Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan

advertisement
ISSN 0853-2982
Hutahaean
Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis
yang Dirumuskan dari Persamaan Kontinuitas untuk Fluida Berakselerasi
Syawaluddin Hutahaean
Kelompok Keahlian Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, E-mail: [email protected]
Abstrak
Pada paper ini dikembangkan persamaan tekanan hidrodinamik pada persamaan momentum dari Euler dengan
menggunakan persamaan kontinuitas untuk fluida beraselerasi. Model numeris yang dikembangkan dengan
persamaan momentum tersebut dapat mensimulasikan wave set down pada perairan dalam, wave setup pada
perairan dangkal, dispersi dan gelombang pecah, dimana pada perairan yang sangat dangkal peristiwa wave
setup mendeformasikan gelombang sinusoidal menjadi gelombang knoidal. Sebagai kesimpulan dari penelitian
ini adalah bahwa model gelombang air dapat dikembangkan dengan mengerjakan persamaan gaya hidrodinamik
yang dikembangkan pada penelitian ini pada persamaan Euler.
Kata-kata Kunci: Persamaan kontinuitas untuk fluida beraselerasi, gaya hidrodinamis.
Abstract
In this paper hydrodynamic force in Euler’s momentum equation is developed using continuity equation for
accelerated fluid. The numerical model developed using this momentum equation can simulate wave set down in
deep water, wave setup in shallow water, wave dispersion and breaking, where in very shallow water wave setup
deform sinusoidal wave to cnoidal wave. The summary of the research is that water wave model can be developed
by working hydrodynamic force developed in this research into Euler equation.
Keywords: Continuity equation for accelerating fluid. hydrodynamic force.
1. Pendahuluan
Perencanaan bangunan pantai yang terdapat di perairan
pantai memerlukan informasi kondisi gelombang
dengan baik, dimana gelombang dalam perjalanannya
menuju perairan pantai mengalami perubahan akibat
sejumlah fenomena yaitu antara lain, shoaling, wave
setdown, wave setup, dispersi dan breaking. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model gelombang yang dapat memodelkan berbagai fenomena
transformasi gelombang tersebut. Pengembangan
model dilakukan dengan memperbaiki persamaan
kontinuitas dan tekanan hidrodinamik pada persamaan
momentum dari Euler.
Persamaan kontinuitas yang selama ini sudah dikenal
dan digunakan dalam setiap analisis hidrodinamika
dirumuskan berdasarkan anggapan bahwa tidak terdapat percepatan lokal atau percepatan terhadap waktu
pada selang waktu dt yang sangat kecil, sangat kecil
pengaruhnya. Sementara itu pada perumusan
persamaan momentum untuk fluida
yang sama
diperhitungkan percepatan lokal. Sehingga terdapat
perbedaan tingkat ketelitian antara persamaan
kontinuitas dengan persamaan momentum. Persamaan
momentum
tersebut
sebenarnya
mengandung
persamaan kontinuitas, yang tidak boleh dihilangkan,
Hutahaean (2011). Agar unsur persamaan kontinuitas
yang terdapat pada persamaan momentum mempunyai
tingkat ketelitian yang sama, maka diperlukan suatu
persamaan kontinuitas dimana diperhitungkan
percepatan lokal.
Hutahaean (2008b) mengembangkan persamaan
kontinuitas untuk fluida berakselerasi, dimana
persamaan tersebut disebut dengan persamaan
keseimbangan momentum mengingat bentuknya
berupa keseimbangan antara percepatan pada arah
sumbu-x, pada arah sumbu-y dan pada arah sumbu-z.
Tetapi pada penelitian tersebut penerapan persamaan
keseimbangan momentum pada persamaan momentum
masih coba-coba saja tanpa prosedur perumusan yang
jelas. Pada penelitian ini implementasi persamaan
keseimbangan momentum pada persamaan momentum
dirumuskan secara sistematis.
Tekanan hidrodinamik pada persamaan Euler
dirumuskan dengan mengintegrasikan persamaan
kontinuitas untuk fuida beraselerasi terhadap
kedalaman.
Dengan
menggunakan
tekanan
Vol. 19 No. 2 Agustus 2012
149
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis...
hidrodinamik seperti ini, maka interaksi antara
persamaan momentum dengan persamaan kontinuitas
menjadi lebih baik.
xyz  uyzt  vxzt  wxyt
 u  u yzt  v  v xzt 
(4)
w  wxyt
2. Persamaan Kontinuitas
Dengan menjumlahkan suku yang sama,
Perumusan persamaan kontinuitas untuk fluida tidak
berakselerasi atau berakselerasi kecil sudah banyak
ditulis pada berbagai buku hidrodinamika maupun
mekanika fluida. Untuk suatu keperluan, perumusan
persamaan tersebut ditulis lagi.
xyz    u yzt   v xzt 
Untuk merumuskan persamaan kontinuitas digunakan
ruang tinjauan yang berukuran sangat kecil seperti
terlihat pada Gambar 1 yang terletak pada suatu
medan aliran dengan kecepatan aliran adalah u = u(x, y,
z, t) untuk kecepatan arah horisontal-x, v = v(x, y, z, t)
untuk kecepatan arah horisontal-y dan kecepatan arah
vertikal-z w = w(x, y, z, t). Perumusan persamaan
kontinuitas dilakukan dengan anggapan volume control
-volume tetap dan air adalah fluida yang tak mampat
dimana rapat masa  konstan. Pada control-volume
tersebut terdapat input dan output air, yang dalam
selang waktu t terdapat masa air yang masuk
sebanyak,
  ( u )  ( v)  ( w)



