BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pemilihan Proyek Bisnis
Indonesia, seperti negara berkembang pada umumnya, sering kali tertinggal dalam
hal kebijakan ekonomi masyarakat nya, khususnya investasi. Masyarakat cenderung
memiliki kebijakan investasi tradisional, seperti menabung di bank / deposito, Investasi
emas, juga investasi pada mata uang asing, reksadana maupun di bursa saham dan yang
akhir-akhir ini booming adalah investasi pada bidang properti. Sedangkan negara-negara
maju seperti di Eropa dan Amerika telah mengembangkan investasi alternatif lainnya,
yaitu barang-barang koleksi seperti lukisan sejak beberapa abad yang lalu.
China, Jepang dan Singapura merupakan negara maju lainnya yang terletak di
benua Asia, yang telah sangat serius mengembangkan lukisan sebagai investasi pada
masyarakatnya. Bahkan Singapura, negara tetangga Indonesia yang luas wilayah
negaranya tidaklah besar, telah mengedepankan investasi dalam bidang keuangan dan
bidang seni rupa / lukisan dibandingkan investasi di bidang properti, mengingat lahan di
negara tersebut sudah hampir habis bahkan langka dikarenakan pembangunan yang
masif. Melihat fenomena di negara-negara maju tersebut, maka sebenarnya investasi
dalam seni rupa / lukisan sangat layak untuk diterapkan di masyarakat Indonesia ini,
asalkan unsur-unsur yang berkepentingan dalam dunia seni rupa, yakni Kementrian
Kebudayaan Republik Indonesia, asosiasi-asosiasi seni rupa, para pelukis, balai lelang,
awak media dan para kolektor maupun pecinta seni mau untuk bekerja sama.
Merupakan suatu kehormatan bagi kami, Ef-Art Enterprise untuk dapat berpartisipasi
membantu memperjuangkan karya seni rupa / lukisan untuk dapat lebih dikenal, dicintai
bahkan dapat menjadi ladang keuntungan dalam hal investasi bagi masyarakat.
Seiring bertumbuhnya ekonomi di negara Indonesia, maka secara tidak langsung
berpengaruh terhadap pertumbuhan kemampuan daya beli masyarakatnya, khususnya
masyarakat kelas menengah keatas. Menurut data resmi Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia, Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I-2013
dibandingkan dengan semester I-2012 tumbuh sebesar 6,3 persen.
Dalam studinya, Bank Dunia mengklasifikasikan kelas menengah berdasarkan
pengeluaran perkapita yang direkam dari survei sosial ekonomi nasional (Susenas) yang
dilakukan Badan Pusat Statistik. Cara membedakan kelompok miskin dan kelas
menengah dengan memilah jumlah pengeluaran individu perhari. Yang dimaksud
kelompok miskin bila pengeluaran individu perhari kurang dari US$2. Sedangkan kelas
menengah terbagi atas empat kelas, yaitu kelas pengeluaran Rp 1 juta sampai Rp 1,5
juta perbulan (kelas menengah bawah). Kedua, kelas pengeluaran Rp 1,5 sampai 2,6 juta
perbulan.Ketiga, kelas pengeluaran Rp 2,6 juta sampai 5,2 juta perbulan (menengah
tengah). Dan kelas keempat yaitu pengeluaran Rp 5,2 juta hingga Rp 6 juta.
Berdasarkan Agnessia Puteri Santoso dalam jurnal PERKEMBANGAN
INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA (2013), pertumbuhan industri ekonomi kreatif
Indonesia, yang dalam hal ini termasuk kerajinan, film, senirupa dan lukisan dinilai
mampu mendorong untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen
dalam RAPBN 2013, produk yang ada bukan hanya sekedar produk pabrikan tetapi
produk kreatif yang memiliki nilai lebih dan daya beli masyarakat dipercaya sudah
semakin baik. Produk yang dihasilkan industri kecil dan menengah Indonesia memiliki
nilai kreatifitas dan inovasi yang tinggi, itu semua bagian dari industri ekonomi kreatif.
Diharapkan prospek industri ini kedepannya akan semakin baik, terlebih dengan
meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia.
Berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapat, beberapa indikasi semakin
bertumbuhnya masyarakat menengah keatas dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan
penjualan & kepemilikan kendaraan pribadi, khususnya kendaraan mobil, kepemilikan
rumah berbagai tipe, dan juga pengeluaran-pengeluaran tambahan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan tersier mereka, dalam hal ini lukisan termasuk salah satunya.
Masyarakat dari kelas menengah kebawah hingga kelas atas rata-rata memiliki paling
tidak satu lukisan di setiap rumah mereka.
Seiring dengan perkembangan jaman, maka seni rupa, khususnya lukisan sudah
menjadi kebutuhan yang penting, dikarenakan mempunyai peranan yang sangat luas,
antara lain sebagai penunjang interior, koleksi pribadi, alat investasi dan lebih dari itu
merupakan simbol pencitraan, prestise sekaligus aktualisasi diri pemiliknya. Bahkan
berdasarkan Ms.Dunlap dalam jurnal ART THERAPY IN THE CLASSROOM (2013: 2)
menyebutkan bahwa seni, khususnya seni lukis bisa menjadi alat terapi untuk membantu
meredakan bahkan menyembuhkan gangguan psikologis dan mental pada seseorang.
Lukisan telah dianggap sebagai benda bernilai seni tinggi yang secara tidak
langsung dapat mengangkat harkat & martabat orang yang memilikinya. Dalam budaya
cina, lukisan yang dinilai mempunyai konsep positif apabila dilakukan perhitungan
menggunakan metode feng shui, maka diyakini dapat mendatangkan keberuntungan
serta kebaikan-kebaikan bagi pemilik lukisan dan keluarganya. Lukisan yang
bernafaskan agama, seperti kaligrafi juga dianggap dapat meningkatkan rasa spiritualitas
dan ketenangan batin.
Dilihat dalam segi bisnis, lukisan-lukisan belakangan ini juga dijadikan sebagai
alat investasi jangka menengah dan panjang oleh para pemiliknya. Pada jaman sekarang,
orang-orang yang mengoleksi lukisan-lukisan atau yang disebut juga kolektor biasanya
tidak segan untuk membeli lukisan yang mereka inginkan, dengan berbagai tujuan
antara lain sebagai pajangan, alat investasi, niatan untuk konservasi dan pelestarian
budaya serta sebagai alat untuk aktualisasi diri yang secara tidak langsung dapat
memberikan rasa bangga apabila dapat memiliki lukisan-lukisan tertentu yang tentunya
berharga tinggi.
1.1.1 Lukisan Sebagai Representasi Dalam Dunia Investasi
Menurut Sunariyah (2004:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu
atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan
mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.”
Menurut Senduk (2004:24) bahwa produk-produk investasi yang tersedia di
pasaran antara lain:
a.
Tabungan di bank
Dengan menyimpan uang di tabungan, maka akan mendapatkan suku bunga
tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan
biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita inginkan.
b.
