TENTIR II MODUL SARAF JIWA Nichi, Devi, Christopher, Ganda

advertisement
TENTIR II
MODUL SARAF JIWA
Nichi, Devi, Christopher, Ganda, Icha, Oke, Anissa, Annisa PN, Fitri, Sisca, Aline, Aghis
Daftar Isi:
Kuliah 5. Klasifikasi gangguan jiwa……………………………………………………………
Kuliah 7. Bakteri, virus, dan jamur penyebab infeksi otak ………………….
Kuliah 12. Gangguan sensorik dan nyeri..…………………………………………………..
Kuliah 13. Obat otonom…………………………….………………………………………………….
Kuliah 14. Psikofarmakologi...………………………………………………………………………
Kuliah 15. Pemeriksaan psikiatrik…………….…………………………………………………
Kuliah 16. Kelumpuhan ekstremitas………………………….………………………………..
Kuliah 17. Tekanan intrakranial dan sindrom herniasi.………………………….
Kuliah 18. Obat lain pada sistem saraf…………………………………………………….
Gejala klinis tersebut menimbulkan hendaya (impairment/disability):
perilaku, psikologik, atau biologik, dan tidak semata-mata terletak di
dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat
Yang diartikan sebagai “disability” adalah keterbatasan/kekurangan
kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas tingkat personal (mandi,
berpakaian, makan, kebersihan diri, BAB, BAK, dll)
PPDGJ-III mengelompokkan diagnosis gangguan jiwa ke dalam 100
kategori diagnosis mulai dari F00 sampai F98, serta F99 berupa Gangguan
Jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan), untuk mengelompokkan “Gangguan
jiwa tidak khas”, secara kategori diagnosis didasarkan pada gejala klinis
yang timbul.
Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti prosedur klinis yang lazim
dilakukan dalam praktik kedokteran klinis, yaitu meliputi :
Anamnesis: s
o Alasan berobat
o Riwayat gangguan sekarang
o Riwayat gangguan dahulu
o Riwayat perkembangan diri
o Latar belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, perkawinan,
dll
Pemeriksaan:
o Fisik diagnostik
o Status mentalis
o Laboratorium
o Radiologik
o Evaluasi psikologik, dll
Diagnosis:
o Aksis I : klinis
o Aksis II : kepribadian
o Aksis III : kondisi medik
o Aksis IV : psikososial
o Aksis V : taraf fungsi
Terapi
o Farmakoterapi
o Psikoterapi
o Terapi sosial
o Terapi okupasional, dll

1
6
14
22
26
31
35
37
40

SELAMAT BELAJAR!!! Jangan lupa baca slide ya!
Kuliah 5. KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA
dr. Irmia, SpKJ

Ingat ya, bukan penyakit jiwa tapi gangguan jiwa
Tujuan mempelajari klasifikasi gangguan jiwa:
-menentukan penatalaksanaan
-menyamakan persepsi tentang istilah-istilah kejiwaan
Indikator sehat (dalam hal ini sehat jiwa) menurut WHO:
-merasa sehat dan bahagia
-mampu menghadapi tantangan hidup
- menerima orang lain apa adanya
-bersikap positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain
Definisi bahagia/persepsi tentang bahagia setiap orang berbeda-beda
Konsep gangguan jiwa:
 Gejala klinik cukup bermakna berupa sindrom atau pola perilaku dan
sindrom atau pola perilaku psikologik
 Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress)


1

Tindak lanjut:
o Evaluasi terapi
o Evaluasi diagnosis, dll
Struktur Klasifikasi PPDGJ-III
Gangguan mental
organik
Gangguan organik
dan simtomatik
Gangguan
akibat
alkohol
dan
obat/zat
F0 Gangguan Mental Organik termasuk
Gangguan Mental Simptomatik
F1 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat
Penggunaan Alkohol dan Zat Psikotif
Lainnya
Gangguan mental
psikotik
Skizofrenia
gangguan
terkait
F2 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan
Gangguan Waham
Gangguan
neurotik
dan
gangguan
kepribadian
Gangguan masa
kanak, remaja,
dan
perkemabangan
dan
yang
Gangguan afektif
F3 Gangguan Suasana Perasaan (Mood
[Afektif])
Gangguan neurotik
F4
Gangguan
neurotik,
Gangguan
Somatotrof, dan Gangguan Terkait
Stress
Gangguan
kepribadian
perilaku
dewasa
F5 Sindrom Perilaku yang Berhubungan
dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor
Fisik
F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku
Masa Dewasa
F7 Retardasi Mental
F8 Gangguan Perkembangan Psikologis
F9 Gangguan Perilaku dan Emosional
dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak
dan Remaja
dan
masa
Retardasi mental
Gangguan
masa
kanak, remaja, dan
perkembangan
F00-F03 Demensia
F04-F07, F09 Sindrom Amnesik dan Gangguan Mental Organik
F10 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
F11, F12, F14 Gangguan mental dan perilaku akibat pengunaan opioida/kanabinoida/kokain
F13, F15, F16 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau
hipnotika/stimulansia lain/halusinogenika
F17, F18, F19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau/pelarut yang
mudah menguap/zat multipel dan zat psikoaktif lainnya
F20, F21. F23 Skizofrenia, gangguan skizotipal, psikotik akut dan sementara
F22, F24 Gangguan waham menetap, gangguan waham terinduksi
F25 Gangguan Skizoafektif
F28, F29 Gangguan Psikoaktif non organik lainnya, atau YTT (yang tidak tergolongkan)
F30, F31 Episode manik, gangguan afektif bipolar
F 32-F39 Episode depresif, gangguan depresit berulang, gangguan suasana perasaan
(mood/afektif) menetap/lainnya/YTT
F40, F41 Gangguan anxietas fobik atau lainnya
F42 Gangguan obsesif kompulsif
F43, F45, F48 reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian, gangguan
somatoform, gangguan neurotik lainnya
F44 Gangguan disosiatif (konversi)
F50-F55, F59 Gangguan makan, Gangguan tidur, disfungsi seksual atau gangguan perilaku
lainnya
F60-F69 Gangguan kepribadian, gangguan kebiasaan dan impuls, gangguan identitas atau
prefensi seksual
F70-F79 Retardasi mental
F80-F89 Gangguan perkembangan psikologis
F90-F98 Gangguan hiperkinetik, gangguan tingkah laku, gangguan emosional atau fungsi
sosial khas, gangguan “Tic” atau gangguan perilaku dan emosional lainnya
2
DIAGNOSIS = ANAMNESIS (data subjektif) + PEMERIKSAAN (data
objektif)
URUTAN HIERARKI BLOK DIAGNOSIS
Penyusunan urutan blok-blok diagnosis yang berdasarkan suatu hierarki
didasarkan pada tanda dan gejala, dimana suatu gangguan yang terdapat
dalam urutan hierarki lebih tinggi, mungkin mempunyai ciri-ciri gangguan
yang terletak dalam hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya.
Terdapatnya hubungan hierarki ini memungkinkan untuk penyajian
diagnosis banding dari berbagai jenis gejala utama. suatu diagnosis atau
katergori diagnosis baru dapat dipastikan setelah kemungkinan kepastian
diagnosis/diagnosis banding dalam blok di atasnya dapat ditiadakan secara
pasti.
Urutan hierarki:
I: Gangguan mental dan organik dan simtomatik (F00-F09), gangguan
mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19)
Ciri khas: etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder
II: Skizofrenia, Gg.Skizotipal dan Gg Waham (F20-F29)
Ciri khas: gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas
III: Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) (F30-F39)
Ciri khas: gejala gg.afek (psikotik dan non-psikotik)
IV: Gangguan neurotik, Gangguan Somatotrof, dan Gangguan Terkait
Stress (F40-F49)
Ciri khas: gejala non-psikotik, etiologi non-organik.
V: Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan
Faktor Fisik (F50-F59)
Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis, etiologinon-organik
VI: Gg. Kepribadian dan perilaku masa dewasa (F60-69)
Ciri khas: gejala perilaku, etiologi non-organik
VII: Retardasi mental (F70-F79)
Ciri khas: gejala perkembangan IQ, onset masa kanak
VIII: Gangguan Perkembangan Psikologis (F80-F89)
Ciri khas: gejala perkembangan khusus, onset masa kanak
IX: Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa
Kanak dan Remaja (F90-F98)
Ciri khas: gejala perilaku/emosional, onset masa kanak
X: kode Z (Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis.
Ciri khas: tidak tergolong gangguan jiwa.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Tujuan dari diagnosis multiaksial :
o Mencakup informasi yang komperhensif (gangguan jiwa, kondisi medik
umum, masalah psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global),
sehingga dapat membantu dalam perencanaan terapi dan
memperkirakann outcome atau prognosis.
o Format yang mudah dan sistematik sehingga dapat membantu dalam:
 Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis
 Menangkap kompleksitas situasi klinis
 Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis
yang sama
o Memacu penggunaan model bio-psiko-sosial dalam klinis, pendidikan,
dan penelitian.
Diagnosis multiaksial terdiri dari 5 aksis:
Aksis I : -gangguan klinis
-fungsi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
Aksis II : -gangguan kepribadian
-retardasi mental
Aksis III : kondisi medik umum
Aksis IV : masalah psikososial dan lingkungan
Aksis V : penilaian fungsi secara global
Antara aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau
patogenesis. Hubungan antara aksis I-II-III dan aksis IV dapat timbal
balik saling mempengaruhi.
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
 Gangguan mental organik = gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis sendiri.
3
Termasuk gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak
merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak
(extracerebral).
 Gambaran utama:
1. Gangguan fungsi kognitif, misalnya daya ingat, daya pikir, daya belajar.
2. Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran dan perhatian.
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
-persepsi (halusinasi)
-isi pikiran (waham/delusi)
-suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas).
 Blok gangguan mental organik menggunakan 2 kode:
-sindrom psikopatologik (misal demensia)
-gangguan yang mendasari (misal penyakit alzheimer)
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
 Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari
intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai
gangguan psikotik yang jelas dan demensia, tetapi semua itu diakibatkan
oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa
resep dokter).
 Sistem kode:
-zat yang digunakan = karakter ke 2 dan 3
-keadaan klinis = karakter ke 4 dan 5
Misalnya, F10.03 = gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
alkohol, intoksikasi akut dengan delirium.
 Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan
berdasarkan :
-data laporan individu
-analisis objektif dari spesimen urin, darah, dsb.
-bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan
gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga).
 selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu
sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat.
analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal
adanya penggunaan akhir-akhir ini atau saat ini, namun data ini mempunyai
keterbatasan terhadap penggunaan zat masa lalu atau tingkat penggunaan
saat ini.
banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis obat, namun
bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat
tunggal (kategori dan zat) yang paling penting yang digunakannya (yang
menyebabkan gangguan yang nyata), sedangkan kode F19 (gangguan akibat
penggunaan obat multipel) hanya digunakan bila pola penggunaan zat
psikoaktif benar-benar kacau dan sembarangan atau berbagai obat
bercampur baur.
penyalahgunaan obat lain selain zat psikoaktif, seperti pencahar atau
aspirin, harus diberi kode F55.- (penyalahgunaan zat yang tidak
menyebabkan ketergantungan), dengan karakter ke 4 menunjukkan jenis
zat tersebut.
kasus gangguan mental (terutama delirium pada usia lanjut akibat zat
psikoaktif,tetapi tanpa salah satu gangguan dalam blok ini (misalnya,
penggunaan yang merugikan atau sindrom ketergantungan) harus
dimaksudkan
dalam
kode
F00-F09.
Bila
keadaan
delirium
bertumpangtindih dengan suatu gangguan dalam blok ini, maka harus
diberik kode F1x.3 atau F1x.4.
Tingkat keterlibatan alkohol dapat ditunjukkan dengan menggunakan
kode tambahan dari Bab XX ICD-10 : Y 90 (ditetapkan dari kadar alkohol
dalam darah) atau Y91 (ditetapkan dengan derajat intoksikasinya.
SKIZOFRENIA
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronik atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisikm dan budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih
(clearconsciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walalupun kemunduran kognitif tertentudapat berkembangan
kemudian.
GANGGUAN SUASANA PERASAAN (AFEKTIF/MOOD)
kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan
suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau
tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan
yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu
perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala
4
lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami
hubungannya dengan perubahan tersebut.
blok ini menguraikan gangguan afek pada semua kelompok usia, maka
gangguan yang terjadi pada masa kanak dan remaja harus diberi kode.
gangguan afektif dibedakan menurut:
-episode tunggal atau multipel
-tingkat keparahan gejala
# mania dengan gejala psikotik  mania tanpa gejala psikotik 
hipomania
# depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik  berat dengan
gejala psikotik
-dengan atau tanpa gejala somatik.
GANGGUAN
NEUROTIK,
GANGGUAN
SOMATOFORM,
DAN
GANGGUAN TERKAIT STRESS
Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stres,
dikelompokkan menjadi satu dengan alasan bahwa dalam sejarahnya ada
hubungan dengan perkembangan konsep neurosis dan berbagai
kemungkinan penyebab psikologis (psychological causation)
konsep mengenai neurosis secara prinsip tidak lagi digunakan sebagai
patokan dalam pengaturan penggolongan, meskipun dalam beberapa hal
masih diperhitungkan untuk memudahkan bagi mereka yang terbiasa
menggunakan istilah neurotik dalam mengidentifikasi berbagai gangguan
tersebut.
SINDROM PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN
FISIOLOGIS DAN FAKTOR FISIK
GANGGUAN KEPRIBADIAN DAN PERILAKU MASA DEWASA
blok ini mencakup berbagai kondisi klinis yang bermakna dalam pola
perilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup
yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri sendiri
maupun orang lain.
beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini
dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi
faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan yang lainnya
“didapat” (acquried) pada masa kehidupan selanjutnya.
RETARDASI MENTAL
adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampila
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik, dan sosial.
retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau
gangguan fisik lainnya.
hendaya perilaku adaptif selalu ada, tetapi dalam lingkungan hendaya ini
mungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang retardasi mental
ringan.
karakter keempat digunakan untuk menentukan luasnya hendaya
perilaku, bila hal ini bukan disebabkan oleh suatu gangguan lain yang
menyertainya:
F7x.0: tidak ada, atau terdapat hendaya perilaku minimal
F7x.1: terdapat hendaya perilaku yang bermakna dan memerlukan
perhatian atau terapi
F7x.8: hendaya perilaku lainnya
F7x.9: tanpa penyebutan dari hendaya perilaku
bila penyebab retardasi mental diketahui, maka suatu kode tambahan
dari ICD-10 harus digunakan (misalnya F72 Retardasi mental berat
ditambah E00 sindrom defisiensi yodium kongenital).
GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS
gangguan-gangguan yang termasuk dalam F80-F90 umumnya mempunyai
gambaran sebagai berikut:
a) Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak
b) Adanya hendaya atau kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang
berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf
pusat
c) Berlangsung secara (terus menerus tanpa adanya remisi dan
kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa
poda sebagian besar kasus, fungsi-fungsi yang dipengaruhi termasuk
bahasa, keterampulan “visuo-spatial” dan/atau koordinasi motorik.
yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan sering
menetap sampai masa dewasa).
GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL DENGAN ONSET
BIASANYA PADA MASA KANAK DAN REMAJA
GANGGUAN JIWA YTT : kategori tersisa yang tidak dianjurkan, kecuali
tidak ada kode diagnosis lain dari F00-F98 dapat digunakan.
5
Kulaih 7. BAKTERI, VIRUS, DAN JAMUR
PENYEBAB INFEKSI OTAK
Dr. dr. Mira Sudiro
Sebenarnya, sistem saraf pusat diproteksi dengan baik dari invasi
patogen. Perlindungan tersebut dalam bentuk tulang tengkorak yang kuat
dan suplai darah otak berupa sirkulasi kapiler yang tidak bocor karen
memiliki junction interseluler yang ketat.