0
t
x
y
z
I  uyzt  vxzt  wxyt
(1)
sedangkan air yang keluar adalah,
O  u  u yzt  v  v xzt 
w  wxyt
(2)
Dengan adanya input-output tersebut, maka terdapat
masa air yang tertinggal pada control-volume sebesar,
m  I  O
(3)
Dengan volume ruang yang tetap maka m = xy
z. Persamaan input-output menjadi,
 wxyt
(5)
Persamaan dibagi dengan xyzt dan ruas kanan
persamaan dipindahkan kekiri,
(6)
Untuk fluida tak mampat, dimana rapat masa  konstan,
maka
u v w
 
0
x y z
(7)
Pada limit x, y, z,  0
u v w
 
0
x y z
(8)
Persamaan ini disebut dengan persamaan kekekalan
masa atau lebih dikenal dengan persamaan kontinuitas.
Yang perlu mendapat perhatian disini adalah
pendefinisian dari u/x v/y dan w/z dimana
ketiga suku tersebut dianggap konstan dalam selang
waktu t yang kecil atau percepatan lokal diabaikan.
Dengan pengabaian tersebut maka terdapat ketidak
setaraan antara persamaan kontinuitas dengan
persamaan momentum, dimana untuk ruang tinjau yang
sama pada perumusan persamaan momentum terdapat
percepatan lokal.
w  w
v  v
z
y
u  u
u
x
z
v
y
x
w
Gambar 1. Perumusan persamaan kontinuitas
150 Jurnal Teknik Sipil
Hutahaean
3. Persamaan Kontinuitas untuk Fluida
Beraselerasi
a. Tinjauan percepatan total
Agar terdapat kesetaraan antara persamaan kontinuitas
dengan persamaan momentum, maka persamaan
kontinuitas akan dirumuskan dengan menggunakan
cara yang sama seperti pada perumusan percepatan
pada persaman momentum. Persamaan percepatan
pada persamaan momentum arah-x adalah
u
u 
Du u  u
  u
v
 w 

(9)
z 
y
Dt t  x
Du
u
 percepatan total,
 percepatan lokal dan
Dt
t
 u u
u 
 u  v  w   percepatan konvektif. Persamaan
z 
 x y
ax 
ini dirumuskan dengan menggunakan deret Taylor
orde n yaitu,
u ( x  x, y  y, z  z , t  t )  u ( x, y, z , t ) 
u
u
u
u
 z
 t
 y
x
y
z
t
2
2
2
2
2
x  u y  u z  2 u t 2  2 u




2 x 2
2 y 2
2 z 2
2 t 2
 2u
 2u
 2u
 xy
 xz
 yz
xy
xz
yz
 tx
 u
 u
 u
 ty
 tz
tx
ty
tz
2
lim 0 , y lim 0 , z lim 0 dan
2
z
y
w
v ;
t
t
t
lim 0 maka
 2u
 2u
 2u
 yz
 xz
 xy
yz
xz
xy
 2u
 2u
 2u
 tz
 ty
 tx
tz
ty
tx
(13)
dimana didefinisikan u = u(x+x,y+y,z+z,t+t)-u
(x,y,z,t). Terlihat bahwa pada u terdapat pengaruh
percepatan lokal. Unsur t pada ruas kanan
persamaan dikeluarkan, dan persamaan dibagi dengan
x,
u  x u y u z u u  t
 



x  t x t y t z t  x
  2u
 2u
 2 u  t

  x
 y
 z






t
x
t
y
t
z

 x
(10)
Suku pertama pada ruas kanan persamaan dipindahkan
kekiri, persamaan dibagi dengan t serta dengan
mengambil
x
u
u
u
u
 z
 t
 y
y
z
t
x
2
2
2
2
2
x  u y  u z  2 u t 2  2 u




