KELUHURAN BAKTI PUJA KEINSAFAN JIWA I. Ikrar Agung Hyang Buddha Maitreya : Sebab jodoh utama Hyang Buddha Maitreya meneguhkan Ikrar Agung adalah karena sejak berkalpa-kalpa kehidupan sebelumnya Beliau telah melaksanakan bakti puja keinsafan jiwa secara intensif hingga akhirnya mencapai kesempurnaan kebuddhaan. Dalam Tripitaka Kanon Buddhis, dalam Sutra Purvapranidharna pertanyaan Bodhisatva Maitreya tertulislah sebuah dialog antara Buddha Sakyamuni dan Ananda. Sang Buddha bersabda: “Wahai Ananda yang bijaksana, ketahuilah bahwa sesungguhnya Bodhisatva Maitreya telah mencapai kesempurnaan tanpa perlu melaksanakan pengorbanan telinga, hidung, kepala, tangan, kaki, badan, jiwa kekayaan, kota, anak, isteri, dan kerajaan untuk didanakan, melainkan hanya melaksanakan metode pembinaan yang fleksibel, praktis, dan membahagiakan, hingga akhirnya mencapai kesempurnaan tertinggi.” Ananda bertanya: “Dengan metode fleksibel dan praktis yang bagaimana Bodhisatva Maitreya telah mencapai kesempurnaan Kebuddhaan?” Sang Buddha bersabda: “Bodhisatva Maitreya telah berjuang siang dan malam, dalam tiga waktu dengan sepenuh hati mendisplinkan badan, merapikan jubah dengan posisi berlutut menghadap ke sepuluh penjuru alam (berbakti puja) sembari berikrar: “Aku bertobat atas semua kesalahanku dan berjuang membimbing umat manusia ke dalam Kebenaran Dharma. Dengan penuh ketulusan aku bersembah sujud ke hadapan-Mu para Buddha. Semoga dengan ini aku dapat mencapai anuttara prajna (Kebijaksanaan Tak Terhingga).” Syair ini bermakna: “Aku mengakui segala dosa, kesalahan, dan kelalaianku; dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Dan aku berjuang membimbing umat manusia untuk membina 1 dalam Jalan Ketuhanan (seperti yang kulakukan). Untuk itu aku harus bertobat sepenuhnya. Dengan ketulusan dan kesungguhan hati aku bersembah sujud kepada para Buddha di sepuluh penjuru dunia, dengan ini akan kucapai kesempurnaan kebijaksanaan Buddha yang tak terhingga.” Pada zaman stadium ketiga ini, ikrar Buddha Maitreya telah menghasilkan buah yang masak sehingga Tuhan mengfirmankan Buddha Maitreya sebagai koordinator Wadah Ketuhanan Ilahi; sebagai Maha Buddha Pancaran Putih Pengemban Misi Agung Penyatu-Sempurna Universal Tiga Alam. Inilah realisasi nyata dari perjuangan pengabdian dan pengorbanan Buddha Maitreya sejak berkalpa-kalpa kehidupan sesuai dengan semangat yang terkandung dalam syairnya. Buddha Maitreya menjadi Maha Buddha Pancaran Putih pengemban Misi Agung Penyatu-Sempurna Universal, bukanlah semata Tuhan memilih kasih, melainkan adanya sebab jodoh kebuddhaan, jodoh Ketuhanan, jodoh Ilahi, dan jodoh bajik yang tak terhingga yang telah ditanamkan oleh Bodhisatva Maitreya sejak berkalpa-kalpa kehidupan yang lampau. Untuk menanamkan jodoh yang tak terhingga ini, terlebih dahulu saya harus : Bertobat atas segala dosa kesalahanku : Dapat mengakui semua dosa, kesalahan dan kelalaian. Dapat bertobat dan tidak akan mengulanginya selama-lamanya. Setelah bersih dari dosa kesalahan barulah kita dapat menjalin sebab jodoh kebuddhaan dan jodoh Ilahi yang tak terhingga dengan para Buddha dan mengikat jodoh Ketuhanan dan jodoh Ilahi yang dalam dengan umat manusia. Berjuang membimbing umat manusia ke dalam Jalan Ketuhanan : Bahwa Buddha Maitreya telah membangun jalinan sebab jodoh kebuddhaan dan jodoh Ketuhanan yang tak terhingga dengan umat manusia yang tak terhingga sejak berkalpa-kalpa kehidupan yang lampau. 2 Dengan penuh ketulusan bersembah sujud ke hadapan para Buddha : Demikianlah Buddha Maitreya, sejak berkalpa-kalpa kehidupan yang lampau, dengan penuh ketulusan segenap jiwa melaksanakan sembah sujud ke hadapan para Buddha di sepuluh penjuru dunia, sehingga telah berhasil mengikat sebab jodoh Kebuddhaan yang luar biasa dengan para Buddha. Dari aspek pribadi, semua Buddha di sepuluh penjuru dunia sudah pasti mendukung misi Agung Penyatu-Sempurna Universal Buddha Maitreya. Sedang dari aspek umum, sudah jelas Laomu mewahyukan Firman-Nya kepada Buddha Maitreya yang telah menjalin jodoh kebuddhaan dan Ketuhanan yang tak terhingga dengan para Buddha sepuluh penjuru dunia dan umat manusia yang tak terhitung ini, untuk menjadi koordinator Wadah Ketuhanan Ilahi; yang bertanggung jawab penuh pada Misi Agung Penyatu-Sempurnaan Universal Triloka. Semoga mencapai kebijaksaan luhur tak terhingga : Dengan cinta kasih yang besar, Buddha Maitreya membimbing kita ke dalam Jalan Kebuddhaan yang telah Beliau lalui, yang praktis dan bisa dilakukan semua umat manusia. Inilah jalan akbar untuk tiga tingkatan pembinaan manusia tanpa pengecualian. Sehingga selaksa manusia menapaki jalan ini, selaksa manusia akan mencapai kesempurnaan Buddha dan Bodhisatva. Oleh sebab itu bila kita dapat melaksanakan bakti puja (bersembah sujud kepada para Buddha) dengan hati yang sungguh-sungguh, bertobat dan mengubah semua keburukan (bertobat atas semua dosa kesalahan), berjuang setiap saat membantu Tri Buddha dalam misi penyelamatan (membimbing umat manusia ke dalam Ketuhanan) dengan semangat konsisten, niscaya Buddha Maitreya akan menuntun kita hingga mencapai kebijaksanaan luhur kebuddhaan; mencapai kesempurnaan Buddha tertinggi. Kini sebagai siswa Maitreya, kita melakukan bakti puja 3 kali sehari, pagi, siang, dan malam adalah mengikuti teknik pembinaan Buddha Maitreya. Karena itu marilah kita 3 ikuti jejak langkah Buddha Maitreya, dengan mantap dan tegar kita tempuh Jalan Ketuhanan ini. Mengapa pelaksanaan bakti puja keinsafan jiwa begitu luhur? Bait pertama syair perjuangan Buddha Maitreya mencapai kesempurnaan Maha Buddha Pancaran Putih, tertulis:”Aku bertobat atas semua dosa kesalahanku”, adalah sepenuhnya sama dengan Doa Pertobatan kita (Yuen Chan Wen). Sedangkan bait ketiga:”Dengan penuh ketulusan bersembah sujud ke hadapan para Buddha”, adalah sama dengan ritual bakti puja yang kita laksanakan setiap hari. Jadi setiap hari, dengan penuh ketulusan, kita melaksanakan bakti puja ke hadapan Laomu --- Bunda dari semua Buddha, ke hadapan para Buddha Bodhisatva, ke hadapan Buddha Maitreya, Jivaka Buddha Ci-Kung, Bodhisatva Dewi Bulan... serta semua Buddha dan Bodhisatva seantero jagat raya. Pelaksanaan bakti puja yang konsisten ini pasti akan memperoleh berkah keinsafan jiwa dari Laomu --- Bunda dari semua Buddha, serta dukungan dari para Buddha Bodhisatva sepuluh penjuru dunia. Selain itu, setiap hari, dengan penuh ketulusan dan rasa syukur yang mendalam, kita melaksanakan tiga kali pertobatan yaitu saat memanjatkan Yuen Chan Wen, kita bertobat di hadapan Buddha, mengubah kesalahan memperbaharui diri untuk kemudian ikut berjuang dalam misi Maitreya. Dengan hati yang tulus, di hadapan Laomu, Bunda semua Buddha, dan Buddha Maitreya kita mengakui dosa, kesalahan, dan kekhilafan kita dan bertekad untuk mengubahnya, serta memohon rahmat kasih Laomu dan Buddha Maitreya untuk mengampuninya, demikianlah kita berjuang menuju hidup baru. Dengan demikian barulah kita dapat ikut berjuang membantu Tri Buddha menyelamatkan