeolit lebih besar, zeolit ini lebih mudah menyerap panas. Sehingga panas yang dihasilkan oleh pompa ataupun hasil tumbukan gelembung mikro diserap oleh zeolit. Faktor yang mendukung kemampuan zeolit untuk mengadsorbsi bakteri yaitu interaksi electric double layer dan interaksi hidrofobik. Interaksi electric double layer antara sel bakteri dan zeolit dapat ditunjukkan dengan pengukuran potensial zeta. Interaksi ini dihitung dengan suatu persamaan potensial interaksi, di mana jika potensial tersebut kurang dari nol, maka gaya tarik menarik akan mendominasi sehingga sel bakteri dapat teradsorbsi pada zeolit. Sebaliknya, jika potensial lebih dari nol maka gaya tolak menolak akan mencegah sel bakteri mendekati zeolit kecuali jika energi kinetik sel cukup tinggi untuk melebihi penghalang potensial. Hal ini sesuai dengan penelitian Kubota & Nakabayashi, 2008, bahwa bakteri E.coli dalam rentang pH 5-9 menghasilkan nilai potensial zeta antara 5mV sampai -10 mV. Interaksi hidrofobik terjadi saat dua partikel hidrofobik mengalami kontak dengan lingkungan yang aqueous, kemudian akan berikatan satu sama lain dengan bantuan molekul air disekitarnya yang dapat menyatukan mereka bersama.Interaksi hidrofobik dapat digunakan MATH ( Microbial Adhesion To Hydrocarbon) assay. MATH assay merupakan metode pengujian karakterisasi hidrofobitas bakteri dengan pengukuran Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 absorbansi spektrofotometrik untuk konsentrasi sel dalam suspense yang dikontakkan dengan cairan hidrokarbon. 3.5 Perbandingan Hasil Terbaik Water Jet, Karbon Aktif dan Zeolit Aktif Penelitian ini membuktikan bahwa efektifitas disinfeksi bertambah dengan adanya penambahan adsorben. Dari Grafik di bawah ini dapat diambil kesimpulan bahwa Log CFU/mL penggunaan water jet pada proses ini belum efektif untuk mendisinfeksi bakteri E.coli. 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Water Jet Karbon Ak=f 2g/L Karbon Ak=f 4g/L Karbon Ak=f 8g/L Zeolit Ak=f 2g/L Zeolit Ak=f 4g/L zeolit Ak=f 8g/L 0 15 30 45 60 Waktu ( menit ) Gambar 6. Perbandingan Water Jet, Karbon Aktif dan Zeolit Aktif Pada penelitian ini dosis yang paling rendah lah yang menunjukkan kemampuan disinfeksi paling baik. Hal ini dapat dikarenakan beberapa hal seperti: Bakteri yang menempel pada suatu permukaan cenderung membentuk agregat dimana sel tersebut saling melekat satu sama lain dan membentuk suatu matriks polimer yang disebut biofilm. Semakin besar dosis adsorben maka semakin besar kemungkinan terjadi kontak antara bakteri dengan adsorben. Semakin lama terjadi kontak maka pembentukan biofilm akan semakin tebal. Adanya biofilm ini menyebabkan penurunan kerja adsorbsi dan efektifitas kerja. Pada dosis 8 g/L kemungkinan yang banyak terserap pada adsorbennya adalah zat organik yang terdapat dalam biakan bakteri tersebut, sehingga kesempatan terserapnya bakteri kecil. Saat dosis 2 g/L, maka adsorben dalam saringan dapat terfluidisasi sempurna sehingga kemampuan untuk menyerap bakteri semakin besar. Berbeda dengan dosis 8 g/L, saat penelitian ini dilakukan banyak adsorben yang menyumbat saringan sehingga adsorben tidak dapat sempurna dalam menyaring bakteri. Adanya efek mekanik yang disebabkan oleh sirkulasi aliran. Efek ini nantinya akan menaikkan tekanan dan turbulensi sehingga membuat bakteri cepat terlepas dari adsorbennya. Karbon aktif mempunyai kemampuan mengadsorp lebih besar dari pada zeolit aktif dikarenakan sifat hidrofobik dan hidrofilik yang dimiliki adsorben itu sendiri. Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 Karbon aktif cenderung hidrofobik atau non polar cenderung efektif untuk mengadsorpsi zat yang tidak larut dalam air. Sedangkan zeolit mempunyai sifat hidrofilik atau polar sehingga kemampuan tarik menarik antara adsorben dan bakteri kuat dan efektif untuk mengadsorbsi zat yang larut dalam air. Dalam studi lain, Ince dan Belen (2001) mengamati bahwakonsentrasi E. coli dalam air deionisasi menurundengan waktu kontak pada 20 kHz sonikasi, dan apabila padatan ditambahkan (butiran keramik, partikel seng metalik dankarbon aktif) dapat meningkatkan inaktivasi E. coli. Karbon aktif adalah bahan yang paling efektif karena yang permukaan aktif, yang disukai adsorpsi bakteri. Dengan demikian, sangat penting bahwa aditif harus memiliki beberapaaksi katalitik untuk mempromosikan proses desinfeksi diselain efek permukaan yang meningkatkan intensitaskavitasi dalam system. Jonas E, et.al, telah membuktikan bahwa daya serap yang rendah pada zeolit ini diakibatkan oleh lapisan terluar dari bakteri gram negatif yaitu lipopolisakarida. Bakteri ini mungkin mendekati zeolit, tetapi sel tidak mengikat dan menyerap zeolit karena lapisan antara lipopolisakarida sel dan permukaan zeolit sangat lemah sehingga menjadi penghalang adhesi (Jonas et al., 2014). Menurut Kubota & Nakabayashi, 2008 zeolit klinoptilolit jenis ini dapat mengadsorb bakteri paling baik cenderung hidrofobik dibandingkan bakteri B. Subtilis dan Staph aureus. Bakteri yang E.coli teradsorbsi paling baik pada zeolit juga menunjukkan tingkat hidrofobitas yang tinggi (Kubota & Nakabayashi, 2008). 3.5 Luas Permukaan Karbon Aktif dan Zeolit Untuk mengetahui berapa besar luas permukaan digunakan analisis BET. Dengan adanya analisis ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar kah peran adsorben dalam proses disinfeksi bakteri. Luas Permukaan (m2/gram) 500 426.178 400 304.922 300 200 100 0 45.139 37.102 Karbon Ak=f Sebelum Disinfeksi Karbon Ak=f Setelah Disinfeksi Zeolit Ak=f Sebelum Disinfeksi Zeolit Ak=f Setelah Disinfeksi Adsorben Gambar 7. Perbandingan Analisis BET Karbon Aktif dan Zeolit Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 Pada analisa diatas diperoleh luas permukaan karbon aktif sebelum dan setelah disinfeksi masing-masing yaitu 426,18 m2/gram dan 304,92 m2/gram. Sedangkan untuk zeolit aktif nilai luas permukaan masing masing sebelum dan setelah didisinfesi yaitu 45,14m2/gram dan 37,10 m2/gram. Luas permukaan dari karbon aktif pada awal sebelum disinfeksi lebih tinggi dari zeolit sehingga presentase adsorpsi lebih banyak terserap pada adsorben yang memiliki luas permukaan yang besar. Selisih luas dari karbon aktif dan zeolit yaitu 121,256 m2/gram dan 8,04 m2/gram. Karbon aktif terbukti menyerap bakteri lebih banyak dari zeolit jika dilihat dari selisih luas permukaan masing-masing adsorben. 