Awig-Awig Majelis Agung Adat Pekraman Hindu Lampung

advertisement
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
MAJELIS ADAT PEKRAMAN
PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2016
Latar Belakang dan Asal-Usul
Om Swastyastu,
Keinginan kami sebagai penggagas berdirinya Majelis Adat Pekraman di wilayah
Lampung, agar cita-cita luhur tentang asal-usul untuk mendirikan Majelis Adat Pekraman
di Provinsi Lampung ini dapat diwariskan kepada anak cucu kita sebagai penerus tradisi,
adat-istiadat dan seni budaya Bali di masa mendatang. Sebagai penggagas dan perumus,
terlebih dahulu kami ingin menyampaikan bahwa apa yang kami lakukan ini bukan karena
kepentingan pribadi atau golongan dan bukan juga karena konspirasi politik serta hal-hal
lain yang berkaitan dengan suksesi yang bersifat individu, tetapi dengan hati yang tulus
ikhlas, hanya karena kami ingin meletakan pondasi yang kuat bagi Adat Pekraman,
sehingga langkah-langkah yang kami lakukan berguna bagi komunitas suku Bali dalam
melestarikan Adat Pekraman yang telah tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
keberadaan umat Hindu asal Bali di Provinsi Lampung.
Menurut pandangan kami sistem ini harus kita ikat menjadi satu kesatuan adat yang utuh
dalam wadah Majelis Adat Pekraman sebagaimana ia tumbuh di daerah asalnya, yaitu di
Bali. Nama Majelis Adat Pekraman adalah nama yang telah diputuskan sebagai wadah adat
Bali di Provinsi Lampung. Ada perbedaan kata “adat” dan “desa” yang terdapat dalam
Majelis Adat Pekraman (di Lampung) dan Majelis Desa Pekraman (di Bali), keduanya
mengandung makna yang sama yaitu suatu wadah yang mengikat komunitas masyarakat
adat Bali dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan majelis ini juga bertujuan agar
nantinya Majelis Adat Pekraman ini terus berkembang menjadi organisasi yang bersifat
Nasional dalam wadah Majelis Adat Pekraman Indonesia.
Majelis ini harus tetap tumbuh dan berkembang sebagai salah satu masyarakat hukum adat
yang ada di Indonesia, seperti yang diamanatkan dalam penjelasan pasal 18B UUD 1945,
Permendagri dan Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014, yang intinya memberi pengakuan
dan penghormatan kepada sistem masyarakat hukum adat yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat dan memberi kedudukan yang sangat kuat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
1
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Nama Majelis Adat Pekraman dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kami kepada
asal-usul desa adat Bali yang diawali oleh umat Hindu yang ada di Provinsi Bali dan saat
ini umat Hindu asal Bali telah berkembang sebagai bagian dari masyarakat daerah lain
yang ada di seluruh wilayah Nusantara termasuk di Provinsi Lampung, tentu saja sistem
adat yang diwariskan leluhur turut terbawa sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan komunitas masyarakat adat Bali. Sedangkan bagi umat Hindu etnis Bali,
pemahaman tentang Majelis Adat Pekraman adalah istilah yang sudah sangat populer dan
sudah membumi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga secara sosiologis istilah Majelis
Adat Pekraman tidak akan menjadi permasalahan sosial yang di nilai berpotensi memecahbelah kerukunan dan kehidupan masyarakat adat Bali di Indonesia.
Demikian juga secara yuridis formal Desa Adat sebagai mana dinyatakan dalam UndangUndang Nomor: 6 tahun 2014, telah memberi legitimasi bagi Majelis Adat Pekraman
Provinsi Lampung, karena Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014 secara tegas telah
menyatakan tentang kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal sebagai berikut:
Dalam pasal 1 point 1 menyebutkan:
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus masalah pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasar kan prakarsa masyarakat, hal asal usula, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam pasal 4 point a menyatakan:
Pengaturan Desa bertujuan; memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa
yang sudah ada dengan keberagamannya, sebelum dan sesudah terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan, dalam point b disebutkan; untuk
memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketata
negaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Dalam pasal 8 ayat (2) dinyatakan:
Bahwa pembentukan Desa sebagaimana dinyatakan dalam pasal (1) ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan prakarsa
masyarakat desa, asal-usul, adat-istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa,
serta kemampuan dan potensi Desa.
Dalam pasal 95 ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan:
Lembaga Adat Desa sebagaimana dimaksud pada a ayat (1) merupakan lembaga
yang menyelenggarakan fungsi adat-istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli
Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa. Dan dalam ayat
2
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
(3) dinyatakan Lembaga Adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
membantu pemerintah Desa dan sebagai mitra dalam memberdayakan, melestarikan
dan mengembangkan adat-istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat-istiadat
masyarakat Desa.
Dalam pasal 39 ayat (1) dinyatakan:
Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
Dalam pasal 101 ayat (1) dinyatakan:
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
melakukan penataan Desa Adat. Dalam ayat (2) dinyatakan; penataan desa adat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam poeraturan daerah. Dan
peraturn daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai lampiran pada batas
wilayah.
Dalam pasal 103 point d dan e tentang wewenang Desa Adat dinyatakan:
Point a menyatakan: penyelesaian sengketa hukum adat berdasarkan hukum adat
yang berlaku di desa adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak azasi
manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah. Poin b
menyatakan: penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan:
Ayat (1) menyatakan: penugasan dari pemerintah dan/ atau pemerintah daerah
kepada desa adat meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa adat, pelaksanaan
pembangunan desa adat, pembinaan kemasyarakatan desa adat dan pemberdayaan
masyarakat desa adat. Kemudian ayat (2) menyatakan: penugasan sebagai mana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan biaya.
Dalam pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan:
Ayat (1) menyatakan: ketentuan khusus tentang desa adat sebagai dimaksud dalam
pasal 96 sampai dengan pasal 110 hanya berlaku untuk desa adat. Kemudian ayat
(2) menyatakan: ketentuan tentang desa berlaku juga untuk desa adat sepanjang
tidak diatur dalam ketentuan khusus tentang desa adat.
Gagasan pembentukan Majelis Adat Pekraman di Lampung pada awalnya dicetuskan oleh
seorang Ahli Hukum bernama Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H. pada tanggal 12 September
2012, dihadapan sebelas tokoh adat terdiri dari para bendesa, ketua dan tokoh adat dari
tujuh kabupaten/kota, yaitu:
1.
I Nengah Aryata, SE (Bandar Lampung)
2.
I Made Pasti (Lampung Selatan)
3.
Mangku Misi, S.Pd. (Lampung Tengah)
4.
I Ketut Sukerta (Kota Metro)
5.
I Gusti Putu Mudita (Tulang Bawang)
6.
I Wayan Sudiksa, SIP (Way Kanan)
3
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
7.
I Ketut Yorgel (Lampung Timur)
8.
I Putu Suanda (Lampung Timur)
9.
I Ketut Rajin (Lampung Timur)
10. I Nyoman Gunawan (Lampung Timur) dan
11. I Nengah Sarwa (Lampung Timur).
Dalam acara“temu tokoh adat”yang diadakan Kampus STAH Lampung, diuraikan tentang
perkembangan sistem adat Bali di Provinsi Lampung, yang menurutnya sangat mendesak
untuk dibentuk Majelis Adat Pekraman sebagai organisasi tradisional yang menjadi wadah
komunitas suku Bali dalam melestarikan tradisi, adat-istiadat dan seni budaya Bali yang
tumbuh dan berkembang di Provinsi Lampung. Pembentukan majelis ini merupakan upaya
konstruktif yang dilakukan oleh para tokoh dan pemerhati adat Bali, untuk melindungi
umat Hindu dari pelemahan tradisi, adat-istiadat dan seni budaya akibat pengaruh budaya
India yang masif dan issue Hindu global dan back to veda, membuat adat pekraman tak
berdaya membendung derasnya pengaruh budaya India yang dianggap oleh kelompok
tertentu di lingkungan umat Hindu sebagai ajaran agama yang modern dan praktis.
Pada hari Jumat tanggal 15 April 2016, issue Majelis Adat Pekraman diangkat kembali
dalam kegiatan pembinaan rohani bagi personil Polri di Polda Lampung, yang kemudian
sepakat agar ditindak lanjuti untuk mengadakan pertemuan dengan para prajuru dan tokoh
adat Kota Bandar Lampung. Hadir dalam acara tersebut adalah:
1.
AKBP Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H.
2.
AKBP I Made Rasma, S.Ik, M.Si.
3.
AKBP I Made Kartika, S.H., M.H.
4.
Kompol I Ketut Suma, S.H.
5.
Kompol Ida Bagus Gede Adi Putra, S.Psi, M.Psi
6.
I Gede Suharto, SE
7.
Drs. I Dewa Kadek Artha
8.
I Made Pasti
9.
drh. AA.Oka Mantera
10. Iptu Pol I Nyoman Parta
11. Kompol I Gusti Wartana
12. I Nyoman Jiwa.
4
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Dalam rapat tersebut forum mengevaluasi berbagai issue dan perkembangan kegiatan
keagamaan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dan berhasil menyusun kesepakatan
sebagai berikut:
1.
Sepakat untuk membentuk wadah lembaga Desa Adat yang disebut dengan Majelis
Adat Pekraman Provinsi Lampung sampai dengan tingkat Desa.
2.
Sepakat secara aklamasi menunjuk saudara Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H. sebagai
Ketua Tim Perumus yang bertugas untuk menyusun Awig-Awig Adat Pekraman
Provinsi Lampung, yang akan dibahas dalam Paruman Agung Para Bendesa Adat seProvinsi Lampung, dan kemudian akan ditetapkan sebagai pedoman organisasi Majelis
Adat Pekraman Provinsi Lampung.
Pertemuan tokoh adat yang dilaksanakan pada tanggal 15 April 2016 tersebut, adalah
momentum yang sangat berharga dalam mengembangkan dan melestarikan tradisi, adatistiadat dalam komunitas masyarakat Hindu untuk menjalankan ajaran Tri Hita Karana.
Harapan yang kami gantungkan ini, sejalan dengan tujuan Undang-Undang Nomor: 6
tahun 2014 dan pandangan Prof. Dr. Ida Bagus Gunadha, MSi. Guru Besar UNHI
Denpasar (2008), yang menyatakan “sistem dan struktur masyarakat Hindu suku Bali
dibangun di atas kerangka Tri Hita Karana dan beliau memberikan simpulan bahwa Desa
Pekraman merupakan satu kesatuan harmonis dari tiga gatra, yaitu; krama desa sebagai
gatra pawongan, yang membutuhkan ruang untuk melakukan aktivitas berupa kewajiban
hidup menjalankan dharma sebagai wujud gatra parhyangan, di wilayah desa Pekraman
sebagai wujud gatra palemahan”.
Mempedomani Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014 dan pandangan Prof. Dr. Ida Bagus
Gunadha, Msi. tersebut, maka ada satu pertanyaan yang perlu dipikirkan bersama; perlukah
dibentuk Majelis Adat Pekraman di Provinsi Lampung ? Pertanyaan ini telah memberi
motivasi kepada kita semua untuk segera menemukan jawabannya, ternyata pemerintah
telah merangkum jawaban yang kita kehendaki melalui UU Nomor: 6 tahun 2014, tentang
Desa. Pemahaman tentang asal-usul desa adat kami temukan dalam buku yang ditulis oleh
Prof. Dr. Ida Bagus Gunadha, M.Si. yang berjudul “Pemberdayaan Desa Pekraman”,
yang menyatakan bahwa:
Sebelum disebut “desa Pekraman”, sistem adat yang ada di Bali dahulu disebut
“Desa Adat”. Awig-awig desa Pekraman dijiwai oleh agama Hindu yang merupakan
penjabaran dari falsafah Tri Hita karana, yaitu (1) parhyangan sebagai kongkretisasi
tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang mengatur kegiatan manusia
5
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
dalam melakukan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam yang diwujudkan
melalui kegiatan upacara keagamaan; (2) pawongan sebagai perwujudan dari
hubungan manusia dengan sesamanya, yang diwujudkan dalam kegiatan sosial
keagamaan; (3) palemahan atau wilayah berupa perwujudan hubungan manusia
dengan alam yang menjadi tempat pemukiman dan sumber kehidupan masyarakat.
Jadi, sistem dan struktur Desa Pekraman masyarakat Hindu suku Bali dibangun di
atas kerangka Tri Hita Karana, yang terdiri atas tiga gatra; parhyangan, pawongan
dan palemahan.
Tujuan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014, tentang Desa dan
pandangan yang disampaikan Prof. Dr. Ida Bagus Gunadha, Msi. intinya sejalan dan
searah, bahwa pemerintah menghormati eksistensi masyarakat hukum adat yang ada di
Indonesia dan bertekad melakukan pembinaan, pengembangan dan pelestarian masyarakat
adat termasuk masyarakat adat Bali yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam konteks pemberdayaan Desa Pekraman tersebut di atas, Prof. Dr. Ida Bagus
Gunadha, Msi. memberi pengertian tentang pemberdayaan sebagai suatu aktivitas untuk
menggali dan mengembangkan segala potensi yang ada di Desa Pekraman sebagai satu
kekuatan dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan, yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah pemberdayaan setiap komponen adat dalam membangun
eksistensi desa Pekraman. Pemahaman ini sangat penting untuk melihat secara utuh
keunggulan desa Pekraman yang dapat diberdayakan, untuk melestarikan tradisi, adatistiadat dan seni budaya Bali di Indonesia. Catatan: Agama Hindu bagi orang Bali adalah
agama Hindu yang dilaksanakan dalam koridor kebudayaan Bali (Gunadha, 2008: 26).
Dasar Hukum eksistensi Majelis Adat Pekraman sebagai salah satu kesatuan masyarakat
hukum di Indonesia, tertuang dalam penjelasan umum angka 6 Undang-Undang Nomor: 5
tahun 1979, yang menyatakan:
Bahwa undang-undang ini tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum, adat-istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang
masih hidup dan berkembang di masyarakat sepanjang menunjang kelangsungan
pembangunan dan ketahanan nasional.
Tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1979 ini adalah keluarnya
Permendagri Nomor: 11 tahun 1984, yang memberi penekanan lebih substantif terhadap
arah dan sasaran pembinaan dan pengembangan adat-istiadat antara lain:
semua usaha atau kegiatan dalam rangka memelihara dan memajukan adat-istiadat
yang menunjang kelangsungan pembangunan nasional serta tidak bertentangan
dengan kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Bentuk komitmen pemerintah untuk mengakui eksistensi adat istiadat yang dinilai oleh
pemerintah sangat membantu dan menunjang suksesnya pelaksanaan pembangunan
nasional, dibuktikan dengan dikeluarkannya Permendagri No: 3 tahun 1997, tentang
pemberdayaan,
pelestarian
dan
pengembangan
adat-istiadat,
kebiasaan-kebiasaan
masyarakat, dan lembaga adat di daerah. Selanjutnya pada tahun 2014 pemerintah
mengesahkan Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014, tentang Desa. Undang-undang ini
telah memberikan kepastian hukum terhadap eksistensi Desa Adat
sebagai susunan
masyarakat hukum yang telah ada, tumbuh dan berkembang sebelum kemerdekaan
Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka pemberdayaan dan pelestarian serta
pengembangan adat pekraman memiliki landasan yuridis yang sangat kuat dan jelas, untuk
itu kami sebagai penggagas dan penyusun berdirinya Majelis Adat Pekraman di Wilayah
Lampung, dengan segenap kemampuan yang kami miliki, mengajak kepada seluruh
bendesa adat yang ada di wilayah Lampung untuk menyamakan visi, misi dan pandangan
untuk segera membangun kesatuan dan persatuan masyarakat hukum adat yang kita warisi
dari para leluhur, dengan membentuk Majelis Adat Pekraman yang dibangun secara
berjenjang mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan yang berbasis pada
sistem Adat Pekraman yang selama ini telah ada dan berkembang secara alami dalam
komunitas Hindu Bali yang ada di desa-desa se-Provinsi Lampung.
Semoga Ida Betara Kuturan sebagai pencipta pertama sistem adat ini yang dilengkapi
dengan kahyangan tiga dan Ida Betara Danghyang Dwijendra yang melengkapi dengan
Padmasana, memberi anugrah sinar suci-Nya kepada kita, sebagai pengikut-Nya, sehingga
ajakan kami ini dapat membangkitkan motivasi saudara-saudara untuk turut serta
memberdayakan dan melestarikan Majelis Adat Pekraman di luar Bali khususnya di
Wilayah Lampung yang kita cintai.
Om, Santih, Santih, Santih, Om
PENGGAGAS & PENDIRI MAJELIS ADAT PEKRAMAN
PROVINSI LAMPUNG
Ketua
: AKBP Dr. I Ketut Seregig, SH, MH (Tokoh Adat)
Sekretaris
: I Gede Suharto, SE (Tokoh Agama)
Anggota
: AKBP I Made Rasma, S.Ik, MSi (Paguyuban ADB)
Anggota
: AKBP I Made Kartika, SH, MH (Paguyuban ADB)
7
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Anggota
: Kompol IBG.Adi Putra, SPsi, MPsi (Paguyuban)
Anggota
: Drs. I Dewa Kadek Artha (Bendesa Kota BL)
Anggota
: I Ketut Sudama, ST, S.Ag.(Kelian Banjar Satria)
Anggota
: Kompol I Ketut Suma, S.H.(Kelian Banjar Tengah)
Anggota
: I Ketut Sutika, SH (Kelian Banjar Buana Santi)
Anggota
: I Ketut Sudiana
Anggota
: Kompol I Gusti Putu Wartana (Paguyuban ADB)
Anggota
: drh. A.A Oka Mantera (Tokoh Adat B.Lampung)
Anggota
: Iptu Pol I Nyoman Parta (Paguyuban ADB)
Anggota
: I Nengah Aryata, SE (Tokoh Adat B.Lampung)
Anggota
: I Made Pasti (Tokoh Adat Kab.Lampung Selatan)
Anggota
: Mangku Misi, S.Pd. (Tokoh Agama Lamteng)
Anggota
: I Ketut Sukerta (Tokoh Adat Kota Metro)
Anggota
: I Gusti Putu Mudita (Tokoh Adat Tulang Bawang)
Anggota
: I Wayan Sudiksa, SIP (Tokoh Adat Lampung Utara)
Anggota
: I Ketut Yorgel (Tokoh Adat Lampung Timur)
Anggota
: I Putu Suanda (Tokoh Adat Lampung Timur)
Anggota
: I Ketut Rajin (Tokoh Adat Lampung Timur)
Anggota
: I Nyoman Gunawan (Tokoh Adat Lampung Timur)
Anggota
: I Nengah Sarwa (Tokoh Adat Lampung Timur)
Anggota
: I Nyoman Jiwa (Tokoh Adat Lampung Timur)
8
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
AWIG-AWIG
MAJELIS ADAT PEKRAMAN
PROVINSI LAMPUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam awig-awig ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkup Majelis Adat Pekraman adalah Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
untuk wilayah Provinsi, Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota untuk wilayah
Kabupaten/Kota, Majelis Adat Pekraman Kecamatan untuk wilayah Kecamatan,
sedangkan Desa Pekraman tidak disebutkan sebagai majelis, karena secara historis
nomen klatur Adat Pekraman tidak berubah.
2. Gubernur adalah Gubernur Lampung.
3. Bupati dan Walikota adalah Bupati dan Walikota yang ada di wilayah Lampung.
4. Camat adalah Camat yang ada di wilayah Kabupaten/ Kota di wilayah Lampung.
5. Bendesa Adat adalah Ketua Adat yang memimpin dalam wilayah desa dan atau yang
disebut nama lain, yang keanggotaannya terdiri dari Banjar Pekraman, menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
6. Kelihan Banjar adalah ketua adat yang memimpin satu kelompok umat Hindu dalam
satu dusun/lingkungan yang ada di wilayah desa, memiliki visi dan pandangan yang
sama untuk mencapai tujuan bersama yang menjadi bagian dari sistem pemerintahan
desa yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
7. Palemahan adalah batas wilayah adat pekraman yang meliputi wilayah Provinsi
Lampung, wilayah Kabupaten/ Kota, wilayah Kecamatan dan wilayah Desa dan atau
yang disebut nama lain, yang menjadi wilayah Desa Pekraman sesuai dengan ruang
lingkup wilayah pemerintahan yang ditetapkan berdasarkan undang-undang dan
menjadi satu kesatuan struktural yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
8. Krama Desa adalah mereka yang terikat dalam ikatan banjar, menjadi anggota dari
desa adat yang mempunyai ikatan lahir batin berdasarkan agama Hindu, menyatukan
9
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
diri menjadi satu ikatan adat pekraman desa, yang berada dalam satu wilayah
pemerintahan desa tertentu dan atau yang disebut dengan nama lain, dengan azas
salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya, asah-asih-asuh dan memiliki
tanggungjawab sesuai dengan awig-awig yang ditetapkan oleh adat pekraman desa dan
atau yang disebut dengan nama lain.
9. Krama Banjar adalah mereka yang mempunyai ikatan lahir batin berdasarkan agama
Hindu yang berada di satu wilayah tertentu dalam satu wilayah pemerintahan desa,
menyatukan diri menjadi ikatan Banjar Adat Pekraman dengan azas salunglung
sabayantaka, paras-paros sarpanaya, asah-asih-asuh, dan memiliki tanggungjawab
sesuai dengan awig-awig yang ditetapkan oleh Banjar Adat Pekraman.
10. Pengempon adalah umat Hindu yang berada di wilayah Adat Pekraman, mempunyai
ikatan lahir dan batin berdasarkan agama Hindu yang diikat dalam Banjar Pekraman
atau Adat Pekraman Desa, yang menyungsung Pura Kahyangan Tiga dan/atau pura
kahyangan yang ada di wilayah Adat Pekraman, yang bertanggung jawab untuk
memelihara dan merawat serta melaksanakan setiap kegiatan upacara di pura
kahyangan tersebut.
11. Paguyuban adalah mereka yang mempunyai ikatan lahir batin berdasarkan agama
Hindu yang berada disatu wilayah desa adat, yang menyatukan diri menjadi satu
kelompok paguyuban atas dasar suka-duka, memiliki tanggungjawab sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Paguyuban.
12. Penyungsung adalah mereka yang mempunyai ikatan lahir batin berdasarkan agama
Hindu dan menjalin ikatan dalam Banjar Pekraman atau Adat Pekraman Desa, yang
memiliki kewajiban untuk bersembahyang di Pura yang diempon dan berpartisifasi
dalam pemeliharaan dan pelaksanaan upacara keagamaan di pura tersebut.
13. Awig–awig adalah peraturan yang ditetapkan oleh Adat Pekraman dan/atau Banjar
Pekraman yang disahkan oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung, sesuai
dengan struktur dan tanggungjawabnya secara kelembagaan, dan dipakai sebagai
pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana sesuai dengan desa, kala, patra–desa
mawacara– nagara mawatata dan dharma agama.
14. Prajuru adalah mereka yang ditunjuk sebagai pengurus Majelis Adat Pekraman
Provinsi Lampung, pengurus Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota, pengurus
Majelis Adat Pekraman Kecamatan, dan pengurus Adat Pekraman yang ada di desa dan
10
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
atau yang disebut dengan nama lain, pengurus Banjar Pekraman untuk wilayah
dusun/lingkungan yang ada di wilayah desa/kampung/ kelurahan.
15. Paruman adalah rapat permusyawaratan Adat Pekraman, Banjar Pekraman dan
Paguyuban adat yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam mengambil keputusan/
kebijakan, yang terdiri dari paruman agung, paruman majelis dan paruman adat.
16. Paruman Agung adalah pemegang keputusan tertinggi dalam sistem adat pekraman,
mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat Nasional.
17. Pecalang adalah petugas keamanan tradisional yang dibentuk oleh Majelis Adat
Pekraman atau Paguyuban Adat yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban
wilayah Adat Pekraman atau melaksanakan pengamanan pada waktu kegiatan-kegiatan
upacara keagamaan.
18. Pengayoman adalah memberi perlindungan kepada krama desa Pekraman atau anggota
paguyuban.
19. Pemberdayaan adalah upaya aktif yang dilakukan Majelis Adat Pekraman Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa dalam ruang lingkup wilayah Lampung, dalam
rangka mengembangkan, membangun eksistensi adat agar berperan positif dalam
pembangunan daerah Lampung.
20. Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai adat dan budaya
Bali dan adat budaya Hindu antara lain Hindu Jawa, terutama dalam menjaga nilai
etika, moral dan peradaban masyarakat yang merupakan inti adat-istiadat sebagai
tradisi dalam sistem masyarakat hukum adat, agar keberadaannya tetap terjaga secara
berkesinambungan dan lestari.
Pasal 2
Dasar dan Tujuan
(1) Dasar Hukum Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah:
a. Pancasila
b. UUD 1945
c. UU Nomor: 6 tahun 2014, tentang Desa
d. Hukum Adat Bali
(2) Tujuan didirikannya Majelis Adat Pekraman adalah:
11
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
a. Majelis Adat Pekraman adalah wadah organisasi Adat yang ada di wilayah
Lampung, wilayah Kabupaten/ Kota dan wilayah Kecamatan yang merupakan salah
satu dari 19 (sembilan belas) masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia.
b. Memberikan pengayoman terhadap organisasi Adat Pekraman yang ada di wilayah
Lampung.
c. Melindungi eksistensi organisasi adat Pekraman yang ada di wilayah Lampung dari
ancaman kemerosotan nilai-nilai tradisi, adat-istiadat dan seni budaya Bali.
d. Memberdayakan dan melestarikan tradisi adat-istiadat dan hukum adat Bali serta
sistem Adat Pekraman sebagai warisan leluhur yang tidak ternilai, yang dilandasi
oleh azas; paras-paros sarpanaya, sagilik-saguluk, salunglung-sabayantaka dan
asah, asih, asuh.
e. Menjaga persatuan kesatuan krama adat, memelihara kedamaian dan ketentraman
dalam suatu wilayah Adat Pekraman dan lingkungan sekitarnya, guna memotivasi
kelancaran pembangunan di Desa, demi suksesnya pembangunan daerah Lampung.
f. Meningkatkan kesejahteraan bersama krama adat dengan cara mengembangkan
sistem koperasi yang selama ini dijadikan sebagai salah satu usaha Adat Pekraman
dalam mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan.
g. Menggali peluang, kesempatan dalam setiap kegiatan usaha dalam meningkatkan
kesejahteraan dan sistem perekonomian keluarga krama adat.
h. Mengupayakan agar pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota
mengakui dan menghormati eksistensi Majelis Adat Pekraman di Lampung secara
yuridis formal dan tercatat pada lembaran peraturan daerah sebagai peraturan
daerah.
Pasal 3
Visi dan Misi
(1) Visi Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah:
a. Membangun persatuan dan kesatuan antar dan intern masyarakat adat dalam
mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan dengan prinsip saling asahasih-asuh.
12
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
b. Menjalin persaudaraan antar masyarakat adat yang ada dilingkungan desa adat
untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan bangsa keamanan
lingkungan, saling hormat-menghormati antar warga dan desa adat dan saling
membantu dengan mengamal kan prinsip gotong-royong untuk mensukseskan
penyelenggaraan pembangunan desa yang di program kan pemerintah.
(2) Membantu menyelesaikan sengketa adat yang terjadi di lingkungan internal
masyarakat adat dan/atau sengketa yang terjadi dengan komunitas masyarakat adat
lainnya yang ada di wilayah desa, dengan berpedoman kepada asas-asas musyawarah
dan mufakat untuk mewujudkan perdamaian dan ketentraman bagi pihak-pihak yang
bersengketa.
(3) Misi Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah:
a.
Menjalin komunikasi yang baik antar masyarakat adat yang satu dengan adat
lainnya di dalam satu komunitas adat Bali.
b.
Menjalin komunikasi yang baik antar masyarakat adat yang satu dengan
masyarakat adat lainnya yang ada di lingkungan pemerintahan desa untuk hidup
damai dalam bingkai toleransi kehidupan sosial masyarakat adat.
c.
Melaksanakan kegiatan adat secara terencana dengan melakukan kunjungan
persaudaraan, dalam rangka acara-acara tradisi adat yang diselenggarakan oleh
masyarakat adat.
d.
Melaksanakan kegiatan adat melalui tradisi saling berkunjung di lingkungan
pengurus adat, baik pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa
Adat.