Deposito di bank
Produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Bedanya, dalam
deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan, kecuali apabila
uang tersebut sudah menginap di bank selama jangka waktu tertentu (tersedia
pilihan antara satu, tiga, enam, dua belas, sampai dua puluh empat bulan, tetapi ada
juga yang harian). Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku bunga
tabungan.
c.
Saham
Saham adalah kepemilikan atas sebuah perusahaan tersebut. Dengan
membeli saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan
tersebut
mengalami
keuntungan,
maka
pemegang
saham
biasanya
akan
mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual
kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya
disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih
harganya disebut capital loss. Jadi, keuntungan yang bisa didapat dari saham ada
dua yaitu deviden dan capital gain.
d.
Properti
Investasi dalam properti berarti investasi dalam bentuk tanah atau rumah.
Keuntungan yang bisa didapat dari properti ada dua yaitu :
(1) Menyewakan properti tersebut ke pihak lain sehingga mendapatkan uang sewa.
(2) Menjual properti tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
e.
Barang-barang koleksi
Contoh barang-barang koleksi adalah perangko, karya seni rupa yakni
lukisan, barang antik, dan lain-lain. Keuntungan yang didapat dari berinvestasi pada
barang-barang koleksi adalah dengan menjual koleksi tersebut kepada pihak lain,
dan harganya dapat jauh melambung dibandingkan harga pertama kali barang
tersebut dibuat, dikarenakan barang-barang koleksi memiliki nilai eksklusifitas dan
seni yang tinggi sehingga memiliki nilai tambah yang bahkan bisa menjadi tak
ternilai harganya.
f.
Emas
Emas adalah barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah
mata uang asing dari negara-negara G-7 (sebutan bagi tujuh negara yang memiliki
perekonomian yang kuat, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Kanada,
dan Perancis). Harga emas akan mengikuti kenaikan nilai mata uang dari negaranegara G-7. Semakin tinggi kenaikan nilai mata uang asing tersebut, semakin tinggi
pula harga emas. Selain itu harga emas biasanya juga berbanding searah dengan
inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin tinggi pula kenaikan harga
emas. Seringkali kenaikan harga emas melampaui kenaikan inflasi itu sendiri.
g.
Mata uang asing
Segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi.
Investasi dalam mata uang asing lebih beresiko dibandingkan dengan investasi
dalam saham, karena nilai mata uang asing di Indonesia menganut sistem
mengambang bebas (free float) yaitu benar-benar tergantung pada permintaan dan
penawaran di pasaran. Di Indonesia mengambang bebas membuat nilai mata uang
rupiah sangat fluktuatif.
h.
Obligasi
Obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh
pemerintah maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan atau
membiayai suatu proyek pemerintah. Karena sifatnya yang hampir sama dengan
deposito, maka agar lebih menarik investor suku bunga obligasi biasanya sedikit
lebih tinggi dibanding suku bunga deposito. Selain itu seperti saham kepemilikan
obligasi dapat juga dijual kepada pihak lain baik dengan harga yang lebih tinggi
maupun lebih rendah daripada ketika membelinya.
Dalam paparan diatas disebutkan bahwa karya seni rupa yaitu lukisan
dikategorikan sebagai barang koleksi yang memiliki nilai investasi tinggi, dikarenakan
barang-barang koleksi tersebut memiliki nilai eksklusivitas dan seni yang tinggi
sehingga memiliki nilai tambah yang bahkan bisa menjadi tak ternilai harganya.
Berdasarkan Daiva Jurevičienė-Jekaterina Savičenko dalam jurnal ART AS
VIABLE INVESTMENT TOOL (2012:508), investasi dalam seni khususnya lukisan telah
menjadi investasi yang bersifat alternatif. Pertama kalinya booming tren seni lukis
menjadi investasi adalah pada awal abad 17 di Eropa. Pada jaman itu keluarga-keluarga
di Eropa menginvestasikan 1/3 dari hartanya untuk saham perusahaan, 1/3 lagi untuk
investasi di sektor perumahan, dan 1/3 sisanya untuk investasi pada karya-karya seni,
seperti lukisan, patung, dan batu mulia.
Berdasarkan Djuli Djatiprambudi dalam jurnal REPRESENTASI IDENTITAS
DI MEDAN PASAR SENI LUKIS INDONESIA (2007:33), disebutkan
Munculnya
persepsi tentang seni lukis dalam konteks komoditas dan investasi secara sosial historis
dapat ditelusuri pada gejala global yang terjadi pada pertengahan dekade 80-an, di mana
sejumlah konglomerat Jepang memborong karya-karya master seni lukis dunia, antara
lain karya Monet, van Gogh, Cezanne, Degas dari rumah lelang Christie’s dan
Sotheby’s. Konglomerat ini berani memborong karya master dunia, tidak lain akibat
booming ekonomi Jepang dan juga ada semacam “desain besar” agar terjadi pergeseran
pusat seni rupa kontemporer dunia berada di Jepang.
Gejala ini bagai ‘efek domino’, secara cepat berdampak pada dinamika seni
rupa terutama di kawasan Asia Pasifik. Gejala ini meluas sampai ke Indonesia
bertepatan dengan sejumlah elit ekonomi yang berasal dari etnik Tionghoa
kebingungan menginvestasikan uangnya ketika terjadi puncak pertumbuhan
ekonomi Indonesia, pertengahan 1980an, hingga munculnya krisis ekonomi, akhir
1990an. Para elit ekonomi tersebut tiba-tiba beralih sebagai pemburu lukisan yang
dianggap kelas master, dan menjualnya kembali di arena pasar yang saat itu tumbuh
luar biasa. Pertumbuhan ini juga dipicu dibukanya dua rumah lelang karya seni di
Singapura dan Hongkong. Gejala ini memperlihatkan bahwa kawasan Asia Pasifik
telah menjadi medan pasar seni seiring dengan tumbuhnya kelas menengah dan elit
serta konglomerat yang sedang mengalami status ‘perang simbol’. Kelas-kelas sosial
ini muncul melalui keinginan mengoleksi yang kemudian berubah menjadi
keinginan berinvestasi.
1.1.2 Investasi Dalam Lukisan Sebagai Alternatif Yang Baik Bahkan
Dalam Tren Inflasi Ekonomi Yang Tinggi.
Berdasarkan Seçkin, Aylin and Erdal Atukeren, dalam jurnal "Art and the
Economy: A First Look at the Market for Paintings in Turkey." (2006:1-13),
disebutkan bahwa mereka telah meneliti hubungan antara pengembalian investasi
melalui lukisan dan investasi keuangan lainnya di Eropa pada umumnya dan di
negara Turki khususnya. Para peneliti tersebut menemukan bahwa berinvestasi
dalam seni rupa merupakan satu alternatif yang sangat baik bahkan dalam
lingkungan inflasi ekonomi yang tinggi dan ketidakpastian dalam bidang makro
ekonomi.
Segala instrumen investasi tentu memerlukan jangka waktu yang menjadi faktor
kunci untuk investasi tersebut berkembang, hal ini termasuk juga dalam objek lukisan.