jiwa-jiwa sesat; hidup bersama dalam Sukawati Dunia, bersama kembali ke dalam Wadah Ketuhanan Purba Nagakesara, dan terdaftar selamanya dalam Wadah Ketuhanan Ilahi, di mana tingkat kesempurnaan kita ditetapkan oleh Tuhan berdasarkan apa yang telah kita perbuat. II. Keluhuran bakti puja keinsafan jiwa berarti penyempurnaan Sila, Samadhi, dan Prajna : 4 Di manakah letak nilai luhur pelaksanaan bakti puja keinsafan jiwa? Nilai luhur pelaksanaan bakti puja ke hadapan Tuhan----Bunda semua Buddha, ke hadapan para suci, Buddha Maitreya, Jivaka Buddha Ci-Kung, Bodhisatva Dewi Bulan, Bodhisatva Penguji, Para Buddha, Guru Agung, para Nabi, Maha Dewa dsbnya, adalah sepenuhnya terletak pada kesungguhan dan ketulusan hati kita, sebab hanya dengan demikian baru dapat berkontak jiwa dengan Tuhan, dengan para suci, Buddha Maitreya, Jivaka Buddha CiKung, Bodhisatva Dewi Bulan, Bodhisatva Penguji dsbnya. Begitu pula nilai luhur pertobatan kita ke hadapan Tuhan, Para Suci, Buddha Maitreya, Jivaka Buddha Ci-Kung, Bodhisatva Dewi Bulan, Bodhisatva Penguji dsbnya, juga sepenuhnya terletak pada kesungguhan dan ketulusan hati kita, dengan demikian barulah kita dapat berkontak jiwa dengan Tuhan dan Buddha Maitreya, serta mendapatkan berkah pengampunan. Sekalipun dalam Tripitaka terdapat ribuan kitab, namun yang ingin ditekankan tiada lain adalah perjuangan Sila, Samadhi dan Prajna. Sedangkan pelaksanaan bakti puja dan pertobatan dalam Wadah Ketuhanan kita yang merupakan warisan Bapak dan Ibu Guru Suci, meskipun hanya belasan menit namun sesungguhnya mengandung teknik penyempurnaan Sila, Samadhi, dan Prajna, yaitu tiga ruas pembinaan yang utuh (Traya Anasrava Siksah). 1. Pelaksanaan bakti puja pertobatan adalah momen pemadaman 7 emosi 6 nafsu, 10 kejahatan dan 8 kesesatan sehingga tiada lagi dosa kejahatan, perselisihan, iri hati, curiga, keangkuhan, pementingan diri sendiri dan sebagainya, inilah yang dimaksud dengan kesempurnaan Sila. 2. Dalam pelaksanaan bakti puja pertobatan, jiwa akan menjadi suci tenang dan stabil, tiada diskriminasi, dan tiada keterikatan. Jiwa teguh tak bergeming, bebas batin dan niat keinginan. Inilah kesempurnaan Samadhi. 3. Dalam pelaksanaan bakti puja pertobatan meskipun jiwa bersih dari semua pikiran yang semrawut, jiwa teguh tidak bergeming, tenang dan suci, namun pembacaan 5 setiap nama agung para Buddha Bodhisatva dan para Nabi, serta pengucapan setiap kata dalam Doa pertobatan (yuen chan wen) adalah begitu jelas dan berpancar dari dasar jiwa sendiri. Dengan penuh ketulusan memanjatkan nama agung para Buddha dan mampu menyadari dosa kesalahan diri sendiri secara jujur dan jelas, inilah merupakan kesempurnaan Prajna Luhur. Oleh sebab itulah bila kita dapat melaksanakan bakti puja pertobatan secara intensif dan konsisten dengan sendirinya akan mencapai kesempurnaan Sila, Samadhi dan Prajna (tiga ruas pembinaan diri yang bulat/utuh). Ini berarti kita telah mengubah waktu belasan menit menjadi suatu keabadian. Dengan demikian peristiwa samsara yang tragis telah teratasi dalam genggaman tangan kita melalui rutinitas bakti puja kita, sedangkan peristiwa pencapaian kesempurnaan kebuddhaan telah terealisasi dalam kehidupan nyata sehari-hari. III. Keluhuran bakti puja keinsafan jiwa adalah reaksi pelimpahan berkah dari Tuhan, para Buddha, Bodhisatva, para Suci dan Malaikat : Istilah ’reaksi’ terdiri dari kata ’re’ dan ’aksi’ : ’aksi’ berarti sebab, sedangkan ’re’ mengartikan akibat. Jadi tanpa aksi menggugah tidak akan ada reaksi tergugah. Jiwa para Buddha identik dengan sebuah cermin yang akan memantulkan reaksi yang sesuai dengan reaksi yang diterima. Setiap hari kita melaksanakan bakti puja dengan penuh kesungguhan ke hadapan Laomu, ke hadapan Para Suci, Buddha Maitreya, Jivaka Buddha Ci-Kung, Bodhisatva Dewi Bulan, Bodhisatva Penguji dan seterusnya, ini merupakan aksi menggugah (sebab), maka Laomu pasti akan memberikan rahmat ilham-Nya, dan para Buddha akan memberkahi kekuatan suci, ini merupakan reaksi tergugah (akibat). Kemudian, setiap hari kita bertobat dengan penuh kesungguhan dan ketulusan hati ke hadapan Laomu, dan Buddha Maitreya, mengubah semua dosa kesalahan, membangun hidup baru dan selamanya tidak lagi mengulanginya, ini merupakan aksi 6 (sebab) maka niscaya Laomu dan Buddha Maitreya akan mengampuni dan membersihkan dosa karma kita sehingga terbukalah kebijaksanaan dan rohani kita kembali cemerlang, inilah yang dinamakan reaksi (akibat). IV. Keluhuran bakti puja keinsafan jiwa berarti pemulihan kemurnian hati seorang anak. Persilangan kedua aksara Ce dan Hai membentuk tulisan Hai (anak). Jadi melaksanakan bakti puja keinsafan jiwa dengan kedua tangan merangkul pertanda suci berarti suatu wahyu bagi kita untuk senantiasa berteguh pada jiwa/hati seorang anak yang murni dan kudus. Jiwa murni seorang anak adalah jiwa Laomu, jiwa Buddha, jiwa para Nabi, jiwa alam, jiwa Bodhisatva. Oleh sebab itu dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan berkarir, berumah tangga, dalam Wadah Ketuhanan ataupun saat mengembangkan Ketuhanan, kapan pun, di mana pun, dan dalam hal apapun juga kita harus senantiasa berteguh dalam jiwa murni seorang anak. Dengan demikian kita baru bisa bersatu dan menyamai Jiwa Tuhan pada waktu itu juga. Selain itu keterbebasan samsara dan kesempurnaan kebuddhaan telah terwujud dalam rutinitas kehidupan kita. V. Keluhuran bakti puja keinsafan jiwa yaitu pencapaian pembinaan rohani dan jasmaniah : Kedua tangan merangkul pertanda suci mengartikan kedua tangan sedang berpegang pada keabadian⊙ yaitu watak diri hati nurani aku sejati yang kekal abadi. Oleh sebab itu pelaksanaan bakti puja keinsafan jiwa dengan kedua tangan merangkul pertanda suci berarti suatu penyadaran diri apakah kita telah bersatu dan mendekati keagungan Laomu, Buddha Maitreya, Buddha Thien Ran, Bodhisatva Dewi Bulan. Apakah kita telah bersatu dan menyamai Aku sejati diri sendiri. Apakah kita telah bersatu dan melebur ke dalam Watak Diri Hati Nurani, inilah aspek pembinaan kehidupan Rohaniah. 