Pasal 4
Lambang
Lambang Majelis Adat Pekraman dibuat diatas kain berwarna hitam berukuran 70 cm x
108 cm dengan rumbai-rumbai berwarna kuning emas, lambang berbentuk kembang
astadala (teratai daun delapan) berwarna putih, di dalamnya terdapat Ongkara berwarna
hitam yang dilingkari oleh rantai tidak terputus berwarna merah.
Pasal 5
Setempel
Setempel Majelis adat Pekraman berbentuk bulat adalah sebagai berikut:
13
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
menyesuaikan dengan lambang MAP
BAB II
PARHYANGAN, PAWONGAN DAN PALEMAHAN
Bagian Pertama
Parhyangan
Pasal 5
(1) Hubungan antara manusia sebagai krama adat dengan Tuhan, wajib dilaksanakan
secara harmonis disebut sebagai hubungan yang berkaitan dengan parhyangan.
(2) Pura kahyangan yang berstatus sebagai Kahyangan Tiga dan/atau Kahyangan Desa
serta Kahyangan Jagat yang disungsung oleh anggota Majelis Adat Pekraman, menjadi
tanggung jawab secara materiil dan immateriil dari krama Adat Pekraman dan anggota
Paguyuban, yang pelaksanaan nya diatur dalam awig-awig Adat Pekraman.
(3) Pura Kahyangan Jagat Kerthi Bhuana Bandar Lampung yang berstatus sebagai Pura
Kahyangan Jagat di Provinsi Lampung, wajib disungsung oleh seluruh krama Adat
Pekraman se-Provinsi Lampung, dalam pemeliharaannya dikoordinasikan oleh Majelis
Adat Pekraman Provinsi Lampung dengan Majelis Adat Pekraman Kota Bandar
Lampung.
(4) Pura Kahyangan yang berstatus sebagai Pura Kahyangan Jagat di Wilayah Kabupaten/
Kota wajib disungsung oleh seluruh krama adat yang ada di wilayah Kabupaten/Kota
dan dalam pemeliharaannya dikoordinasikan sepenuhnya oleh Majelis Adat Pekraman
Kabupaten/Kota dengan Parisada Kecamatan.
(5) Parhyangan adalah Pura yang dijadikan sebagai tempat suci oleh umat Hindu di
wilayah Adat Pekraman untuk memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa. Pemeliharaan
pura ini wajib dilaksanakan secara bersama oleh krama Adat Pekraman dan umat
Hindu lainnya yang ada di wilayah tersebut atas dasar toleransi dan kerukunan serta
14
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
saling hormat menghomati dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk mewujudkan NKRI
Bagian Kedua
Pawongan
Pasal 6
(1) Hubungan intern krama disebut pawongan.
(2) Krama yang bertempat tinggal di wilayah Banjar lama dalam wilayah Adat Pekraman,
kemudian masuk menjadi krama banjar ditempat yang baru sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam awig-awig banjar, yang bersangkutan disebut sebagai warga banjar
baru.
(3) Krama Adat Pekraman yang telah mempunyai ikatan kahyangan tiga/kahyangan desa
dan tinggal di wilayah Adat Pekraman atau Banjar Pekraman lain, sebagaimana
dimaksud ayat (2), tetap memiliki ikatan parhyangan, pawongan dan palemahan di
tempat tinggalnya yang lama, sedangkan hak dan kewajiban krama Adat tersebut
dikoordinasikan oleh Prajuru Adat Pekraman kedua belah pihak.
(4) Krama Adat Pekraman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat melepaskan dan
atau tetap menjadi anggota krama Adat Pekraman pada wilayah Adat Pekraman
ditempat yang lama, sedangkan hak dan kewajibannya diatur dalam awig-awig
berdasarkan koordinasi kedua Adat Pekraman dan kesanggupan dari krama Adat
Pekraman.
(5) Krama Adat Pekraman sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat (4) pasal ini di dalam
wilayah Adat Pekraman yang baru disebut sebagai krama dura desa.
(6) Krama Adat Pekraman yang tinggal dalam satu wilayah desa bersama-sama dengan
umat lainnya, wajib menjaga hubungan kekerabatan dalam rukun tetangga (RT), rukun
warga (RW), saling hormat-menghormati dan menjaga kedamaian serta menjunjung
tinggi azas persatuan kesatuan yang dilandasi dengan ajaran tat tvam asi.
(7) Tata cara dan syarat-syarat untuk menjadi Krama dalam wilayah Adat Pekraman
diatur dalam awig-awig Adat Pekraman masing-masing.
15
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Bagian Ketiga
Palemahan
Pasal 7
(1) Hubungan krama dengan lingkungan dalam wilayah Adat Pekraman disebut dengan
Palemahan.
(2) Palemahan Adat Pekraman merupakan wilayah kesatuan masyarakat hukum adat yang
mempunyai batas-batas tertentu dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa.
(3) Perubahan palemahan dalam wilayah Adat Pekraman dilakukan berdasarkan
kesepakatan para prajuru Adat Pekraman yang berbatasan, melalui keputusan paruman
Majelis Adat Pekraman Kecamatan dan perubahan tersebut dilaporkan kepada Majelis
Adat Pekraman Kabupaten/Kota secara berjenjang untuk dicatat dan dilaporkan
kepada pemerintah daerah.
BAB III
NAMA ORGANISASI, KEDUDUKAN, STRUKTUR,
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 8
Nama Organisasi dan Kedudukan
(1) Nama organisasi di wilayah Provinsi adalah Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung, yang berkedudukan di Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi
Lampung.
(2) Nama organisasi di wilayah kabupaten/kota adalah Majelis Adat Pekraman kabupaten/
kota, berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.
(3) Nama organisasi di wilayah kecamatan adalah Majelis Adat Pekraman Kecamatan,
yang berkedudukan di wilayah Kecamatan.
(4) Nama organisasi di wilayah Desa dan/atau disebut dengan nama lain, adalah Adat
Pekraman, yang berkedudukan di wilayah desa dan/atau disebut dengan nama lain
Pasal 9
Struktur Kepengurusan
Struktur Kepengurusan Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung terdiri dari:
16
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
a.
Satu orang Ketua merangkap sebagai Ketua Majelis Hakim
Perdamaian, yang
bertanggungjawab atas seluruh bidang kegiatan meliputi; bidang perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
b.
Satu orang Wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang Upacara Keagamaan (Panca Yadnya).
c.
Satu orang Wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang organisasi, hukum dan sengketa adat.
d.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang sosial budaya dan pemberdayaan krama adat.
e.
Satu orang Wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang Ekonomi, Keuangan, Usaha Koperasi dan usaha-usaha lainnya
f.
Satu orang Sekretaris dan satu orang Wakil Sekretaris, merangkap Sekretaris Majelis
Hakim Perdamaian.
g.
Satu orang Bendahara dan satu orang Wakil Bendahara.
Pasal 10
Struktur Kepengurusan Majelis Adat Pekraman Kabupaten/ Kota terdiri dari:
a.
Satu orang Ketua merangkap sebagai Ketua Majelis Hakim Perdamaian, yang
bertanggungjawab atas seluruh bidang kegiatan meliputi; bidang perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
b.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang Upacara Keagamaan (Panca Yadnya).
c.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang organisasi, Hukum dan sengketa adat.
d.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang sosial budaya dan pemberdayaan adat.
e.
Satu orang Wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang Ekonomi, Keuangan, Usaha Koperasi dan usaha-usaha lainnya.
f.
Satu orang Sekretaris dan satu orang Wakil Sekretaris, merangkap Sekretaris Majelis
Hakim Perdamaian.
17
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
g.
Satu orang Bendahara dan satu orang Wakil Bendahara.
Pasal 11
Setruktur Kepengurusan Majelis Adat Pekraman Kecamatan terdiri dari:
a.
Satu orang Ketua merangkap sebagai Ketua Majelis Hakim Perdamaian, yang
bertanggungjawab atas seluruh bidang kegiatan meliputi; bidang perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
b.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang Upacara Keagamaan (Panca Yadnya).
c.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang organisasi, hukum dan sengketa adat.
d.
Satu orang wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang sosial budaya dan pemberdayaan adat.
e.
Satu orang Wakil Ketua merangkap Anggota Majelis Hakim Perdamaian, yang
mengurusi Bidang Ekonomi, Keuangan, usaha Koperasi dan usaha-usaha lainnya.
f.
Satu orang Sekretaris dan satu orang Wakil Sekretaris, merangkap Sekretaris Majelis
Hakim Perdamaian.
g.
Satu orang Bendahara dan satu orang Wakil Bendahara.
Pasal 12
Struktur Kepengurusan Adat Pekraman yang ada di Desa terdiri dari:
a.
Satu orang Ketua merangkap sebagai Ketua Majelis Hakim Perdamaian, yang
bertanggung jawab atas seluruh bidang kegiatan meliputi; bidang keagamaan (Panca
Yadnya), bidang organisasi, hukum, sengketa adat, bidang ekonomi, keuangan, usaha
koperasi dan usaha-usaha lainnya.
b.
Dua orang wakil Ketua merangkap anggota Majelis Hakim Perdamaian.
c.
Satu orang Sekretaris dan satu orang Wakil Sekretaris merangkap Sekretaris Majelis
Hakim Perdamaian.
d.
Satu orang Bendahara dan satu orang Wakil Bendahara.
18
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Pasal 13
Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Majelis
Tugas dan tanggungjawab Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah:
a.
Menyusun, menetapkan dan mengesahkan awig-awig yang akan dijadikan sebagai
pedoman kerja bagi prajuru Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung.
b.
Mengesahkan awig-awig Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota, Kecamatan dan
Adat Pekraman.
c.
Mengatur penyelenggaraan upacara keagamaan yang berkaitan dengan upacara dewa
yadnya dan bhuta yadnya dalam lingkup Provinsi Lampung, sesuai dengan sastra
agama dan tradisi dan adat-istiadat.
d.
Mewakili dan bertindak atas nama majelis melakukan tindakan hukum di dalam
peradilan atas persetujuan Paruman Prajuru Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung.
e.
Menyelenggarakan sidang perdamaian dalam upaya majelis menyelesaikan sengketa
adat yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Hakim Perdamaian pada tingkat
kabupaten/kota.
f.
Memberi penghargaan, gelar adat bagi orang-orang yang di nilai berjasa dalam
menegakan dharma dan telah berbuat kebajikan untuk kemajuan perkembangan adatistiadat dan agama Hindu, yang ditetapkan/diputuskan dalam paruman agung Majelis
Adat Pekraman Provinsi Lampung dan ditindak lanjuti dengan surat keputusan yang
ditandatangani oleh Ketua Majelis.
g.
Mengurus, mengatur dan mengawasi pengelolaan harta kekayaan adat, usaha koperasi
dan segala jenis usaha yang dijalankan oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung.
h.
Menyusun juklak/juknis, HTCK, Job Discription Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung.
i.
Melaksanakan pembinaan organisasi, tradisi, adat-istiadat, hukum adat, dan seni
budaya Bali baik secara langsung atau secara berjenjang sesuai dengan wilayah dan
tanggung jawab nya masing-masing.
19
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
j.
Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, meliputi; pelatihan pemangku, serati banten,
sangging, undagi, koperasi dan
organisasi adat, organisasi kepemudaan (Karang
Taruna).
k.
Memberikan pembinaan terhadap majelis tingkat kabupaten/kota dan kecamatan
terkait dengan tatacara penyelesaian sengketa adat yang berpedoman pada hukum adat
Bali, yurisprudensi yang dilandasi oleh azas-azas; desa mawacara dan nagara
mawatata serta mengusahakan agar penyelesaian berjalan damai, penuh kesadaran
yang dilandasi ajaran dharma.
l.
Menyalurkan aspirasi krama adat terutama dalam kaitannya dengan pengembangan
tradisi, adat-istiadat dan seni budaya serta turut serta berperan aktif dalam
mensukseskan program-pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang ada di
Provinsi Lampung terutama dalam hal pelaksanaan sistem demokrasi yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
m. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung dipimpin oleh seorang Ketua yang diberi nama adat Jro Bendesa Agung.
n.
Ketua Majelis Adat Pekraman Provinsi atau Jro Bendesa Agung dalam melaksanakan
tugasnya dibantu 4 orang wakil, 2 orang sekretaris dan 2 orang bendahara, yang
diangkat berdasarkan ketentuan dan tatacara yang diatur dalam awig-awig Majelis
Adat Pekraman Provinsi Lampung.
o.
Ketua Majelis Adat Pekraman Provinsi atau Jro Bendesa Agung wajib menyampaikan
laporan hasil pelaksanaan tugas nya dihadapan paruman agung para bendesa adat se
Provinsi Lampung minimal satu tahun sekali.
p.
Dalam akhir masa jabatannya Ketua Majelis Adat Pekraman
Provinsi atau Jro
Bendesa Agung membuat laporan pertanggungjawaban Pengurus Majelis untuk masa
bhakti sebagaimana diatur dalam masa jabatan pengurus.
Pasal 14
Tugas tanggungjawab Majelis Adat Pekraman Kabupaten/ Kota adalah:
a.
Memberikan persetujuan atas awig-awig yang diusulkan secara berjenjang oleh Desa
Pekraman yang ada di wilayah kabupaten/kota.
b.
Mengatur penyelenggaraan upacara keagamaan antar Kecamatan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam awig-awig Majelis Adat Pekraman Kabupaten/kota.
20
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
c.
Mewakili dan bertindak atas nama Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota untuk
melakukan tindakan hukum di dalam peradilan atas persetujuan Jro Bendesa Agung
secara lisan atau tertulis dalam Paruman Bendesa Adat se Kabupaten/ Kota.
d.
Mengurus, mengatur dan mengawasi pengelolaan harta kekayaan (asset) dan segala
jenis usaha yang dilakukan oleh Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota.
e.
Melaksanakan Juklak dan Juknis, HTCK, Job Discription Madat Pekraman
Kabupaten/Kota yang telah disahkan oleh Jro Bendesa Agung.
f.
Melaksanakan pembinaan organisasi adat meliputi bidang; adat-istiadat, hukum adat,
ekonomi dan koperasi yang ada di wilayah Madat Pekraman Kabupaten/Kota.
g.