2 x 2
2 y 2
2 z 2
2 t 2
u  x
 x 2  2 u y 2  2 u z 2  2 u t  2 u  t

 



2
2t y 2 2t z 2 2 t 2  x
 2t x
 x  2 u x  2 u y  2 u  t

  y
 z
 z
 t xy t xz t yz  x
x
2
akan digunakan juga deret Taylor. Sebagai ilustrasi
u/x dengan
akan dikerjakan perumusan
menggunakan Persamaan (10). Suku ke 1 ruas kanan
Persamaan (10) dipindahkan kekiri,
x
u
t
;
(11)
Dengan cara yang sama akan diperoleh,
v  x v y v z v v  t



 
y  t x t y t z t  y
 x 2  2 v y 2  2 v z 2  2 v t  2 v  t

 



2
2t y 2 2t z 2 2 t 2  y
 2t x
 x
 2 v x  2 v y  2 v  t

  y
 z
 z
 t xy t xz t yz  y
dan suku-suku yang masih mengandung unsur x atau
y atau z ataupun t akan mendekati nol juga atau
sama dengan nol. Sedangkan
  2v
 2v
 2 v  t

  x
 y
 z
ty
tz  y
 tx
u ( x  x, y  y, z  z , t  t )  u ( x, y, t ) Du
(12)

t
Dt
dan
b. Perumusan u/x v/y dan w/z dengan
memperhitungkan percepatan lokal Perumusan u/x v/y dan w/z dengan
memperhitungkan percepatan lokal (u/t v/t dan 
w/t)
(14)
(15)
w  x w y w z w w  t





z  t x t y t z t  z
 x 2  2 w y 2  2 w z 2  2 w t  2 w  t

 



2
2t y 2 2t z 2 2 t 2  z
 2t x
Vol. 19 No. 2 Agustus 2012
151
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis...
 x  2 w x  2 w y  2 w  t

  y
 z
 z
 t xy t xz t yz  z
 2w
2w
 2 w  t

  x
 y
 z
(16)
ty
tz  z
 tx
Jadi persamaan masih berlaku pada saat terdapat
kecepatan berharga nol.
Substitusi persamaan-persamaan untuk u/x v/y
dan w/z ke Persamaan (7) dan dengan mengambil
1 p
u 
u
u  u
 v  w   
  u
 x
z 
y
t  x
(19)
(20)
dan suku yang masih mengandung unsur x, y z akan
hilang (menjadi 0) sehingga persamaan kekekalan masa
(Persamaan (7)) menjadi,
1 p
v 
v
v  v
  u  v  w   
 y
z 
y
t  x
1 p
w 
w
w  w
 w   
v
  u
 z
z 
y
t  x
(21)
 u
u  1
u
u
  u
v
 w 
x
y
z  u
 t
 v
v  1
v
v
   u  v  w 
z  v
y
x
 t
Dimana p=phs+phd,, phs = tekanan hidrostatis dan phs =
tekanan hidrodinamis. Berdasarkan Dean (1984), phs
=pg(-z) dimana  = (x,y,t) adalah persamaan muka
air. Pengerjaan sifat turunan parsial pada percepatan
konvektif pada ruas kiri persamaan momentum-x,
 w
u
limx,y,z dan t0,
x
y
z
 u,
 v,
w
t
t
t
w  1
w
w
 w   0
v
u
 
z  w
y
x
 t
(17)
Sesuai dengan bentuknya, Persamaan (17) ini oleh
Hutahaean (2008b) disebut dengan persamaan
keseimbangan momentum, meskipun sebenarnya juga
merupakan persamaan kekekalan masa untuk fluida
berakselerasi.
Persamaan (17) dapat ditulis dalam bentuk persamaan
kontinuitas untuk fluida tidak berakselerasi,
 u
u
u  1
u v w
 
    v  w 
y
z  u
x y z
 t
w
w  1
v
v  1  w
 v

u
v
   u  w   
x
z  v  t
x
y  w
 t
4. Tekanan Hidrodinamis pada Persamaan Euler
Persamaan momentum dari Euler adalah (Dean
(1984)),
u uu
u , u uv
v

u
v

u
dan
x
x
x
y y
y
u uw
w

u
w
(22)
z
z
z
Ketiga persamaan
dijumlahkan,
u
turunan
parsial
tersebut
u uu uv uw
u
u