7 Gabungan aksara ‘Ren I Khou’ (manusia melaksanakan satu sujud) membentuk tulisan Ming (yang artinya: kehidupan). Setelah memohon Ketuhanan mengapa kita diharuskan selalu mendekati Vihara? Jawaban yaitu demi keselamatan hidup kita. Lalu mengapa dikatakan melaksanakan bhakti puja adalah demi keselamatan hidup kita? 1. Sebab melaksanakan bakti puja ke hadapan para Buddha adalah perjuangan kita untuk meneladani keagungan dan kebesaran semangat dan pribadi para Buddha dan Nabi. Misalnya perjuangan kita meneladani semangat maha cinta kasih dari Buddha Maitreya atau mahakaruna dari Bodhisatva Avalokitesvara, hingga pribadi agung dari kelima Nabi besar: kesucian Sang Buddha, tepaselira Nabi Khong Cu, semangat tiada pamrih Nabi Lao Tze, cinta kasih Nabi Yesus Kristus, kemurnian Nabi Muhammad, keteguhan dan keadilan Bodhisatva Satya Kalama, semangat hampa gemilang Maha Guru Chun Yang, maha kebajikan Bapak dan Ibu Guru Suci. Bisa bersatu hati dengan para Buddha barulah kita dapat terbebas dari ikatan dosa kejahatan, penderitaan, ketimpangan, dan khayalan, menuju hidup yang cemerlang, bahagia, leluasa dan bermakna, dengan demikian kita tidak menyia-nyiakan hidup yang berharga ini. 2. Dalam perjalanan hidup kita, suatu kenyataan yang tak dapat kita hindari adalah akan menemui berbagai rintangan mara. Dalam menghadapi berbagai rintangan mara ini kalaulah hanya mengandalkan kekuatan sendiri tentu sangatlah berat. Oleh sebab itu kita perlu bersujud ke hadapan Laomu, ke hadapan Buddha Maitreya, ke hadapan Bapak dan Ibu Guru Suci agar kita diberkahi kebijaksanaan, kekuatan, dan keberanian untuk mengatasi berbagai rintangan mara ini sehingga kita dapat menjalani hidup ini dengan lancar sempurna. VI. Poin-poin di bawah ini juga adalah keluhuran bhaktipuja keinsafan jiwa : 1. Membangkitkan keinsafan watak diri (rohani) dan mewujudkan hati nurani aku sejati. Memancarkan kemurnian azaliah dan memulihkan kembali identitasku yang semula. 2. Berkontak hati dengan Laomu, berkontak hati dengan Buddha Maitreya, berkontak hati dengan Bapak dan Ibu Guru Suci, dengan sendirinya pasti dapat berteguh dalam hati 8 Laomu, hati Buddha Maitreya, hati Bapak dan Ibu Guru Suci bahkan dapat bersatu spirit dengan Laomu, dengan Buddha Maitreya, dengan Bapak dan Ibu Guru Suci, dan barulah dapat mengamalkan kehendak hati Tuhan dan Guru. Bersyukur akan kebesaran rahmat Tuhan dan menyadari kebesaran cinta kasih dan kebajikan Guru. Berjuang membalas budi dan menunaikan ikrar dengan sekuat tenaga hingga ke titik darah terakhir. 3. Dengan ketulusan dan kesungguhan hati kita berbakti puja tentu dapat berkontak hati dengan Laomu. Dengan berkontak hati dengan Laomu barulah mungkin terjalin persatuan hati dengan Tuhan, hingga mencapai kesempurnaan kemanunggalan antara Tuhan dan manusia. Pembina yang telah mencapai kemanunggalan antara Tuhan dan manusia pasti senantiasa mendapatkan dukungan Tuhan, maka pembinaan dan pengamalan Ketuhanannya pasti berhasil dan sempurna. 4. Dengan penuh ketulusan dan kesungguhan hati kita berbakti puja, maka setiap individu dapat saling berkontak hati⊙, bersatu hati⊙, dan bersatu kebajikan⊙. Semua orang sehati sekebajikan⊙ berjuang dalam misi penyatusempurnaan, maka tak perlu khawatir misi penyatusempurnaan pasti berhasil. Demikianlah kita menenteramkan hati Laomu dan membahagiakan hati Guru, inilah yang dinamakan penyatusempurnaan, selamanya berkumpul bersama. Ha ha … Ha ha ….. Penjelasan: Buddha Maitreya dapat mencapai kesempurnaan dengan tidak melaksanakan dana amal dari kepala, tangan, kaki, badan, jiwa, ratna-mustika, isteri, anak, kota dan kerajaan, bukanlah berarti Buddha Maitreya masih terikat oleh keserakahan sehingga tak mampu melaksanakan pelepasan agung, melainkan justru merupakan kebesaran cinta kasih Budha Maitreya kepada umat manusia yang bodoh dan serakah dengan memberikan metode pembinaan diri yang fleksibel, praktis dan membahagiakan, yang dapat dilaksanakan oleh semua umat manusia tanpa pengecualian. Buddha Maitreya berjuang membangkitkan keyakinan dan keberanian kepada umat manusia untuk melaksanakan jalur pembinaan yang telah Beliau laksanakan. Jadi dapat kita simpulkan bahwa 9 sepanjang kurun waktu tiga masa, hanya Buddha Maitreyalah yang telah menerima Kuasa Firman Tuhan sebagai koordinator Wadah Ketuhanan Illahi bertepatan masa, untuk menyelamatkan umat Triloka. Semua ini merupakan kebesaran Rahmat kasih Tuhan dan Budi kebajikan Guru, mahakasih Buddha Maitreya. Makna Luhur Nama Suci Buddha Bodhisatva (dalam kebaktian sehari-hari) Bagaimana agar kita dapat memperoleh dukungan dan bantuan 70% dari kekuatan Buddha ? Tentulah kita harus bersujud dengan baik. Kita harus mengenal nama suci dari setiap Buddha Bodhisatva saat kebaktian, demikian baru kita dapat berkontak hati! “Tuhan Yang Maha Esa” Tentu persujudan kita yang pertama adalah kepada Tuhan YME. Kita tentu sudah mengenal Tuhan yaitu Sang Tiada Tara, Penguasa Laksa Kehidupan. Menghormati Tuhan bagaikan Tuhan berada bersama kita. Pada saat kita bersujud kehadapan Tuhan 10 sujudan maka kita harus merasakan keberadaan Sang Tiada Tara, Penguasa Laksa Kehidupan dihadapan kita. Hari ini kita bersujud kehadapan Tuhan, sudah seharusnya karena tanpa emanasi roh suci Tuhan dalam diri kita, kita takkan dapat bernafas, telinga takkan dapat mendengar, mulut takkan dapat berbicara, mata takkan dapat melihat, dan juga takkan dapat bergerak. Maka dikatakan ada roh hiduplah manusia, tanpa roh meninggallah manusia, tanpa emanasi roh suci Tuhan dalam diri kita, maka tak ada yang dapat kita lakukan, tanpa emanasi roh suci Tuhan dalam diri kita, bisakah kita berceramah, mendiksa umat, merintis Ketuhanan? Mampukah kita melaksanakan Tri amal, menyelamatkan manusia, membuka vihara? Apapun tak mungkin dapat kita lakukan. Oleh karena itu manalah mungkin kita berani mengatakan kita memiliki kebajikan. Tanpa emanasi roh suci Tuhan dalam diri kita, adakah namanya kebajikan? Apabila kita mengatakan aku berkebajikan, aku memiliki kemampuan, kehebatan, pengorbanan dan dedikasi, dan jika kita menambahkan kata ” Aku ” berarti kita tak bernurani, kita telah melupakan Tuhan, menjadi orang yang tak mengenal budi. Maka ketika kita bersujud kehadapan Tuhan 10 sujudan, hati kita harus dipenuhi oleh rasa syukur dan penghormatan yang tak terhingga. Tanpa adanya emanasi roh suci Tuhan dalam diriku, apalagi yang dapat kita lakukan ? ” Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru ” Penghormatan kepada Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru merupakan sebuah kepercayaan orang Tiongkok zaman dulu. Pada umumnya dalam keluarga orang Tiongkok banyak memuja Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru di ruang utamanya. Pemujaan ini berbeda dengan kebiasaan masyarakat Taiwan, karena Taiwan adalah sebuah wilayah yang kecil hanyalah sebuah pulau. Di dalam rumah orang Tiongkok sebagian besar 10 memuja Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Ini merupakan sebuah kepercayaan tradisi masyarakat dari dulu hingga sekarang. Oleh karena itu pemujaan kepada Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru bukanlah hal baru, yaitu pemujaan kepada langit dan bumi. ” Kepala Negara ” berarti pemimpin suatu negara, ” Ayah Bunda ” yaitu orang tua kita, ” Guru ” yaitu guru kita. Inilah tradisi kuno di Tiongkok. Di ruang utama setiap rumah ada pemujaan kepada Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Di Taiwan tidak bisa kita jumpai, taiwan juga banyak para imigran dari dulu zaman dinasti Ming dan Qing. Di Taiwan memiliki gaya hidup yang berbeda sehingga cara pemujaan tentu berbeda dengan tradisi orang Tiongkok dulu. Pemujaan Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru di Tiongkok sudah umum, setiap keluarga memuja Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Oleh karena itu kita harus bersyukur kepada langit dan bumi, tanpa ayoman dari langit dan bumi, bagaimana kita dapat hidup? Tanpa surya, rembulan, dan udara, bagaimana