Investasi jangka panjang dalam lukisan (±10 tahun keatas) akan lebih terasa
pengembaliannya dibandingkan berinvestasi tradisional dalam konteks negara
berkembang, seperti berinvestasi mata uang asing (forex), Emas dan Deposito pada
Bank.
Yang dapat mengalahkan pertumbuhan hasil investasi dalam lukisan hanyalah
investasi saham di bursa saham. Namun walaupun bursa saham cenderung memiliki
kelebihan pengembalian yang tinggi, tetapi juga memiliki kelemahan yaitu resiko yang
tinggi (High Risk, High Income). Hal ini berbeda dengan investasi di dalam lukisan yang
bisa disebut sangat langka dalam mengalami loss maupun depresiasi apabila dilihat dari
sejarah perkembangan pasar seni rupa.
1.1.3 Tren Booming Penjualan Karya Seni Rupa Tanah Air
Variasi harga lukisan yang beragam, dimulai jutaan hingga milyaran rupiah dan
juga dengan adanya kecenderungan kenaikan harga-harga lukisan setiap tahunnya secara
tidak langsung telah menghidupkan pasar tersendiri yang memiliki prospek baik
kedepannya. Tren kepemilikan lukisan untuk menghiasi rumah-rumah, perkantoran dan
sebagai instrumen investasi dinilai akan terus meningkat setiap tahunnya dilihat dari
faktor pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Banyak faktor yang menyebabkan pasar seni
rupa mengalami booming dan karya-karya lukisan dari pelukis di tanah air semakin
diapresiasi.
Adanya tren Booming penjualan dalam bisnis seni rupa bukan merupakan
suatu hal yang baru, melainkan muncul berulang kali dan sejak puluhan tahun yang lalu.
Booming pertama terjadi pada jaman Bung Karno yang menyukai lukisan dan serius
mengoleksinya. Booming kala itu tidak dicatat karena orang belum memiliki perhatian.
Booming yang dicatat pertama kali itu sekitar tahun 1975, karya Affandi dan Basuki
Abdullah menjadi mahal. Banyak ahli senirupa menganalisa penyebab booming yang
pertama waktu itu, yakni banyak seniman berkualitas asal tanah air yang sedang berada
pada peak period (periode puncaknya) dalam berkarya seni.
Seperti contohnya saat pelukis Basuki Abdullah memenangi sayembara melukis
Ratu Belanda, Juliana yang saat itu diikuti oleh 87 pelukis dari seluruh penjuru dunia,
kebanyakan pelukis asal benua Eropa dan sayembara tersebut diselenggarakan di
Amsterdam, Belanda. Sejak saat itu pun lukisan-lukisan hasil karya Basuki Abdullah
menjadi booming di seluruh dunia, khususnya di Eropa dan Indonesia. Begitu pula
dengan Affandi yang sukses menyelenggarakan pameran keliling Eropa dan diterima
baik oleh para pencinta seni dan kolektor dari negara-negara yang disinggahinya untuk
berpameran. Negara di Eropa yang sangat berkesan bagi Affandi adalah Perancis,
dikarenakan Affandi menganggap negara Perancis adalah negara yang sangat kaya akan
budayanya, pemerintah dan rakyatnya juga sangat menghargai hasil-hasil karya seni.
Penyebab booming lainnya pada kala itu yakni dengan banyaknya eksperimen
dari para seniman untuk mengembangkan karya-karya yang akan dihasilkannya. Juga di
tahun-tahun itu impor kanvas dan cat yang bagus makin banyak. Tahun itu juga sedang
terjadi booming minyak. Pertamina mengalami surplus, situasi ini melahirkan banyak
orang kaya baru (OKB). Selanjutnya para OKB ingin membuat rumahnya nampak
bercitra estetik. Lukisan adalah artefak seni yang bisa menjadikan interior rumah
bercitra estetik, sehingga berbondong-bondong orang membelinya.
Booming selanjutnya terjadi sekitar tahun 1986-1987. Pada saat itu Indonesia
seharusnya mengalami krisis moneter. Karena tahun 1985 dunia mengalami resesi
ekonomi dunia. Presiden Suharto mengambil langkah antisipasi agar resesi tidak terjadi.
Ia mengeluarkan kebijakan Pakto (Paket Oktober). Pakto membuka pintu yang lebih
lebar agar orang bisa memperluas usaha. Memberikan kesempatan kepada para
pengusaha kalau mau mendirikan bank misalnya, dimungkinkan dengan cukup memiliki
modal kerja sebesar Rp 1 Milyar. Selanjutnya ijin import dipermudah, kebijakan pajak
diperingan, dan kebijakan-kebijakan positif lainnya yang berpengaruh baik terhadap
pengusaha. Kebijakan itu membuat ekonomi bergairah, panas, dan kemudian over
heating.
Lalu keluar kebijakan Paknov (Paket November) dan Pakdes (Paket Desember)
untuk mengurangi over heating tersebut. Sekumpulan kebijakan Pemerintah yang
dikeluarkan saat itu membuat ekonomi menjadi booming dan pembangunan terjadi di
mana-mana. Itulah tahun kejayaan Orde Baru dalam bidang ekonomi. Dari situasi itu
lahirlah para kalangan orang kaya baru berikutnya, yang mulai mengumpulkan lukisan.
Lukisan jadi booming. Tahun itu seniman Dede Eri Supria yang melukis hiper-realis
mulai muncul. Di tahun itu juga apresiator dan kolektor-kolektor makin menghargai
lukisan abstrak, dan karya Ahmad Sadali makin disukai, disusul para pengikutnya.
Setelah itu booming terjadi lagi pada tahun 1998-1999. Pada jaman itu secara
sosial-ekonomi, di Indonesia sedang terjadi perubahan yang cukup bermakna.
Memasuki dekade 1990-an, pemerintah Orde Baru yang mulai melemah, yang akhirnya
secara simbolik Soeharto sebagai ‘ikon’ Orde Baru mengundurkan diri sebagai presiden
pada Mei 1998. Mundurnya Soeharto sebenarnya sebagai akumulasi krisis
multidimensional yang sudah lama terjadi. Praktik pemerintahan yang sentralistikotoriter pada akhirnya hanya melegitimasi kekuatan-kekuatan tertentu yang menguasai
pranata sosial-ekonomi masyarakat. Maka, akibatnya pada saat krisis ekonomi dunia
berlangsung, Indonesia menjadi korban dan mendapat kesulitan untuk bangkit lagi. Era
reformasi yang diharapkan mampu menata kembali kekacauan di berbagai sektor,
kenyataannya belum ada tanda-tanda ke arah perbaikan, secara praktis Indonesia saat ini
sebenarnya dalam kondisi tidak menentu, termasuk dalam dunia seni rupanya.
Namun, justru dalam kondisi tidak menentu itulah para elit ekonomi yang masih
gamang atau ketakutan menginvestasikan modalnya dalam dunia perdagangan, properti,
jasa dan industri, memanfaatkannya itu dalam dunia seni lukis yang dianggap sebagai
salah satu solusi investasi aman dan diproyeksikan memiliki keuntungan yang berlipat
ganda. Pada saat itulah lukisan diformat menjadi barang dagangan (komoditas yang
diperjual-belikan secara bebas). Akhirnya, era 1990an dunia seni rupa diwarnai secara
dominan oleh perilaku komodifikasi lukisan secara besar-besaran. Kondisi demikian
terus berlangsung sampai hari ini.