Namun, SSP rentan terkena kerusakan tertentu. Penyakit pada ssp dapay
disebabkan :
Efek pada membran sel saraf yang abnormal sehingga impuls saraf
menjadi abnormal juga
Edema jaringan (bisa vasogenik karena banyaknya albumin di ssp atau
karena toksin)
efek pada pembuluh darah kecil, misalnya jika terjadi perubahan
sirkulasi akibat anoksia atau nekrosis
Faktor imunopatologis
Toksin
abses
INFEKSI OTAK

ENSEFALITIS : infeksi pada parenkim otak --> gejalanya hemiparesis,
kejang, gangguan kognitif, agitasi, sakit kepala jika terjadi abses akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
 MENINGITIS : Infeksi pada meningen (selaput otak) --> gejala
khasnya adalah kaku kuduk dan sakit kepala. Kaku kuduk terjadi karena
iritsi meninges sementara sakit kepala karena peningkatan TIK

VASKULITIS : infeksi pada pembuluh darah otak. Gejala fokal seperti
stroke.




GEJALA YANG LAIN yang cukup umum untuk ketiga infeksi adalah :
Demam
Sakit kepala karena TIK meningkat
Gejala neurologik progresif :
Gejala fokal : - hemiparesis, kelumpuhan saraf kranial
 Gangguan kognitif
 Kejang
Faktor risiko infeksi otak
Riwayat trauma kepala, imunitas turun (AIDS, obat imunosupresan)
Manifestasi infeksi di organ lain diluar sistim saraf.
Mis : TB paru, rash pd meningitis meningococ, infeksi telinga




Berikut adalah daftar mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi
otak. Semakin banyak + nya, berarti semakin besar kemungkinan atau
kecenderungan mikroorganisme tersebut menyebabkan infeksi pada organ
tersebut.
Ensefalitis
Meningitis
Vaskulitis
TB
+ (tuberculoma)
++
+
Cryptococcus
+
++
+
Sifilis
++
+
++
Herpes Zoster
++
+
+
Herpes Simpleks
+++
+
-
Rabies
++
-
-
Aspergilus
++ (aspergiloma)
-
-
Terkadang infeksi
meningoensefalitis.
otak
terjadi
bersama
infeksi
meninges
-->
Mikroorganisme dapat sampai ke ssp dengan cara :
a. Lewat darah : mikroorganisme ada di darah (bakteremia/ viremia) à
masuk ke BBB di otak melalui
1.
Transfer pasif melalui vakuola intraselular
2.
Dibawa oleh leukosit
3.
Bereplikasi di stroma BBB à penetrasi ke SSP

Jika Mikroorganisme masuk melalui sawar darah otak-> akan terjadi
ensefalitis

Jika melewati sawar darah dan CSF -> meningitis
6
b. Melalui penyebaran metastasis dari lokasi yang jauh (co. Dari abses
paru, endokarditis infektif, dll)
c. Melalui trauma kepala atau operasi di bagian kepala (tidak steril ->
infeksi)
d. Penyebaran dari situs parameningeal, yiatu sinus paranasal, telinga dan
mastoid, atau gigi
e. Penyebaran dari saraf itu sendiri, seperti pada polio dan rabies


Pada infeksi SSP tertentu ada manifestasi infeksi di organ lain di luar
sistem saraf.
Kalau dilihat dari perjalanan penyakit bisa akut, kronik, atau subakut.
Infeksi ssp Bisa menyebabkan sekret purulen atau serosa.
Terkadang meningitis bisa disebabkan karena penyebab aseptik. Tidak
ditemukan mikroorganisme penyebab pada pemeriksaan CSF. Hal ini dapat
disebabkan :
Viral (eg. enteroviruses, HSV, HIV) meningitis
Tuberculous meningitis
Amebic meningitis
Brain abcess
Cotiguous sinusitis, otitis
Epidural abcess
Fungal meningitis
Infectious endocarditis
Lyme disease
Syphilic meningitis
Vertebral osteomyelitis
Chemical menginitis
Cyst-related meningitis
Drug-induced meningitis (eg. Ibuprofen, sulfa-trimetoprim)
Leptospiral meningitis
Neoplastic meningitis
Etc







Meningitis Viral dapat disebabkan karena replikasi virus pada port
d'entree --> menyebabkan viremia --> menyebar secara ascending lewat
akson --> menyebabkan infeksi CNS
Port d'entree bisa berbeda
Infeksi SSp lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu karena
Meningitis tuberkulosa
Meningitis bakterial. Dapat disebabkan berbagai macam bakteri,
seperti:
Streptococcus pneumoniae
Haemophilus influenzae
Neisseria meningitidis
Escherichia coli K1
Streptococcus agalactiae (Group B)
Listeria monocytogenes
Staphylococcus aureus
Invasi bakteri bergantung pada beberapa faktr, yaitu faktor
Host : keadaan epitel dan optimalisasi sekret igA.
Bakteri : kapsul, protease IgA, adhesins, dan flora normal
Jika faktor patogen lebih dominan maka akan terjadi invasi
Patofisiologi Meningitis bakteri
Glikolisis anaerobik menyebabkan peningkatan protein CSF dan
penurunan glukosa CSF serta Peningkatan asam laktat, asidosis--> gejala
ensefalopati
Otak sebenarnya lebih rentan terhadap kerusakan. Gejala infeksi pada
otak lebih disebabkan oleh defek sel saraf--> Edema jaringan dan
pembuluh darah, dan terkadang ada faktor imunopatologis
Namun ada pula infeksi SSP yang gejalanya tidak langsung disebabkan
kerusakan sel saraf, seperti infeksi HIV SSP. HIV tidak menginfeksi
secara langsung tapi menginduksi pelepasan sitokin, dan faktor inflamasi
lainnya di otak--> gejala.
Berbagai agen lain dapat menyebabkan sindrom meningitis : dari
bakteri hingga keganasan dan intoksikasi.
Meningitis adalah kasus emergensi , sehingga penatalaksanaan yang
dilakukan harus secara empiris sebelum hasil lab yang menyebabkannya
keluar. Kalau nunggu hasil lab takutnya pasiennnya udah lewat (meninggal).
7




Prinsip pengobatan meningitis -->
liat onset, umur penderita,
epidemiologi, dan adanya penyakit lain, dll
UMUR : pada bayi kecil kurang dari 1 bulan yang sering adalah
streptococcus grup B sering ditularkan saat persalinan. Kurang dari 5
tahun, h. Influenzae.
Agen penyebab meningitis pada Remaja : N.meningitidis. Usia kebih tua
: S.pneumonia
Haemophilus Influenza saat ini sudah tersedia vaksin maka semakin
menurun
Pemeriksaan Fisik
Gejala penyerta lain : berhubungan dengan agen penyebabnya

Untuk lebih mudah menentukan penatalaksanaan penyebab meningitis,
dapat ditangani berdasarkan etiologi tersering. Jika pada:
Anak bayi usia 0-1 bulan --> Streptococcus grup B
1 bulan- 5 tahun --> H.influenzae
5 th-29 th --> paling banyak N. Meningitidis, dan kedua terbanyak
S.pneumoniae
Di atas 29 tahun --> S.pneumonia





DIAGNOSIS DAPAT JUGA DIBANTU dengan menenmukan gejala khas
etiologi mikroorganisme penyebab infeksi tersebut. Biasanya gejala khas
dapat ditemukan di daerah selain di otak. Jika ditemukan :
Rash makulopapular --> enterovirus
Rash vesikular --> herpesvirus
Petechiae-purpura --> meningococcus
Bullneck --> mumps
Demam bifasik --> enterovirus.



MENINGITIS juga dapat dibedakan berdasarkan onset nya menjadi
akur, subakut, dan kronik :
Meningitis akut
Gejala dan tanda muncul dalam 24 jam
Bersifat progresif
Subakut
Gejala dan tanda timbul pada 1-7 hari
Disebabkan virus, bakteri, leptospirosis, M.tb, fungi, sol
perimeningeal
Kronik
Gejala dan tanda tetap ada hingga lebih dari 4 minggu
Disebabkan fungi, M tb, sifilis, toxoplasma, brucella,
nematoda, dll.
ENSEFALITIS
(Meningo) ensefalitis dapat terjadi pada usia manapun, namun lebih sering
terjadi pada anak dan dewasa muda
Biasanya disebabkan virus. Seringkali gejalanya ringan atau tidak ada
gejala, tapi minoritas gejala klasik seperti ngantuk, gelisah, kelainan
kepribadian, koma muncul pada pasien. Karena regenerasi jaringan otak
tidak sebaik jaringan lain, ada kemungkinan terjadi swelling
(pembengkakan).
Regenerasi pada SSP itu sangat buruk. Sehingga kita harus waspada
terhadap sequelae seperti instabilitas emosional, disabilitas lokomotor,
hilangnya memori, dan intelektual setelah episode ensefalitis.
Terdapat Ensefalitis Paska Infeksi, yang dapat disebabkan oleh cacar,
rubella, dan setelah vaksinasi pertusis, cacar, dan cacar air. Hal ini dapat
disebabkan karena reaksi imunitas.
Terdapat pula ensefalitis degeneratif, yang dapat disebabkan cacar
(SSPE), Prion, dan Virus JC.
Defek pada sistem saraf juga dapat disebabkan karena virus-virus
itrauterin., yaitu TORCH.
ABSES OTAK
Dapat terjadi karena bakteri masuk ke jaringan otak (melalui embolus
yang terinfeksi, cerebritis) -> menyebabkan respon inflamasi di otak
untuk menahan pertumbuhan bakteri -> membentuk abses yang ditutupi
oleh kapsul kolagen dan fibroblas
Disebabkan bakteri piogenik
8






TETANUS
-disebabkan bakteri Clostridium tetani
Merupakan bakteri berflagen gram positif berspora yang anaerob obligat
Memiliki strain toksigensik dan non toksigenik
bentuknya seperti stik drum, pentolnya adalah sporanya
mensekresi toksin TETANOSPASMIN (dosis lethal 130 mikrogram )
dan tetanolisin. Tetanospasmin ini yang menyebabkan gejala tetanus pada
penderita
Patogenesis Tetanus
Terjadi trauma pada jaringan (apapun) di penderita, lalu terkontaminasi
bakteri C.tetani
Kerusakan jaringan -> potensi redoks turun -> pertumbuhan bakteri
dimulai -> tadinya cuma di jaringan nekrotik aja -> melepaskan toksin letal
yang menginvasi secara sistemik
Periode inkubasi tergantung pada jumlah dosis toksin (jumlah bakteri)
dan lokasi luka (makin jauh dari SSP makin lama) -> dari 4-5 hari hingga
berminggu-minggu









Toksin bekerja dengan berikatan pada reseptor di membran presinaptik
neuron motorik -> melalui sistem transport rerograd aksonal -> ke medulla
spinalis dan batang otak -> memblokir pelepasan glisin dan asam gammaaminobutirik inhibitori -> spasme otot volunter -> hiperfleksia dan
paralisis spastik.
MENINGITIS VIRAL
Dua jalur - melalui viremia dan akson





NEISSERIA MENINGITIDIS
Merupakan diplokokokus intraseluar gram negatif
Memiliki 13 serogrup, namun yang paling pentingg adalah serogrup A,
B,C,dan Y serta W-135
N.meningitidis merupakan flora normal pada orofaringeal 5-15% anak
dan dewasa sehat
Transmisi melalui udara pernafasan , sehingga highly contagious
Kalau orang terpapar dengan patogen, bisa sakit, atau tetap sebaga
carrier