kita dapat hidup? Tanpa keberadaan langit bumi, dimanakah kita berpijak? Tanpa langit-bumi yang menumbuhkan padi-padian, sayuran, buahbuahan, dan rempah-rempah, bagaimana kita dapat melangsungkan kehidupan? Maka setiap hari kita harus bersujud kepada langit bumi, bersujud kepada negara kita, karena tanpa negara, bagaimana dengan kehidupan dan harta benda kita ? Dan tentu kita harus menghormati pemimpin negara kita. ” Ayah Bunda ” yaitu orang tua kita, sudah seharusnya setiap hari kita bersujud kepada orang tua kita. Jika bukan orang tua yang melahirkan kita, darimana datangnya kita, jika bukan orang tua yang membesarkan kita, mana mungkin kita dapat tumbuh besar. ” Guru ” yaitu guru kita, budi bimbingan, tuntunan dan pengajaran dari guru haruslah kita syukuri. Oleh karena itu sudah seharusnya setiap hari kita bersujud kehadapan Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Inilah persujudan seumur hidup. Pada dasarnya kita harus berterima kasih kepada langit, bumi, negara dan kepala negara, serta kedua orang tua dan guru. Ini merupakan sebuah hati, kepribadian dan prilaku yang penuh syukur yang harus dimiliki oleh seorang manusia. Asalkan masih dapat bernafas maka kita harus bersujud kepada Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Demikian seharusnya. ” Para Dewa dan Para Suci ” ” Para Dewa dan Para Suci ” yang dimaksud adalah Para Dewa dan Para Suci di dalam semua alam kehidupan. Siapakah Para Dewa dan Para Suci itu? Segala sesuatu memiliki sang pengatur yang berarti segala sesuatu memiliki sang tuan penguasa. Dialah sang penguasa dari segala sesuatu. “ Para Dewa “ merupakan sang penguasa dari segala sesuatu. “ Para Suci “ yaitu mereka yang memiliki moral kebajikan yang tak terbatas. Para Dewa dan Para Suci berada dalam semua alam kehidupan, semua alam kehidupan ini berarti banyak alam, yaitu 33 lapisan alam kehidupan. Dalam agama Buddha dijelaskan adanya alam nafsu, alam berbentuk dan alam tanpa bentuk. Setiap lapisan dari alam kehidupan sangatlah banyak. Setiap alam memiliki sang pemimpin alam tersebut, setiap lapisan alam memiliki sang penguasa dan penanggung jawab. Itulah yang kita sebut sebagai Para Dewa dan Para Suci. Dapat menjadi pemimpin dalam suatu alam dan menjadi Para Dewa dan Para Suci bukanlah sesuatu yang mudah. Karena mereka memiliki pembinaan moral kebajikan yang sangat tinggi sehingga mereka baru dapat menjadi sang penguasa dari suatu alam. Oleh karena itu kita bersujud kehadapan Para Dewa dan Para Suci yang berarti kita bersujud kehadapan sang pemimpin dan penguasa setiap lapisan alam kehidupan. Karena mereka semua termaksud makhluk triloka, yang berada di alam hawa. Ruang lingkup alam hawa sangat luas, tak dapat kita bayangkan, tak dapat kita lihat dengan mata, tak dapat kita pikirkan dengan logika. Sang pemimpin setiap alam kehidupan yaitu sang tuan penguasa dari 11 suatu alam. Dia yang memimpin makhluk di alam tersebut. Ini semua termasuk alam hawa, singkat kata mereka semua adalah putra-putri Tuhan, yang juga merupakan sasaran yang akan kita selamatkan. Oleh karena itu kita bersujud kehadapan Para Dewa dan Para Suci juga mengharapkan agar Para Dewa dan Para Suci senantiasa membantu misi Ketuhanan, sekuat tenaga membantu kita. Oleh karena itu kita harus memahami makna bersujud kepada Para Dewa dan Para Suci. Mereka bukanlah hanya sebuah sebutan, semua alam kehidupan berarti ada banyak alam kehidupan, di dalam alam hawa terdapat banyak lapisan alam kehidupan lainnya, dan berapa banyak lapisan alam kehidupan, tak ada agama apapun yang dapat menjelaskannya. Hanya dalam agama Buddha dijelaskan lebih mendalam, dan dalam wadah Ketuhanan dijelaskan dengan pembagian 33 lapisan alam kehidupan. Setiap alam memiliki sang tuan penguasa/ pengatur. Secara sederhana dijelaskan setiap alam memiliki sang pemimpin alam. Tugas suci dari sang pemimpin alam berbeda dengan pemimpin katholik. Setiap alam memiliki sang penguasa yang kita sebut sebagai Para Dewa dan Para Suci. Dapat menjadi sang pemimpin, dewa dan para suci suatu alam kehidupan tidaklah mudah, maka kita juga mengharapkan Para Dewa dan Para Suci untuk membantu misi Ketuhanan. Sehingga pada saat Tuhan atau Buddha Maitreya hadir menyampaikan amanat suci maka Para Dewa dan Para Suci akan datang menyertai dan melindungi vihara. Karena setiap alam kehidupan manapun merupakan sasaran penyelamatan triloka kali ini, maka sang pemimpin setiap alam kehidupan akan datang membantu misi Ketuhanan agar makhluk yang dipimpin oleh-Nya dapat terselamatkan. Marilah kita pahami makna dari persujudan kehadapan Para Dewa dan Para Suci setiap kali kebaktian. “ Buddha Maitreya “ Buddha Maitreya adalah Buddha bertepatan masa, Buddha bertepatan masa yang memimpin wadah ilahi dan Buddha bertepatan masa yang akan melaksanakan misi penyempurnaan triloka. Maka kehadiran Buddha Maitreya di dunia akan menerangi tiga alam. Jika kali ini Buddha Maitreya tidak datang ke dunia ini, maka secara jujur kita semua akan sangat kasihan. Selama laksaan tahun kita terus bertumimbal lahir dan apalagi kehidupan masyarakat saat ini dipenuhi oleh pertikaian, persaingan bahkan semua orang saling berlomba menjadi yang kaya, berkedudukan, berkuasa. Manusia saling bersaing satu sama lain di dalam reputasikeuntungan, kekayaan-kemuliaan, kenikmatan duniawi, dengan menghalalkan segala cara. Orang seperti kita manalah bisa bersaing dengan yang lain? Oleh karena itu hari ini Buddha Maitreya sangat mengasihi kita sehingga kita dapat memperoleh jalan Ketuhanan dan membina Ketuhanan. Sehingga jiwa dan kehidupan kita memperoleh jaminan, hidup kita hanya untuk membina! Kita tidak cocok untuk bersaing, bertikai dengan orang-orang di masyarakat. Segala reputasikeuntungan, kekayaan-kemuliaan, kenikmatan duniawi tak berjodoh dengan diri kita karena kita takkan mampu bersaing dengan yang lainnya. Jika tidak akan kehadiran Buddha Maitreya dan memperoleh dhiksa Maitreya maka kita semua para pembina Ketuhanan ini akan hidup sangat dikasihani. Dalam masyarakat, kita mampu bersaing apa? bertikai apa? Maka segenap hidup kita ini sungguh akan sangat menyedihkan. Tak ada kelebihan apapun, selalu kurang dari yang lain dan sering melakukan banyak dosa kesalahan. Maka kali ini sungguh beruntung , Buddha Maitreya datang bertepatan masa, Buddha Maitreya hadir di dunia maka akan menerangi tiga alam (alam ilahi, alam hawa, alam wujud) dan semua akan diselamatkan-Nya. 12 ” Bodhisatva Avalokitesvara “ Bodhisatva Avalokitesvara yang kita kenal sebagai Bodhisatva Kuan Im. Beliau memiliki maha ikrar yaitu mendengarkan penderitaan manusia dan datang menyelamatkan umat manusia. Namun pada masa patriat ke 17 (Cin Kung Cu Se – Buddha Maitreya), Bodhisatva Avalokitesvara menjadi adik perempuan dari Buddha Maitreya. Kakak beradik bersama-sama melaksanakan misi triloka, maka Bodhisatva Avalokitesvara juga ingin membantu Buddha Maitreya melaksanakan misi penyempurnaan triloka kali ini. Ini merupakan maha karuna Bodhisatva Avalokitesvara. Harus kita pahami