Pada era ini puluhan galeri tumbuh menjamur di berbagai kota, khususnya Jakarta
dan Bali. Belakangan menyusul di Yogyakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Galeri-galeri ini didirikan sebagian besar didorong oleh motif-motif komodifikasi
lukisan. Galeri tidak ubahnya semacam pusat-pusat mode atau pusat-pusat selera. Tidak
hanya hanya geleri, tiba-tiba secara akumulatif muncul lembaga lelang, art dealer,
broker, kolektor, yang kehadirannya mampu meningkatkan dinamika pasar lukisan.
Lalu booming lagi di tahun 2007. Pada waktu itu, dipengaruhi oleh guncangan
ekonomi di Amerika. Para investor khawatir, mereka menarik investasinya dari Amerika
dan memindahkannya ke Asia. Di antara portfolio bisnis kala itu, ternyata investasi yang
relatif aman salah satunya adalah lari ke karya seni terutama lukisan. Tahun 2007 juga
merupakan
puncak
eksperimentasi
dan
penciptaan
eksplorasi
karya
senirupa
tahun-tahun
kontemporer Indonesia,
sebelumnya.
Semua
hasil
seniman
kontemporer berkarya dengan maksimal. Karena di masa tidak booming, seniman bisa
melahirkan karya yang kuat.
Berdasarkan Djuli Djatiprambudi dalam jurnal REPRESENTASI IDENTITAS DI
MEDAN PASAR SENI LUKIS INDONESIA (2007:34), Booming karya lukisan terakhir
yang dapat kita rasakan adalah pada tahun 2014 kemarin dan masih terus berlanjut pada
tahun ini, yakni tahun 2015.
Oleh karena itu, mempertimbangkan dari ketiga latar belakang tersebut,
maka bisnis lukisan pada saat ini merupakan hal yang sangat menjanjikan, baik dalam
segi finansial maupun peluang usahanya, ditilik dari sejarah perkembangan dunia seni
lukis sejak jaman beberapa abad lalu. Pada jaman sekarang hal ini ditandai dengan
banyak bermunculnya galeri-galeri yang sering juga mengadakan pameran lukisan dan
balai lelang yang tersebar di berbagai tempat dan mempunyai pangsa pasar yang spesifik
dan bersifat eksklusif.
Namun menurut hemat kami, kehadiran kedua institusi tersebut belum dapat
memenuhi permintaan dan kebutuhan pasar lukisan secara menyeluruh. Dikarenakan
tata cara pemasarannya yang masih bersifat konvensional, pilihan lukisan yang kurang
beragam dikarenakan lambatnya regenerasi para pelukis dan harga yang ditawarkan
cenderung untuk segmentasi menengah keatas. Harga lukisan yang cukup tinggi menjadi
sangat kontras jika menilik keadaan sebagian para pelukis maupun keluarga pelukis di
dalam negeri yang masih belum sejahtera secara ekonomi.
Hal ini menjadi pemicu bagi penulis, Faris Ash Shiddieqy, mahasiswa
Universitas Bina Nusantara untuk menciptakan suatu usaha yang bergerak di bidang
produksi, penjualan, jasa event organizer pameran, konsultan barang seni khususnya
lukisan dan distribusi dalam hal lukisan beserta kelengkapannya dengan tujuan
menyediakan produk lukisan yang berkualitas baik namun dengan harga yang kompetitif
sehingga semua segmen masyarakat dapat berkesempatan untuk turut memiliki
sekaligus berinvestasi pada karya seni rupa anak bangsa, serta turut membantu
regenerasi para pelukis, melakukan optimalisasi karya mereka sehingga karya mereka
dapat diapresiasi secara maksimal dan turut serta membantu dalam memperbaiki
kehidupan ekonomi para pelukis maupun keluarga pelukis secara kebih baik lagi,
sekaligus dengan semangat membantu konservasi dan pelestarian budaya Indonesia.
Bisnis ini juga dimaksudkan sebagai tugas akhir dalam kegiatan perkuliahannya. Usaha
tersebut dinamakan Ef-Art Enterprise.
1.1.4 Faktor Yang Menentukan Tingginya Harga Lukisan
Menurut Amir Sidharta (2013), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingginya nilai / harga dari suatu karya lukisan, yakni sebagai berikut:
Tabel 1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Harga Lukisan
No
Faktor yang mempengaruhi
1
Semakin populernya nama seorang pelukis, disebabkan kegiatan pameran
yang diselenggarakan, pengakuan brand name yang diberikan oleh komunitas
para pecinta seni rupa, pakar, pengamat serta kolektor lukisan
2
Prestasi dari seorang pelukis, seperti pernah memenangkan penghargaan
dalam kompetisi seni rupa
3
Pada masa kapan lukisan tersebut dibuat. Pada umumnya, perjalanan karir
seorang pelukis dapat dibagi dalam beberapa periode yang dapat menentukan
puncak karir dari seorang pelukis dalam berkarya
4
Media lukisan yang digunakan, apakah menggunakan kanvas atau kertas /
papan
5
Ukuran. Pada umumnya pelukis menetapkan suatu nilai dari karya lukisannya
berdasarkan ukuran lukisannya
6
Sudah wafatnya pelukis tersebut, sehingga menyebabkan kelangkaan pada
karya lukisannya
7
Permintaan pasar yang tinggi terhadap suatu karya dari pelukis sehingga
menyebabkan naiknya harga dari karya pelukis tersebut
1.2
Logo Usaha Ef-Art Enterprise
Gambar 1.1 Logo Ef-Art Enterprise
1.3
Visi Dan Misi Perusahaan
1.3.1
Visi
Terwujudnya perusahaan penyedia lukisan-lukisan berkualitas yang dapat
memenuhi ekspektasi konsumen dengan kualitas yang baik, asli serta harga yang
kompetitif dan reasonable sekaligus dapat membantu mengedukasi para calon
kolektor untuk berinvestasi melalui lukisan.
1.3.2 Misi
1. Memenuhi
kebutuhan
konsumen
akan
lukisan-lukisan
yang
berkualitas dan orisinil.
2. Memberikan service excelent untuk menjamin kepuasan konsumen.
3. Memberikan edukasi terhadap konsumen mengenai lukisan-lukisan
yang beredar di pasaran, termasuk edukasi akan investasi melalui
lukisan tersebut.
4. Membantu untuk mengorbitkan para pelukis-pelukis muda berbakat
maupun yang telah berpengalaman agar namanya dapat dikenal oleh
masyarakat luas pada umumnya dan oleh masyarakat seni rupa pada
khususnya sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap karyakarya yang dihasilkan.
5. Turut serta membantu memajukan seni lukis karya asli Indonesia,
baik karya-karya pelukis yang telah tiada maupun para pelukis yang
masih produktif dalam menghasilkan karya.