Portal entry melalui nasofaring. Inkubasi 1-3 hari.
Komplikasi terberatnya adalah Bisa terjadi DIC (disseminated
intravascular coagulation) yang akibatnya menghabiskan semua faktor
yang diperlukan untuk pembekuan darah --> dilanjutkan dengan
pendarahan. Ingat bahwa DIC hampir selalu diikuti pendarahan.
Diagnosis lab : cairan otak dan darah serta swab nasofaring serta
materi pungsi dari petechiae untuk di smear dan kultur.
Nasofaring : untuk mencari carrier
Kulit -- liat petechiae untuk biakan. Petechiae merupakan lesi spesifik
bakteri ini yang dapat membedakannya dari penyebab meningitis lain.
Pada pemeriksaan Gram, diplokokkus bisa ditemukan intrasel atau
ekstrasel.
Kultur menggunakan agar thayer martin.
Pencegahan infeksi neisseria meningitidis adalah dengan menggunakan
vaksin (ingat vaksin haji). Vaksin ini hanya diberikan pad aindividu berisiko
tinggi, seperti pada calon haji.
TUBERKULOSIS OTAK
Tb di otak dapat menyebabkan meningitis tuberkulosis dan
tuberkuloma.
Kuman Tb di otak jika dibiarkan dapat menyebabkan abses (ingat
mekanisme pembentukan abses di otak --> tuberkuloma, meilopati, dan
radikulopati.
Gejala utama abses di otak adalah sama dengan gejala SOL -->
peningkatan tekanan intrakranial.
Walaupun pencegahan TB pada anak berupa vaksin ternyata masih
dapay menyebabkan TB paru, namun vaksin sangat mencegah terjadinya
meningitis Tb pada anak.
JAPANESE B ENCEPHALITIS
Secara geografis, terdistribusi di Rusia, Asia, dan Australia. Pola
epidemiologiknya dapat berupa sporadik kadang-kadang ada kasus,
terdistribusi secara luas di Jepang, Taiwan, Sri Lanka, Indonesia,
Singapore, Malaysia, Korea, Filipina, dan Myanmar. Selain itu, pola
epidemiologiknya juga dapat berupa regional, ada outbreak pada musim
tertentu Mei-September/April-Oktober di tempat yang lebih hangat,
mengikuti pola migratori host unggas Thailand, Nepal, India, Sri Lanka.
9
Reservoir: Binatang babi, burung, bebek, kuda, sapi, keledai, sapi,
domba, kelelawar, mule.
Vektor: Nyamuk (Culex, Aedes, Mansonia, Amergeres)
Siklus Japanese B Encephalitis Virus
Virus beramplifikasi di reservoirreservoir digigit nyamukvirus
terbawa dalam nyamuk jika nyamuk menggigit manusia/kuda infeksi
oleh JBEV. Selain itu, virus juga dapat mengalami siklus transovarium di
dalam nyamuknyamuk menggigit reservoir virus masuk ke dalam
reservoir.
Patogenesis JBE
Gigigtan nyamuk replikasi lokal dilanjutkan dengan replikasi di nodus
limfe virus menyebar, menyebabkan viremia virus di pembuluh darah
melewati endotel sawar darah-otak masuk sistem saraf pusat.
Secara klinis, keparahan JBE dipengaruhi oleh usia, faktor genetik, dan
adanya infeksi lain. Spektrum penyakit yang disebabkan oleh JBEV:
subklinik, FUO, atau ensefalitis.
Manifestasi Klinis JBE
Masa inkubasi (dari infeksi hingga muncul gejala): 5-16 hari
Fase prodromaldemam tinggi, onset akut, kekakuan otot, sakit kepala
(sangat sakit, bisa terlokalisasi di lobus frontalis dan bisa juga
generalisata), mual dan muntah 1-14 hari
Fase ensefalitis akutpenurunan sensorium (clouding of consciousness,
kegembiraan, disorientasi, stupor, koma), konvulsi, otot rigid, wajah
seperti topeng, pergerakan abnormal, rigiditas nuchal, demam tinggi,
leukositosis
Fase lanjut jika baru diobati pada fase ini, maka penyembuhan menjadi
lambat.
Sequelae: penurunan fungsi mental, instabilitas emosi, paralisis
Diagnosis Laboratorium JBE
Spesimen: -serum diambil segera pada fase akut dan 2-4 minggu
kemudian
-CSF
diambil
pada
fase
ditransportasikan pada suhu 4°C
akut
disimpan
dan
Metode:
 Tes ELISA untuk mendeteksi IgM anti JBE di cairan serebrospinal
 Peningkatan antibodi hingga 4 kali pada tes Hemaglutinin Inhibitor
(HI) pada keadaan akut dan masa penyembuhan
 Isolasi virus dari jaringan otak, darah atau CSF (pada fase awal)
menggunakan nyamuk atau kultur sel
 Deteksi
antigen
di
jaringan
otak
menggunakan
tes
imunoperoksidase/FA
 Deteksi genom di jaringan otak, CSF, dan darah melalui metode PCR
pada 1-2 hari setelah onset demam
Penanganan: Simptomatik-suportif
Sebelum terjadi infeksi, dilakukan pencegahan individual berupa imunisasi dan
menghindari gigitan nyamuk.
Kontrol penyakit dilakukan dalam dua sub bagian, yaitu kontrol vektor
(menggunakan insektisida aerial ULV, manajemen irigasi sawah, penggunaan
insektisida, penanaman padi yang membutuhkan sedikit air, penggunaan ikan
pemakan larva, dan manipulasi lingkungan lainnya, yang dapat mengurangi
nyamuk di lingkungan) dan kontrol pemeliharaan babi babi jangan suka masuk
ke dalam rumah, ada jarak tertentu antara rumah dan peternakan babi.
Imunisasi:
1. Derivat otak tikus yang telah inaktif preparat cairan/liquid dan
lyophylised.
imunisasi dalam tiga dosis, dosis pertama diberikan pada usia 6 bulan,
dosis kedua diberikan 7-14 hari setelah imunisasi pertama, dan dosis
ketiga beberapa bulan setelah dosis kedua (sebelum bayi berusia 1
tahun) berikan booster setelah 3 tahun
 Vaksin dapat menimbulkan reaksi alergi
2. Vaksin derivat sel ginjal hamster primer imunisasi diberikan 2 kali:
pada usia 6 bulan dan satu minggu setelah vaksinasi primer booster
pada usia 6-10 tahun efek samping sedikit jika dibandingkan vaksin
derivat SMB
10
3. Vaksin dari virus hidup yang dilemahkan imunisasi primer pada usia 1
dan 2 tahun, booster pada usia 6 tahun. Efek samping sedikit jika
dibandingkan vaksin derivat SMB
Indikasi vaksinasi Japanese B Encephalitis Virus:
- Anak yang tinggal di area endemik
- Ekspatriat yang bekerja di daerah endemik
- Kunjungan ke area endemik selama lebih dari 30 hari
- Pekerja di laboratorium penelitian
RABIES
Rabies termasuk virus famili Rhabdoviridae, genus Lyssavirus. Virus berbentuk
peluru 70-85 nm x 130-380 nm, enveloped virus dengan nukleokapsid heliks
berisi RNA single strand. Reservoir virus ini adalah anjing, kucing, rakun,
skunks, serigala, ferrets, karnivora lain, kelelawar, kelinci, berang-berang,
hares, woodchucks.
sensoris replikasi di ganglion dorsalis virus naik secara cepat di medulla
spinalis infeksi medula spinalis, batang otak, serebelum, dan struktur lainnya
(destruksi) infeksi desenden melalui sistem saraf ke mata, kelenjar liur,
kulit, dan organ lainnya.
Oleh karena itu, penyebaran virus rabies retrograd.
Masa inkubasi: 1-2 bulan, dapat bervariasi antara 7 hari hingga 6 tahun
tergantung lokasi luka, jumlah virus yang masuk, dan jenis virus.
Gejala klinik:
- Fase prodromal gejala sensoris lokal (parestesia, gatal, rasa
terbakar) pada lokasi luka ditemukan pada 1/3 kasus. Gejala ini
muncul beberapa jam hingga beberapa hari pengobatan sebaiknya
dilakukan pada saat prodromal ini, menggunakan imunisasi pasif.
- Fase neurologik akut (sudah sulit jika ingin diobati)
o furious rabies: demam, hipereaktif terhadap stimulus,
fluktuasi kesadaram spasme inspirasi spontan, disfungsi
autonomik, halusinasi dan kejang (jarang). Biasanya pasien
meninggal dalam waktu 7 hari.
o Paralytic rabies: demam, inkontinensia urin, kelemahan otot.
Meninggal dalam waktu 13 hari.
- Fase komatosa
Penatalaksanaan:
Interveron dan immunoglobulin rabies dosis tinggi memperpanjang penyakit.
Kesembuhan dari gejala rabies sangat jarang.
Pada binatang, rabies menyebabkan ensefalitis yang kemudian menyebar ke
organ lain bisa ada di saliva. Masa inkubasinya 14-180 hari. Virus di saliva
muncul 3-6 hari sebelum gejala nampak. Ketika hewan menggigit/mencakar
manusia inokulasi virus. Transmisi virus secara aerosol juga dapat terjadi,
pada gua kelelawar dan laboratorium. Transmisi dari manusia ke manusia sangat
jarang terjadi, walaupun memungkinkan secara teoritis.
Patogenesis
Inokulasi virus di tempat gigitan/cakaranreplikasi virus di otot rangka
virion memasuki sistem saraf tepi virus naik ke SSP melalui serat saraf
Pencegahan:
Imunisasi aktif, terutama pada orang dengan resiko: dokter hewan, pekerja
lab,
Hindari kontak dengan hwan liar, hewan yang mengalami perubahan tingkah laku
Vaksinasi seluruh hewan peliharaan.
Profilaksis setelah pajanan:
1. Perawatan luka lokal dibersihkan dengan sabun dan air setidaknya 10
menit, kemudian gunakan povidone iodine (antiseptik virusidal)
11
2. Imunisasi pasif HRIG/Human Rabies ImmunoGlobulins 20 IU.kg
efektif jika diberikan dlam waktu 7 hari setelah gigitan
3. Imunisasi aktif
ENTEROVIRUS
Famili Pikornaviridae, RNA single strand, positive sense. Terdiri atas 4
polipeptida utama dari pembelahan satu poliprotein besar. Proten VP1 dan VP3
merupakan tempat ikatan antibodi yang paling sering, sedangkan VP4
berhubungan dengan RNA viral.
Patogenesis
Enterovirus masuk melalui hidung/mulut bereplikasi di orofaringviremia
primer penyebaran virus di pembuluh darah jaringan target. Virus Echo
dan Coxsackie A menyerang kulit; Echo dan Coxsackie A, dan B. Polio dan
coxsackie menyerang otak; echo, polio, coxsackie menyerang meninges; dan
HAV menyerang hati hepatitis.
Tidak ada vaksin untuk enterovirus, kecuali polio.
Virus Polio
Virus polio masuk melalu saluran cerna masuk ke nodus limf lokal sistem
limfatik pembuluh darah virus ke limpa dan hati (pertumbuhan viseral)
viremia (ditandai dnegan febrile illness) menembus sawar darah otak
meningitis atau ensefalitis dan paralisis. Sebagian virus juga keluar melalui
feses.
Gejala klinis
Masa inkubasi 7-14 hari (3-35 hari).
Jenis gejala:
1. Poliomielitis abortif paling sering, dapat sembuh dalam beberapa
hari. Gejala: demam, malaise, kantuk berat, sakit kepala, mual, muntah,
konstipasi, dan radang tenggorokan.
2. Poliomielitis nonparalitik (meningitis aseptik) gejala yang sama
dengan poliomielitis abortif, ditambahkan dengan rasa kaku dan nyeri
pada lehr dan punggung. Gejala ini akan bertahan selama 2-10 hari
penyembuhan komplit dan cepat
3. Poliomielitis paralitik menyebabkan paralisis flaccid akibat kerusakan
neuron motorik bawah, invasi batang otak inkoordinasi, spasme yang
sangat nyeri pada otot yang tidak paralisis, penyembuhan maksimal
terjadi setelah 6 bulan, dengan sisa paralsisi menetap lebih lama
4. Atrofi otot progresif postpoliomielitis pengurangan massa otot
beberapa dekade setelah pasien mengalami poliomielitis paralitik.
Diagnosis enterovirus:
- Kultur
o Poliovirus usapan faring (pada beberapa hari pertama),
feses (hingga 30 hari), CNS (jarang positif)
o Coxsackievirus, enterovirus, dan echovirus: usapan faring,
feses (saat infeksi), CNS (pada kasus meningitis)
- Serologi
o Poliovirus IgM dan IgG naik hingga lebih dari 4 kali
o Coxsackievirus, enterovirus, dan echovirus SULIT karena
terlalu banyak serotipe.
Vaksin polio:
- Vaksin virus hidup (sabin)
o Kelebihan: efektif, imunitas seumur hidup, menginduksi sekresi
antibodi seperti pada infeksi natural, Imunisasi tidak langsung
melalui virus yang dilemahkan yang ada di komunitas, Mudah
diberikan karena per-oral, Tidak membutuhkan booster
berulang
o Kekurangan: dapat terjadi poliomielitis akibat vaksin,
penyebaran vaksin tanpa persetujuan, tidak aman bagi pasien
imunodefisien
- Vaksin virus mati (Salk)
o Kelebihan: efektif, bisa diikutsertakan dalam imunisasi rutin
DPT, stabil ditransportasikan dan disimpan, tidak ada resiko
poliomielits, aman untuk pasien imunodefisiensi
o Kekurangan: tidak menginduksi imunitas lokal saluran cerna,
membutuhkan booster untuk mempertahankan imunitas, harus
melalui injeksi, harus mencapai level imunisasi komunitas yang
lebih tinggi.
12
 Mikroskopik wet mount atau ditambahkan tinta India
menemukan gambaran ragi sperikal dengan kapsul tidak terwarnai.
 Kultur: Diinhibisi oleh sikloheksimid, koloni tumbuh dalam beberapa
hari pada suhu 37°C, identifikasi urease dan laccase
 Serologi Deteksi antigen kapsular di CSF atau serum
HIV DAN SISTEM SARAF PUSAT
HIV berasal dari famili retroviridae menginfeksi limfosit CD4+ dan
makrofag. Penyakit sistem saraf pusat pada penderita HIV dapat berupa
penyakit primer (HIV menyebabkan jejas sinaptodendritik HAND atau HAD;
makrofag sitokin Kerusakan otak). Selain itu, dapat pula terjadi penyakit
sekunder, yakni disebabkan oleh infeksi oportunis (akibat penuruan CD4+).
Infeksi Sistem saraf Pusat oleh Jamur
 Terjadi pada imunodefisiensi
 Dapat disebabkan oleh:
o Cryptococcus neoformans
o Coccidioides immitis
o Histoplasma capsulatum
o Candida albicans
o Aspergillus fumigatus
o Blastomyces dermatitidis*
o Mucormycosis
Aspergillosis serebral
Aspergillus fumigatusis adalah spesies yang paling sering menjadi patogen
manusia. Aspergillosis serebral jarang ditemukan, tetapi angka kematiannya
sangat tiggi. Pada pasien dengan imunosupresi, umumnya tampak sebagai lesi
massa otak atau infark serebral, tetapi jarang sebagi meningitis. Diagnosis
ditentukan dari PCR cairan serebrospinal dan kultur (jarang positif).
Jangan lupa belajar:



Haemophilus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Herpes simplex viruses
Cryptococcus neoformans
 Menyebabkan meningitis kronik curigai adanya HIV
 Merupakan ragi basidiomiseta dengan kapsul polisakarida besar
 Ada di feses burung dara
 Menyebabkan cryptococcosis
 Dapat menyebabkan lesi di kulit, paru, atau organ lagi
 Tidak menular dari manusia ke manusia
Morfologi dan identifikasi
Jika dikultur, menghasilkan koloni keputihan setelah 2-3 hari. Secara
mikroskopis, tampak ragi sperikal dengan diameter 5 – 10 µm, dikelilingi oleh
kapsul tebal yang tidak terwarnai. Jamur ini dapat tumbuh pada suhu 37°C
serta memproduksi laccase (fenol oksida yang menjadi katalis formasi melanin
dari substrat katekolamin).
Diagnosis
Spesimen: CSF
Pemeriksaan:
13
Kuliah 12. GANGGUAN SENSORIK DAN NYERI
dr. Manfaluthy Hakim,SpS(K)
Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan
tertentu di dalam organisme dan sekitarnya, serta menghantarkan rangsangan
ini sebagai impuls.
Menurut fungsinya reseptor dapat dibagi menjadi:
1. Ekteroseptor, yang memberitahu tubuh tentang apa yang terjadi pada
lingkungan sekelilingnya
2. Teleseptor, seperti yang terdapat pada mata dan telinga, yang mencatat
rangsangan yang berasal dari lingkungan lebih jauh
3. Propioseptor, misal reseptor labirin, yang memberi informasi tentang posisi
dan pergerakan kepala pada ruangan, tegangan pada otot dan tendon,
posisi sendi, kekuatan otot, dan gerakan serta posisi tubuh lainnya
4. Enteroseptor dan viseroseptor, yang menerima stimulus tentang peristiwa
yang berlangsung dalam organisme, terdiri atas osmoreseptor,
kemoreseptor, baroreseptor, dan lainnya
Reseptor pada kulit dibagi menjadi mekanoseptor (raba, tekanan), termoseptor
(dingin, panas), dan nosiseptor (nyeri). Reseptor ini sangat banyak jumlahnya di
kulit, terutama di antara epidermis dan jaringan ikat.
Dua kelompok besar reseptor kulit:
1. Ujung saraf bebas
Terdapat di ruangan antara sel-sel epidermis dan di antara struktur2 dari
neural, misal: meniski taktil Merkel. Ujung saraf ini hampir terdapat pada
seluruh permukaan tubuh dan menghantarkan impuls nyeri serta suhu
akibat cedera sel. Meniski taktil terutama pada ujung jari.
2. Encapsulated organ
Cuff rambut berada di tengah dan ditemukan pada kulit yang
berambut, berfungsi menghantarkan rangsang raba. Korpuskel raba dari
Meisner hanya ditemukan pada kulit tak berambut, seperti pada telapak tangan
dan telapak kaki (seperti juga pada bibir, ujung lidah, dan mukosa genital).
Daerah ini aktif terhadap raba aktif dan pasif.
Korpuskel lamellar Pacini (corpuscula lamellosa) terletak pada lapisan
kulit yang lebih dalam, terutama antara kutis dan subkutis, dan menghantarkan
sensasi tekanan. Korpuskel Krause (corpuscula bulboidea) dianggap sebagai
reseptor dungin, dan korpuskel Ruffini (corpuscula lamelosa) adalah reseptor
panas.
Kelompok reseptor kedua terdiri atas reseptor-reseptor yang terletak
pada jaringan tubuh yang lebih dalam: pada otot, tendon, fasia, dan sendi.
Reseptor otot terdiri atas beberapa jenis, yang paling penting adalah
gelendong otot yang bereaksi terhadap regangan pasif otot dan bertanggung
jawab terhadap refleks regangan. Selain itu terdapat reseptor organ tendon
Golgi. Organ tendon golgi merupakan percabangan serat saraf bermielin tebal
yang terbungkus oleh serat tendon kolagen.
Selain gelendong otot dan organ tendon Golgi masih ada jenis reseptor
lain pada daerah ini yang menghantarkan tekanan, nyeri, dan rangsangan lain,
mislanya korpuskel lamelar Vater Pacini, korpuskel Golgi-Mazzoni, dan ujung
saraf terminal.
Pada suatu akson neuron dapat kita temukan selubung Schwann dan
mielin yang dikandungnya, setiap 1-2 mm dikelilingi oleh cincin yang disebut
nodus ranvier. Nodus ini memainkan peran penting dalam perkembangan efek
rangsangan dari reseptor ke medula spinalis atau sebaliknya dengan
mengadakan konduksi cepat impuls melalui konduksi saltatori potensial aksi.
Sel-sel Schwann dilapisi oleh selapis jaringan ikat, yaitu endoneurium.
Jaringan ikat yang melapisi beberapa berkas serat saraf disebut perineurium
dan jaringan ikat yang membungkus saraf lebih besar disebut epineurium.
Lapisan jaringan ikat ini melindungi saraf dari cedera mekanis dan kontak
langsung dengan bahan yang merusak saraf. Jaringan ikat membawa pembuluh
darah yang memberi makan serat saraf.
SARAF PERIFER
Sisten saraf perifer, yaitu serat aferen dan eferen yang menyalurkan
sinyal antara SSP (sistem saraf pusat) dan perifer (bagian tubuh lain).
Divisi aferen sistem saraf perifer mendeteksi, mengkode, dan menyalurkan
sinyal-sinyal perifer ke SSP untuk diolah. Divisi ini merupakan penghubung
komunikasi yang membnatu SSP mengenal lingkungan internal dan eksternal.
Di sisi lain, SSP mengontrol organ-organ efektor (otot dan kelenjar) dengan
menyalurkan sinyal dari SSP ke organ-organ tersebut melalui divisi eferen
sistem saraf perifer. Baik proses pada eferen maupun aferen bertujuan
mempertahankan homeostasis.
Saraf perifer mengandung serat saraf aferen (sensorik) dan eferen
(motorik), bermielin dan tak bermielin, somatik dan otonom (vegetatif). Sistem
14
saraf somatik menghubungkan reseptor dengan medula spinalis dan sel motorik
kornu anterior dengan otot. Serat otonom juga terdiri atas serat aferen dan
eferen dan mempersarafi visera, pembuluh darah, serta kelenjar.
Baik serat saraf somatik maupun otonom, aferen dan eferen tidak berjalan
pada berkas yang terpisah, tetapi bercampur baur sampai mencapai titik
tujuan. Kemudian berpisah lagi karena mempersarafi otot, sendi, dan visera.
Serat saraf diklasfikasikan berdasarkan ketebalan selubung mielin dan
kecepatan konduksinya. Lihat tabel berikut:
Jenis serat
Diameter (µ)
Kecepatan (m/s)
Serat Ia (A,α)
± 17
70-120
Dari ujung anulospiral
Serat Ib (A,α)
± 16
70-100
Dari organ tendon golgi
Serat II (A, β, γ)
±8
15-40
Dari ujung meniski raba
Merkel
Serat III (A, δ)
±3
5-15
Nyeri, suhu, tekanan
Serat IV atau c
± 0,2-1
0.2-2
Nyeri, suhu, raba kasar
 Makin tebal selubung mielin, makin cepat konduksi serat saraf
Radiks posterior hnaya mengandung serat saraf aferen. Semua impuls
yang berasal dari reseptor di kulit, otot, sendi, dan organ dalam, harus melalui
radiks posterior untuk memasuki medula spinalis. Serat aferen ini adalah
cabang dari sel-sel ganglion spinalis pseudounipolar.
Serat saraf yang berasal dari
gelendong
neuromuskular
mempunyai
selubung mielin paling tebal dan mengisi
bagian medial dari radiks. Bagian tengah
radiks diisi oleh serat yang berasal dari
reseptor berkapsul dan serat yang
meneruskan rangsang lainnya, seperti
rabaan, getaran, tekanan, dan diskriminasi.
Serat yang paling lateral adalah serat yang hampir tak bermielin dan membawa
impuls nyeri serta suhu.
Zona pintu gerbang radiks posterior juga disebut daerah RedlichObersteiner (kehilangan selubung mielinnya), sehingga transisi dari serat saraf
perifer ke sentral menjadi agak tiba-tiba. Sel Schwann yang merupakan ciri
khas dari saraf perifer menghilang, digantikan oleh oligodendrosit. Hilangnya
mielin secara fisiologis pada daerah transisional, membuat serat saraf menjadi
rentan terhadap penyakit, mislanya tabes dorsalis.
Neuron dari Sistem Saraf Pusat
Serat aferen neuron pseudounipolar dari ganglion spinalis membentuk
arkus refleks monosinaptik sederhana dengan serat eferen yang sangat
spesifik dalam kornu anterior medula spinalis.
Neuron menghasilkan dan
menghantarkan
potensial
aksi. Sebuah neuron dapat
memindahkan eksitasi ke
neuron lain melalui sinaps.
Pada saat eksitasi mencapai
sinaps
(presinaptik),
bahan
transmitter
(asetilkolin) dilepaskan ke
dalam ruangan tersebut
dan
meningkatkan/menghambat (GABA) unsur post
sinaptik neuron lain. Sel
saraf tunggal menerima impuls tidak hanya dari satu atau dua neuron, tetapi
dari banyak bahkan ribuan neuron. Sejumlah besar bouton terminaux (ujung
akhir sinaptik) melekat pada bagian luar badan sel, akson, dan dendrit dari
sebuah neuron, Beberapa mempunyai efek stimulasi, lainnya berefek
menghambat.
Propriosepsi
Impuls yang berasal dari gelendong otot dan organ tendon dikirim oleh
serat konduksi tercepat yang plaing kaya mielin, yaitu serat Ia. Impuls lain
yang berasal dari reseptor di fasia, sendi, dan jaringan ikat yang lebih dalam,
berjalan dalam serat yang kurang bermielin.
15
Hanya sebagian kecil impuls proprioseptif mencapai korteks serebral
dan kemudian memasuki kesadaran. Sebagian besar berjalan dalam sirkuit
uman balik atau sistem servo dan tidak mencapai tingkat kesadaran.
Mekanisme servo perifer
Dalam proses ini, serat aferen dan eferen membentuk sebuah arkus,
yang berjalan dari gelendong otot ke motoneuron kornu anterior dan dari sini
kembali ke otot rangka. Ini disebut arkus refleks monosinaptik sederhana,
terdiri dari 2 neuron (aferen dan eferen) yang bergabung melalui sinaps.
Refleks proprioseptif monosinaptik
Ada refleks2 proprioseptif yang paling penting pada tubuh kita, yaitu
refleks patela, refleks tendon Achilles, refleks triseps, dan refleks biseps.
Ketukan ringan pada tendon otot, misalnya pada tendon otot kuadriseps
menyebabkan gelendong otot pun segera bereaksi. Dengan dikirimnya impuls ke
motoneuron kornu anterior, perangsangan neuron ini segera menyebabkan
kontraksi singkat. Arkus refleks melibatkan sedikit segmen medula spinalis,
sehingga merupakan nilai diagnostik yang nyata dalam menentukan lokasi lesi.
Contoh: refleks biseps (C5 dan C6), refleks triseps (C6 dan C7), refleks patela
(L2, L3, L4), dan refleks tendon Achilles (L5, S1, S2).
Regangan otot yang sangat singkat terjadi pada refleks ini. Mekanisme
servo berfungsi mempertahankan panjang otot.
Jadi, setiap otot berada di bawah kendali 2 sistem: panjangnya
dikendalikan oleh gelendong otot dan tegangannya dikendalikan oleh organ
tendon Golgi.
Yang disebut refleks monosinaptik sebenarnya tidak monosinaptik.
Refleks tersebut merupakan komponen polisinaptik. Untuk terjadinya gerakan
refleks dari anggota tubuh, harus ada kontraksi dari otot penggerak utama
(agonis) dan secara bersamaan relaksasi otot yang berlawanan (antagonis),
misal pada refleks biseps, maka bisps akan berkontraksi sedangkan triseps
relaksasi.
Jika kaki seseorang menyentuh kompor yang panas dengan jarinya,
dengan cepat tangan akan menraik diri dari kompor tersebut, bahkan sebelum
terasa nyeri. Dalam keadaan ini, maka reseptornya adalah nosiseptor (reseptor
nyeru). Potensial aksinya naik ke substansia gelatinosa medula spinalis, di mana
serat aferen bersinaps dengan sejumlah sel saraf interkalasi dari sistem
neuron intrinsik medula spinalis. Sistem neuron intrinsik meliputi sel traktus,
sel internunsial, sel asosiasi, dan sel radiks.
Contoh refleks lain, yaitu jika kita berjalan di atas batu yang tajam dan
runcing akan menyebabkan rasa sakit, yang segera menimbulkan urutan gerakan
terprogram. Kaki yang tangkas diangkat fleksi, dan berat badan dipindahkan ke
tungkai lain. Perpindahan segera akan menyebabkan jatuh jika otot-otot tubuh,
bahu, leher, dan lengan, tidak segera mengkompensasi ketidakseimbangan dan
memastikan posisi tegak dari tubuh. Peristiwa ini membutuhkan sirkuit yang
rumit dari medula spinalis yang berhubungan dengan daerah pusat otak dan
serebelum. Seluruh urutan ini terjadi dalam waktu 1 detik dan tidak terjadi
sampai terasa adanya nyeri.
Jaras-jaras ANATOMI FUNGSIONAL
 Jaras-jaras somatosensorik menghubungkan kulit dan struktur2 yang lebih
dalam dengan korteks serebri. Lintasan ini mencakup 3 neuron (1st order,
2nd order, 3rd order) dan 2 sinaps yang terjadi di sentral.
 Dalam sistem somatosensorik, neuron 1st order menghantarkan impuls dari
reseptor kulit dan propioseptor ke medula spinalis atau batang otak di
mana mereka membentuk sinaps dengan neuron 2nd order. Neuron 2nd
order menghantarkan impuls dari medula spinalis/batang otak ke talamus
(biasanya saraf menyebrang  kontralateral). Dan neuron 3rd order
membawa impuls dari talamus ke korteks sensorik primer di girus post
sentral.
 Badan sel neuron sensorik primer (1st order) dari saraf spinal adalah
ganglion radiks dorsalis.
 Lokasi dari sinaps primer sentralis tergantung dari jenis sensasi, namun
biasanya terletak:
* di collumna gricea posterior medula spinalis atau
* di ekstensi ke atas dari collumna ini yang masuk ke batang otak.
 Adapun sinaps kedua antara 2nd order dan 3rd order terletak di bagian
anterior dari nukleus anterolateral talamus, dan dari sini menyebar
(sensory radiation) ke korteks serebri.
 Di dalam medula spinalis, serabut2 untuk raba halus, tekanan dan sensasi
postural berjalan asendens dalam columna alba posterior ke dalam medula
di mana akan terjadi sinaps di nukleus grasilis dan kuneatus.
 Dari nukleus2 tersebut, serabut2 yang menyeberang garis tengah berjalan
asendens dalam lemniskus medialis ke talamus.
16