4 Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: Penambahan adsorben terbukti sangat efektif untuk meningkatkan kerja kavitasi hidrodinamika. Dosis adsorben terbaik baik karbon aktif maupun zeolit yaitu pada 2 gram/liter dengan laju alir 9 liter/menit dan konsentrasi awal bakteri berkisar pada 1.106 CFU/mL. Dari hasil disinfeksi, adsorben terbaik yang digunakan yaitu karbon aktif karena saat dosis 2 gram/liter semua bakteri mati pada menit ke 60. Sedangkan dengan zeolit aktif pada menit ke 60 tersisa bakteri 291 CFU/mL. 5 Saran Saran untuk penelitian selajutnya adalah dilakukan uji disinfeksi bakteri hanya menggunakan adsorben tanpa Water Jet, agar bisa dibandingkan dengan hasil akhir kombinasi adsorben. Analisa ditambah dengan SEM agar mengetahui struktur apa saja yang terserap dalam adsorben. Diberikan tambahan sinar ultraviolet pada alat sehingga proses disinfeksi lebih maksimal. Pada saat running diusahakan agar suhu dibawah 50 ⁰C agar kinerja pompa tidak menurun dan dapat merusak alat. Pompa diatas laju alir 9 LPM sudah tidak bekerja secara optimum sehingga jika dikehendaki laju alir diatasnya, maka pompa harus diganti. Daftar Referensi C, J., Falholt, P., dan Gram, I. (1997). Enzymatic Removal and Disinfection of Bacterial Biofilms. Appl Environ Microbiol , 63 (9) : 3724-3728. Doulah, M. S. (1977). Mechanism of Biological Cells in Ultrasonic Cavitation. chemical Engineering Journal . Gogate, P. R., dan Pandit, A. B. (2001). Hydrodynamic cavitation Reactors A State of The Art Review. Journal Chemical Engineering . Gogate, P. R., dan Pandit, A. B. (2001). Hydrodynamic Cavitation Reactors: A State of the Art Review. Matunga : Division of Chemical Engineering, University Department of Chemical Technology . Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014 Ince, N. H., dan Bellen, R. (2001). Aqueous phase disinfection with powerultrasound: Process Kinetics and Effect of Solid Catalyst. Environmental Science and Technology 35 , 1885. Jonas, L., Armin, Z., Martin, B., Gerhard, K., Christian, K., dan Thomas, W. (2014). Comparison of Two PAC/UF processes for the Removal of Micropollutans from Wastewater Treatment Plant Effluent : Process Performance and Removal Efficiency. Water Research 56 , 26-36. Jyoti, K. K., dan Pandit, A. B. (2004). Ozone and Cavitation for Water Disinfection. Biochemical Engineering Journal , 9-19. Kubota, M., Nakabayashi, T., Matsumoto, Y., Shiomi, T., Yamada, Y., Ino, K., (2008). Selective Adsorbtion of Bacterial Cells Onto Zeolites 64. Colloids and Surfaces B , 85-97. Mezule, L., Tsyfansky, S., Yakushevich, V., dan Juhna, T. (2009). A Simple Technique for Water Disinfection with Hydrodynamic Cavitation: Effect on Survival of Escherichia coli. Chemical Engineering Journal 248 , 152-159.. Parag, R. G. (2007). Application of cavitational reactors for water disinfection: Current status and path forward. Journal of Environmental Management 85 , 801-815. Peter, F. (2013, 07 24). Department of Energy. Retrieved 06 08, 2014, from pH and Bacterial Growth: www.newton.dep.anl.gov Tejay, B. (2011, 12 26). Buffered Growth : The Effects on Bacteria. Retrieved 06 08, 2014, from Mustang High School, Ohla homa: Biosurvey.ou.edu Wanner, O., Eberl, H., Morgenroth, E., Noguera, D., Picioreanu, D., dan Rittmann, B. (2006). Dechipering and Using Biofilms. Water 21 , 34-35. Yuliastuti, D. 30 Penyakit Ini Akibat Air Bersih. www.tempo.co . Accesed Juni 04, 2014. Zwickenpflug, B., Bohler, B., Sterkele, M., Joss, B., Siegrist, A., Traber, J.,. (2010). Use of Powdered Activated Carbon for the Removal of Micropollutans from Municipal Wastewater. dubendorf: EAWAG on Behalf on the Swiss Federal Office for the Environment. Disinfeksi bakteri…, Dina Isholawati, FT UI, 2014