v w
z
y
x
z
y
x
 u v w 

 u   
 x y z 
(23)
Suku dalam kurung pada ruas kanan persamaan
terakhir adalah persamaan kontinuitas yang dapat
disubstitusi dengan Persamaan (18),
(18)
u
u
u
u uu uv uw


v w

x
y
z
x
y
z
Pada Persamaan (18) terlihat bahwa dengan
memperhitungkan percepatan fluida, persamaan
kontinuitas, Persamaan (8), tidak lagi nol. Apabila
Persamaan (18) dikalikan dengan u dan diambil pada

v 
u
u
u u  v
v
v w   u  w 
t
y
z v  t
x
z 
 u
u u 
saat u = 0, maka persamaan menjadi   v  w   0
 t y z 
dengan cara yang sama untuk v = 0 persamaan menjadi
v
v 
 v
  u  w   0 dan pada saat w = 0 persamaan
x
z 
 t
 w
w 
w
0
v
u
menjadi 
y 
x
 t
152 Jurnal Teknik Sipil
u  w
w
w 


u
v
w  t
x
y 
(24)
Substitusi sifat aliran tak berotasi pada ruas kanan
persamaan, dimana
u v , u w
v w
dan



y x z x
z y
Hutahaean
u
u uu uv uw


w

x
y
z
x
y
z
u 1 
vv  ww  u  v  1  uu  ww 
 
t 2 x
v  t 2 y

u
u
v
u  w 1 
uu  vv 


w  t 2 z


(25)
Substitusi persamaan terakhir kepersamaan momentum
-x,
1  uu uv uw  1 

vv  ww  
 


t 2  x
y
z  4 x
1 p u  v 1 
vv  ww
  
2  x 2v  t 2 y

u

u  w 1 
uu  vv 


2 w  t 2 z

(26)
4.1 Perumusan persamaan tekanan hidrodinamik
Persamaan tekanan hidrodinamik akan dirumuskan
dengan menggunakan persamaan kontinuitas fluida
beraselerasi, yaitu Persamaan (18). Persamaan
tersebut dintegrasikan terhadap kedalaman,
u v w
 u
u
u  1
 
    v  w 
x y z
y
z  u
 t
v  1  w
v
w
w  1
 v
   u  w   
u
 v 
z  v  t
x
x
y  w
 t
(29)


u
v
 x dz   y dz  w  w 
z
z

u
u 
1  u
    v  w dz
y
z 
u  t
z

Suku ke 2 dan ke 3 pada ruas kanan persamaan dapat
disebut sebagai gaya penggerak hidrodinamik yang
ditimbulkan oleh tekanan hidrodinamik akibat gerakan
air, yaitu
1 p hd
u  v 1 
vv  ww
   

2  x
2v  t 2 y

u  w 1 


Sehingga
menjadi,
uu  vv 


2 w  t 2 z

persamaan
momentum-x
dapat
v 
v
1  v
    u  w dz
z 
x
v  t
z


z
(27)
w 
w
1  w

dz
v
u
y 
x
w  t
Dimana w adalah kecepatan vertikal pada suatu posisi
kedalaman z, w adalah kecepatan vertikal pada
permukaan air. Persamaan ini dapat ditulis menjadi
persamaan untuk w dan diturunkan terhadap waktu t,
serta ruas kiri dan ruas kanan persamaan ditambah
ditulis
1  uu uv uw  1 

vv  ww  
 


t 2  x
y
z  4 x
1 p hs
1 p hd


2  x
2  x
1 p hs

g
dimana berdasarkan Dean (1984),
 x
x
persamaan momentum-x menjadi u
1  uu uv uw  1 

vv  ww 
 


t 2  x
y
z  4 x
g 
1 p hd


(28)
2 x 2  x u
Penyelesaian pesamaan gaya hidrodinamik seperti
pada Persamaan (27), cukup sulit, sehingga perlu
dicari persamaan pendekatan dari persamaan gaya
hidrodinamik.
(30)
dengan u
w
w
w
w
v
y
z
x
w
w
w
w
u
v
w

t
x
y
z


 u
 v w
dz  

t z x
t z y
t

 1  u
u
u 
    v
 w dz
t z u  t
y
z 

 1  v
v
v 
    u  w dz
t z v  t
x
z 

 1  w
w
w 
dz
  
u
v
t z w  t
x
y 
w
w
w
u
v
w
x
y
z
(31)
Persaman (31) adalah persamaan momentum-z,
dimana ruas kiri persamaan adalah percepatan,
sehingga ruas kanan persamaan seharusnya
merupakan gaya penggerak, yaitu
Vol. 19 No. 2 Agustus 2012
153
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis...
1 p

 z








w
u
 v
dz
dz


t z x
t z y
t

1  u
u
u 
1  v
v
v 
1 u v 1  2
g 

u  2v2  w2  
t
4 x
4 y
2 y
1 w 
(35)