Serabut2 lain untuk raba halus, nyeri, dan suhu bersinaps di neuron2
di kornu dorsalis medula spinalis terutama di substansia gelatinosa.
Serabut2 dari neuron2 ini lalu menyeberangi garis tengah dan berjalan
asendens di bag. anterolateral medula spinalis.
Serabut2 untuk raba halus akan berjalan ke atas dalam traktus
spinotalamikus anterior, sedangkan untuk nyeri dan suhu akan berjalan
dalam traktus spinotalamikus lateralis.
Serabut2 dari sistem anterolateral ini berjalan melewati thalamic relay
nuclei dan juga ke non-specific thalamic projection nuclei & ke formasio
retikularis mesensefalik.
Serabut2 dari sistem lemniskal & anterolateral akan bergabung di batang
otak dengan serabut2 yang mengurus sensasi dari kepala.
Di kepala sensasi nyeri sefalik dan suhu tergantung dari nukleus spinalis
dari n. trigeminus (V),
Adapun raba halus, tekanan dan sensasi postural terutama berjalan di
nukleus sensorik dan mesensefalik dari saraf ini.
Medula spinalis dan persarafan perifer
Pada orang dewasa, medula spinalis lebih pendek daripada kolumna
spinalis. Medula spinalis kira-kira berakhir pada tingkat diskus vertebralis
antara L1-L2. Di bawah lumbal 2, spasium subarakhnoid yang seperti kantong
hanya mengandung radiks posterior dan anterior yang membentuk kauda
ekuina.
Antara C4 dan T1 dan juga antara L2 dan S3, diameter medula spinalis
membesar. Hal ini karena radiks dari ½ bagian servikalis naik ke pleksus
brakialis, mempersarafi ekstremitas atas, dan yang dari regio lumbosakral
membentuk pleksus lumbosakral mempersarafi ekstremitas bawah.
Pembentukan pleksus-pleksus ini menyebabkan serat-serat yang keluar
dari tiap pasang radiks bercabang menjadi saraf-saraf perifer yang berbeda.
Dengan kata lain setiap saraf perifer terbentuk dari serat beberapa radiks
yang berdekatan.
Ke arah perifer dari saraf, serat aferen berasal dari satu radiks dorsalis yang
bersatu dan menyuplai suatu daerah tertentu dari kulit disebut dermatom.
17
Gambar di samping menunjukkan semua dermatom tubuh, dilihat dari depan dan
belakang.
Karena dermatom berhubungan dengan berbagai segmen radiks medula spinalis,
maka mereka mempunyai nilai diagnostik yang besar dalam menentkan tingkat
ketinggian kerusakan medula spinalis



REKAMAN KULIAH ++
 Ada yang disebut somatosensorik dan ada special sensorik. Spesial
sensorik pada tubuh manusia meliputi  alat indra (penglihatan,
pendengaran, dll)
 sistem somatosensorik berasal dari lapisan ektodermal, sebagaimana kulit,
mukosa, dan sebagian alat pencernaan
 Untuk sistem somatosensorik ada 2 komponen utama  periferal dan
sentral
 Komponen perifer dimulai dari kulit, saraf, termasuk reseptornya
 Komponen sentral terdiri atas medula spinalis dan otak
 Reseptor otak sebagai lini masuk utama stimulus dari perifer masuk
 Stimulus mengubah membran resting potensial dan selanjutnya terjadi
depolarisasi dan repolarisasi dari medula spinalis sampai atas
 Reseptor di bawah kulit  ekteroseptor
 yang di dalam alat tubuh ada viseroreseptor (pencernaan), osmoreseptor di
dinding pembuluh darah, jika osmolaritas meningkat dan terjadi
hemokonsentrasi  maka rangsang akan dikirim ke otak  terjadi
kekurangan cairan dan disampaikan ke otak berupa persepsi haus
 Baroreseptor tekanan darah terletak di sinus karotikus dan arkus aorta
melalui sistem simpatik dan parasimpatik akan melakukan kompensasi
terhadap kenaikan tekanan darah
 Reseptor di kulit/ekteroseptor ada 2 jenis saraf yang ada free nerve
ending (menerima stimulus, ex: nyeri atau suhu). Yang kedua encapsulated
 menerima rangsang berupa raba halus, getaran, diskriminasi
 Secara umum jenis stimulus memilki jenis saraf tersendiri
 Otak akan mempersepsikan impuls yang ada di memori kita. Orang di
gunung gak kenal wangi parfum. Orang yang hidupnya selalu mencium bau
enak  sulit mengidentifikasi bau kotoran kambing.
 Resptor yang ada di kulit  bentuk2 beragam sesuai fungsi, ex: korpuskel
Pacini diduga untuk tekanan dan getaran, Rufini  panas, Krause  dingin,
resptor nyeri dan suhu, reseptor raba halus/sentuhan









Reseptor kulit memilki fungsinya masing-masing, Jika dalam 1 waktu
terdapat 2 stimmulus berbeda, maka kedua resptor akan bekerja sama 
sensasi berbeda
Di otot terdapat reseptor proprioseptif  menentukan posisi/sikap tubuh
(tegak)
Jika melihat histologi sistem saraf  bundel saraf yang besar terdiri atas
serabut, serabut terdiri dari serat2 saraf yang lebih kecil
Saraf motorik atau saraf sensorik dibungkus oleh endoneurium
(membungkus serat saraf dengan fungsi yang sama)
Saraf tepi ada yang kelompok motorik, sensorik atau mix
(sen+mot+otonom), contoh persarafan yang mix  N. ulnaris, medianus,
radialis
Pada jenis saraf kranial, maka sensorik murni pada saraf olfaktorius (I),
optikus (2), dan vestibulokoklear (8)
Saraf motorik murni meliputi saraf okulomotor (III), troklear (IV),
abdusen (VI), hipoglosus (XII)
Gabungan saraf motorik dan sensorik pada saraf trigeminus (V), fasial
(VII), glosofaringeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI)
Semua saraf perifer akan masuk berkumpul menjadi pleksus  rami
dorsalis akan menyalurkan sesuai dermatom
Radix posterior  wilayah sensorik/aferen; radix anterior  wilayah
motorik/eferen
Setiap ruas dalam medula spinalis adalah segmentasi/dermatom bagian
tubuh kita, sebagai cek poin. Ex: umbilikus ada di T10, papila mamae  T4,
gluteus (S1-S5), L1 di atas inguinal
Pelajari distribusi, Mana yang radialis, medianus, ulnaris ??
pada bagian Dorsal
telapak
tangan

motoriknya
N.
medianus, sensorik
 N. radialis
Dermatom saraf perifer
 pleksus  radix medula
spinalis (lihat gambar)

N.ulnaris
N.radialis
N.medianus
N.ulnaris

18

















Gangguan pada sistem somatosensorik bisa terjadi pada dermaton, yaitu
pada n.medianus  carpal Tunel
Gangguan n.radialis tennis halow
Gangguan pada saraf tepi biasanya hanya berupa gangguan segmental, misal
pada n. radialis
Gangguan pada pleksus  gangguan ketiga saraf (N.radialis, ulnaris,
medianus)
Seorang pasien tidak dapat merasakan raba halus  gangguan dermatom
Untuk raba halus, pain, suhu  punya jalur sendiri2. Sampai di kornu
posterior menyatu
INGAT! Nama 2 saraf merujuk dari mana ke mana: ex: traktus
spinotalamikus anterior (dari spinal berakhir di talamus ada di bagian
anterior). Kaya naik angkot gitu…
Traktus spinotalamikus anterior  terima impuls ekteroseptif
Traktus spinotalamikus lateral untuk suhu dan nyeri
Kuman TBC sering menginfeksi korpus vertebra karena banyak
veskularisasi dengan (terutama pada daerahT6-T 9). Selain itu struktur
tulang yang berbentuk spons  menjadi tempat hidup ideal
Tumor banyak mengenai daerah anterior
Begitu sampai atas semua serabut aferen yang berupa traktus masuk ke
kapsula interna  talamus  berakhir di area sensorik primer serebrum
Perhatikan homunculus….muka area paling luas (Semakin kompleks karena
berfungsi untuk prngaturan mimik)
Serebelum turut membantu korteks motorik melakukan gerakan2 yang
perlu koordinasi
Proses yang di sentral  dari talamus ke korteks sensorik primer
Sentral yaitu pada bagian korteks terjadi gejala di seluruh tubuh secara
kontralateral
Polio merupakan penyakit yang menyerang moyor neuron
Sedikit tambahan Kuliah Nyeri
A. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengana kerusakan jaringan.
Pada bidang reumatologi, nyeri terbanyak disebabkan oleh inflamasi, yaitu
suatu reaksi jaringan lokal terhadap jejas (injury) yang disebabkan oleh
mikroorganisme, patogen, toksin, benda asing, trauma atau keganasan.
-
-
Nyeri ada 2 macam berdasarkan awitan dan lama terjadinya, yaitu:
a. Nyeri akut: berlangsung hanya sementara, biasanya intensitasnya
tajam, lebih terlokalisir, dirasakan selama kelaina patologik ada di
jaringan, berkurang dengan menurunnya stimulus nosiseptor dan bisa
sembuh dengan sendirinya.
b. Nyeri kronik: proses patologiknya berlangsung lama dan umumnya
menetap setelah terjadi penyembuhan penyakit atau trauma,
intensitasnya lebih tumpul tetapi sensasinya terus-menerus.
Berdasarkan etiologinya, nyeri ada 4 jenis, yaitu:3
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri yang timbul akibat stimulasi reseptor nyeri perifer terjadi
selama proses inflamasi, injury, atau kerusakan jaringan.
Pada penyakit sistemik, nyeri nosiseptif biasanya muncul sebagai
nyeri muskuloskeletal regional.
b. Nyeri neuropatik
Nyeri ini disebabkan injury, baik pada susunan saraf pusat maupun
susunan saraf tepi, misalnya pada carpal tunnel syndrome pada
reumatoid artritis.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini terjadi akibat gangguan psikologi. Contohnya gangguan
somatoform, somatisasi, dan histeri
d. Nyeri kronik dengan berbagai macam etiologi
Etiologinya sangat rumit dan sulit dijelaskan. Seringkali jejas
jaringan sudah tidak ditemukan lagi. Contohnya fibromyalgia dan
myofascial pain syndrome.
Reseptor Nyeri dan Rangsangannya
-
-
Nosiseptor atau reseptor nyeri peka terhadap kerusakan jaringan,
misalnya akibat tusukan, terbakar, atau adanya distorsi jaringan.
Rangsangan yang berlebihan terhadap semua resptor juga dirasakan
sebagai nyeri. 1
Ada 3 kategpri reseptor nyeri, yaitu:1
Nosiseptor mekanis: berespon terhadap kerusakan mekanik, seperti
tusukan, benturan, atau cubitan
Nosiseptor termal: berespon terhadap suhu yang berlebihan terutama
panas
19
-
-
Nosiseptor polimodal: berespon terhadap semua jenis rangsangan yang
merusak, terutama iritasi zat kimia yang dikeluarkan oleh jaringan yang
cedera.
Tidak ada nosiseptor yang memiliki struktur khusus, semuanya adalah
ujung saraf telanjang
Sifat Nonadaptasi dari Reseptor Rasa Sakit
Reseptor nyeri dapat beradaptasi secara keseluruhan atau tidak
beradaptasi sama sekali. Sewaktu stimulus berjalan terus-menerus,
nilai ambang eksitasi serat nyeri akan semakin berkurang secara
progresif, sehingga meningkatkan sensitivitas nyeri dan disebut
hiperalgesia.2
-
-
Kecepatan Kerusakan Jaringan sebagai Penyebab Rasa Sakit
Suhu kritis tubuh 450 C di mana seseorang mulai merasa nyeri akibat
kerusakan jaringan.
Intensitas nyeri akibat kerusakan jaringan yang cepat disebabkan oleh
infeksi bakteri, iskemia jaringan, kontusio jaringan atau oleh penyebab lain
Pengaruh Stimulus Kimia
 Bahan kimia seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, serotonin, ion
kalium, asetilkolin, substansi P dan enzim proteolitik dapat merangsang
ujung saraf nyeri dan juga menurunkan nilai ambang reseptor nyeri
mekanosensitif dan termosensitif.
-
-
Meskipun semua ujung saraf nyeri adalah ujung saraf bebas, Penjalaran
sinyal nyeri ke SSP dipakai 2 jaras terpisah, yaitu jaras nyeri tajam akut
dan jaras nyeri lambat kronik.
Serat Nyeri Perifer
 Sinyal nyeri tajam akut dihantarkan melalui saraf perifer menuju
medula spinalis oleh serat-serat kecil tipe Aδ pada kecepatan antara
6-30 m/s.
 Adapun sinyal nyeri lambat kronik dijalarkan oleh serat saraf tipe C
dengan kecepatan penjalaran antara 0,5-2 m/s.
 Rasa sakit yang hebat dan datangnya mendadak akan menimbulkan
sensasi sakit yang sifatnya “rangkap”.
Pengolahan Sinyal Nyeri dalam Medulla Spinalis
 Ada 2 sistem yang dipakai mengolah sinyal nyeri sebelum disampaikan
ke otak:
1. Pengolahan sinyal nyeri cepat
Serat Aδ  2 titik dalam radiks dorsal (lamina I dan V)  serat saraf
dalam komisura anterior  jaras sensorik anterolateral divisi lateral
 otak
2. Pengolahan sinyal lambat
Serat tipe C  lamina II dan III dari radiks dorsal (substantia
gelatinosa)  neuron dengan akson panjang yang sebagian besar akan
bersatu dengan tipe serat cepat  menuju komisura anterior  jaras
sensorik anterolateral divisi lateral  otak
 Dalam jaras anterolateral divisi lateral, serat cepat berdiameter 3-5
Iskemia Jaringan
 Terhentinya aliran darah ke jaringan menyebabkan terkumpulnya
sejumlah asam laktat dalam jaringan, hasil dari metabolisme anaerobik.
Spasme Otot
 Spasme otot adalah kontraksi otot yang timbul mendadak dan
involunter. Spasme menyebabkan nyeri melalui beberapa mekanisme,
yaitu:
1. Menimbulkan iskemia karena tertekannya pembuluh darah.
2. Meningkatnya kecepatan metabolisme otot.
Jaras Rangkap Dua untuk Penjalaran Sinyal Nyeri ke SSP
20
mikron dan serat lambat berdiameter antara 1-3 mikron.
-
Tempat Berakhir Sinyal Nyeri dalam Batang Otak dan Talamus
1. Jaras Nyeri Cepat Akut dalam Batang Otak dan Talamus
Serat nyeri ini akan berakhir dalam formasio retikularis dari medula
oblongata, pons, dan mesensefalon. Dari daerah ini, sinyal akan menuju
ke talamus, hipotalamus, dan daerah lainnya dalam diensefalon dan
serebrum.
Sebagian kecil serat nyeri tipe cepat akut akan langsung menuju ke
talamus dan berakhir di kompleks ventrobasal dan kelompok nuklei
talamus. Sinyal ini kemudian diteruskan ke daerah lain talamus dan juga
ke korteks somatosensorik.
Di korteks akan dilakukan lokalisasi nyeri.
2. Jaras Nyeri Lambat Kronik dalam Batang Otak dan Talamus
Serat nyeri ini berakhir di formasio retikularis batang otak. Kemudian
sinyalnya akan dipancarkan ke atas menuju nuklei intralaminar talamus.
Sistem aktivasi retikuler ini mempunyai efek yang sangat poten
mengaktifkan seluruh sistem saraf
-
Fungsi Formasio Retikularis, Talamus, dan Korteks Serebri
 Formasio retikularis, talamus, dan pusat-pusat yang lebih rendah
lainnya dapat menimbulkan persepsi sakit yang disadari.
 Korteks berperan dalam menginterpretasikan kualitas sakit
-
Otak memiliki sistem analgesik yang terapasang tetap
 SSP juga mengandung suatu sistem neuron yang menekan nyeri. Sistem
ini bergantung pada keberadaan reseptor opiat.
 Di dalam tobuh kita terdapat suatu zat yang secara normal berikatan
dengan reseptor opiat disebut opiat endogen (zat mirip morfin), yaitu
endorfin, enkefalin, dan dinorfin.1
 Opiat endogen ini berfungsi sebagi neurotransmiter analgesik. Zat-zat
ini dikeluarkan oleh jalur analgesik desendens dan berikatan dengan
reseptor opiat diujung prasinaps aferen. Pengikatan ini akan menekan
pengeluaran substansi P sehingga terjadi penghambatan terhadap
penyaluran sinyal nyeri. 1
NYERI