6. Turut serta membantu pemerintah untuk melakukan konservasi
budaya asli Indonesia melalui hasil karya para pelukis tanah air.
1.4
Evaluasi Problem Pasar-Latar Belakang Permasalahan
1.4.1
Marak beredarnya lukisan palsu di masyarakat
Salah satu masalah dalam pasar senirupa adalah marak beredarnya
lukisan-lukisan palsu. Dibilang palsu, Karena lukisan tersebut bukan dilukis oleh
pelukis aslinya. Pelukisnya adalah seniman-seniman spesialis pemalsu karya
para maestro senirupa bekerja sama dengan para penjual lukisan palsu, baik itu
penjual skala kecil maupun besar. Salah satu indikasi marak beredarnya lukisan
palsu adalah saat banyak ditemukannya lukisan-lukisan non original tersebut di
dalam gedung Bank Indonesia pada tanggal 16 Februari 2011. Di antaranya yang
diduga palsu adalah lukisan Raden Saleh, Popo Iskandar, Wakidi, Hendra
Gunawan, Basuki Abdullah, Abdullah SR, Lee Man Fong, S Sudjojono, Affandi,
Otto Djaya, Dullah, Ernest Dezentje, Trubus S, William Trooat, Liem Tjoe Ing,
dan Srihadi yang karyanya berusia antara puluhan hingga ratusan tahun.
Dalam artikel diatas disebutkan bahwa lukisan-lukisan palsu karya
pelukis terkenal sudah marak beredar di masyarakat, bahkan sudah menghiasi
dinding-dinding yang ada di dalam Bank Indonesia yang merupakan central
bank negara ini. Hal ini menjadi sangat mengkhawatirkan, dikarenakan Bank
Indonesia yang dikenal sebagai salah satu lembaga yang mempunyai sistem
manajemen dan pengawasan yang terbaik di negara ini masih dapat ditembus
oleh para produsen dan penjual lukisan-lukisan palsu yang tidak hanya
mementingkan keuntungan semata, tetapi juga telah merugikan negara ratusan
juta hingga puluhan milyar rupiah.
Tentu potensi masalah yang terjadi di masyarakat pecinta seni dapat lebih
besar, disebabkan adanya kecenderungan para pemalsu dan penjual lukisan palsu
yang menawarkan barang dagangannya dengan harga yang lebih murah
dibandingkan harga lukisan pelukis terkenal yang asli di pasaran. Hal ini tentu
sangat miris, disaat konsumen pecinta seni telah merasa puas dan dengan
bangganya karena telah merasa memiliki lukisan-lukisan karya pelukis terkenal
namun pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa lukisan-lukisan yang
mereka koleksi ada beberapa, sebagian maupun seluruhnya adalah palsu.
Sudah banyak contoh kasus di media, baik cetak maupun online yang
memberitakan tentang kasus kepemilikan lukisan-lukisan palsu yang ada di masyarakat.
Hal ini tentu dapat membuat para kolektor seni rupa kecewa karena merasa dirugikan
puluhan juta hingga milyaran rupiah dan dapat membuat mereka jadi curiga bahkan
tidak percaya lagi terhadap lukisan-lukisan yang dijual di pasaran. Apabila hal tersebut
terus dibiarkan terjadi tentu akan berakibat buruk terhadap pasar seni rupa yang sudah
terbentuk puluhan bahkan ratusan tahun lamanya di negara ini. Pelukis-pelukis berbakat,
keluarga pelukis terkenal, ataupun pedagang-pedagang lukisan yang jujur akan
merasakan imbas kerugian yang tidaklah kecil disebabkan masalah yang tengah terjadi
ini.
1.4.2
Kesadaran masyarakat yang lebih memilih instrumen investasi tradisional
dibandingkan pada instrumen investasi alternatif seperti seni rupa /
lukisan.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa masyarakat Indonesia
cenderung untuk lebih memilih berinvestasi pada instrumen investasi tradisional seperti
menabung di bank / deposito, investasi emas dan perak, juga investasi pada mata uang
asing, reksadana maupun di bursa saham dan yang akhir-akhir ini booming adalah
investasi pada bidang properti. Investasi alternatif seperti karya seni rupa / lukisan
belum menjadi pilihan dikarenakan kurangnya informasi mengenai segala hal tentang
investasinya. Untuk mengetahui kinerja
1.4.2.1 Kinerja Investasi Pada Sektor Keuangan
Tabel 1.2. Alokasi Portfolio Awal Tahun 2012
Sumber : http://vibiznews.com/2014/05/22/memilih-instrumen-investasi-yangmenguntungkan/
Ketika pada akhir tahun dilakukan perhitungan hasil investasi sekaligus evaluasi
atas arahan investasi pada awal tahun 2012, diketahui bahwa kinerja instrumen investasi
tidak memenuhi tingkat pencapaian yang optimal. Berikut adalah diagram sesuai arahan
alokasi instrumen dalam portfolio investasi yang dibuat berdasarkan perkiraan pada
awal tahun 2012 dan reailisasinya pada akhir tahun 2012:
Tabel 1.3 Alokasi Portofolio Tahun 2012
Sumber : http://vibiznews.com/2014/05/22/memilih-instrumen-investasi-yangmenguntungkan.
Dari tabel di atas, dapat dilihat rata-rata hasil investasi pada akhir tahun 2012 hanya 2%
dari 8% yang diharapkan pada awal tahun 2012. Secara total jumlah portfolio investasi
meningkat 4%, yaitu menjadi Rp.158,657 dari Rp.152,867 milyar rupiah. Namun, pada
beberapa instrumen investasi mengalami penurunan atau berkurang dibandingkan awal
tahun, yaitu Saham dan Reksadana.
Berikut adalah data perencanaan dan alokasi portfolio pada akhir tahun 2013:
\
Tabel 1.4 Alokasi Portofolio Tahun 2013
Sumber : http://vibiznews.com/2014/05/22/memilih-instrumen-investasi-yangmenguntungkan/
1.4.2.2 Kinerja Investasi Pada Sektor Logam Mulia
Tabel 1.5 Kinerja Investasi Pada Sektor Logam Mulia 5 tahun terakhir
Sumber : http://devino.wordpress.com/grafik-harga-emas/
Dari tabel di atas, dapat dilihat rata-rata hasil investasi pada sektor logam mulia pada 5
tahun terakhir yaitu, emas yang pada tahun 2011 memiliki nilai Rp.352.000,-/gram,
tahun 2015 menjadi Rp.487.000,-/gram. Maka dapat disimpulkan bahwa emas memiliki
pertumbuhan investasi selama jangka waktu tersebut sebesar 38% atau 7,6% per
tahunnya.
1.4.2.3 Kinerja Investasi Pada Sektor Properti
Tabel 1.6 Kinerja Investasi Pada Sektor Properti
Sumber : http://mengelolakeuangan.com/investasi-emas-atau-saham-atau-reksadanaatau-properti/
Dari tabel di atas, dapat dilihat rata-rata hasil investasi pada sektor properti pada 10
tahun terakhir yaitu sebesar 18,64% per tahun.