Menyelesaikan sengketa adat yang tidak selesai pada tingkat kecamatan, berdasarkan
hukum adat Bali dan yurisprudensi yang dilandasi oleh azas-azas; desa mawa cara
nagara mawa tata dan mengusahakan penyelesaian tersebut berjalan damai, penuh
kesadaran yang dilandasi ajaran dharma.
h.
Membina Majelis Adat Pekraman ditingkat Kecamatan dalam memelihara,
mengembangkan dan melestarikan tradisi, adat-istiadat, dan seni budaya Bali yang
menjadi warisan leluhur didasarkan azas paras paros sarpanaya, sagilik-saguluk,
salunglung-sabayantaka,asah-asih-asuh.
i.
Menjaga persatuan dan kesatuan krama Adat Pekraman dalam rangka memelihara
kedamaian krama di wilayah Kabupaten/Kota, guna memperlancar pembangunan yang
ada di wilayah Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota.
j.
Menyalurkan aspirasi krama desa pekraman, terutama dalam hal memajukan adatistiadat dan seni budaya Bali, dan turut berperan aktif dalam mensukseskan program
pemerintah pusat maupun daerah yang dilaksanakan di wilayah Majelis Adat
Pekraman Kabupaten/Kota.
k.
Dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya Majelis Adat Pekraman Kabupaten/
Kota dipimpin oleh seorang Ketua yang diberi nama jabatan adat Jro Bendesa Madya.
l.
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai Ketua Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota,
Jro Bendesa Madya dibantu oleh 4 orang wakil, 2 orang sekretaris dan 2 orang
bendahara yang diangkat berdasarkan ketentuan yang diatur dalam awig-awig.
21
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
m. Ketua Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota atau Jro Bendesa Madya wajib
menyampaikan laporan kegiatan nya dihadapan paruman majelis Pengurus Majelis
Adat Pekraman Kabupaten/Kota dalam waktu satu tahun sekali.
n.
Dalam akhir masa jabatan Ketua Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota, Jro
Bendesa Madya wajib membuat laporan pertanggungjawaban untuk masa bhakti
sebagai mana diatur dalam masa jabatan pengurus.
Pasal 15
Tugas dan tanggungjawab Majelis Pekraman Kecamatan adalah:
a.
Memberikan persetujuan awig-awig yang diusulkan secara berjenjang oleh Desa
Pekraman yang ada di wilayah majelis kecamatan.
b.
Mengatur penyelenggaraan upacara keagamaan sesuai dengan tradisi, adat-istiadat dan
awig-awig yang berlaku di wilayah Majelis Adat Pekraman Kecamatan.
c.
Mewakili Majelis Adat Pekraman Kecamatan atas persetujuan dan saran dari Bendesa
Madya untuk melakukan tindakan hukum di dalam peradilan atas nama Majelis Adat
Pekraman Kecamatan.
d.
Mengurus, mengatur dan mengelola harta kekayaan yang dimiliki oleh Majelis Adat
Pekraman Kecamatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam awig-awig dan
ketentuan khusus yang dibuat untuk kegiatan tersebut.
o.
Melaksanakan Juklak/Juknis, HTCK dan Job discription Majelis Adat Pekraman
Kecamatan yang telah disahkan oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung.
e.
Menyampaikan petunjuk-petunjuk majelis atasan kepada majelis dibawahnya secara
berjenjang atau langsung bila diperlukan, meliputi: bidang organisasi, adat-istiadat,
sosial budaya, ekonomi, keuangan, koperasi dan hukum adat.
f.
Menyelesaikan sengketa adat yang terjadi di lingkungan Majelis Adat Pekraman
Kecamatan, yang berpedoman pada hukum adat Bali dan yurisprudensi yang dilandasi
oleh azas-azas desa adat, desa mawacara, nagara mawa tata dan mengusahakan agar
penyelesaian tersebut berjalan damai, penuh kesadaran yang dilandasi ajaran dharma.
g.
Memelihara, mengembangkan melestarikan adat-istiadat, hukum adat dan sistem Desa
Pekraman yang menjadi warisan leluhur yang tidak ternilai berdasarkan pada azas;
paras-paros sarpanaya, sagilik-saguluk, salunglung-sabayantaka, asah-asih-asuh.
22
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
h.
Menjaga persatuan dan kesatuan, memelihara kedamaian wilayah Majelis Adat
Pekraman Kecamatan dan lingkungan sekitarnya, guna meningkatkan kelancaran dan
suksesnya pembangunan Majelis Adat Pekraman di wilayah Kecamatan.
i.
Menyalurkan aspirasi krama desa pekraman di wilayah Majelis Adat Pekraman
Kecamatan, terutama dalam hal memajukan adat-istiadat dan seni budaya serta
berperan aktif mensukseskan program pemerintah daerah maupun pusat yang ada di
wilayah Majelis Adat Pekraman Kecamatan terutama pelaksanaan sistem demokrasi
yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
j.
Ketua Majelis Adat Pekraman Kecamatan diberi nama adat Jro Bendesa Alit, wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan tugas dan kewajibannya dihadapan
paruman setahun dalam satu kali.
k.
Dalam akhir masa jabatannya Jro Bendesa Alit membuat laporan pertanggungjawaban
pengurus untuk masa bhakti sebagaimana diatur dalam masa jabatan pengurus.
Pasal 16
Tugas dan tanggungjawab Adat Pekraman Desa adalah:
a.
Menyusun awig-awig yang dibahas dan diputuskan dalam paruman krama adat
pekraman, dihadiri oleh seluruh krama adat dan/atau menggunakan sistem
keterwakilan berdasarkan kesepakatan bersama.
b.
Mengatur penyelenggaraan upacara keagamaan di wilayah desa pekraman sesuai
dengan tradisi, adat-istiadat dan awig-awig yang berlaku dalam wilayah adat
pekraman.
c.
Mewakili adat pekraman atas persetujuan dan saran dari Bendesa Alit untuk
melakukan tindakan hukum di dalam peradilan.
d.
Mengurus, mengatur dan mengelola harta kekayaan yang dimiliki adat pekraman
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam awig-awig dan ketentuan khusus yang
dibuat untuk kegiatan tersebut.
e.
Melaksanakan Juklak/Juknis, HTCK dan Job discription adat pekraman yang telah
disahkan oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung.
f.
Menyampaikan petunjuk-petunjuk majelis atasan kepada krama adat meliputi, bidang
organisasi, adat-istiadat, sosial budaya, ekonomi, keuangan, koperasi dan hukum adat.
23
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
g.
Menyelesaikan sengketa adat yang terjadi dilingkungan adat pekraman, yang
berpedoman pada hukum adat Bali dan yurisprudensi yang dilandasi azas desa
mawacara, nagara mawatata dan mengusahakan agar penyelesaian tersebut berjalan
damai, penuh kesadaran yang dilandasi ajaran dharma.
h.
Memelihara, mengembangkan melestarikan adat-istiadat, dan seni budaya dalam Adat
Pekraman yang menjadi warisan leluhur berdasarkan azas paras-paros sarpanaya,
sagilik-saguluk, salunglung-sabayantaka, asah-asih-asuh.
i.
Menjaga persatuan dan kesatuan, memelihara kedamaian wilayah adat pekraman dan
lingkungan sekitarnya, guna meningkatkan kelancaran dan suksesnya pembangunan di
wilayah adat pekraman.
k.
Menyalurkan aspirasi krama desa pekraman, terutama dalam hal memajukan adatistiadat dan seni budaya serta berperan aktif mensukseskan program pemerintah
daerah maupun pusat yang ada di wilayah adat pekraman, terutama pelaksanaan sistem
demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
l.
Bendesa Adat wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan tugas dan
kewajibannya dihadapan paruman dua kali dalam setahun.
m. Pada akhir masa jabatannya Bendesa Adat membuat laporan pertanggungjawaban
pengurus untuk masa bhakti sebagaimana diatur dalam masa jabatan pengurus.
BAB IV
WEWENANG, SYARAT-SYARAT DAN TATACARA
PEMILIHAN PRAJURU/KRAMA
Pasal 17
(1) Wewenang Majelis Adat Pekraman ditetapkan secara berjenjang mulai dari Adat
Pekraman Desa dan/atau yang disebut dengan nama lain, sampai pada tingkat Majelis
Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:
a.
Menjadi
Hakim
Perdamaian
dan
menyelenggarakan
persidangan
untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa adat sesuai dengan lingkup wilayah Adat
Pekraman yang dilakukan secara berjenjang.
b. Menyelenggarakan persidangan untuk menentukan pembagian harta gono-gini
(druwe gabro) dan harta warisan yang ditinggalkan oleh seorang suami yang telah
meninggal dunia.
24
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
c.
Menyelenggarakan persidangan untuk mengesahkan perkawinan dan/atau
persidangan untuk mengetahui perceraian atas kehendak suami/isteri tanpa
tekanan atau pengaruh dari pihak lain.
d.
Menyelenggarakan persidangan untuk menentukan hak asuh dalam suatu
perceraian yang dikehendaki oleh suami/isteri.
e.
Mengadakan upacara sudhiwadani atas permohonan seseorang atau sekelompok
orang yang mengajukan permohonan kepada Bendesa Adat atau Ketua Majelis,
dengan melampirkan surat pernyataan di atas meterai 6000.
(2) Membuat keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayah adat
pekraman atau di wilayah majelis pada tingkat yang lebih tinggi. terutama yang terkait
dengan pembangunan pura kahyangan.
(3) Membina dan memelihara kerukunan, toleransi antar krama adat dengan umat lainnya
dalam bingkai toleransi antar umat beragama.
(4) Melakukan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu, termasuk langkah-langkah
hukum yang bertanggung jawab apabila prajuru adat berdasarkan kewenangannya
sudah tidak mampu menyelesaikan sengketa adat yang sedang ditangani.
Pasal 18
Syarat-Syarat Menjadi Prajuru/Krama
(1) Syarat-syarat menjadi prajuru Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung, Kabupaten/
Kota, Kecamatan dan Adat Pekraman diatur sebagai berikut:
a. Sehat jasmani dan rohani.
b. Beragama Hindu dan dalam ikatan keluarga Hindu yang utuh (isteri, anak beragama
Hindu).
c. Memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup dalam bidang adat-istiadat dan
agama Hindu.
d. Berprilaku patuh dan taat terhadap awig-awig adat, jujur dan konsisten.
e. Memiliki jiwa pengabdian tinggi dalam memajukan kepentingan krama adat dalam
mengemban ajaran agama Hindu, dan memiliki motivasi untuk pengembangan dan
pelestarian tradisi, adat-istiadat dan seni budaya Bali yang diwariskan leluhur.
25
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
f. Menjadi pelopor dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat adat, dalam
rangka pengamalan, pemberdayaan, pelestarian adat-istiadat, dan seni budaya Bali.
(2) Syarat-syarat menjadi Krama Adat adalah:
a. Beragama Hindu.
b. Bertempat tinggal di wilayah adat pekraman tertentu.
c. Telah berkeluarga dan atau janda/duda/bujangan.
d. Bersedia mentaati awig-awig yang telah ditetapkan oleh Adat Pekraman.
(3) Syarat-syarat menjadi Krama Banjar adalah:
a. Beragama Hindu.
b. Bertempat tinggal di wilayah banjar adat tertentu.
c. Telah berkeluarga dan atau janda/duda/bujangan.
d. Bersedia mentaati awig-awig yang telah ditetapkan oleh Banjar Pekraman.
Pasal 19
Tatacara Memilih Prajuru/Pengurus
(1) Tatacara pemilihan Bendesa Agung diatur dalam tata tertib sebagai berikut:
a.
Sebelum memilih Bendesa Agung, calon Bendesa Agung diusulkan terlebih
dahulu sebagai kandidat oleh sekurang-kurangnya 20% dari jumlah bendesa adat
yang hadir dalam Paruman Agung dan telah dinyatakan quorum sesuai dengan
ketentuan tata tertib pemilihan yang telah disepakati, atau dapat disepakati dengan
sistem keterwakilan melalui pengurus Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota
yang menjadi peserta paruman, dan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
tata tertib pemilihan Jro Bendesa Agung.
b.
Dalam proses pemilihan calon yang memperoleh suara tertinggi minimal 50%
plus satu dari jumlah quorum, dinyatakan sebagai pemenang dalam proses
pemilihan dan berhak dikukuhkan oleh majelis adat sebagai Jro Bendesa Agung.
c.
Apabila calon hanya satu, maka langsung ditetapkan sebagai Jro Bendesa Agung
dan dinyatakan terpilih secara aklamasi dan kemudian dikukuhkan sebagai Jro
Bendesa Agung.
d.
Apabila dalam proses pemilihan diikuti minimal 3 orang calon, kemudian tidak
ada yang memperoleh suara minimal 50% plus 1, maka dua calon yang
26
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai calon yang akan maju dalam
proses pemilihan selanjutnya.
e.
Pemilihan dilakukan secara bebas, langsung, umum dan rahasia, dalam rangka
menjamin kemurniannya dalam memberikan dukungan kepada kandidat yang
disukai, sehingga ketua terpilih nantinya memiliki akuntabilitas yang dapat
dibanggakan.
f.
Calon Jro Bendesa Agung yang diusulkan oleh krama, harus memenuhi syaratsyarat sebagaimana diatur dalam awig-awig ini, apabila calon ternyata tidak
memenuhi syarat, ketua panitia berwenang melakukan langkah-langkah bijaksana,
antara lain; melakukan paruman terbatas dengan para pihak untuk mengambil
keputusan yang terbaik dan memberikan penjelasan serta saran kepada calon yang
tidak memenuhi syarat-syarat pencalonan agar yang bersangkutan memahami
ketentuan/tatatertib yang telah ditetapkan.
(2) Tata cara dalam pemilihan Bendesa Madya diatur dalam tata tertib sebagai berikut:
a. Sebelum memilih Jro Bendesa Madya, calon Bendesa Madya diusulkan terlebih
dahulu sebagai kandidat oleh sekurang-kurangnya 20% dari jumlah bendesa adat
yang hadir dalam Paruman Madya dan telah dinyatakan quorum sesuai dengan
ketentuan tata tertib pemilihan yang telah disepakati, atau dapat disepakati dengan
sistem keterwakilan melalui pengurus Majelis Adat Pekraman Kecamatan dan/atau
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam tata tertib pemilihan Jro Bendesa
Madya.
b. Dalam proses pemilihan calon yang memperoleh suara tertinggi minimal 50% plus
satu dari jumlah quorum, dinyatakan sebagai pemenang dalam proses pemilihan
dan berhak dikukuhkan sebagai Jro Bendesa Madya.
c. Apabila calon hanya satu, maka langsung ditetapkan sebagai calon terpilih yang
dikukuhkan secara aklamasi sebagai Bendesa Madya.
d. Apabila dalam proses pemilihan diikuti minimal 3 orang calon, kemudian tidak ada
yang memperoleh suara minimal 50% plus 1, maka dua calon yang memperoleh
suara terbanyak ditetapkan sebagai calon yang akan maju dalam proses pemilihan
selanjutnya.