Suatu pengalaman sensorik dan berhubungan dengan emosional dan
pengalaman seseorang

Nyeri ada 2 fisiologis dan patologis
Nyeri saat tertusuk jarim  fisiologis

Adanya kerusakan jaringan menimbulkan nyeri. Nyeri itu sifatnya
subyektif

Kasus: seorang petani yang terbiasa berjalan di atas batu  hilang rasa
sakit/nyerinya

Pada penilaian nyeri  lihat intensitas dan polanya

Nyeri merupakan bagian dari proses belajar (ini mneyakitkan atau tidak)
dan ada memori terkait persepsi sakit tsb

Berdasarkan waktu, maka nyeri dibagi menjadi nyeri akut dan kronik,
batasan waktu 2 minggu, tapi ada yang bilang 1 bulan

Patofisiologi nyeri: nosiseptif dan neuropatik

Nosiseptif pain  akibat kerusakan jaringan

Neuropatik : nyeri timbul karena gangguan/kelainan pada saraf, ex: Carpal
tunel syndrome, trigeminal neuralgia (rusak saraf kranial V)

Neuropatik nyerinya spontan, disertai burning sensation

Nyeri nosiseptif, ex: kerusakan sendi

Trauma  impuls sensorik  saraf sensorik  medula spinalis  talamus
(pusat sensasi nyeri)

Jika kita pegang tulang pipi sekali  tidak sakit, berulang kali (selama 2
hari ??)  terasa sakit karena ada akumulasi stimulus (nilai ambang
berubah makin turun dan mudah terangsang)

Nyeri timbul: pada jaringan yang rusak  timbul banyak cabang saraf
baru  persepsi nyeri meningkat

Macam2 gangguan nyeri  allodynia, hiperalgetik  baal/hiperpalsia

Allodynia adalah salah persepsi  sesuatu yang tidak nyeri dianggap
sebagai nyeri
WARNING !!! teman2 diharapkan tetap membaca slide kuliah karena tentir
ini diambil dari textbook DAN REKAMAN
Tambahan dari Rekaman kuliah…
21
Kuliah 13. OBAT OTONOM
dr. Dewi Sevina R, M.Kes.
4 jenis:
 Kolinergik
 Antikolinergik
 Adrenergik
 Adrenolitik
KOLINERGIK
2 jenis reseptor:
 Muskarinikterdapat pada kelenjar dan otot polos
Subtipe:
o M1SSP, ganglion presinaptik
o M2reseptor presinaptik, sel efektor miokardium
o M3kelenjar saliva dan otot polos, misalnya otot detrusor
o M4 & M5SSP?
Diblok oleh pyrenzepine
 Nikotinikganglion dan otot skeletal
Agen Kolinergikada 3ACh dan kolin ester, alkaloid, Acetylcholine
Esterase Inhibitor (AchEI)
Asetilkolin dan derivatnya
Mengikat reseptor muskarinik dan nikotinik
Ach tidak berfungsi sebagai obat karena:
 Mempengaruhi semua jenis reseptor kolinergik
 Tidak dapat mencapai organ target karena segera diinaktivasi oleh
AchE
Bentuk ester yang lebih stabil:
 Metakolin
Kurang dipengaruhi oleh AchE
Lebih berpengaruh pada sistem kardiovaskular dibanding traktus
urinarius dan gastrointestinal
Tidak memiliki efek pada reseptor nikotinikmuskarinik
 Karbakol
Efek nikotiniknya lebih besar daripada Ach
 Betanekol
Tidak memiliki efek pada reseptor nikotinikmuskarinik
Alkaloid
Muskarin
Berasal dari jamur Amanita muscaria
Tidak digunakan sebagai obat, tapi digunakan untuk eksperimen
Arekolin
Berasal dari pinang (Areca cathecu)
Digunakan sebagai kedokteran hewan sebagai antihelmintik
Pilokarpin
Berasal dari Pilocarpus jaborandi
Digunakan untuk pengobatan glaukoma
AChEI
Bekerja dengan menghambat AchE
 AChEI reversibel: neostigmine, fisostigmine, piridostigmine,
rifastigmine, donepezil, galantamine
 AChEI ireversibel: gas perangtabun, sarin, soman;
Diisopropilfluorophosphate (DFP)
Efek farmakologis esterkolin dan alkaloid berbeda-beda pada berbagai sistem
organ. (lihat table di slide)
INDIKASI AGEN KOLINERGIK PADA PENYAKIT NEUROPSIKIATRIK:
Pada otot polos ususmeningkatkan motilitas usus (hati-hati pada obstruksi
usus karena dapat menyebabkan perforasi usus)
Digunakan setelah operasibetanekol, neostigmin.
Pada traktus urinariusmengosongkan kantung kemih betanekol
 Kontraksi otot detrusor
 Relaksasi trigone dan sfingter eksternum pada pasien setelah stroke
Xerostomia
Peningkatan sekresi salivadigunakan setelah terapi radiasi dan pada sindrom
Sjogren’s (penyakit autoimun yang menyebabkan semua kelenjar mukosa
mongering) untuk mempermudah penelanan dan hidrasi pada mulut. Pilihan obat
yang digunakan yakni pilokarpin dan cevimeline
Neuromuskular
Untuk miastenia gravis:
 Piridostigmine, setiap 6 jampilihan obat
22
Neostigminesetiap 4 jam
Edrophoniumdigunakan hanya untuk diagnosis penyakit (kalau gejala
membaik setelah obat diberikan, berarti orang tersebut menderita
miastenia gravis
Bila terjadi perangsangan muskarinik berlebihandiatasi dengan atropine
Pada paralisis karena overdosis tubokurarin AChEI lebih efektif
daripada agonis nikotinik
Sistem Saraf Pusat
AChEI dikembangkan untuk terapi penyakit Alzheimer’s
Obat: rivastigmine, donepezil, galantamine
Hanya efektif pada stadium awal penyakit, tetapi tidak efektif pada kasus
berat di mana neuron kolinergik sudah hancur


PERINGATAN DAN KONTRAINDIKASI AGEN KOLINEGIK
Kontraindikasi:
 Asmameningkatkan sekresi mucus, bronkokonstriksi
 Hipertiroidisme dapat menyebabkan fibrilasi atrium
 Insufisiensi koronermenurunkan sirkulasi koroner
 Ulkus peptikummeningkatkan sekresi asam lambung
Efek samping lain:
 Kegagalan akomodasi untuk penglihatan jarak jauh (parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot siliaris untuk penglihatan jarak dekat)
 Spasme abdominal
 Hipertonisitas otot kantung kemih
 Hipersalivasi
UNTUK INTOKSIKASI MUSKARINIK/KOLINERGIK (pestisida
organofosfat)
Pilihan penyelamat nyawa: atropine intravena 2 mgdiberikan berulang untuk
mempertahankan pulsasi 90-100/menit
Gejala intoksikasi dapat tetap ada selama 2-3 minggu pada intoksikasi berat
sampai enzim baru tersintesis.
MASALAH NONNEUROPSIKIATRIK KOLINERGIK
Jamur yang lebih toksik: (penyebab 80% fatalitas keracunan jamur)
 Amanita phaloides
 Lepiota
 Galerina
Gejala klinis terjadi hanya setelah 24 jamCedera Hepatik dan Renal:
 Dapat mengakibatkan kematian dalam 4-7 hari
 Terapi suportifhepatoprotektor silimarin
 Simtomatologi sebelum terapi
 Hanya ketika efek muskarinik berlebihandiberikan atropinse
Acetylcholine esterase inhibitors (AChEI) menyebabkan ACh berlebihan
Berbeda dengan agen muskarinik, AChEI menimbulkan aksi nikotinik
 Inhibitor reversibleneostigmine, piridostigmine, edrofonium,
rivastigmine, donepezil, galantamine
 Inhibitor ireversibel(digunakan sebagai gas perang, pestisida)
diisopropil-fluorofosfat, sarin, soman, mipafox
Untuk mencegah aksi gas perang (inhibitor AChE ireversibel), digunakan
piridostigmin (inhibitor yang reversible) sebelum paparan gas perang sehingga
ikatan gas perang terhadap AChE berkurang. Beberapa AChE akan
dipertahankanyang terikat terhadap piridostigmin.
Intoksikasi Kolinergik dan Jamur (micetisme)
Amanita muscaria: isi muskarin lebih sedikit sehingga tidak mengakibatkan
intoksikasi muskarin
Muskarin lebih banyak pada golongan inocybe dan clitocybe, gejala intoksikasi
muncul dalam 30-60 menit: hipersalivasi, lakrimasi, nausea, muntah, kolik,
diare, sakit kepala, penglihatan yang kabur, bronkospasme, bradikardia,
hipotensi, syok.
Terdapat pada spesies Amanita lainnya: mucinol, ibotenic acid, derivate
isoxasole:
 Menstimulasi reseptor asam aminoeksitatorik dan inhibitorik
Gejala: iritabilitas, ataksia, gelisah, halusinasi, delirium, sedasi
Atropin memperberat gejala SSP
Efek farmakodinamik: kelebihan Achefek muskarinik dan efek nikotinik
(paralisis)
Intoksikasi kronikcedera neurologic tertunda
Sindrom Persion gulf war:
 Gangguan kognitif
 Ataksia
 Konfusio, inkontinenesia
 Mioneuropati
23

Adenopati
5 mg
Indikasi Nonneuropsikiatrik Agen Kolinergik
Pada Matamenimbulkan miosis:
 Untuk efek cepat selama operasi/glaucoma akut digunakan asetilkolin
 Untuk glaucoma kronik (open angle glaucoma)pilokarpin paling baik
ditoleransi
Obat alternative untuk glaucoma:
 Alfa-agonis
 Beta-bloker
 Diuretic acetazolamide (merk Diamox)
 Analog prostaglandin
Pada keracunan antimuskarinik hanya pada intoksikasi berat dengan
hiperpireksia dan takikardia supraventrikulardigunakan obat physostigmine
yang dapat menembus sawar darah otak
ANTIKOLINERGIK
 Antimuskarinik
 Antinikotinik
o Ganglion bloker: mekamilamin, trimetafan
o Obat pemblok neuromuscular: tubocurarine, atracurium
Antimuskarinik
Merupakan antikolinergik yang hanya menghalangi reseptor muskarinik pada:
 Kelenjar saliva dan mucusmenyebabkan kekeringan
 Matauntuk pengaturan akomodasi dan tekanan intraocular
 Jantungtakikardia
 Ganglia terutama pada traktus gastrointestinal
 SSPdelirium
Prototype antimuskarinik: atropine, alkaloid belladonna, juga pada Datura
stramonium (kecubung)
Efek farmakodinamik atropine bergantung pada dosis
0.5 mg
1 mg
2 mg
Bradikardia ringan, inhibisi salivasi, berkeringat
Mulut kering, rasa haus, takikardia setelah bradikarda,
dan midriasis
Takikardia, palpitasi, kegagalan akomodasi
>10 mg=5 mg
Gejala semakin berat, sulit berbicara, menelan, sakit
kepala, kulit yang kering-hangat, kesulitan mikturisi dan
penurunan peristalsis
Takikardia berat, lemah, midriasis maksimal. Kulit:
kemerahan, panas dan kering, ataksia, gelisah, halusinasi,
koma
Atropine memblok semua reseptor muskarinik, blockade tersebut bersifat
kompetitif dan dapat diatasi dengan agen kolinergikpilihannya yakni
physostigmine.
Farmakokinetik:
Atropine adalah senyawa ammonium tersier yang:
 Diabsorpsi dari traktus gastrointestinal
 Menembus sawar darah otak
 Metabolismenya pada manusia tidak diketahui (kelinci memiliki enzin
untuk menginaktivasi atroipin yang membuatnya resisten terhadap
alkaloid
 Diekskresi melalui ginjal
Indikasi:
 Sebagai midriatikum pada funduskopi, digunakan secara topikal
Durasi aksi pada mata:dapat diantagonis dengan tetes mata
pilokarpin
Atropine
Homatropin
Tropicamide
7-10 hari
3-7 hari
6 jam
Pada system saraf pusat, trihexyphenidyl (antikolinergik yang beraksi
sentral yang berefek antimuskarinik lebih kecil daripada atropin)
dipakai untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal antipsikotik
dan juga digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson’s
Efek samping obat antimuskarinik
 Kekeringan pada mulut
 Bloating (retensi cairan)
 Kesulitan urinasi
 Peningkatan tekanan intraokular
 Disorientasi pada orang lanjut usia karena gangguan memori