2 t y
v
  v  w dz
z 
y
t  u  t
z

  u  w dz
z 
x
t  v  t


1  w

t  w  t
z
u
w
w 
dz
v
x
y 
 w
w
w 
  u
v
 w 
y
z 
 x
5. Integrasi persamaan kontinuitas
(32)
Mengingat
persamaan
diturunkan
berdasarkan
kecepatan air saja maka gaya penggerak pada
persamaan
tersebut
adalah
gaya
penggerak
hidrodinamis. Tekanan hidrodinamis dapat diperoleh
dengan mengintegrasikan Persamaan (32) tersebut
terhadap kedalaman, dan dengan mengerjakan syarat
batas dinamik permukaan yaitu p = 0, serta dengan
mengerjakan sifat fluida tak berotasi pada suku terakhir
pada ruas kanan persamaan

    u 
   v 
w
    dz dz     dz     z 
 t x 
 t y 

t
z
z
z
z


    1  u
u
u  
      v  w dz dz
t z u  t
y
z  
z
    1 v
v
v  

      u  w dz dz
t z v  t
x
z  
z
    1  w
w
w  
dz dz
    
u
v




t
w
t
x
y

 
z
z
1 2
 u  v2  w2   u 2  v 2  w 2  (33)
2
p hd
u, v dan w adalah kecepatan partikel pada permukaan pada arah sumbu x, y dan z secara berurutan.
Substitusi Persamaan (33) ke persamaan momentum–
x (Persamaan (28)) dengan p = phs + phd dan dikerjakan pada z = ,
u 1 
1 u v
g 

2u2  v2  w2 

t
4 x
4 y
2 x
1 w 


2 t x

(34)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh persamaan
momentum- permukaan pada arah-y yaitu,
154 Jurnal Teknik Sipil

Persamaan momentum-c tidak diperlukan karena kecepatan vertikal w dapat dihitung dengan prosedur lain
yang akan dibahas pada bagian lain.
z



Persamaan elevasi muka air  diperoleh dengan
mengintegrasikan persamaan kontinuitas terhadap
kedalaman, sebagaimana halnya perumusan persamaan
gelombang panjang Airy. Persamaan kontinuitas yang
digunakan adalah Persamaan (8) yaitu persamaan
kontinuitas tanpa memperhitungkan percepatan lokal,
hal ini mengingat integrasi Persamaan (18) terhadap
kedalaman cukup sulit untuk dilakukan. Penggunaan
persamaan kontinuitas Persamaan (8), berakibat
bahwa pada pemodelan numeris harus digunakan
pertambahan waktu t yang sangat kecil untuk menjaga
agar pada selang waktu tersebut pengaruh percepatan
lokal sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Integrasi
persamaan kontinuitas terhadap kedalaman dengan
menggunakan kecepatan rata-rata kedalaman. Sebagai
kecepatan rata-rata kedalaman adalah kecepatan pada
suatu posisi vertikal z = z0
U  u ( z 0 ) ; V  v( z 0 )
(36)
Berdasarkan Hutahaean (2008), untuk gelombang yang
bergerak pada arah-

(37)
  Ge kh  ( z ) cos k sin t
 ( z )  e k ( h  z )  e  k ( h  z )  1 ( z )  e k ( h  z )  e  k ( h  z )

h
h



 
1
1
 
1
  

  

h  
h
2
 1   1    



Dimana G = konstanta, k = bilangan gelombang,

2
T
T = perioda gelombang,
h

(38)
(39)
 kemiringan
batimetri pada arah gelombang bergerak. Dengan
menggunakan potensial aliran tersebut, maka kecepatan
partikel pada arah horisontal adalah
u  



Ge kh cos k  ( z ) sin t (40)




Hutahaean
Didefinisikan kecepatan rata-rata kedalaman adalah

U 
1
u dz
 u H h
(41)
dimana (lihat Gambar 2),
h = kedalaman perairan terhadap muka air diam
 = elevasi muka air akibat gelombang terhadap muka
air diam
H=h+
Dimana u disebut sebagai koefisien integrasi. Dengan
menggunakan sebagai kecepatan rata-rata kedalaman
adalah kecepatan pada posisi z = z0 maka
U   u ( z 0 )    Ge kh cos k  ( z 0 ) sin t
x
u
U