bahwa Bodhisatva Avalokitesvara pun sangat senang dan bahagia membantu misi penyempurnaan triloka kali ini bahkan memiliki sebab jodoh sebagai kakak adik. Marilah kita pahami. Oleh karena itu dulu kita percaya ataupun sembahyang kepada Bodhisatva Avalokitesvara, maka Bodhisatva Avalokitesvara juga akan menuntun kita memohon Ketuhanan, karena tugas suci beliau adalah mengemban firman Tuhan untuk membantu Buddha Maitreya melaksanakan misi penyempurnaan triloka. Meskipun dulu kita percaya kepada Bodhisatva Avalokitesvara namun beliau pun akan menuntun kita mendapatkan dhiksa Maitreya dan mengikuti Buddha Maitreya. Karena Buddha Maitreya adalah Buddha bertepatan masa, Buddha Maitreyalah yang dapat membawa kita kembali ke sisi Tuhan. ” Jivaka Buddha Ci Kung dan Bodhisatva Dewi Bulan ” Jivaka Buddha Ci Kung dan Bodhisatva Dewi Bulan sama dengan Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci. Secara ilahi disebut Jivaka Buddha Ci Kung dan Bodhisatva Dewi Bulan, secara lokiya (dunia) disebut Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci. Bapak Guru Agung disebut Jivaka Buddha Ci Kung, Ibu Guru Suci disebut Bodhisatva Dewi Bulan. Kali ini mengemban firman Tuhan dan titah Buddha Maitreya lahir ke dunia untuk mentransmisikan tiga mustika dan membuka pintu suci. Kedua Guru Agung memberikan budi tanggungan dan lindungan kepada kita, kedua Guru Agung adalah orang yang berjasa penyelamat jiwa kita, maka dikatakan apabila tidak ada Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci, tidak ada tiga Guru penuntun nurani yang berjasa besar ini , yang juga berarti tak ada tiga orang berjasa penyelamat jiwa kita maka selamanya kita akan berada dalam samsara tumimbal lahir. Oleh karena itu marilah kita ingat baik-baik! Maka harus kita pahami bahwa Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci adalah sebutan secara lokiya(dunia) dan Jivaka Buddha Ci Kung dan Bodhisatva Dewi Bulan adalah sebutan secara ilahi. ” Para Bodhisatva Dharmapala “ Para Bodhisatva Dharmapala adalah 4 Bodhisatva Penegak Hukum yaitu Bodhisatva Satya Kalama (Kuan Kong), Bodhisatva Patriot Kalama (Cang Fei), Bodhisatva Vidya Kalama (Lii Chun Yang), Bodhisatva Satria Kalama (Yue Fei). 4 Bodhisatva Dharmapala senantiasa melindungi kita, kita mengikuti kelas di sini, 4 Bodhisatva Dharmapala di sekeliling melindungi kita, tidak membiarkan para mara datang mengganggu kita, tidak membiarkan dosa karma kita datang mengganggu kita. Maka 4 Bodhisatva Dharmapala senantiasa melindungi vihara kita, melindungi semua umat sehingga dapat membina dan mengamalkan Ketuhanan dengan baik. Sudah 13 seharusnya kita bersyukur, karena adanya 4 Bodhisatva Dharmapala sehingga para mara , iblis, siluman tidak berani menyerang kita, kita pun dapat mengikuti diklat selama 2 bulan dengan tenang. Sehingga kita dapat membina mengamalkan Ketuhanan seumur hidup dengan tenang. Kita ada waktu istirahat, namun selama 24 jam 4 Bodhisatva Dharmapala tidak pernah istirahat, selalu melindungi kita, tidak ada waktu untuk tidur,senantiasa melindungi kita. Inilah tugas suciNya, maka makna “Penegak Hukum” adalah melindungi Ketuhanan, Dharma dan Firman Tuhan. Dalam pertempuran besar antara Buddha dan mara kali ini, biasanya kekuatan mara lebih besar dari kekuatan Buddha namun kekuatan Buddha lebih lestari daripada kekuatan mara. Karena kekuatan mara lebih besar maka apabila tanpa perlindungan dari Para Bodhisatva Dharmapala, sulit bagi kita membina hingga akhir hayat. Raja mara, raja iblis takkan membiarkan kita membina dan mengamalkaan Ketuhanan dengan baik karena mereka sangat khawatir akan kita. Dulu pernah disampaikan bahwa raja mara, raja iblis paling membenci pandita, mengapa? Karena engkau mendiksa satu orang, kerajaan mara akan goncang, engkau mendiksa satu orang, berkuranglah anak dan cucu mara. Maka raja mara, raja iblis paling alergi dan tidak menyukai pandita, pimpinan, dan sesepuh. Namun sekarang Para Bodhisatva Dharmapala melindungi kita maka bagaimanapun rasa tak puas, benci dari raja mara kepada kita, Para Bodhisatva Dharmapala akan tetap melindungi keselamatan kita. Yang ditakuti adalah kita timbul niat mara, hati mara, begitu mara dalam hati muncul datanglah mara luar. Asalkan kita timbul pikiran yang tidak baik, maka raja mara, raja iblis memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang kita. Meskipun Para Bodhisatva Dharmapala ingin melindungi kita , tetap tidak berdaya. Oleh karena itu kita harus meluruskan pikiran kita, jangan timbul pikiran yang tidak baik, begitu timbul pikiran tidak baik, raja mara langsung menyerang. Para Bodhisatva Dharmapala pun tak mampu melindungi kita, maka hari ini kita bersujud kehadapan Para Bodhisatva Dharmapala harus penuh rasa syukur. ” Bodhisatva Panjang Usia ” Bodhisatva Panjang Usia adalah Bodhisatva Pimpinan para Dewa, mengapa kita harus bersyukur kepada Bodhisatva Panjang Usia ? Karena kita membutuhkan bantuan dari para dewa di alam hawa dalam membantu misi Ketuhanan. Kemudian para dewa ini mungkin dulu pernah berjodoh dengan kita, mungkin dulu memiliki hubungan sebagai guru dan murid, atau dulu sebagai orang tua, leluhur, famili, teman kita. Oleh karena itu sekarang kita bersujud kepada Bodhisatva Panjang Usia agar berharap Bodhisatva Panjang Usia dapat menjaga para dewa dengan baik sehingga mereka dapat segera terselamatkan dan mencapai Maha Dewa di nirwana, kemudian membantu kita dengan baik. Maka kita pun harus bersyukur kepada Bodhisatva Panjang Usia. Bodhisatva Panjang Usia harus menjaga begitu banyak para dewa di alam hawa, karena menjaga para dewa ini berarti menjaga orang tua, leluhur, keluarga kita atau orang yang pernah berhubungan dengan kita. Dan berharap mereka dapat segera terselamatkan, melampaui alam hawa memasuki nirwana. Maka sekarang kita dapat melintasi para dewa, juga merupakan bantuan dari Bodhisatva Panjang Usia. Karena pelintasan dewa harus mendapatkan persetujuan dari Bodhisatva Panjang Usia, setelah disetujui dan layak diselamatkan barulah diadakan upacara pelintasan dewa. Oleh 14 karena itu dedikasi Bodhisatva Panjang Usia dalam wadah Ketuhanan juga sangat besar, Beliau khusus mengurus masalah para dewa di alam hawa. Bahkan Beliau pun sangat bebas luluasa, Beliau telah melalui 7 kali masa Turbiditas (Proses kehancuran) , seperti yang kita ketahui berarti sudah 7 kali penciptaan alam semesta. Beliau sudah pernah menyaksikan 7 alam semesta yang hancur. Beliau juga sudah pernah menyaksikan 7 kali masa Turbiditas, yang dimaksud masa Turbiditas yaitu sekali penciptaan dan kehancuran alam semesta. Yang juga disebut satu siklus alam semesta. Berarti Beliau telah melewati 7 kali masa Turbiditas atau 7 kali siklus alam semesta. Sehingga Beliau disebut sebagai Bodhisatva Panjang Usia. Marilah kita teladani pribadi suci beliau yang tiada gelisah, bebas leluasa, maha hening suci, tiada kemelekatan dalam jiwa, barulah dapat menyaksikan 7 kali penciptaan dan kehancuran alam semesta. ” Dewa Dapur “ Setiap akhir tahun kita harus