27
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
e. Pemilihan dilakukan secara bebas, langsung, umum dan rahasia untuk menjamin
kemurnian dalam memberikan dukungan kepada kandidat yang disukai, sehingga
Bendesa Madya yang telah terpilih akan memiliki akuntabilitas yang dapat
dibanggakan.
f. Calon Jro Bendesa Madya yang diusulkan oleh krama, harus memenuhi syaratsyarat sebagaimana diatur dalam awig-awig ini, apabila calon ternyata tidak
memenuhi syarat, maka ketua panitia berwenang melakukan langkah-langkah
bijaksana, antara lain; melakukan paruman terbatas dengan para pihak untuk
mengambil keputusan yang terbaik dan memberi penjelasan/saran kepada calon
yang tidak memenuhi syarat pencalonan agar memahami ketentuan/tata tertib yang
ditetapkan.
(3) Tata cara pemilihan Bendesa Alit adalah sebagai berikut:
a. Sebelum memilih Jro Bendesa Alit, calon Bendesa Alit diusulkan terlebih dahulu
sebagai kandidat oleh sekurang-kurangnya 20% dari jumlah bendesa adat yang
hadir dalam Paruman Alit dan telah dinyatakan quorum sesuai dengan ketentuan
tata tertib pemilihan yang telah disepakati, atau dapat disepakati dengan cara
perwakilan melalui pengurus Bendesa Adat Pekraman sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam tata tertib pemilihan Jro Bendesa Alit.
b. Dalam proses pemilihan calon yang memperoleh suara tertinggi minimal 50% plus
satu dari jumlah quorum, dinyatakan sebagai pemenang dalam proses pemilihan
dan berhak dikukuhkan sebagai Jro Bendesa Alit.
c. Apabila calon hanya satu, maka langsung ditetapkan sebagai calon terpilih yang
dikukuhkan secara aklamasi sebagai Bendesa Alit.
d. Apabila dalam proses pemilihan diikuti minimal 3 orang calon, kemudian tidak ada
yang memperoleh suara minimal 50% plus 1, maka dua calon yang memperoleh
suara terbanyak ditetapkan sebagai calon yang akan maju dalam proses pemilihan
selanjutnya.
e. Pemilihan dilakukan secara bebas, langsung, umum dan rahasia untuk menjamin
kemurnian dalam memberikan dukungan kepada kandidat yang disukai, sehingga
Bendesa Alit terpilih akan memiliki akuntabilitas yang dapat dibanggakan.
28
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
f. Calon Jro Bendesa Alit yang diusulkan oleh krama, harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana diatur dalam awig-awig ini, apabila calon ternyata tidak memenuhi
syarat, maka ketua panitia berwenang melakukan langkah-langkah bijaksana, antara
lain; melakukan paruman terbatas dengan para pihak untuk mengambil keputusan
yang terbaik dan memberi penjelasan/saran kepada calon yang tidak memenuhi
agar memahami ketentuan yang telah ditetapkan.
(4) Tata cara pemilihan Bendesa Adat diatur dalam tatatertib sebagai berikut:
a. Sebelum memilih Bendesa, calon Bendesa diusulkan terlebih dahulu sebagai
kandidat oleh sekurang-kurang nya 20% dari jumlah perwakilan Banjar Pekraman
yang hadir dalam paruman dan telah dinyatakan quorum sesuai dengan ketentuan
tata tertib pemilihan yang telah disepakati.
b. Calon yang memperoleh suara terbanyak minimal 50% plus satu dinyatakan
sebagai pemenang dalam pemilihan dan berhak dikukuhkan sebagai Bendesa.
c. Apabila calon hanya satu, maka langsung ditetapkan dan dikukuhkan sebagai
Bendesa.
d. Apabila dalam pemilihan yang diikuti oleh minimal 3 calon dan dalam proses
pemilihan tersebut tidak ada yang mencapai suara 50% plus satu, maka dua calon
yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai calon yang berhak maju
dalam proses pemilihan selanjutnya.
e. Pemilihan dilakukan secara bebas, langsung, umum dan rahasia untuk menjamin
kemurnian dalam memberikan dukungan kepada kandidat yang disukai, sehingga
Bendesa terpilih memiliki akuntabilitas yang dapat dibanggakan.
(5) Tata cara pemilihan Kelihan Banjar diatur dalam tata tertib sebagai berikut:
a.
Sebelum proses pemilihan, calon Kelihan Banjar diusulkan terlebih dahulu
sebagai kandidat Kelihan Banjar oleh sekurang-kurangnya 20% dari jumlah
Krama Banjar Pekraman yang hadir dalam paruman dan telah dinyatakan quorum
sesuai dengan ketentuan tata tertib pemilihan yang telah disepakati.
b.
Calon yang memperoleh suara terbanyak minimal 50% plus satu dinyatakan
sebagai pemenang dalam pemilihan dan berhak dikukuhkan sebagai Bendesa.
c.
Apabila calon hanya satu, maka langsung ditetapkan dan dikukuhkan sebagai
Kelihan Banjar.
29
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
d.
Apabila dalam pemilihan diikuti minimal 3 calon, dan dalam proses pemilihan
tersebut tidak ada yang mencapai suara 50% plus satu, maka dua calon yang
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai calon yang berhak maju dalam
proses pemilihan selanjutnya.
e. Pemilihan dilakukan secara bebas, langsung, umum dan rahasia untuk menjamin
kemurnian dalam memberikan dukungan kepada kandidat yang disukai, sehingga
Kelihan Banjar terpilih memiliki akuntabilitas yang dapat dibanggakan.
Pasal 20
(1) Setelah dilaksanakan pemilihan Pengurus Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung,
pengurus terpilih pada priode pertama pembentukan pengurus Provinsi, wajib
melaporkan dan mendaftarkan Majelis Adat Pekraman yang telah terbentuk ini kepada
Badan Legislatif Daerah (BALEGDA) Provinsi Lampung untuk ditetapkan dalam
Perda Provinsi Lampung.
(2) Laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) tembusan nya disampaikan kepada
Gubernur Lampung, Badan Otonomi Daerah dan Kesbanglinmas.
(3) Pengurus terpilih pada periode kedua dan seterusnya, cukup hanya melaporkan
susunan kepengurusan baru yang terpilih pada periode berikutnya.
Pasal 21
(1) Setelah dilaksanakan pemilihan Pengurus Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota,
pengurus yang terpilih pada periode pertama pembentukan pengurus Kabupaten/ Kota,
wajib melaporkan dan mendaftarkan Majelis Adat Pekraman yang telah terbentuk ini
kepada (BALEGDA) Kabupaten/kota untuk ditetapkan dalam peraturan daerah
Kabupaten/Kota.
(2) Laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) tembusan nya disampaikan pada
Bupati/Walikota, Badan Otonomi Daerah dan Kesbanglinmas.
(3) Pengurus terpilih pada periode kedua dan seterusnya, cukup hanya melaporkan
kepengurusan baru yang terpilih pada periode berikutnya.
30
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
BAB V
PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN PENGURUS
Pasal 22
Pengangkatan Pengurus
(1) Pengurus Majelis Adat Pekraman Provinsi, Kabupaten/ Kota, Kecamatan dan Bendesa
Adat diangkat untuk masa jabatan selama 6 (enam) tahun dan selanjutnya dapat dipilih
kembali untuk masa jabatan berikutnya sebanyak 2 periode.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Pengurus Majelis Adat Pekraman, syarat-syarat yang
harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a.
Warga Negara Indonesia
b.
Beragama Hindu
c.
Memiliki status sebagai krama adat banjar.
d.
Memiliki status sebagai keluarga Hindu yang utuh.
e.
Memahami tradisi adat-istiadat dan seni budaya Bali
f.
Memahami Menawa Dharma Sastra sebagai Hukum Hindu, Hukum Adat Bali dan
Awig-Awig Adat Bali.
g.
Memahami dan mengamalkan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu sebagai susastra
agama Hindu.
Pasal 23
Pemberhentian Pengurus
(3) Pemberhentian prajuru/pengurus Majelis Adat Pekraman Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Bendesa Adat, dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a.
Habis masa jabatan.
b.
Meninggal dunia.
c.
Mengundurkan diri dari jabatan dengan alasan yang dapat dipertanggungjawab
kan, yang disampaikan melalui surat kepada majelis dan atau secara lisan
dihadapan paruman.
31
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
d.
Diberhentikan berdasarkan keputusan paruman agung, karena terbukti telah
melakukan perbuatan tindak pidana.
e.
Melanggar ketentuan awig-awig adat pekraman yang menjadi pedoman organisasi
Majelis Adat Pekraman
f.
Melanggar etika agama Hindu dan berperilaku tidak sesuai dengan sesananya
sebagai prajuru/pengurus.
g.
Terbukti berperilaku asusila dan amoral, misalnya melakukan perilaku sex
menyimpang, berselingkuh dengan isteri orang lain (atau memitra), melakukan
hubungan seksual dengan orang yang bukan istrinya.
BAB VI
HARTA KEKAYAAN
Pasal 24
(1) Harta kekayaan Majelis Adat Pekraman adalah kekayaan masing-masing yang telah
ada maupun yang akan ada, berupa harta bergerak dan tidak bergerak, serta bendabenda pusaka yang bersifat religius magis yang menjadi milik masing-masing Majelis
Adat Pekraman wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Adat Pekraman
Desa.
(2) Pengelolaan harta kekayaan Majelis Adat Pekraman dilakukan oleh Prajuru Adat
masing-masing Majelis Adat Pekraman dan Adat Pekraman Desa.
(3) Setiap pengalihan atau perubahan status harta milik Majelis Adat Pekraman harus
mendapat persetujuan paruman.
(4) Pengawasan harta kekayaan Majelis Adat Pekraman dilakukan secara umum oleh
anggota atau krama.
(5) Asset milik Majelis Adat Pekraman, berupa tanah, kendaraan bermotor dan barangbarang lainnya, tidak dapat diatasnamakan secara pribadi, kecuali dilakukan
pengalihan hak berdasarkan transaksi jual-beli.
32
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
BAB VI
SUMBER PENDAPATAN
DAN SISTEM EKONOMI
Pasal 25
Sumber Pendapatan
Sumber Pendapatan dari Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:
a.
Usaha-usaha yang diperoleh dari hasil pengembangan kegiatan koperasi dalam sistem
perekonomian Hindu, usaha-usaha lainnya di bidang kesehatan dan perbankan yang
berkaitan dengan sistem ekonomi modern dan usaha lainnya yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
b.
Bantuan dari Pemerintah Daerah Provinsi.
c.
Bantuan Pemerintah Pusat.
d.
Bantuan para donatur yang tidak mengikat.
e.
Usaha-usaha lain yang sah.
Pasal 26
Sumber Pendapatan Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Usaha yang dilaksanakan secara terpusat oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung yang meliputi; usaha-usaha koperasi dan usaha lainnya di bidang kesehatan
dan perbankan yang berkaitan dengan sistem ekonomi modern.
b. Bantuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
c. Bantuan Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI.
d. Bantuan donatur yang tidak mengikat.
e. Usaha-usaha lain yang sah.
Pasal 27
Sumber Pendapatan dari Majelis Adat Pekraman Kecamatan adalah sebagai berikut:
a. Usaha yang dilaksanakan secara terpusat oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi
Lampung yang meliputi; usaha-usaha koperasi dan usaha lainnya di bidang kesehatan
dan perbankan yang berkaitan dengan sistem ekonomi modern.
b. Bantuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
33
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
c. Bantuan Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI.
d. Bantuan donatur yang tidak mengikat.
e. Usaha-usaha lain yang sah.
Pasal 28
(1) Sumber Pendapatan Desa Pekraman adalah sebagai berikut:
a. Hasil pengelolaan kekayaan Desa Pekraman.
c. Pelaksanaan usaha-usaha koperasi simpan pinjam secara terpusat dari Majelis Adat
Pekraman Provinsi Lampung.
d. Bantuan pemerintah daerah dan Dirjen.
e. Sumbangan donatur yang tidak mengikat
f. Pendapatan lainnya yang sah.
(2) Pendapatan Desa Pekraman sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas, dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan anggaran penyelenggaraan kegiatan Adat Pekraman.
(3) Tata kelola dan pengunaan pendapatan tersebut ayat (1) diatas, diatur lebih lanjut
berdasarkan awig-awig Adat Pekraman.
Pasal 29
Sistem Ekonomi
(1) Sistem ekonomi yang akan dijalankan oleh Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
antara lain Sistem Ekonomi Koperasi dan usaha-usaha lain yang dapat meningkatkan
kesejahteraan krama Adat Pekraman.
(2) Usaha Koperasi dilaksanakan secara terpusat mulai dari Majelis Adat Pekraman
Provinsi Lampung sampai ke tingkat desa dan/atau disebut dengan nama lain.
(3) Hasil kegiatan usaha koperasi yang dilaksanakan Majelis Adat Pekraman
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan seluruh krama Adat Pekraman.
(4) membentuk badan-badan usaha lainnya.
34
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
BAB VII
MEKANISME PENYUSUNAN AWIG-AWIG
DAN PARUMAN-PARUMAN
Pasal 30
Mekanisme Penyusunan Awig-Awig
(1) Awig-Awig Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung, disusun oleh Majelis Adat
Pekraman Provinsi Lampung atas usul Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota secara
berjenjang.
(2) Awig-Awig Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota, disusun oleh Majelis Adat
Pekraman Kabupaten/Kota atas usul dari Majelis Adat Pekraman Kecamatan secara
berjenjang.
(3) Awig-Awig Majelis Adat Pekraman Kecamatan, disusun oleh Majelis Adat Pekraman
Kecamatan atas usul dari Adat Pekraman Desa dan/atau disebut dengan nama lain
secara berjenjang.