 ( z)
 ( z0 )


atau u 
 ( z)
 ( z0 )

1
1
u 
udz 

U  H h
U H
u 

 ( z)
h
1 ( )  (  1)
kH ( z 0 )
0
)
dz
Mengingat distribusi kecepatan pada arah sumbu
vertikal-z adalah sama, baik untuk u maupun untuk
kecepatan horisontal pada arah sumbu- x dan sumbuy, Persamaan (42) ini berlaku juga untuk kecepatan
horisontal pada arah x dan arah y yaitu u dan v.
Relasi antara kecepatan rata-rata kedalaman dengan
kecepatan pada posisi z, dapat dihitung dengan
persamaan
 ( z)
u ( z ) 
U
 ( z0 )
 ( z) U
 ( z0 )
v( z ) 
 ( z)
V
 ( z0 )
(43)
Persamaan (43) ini digunakan untuk menghitung
kecepatan rata-rata kedalaman dari kecepatan
permukaan u dan v yang dihitung dari persamaan
momentum, Persamaan (34) dan (35).
Dengan menggunakan definisi kecepatan rata-rata
kedalaman dan koefisien integrasi tersebut, persamaan
kontinuitas diintegrasikan terhadap kedalaman.
Integrasi dilakukan sebagaiman halnya integrasi
persamaan kontinuitas pada gelombang panjang Airy
dengan mengerjakan aturan Leibniz dan syarat batas
kinematik permukaan dan dasar perairan dengan hasil
integrasi adalah sebagai berikut.
(44)
Sedangkan persamaan momentum-x dan momentum-y
tetap berbentuk seperti pada Persamaan (34) dan (35).
(42)
u( z) 
 HU  v HV

 u

t
x
y
U
  (z
dimana persamaan ini juga berlaku untuk kecepatan
horisontal pada arah- x dan arah-y, dimana persamaan
z
6. Persamaan
untuk
menghitung
kecepatan vertikal permukaan w
Perhitungan w dan
w
t
dapat dilakukan dengan
menghitung w dengan menggunakan syarat batas
nematik permukaan selanjutnya
w
t
dihitung secara
numeris. Tetapi akan lebih mudah bila dilakukan
perhitungan dengan menggunakan potensial aliran
gelombang nonlinier, Persamaan (37).
muka air
muka air diam
y



h
dasar perairan
Gambar 2. Sketsa muka air akibat gelombang
Vol. 19 No. 2 Agustus 2012
155
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis...
Substitusi G 
A
, dimana A adalah amplitudo
wave crest
F
gelombang, sedangkan F dinyatakan pada Persamaan
(45), pada persamaan potensial aliran,

A
F
 ( z ) cos k sin t
dimana berdasarkan Hutahaean (2010), integrasi
persamaan syarat batas kinematik permukaan dengan
ketelitian O(0) akan menghasilkan
 h 


 
k1 ( )
F  k ( )  1 


2h 



wave
 

1
 ( z)
F
t
digunakan adalah gelombang sinusoidal tunggal
progresif dengan perioda 6 detik, amplitudo 0.80 m.
(46)
Kecepatan vertikal w, w  