1.4.3
Harga lukisan yang tinggi
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada awalnya hingga saat ini lukisan
dikategorikan sebagai kelas barang mewah (tersier / lux). Semakin tinggi harga suatu
lukisan biasanya memiliki kualitas yang semakin baik pula dan tentu akan semakin
membuat kolektornya bangga karena telah memiliki lukisan tersebut. Persoalan harga
tinggi tidak akan menjadi masalah bagi para calon kolektor yang berasal dari segmen
kalangan atas, namun sebaliknya akan menjadi kendala bagi para pecinta seni yang
berasal dari kalangan menengah kebawah yang memilliki keinginan mengoleksi lukisan
berkualitas namun terbentur oleh masalah dana yang tidak cukup, sehingga mereka
cenderung mengoleksi lukisan-lukisan dengan kualitas seadanya bahkan lukisan palsu
untuk dipajang di dinding rumah. Tentu akan sangat dilematis bagi mereka untuk
mengoleksi lukisan-lukisan dengan harga yang cukup tinggi, dikarenakan masih harus
memenuhi kebutuhan premier maupun sekunder bagi dirinya maupun keluarganya.
Tiga contoh problem pasar tersebut kami anggap sebagai tantangan maupun
peluang yang menarik. Tantangan untuk selalu menyediakan karya lukisan-lukisan asli
dan berkualitas namun dengan harga yang bersaing akan menciptakan peluang bagi
kami untuk memberi solusi yang bermanfaat bagi masyarakat pecinta seni maupun
awam.
1.4.4
Pendapatan
pelukis
masih
belum
sesuai
/
masih
rendah
dibandingkan harga lukisannya.
Dunia seni lukis tanah air dalam 20 tahun belakangan ini telah mendapatkan
apresiasi yang baik dari masyarakat, baik itu pejabat, kolektor, pengusaha maupun para
pecinta seni. Ini dibuktikan dengan maraknya pameran-pameran yang diselenggarakan
dan mendapatkan respon atau animo yang baik dari masyarakat. Harga suatu hasil karya
lukisan yang memiliki rentang dari jutaan hingga milyaran rupiah pun tetap laku terjual
demi untuk memenuhi hasrat akan kesenian sekaligus memperindah rumah-rumah
maupun perkantoran para pembelinya. Hal tersebut sangat baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan dalam dunia seni rupa.
Namun yang terjadi bagi pendapatan sebagian besar pelukis tanah air adalah
tidak berbanding lurus dengan harga lukisan mereka di pasaran. Hal ini disebabkan para
pelukis banyak yang tidak menguasai ilmu pemasaran dan manajemen, mereka hanya
fokus terhadap kegiatan dalam melukis sehingga mereka menyerahkan segala urusan
pemasaran dan manajemen hasil karyanya kepada pihak ketiga, yakni pengusaha
pemilik lelang maupun manajemen yang berpengaruh dalam dunia seni rupa.
Para pengusaha lelang dan manajemen seni rupa tersebut meminta komisi yang
tinggi dari hasil penjualan lukisan yang dipasarkan oleh mereka, bahkan ada yang
mematok komisi hingga 80% dari hasil penjualan lukisan. Hal tersebut menjadi kurang
menguntungkan bagi para pelukis, yang menggantungkan hidupnya dalam berkarya di
dunia seni rupa dan kebanyakan tidak memiliki usaha di bidang lain selain melukis saja.
Fenomena tersebut merupakan salah satu pemicu penulis untuk membuat suatu usaha
yang bernama Ef-Art Enterprise yang dapat membantu memfasilitasi para pelukis untuk
mengembangkan karyanya, memasarkan hasil karyanya sekaligus memberikan
pendapatan yang layak bagi mereka.
1.4.5
Semangat Konservasi dalam Dunia Seni Rupa masih Cenderung
Rendah
Berdasarkan
Glenn
Wharton
dalam
jurnal
THE
CHALLANGES
of
CONSERVING CONTEMPORARY ART (2005:164-178), dijelaskan bahwa salah satu
tantangan besar dalam dunia seni rupa adalah dalam hal konservasi karya lukisan.
Pelukis besar dan memiliki karya yang luar biasa, baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas, namun saat meninggal dunia masih banyak yang tidak terpelihara dengan
baik, sehingga dapat menyurutkan minat masyarakat dalam berinvestasi dalam hal seni
rupa.
Banyak karya pelukis tersebut yang mengalami degradasi kualitas dikarenakan
kerusakan-kerusakan yang terjadi disebabkan oleh penuaan, kelembaban cuaca,
penyimpanan yang tidak sesuai, kualitas cat yang kurang baik sehingga berpuluh hingga
beratus tahun kemudian lukisan-lukisan tersebut berkurang nilainya. Hal ini pun
menjadi tantangan dan peluang bagi kami, Ef-Art Enterpise untuk melakukan sekaligus
mengajak masyarakat pecinta seni rupa dalam hal kegiatan konservasi seni rupa /
lukisan, sehingga nilai yang terkandung dalam suatu karya tersebut dapat terjaga dengan
semestinya.
1.5
Model Bisnis
Gambar 1.2 Model Bisnis
Model bisnis di atas menjelaskan proses pembentukan nilai oleh suatu bisnis.
Semua elemen saling berkaitan dan berperan penting terhadap kesinambungan jalannya
sebuah bisnis.
Dalam menjalankan proyek bisnis ini, tim Ef-Art Enterprise memiliki
kemampuan-kemampuan dasar untuk menjalankan sebuah bisnis yaitu di bidang
operasional, produksi, finansial, dan pemasaran. Selain itu ketertarikan setiap anggota
tim pada dunia seni dan pengalaman yang pernah dimiliki dalam menjalankan bisnis di
bidang seni rupa sebelumnya dapat menjadi bekal bagi tim untuk melaksanakan proyek
bisnis ini dengan baik.
Dalam menjalankan bisnis ini, tim Ef-Art Enterprise juga bekerja sama oleh
beberapa pihak penjual yang memasok barang-barang untuk menunjang bisnis yang
dilakukan. Pasokan bingkai misalnya diproduksi dan didistribusikan oleh Johan’s Frame
serta Han’s Frame. Ketersediaan cat-cat dan alat lukis lainnya dipasok dari toko alat
lukis Prapatan yang berpusat di daerah Jatinegara, Jakarta Timur dan mempunyai
cabang di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan. Selain itu, kegiatan seperti foto produk,
desain grafis dan pembuatan webstore juga dilakukan secara terspesialisasi oleh mitra
bisnis.