mengantar Dewa Dapur ke nirwana, Dewa Dapur adalah tuan di dalam rumah kita, Hao Che Ta Ti menyampaikan ; “ Biarlah Beliau melindungi kita, agar pangan, sandang, papan dan transportasi terpenuhi dengan baik, biarlah Dewa Dapur melindungi keluarga kita “ Dewa Dapur juga merupakan guru pengajak penanggung dari Bapak Guru Agung, maka kita harus bersyukur kepada Dewa Dapur. Saat kita mengantar Dewa Dapur, Dewa Dapur akan kembali ke nirwana dan melaporkan kepada Tuhan segala kejadian yang beliau lihat di dunia ini. Setiap rumah ada Dewa Dapur, maka kita berharap Dewa Dapur dapat menyampaikan hal-hal baik kepada Tuhan. Oleh karena itu dalam keseharian, kita harus bersikap baik kepada Dewa Dapur, harus bersujud kepada-Nya dengan setulus hati. Beliau dapat melindungi pembinaan kita sehingga kita tidak perlu lagi memusingkan masalah pangan, membuat keluarga kita bahagia sejahtera, maka sangat penting bagi kita untuk bersujud kepada Dewa Dapur. “ Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar “ Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar senantiasa berada di dalam vihara kita, hanya saja mata kita tidak dapat melihatnya, disampaikan juga bahwa di dalam setiap istana Tuhan manapun ada Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar yang sedang melindungi seluruh keamanan dan ketertiban internal vihara. Di luar vihara ada Para Bodhisatva Dharmapala, di dalam vihara ada Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar. Semuanya untuk melindungi kita agar dapat membina dan mengamalkan Ketuhanan dengan baik. Oleh karena itu setiap hari kebaktian, kita harus memahami persujudan apa yang kita lakukan. Setiap persujudan kita memiliki makna luhurnya, maka bersujudlah dengan hati penuh syukur dan hormat. Apabila di luar vihara tidak ada perlindungan dari Para Bodhisatva Dharmapala dan di dalam vihara tidak ada perlindungan dari Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar maka sulit bagi kita membina dan mengamalkan Ketuhanan dengan lancar. Maka dikatakan bahwa di luar vihara ada Para Bodhisatva Dharmapala dan di dalam vihara ada Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar yang melindungi Ketuhanan, Dharma dan Firman Tuhan, barulah kita dapat membina dan mengamalkan Ketuhanan dengan baik. Segenap hidup barulah dapat membina dan mengamalkan Ketuhanan dengan aman, kalau tidak tak ada cara lain. 15 ” Bodhisatva Pendidik ” Bodhisatva Pendidik seperti zaman dulu ada Bodhisatva Avalokitesvara, Bodhisatva Manjusri, Bodhisatva Samantabhadra. Pada masa pancaran putih ini ada Bodhisatva Pendidik, kabarnya Bodhisatva Pendidik adalah seorang yang pertama mencapai dewa di alam hawa, dan juga merupakan pelintasan dewa yang pertama oleh Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci. Dari semua dewa, Bodhisatva Pendidik adalah dewa yang pertama dilintasi. Bodhisatva Pendidik adalah yang pertama diselamatkan, dan Tuhan menganugerahkan kedudukan suci sebagai Bodhisatva Pendidik. Tentu tugas suci beliau adalah bertanggung jawab dalam tugas mendidik. Maka bagi seorang pembabar kebenaran Tuhan, harus menghormati Bodhisatva Pendidik dengan baik, dan kita semua pun harus menghormati Bodhisatva Pendidik dengan baik serta memohon agar Bodhisatva Pendidik membuka kearifan kita sehingga dalam melaksanakan segala hal pendidikan dapat berhasil dengan sempurna. Dapat kita pahami makna melalui sebutan maka sebutan pendidik berarti tugas mendidik, maka saat kita membimbing manusia, mengajar manusia dan membabarkan kebenaran Tuhan, tentulah kita membutuhkan bantuan dari Bodhisatva Pendidik, agar tugas pendidikan kita dapat dilaksanakan dengan sempurna. ” Para Dewa–Dewi ” Seluruh wadah Ketuhanan sangat membutuhkan bantuan dari Para Dewa–Dewi, karena jumlah Para Dewa–Dewi paling banyak maka kita membutuhkan bantuan mereka dalam misi Ketuhanan, ini sangat penting! Dapat mencapai tingkat Dewa-Dewi , karena mereka memiliki pembinaan yang sangat baik selama berkalpa kehidupan, tentu mereka adalah pejabat setia, anak bakti, pahlawan, wanita satria, seorang budiman dan patriot, mereka memiliki sumbangsi yang besar terhadap negara, masyarakat bahkan kepada umat manusia dan akhirnya mencapai dewa. Para Dewa–Dewi semasa hidup memiliki moral kebajikan yang sangat baik, memberikan dedikasi dan budi kepada rakyat dan umat manusia. Jika tidak, tidak mungkin mencapai dewa. Bahkan Para Dewa–Dewi juga selalu menjalin jodoh kebajikan, karena jumlahnya banyak maka para dewa pergi menjalin jodoh kebajikan ke seluruh tempat. Maka kita harus banyak bersujud kepada Para Dewa–Dewi, mereka dapat mencari orang yang berjodoh dengannya dan membantunya. Para Dewa–Dewi membantu misi Ketuhanan dengan menyelamatkan orang yang berjodoh, ini sangat penting. Para Dewa–Dewi berada di barisan pertama, ini harus kita pahami. Maka sekarang kita harus bersyukur kepada Para Dewa–Dewi, tanpa Para Dewa–Dewi yang berdiri di barisan pertama, manalah mungkin kita dapat melaksanakan Ketuhanan, merintis Ketuhanan dan membimbing umat manusia ? ” Pimpinan Ketuhanan” Pimpinan Ketuhanan sudah jelas, pandita, guru pengajak penanggung, para senior dan umat, serta leluhur sudah tak perlu dijelaskan lagi. Jika kita menjadi guru pengajak penanggung maka setiap hari kita diberi sujudan, asalkan sekali kita menjadi guru pengajak penanggung maka setiap kebaktian kita diberi sujudan yaitu kehadapan guru pengajak penanggung sujud satu kali. Asalkan kita telah memohon Ketuhanan dan menjadi para senior dan umat maka setiap hari diberi sujudan satu kali. Marilah kita pahami, saudara-saudari sekalian adalah pandita maka setiap hari umat-umat memberi sujud kepadamu. Sesepuh, pimpinan juga termasuk pandita, maka setiap hari 16 kebaktian pagi, siang dan malam, umat-umat memberi sujudan. Tentu saja kita harus bersujud kepada Pimpinan Ketuhanan, tanpa Pimpinan Ketuhanan manalah ada wadah Ketuhanan saat ini ? kita bersyukur kepada pandita, karena tanpa pandita yang memberikan pendiksaan dan membuka pintu suci kita, mentransmisikan dhiksa Maitreya maka kita masih berada dalam samsara tumimbal lahir. Bersyukur atas tuntunan dan jaminan dari guru pengajak penanggung, tanpa guru pengajak penanggung bisakah kita memohon Ketuhanan ? kita harus selalu bersyukur. Dan lagi harus bersyukur kepada para senior dan umat atas dukungan dan bimbingannya. Tentu kita juga harus bersyukur kepada leluhur, tanpa leluhur yang meneruskan keturunan dan mendidik setiap generasinya, manalah mungkin ada kita hari ini ! Tanpa leluhur takkan ada saya, maka kita harus bersyukur kepada leluhur kita. Keseluruhan ritual kebaktian kita sangatlah sempurna, kita berbakti puja dari langit hingga bumi, dari nirwana hingga dunia, sungguh sempurna. Maha Tao Maitreya sungguh adalah jalan pemanunggalan Tuhan dengan manusia. Bukanlah hanya bersujud kepada Tuhan, Buddha, Bodhisatva dan tidak mengerti bersujud kepada manusia, oleh karena itu kita tidak hanya bersyukur kepada Tuhan, Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci dan para