24
Kontraindikasi:
 Glaucoma
 Benign prostate hypertrophy (BPH)
 Demensia
 Gangguan konduksi jantung
Ganglionik Bloker (antinikotinik)
 Obat: trimetaphan (merk Arfonat)
 Terkadang digunakan untuk mengontrol hipertensi pada hypertensive
emergency, dissecting aortic aneurysm
 Dosis harus dititrasi, diberi melalui intravena
 Efek samping: hipotensi ortostatik
Neuromuscular blocking agent (antinikotinik)
 Obat:
o Agen nondepolarizing: atracurium, tubocurarine, vecuronium
o Agen depolarizing (pertama-tama menstimulasi, tetapi
kemudian diikuti dengan blockade): suksinilkolin
 Penggunaan:
o Relaksasi otot saat pembedahan
o Intubasi trakeal
o Control ventilasi
o Untuk melemahkan manifestasi kejang
Masalah nonneuropsikiatrik antikolinergik
Pada traktus respiratorius
 Atropine tidak memiliki efek bronkodilasi
 Ipatropium bromide berguna dalam bronchitis kronik dan COPD, tetapi
memiliki bioavailabilitas oral yang buruk
 Sebagai nebulizer dalam bronchitis kronik
Sebagai premedikasi anestetikuntuk mengurangi produksi mucus respiratorik
selama anestesi umum untuk mencegah blockade traktus respiratorius.
Pada traktus gastrointestinalmengurangi motilitas usus, tetapi tidak efektif
dalam mengurangi produksi asam lambung
Pada traktus urinarius
 Meningkat kapasitas kantung kemih dengan merelaksasi otot detrusor
dan meningkatkan kontraksi sfingter uretra
Digunakan dalam pengobatan hyperactive bladder tolterodine,
oxybutinine, antimuskarinik bloker reseptor M3
Oximes, AChE reaktivator, misalnya Pralidoxime dan diasetilmonoxyl bukan
merupakan obat penyelamat nyawahanya beraksi secara perifer pada otot
skelet dan tidak memiliki efek antimuskarinik sentral seperti atropine dalam
mengatasi depresi respirasi sentral

ADRENERGIK
 Obat yang beraksi pada reseptor alfa-2: klonidin
 Obat yang menstimulasi pelepasan norepinefrin, epinefrin, dopamin
atau memblok transporter memperbanyak neurotransmitter pada
sinapsamfetamin, efedrin, kokain
Amfetamin memiliki efek meningkatkan mooddasar drug abuse:
 Meningkatkan perhatian terhadap tugas yang repetitif
 Mengakselerasi dan desinkronisasiEEG
 Digunakan untuk mengobati narkolepsi
Misuse (penggunaan tidak sesuai dengan indikasi) untuk menekan nafsu makan
untuk menurunkan berat badan.
Modafinil:
 Derivate Amfetamin baru yang digunakan dalam narkolepsi
 Dinyatakan memiliki keburukan yang lebih sedikit
o Efek insomnia, perubahan mood berlebihan dan potensi abuse
yang lebih sedikit dibandingkan amfetamin
Adrenergic pada ADHD:
 Sindrom perilaku yang belum didefinisikan jelas dan terlalu banyak
dijadikan diagnosis yang terdiri dari rentang perhatian yang pendek,
perilaku fisis hiperkinetik dan masalah belajar.
 Obat yang paling berguna pada kondisi ini adalah metilfenidat dosis
rendah (Ritalin-SR) dan terkadang klonidin. Modafinil dapat juga
digunakan.
Klonidin:
 Adalah agonis alfa-2, terutama digunakan sebagai agen antihipertensif
lini kedua.
 Untuk mengatasi diare pada neuropati karena kemampuannya
meningkatkan absorpsi air dan garam dari usus
 Untuk mengurangi sakawselama putus narkotik atau alcohol dan dapat
memfasilitasi pemberhentian rokok.
25
Sindrom Horner: lesi unilateral yang disebabkan oleh interupsi saraf simpatis
untuk wajah yang ditandai dengan vasodilatasi, ptosis, miosis, dan hilangnya
fungsi berkeringat pada sisi yang terserang.
Efek samping/toksisitas Adrenergik
 Stimulasi jantung
 Peningkatan tekanan darah, takikardia yang menyebabkan gagal
jantung, infark miokard akut, dan stroke
 Stimulasi SSp, jarang terjadi setelah overdosis katekolamin
o Kokain: kejang, aritmia, dan perdarahan serebral
o Amfetamin: gelisah, insomnia, tremor
Pada overdosis akut dapat diatasi dengan bloker reseptor
ADRENOLITIK
Beta bloker
Efektif untuk tremor esensial:
 Dosis harian propranolol dimulai dari 60 mg efektif, juga responsive
terhadap bloker selektif beta-1 seperti metoprolol
 Sebaiknya tidak digunakan untuk gagal jantung, asma, dan hipoglikemia.
Alfa bloker (Tidak ada indikasi pada penyakit neuropsikiatrik)
Reserpin mendeplesi dopamine serebral dengan mencegah penyimpanan
intraneuronal.
Berguna dalam meringankan korea pada penyakit Huntington’s. dimulai dengan
0.25 mg dititrasi sampai mencapai dosis optimal hingga adverse effect timbul
Adverse effect reserpine meliputi sedasi, diare (respon terhadap atropine),
kongesti nasal, dan depresi mental.
Kuliah 14. Psikofarmakologi
dr. Dewi Sevina Rosdiana, M.Kes.
Psikofarmaka (obat untuk terapi gangguan jiwa)ini dikalsifikasikan menjadi
empat golongan obat, yakni :
1. Antipsikosis
2. Antidepresan
3. Antiansietas dan obat untuk insomnia
4. Obat untuk penyakit bipolar
1. Antipsikosis (AP)
sinonimnya adalah obat antiskizoprenia, neuroleptik, serta sedatif
(transquilizer) mayor. Kelompok obat ini merupakan obat yang digunakan dalam
terapi skizoprenia, serta beberapa penyakit psikosis lainnya.
Klasifikasi
 antipsikosis tipikal (obat lama): hambat reseptor D2 > D1, contoh
obatnya : chlorpromazine, fluphenazine, haloperidol, thioridazine
 antipsikosis atipikal (obat baru): menghambat selektif reseptor
D4 dan 5 HT2 contohnya : clozapine,olanzapine,risperidone,
quetiapine, aripriprazol
Mekanisme Kerja
pada gangguan jiwa (skizoprenia) terjadi peningkatan aktivitas dopaminergik
sehingga mekanisme kerja obat AP ini adalah dengan memblok reseptor
postsinaps D2 pada sistem saraf pusat, terutama pada jalur
mesolimbik/mesokortikal
yang perlu diingat, clozapin- yang termasuk AP atipikal. Clozapin ini memblok
reseptor D2 lebih lemah dari obat lain, tetapi masih bersifat poten, karena
aktivitasnya lebih pada reseptor D4 dan 5HT2 (untuk serotonin). Karena itu,
efek ekstrapiramidal clozapin ini lebih kecil.
Walaupun obat AP ini mengikat reseptor dengan segera, tetapi respons klinik
baru terlihat setelah beberapa minggu.
Farmakokinetik
Absropsi dan Bioavailabilitas
 Absorpsi : Chlorpromazine : variasi antarindividualnya sangat tinggi
 bioavailabilitasnya :
o chlorpromazine: 25%
o thioridazine 35%
26
nah, kedua obat ini mengalami metabolisme lintas pertama
o haloperidol 65%
Hubungan antara konsentrasi plasma dengan efek klinis penggunaan obat AP ini
juga sangat bervariasi, sehingga diperlukan penyesuaian dosis untuk masingmasing individu. Waktu paruh AP itu panjang (15-30 jam) sehingga AP dapat
diberikan 1-2 kali/hari. Ini bagus untuk meningkatkan kepatuhan pasien minum
obat, karena tidak terlalu sering.
Distribusi : Hampir semua obat AP itu bersifat sangat lipofilik dan berikatan
dengan protein(92-99%). Jadi harus hati-hati adanya interaksi dengan obat
yang mengeser ikatan AP dengan protein. Obat-obat ini memiliki volume
distribusi yang tinggi karena terjebak dalam kompartemen lipid, dan berikatan
dengan reseptor.
Metabolisme dan eksresi : Kebanyakan obat AP dimetabolisme dengan
sempurna. Kebanyakan meatbolit dari parent drug yang dimetabolisme itu tidak
aktif, kecuali mesoridazine (metabolit utama dari thioridazine) yang lebih
poten dari parent drugnya sendiri (thioridazine).
Obat AP ini hampir semua dimetabolisme menjadi senyawa yang bersifat polar
dan akan dieksresi di urin dalam bentuk metabolit inaktif.
Efek Farmakologis Obat AP
- respons yang lambat terhadap stimulus eksternal :
- apatis
- inisiatif berkurang
- sedikit memperlihatkan emosi
- tampak mengantuk, namun mudah bangun dan merespon pertanyaan
- menghambat tindakan agresif
- mengurangsi halusinasi dan delusi (waham)
* Clozapine:
D4= α1>5-HT2A>D2=D1
* Olanzapine:
5-HT2A>H1> D4>D2 > α1 >D1
* Aripiprazole:
D2= 5-HT2A>D4> α1=H1>>D1
* Quetiapine :
H1> α1>M1,3>D2>5-HT2A
Hampir semua obat AP atipikal aktivitasnya lebih ke menghambat reseptor 5HT2 (reseptor serotonin) dibanding dengan reseptor D2. Akibatnya,
penggunaan AP atipikal mengurangi efek ekstrapiramidal. Karena potensi
ekstrapiramidal itu berkaitan dengan kuatnya penghambatan D2.
Efek Psikologis obat AP
Kalau obatnya diberikan ke pasien yang tidak psikosis, efeknya : mengantuk,
gelisah, penurunan kemammpuan psikomotor dan pada tes psikometrik. Tapi,
kalau diberikan pada pasien psikotik, akan mengurangi psikosis dan
meningkatkan performance pasien
Efek obat AP pada EEG (electroencephalographic effects)
Oabt AP dapat menghasilkan perubahan pola pada frekuensi EEG, yaitu
dengan memperlambat dan meningkatkan sinkronisasi-nya. Perlambatan
(hipersinkroni) yang terjadi kadang fokal atau unilateral, yang dapat
menyebabkan kesalahan pada interpretasi diagnostic.
Beberapa AP menurunkan ambang rangsang kejang, namun, obat ini tetap
dapat diberikan pada orang epilepsy asal diperhatikan dosisnya.
Namun, efek farmakologis itu hanya terjadi pada 70% pasien, sisanya resisten
 Ada beberapa obat AP yang memiliki aktivitas anti muntah karena memblok
reseptor D3
Efek Obat AP pada reseptor
Chlorpromazine:
α1=5-HT2A>D2>D1
* Haloperidol:
D2> α1>5-HT2A>D1>H1
Haloperidol  obat yang efek
ekstrapiramidalnya paling besar
Adverse Drug Effect (ADE)
A. Gangguan motorik, ada 2 jenis :
1. Distonia akut dan Gejala mirip Parkinson (Parkinson-like symptoms)
akibat reaksi ekstrapiramidal (karena penghambatan reseptor D2
nigrostriatal)..gejalanya : tremor, kekakuan (terutama pada otot leher),
akathisia (kegelisahan yang tidak terkontrol). Terapinya dengan obat anti
kolinergik, seperti trihexyphenidyl, beperiden, diphenhydramine
27
* kan, gejala tersebut terjadi karena reseptor dopamine diblok,
berarti bisa pakai Levodopa and dopaminergic agonist dong, tapi tidak
pernah digunakan, kenapa?
 levodopa dan agonis dopaminergik dapat menimbulkan komplikasi seperti
pusing, halusinasi, delusi, serta reaksi psikiatri lainya, tapi lebih sering
terjadi dan lebih parah pada agonis reseptor dopamine daripada
levodopa. Nah, kalau dikasi ke orang yang skizoprenia, bisa makin parah
kan? makanya tidak pernah diberikan :D
2. Tardive dyskinesia
- merupakan gerakan involunter yang terjadi pada wajah dan anggota
gerak, yang timbul dalam beberapa bulan/tahun setelah terapi. terapi
yang dilakukan biasanya tidak berhasil
ADE yang ekstrapiramidal itu lebih jarang terjadi pada obat AP atipikal,
contohnya clozapine : yang merupakan anti muskarinik yang selektif
memblok D pada region mesolimbik dibanding nigrostriatal
B. Cardiovascular Adverse Effect
- Chlorpromazine, thioridazine: menyebabkan hipotensi ortostatik, tekanan
arteri rata-rata menurun, resistensi perifer serta stroke volume menurun.
Selain itu, juga menyebabakan peningkatan denyut jantung, serta pemanjangan
interval QT
- sertindole, withdrawn from the market, karena menyebabkan pemanjangan
interval QT, QTc, serta berpotensi menimbulkan aritmia yang berbahaya
- ziprazidone warning about the risk ---karena dapat menyebabkan pemanjangan
interval QTc
C. Endocrine Adverse Drug Effect
 Pada wanita  amenore- galaktore, meningkatkan libido dan
menyebabkan hasil postif palsu pada tes kehamilan
 Pada pria  menyebabkan penurunan libiso dan ginekomastia
Salah satu sebabnya adalah adanya hiperprolaktinemia yang terjadi akibat efek
penghambatan dopaminergik dan peningkatan konversi androgen menjadi
estrogen di perifer. Efek ini lebih besar pada obat AP tipikal.
D. Adverse Drug Effect lainnya
 antimuscarinic adverse effects :
! - Alzheimer (memory impairment) ---hati-hati pada orang tua
- prostate hypertrophy
- glaucoma,
 orthostatic hypotension : berkaitan dengan efek bloking gelombang alfa --menyebabkan mudah jatuh dan farktur pada orang tua
 penambahan berat : efek ini lebih besar pada oabt AP atipikal
 agranulocytosis : pada penggunaan clozapine, jadi perlu dimonitor
Toleransi obat orang Indonesia lebih rendah dari ras kaukasian, diperkirakan ini
akibat metabolisme yang agak lambat. Jadi, terapi harus dimulai dnegan dosis
rendah
Anti Depresan
1. Klasifikasi Obat Anti Depresan
A. Generasi Pertama : Anti Depresan Trisiklik
Disebut demikian karena struktur kimianya khas, yang mengandung tiga
cincin pada intinya. Prototipe TCA adalah Imipramine dan amitriptyline yang
merupakan penghambat uptake serotonin dan norepinefrin. contoh lain
antidepresan Trsiklik adalah Clomipramine
B. Generasi kedua
- Beberapa obat generasi kedua memiliki struktur kimia yang mirip trisiklik
 amoxapine dan maprotiline
- beberapa lainnya, seperti trazodone dan bupropion, memiliki struktur
kimia yang berbeda
C.Generasi ketiga : venlafaxine, mirtazapine, nefazodone, dan
duloxetine.
D. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
- memiliki selektivitas tinggi untuk transporter serotonin
- contohnya : Fluoxetine, Sertraline, Fluvoxamine, Citalopram
- memliki efek samping yang lebih sedikit dibanding dengan golongan
trisiklik.
4. Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors
-contohnya : Phenelzine, Tranylcypromine, moclobemide
2. Mekanisme Kerja
A. Anti Depresan Trisiklik
- memblok transporter amin
- memblok reuptake Norepinefrin, serotonin, serta sedikit dopamine
- bila kadar katekolamin tinggi  mania
-bila kadar katekolamin rendah  depresi
28
Proses penghambatan transporter ini terjadi dengan cepat, namun efek
klinisnya baru timbul setelah beberapa waktu, sebab terjadinya hal ini
belum diketahui
B. Generasi Kedua
 Anti depresan yang hanya menimbulkan sedikit efek smaping pada
SSP:
* desimipramine: metabolit dari imipramine
* nortriptyline: metabolit dari triptyline
 Anti depresan yang hanya sedikit menimbulkan efek samping SSP, tapi
lebih menyebabkan efek sedative : trazodone and bupropion
 Amoxapine yang merupakan metabolit dari loxapin masih memiliki efek
antipsikotik dari parent drugnya
 Maprotyline,memiliki struktur seperti desimipramine merupakan
penghambat reuptake norpeinefrin yang poten. Obat ini kurang
menyebabkan sedasi, efek antimuskarinik serta efek samping pada SSP
B. Generasi Ketiga
 Venlafaxine:
 merupakan penghambat transporter serotonin yang poten, tapi hanya
menghambat lemah pada transporter norepinefrin
 pada dosis rendah  mirip SSRI (karena ia lebih selektif ke serotonin,
efek ke norepinefrin lemah )
 pada dosis tinggi (>225 mg/dl)  menyebabkan peningkatan heart rate
dan tekanan darah ringan hingga sedang
 Nefazodone:
 seperti trazodone (generasi 2), hanya efek sedasinya kurang
 merupakan inhibitor poten CYP 3A4
 Duloxetine—hampir sama dengan SSRI, obat ini tidak memberi efek
sedative dan efek autonom
 Mirtazapine
O Bekerja cepat
O Tidak lebih efektif dari antidepresan yang lain
O Dapat menyebabkan peningkatan berat badan
O Efek sedasi tinggi karena adanya efek antihistaminegrik yang
kuat
 EFEK SAMPING
o efek samping : gangguan pada control autonom