(4) Awig-Awig Adat Pekraman Desa dan/atau disebut dengan nama lain, disusun oleh
Adat Pekraman Desa dan/atau disebut dengan nama lain atas usul dari Banjar
Pekraman secara berjenjang.
(5) Awig-Awig Banjar Pekraman disusun oleh pengurus yang dibantu oleh Tim perumus
yang ditunjuk Krama Banjar.
(6) Awig-Awig Adat Pekraman tidak boleh bertentangan dengan ajaran Agama,
Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014 dan Hak Azasi Manusia.
(7) Awig-Awig Majelis Adat Pekraman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (6) diatas, disusun dan disahkan berdasarkan atas keputusan Paruman
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
(8) Awig-awig Majelis Adat Pekraman yang telah disahkan, agar dilaporkan kepada
pemerintah sesuai dengan tingkat kewilayahannya masing masing, untuk disahkan
sebagai peraturan adat yang berlaku bagi krama adat pekraman.
35
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Pasal 31
Paruman-Paruman
(1) Paruman Agung adalah pemegang keputusan tertinggi Adat Pekraman tingkat desa,
tingkat kecamatan, tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi.
(2) Pelaksanaan Paruman Agung sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilaksanakan sekali
dalam satu tahun, atau secara insidentil bila diperlukan dan dalam hal-hal yang sangat
penting untuk dilakukan.
(3) Paruman Majelis adalah rapat-rapat yang dilaksanakan oleh para pengurus Majelis
Adat Pekraman Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan yang secara rutin wajib
dilaksanakan oleh pengurus paling lama 6 bulan sekali.
(4) Paruman Adat Desa adalah rapat yang dilaksanakan oleh pengurus Adat Pekraman dan
perangkatnya, yang secara rutin dilaksanakan paling lama satu bulan sekali.
BAB VIII
PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN
MAJELIS ADAT PEKRAMAN
Pasal 32
(1) Pemberdayaan dan pelestarian tradisi, adat-istiadat dan seni budaya Bali yang tumbuh
dan berkembang di Provinsi Lampung diarahkan kepada hal-hal sebagai berikut:
a.
Sistem pembangunan Parhyangan, Pawongan dan Palemahan dilaksanakan sesuai
dengan tradisi, adat-istiadat dan seni budaya Hindu suku Bali sesuai dengan asta
kosala-kosali dan astabumi.
b. Mewujudkan pelestarian tradisi, adat-istiadat dan seni dan budaya Bali yang ada
di wilayah Adat Pekraman.
c.
Pemberdayaan potensi adat yang telah berkembang di wilayah Majelis Adat
Pekraman bertujuan untuk mewujudkan pelestarian tradisi, adat-istiadat dan seni
budaya Bali, dalam rangka menciptakan kondisi masyarakat Hindu yang memiliki
daya tangkal dari pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
menjiwai kepribadian umat Hindu Indonesia.
d. Mendorong terciptanya suatu kondisi yang mampu meningkatkan peran dan
fungsi Adat Pekraman dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat serta
36
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
jatidiri umat Bali dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan di
segala bidang.
(2) Dalam upaya melakukan pemberdayaan dan pelestarian sistem Adat Pekraman
sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas, krama adat wajib mendorong terciptanya:
a. Sikap demokratis, adil dan objektif dikalangan prajuru dan krama adat masingmasing.
b. Pelestarian tradisi, adat-istiadat dan seni budaya Bali dengan tidak menganggu
tradisi, adat-istiadat dan seni budaya lainnya yang berkembang di wilayah Adat
Pekraman, yang menjadi warisan budaya Nusantara yang tidak ternilai dan bersifat
positif.
BAB IX
SANKSI HUKUM ADAT
Pasal 33
(1) Pelanggaran terhadap awig-awig Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung,
dikenakan sanksi minimal tegoran tertulis dan setinggi-tingginya diberikan tegoran
keras berturut sebanyak 3 kali, kemudian diberikan ketegasan apakah yang
bersangkutan akan mengundurkan diri atau pindah.
(2) Pelanggaran terhadap awig-awig Majelis Adat Pekraman Kabupaten/Kota, dikenakan
sanksi sesuai dengan awig-awig yang diatur tersendiri oleh Majelis Adat Pekraman
Kabupatan/Kota, sepanjang aturan yang disusun tidak bertentangan dengan ketentuan
yang mengatur diatasnya, Pancasila dan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor: 6
tahun 2014.
(3) Pelanggaran terhadap awig-awig Majelis Adat Pekraman Kecamatan, dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam awig-awig Majelis Adat Pekraman
Kecamatan, sepanjang ketentuan itu tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya,
Pancasila dan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2014.
(4) Pelanggaran terhadap awig-awig Adat Pekraman Desa dan/atau yang disebut dengan
nama lain, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan awig-awig yang disusun oleh
Adat Pekraman Desa dan/atau yang disebut dengan nama lain, sepanjang tidak
bertentangan dengan aturan diatasnya.
37
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
(5) Pelanggaran terhadap awig-awig Banjar, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
awig-awig yang disusun oleh masing-masing banjar, sepanjang tidak bertentangan
dengan aturan diatasnya.
BAB X
PECALANG
Pasal 34
(1) Tugas dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah Adat Pekraman dilaksanakan
oleh Pecalang.
(2) Pecalang melaksanakan tugas-tugas pengamanan dalam hubungan dengan pelaksanaan
upacara keagamaan.
(3) Pecalang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus/ prajuru berdasarkan keputusan
paruman adat.
BAB XI
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 35
(1) Umat Hindu diluar suku Bali yang ada di wilayah adat pekraman dalam melaksanakan
aktivitas keagamaan, wajib turut serta menyungsung pura desa dan atau pura
kahyangan tiga, pura kahyangan tunggal dan atau pura kahyangan jagat yang ada di
wilayah Majelis Adat Pekraman.
(2) Dalam melaksanakan aktivitas keagamaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) di atas,
disesuaikan dengan tradisi, adat-istiadat dan budaya yang diwarisi dari leluhur yang
bersangkutan, selama tidak bertentangan dengan ajaran veda.
BAB XI
PERUBAHAN AWIG-AWIG
Pasal 36
Perubahan awig-awig Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung dapat dilaksanakan atas
usul krama adat minimal 50% plus satu dari jumlah perwakilan dari Majelis Adat
Pekraman kabupaten/kota se Provinsi Lampung yang hadir dalam paruman agung.
38
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
(1) Dengan disahkan dan ditandatanganinya awig-awig ini oleh Bendesa Agung dan
Bendesa Madya se Provinsi Lampung maka secara de fakto (hukum materiil)
kedudukan fungsi dan peranan adat pekraman sebagai salah satu kesatuan masyarakat
hukum adat yang ada di Provinsi Lampung dinyatakan telah berlaku secara resmi bagi
krama adat yang ada di Provinsi Lampung.
(2) Untuk mendapat pengakuan secara de yure (hukum formal), maka awig-awig majelis
adat pekraman ini setelah disahkan dan ditanda tangani, wajib dilaporkan kepada
Pemda Provinsi Lampung dan didaftarkan dalam lembaran daerah Provinsi Lampung
serta diundangkan sebagai Perda Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung yang
berlaku sebagai peraturan khusus bagi masyarakat hukum Adat Pekraman di Provinsi
Lampung.
Ditetapkan di : Bandar Lampung
Pada Tanggal : 22
Mei 2016
TIM PERUMUS AWIG-AWIG DAN PENGGAGAS
BERDIRINYA MAJELIS ADAT PEKRAMAN
Ketua
: AKBP Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H.
Sekretaris : I Gede Suharto, SE
Anggota
: AKBP I Made Rasma, S.Ik, M.Si
Anggota
: AKBP I Made Kartika, S.Ag, S.H., M.H.
Anggota
: Kompol I Ketut Suma, S.H.
Anggota
: Kompol IBG.Adi Putra, S.Psi, M.Psi
Anggota
: Drs. I Dewa Kadek Artha
Anggota
: I Made Pasti
Anggota
: drh.Anak Agung Oka Mantera
Anggota
: Iptu Pol I Nyoman Parta
Anggota
: I Nengah Aryata, SE
Anggota
: I Made Pasti
Anggota
: Mangku Misi, S.Pd.
39
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Anggota
: I Ketut Sukerta
Anggota
: I Gusti Putu Mudita
Anggota
: I Wayan Sudiksa, SIP
Anggota
: I Ketut Yorgel
Anggota
: I Putu Suanda
Anggota
: I Ketut Rajin
Anggota
: I Nyoman Gunawan
Anggota
: I Nengah Sarwa
Anggota
: I Nyoman Jiwa
PENJELASAN
Tentang
AWIG-AWIG
MAJELIS ADAT PEKRAMAN
PROVINSI LAMPUNG
I.
Umum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 6 tahun 2914, tentang Desa, memberikan
pedoman yang jelas terhadap eksistensi desa adat yang tumbuh dan berkembang di
seluruh wilayah Indonesia, termasuk Majelis Adat Pekraman yang semula bernama
Desa Adat Bali. Undang-Undang No: 6 tahun 2014 tentang Desa, juga memberikan
kebebasan bagi masyarakat hukum adat di Indonesia untuk mengembangkan prinsipprinsip demokrasi dan peran sertanya dalam proses pembangunan negara secara
merata dan berkeadilan dengan memperhatikan potensi dan keaneka ragaman tradisi,
adat-istiadat dan budaya masyarakat, dengan senantiasa menjaga persatuan dan
kesatuan antar dan inter masyarakat hukum yang memiliki hak asal-usul yang bersifat
istimewa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung adalah suatu kesatuan masyarakat hukum
yang ada di wilayah Lampung, mempunyai susunan asli dan hak asal-usul yang
bersifat istimewa bersumber pada agama Hindu dan kebudayaan Bali yang
berdasarkan ajaran Tri Hita Karana, mempunyai Kahyangan Tiga sebagai tempat
melakukan ibadah bersama, mengamalkan, memelihara hubungan harmonis antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam yang
bersifat universal.
40
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Majelis Adat Pekraman memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan
krama desa atau anggotanya sendiri, sedangkan prajuru adat bertanggungjawab kepada
paruman adat. Dalam sistem kehidupan sehari, Majelis Adat Pekraman berwenang
melakukan perbuatan hukum di luar dan di dalam peradilan, mengatur dan
menetapkan keputusan adat, memiliki asset atau harta kekayaan, bangunan dan dapat
melakukan gugatan dimuka pengadilan, untuk hal tersebut, Bendesa Adat Pekraman
memiliki wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan atau mengadakan
perjanjian-perjanjian yang saling menguntungkan.
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung memiliki sumber pembiayaan berupa
pendapatan desa, bantuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pendapatan lainlain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa. Berdasarkan atas hak asal
usul sistem Adat Pekraman tersebut, majelis-majelis desa adat berwenang sebagai
mediator dalam penyelesaian sengketa adat dan prajuru desa berwenang mendamaikan
perkara/sengketa dari anggota/atau kramanya. Hal-hal yang mendasar dari sistem Adat
Pekraman adalah memberi dorongan untuk memberdayakan krama adat untuk
meningkatkan peran sertanya dalam mengembangkan fungsi dan peran Adat
Pekraman, oleh karena itu sistem Adat Pekraman tidak bertentangan dengan maksud
dan tujuan undang-undang Nomor: 6 Tahun 2014, tentang Desa.
Awig-Awig ini merupakan payung hukum bagi Majelis Adat Pekraman yang ada di
Lampung. Disamping itu, sistem Desa Pekraman berakar pada budaya Bali yang
secara historis semula bernama Desa Adat Bali yang menjadi ruh atau jiwa dari Desa
Pekraman.
Dasar dari Sistem Adat Pekraman adalah Pancasila, UUD 1945 dan UU Nomor: 6
tahun 2014, tentang Desa, yang telah memberi kepastian hukum tentang eksistensi
Desa Adat di Indonesia, termasuk Majelis Adat Pekraman yang ada di Lampung.
Secara filosofis undang-undang ini menjadi nilai-nilai dasar keadilan dan kebenaran
bagi Adat Pekraman dalam menetapkan peraturan atau awig-awig dan tindakan hukum
yang dilakukan dalam lingkungan tugas dan wewenang Majelis Adat Pekraman.
Majelis Adat Pekraman Lampung berazaskan Budaya Bali yang memiliki karakter
etika hukum yang bersifat konstitutif, menjadi sumber dari materi hukum yang telah
ditetapkan dan Tri Hita Karana yang mengandung karakter etika religius yang menjadi
41
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
sumber dari prinsip-prinsip kesucian diri yang akan dijadikan pedoman bagi Krama
Adat Pekraman di Lampung.
II. Pasal Demi Pasal
Pasal 1
: Cukup jelas
Pasal 2
: Cukup jelas
Pasal 3
: Cukup jelas
Pasal 4
: Cukup jelas
Pasal 5
: Cukup jelas
Pasal 6
: Cukup jelas
Pasal 7
: Cukup jelas
Pasal 8
: Cukup jelas
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal 10 : Cukup jelas
Pasal 11 : Cukup jelas
Pasal 12 : Cukup jelas
Pasal 13 : Jro Bendesa Agung adalah Nama Adat dari Jabatan Ketua Majelis Adat
Pekraman pada tingkat Provinsi.
Pasal 14 : Jro Bendesa Madya adalah Nama Adat dari Jabatan Ketua Majelis Adat
Pekraman pada tingkat Kabupaten/Kota.
Pasal 15 : Jro Bendesa Alit adalah Nama Adat dari Jabatan Ketua Majelis Adat
Pekraman pada tingkat Kecamatan.
Pasal 16 : Jro Bendesa Adat adalah Nama Adat dari Jabatan Ketua Adat Pekraman
yang ada di Desa, apabila dalam satu desa hanya ada satu Banjar, maka
Jabatan Bendesa Adat dapat dirangkap oleh Ketua Adat Banjar.
Pasal 16 : Cukup jelas
Pasal 17 : Cukup jelas
Pasal 18 : Cukup jelas
Pasal 19 : Masa jabatan 6 (enam) tahun merujuk pada ketentuan yang diatur dalam
pasal 39 ayat (1) undang-undang Nomor: 6 tahun 2014.