Buddha Bodhisatva tapi kita juga bersyukur kepada pimpinan Ketuhanan, pandita, guru pengajak penanggung, para senior dan umat. Pandita disini sudah termasuk sesepuh dan pimpinan, jadi bersujud kepada pandita berarti bersujud kepada sesepuh dan pimpinan dan yang paling penting, kita pun bersujud kepada leluhur, kita tak kan berani melupakan budi jasanya. Sekarang kita berbakti puja begitu banyak, menandakan kita tak kan berani melupakan budi jasanya, setetes air dibalas dengan sumber mata air. Pimpinan Ketuhanan, pandita, guru pengajak penanggung, para senior dan umat, leluhur berjasa bagi kita maka kita harus berbakti puja dan menghormatinya, senantiasa tahu budi, bersyukur dan membalas budi. Mengapa banyak agama memiliki penganut yang fanatik? Karena dia hanya berbakti puja kepada Tuhan namun tidak tahu berbakti puja kepada manusia, dia hanya bersyukur kepada Tuhan, tidak kepada manusia, tentu saja akan menjadi penganut yang fanatik. Oleh karena itu Maha Tao Maitreya adalah yang paling aman, ada agama yang mendewakan pimpinan agamanya, namun kita tidak ada hal seperti ini. Kita sangat mengutamakan Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru, kita bersyukur kepada Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru, sungguh ini sangat mendasar ! Bersyukur harus dimulai dari dunia ini, dulu Che Ceng Ta Ti (Bodhisatva Che Ceng) pernah mengatakan : “ Jika tidak mengerti bersyukur pada orang tua dan mengatakan dia bersyukur kepada Tuhan adalah pembohong “ demikianlah Che Ceng Ta Ti (Bodhisatva Che Ceng) membimbing kita. Kita ingin bersyukur kepada Tuhan maka terlebih dahulu harus bersyukur kepada orang tua kita, engkau ingin berbakti kepada Tuhan, terlebih dahulu harus berbakti kepada ayah bundamu. Jika tidak mengerti berbakti kepada orang tua dan mengatakan engkau berbakti kepada Tuhan adalah pembohong, itu takkan mungkin. Mencapai kesempurnaan manusia barulah kesempurnaan Buddha dan Ketuhanan akan tercapai sendirinya. Inilah letak keberhargaan dari Maha Tao Maitreya. Kita tidak hanya menitik beratkan pada penampilan saja. Jika kita ingin menghormati Tuhan, Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci maka terlebih dahulu hormatilah sesepuh, pimpinan, panditamu, hormatilah senior, rekan sepembina, umat-umatmu, jika ini tak mampu kita lakukan dan mengatakan engkau menghormati Tuhan, Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci adalah pembohong. Oleh karena itu ritual kebaktian dalam Maha Tao Maitreya sangatlah sempurna. Sesungguhnya setiap hari siswa Maitreya berbakti puja kepada langit, bumi, negara, kepala negara, ayah bunda, dan guru. Iman Maitreya adalah iman seluruh manusia di dunia ini, 17 karena keimanan ini sangat indah, sempurna dan menyeluruh. Kita berbakti puja dari Tuhan hingga leluhur, adakah agama di dunia ini yang begitu sempurna ? adakah kepercayaan yang begitu sempurna ? Tidak ada. Bahkan kita juga berbakti puja kepada pimpinan Ketuhanan, pandita yang termasuk sesepuh dan pimpinan, guru pengajak penanggung, para senior dan umat, dan sampai kepada leluhur kita, sungguh sangat sempurna. Kita pun bersyukur kepada Para Bodhisatva Dharmapala dan Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar yang melindungi kita, apalagi kepada Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci serta bersyukur pula kepada Dewa Dapur. Semua yang terpikir, sudah kita sembahsujud. Apalagi kepada Tuhan Sang Tiada Tara, Penguasa Laksa Kehidupan. Kita juga telah berbakti puja kepada Langit, Bumi, Negara, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Dan lagi berbakti puja kepada Para Dewa dan Para Suci, kita sudah berbakti puja kepada semuanya, tak ada yang ketinggalan. Bakti puja seperti ini adalah sebuah rasa syukur dan penghormatan bukanlah takhayul, karena semuanya berbudi kepada kita. Tuhan berbudi kepada kita, Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru, Para Dewa dan Para Suci berbudi kepada kita, Buddha Maitreya, Bodhisatva Avalokitesvara, Jivaka Buddha Ci Kung dan Bodhisatva Dewi Bulan, Para Bodhisatva Dharmapala, Bodhisatva Panjang Usia, Bodhisatva Penguji berbudi kepada kita. Dewa Dapur, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci, Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar, Bodhisatva Pendidik, Para Dewa-Dewi semuanya berbudi kepada kita. Pimpinan Ketuhanan, pandita, guru pengajak penanggung, para senior dan umat, leluhur juga berbudi kepada kita, maka kita harus terus bersyukur, menghormati dan berbakti puja. Seluruh agama di dunia ini tidak ada sebuah agama yang seperti Maha Tao Maitreya memiliki ritual yang begitu sempurna. Semua yang terpikir, telah mencakup di dalamnya. Dan lagi kita menambahkan sujud kepada 5 Pembabar Agung. Hasil kesimpulan dari Konferensi para Prefessor Perdamaian Dunia yaitu agama-agama yang tidak membawakan perdamaian dunia akan sirna karena akan merintangi terwujudnya perdamaian dunia. Hanya keimanan Maha Tao Maitreyalah yang menyeluruh, sempurna. Negara mana yang tidak menginginkannya? Menurut saya (Maha Sesepuh Wang) pada saatnya nanti setiap negara pasti akan menginginkannya, setiap hari berbakti puja kepada negara dan kepala negara masing-masing, adakah agama seperti ini ? setiap hari berbakti puja kepada Ayah bunda, dan guru. Dan bersujud kepada 5 Pembabar Agung, meskipun kita adalah siswa Maitreya dan bukan murid Yesus, siswa Sakyamuni juga bukan siswa Lao Ce, murid Konfusius namun setiap hari kita bersujud kepadanya, sungguh sangat sempurna! Terkadang berpikir ternyata ritual kebaktian kita sungguh sangat sempurna! Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci telah berpikir dengan menyeluruh. Oleh karena itulah kita yakin mengatakan Iman Maitreya adalah Iman seluruh umat manusia, mengapa kita berani mengatakannya? Kita tidak menyimpang, kita pun berbakti puja kepada 5 Pembabar Agung, maka semua dewa dan para suci dalam semua agama sudah kita sembah sujud. Bersembah sujud kepada Semua Dewa dan Para Suci, Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru. Kita pun berbakti puja kepada seluruh dewa yang berada di bumi ini termasuk Dewa Air, Dewa Api, dan 17 Kategori Dewa. Asalkan semua para suci yang ada di alam semesta ini tidak ada yang tertinggal. Sudah termasuk di dalamnya Para Dewa dan Para Suci; Langit, Bumi, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru; 5 Pembabar Agung. Para Pandita sekalian, setiap hari bersujud adalah sedang menjalin jodoh kebajikan, setiap hari sering bersujud maka telah menjalin jodoh ilahi dengan Tuhan; menjalin jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh kebajikan dengan semua Buddha, Bodhisatva dan Para suci. Maka jangan malas bersujud, banyak bersujud banyak menjalin jodoh kebajikan, jodoh Ketuhanan, jodoh buddha, jodoh ilahi. Sering 18 bersujud maka setiap hari sedang menjalin jodoh ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh kebajikan. Engkau jarang bersujud berarti kurang menjalin jodoh dengan Tuhan, Langit, Bumi, Negara, Kepala Negara, Ayah