k
1 ( )
t
F
w
k 2
w 
 k

 1 ( z )
z F
t
(47)
 2
   k
 ( )   1 ( ) 2

t
F
t
 t  F
k F

1 ( )
 2
t
F t
2
(48)
/t pada Persaman (47) dan (48) adalah hasil
perhitungan persamaan kontinuitas, dari Persamaan
(44).
Persamaan kontinuitas, Persamaan (44) dan persaman
momentum-x dan momentum-y, Persamaan (34) dan
(35) diselesaikan secara numeris dengan menggunakan
metoda selisih hingga untuk diferensial ruang dengan
ukuran grid 1/40 panjang gelombang, sedangkan
diferensial waktu diselesaikan dengan metoda prediktor
-korektor berbasis integrasi numeris dari Newton-Cote,
Hutahaean (2007) dan (2008b), dengan langkah waktu
1/30 perioda gelombang 7. Hasil Model
Pada eksekusi model, model diberi input gelombang
dengan profil gelombang sinusoidal progresif seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 3.
a. Pada perairan dalam
Model dikerjakan pada perairan dengan kedalaman
konstan sebesar 20 m. Input gelombang yang
156 Jurnal Teknik Sipil
Gambar 3. Profil gelombang sinusoidal
(45)
Dengan persamaan muka air  = Acoskcost,
persamaan potensial aliran dapat ditulis menjadi
trough
Seperti terlihat pada Gambar 4, mula-mula profil
gelombang masih berbentuk sinusoidal dengan bagian
trough dan crest masih seimbang. Tetapi setelah
menempuh jarak 150 m, bagian trough mengalami
pembesaran amplitudo, sedangkan bagian crest
mengalami pengurangan amplitudo. Selanjutnya setelah
menempuh jarak kurang lebih 250 m, baik bagian crest
maupun bagian trough mengalami pengurangan
amplitudo tetapi amplitudo lembah masih lebih besar.
Fenomena dimana amplitudo lembah lebih besar dari
amplitudo puncak menyebabkan penurunan elevasi
muka air rata-rata, fenomena ini disebut dengan wave
setdown. Pengurangan amplitudo crest dan trough
adalah dikarenakan peristiwa dispersi, dimana
pelepasan energi gelombang akibat dispersi ini adalah
berupa munculnya gelombang-gelombang kecil
dibelakang gelombang utama. Jadi pada pengujian ini
terdapat fenomena wave setdown dan dispersi.
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0
50
100
150
20 0
250
300
x (m)
profil gelombang mula  mula
profil gelombang setelah menempuh jarak 150 m
profil gelombang setelah menempuh jarak 250 m
Gambar 4. Hasil model pada kedalaman 20 m
Hutahaean
b. Pada perairan dangkal
Pengujian berikutnya, model dikerjakan pada perairan
dangkal dengan kedalaman konstan sebesar 5.0 m
dengan input gelombang dengan perioda 6 detik dan
amplitudo 0.80 m.
Seperti pada hasil sebelumnya, mula-mula gelombang
berprofil sinusoidal sempurna, dimana terdapat
keseimbangan antara amplitudo bagian trough dengan
bagian crest, begitu juga dengan peristiwa dispersi
terlihat terjadi pengurangan pada amplitudo bagian
trough maupun bagian crest. Perbedaannya adalah
pada kedalaman 5 m ini amplitudo bagian crest lebih
besar daripada amplitudo bagian trough, hal ini menyebabkan elevasi muka air rata-rata mengalami kenaikan atau dikenal dengan peristiwa wave setup.
c. Pada perairan sangat dangkal
m, amplitudo bagian puncak berkurang sangat besar
yaitu menjadi 0.30 m, dimana bagian trough memisah
dengan bagian crest sehingga terbentuk profil
gelombang
cnoidal.
Berkurangnya
amplitudo
gelombang ini menunjukkan terjadinya breaking pada
jarak antara 100 m- 250 m.
Pada Gambar (9) diperlihatkan profil gelombang
pada jarak antara 125 m – 175 m. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa terjadi penurunan amplitudo
crest gelombang secara terus menerus dengan
pengurangan yang cukup besar. Dari hal ini dapat
dikatakan bahwa breaking mulai terjadi pada
kedalaman 1.7 m.
1
0.8
0.6
0.4
Pada bagian ini model dengan input gelombang yang
sama dikerjakan pada perairan yang sangat dangkal
dan konstan yaitu sedalam 2.0 m.
0.2
0
-0.2
Pada kedalaman 2.0 m ini wave setup langsung terjadi
pada eksekusi satu perioda gelombang walaupun
masih berbentuk sinusoidal sempurna sedangkan pada
bagian crest gelombang juga langsung mengalami
pengurangan amplitudo, tidak lagi 0.80 m. Selain
terjadi perisitiwa wave setup dan dispersi, terlihat
bahwa bagian trough gelombang semakin menghilang
dan setelah menempuh jarak 300.0 m profil
gelombang menjadi berbentuk cnoidal yang hampir
sempurna. Jadi pada perairan yang sangat dangkal,
berdasarkan model ini gelombang sinusoidal
berdeformasi menjadi gelombang cnoidal.
d. Pada kedalaman berubah
Pada bagian ini model dikerjakan pada kedalaman
berubah, dimana kedalaman mula-mula adalah 5.0 m,
pada jarak 150.0 m kedalaman menjadi 1.0 m
selanjutnya adalah konstan sedalam 1.0 m, seperti