Pasal 20 : Cukup jelas
Pasal 21 : Cukup jelas
Pasal 22 : Cukup jelas
Pasal 23 : Cukup jelas
42
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Pasal 24 : Cukup jelas
Pasal 25 : Usaha-usaha lainnya yang dijadikan sebagai sumber pendapatan MAP
adalah koperasi dan perdagangan
Pasal 26 : Cukup jelas
Pasal 27 : Cukup jelas
Pasal 28 : Cukup jelas
Pasal 29 : Sistem Ekonomi Majelis Adat Pekraman ini khususnya koperasi dan
perdagangan akan dijalankan secara terpusat dari Provinsi hingga
kedaerah-daerah, secara transparan, dengan sistem pengawasan digital,
yang dapat diakses oleh seluruh krama adat yang akan dijadikan sebagai
anggota koperasi.
Pasal 30 : Cukup jelas
Pasal 32 : Cukup jelas
Pasal 33 : Yang dimaksud dengan Sanksi Adat dalam hal ini adalah sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam ketentuan Hukum Adat Bali, yaitu: Sanksi
Prayascita Desa, Jiwa Danda dan Artha Danda.
Pasal 34 : Cukup jelas
Pasal 35 : Yang dimaksud dengan umat Hindu di luar suku Bali adalah umat Hindu
lainnya antara lain; umat Hindu Jawa, dan lain-lain yang ada di wilayah
Adat Pekraman wajib ikut serta dalam menyungsung pura di wilayah
adat pekraman.
Pasal 36 : Cukup jelas
Pasal 37 : Cukup Jelas
***
43
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Dokumen:
PERATURAN (PESWARA)
TANGGAL 13 OKTOBER 1900
Tentang
HUKUM WARIS
BERLAKU BAGI PENDUDUK HINDU BALI
DARI KABUPATEN BULELENG
Dikeluarkan oleh:
Residen Bali dan Lombok
dengan permusyawarahan bersama-sama
Pedanda-pedanda dan Punggawa-Punggawa.
Pasal 1
(1) Apabila seseorang meninggal dunia, maka harta pening galannya setelah pelunasan
hutang-hutangnya pertama-tama harus dipergunakan untuk pembiayaan Pengabenan
(Upatjara Pembakaran Djenasah).
(2) Sebelum pengabenan diselenggarakan, dilarang melakukan pembagian atas harta
peninggalan itu atau melepaskan (mendjual, menggadaikan, dsb), kecuali untuk
keperluan tersebut.
Pasal 2
(1) Sisa harta warisan setelah dipakai untuk pembiayaan pengabenan sebelum dilakukan
pembagian, harus disediakan dulu untuk keperluan-keperluan hidup dari keluarga yang
ditinggalkan.
(2) Pengurusan atas harta itu dijalankan secara damai bersama-sama oleh mereka yang
bersangkutan. Seorang djanda yang tidak mempunyai anak lelaki dewasa dalam
pengurusan itu dibantu oleh anggota keluarga lelaki seluruh yang paling dekat dan
yang paling dewasa dalam pantjar lelaki sebagai wali dari anak-anaknya.
(3) Pelepasan tanggan/penggadaian dari barang-barang itu hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan dari semua mereka yang berkepentingan dan hal itu sama sekali tidak
boleh dilakukan selama diantara mereka terdapat anak-anak yang berlum dewasa.
44
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Pasal 3
(1) Jika terhadap suatu bundel akan dilaksanakan pembagian maka tjara-tjara untuk itu
diserahkan kepada pemusya warahan setjara damai dari yang bersangkutan. Pem
bagian yang telah dilakukan mengenai tanah-tanah harus segera dilaporkan kepada
pengurus sawah atau pamong desa bagi kepentinggan tata usaha.
(2) Apabila oleh seorang atau beberapa orang anak-anak lelaki yang sudah kawin dalam
pembagian itu diminta kan perantara pemerintah maka pembagian akan diatur
demikain rupa, sehingga si janda mendapat satu bagian, masing-masing anak lelaki
dua bangian dan masing-masing anak perempuan setengah bagian. Bila tidak anakanak lelaki maka setiap warisan akan jatuh kepada wanita-wanita yang masih ada
seperti yang disebutkan tadi itu.
Pasal 4
Apabila sijanda kawin lagi atau salah seorang dari anak-anak perempuannya menikah
maka bagian warisan itu, begitu pula mas kawin (uang pembelinjah) yang diatur untuk
mereka itu dibagi antara mereka yang lainnya berhak menerima harta warisan sesuai
dengan peraturan pembagian seperti yang diamksudkan dalam pasal diatas.
Pasal 5
(1) Apabila
seorang
janda
meninggal
maka
anak-anaknya
menyelenggarakan
pengabenannya dan seterusnya bersama-sama secara damai meneruskan pengurusan
harta peninggalan itu ataupun atas persetujuan bersama-sama mengadakan pembagian.
(2) Jika dalam pembagian itu dimintakan perantara peme rintah, maka masing-masing anak
lelaki menerima dua bagian dan masing-masing anak perempuan setengah bagian.
(3) Dalam hal nak-anak lelaki itu belum dewasa, maka yang menguruskan harta
peninggalan ialah anggota keluarga lelaki terdekat yang sedarah dan yang sudah
dewasa dalam keturunan lelaki, yang akan tetapi tidak berhak melepaskan atau
menggadaikan barang barang warisan tersebut kecuali untuk kepentingan pengabenan
dari yang meninggal.
Pasal 6
(1) Apabila seorang anak yang kawin dari seorang janda mati maka harta warisan
setengah dikurangi ongkos-ongkos pengabenan, jatuh pada anggota-anggota lain dari
45
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
keluarga itu sesuai dengan ketentuan seperti yang dimuat dalam pasal 2 dan pasal 3
tersebut diatas.
(2) Jika seorang anak lelaki yang kawin meninggal, maka keluarganya menggantikan
dalam hak atas sebagian dari harta warisan si ayah dari anak lelaki itu.
Pasal 7
(1) Apabila serang duda atau seorang janda yang tidak mempunyai anak-anak lelaki atau
anak-anak perempuan ayang belum kawin ataupun seorang wanita yang tidak pernah
kawin meninggal dunia, maka harta warisan diwarisi oleh anggota-anggota keluarga
lelaki sedarah yang terdekat dalam pantjar lelaki sampai derajat kedelapan, akan tetapi
pemerintah berkuasa memberikan rumah dan pekarangan kepada mereka yang
dianggap peling berhak atas barang-barang itu.
(2) Para ahli waris wajib pertama-tama dengan memakai harta peninggalan itu membiayai
(ongkos-ongkos) pengabenan dari si mati yang dalam jangka waktu tiga tahun harus
dilakukan kalau upacara itu tidak (segera) diselenggarakan, sesudah meninggalnya.
Pasal 8
(1) Jika simendiang tidak mempunyai anggota-anggota keluarga seperti yang dimaksud
kan pada pasal 7 di atas itu, maka dengan permusyawarahan punggawa yang
bersangkutan dan pedanda-pedanda, ditunjuk seorang untuk menyelenggarakan
pengabenan, dalam hal mana harus pula diingat kepada anak-anak perempuan yang
telah kawin dan seterusnya kepada anggota-anggota keluarga dalam keturunan
perempuan.
(2) Setelah pembiayaan dari pengabenan tersebut, maka sisa dari harta warisan diterima
oleh penyelenggara-penye lenggara pengabenan itu.
Pasal 9
Apabila seorang wanita bertingkah laku tidak baik dan meninggal pekarangan rumah
keluarganya, maka sesudah mendapatkan izin dari pemerintah barang-barang yang
mungkin diberikan kepadanya berasal dari harta warisan harus dicabut dari tangannya dan
selanjutnya barang-barang itu diperlakukan seolah-olah dia itu meninggal dunia.
46
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Pasal 10
(1) Seorang wanita tidak boleh melepaskan atau menggadai kan barang-barang yang
diterimanya sebagai warisan tanpa izin dari ahli waris – ahli warisnya.
(2) Jika ahli waris–ahli waris itu semua wanita maka izin itu harus juga ada dari anggotaanggota keluarga lelaki se darah yang terdekat sebagai yang disebut dalam pasal 7.
Pasal 11
Tentang pengangkatan anak atau sentana peperasan adalah:
(1) Apabila seorang anak tergolong dalam kasta maupun juga yang tidak mempunyai anak
laki-laki, berkehendak mengangkat seorang anak (memeras sentana) maka karena itu
harus menjatuhkan pilihannya atas seorang dari anggota keluarga sedarah yang
terdekat dalam keturunan lelaki sampai derajat kedelapan .
(2) Orang boleh menyimpang dari peraturan ini dengan izin sejelas-jelasnya dari anggotaanggota keluarga yang lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan anak yang ingin
dijadikan sentana dibandingkan dengan mereka yang berhak melakukan pengangkatan
itu, atau setelah mendapat izin dari pemerintah apabila peme rintah berpendapat bahwa
cukup terdapat alasan untuk menyimpang dari peraturan seperti yang disebutkan
dalam pasal ini ayat (1).
(3) Apabila tidak terdapat anggota-anggota keluarga yang sedarah sampai derajat tersebut
diatas, amak pilihannya adalah bebas dengan pengertian (akan tetapi), bahwa baik
didalam hal pertama maupun didalam hal yang kedua seorang tudak boleh diangkat
menjadi anak sentana dengan siapa orang itu telah pernah berperkara yang
diselesaikan dengan pengangkatan sumpah.
(4) Bagi tiap-tiap transaksi tentang pengangkatan anak sentana harus dibuatkan surat
dikantor kepala kabupaten (controlir).
(5) Seorang anak sentana mempunyai hak dan kewajiban-kewajiban terhadap mereka
yang mengangkatnya sama sebagai anak kandung, akan tetapi ia kehilangan hakhaknya atas bagian harta peninggalan di rumah keluarga nya sendiri.
Demikianlah dibuat di Singaraja
Pada hari sabtu tanggal 13 oktober 1900.
47
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
YURISPRUDENSI
PUTUSAN RAAD KERTHA DI BALI
SEBAGAI SUMBER HUKUM ADAT BALI
Beberapa catatan tentang keputusan pengadilan (Raad Kertha) di Bali mengenai
beberapa kasus yang muncul dan keputusannya tersebut telah dijadikan Yurisprudensi
(sumber hukum tetap) dalam memutuskan kasus-kasus serupa yang terjadi dilingkungan
masyarakat Bali, yaitu:
1. Putusan Raad Kerta Denpasar 9 Juni 1938 Nomor: 93/civil, dikuatkan dengan putusan
Raad Kerta Tabanan 7 Agustus 1947 Nomor: 17/civil, menyatakan “anak itu
menerima/mempunyai hak waris dari kakek pancar wadu bapak ibunya”.
2. Putusan PN Klungkung 4 Nopember 1955 Nomor: 121/pdt/1955, menyatakan “harta
warisan yang ditinggalkan oleh orang tua, dibagi sama rata oleh anak-anaknya”.
3. Putusan PN Tabanan 30 Desember 1955 Nomor: 141/pdt/1955, menyatakan “antara
para ahli waris lelaki dan perempuan, besar kecilnya pembagian warisan sama”.
4. Putusan PN Singaraja Nomor: 135/Pdt/1955 yang menyatakan “nyumbah mayat orang
yang tidak termasuk tunggal sembah disebut “ngelung sentana”, adalah tidak wajar
yang mengakibatkan gugurnya hak waris”.
5. Putusan PN Singaraja 29 September 1960 Nomor: 110/Pdt/1960, Putusan PT
Denpasar tanggal 20 Mei 1966 Nomor: 225/PTD/1965/Pdt, yang menyatakan “Harta
peninggalan suami dapat dinikmati oleh jandanya, bahkan untuk biaya pengabenan
janda itu setelah ia meninggal dunia, apabila selama hidupnya sijanda itu tetap
melaksanakan dharmanya sebagai janda”.
6. Surat Edaran MA RI 2 Nopember 1960 Nomor: 302 K/SIP/1960, yang dengan tegas
menyatakan bahwa “Janda adalah ahli waris”, tindak lanjut dari surat edaran ini,
maka timbul hasil keputusan diskusi hukum adat waris Bali tanggal 4 Maret 1971,
yang menyatakan “Janda bukan sebagai ahli waris, ia hanya berhak menikmati harta
bagian suami”.
7. Dampak dari hasil keputusan diskusi hukum adat waris Bali, maka selanjutnya muncul
putusan-putusan yang menyatakan bahwa “Janda adalah bukan ahli waris, tetapi ia
48
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
hanya berhak menikmati harta warisan itu”, jumlah putusan serupa sebanyak 14
putusan antara lain yang dapat dituangkan dalam tulisan ini adalah :
ƒ Putuan PN Singaraja Nomor: 28/pdt/1965, tanggal 2 Maret 1965.
ƒ Putusan PT Denpasar Nomor: 385/PTD/1966/Pdt, tanggal 2 Mei 1967.
ƒ Putusan PT. Denpasar Nomor: 31/PTD/1967/Pdt, tanggal 22 Agustus 1969.
ƒ Putusan MA Nomor: 32/K/Sip/1971.
ƒ Putusan PN Denpasar Nomor: 102/PDT/1967.
ƒ Putusan MA Nomor: 358/K/Sip/1971.
ƒ Putusan PT Denpasar Nomor: 28/PTD/1971/Pdt.
8.
Putusan PT. Singaraja 1 Nopember 1961 Nomor: 215/Pdt/1960, menyatakan “seorang
anak tidak berhak menuntut warisan mendiang kakeknya, apabila ayah dari anak
tersebut kawin nyeburin dirumah istrinya”.
9.
Putusan PN Denpasar di Tabanan 27 Oktober 1961 Nomor: 541/Pdt/1960, putusan PT.
Denpasar 8 Maret 1969 Nomor: 334/PTD/1966/Pdt, menyatakan “anak laki-laki
menurut Hukum Adat Bali adalah ahli waris dari almarhum ayahnya, apabila ia
dilahirkan dari perkawinan yang sah”.
10. Putusan Pengadilan Negeri Denpasar, 14 Januari 1965 Nomor: 453/Pdt/1965, PT
Denpasar 22 Agustus 1969 Nomor: 31/PTD/ 1967/Pdt, menyatakan “tanah ayahan
tidak boleh di rangkap satu orang”.