1.5.1
Penjelasan Bisnis Model Berdasarkan Value Proposition
Berdasarkan Gambar 1.2 tentang model bisnis, Ef-Art Enterprise 4 (empat)
layanan utama yang diwakilkan oleh blok warna tersendiri dan saling terhubung dengan
unsur-unsur didalam bagan bisnis model tersebut, yaitu :
1. Menyediakan solusi atas kebutuhan seni rupa / lukisan dengan adanya jaminan
keaslian pada karya yang dipasarkan. Layanan ini diwakili oleh blok berwarna
kuning. Layanan ini memiliki Key Partners yaitu pedagang lukisan, toko bingkai
dan alat-alat lukisan, serta dari pihak Kepolisian. Cost Structure yang
dikeluarkan adalah biaya penyewaan ruangan hotel, museum serta pusat
perbelanjaan. Key Resources yaitu lukisan-lukisan yang diikutsertakan dalam
pameran serta marketing, Key Activities yang dilakukan yakni penjualan lukisan
secara langsung maupun melalui pameran dan lelang. Customer Segments yang
dituju yaitu kolektor dalam negeri dan luar negeri, pecinta seni rupa serta
masyarakat yang ingin berinvestasi. Customer Relationships yang dijalankan
yaitu melalui media sosial dan email serta dengan pelayanan yang personal dan
cepat. Channels yang digunakan yaitu melalui website, penjualan langsung dan
melalui pameran serta lelang. Adapun Revenue Streams didapatkan dari
penjualan lukisan secara langsung, hasil pameran dan lelang maupun secara
online.
2. Memberikan edukasi akan investasi pada lukisan yang dipasarkan. Layanan ini
diwakili oleh blok berwarna ungu. Layanan ini memiliki Key Partners yaitu
galeri seni dan balai lelang. Cost Structure yang dikeluarkan adalah biaya acara
pameran, lelang serta talkshow. Key Resources yaitu marketing menggunakan
handphone, katalog serta laptop. Key Activities yang dilakukan yakni penjualan
lukisan secara langsung. Customer Segments yang dituju yaitu kolektor dalam
negeri dan luar negeri, pengusaha dan pekerja seni, pecinta seni rupa serta
masyarakat yang invin berinvestasi (investor). Customer Relationships yang
dijalankan yaitu melalui media sosial serta dengan pelayanan yang personal dan
cepat. Channels yang digunakan yaitu melalui website, sosial media yang
berhubungan dengan seni rupa serta melalui pameran dan lelang. Adapun
Revenue Streams didapatkan dari penjualan lukisan secara langsung serta
talkshow tentang investasi lukisan.
3. Jasa event organizer pameran lukisan yang berpengalaman dan professional.
Layanan ini diwakili oleh blok berwarna hijau. Layanan ini memiliki Key
Partners para pelukis, pedagang lukisan, toko bingkai dan alat lukisan, hotel,
museum dan pusat perbelanjaan serta galeri seni. Cost Structure yang
dikeluarkan adalah biaya penyewaan ruangan hotel, museum serta pusat
perbelanjaan serta biaya acara pameran, lelang dan talkshow. Key Resources
yaitu lukisan yang diikutsertakan dalam pameran maupun lelang, usaha
marketing, serta mengandalkan mobil angkutan. Key Activities yang dilakukan
yakni membuat pameran lukisan beserta lelang lukisan. Customer Segments yang
dituju yaitu para pengusaha dan pekerja seni. Customer Relationships yang
dijalankan yaitu senantiasa mengusahakan memberikan pelayanan yang personal
dan cepat. Channels yang digunakan yaitu melalui website, penjualan lukisan
secara langsung, penggunaan sosial media yang berhubungan dengan seni rupa
serta melalui pameran dan lelang, serta melalui pameran dan lelang. Adapun
Revenue Streams didapatkan dari hasil pameran dan lelang serta hasil jasa Event
Organizer.
4. Semangat konservasi terhadap hasil karya lukisan. Layanan ini diwakili oleh
blok berwarna biru. Layanan ini memiliki Key Partners para pelukis, toko
bingkai dan peralatan lukisan serta hotel, museum dan pusat perbelanjaan. Cost
Structure yang dikeluarkan adalah biaya material untuk restorasi lukisan. Key
Resources yaitu menggunakan marketing. Key Activities yang dilakukan yakni
melakukan restorasi terhadap lukisan. Customer Segments yang dituju yaitu
kolektor dalam negeri dan luar negeri serta pecinta seni rupa. Customer
Relationships yang dijalankan yaitu melalui media sosial, melalui email serta
pelayanan yang personal dan cepat. Channels yang digunakan yaitu melalui
website dan sosial media yang berhubungan dengan seni rupa. Adapun Revenue
Streams didapatkan dari biaya jasa restorasi lukisan.
1. Value Proposition - Offer
Dari sisi produk, Ef-Art Enterprise menawarkan produk-produk lukisan
yang memiliki kelas dan kualitas di atas rata-rata hasil karya pelukis-pelukis
berbakat serta berpengalaman yang telah bekerja sama dengan pihak kami.
Lukisan-lukisan karya pelukis-pelukis tersebut terdiri dari banyak variasi aliran,
yakni realisme, surealisme, ekspresionisme, impresianisme, naturalisme,
kubisme, pointilisme dan juga abstraksi. Banyaknya variasi aliran lukisan yang
ditawarkan Ef-Art Enterprise tersebut dapat membantu mengakomodir sekaligus
memberikan banyak pilihan bagi para calon pembeli yang memiliki minat dan
keinginan yang beragam untuk mengoleksi karya-karya lukisan dari kami.
Walaupun lukisan-lukisan yang ditawarkan oleh Ef-Art Enterprise
memiliki banyak variasi aliran yang berbeda, namun setiap lukisan tersebut
memiliki persamaan-persamaan, yaitu kualitas yang selalu dikontrol dan akan
mengalami peningkatan secara terus menerus, harga yang bersaing dan juga
before sales service, yakni menjamin security atau keaslian dari karya-karya
lukisan yang dipasarkan, yakni dengan mencantumkan sertifikat keaslian bagi
setiap lukisan tersebut, jaminan bahwa karya tersebut bukan merupakan hasil
pencurian, serta jika diperlukan kami membantu memfasilitasi proses identifikasi
suatu lukisan melalui proses forensik, hasil kerjasama dengan Kepolisian
(tergantung permintaan pembeli, seluruh biaya uji forensik ditanggung oleh
pembeli). Kami juga menyediakan after sales service dengan jaminan akan
melakukan reparasi lukisan-lukisan yang dibeli para pelanggan dari pihak Ef-Art
Enterprise apabila terdapat kerusakan pada kanvas, cat dan atau bingkai dengan
syarat-syarat tertentu.
Dari sisi jasa, Ef-Art Enterprise akan senantiasa mengadakan kegiatan
pameran lukisan yang bersifat periodik, yakni 2-4 bulan sekali. Kegiatan
pameran lukisan yang dilaksanakan Ef-Art Enterprise diselenggarakan di lobby
atau ballroom hotel, pusat perbelanjaan seperti mal, gedung pusat pertemuan
seperti Jakarta Convention Centre maupun gedung perkantoran dan
pemerintahan yang bisa disewakan untuk kegiatan pameran tersebut. Dengan
pengalaman kami menyelenggarakan pameran-pameran lukisan dan disertai
tenaga profesional dalam bidang seni rupa, maka diharapkan dapat membuat
calon customer semakin yakin untuk menggunakan jasa kami. Kami juga
menawarkan jasa penyewaan lukisan kepada pihak individu maupun perusahaan
yang membutuhkan.