disajikan pada Gambar 7. Input gelombang yang
digunakan adalah gelombang sinusoidal dengan
perioda 6 detik dan dengan amplitudo 0.60 m, hal ini
dimaksudkan agar terlihat terjadinya shoaling.
Hasil model seperti diperlihatkan pada Gambar (8),
mula-mula profil gelombang berbentuk sinusoidal
sempurna. Selanjutnya pada jarak kurang lebih 100 m,
atau pada kedalaman 2.40 m, terlihat fenomena wave
setup dan sedikit shoaling. Kecilnya shoaling ini
dikarenakan digunakan gelombang pendek (perioda
gelombang 6 detik) dan juga akibat peristiwa dispersi.
Bila digunakan gelombang dengan perioda 9 detik,
terjadinya shoaling terlihat dengan jelas. Pada jarak
kurang lebih 250 m, dimana kedalaman perairan
adalah konstan sebesar 1.0 m dimulai pada jarak 150
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0
50
100
150
200
250
300
x (m)
profil gelombang mula  mula
profil gelombang setelah menempuh jarak 150 m
profil gelombang setelah menempuh jarak 250 m
Gambar 5. Hasil model pada kedalaman 5 m
1
0 .8
0 .6
0 .4
0 .2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0
50
10 0
150
2 00
2 50
30 0
x (m)
profil gelombang mula  mula
profil gelombang setelah menempuh jarak 150 m
profil gelombang setelah menempuh jarak 300 m
Gambar 6. Hasil model pada kedalaman 2.0 m
Vol. 19 No. 2 Agustus 2012
157
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis...
Penelitian ini hanya bertujuan untuk mendapatkan sifat
kualitatif dari persamaan yang diperoleh dan tidak
dilakukan penelitian secara kuantitatif yaitu penelitian
terhadap hasil laboratorium. Penelitian secara
kuantitatif akan disajikan pada paper berikutnya.
1.0 m
5.0 m
8. Kesimpulan
1. Dari hasil pengujian model yang telah dilakukan,
maka dapat disimpulkan bahwa pengerjaan
persamaan kontinuitas fluida berakselerasi dapat
memodelkan berbagai fenomena yang telah banyak
dikenal yang terdapat pada gelombang progresif.
Fenomena tersebut antara lain adalah
150 m
Gambar 7. Profil kedalaman untuk pemodelan
breaking
a. Wave setdown, penurunan muka air rata-rata
pada perairan dalam akibat gelombang.
1
0.8
b. Wave setup, kenaikan muka air rata-rata pada
perairan dangkal akibat gelombang, dimana
perisitiwa wave setup ini pada perairan yang
sangat dangkal menyebabkan gelombang
sinusoidal berdeformasi menjadi gelombang
cnoidal.
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
c. Wave breaking, pada kedalaman
gelombang akan mengalami pecah.
-0.6
-0.8
-1
0
50
10 0
150
2 00
2 50
30 0
x (m)
profil gelombang mula  mula
profil gelombang menjelang breaking
profil gelombang setelah breaking
Gambar 8. Hasil model pada kedalaman berubah
tertentu
2. Dengan demikian model yang dikembangkan dapat
mensimulasikan dinamika gelombang di perairan
dangkal dengan baik, sehingga dapat digunakan
untuk pemodelan gelombang didaerah surfzone
untuk keperluan perencanaan bangunan pantai.
Penelitian lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah
pengkajian hasil model terhadap hasil-hasil
laboratorium.
1
Daftar Pustaka
0.8
0.6
Dean, Robert G., and Dalrymple, 1984, Water Wave
Mechanics for Engineers and Scientists.
New Jersey: Prentice-Hall, Englewood Cliffs.
0.4
0.2
0
Hutahaean, S, 2007, Pemodelan Dinamika Gelombang
dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan
Energi, Jurnal Teknik Sipil, Volume 14, No. 1,
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB.
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0
50
10 0
150
2 00
2 50
x (m)
profil gelombang menjelang breaking
profil gelombang pada saat breaking
profil gelombang setelah breaking
Gambar 9. Proses breaking pada model
158 Jurnal Teknik Sipil
30 0
Hutahaean, S., 2008a, Persamaan Gelombang Nonlinier
Pada Dasar Perairan Miring, Jurnal Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB,
Volume 15 No.1, April.
Hutahaean, S., 2008b, Momentum Equilibrium Application in Airy’s Long Wave Equation, Jurnal
Infratsruktur dan Lingkungan Binaan, Volume
IV, No.1, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Volume 15 No.1.
Hutahaean
Hutahaean, S., 2010, Pengerjaan Metoda Inversi Integral Pada Perumusan Persamaan Muka Air
Gelombang Air Nonlinier, Jurnal Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB,
Volume 17 No.2, Agustus.
Hutahaean, S., 2011, Deformasi Gelombang Air Sinusoidal Menjadi Gelombang Cnoidal, Jurnal
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Volume 18 No.2, Agustus.
Vol. 19 No. 2 Agustus 2012
159
Pemodelan Gelombang dengan Menggunakan Tekanan Hidrodinamis...
160 Jurnal Teknik Sipil
Download