11. Putusan PN Singaraja 2 Maret 1965 No: 28/Pdt/1965, PT. Denpasar 2 Mei 1967
Nomor: 385/PTD/1966/Pdt, menyatakan “Janda berhak menikmati hasil segala harta
peninggalan suaminya, selama ia tidak meninggalkan kedudukannya selaku janda
sah”.
12. Putusan PN Singaraja 12 Maret 1965 Nomor: 28/Pdt/1965, dikuatkan putusan
PT.Denpasar 2 Mei 1967 Nomor: 385/ PTD/Pdt, menyatakan “menurut hukum adat
Bali, harta peninggalan seseorang baru bisa dibagi oleh para ahli warisnya apabila
jenazah sipeninggal waris tersebut sudah diabenkan”.
13. Putusan PT.Denpasar 15 Desember 1965 Nomor: 33/PTD/1965/Pdt, yang menyatakan
“harta warisan dari sipeninggal dapat dijual, asalkan untuk kepentingan pengabenan
dari sipeninggal waris”.
49
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
14. Putusan PN Denpasar 12 Juli 1966 Nomor: 82/Pdt/1965, PT. Denpasar tanggal 30
April 1971 Nomor: 72/PTD/ 1978/Pdt, menyatakan “harta warisan hanyalah dapat
diwarisi oleh ahli waris kepurusa/keturunan dari pancar laki-laki”.
15. Putusan PN Denpasar di Gianyar 3 Oktober 1966 No: 84/Pdt/1966, yang menyatakan
“menurut Hukum adat Bali, angkat sentana mengutamakan famili purusa sampai
sejauh delapan derajat”.
16. Putusan PN Klungkung 15 Desember 1966 Nomor: 28/ pdt/1966, menyatakan “semua
harta pusaka dibagi sama rata diantara ahli waris”.
17. Putusan PN Singaraja Nomor: 18/pdt/1966, menyatakan “bahwa ahli waris laki-laki
mendapat bagian sama.
18. Putusan PN Denpasar 21 Juni 1967 Nomor: 169/Pdt/1966, menyatakan “seorang ahli
waris belum dapat menggantikan ahli waris dalam garis lurus keatas, apa bila ahli
waris dalam lurus keatas tersebut masih ada”.
19. Putusan PN Denpasar 21 Juni 1967 Nomor: 169/Pdt/1966, menyatakan “seorang
wanita yang telah mulih dehe (dikembalikan secara baik-baik oleh keluarga pihak
suami kerumah asalnya), kembali memperoleh status hukum seperti wanita yang
belum kawin keluar”.
21. Putusan PT.Denpasar 7 Nopember 1967 Nomor: 228/PTD/1966/Pdt, yang menyata
kan “seorang janda adalah ahli waris dari suaminya yang meninggal dunia, apabila
tidak meninggalkan anak”.
22. Putusan PN Denpasar 16 Desember 1967 Nomor: 102/ Pdt/1967, yang menyatakan
“pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang janda untuk mewarisi almarhum
bekas suaminya/mertua, dianggap tidak berhak apabila janda telah kawin keluar”.
23. Putusan PN Singaraja 26 Desember 1967 Nomor: 98/Pdt/1966, menyatakan “tuntutan
janda untuk minta bagian warisan peninggalan suaminya, dapat dikabulkan apabila
ternyata si janda tersebut tidak kawin lagi”.
50
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
24. Putusan PT Denpasar 9 September 1968 Nomor: 82/ PTD/1967/Pdt, yang menyatakan
“penyerahan tanah kepada orang lain sebagai ganti biaya pengabenan oleh pihak ahli
waris yang diabenkan, menjadi hak milik yang meng abenkan”.
25. Putusan PT Denpasar 8 Pebruari 1969 Nomor: 54/PTD/1967/Pdt, menyatakan
“seorang janda berhak untuk mengurusi harta peninggalan almarhum suaminya selama
ia masih menjalankan dharmanya sebagai janda”.
26. Putusan PT. Denpasar 15 Juni 1969 Nomor: 339/PTD/1969/Pdt, menyatakan “barangbarang yang diperoleh sebagai perseorangan sebelum atau selama perkawinan,
sesudah tiga tahun dianggap harta pencaharian bersama diantara suami istri “druwe
gabro”.
27. Putusan PT Denpasar 15 Juni 1969 Nomor: 339/PTD/1969/Pdt, menyatakan
“meskipun seorang janda telah meninggal kan rumah bekas suaminya dan telah
berzinah, hal itu tidak menghilangkan haknya atas sebagian dari harta pencaharian
bersama si janda dan bekas suaminya itu”.
28. Putusan PT Denpasar 16 Juni 1969 Nomor: 339/PTD/1969/Pdt, menyatakan “seorang
janda kehilangan haknya untuk mewarisi harta pusaka warisan mendiang suami nya,
apabila ia menyalahi dharmanya sebagai janda”.
29. Putusan PT Denpasar 19 Juni 1969 Nomor: 81/PTD/1967/Pdt, yang menyatakan
bahwa “seorang wanita yang kawin keceburin, menurut hukum adat Bali menjadi ahli
waris dari orang tuanya dan atau keluarga kepurusa”.
30. Putusan PT Denpasar 19 Juli 1969 Nomor: 63/PTD/1966/Pdt, menyatakan
“penyerahan ayahan tidak berarti penyerahan hak milik atas tanah melainkan hanyalah
penyarahan kekuasaan untuk mengerjakan dan menghasili”.
31. Putusan PT Denpasar 19 Juli 1969 Nomor: 63/PTD/ 1966/Pdt, menyatakan “harta
warisan baru bisa dibagi waris, setelah selesai pengabenan”.
32. Putusan MA 21 Januari 1970 Nomor: 227.K/Sip/1969, menyatakan “angkat sentana
yang dilakukan dengan membuat akte dihadapan punggawa tanpa hadirnya yang
mengangkat sentana dan tiada persetujuan dari keluarga kepurusa yang mengangkat
sentana, maka akte dianggap tidak syah menurut hukum”.
51
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
33. Putusan PN Tabanan 19 Januari 1970 Nomor: 97/Pdt/ Tbn/1969 dan PT Denpasar 1
Maret 1971 Nomor: 106/ PTD/1970/Pdt, menyatakan “seseorang tidak dikaruniai anak
setelah suaminya meninggal dunia, diperbolehkan meng angkat anak (sentana) yaitu
dengan maksud untuk melanjutkan garis keturunan dari mendiang suaminya”.
34. Putusan Mahkamah Agung 21 Januari 1970 Nomor: 22 K/Sep/1969, menyatakan
“apabila seseorang meninggal dengan meninggalkan harta warisan dan tidak
meninggal kan sentana/turunan atau disebut “camput”, maka harta peninggalannya
diwarisi oleh keluarga kepurusa”.
35. Putusan PT Denpasar 31 Maret 1970 Nomor: 13/PTD/1967/Pdt, menyatakan “anak
perempuan yang telah kawin keceburin, tetap mempunyai hak penuh terhadap harta
warisan orang tuanya seperti seorang anak-anak laki-laki”.
36. Putusan PT Denpasar 31 Maret 1970 Nomor: 13/PTD/1967/Pdt, yang menyatakan
“harta peninggalan suami hanya untuk diurusi, digunakan dan diambil hasilnya oleh si
janda selama si janda menepati dharmanya sebagai janda”.
37. Putusan PT Denpasar 20 April 1970 Nomor: 206/PTD/1968/Pdt, menyatakan seorang
laki-laki yang kawin nyeburin dengan seorang wanita yang berkedudukan sebagai
nyeburi sentana, sehingga setelah wanita/isteri nya meninggal, maka kedudukan lakilaki tersebut adalah hanya sebagai janda berbadan wanita”.
38. Putusan PT Denpasar 21 September 1970 Nomor: 226/PTD/1969/Pdt, yang
menyatakan “menurut hukum adat Bali, beberapa anak wanita dapat dijadikan sentana
rajeg, apabila dikehendaki dan dilakukan oleh orang tuanya atau ahli waris yang
terdekat”.
39. Putusan PT Denpasar 8 Pebruari 1971 Nomor: 138/PTD/1970/Pdt, menyatakan
“menurut hukum waris peswara (erfrechtipawara) yang kini di Bali masih dijadikan
pedoman bahwa yang masih berhak menerima warisan ialah keluarga laki-laki sampai
derajat kedelapan saja dari orang yang meninggal dunia”
40. Putusan Mahkamah Agung 24 Maret 1971 Nomor: 32 K/Sip/1971, menyatakan
“menurut hukum adat Bali seseorang buyut (anak dari cucu) berdasarkan garis
keturunan laki-laki (garis kepurusan) adalah ahli waris yang berhak menerima/
mewarisi harta peninggalan dari almarhum kakeknya”.
52
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
41. Putusan Mahkamah Agung 10 April 1971 Nomor:770.K/ Sip/1970, menyatakan “harta
peniggalan seorang suami yang telah meninggal dunia masih belum dapat dibagi waris
diantara para ahli warisnya selama handanya sendiri belum diaben”.
42. Putusan Mahkamah Agung 14 Juli 1971 Nomor: 338K/Sip/1971, menyatakan “ahli
waris dari pihak kepurusa yang tidak ikut menggugat yang diakui oleh para penggugat,
setidak-tidaknya tidak dibantah oleh para tergugat maka ia melalui putusan pengadilan
berhak pula mendapatkan warisan”.
43. Putusan PN Denpasar di Tabanan 11 Desember 1971 Nomor: 126/Pdt/Tbn/1971,
menyatakan “anak-anak yang lahir dari seorang ibu yang dikawin keceburin adalah
satu-satunya ahli waris dari ibunya”.
44. Putusan MA Nomor: 358.K/Sip/1971, yang menyatakan “seorang janda yang kawin
lagi tanpa ijin/persetujuan keluarga dekat suami/isteri dianggap menyalahi dharma nya
sebagai janda, maka ia tidak berhak mewarisi dan juga tidak berhak tinggal dirumah
suami/isterinya lagi”.
45. Putusan PN Denpasar 17 Pebruari 1972 Nomor: 136/Pdt/1971, PT Denpasar 24 Juli
1972 Nomor: 63PTD/1972/Pdt, putusan Mahkamah Agung 14 Maret 1973 Nomor:
229/K/Sip/1972, menyatakan “barang-barang yang di dapat selama perkawinan yang
disebut barang gunakaya (druwe gabro) harus dibagi dua sama rata, apabila terjadi
perceraian”.
46. Putusan PN Karangasem 28 Peberuari 1972 Nomor: 1/Pdt/1972, menyatakan “seorang
yang tidak berhak sebagai pewaris atau mengambil alih kewajiban pewaris tidak
menimbulkan hak waris terhadapnya dari yang diabenkan apabila dia melakukan
pengabenan itu”.
47. Putusan PN Tabanan 10 April 1972 Nomor: 29/Pdt/Tbn/1972, dikuatkan oleh putusan
PT.Denpasar 22 Juli 1972 Nomor: 105/PTD/1972/Pdt, menyatakan “keluarga sedarah
dalam garis kesamping yang terdekat, tidak berhak menghalang halangi seorang anak
perempuan dijadikan sentana rajeg atau kawin keceburin, apabila masih ada keluarga
sedarah dalam garis lurus keatas yang lebih berhak menentukan”.
53
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
48. Putusan PT Denpasar 22 Juli 1972 Nomor: 105/PTD/1972/Pdt, menyatakan “seorang
anak perempuan mendapat status hukum sebagai anak laki-laki dan mempunyai hak
mewaris seperti anak laki, apabila ia dijadikan sentana rajeg atau dikawin keceburin”.
49. Putusan PT.Denpasar 8 Agustus 1972 Nomor: 108/PTD/1972/Pdt, mengatakan “anak
perempuan yang telah kawin keluar menurut ahli waris dari oang tuanya, oleh karena
itu tuntutan harta warisan oleh pihak bukan ahli waris adalah tidak mempunyai hak
untuk menggugat”.
50. Putusan PT Denpasar 30 Desember 1972 Nomor: 258/PTD/1971/Pdt, yang
menyatakan “janda bukanlah ahli waris, tetapi hanyalah berhak menikmati bagian
harta peninggalan almarhum suaminya saja, dengan demikian janda tidak dapat
dipertanggung jawabkan terhadap utang almarhum suaminya”.***
54
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
STRUKTUR ORGANISASI PENGURUS MAJELIS ADAT PEKRAMAN,
PROVINSI, KABUPATEN/KOTA, KECAMATAN DAN DESA ADAT
Ketua MAP Provinsi Lampung
Gelar: Jro Bendesa Agung
Sekretaris
Wakil Sekretaris
Waket Bid.Upacara
Panca Yadnya
Bendahara
Wakil Bendahara
Waket Bidkum dan
Sengketa Adat
Waket Bid.Berdaya
Adat & Seni budaya
Waket Bid.Ekonomi
dan Koperasi
Ketua MAP Kabupaten/Kota
Gelar: Jro Bendesa Madya
Bendahara
Wakil bendahara
Sekretaris
Wakil Sekretaris
Waket Bid.Upacara
Panca Yadnya
Waket Bidkum dan
Sengketa Adat
Waket Bid.Berdaya
Adat & Seni budaya
Waket Bid.Ekonomi
dan Koperasi
Ketua MAP Kabupaten/Kota
Gelar: Jro Bendesa Madya
Bendahara
Wakil bendahara
Sekretaris
Wakil Sekretaris
Waket Bid.Upacara
Panca Yadnya
Waket Bidkum dan
Sengketa Adat
Waket Bid.Berdaya
Adat & Seni budaya
55
Waket Bid.Ekonomi
dan Koperasi
Majelis Adat Pekraman Provinsi Lampung
Ketua MAP Kecamatan
Gelar: Jro Bendesa Alit
Sekretaris
Wakil Sekretaris
Waket Bid.Upacara
Panca Yadnya
Bendahara
Wakil bendahara
Waket Bidkum dan
Sengketa Adat
Waket Bid.Berdaya
Adat & Seni budaya
Waket Bid.Ekonomi
dan Koperasi
Ketua Desa Adat Pekraman
Gelar: Jro Bendesa Adat
Sekretaris
Wakil Sekretaris
Waket Bid.Upacara
Panca Yadnya
Bendahara
Wakil bendahara
Waket Bidkum dan
Sengketa Adat
56
Waket Bid.Berdaya
Adat & Seni budaya
Waket Bid.Ekonomi
dan Koperasi
Download