Nilai investasi juga merupakan hal penting yang harus dipikirkan
matang-matang dalam membeli suatu barang, apalagi barang tersebut adalah
karya seni seperti lukisan. Kami melalui Ef-Art Enterprise berkeinginan untuk
mengajak
para
calon
kolektor
/
pembeli
karya
seni
rupa
untuk
mempertimbangkan nilai investasi tersebut. Walaupun pada dasarnya harga
lukisan di masa datang tidak dapat diprediksi, namun setelah mempelajari dari
tren yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa investasi di dunia seni rupa
menunjukkan tren yang positif dari waktu ke waktu, maka calon kolektor tidak
perlu khawatir untuk menginvestasikan pendapatannya melalui lukisan-lukisan.
Kami akan senantiasa membantu menginformasikan tentang perkembanganperkembangan yang terjadi dalam dunia seni rupa, termasuk harga-harga dari
karya-karya lukisan yang dipasarkan.
Nilai preposisi yang akan dibentuk melalui produk dan jasa yang ditawarkan
adalah symbolic dan emotional. Kedua nilai ini dibentuk berdasarkan kebutuhan
self-esteem (penghargaan diri) yang ada pada setiap individu.
a.
Symbolic Value
Symbolic value dikembangkan untuk dapat menarik bagi jati diri
konsumen dengan membuatnya merasa memiliki kebanggaan apabila memiliki
lukisan dengan kualitas yang baik terpasang di rumahnya. Nilai ini berangkat
dari produk-produk lukisan Ef-Art Enterprise yang memiliki karakteristik aliran
lukisan yang berbeda-beda namun tetap dengan kualitas yang baik dan terkontrol
yang memberikan kepuasan tersendiri bagi konsumen.
Hal tersebut dibangun melalui atribut-atribut produk seperti warna yang
dihasilkan dari cat minyak maupun akrilik yang berkualitas dan penggunaan
bahan kanvas maupun bingkai yang baik. Lukisan-lukisan yang dipasarkan EfArt Enterprise memiliki gaya periodesisasi mulai dari jaman renaissance
(klasik) hingga jaman modern sekarang atau yang biasa disebut lukisan
kontemporer, sehingga konsumen diberikan banyak pilihan macam lukisan dan
tidak membuat mereka bosan. Dengan identitas yang didapat melalui produk
lukisan kami, maka konsumen akan dapat mengekspresikan dirinya. Secara
langsung, konsumen sebagai individu dapat membuktikan eksistensi dirinya di
dalam kalangan sosialnya.
b.
Emotional Value
Emotional value yang dibangun melalui produk-produk lukisan dari EfArt Enterprise adalah emotional attachment. Dengan mengembangkan fitur-fitur
dan atribut tertentu pada produk kami, maka diharapkan dapat tercipta
keterikatan emosi, dimana konsumen akan menggantung lukisan-lukisan yang
kami pasarkan di dinding ruangan bagian rumahnya. Keterikatan emosi dari diri
konsumen timbul karena adanya rasa kebanggaan karena telah memiliki lukisan
yang berkualitas, asli dan memiliki filosofi yang baik, serta dengan
mempertimbangkan peluang investasi yang baik di masa datang.
Untuk menciptakan rasa tersebut, maka perlu diperhatikan secara detil
dari segi atribut-atribut produk seperti kualitas pelukis, kualitas cat, kualitas
bahan kanvas dan bingkai. Hal ini untuk memastikan bahwa produk-produk
lukisan yang dipasarkan oleh Ef-Art Enterprise memiliki kualitas dan durabilitas
baik agar konsumen dapat menikmatinya dalam waktu yang lama. Brand concept
merupakan alat yang penting untuk membangun nilai emosional dalam jangka
panjang. Hal ini dapat dibangun melalui atribut– atribut atau elemen merek yang
secara konsisten dapat memberikan experience tersendiri kepada konsumen
seperti misalnya melalui konsep-konsep lukisan yang ditawarkan.
2. Customer
Produk-produk lukisan yang ditawarkan dan dipasarkan oleh Ef-Art
Enterprise memiliki segmentasi pasar menengah kebawah hingga kalangan atas
dengan rentang usia 21–75 tahun yang berdomisili di kota–kota besar. Karakteristik
target pasar Ef-Art Enterprise adalah memiliki ketertarikan terhadap dunia seni pada
umumnya dan seni rupa pada khususnya dan selalu mengikuti perkembangan serta
mencari informasi tentang seni. Untuk jasa, Ef-Art Enterprise menargetkan
pasarnya lebih terfokus kepada pelukis, keluarga pelukis dan atau kolektor yang
ingin dibantu dalam hal pemasaran melalui pameran-pameran yang sering kami
adakan.
Produk-produk lukisan dari Ef-Art Enterprise selain dijual melalui pameranpameran yang rutin kami selenggarakan, juga kami tawarkan langsung ke
perumahan-perumahan maupun perkantoran dan hotel, didistribusikan ke toko-toko
yang memiliki kesamaan konsep dengan produk-produk lukisan dari Ef-Art
Enterprise maupun kepada balai–balai lelang lukisan baik di Indonesia maupun
diluar negeri, serta online shop yang memiliki konsep khusus penjualan seni rupa
yang kami miliki yang beralamat situs www.efartenterprise.com. Kami pun
memasok lukisan ke art online shop lain yang telah dikenal masyarakat seni, yakni
www.artweb.com dan www.saatchionline.com.
Layanan juga merupakan hal penting yang dapat membangun hubungan
baik dengan konsumen. Sebagai langkah awal kami memberikan after sales service
berupa garansi dengan jaminan akan melakukan reparasi
secara cuma-cuma
terhadap lukisan-lukisan yang dibeli para pelanggan dari pihak Ef-Art Enterprise
apabila terdapat kerusakan pada kanvas, cat dan atau bingkai dengan syarat-syarat
tertentu.
1.6
Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir business start up Ef-Art Enterprise terdiri dari 6 (enam) bab
dengan pembahasan seperti berikut ini.
•
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan mengenai alasan pemilihan bisnis, visi dan misi
perusahaan, evaluasi problem pasar-latar belakang permasalahan,
model bisnis, dan sistematika penulisan.
•
Bab 2 : Penjelasan Konsep Bisnis
Bab ini menjelaskan mengenai usaha dan produk / jasa yang ditawarkan.
•
Bab 3 : Analisis Peluang Pasar dan Strategi Bisnis
Bab ini menjelaskan mengenai analisa dan strategi yang menyangkut
dengan pasar dan strategi bisnis.
• Bab 4 : Operasional
Bab ini menjelaskan mengenai sistem operasional serta Struktur Organisasi
Perusahaan.yang terdapat di tubuh Ef-Art Enterprise.
• Bab 5 : Rencana Keuangan
Bab ini berisi tentang segala rincian keuangan yang dilakukan, meliputi
rincian biaya, proyeksi laporan laba rugi, laporan penjualan, aliran kas
serta analisa lukisan sebagai instrument investasi.
• Bab 6 : Implementasi / Realisasi
Download