Bunda, dan Guru, Para Dewa dan Para Suci, Buddha Maitreya, Bodhisatva Avalokitesvara, 5 Pembabar Agung, Jivaka Buddha Ci Kung dan Bodhisatva Dewi Bulan, Para Bodhisatva Dharmapala, Bodhisatva Penguji, Bodhisatva Panjang Usia, Dewa Dapur, Bapak Guru Agung, Ibu Guru Suci, Panglima Pelindung Altar dan Jendral Pelindung Altar, Bodhisatva Pendidik, Para Dewa–Dewi, dan pimpinan Ketuhanan, pandita, guru pengajak penanggung, para senior dan umat, leluhur. Banyak bersujud maka semakin banyak menjalin jodoh ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh kebajikan dengan mereka. Engkau jarang bersujud maka semakin sedikit jalinan jodoh ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh kebajikan dengan Tuhan hingga leluhur. Membina Ketuhanan tidak ada jurus rahasia, mengapa kali ini Buddha Maitreya dapat melaksanakan Misi Penyempurnaan Triloka ? karena berkalpa kehidupan beliau telah menjalin jodoh kebajikan, dulu pada saat Buddha Maitreya membina diri, dalam sehari 6 kali beliau berbakti puja. Beliau memberi penghormatan kepada seluruh Buddha Bodhisatva dan umat manusia di 10 penjuru, berkalpa-kalpa kehidupan yang lalu beliau telah menjalin jodoh kebajikan, jodoh Ketuhanan, jodoh buddha, jodoh ilahi dengan seluruh Buddha Bodhisatva dan umat manusia. Kini Buddha Maitreya datang bertepatan masa sehingga banyak manusia yang ingin membantunya, banyak manusia yang ingin menjadi cucu murid-Nya. Bahkan seluruh Buddha Bodhisatva dan para Suci juga akan membantu-Nya. Dewa dan arwah pun ingin membantu-Nya, mengapa? Karena Buddha Maitreya berkalpa-kalpa kehidupan selalu menjalin jodoh kebajikan, beliau menghormati seluruh Buddha Bodhisatva, semua manusia, dewa dan arwah yang berada di 10 penjuru serta menjalin jodoh kebajikan dengannya. Maka kini Buddha Maitreya datang bertepatan masa, semuanya akan datang membantu, dewa dan arwah pun datang membantu, apalagi Para Buddha Bodhisatva bahkan manusia yang belum memohon Ketuhanan pun ingin membantu-Nya. Mari kita lihat saat ini banyak kelompok pelestarian alam dan umumnya mereka adalah umat kristen dan katholik, mereka pun ingin membantu Buddha Maitreya. Meskipun mereka bukan siswa Maitreya namun setiap hari selalu membantu Buddha Maitreya mewujudkan Dunia Damai Sentosa, maka banyak manusia di dunia ini yang sedang membantu Buddha Maitreya. Walaupun mereka tidak menyadarinya, namun kita melihat dengan jelas yang mereka lakukan adalah sedang membantu Buddha Maitreya. Mengapa Buddha Maitreya memiliki jodoh manusia, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh ilahi yang begitu besar ? inilah hasil jalinan jodoh selama berkalpa-kalpa kehidupan. Kali ini Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci merancang sebuah ritual kebaktian yang sangat luar biasa untuk kita, sungguh tak dapat dilukiskan dengan apapun. Setiap hari engkau bersujud maka setiap hari menjalin jodoh kebajikan dengan Tuhan hingga leluhur, setiap hari menjalin jodoh kebajikan dengan langit, bumi, manusia dan laksa benda di seluruh jagad raya. Ritual yang begitu baik tidak inginkah kita bersujud? Jangan menjadikanya hanya sebuah ritual, upacara, dan tata cara saja, ini salah. Berbakti puja berarti menjalin jodoh ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh kebajikan dengan Tuhan hingga leluhur dan termasuk langit, bumi, manusia dan laksa benda, sungguh luar biasa! Bukankah begitu? Kelak jangan tawar menawar lagi dengan saya (Maha Sesepuh Wang) minta pengurangan sujud, dan Maha Sesepuh Yen berwelas asih, jika engkau capek bersujud, boleh berdiri dulu dan jalan-jalan atau berlutut dengan tegakkan badan, dan tidak membatasi waktu bersujud, jika pinggal dan punggung sudah pegal linu dan capek saat bersujud 500 sujudan / 200 sujudan, silahkan berdiri dulu. Tuhan tidak akan 19 memaksa kita harus berlutut! Tuhan tidak akan marah! Oleh karena itu persujudan nurani, pertobatan nurani memiliki makna yang sangat penting. Kita harus memahami, kita bukanlah melakukan hal yang takhayul, maka kita sendiri harus memiliki kearifan. Aneh ! Mengapa Maha Sesepuh Wang mengatakan bahwa Iman Maitreya kelak akan menjadi Iman seluruh umat manusia ? Dapat kita pahami dari ritual kebaktian kita, kelak nanti seluruh umat manusia adalah siswa Maitreya, kelak nanti seluruh dunia 6 milyar lebih manusia akan berbakti puja pada waktu yang sama, bersama-sama kebaktian pagi, siang dan malam, seluruh manusia di dunia bergerak bersama, bersama dalam sujud dan tobat, bukankah ini dunia damai sentosa ? Maka melalui ritual kebaktian kita dapat kita pahami makna dari dunia damai sentosa. Oleh karena itu jika kita ingin membantu Buddha Maitreya mewujudkan dunia damai sentosa, Bumi Sukhavati, kerajaan Tuhan di dunia, Bumi Suci Maitreya maka kita mulai dari bersujud dan bertobat, karena kita berbakti puja dari Tuhan hingga leluhur kita, dan menjalin jodoh kebajikan dengan langit, bumi, manusia dan laksa benda. Karma massal bajik akan matang maka setiap hari bersujud, kita sedang menjalin karma massal bajik serta mempererat kekuatan karma massal bajik ini. Setiap hari kita bersujud sedang menjalin karma massal bajik, tapi kalau setiap hari melahap daging berarti sedang menjalin karma massal batil. Setiap hari dapat menjalin karma massal bajik, sangatlah baik! Maka kalau kita terpikir sampai di sini, sungguh kita harus bersyukur atas rahmat kasih Tuhan, budi kebajikan Guru, maha kasih Buddha Maitreya sehingga setiap hari hanya belasan menit kita dapat bersama-sama menjalin jodoh kebajikan, jodoh Ketuhanan, jodoh Buddha, jodoh ilahi dengan Tuhan hingga leluhur dan para Buddha Bodhisatva, para Dewa dan Para Suci serta langit, bumi, manusia dan laksa benda, sungguh luar biasa! Mana ada lagi hal yang begitu baik, hanya cukup bersujud belasan menit saja. Jika kini kita bukan berada dalam persujudan berfirman Tuhan yaitu persujudan dan pertobatan nurani, maka mengandalkan apa kita menjalin jodoh kebajikan yang luas dengan langit, bumi, manusia dan laksa benda. Bagaimana bisa menjalin jodoh kebajikan dengan Tuhan hingga leluhur dan para Buddha Bodhisatva, para Dewa dan Para Suci. Apa yang kita andalkan ? Tidak ada. Di dunia ini hanya Maha Tao Maitreya yang dapat melakukannya yaitu sujud dan tobat nurani. Dalam waktu yang bersamaan, sekali melakukan bereslah semuanya. Oleh karena itu para Sesepuh, Pandita sekalian, marilah kita berjuang bersama ! Asalkan masih dapat bernafas, kita harus bersujud. Itulah sebabnya Ibu Guru Suci mengatakan kepada Hao Che Ta Ti bahwa kita membuka “ kedai sujud “. Vihara sedang menjual sujud, produk kita adalah sujud. Kedai sujud adalah toko sujud. Kita membuka kedai sujud dengan produk sujud. Apa manfaat bersujud ? banyak sekali manfaat bersujud ! yaitu dapat menjalin jodoh ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan, jodoh kebajikan mulai dari atas Tuhan hingga ke bawah leluhur kita dan di tengah dengan seluruh Buddha Bodhisatva, para Dewa para Suci, serta langit, bumi, manusia dan laksa benda. Inilah manfaat dari produk sujud. 20