o
o
o
o
efek seperti atropine  mulut kering, mata kabur,
konstipasi, retensi urin
hipotensi ortostatik  akibat efek norepinefrin sentral
efek pada SSP : sedasi, kejang, sulit berkonsentrasi
efek pada KV : pemanjangan interval Q-T, pada penggunaan
dosis tinggi  meningkatkan risiko suddent cardiac arrest
Interaksi obat
Intraksi dengan obat yang afinitas pada proteinnya tinggi (aspirin,
phenylbutazone )  anti depresan tergeser dari ikatan dnegan protein
 kadar obat bebas meningkat
O Interaksi dengan penghambat cyp 2d6 (fluvoxamine, paroxetine)
O kadar anti depresan yang farmakokinetiknya melibatkan cyp
2d6 (nortriptyline, desipramin) itu kadarnya akan meningkat
O
Antidepresan trisiklik dengan alkohol  akan menyebabkan
derpresi sistem pernapasan yang parah
O Anti depresan trisiklik dengan obat antihipertensi yang
menghambat neuron adrenergik (seperti guanadrel)  akan
menyebabkan penurunan tekanan darah
C. SSRI (SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR)
 Fluoksetin
 Fluvoksamin
 Paroksetin
 Sertralin
Mekanisme kerja:

> selektif menghambat reuptake serotonin
 Tidak mempengaruhi sistem kolinergik, adrenergik histaminergik  ef.
Samping lebih sedikit
Indikasi:
 Depresi mayor
 Gangguan cemas
 Serangan panik
 Gangguan obsesif-kompulsif
Farmakokinetik:
 Absorbsi baik
 T1/2 panjang : dosis cukup 1x/hari
 Respon klinik: setelah 2 – 4 minggu th/

O
29
Efek samping:
- << dari antidepresan trisiklik : efek terhadap kv dan muskarinik
- toksisitas akut : kurang berbahaya dibanding dengan trisiklik
-umum: nausea, anoreksia, insomnia, kehilangan libido, gagal orgasme
 Untuk yang disfungsi seksual (delayed ejacualtion dan gagal orgasme),
efek terbesar pada penggunaan paroxetine.
 Dari tinggi samapi paling rendah : paroxetine>fluoxetine, sertraline>
flufoxamine
-kombinasi dg maoi  serotonin syndrome : gejalanya
tremor, kejang, hipertermia, kolaps kvs
Paroxetine  memiliki afinitas paling tinggi terhadap reseptor
serotonin  secara tidak langsung menurunkan transmisi dopaminergik
 efek extrapiramidal  seperti distonia, akatisia
MAOI
Moklobamid  selektif maoi (type a), bersifat reversibel
 Interaksi <<, efek samping pada ssp << dibanding maoi generasi
sebelumnya seperti pargiline, tranylcypromine
 Ef. Samping utama:
-hipotensi postural
-efek seperti penggunaan atropin
-bb meningkat
-stimulasi ssp
O overdosis akut  kejang
hyperpyrexia
hipotensi
ANTIANSIETAS DAN HIPNOTIK
BENZODIAZEPIN:
CONTOH OBAT : klordiazepoksid, oksazepam, diazepam, lorazepam ,
dll
MEKANISME KERJA:
O Memfasilitasi kerja gaba, bukan melalui pengikatan pada
reseptor Akibatnya terjadi hiperpolarisasi, dan pembukaan
kanal ion cl
O Obat ini aman karena aksi reseptor itu sendiri bergantung pada
gaba endogen
EFEK FARMAKOLOGIK
O Reduksi ansietas dan agresivitas
-
-
-
-
O Sedasi dan induksi tidur
O Reduksi tonus otot dan koordinasi
O Antikonvulsan
EFEK SAMPING:
O Overdosis akut
 Tidak terlalu berbahaya, jarang yang samapi meninggal
 Terjadi pada penggunaan maoi dengan anti depresan
lain, terutama alkohol, atau digunakan pada penderita
copd
O Efek samping yang sering

Mengantuk
 Bingung, pusing
 Terjadi gangguan koordinasi
 Amnesia
Terutama pada obat kerja panjang  menyebabkan gangguan
pada pekerjaan dan kemampuan mengemudi
PENGGUNAAN KRONIK BENZODIAZEPIN
Tolerasi : kurang dari barbiturat
Ketergantungan terlihat dengan gejala :
O Peningkatan gejala kecemasan
O Tremor
O Pusing
Gejala putus obat : onsetnya lebih lambat dari barbiturat
O Pada penggunaan triazolam (salah satu obat benzodiazepin
kerja pendek), gejala putus obat ini terjadi dalam beberapa
jam.
O Gejalanya : insomnia dini hari, kecemasan pada siang hari
Adiksi : bukan masalah utama
INDIKASI:
O Hipnotik: lorazepam, temazepam kerja pendek bukan untuk
penggunaan kronik karena dapat menyebabkan toleransi
O Ansiolitik:
 Keadaan panik akut, seperti pada gangguan panik,
agorafobia
 Pilihan obat alprazolam, diazepam (alternatif)
30
O
O
relaksan otot pada spasme otot: diazepam
Indikasi lain:
 Alprazolam: untuk mengatasi cemas pada gangguan
depresi mayor
•
•
Kuliah 15. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
dr. Natalia W, SpKJ
Pemeriksaan psikiatrik itu terdiri atas wawancara psikiatrik dan pemeriksaan
status mental.
• riwayat psikiatrik merupakan dokumentasi kehidupan pasien, yang membuat
seorang psikiater dapat mengerti siapa pasien, darimana pasien
berasal,serta bagaimana keinginan (kemana pasien ingin pergi) di masa
depan. Riwayat ini merupakan kisah hidup yang diceritakan pasien pada
psikiater dengan kalimat pasien dari sudut pandangnya (misalnya, kalau
pasien cerita dia meyakini bahwa ia adalah beras..ya ditulis seperti persepi
pasien, jangan dari interpretasi psikiater)
• Sering kali, riwayat ini juga meliputi informasi mengenai pasien yang
didapatkan dari sumber selain pasien, misalnya dari orang tua, suami/isteri,
atau dari anggota keluarga yang lain.
• Mendapatkan riwayat yang komprehensif ini merupakan hal penting dalam
penegakan diagnosis dan merencanakan suatu tatalaksana yang spesifik dan
efektif.
• Riwayat dalam psikiatri berbeda dengan riwayat pada ilmu kedokteran yang
lain. Selain bertujuan untuk mengumpulkan data yang konkrit dan akurat
berkaitan dengan kronologis timbulnya gejala dan riwayat medis pasien,
seorang dokter juga berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai
kepribadian pasien, meliputi kekuatan dan kelemahannya.
• Riwayat psikiatrik juga memberikan gambaran mengenai hubungan orang
terdekat pasien dan seluruh orang yang penting dalam hidupnya. Biasanya,
suatu gambaran komprehensif dapat diperoleh dari perkembangan pasien
mulai dari awal pebentukannya sampai ia ada di dunia
• Teknik yang paling penting dalam mendapatkan riwayat psikiatrik adalah
dengan membiarkan pasien untuk menceritakan kisahnya dalam katakatanya sendiri, dengan begitu akan bagian cerita yang mereka anggap
paling penting
Pada saat pasien bercerita, seorang pewawancara yang terlatih akan
mampu mengenali saat dimana mereka dapat memberikan suatu pertanyaan
yang relevan mengenai apa yang terdapat dalam outline riwayat dan
pemeriksaan mental.
Struktur riwayat dan pemerikssaan status mental tidak bermaksud
menjadi suatu yang rencana kaku untuk mewawancara pasien, itu hanyalah
sebauh panduan dalam mengatur riwayat pasien menjadi sebuah tulisan.
Outline Riwayat Psikiatrik
• mendapatkan data (termasuk data epidemiologi, seperti umur, jenis
kelamin)
• keluhan utama
• Riwayat Penyakit sekarang
– awitan/onset (kapan timbulnya)
– Faktor yang memicu
• Penyakit terdahulu
– Psikiatrik
– Medis
– Riwayat konsumsi alcohol dan obat-obatan
• Riwayat Keluarga
• Riwayat Personal (anamnesis)
– Prenatal dan perinatal
• kehamilannya full-term atau prematur
• Partusnya per vaginam atau caesar
• Obat-obatan yang dikonsumsi ibunya pada saat hamil
• Komplikasi kelahiran
• malformasi kongenital
– Masa awal kanak-kanak (dari lahir sampai umur 3 tahun)
• Hubungan antara ibu-bayi
• Masalah dengan makan dan tidur
• Significant milestone (misalnya apakah merangkak,
duduk tepat waktu, dll)
• berdiri/berjalan
• Kata pertama, kalimat dua kata
• Kemampuan untuk mengatur BAB dan BAK
• Perawat lain (baby sitter, nenek, dll)
31
Perilaku yang tidak biasa (misalnya memukul-mukul
kepala)
Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11)
• Pengalaman pada masa prasekolah dan masa sekolah
• Pembedaan dari pemberi perhatian
• ikatan pertemanan/kehidupan bermainnya
• metode pengajaran kedisiplinan yang didapatkan
• riwayat penyakit, pembedahan, atau trauma
Masa kanak-kanak lanjut (puber sampai dewasa muda (remaja
lanjut))
• remaja
• onset pubertas
• pencapaian akademis
• aktivitas berorganisasi (ikut klub or misalnya)
• Bidang ketertarikan
• Pengalaman romantis dan pengalaman seksual
yang dialami
• Pengalaman kerja
• penggunaan obat, alcohol
• gejala
yang
dialami
(perubahan
mood,
ketidakteraturan makan, tidur, pertengkaran
dan argumentasi)
• dewasa muda
• Hubungan jarak jauh yang berarti
• keputusan akademik dan karir
• pengalaman militer
• riwayat pekerjaan
• pengalaman menjadi tahanan
• aktivitas yang digemari
Dewasa
• Riwayat pekerjaan
• Riwayat pernikahan dan hubungan
• Riwayat militer
• Riwayat pendidikan
• Agama
• Aktivitas sosial
• Situasi kehidupan pasien saat ini
•
–
–
–
• Riwayat hukum
– Riwayat kehidupan seksual
– Fantasi dan impian
– Nilai-nilai yang diyakini
Outline pemeriksaan status mental
• Penampilan (berpakaian normal, atau yang aneh-aneh,tapi yang aneh
belum tentu ada gangguan misalnya dukun, penampilannya memang
eksentrik, namun tidak diduga memiliki gangguan karena sesuai dengan
nilai adat tertentu)
• perilaku yang ditunjukkan
• Attitude
• Bicara
• Mood dan afek
• Pikiran
– bentuk
– isi –waham, dll
• Persepsi
• Sensorium - cognition
– kewaspadaan
– orientasi (orang, tempat, waktu)
– konsentrasi
– memori (tiba-tiba, sekarang, waktu lama)
– kalkulasi
– pengetahuan
– Kemampuan berpikir abstrakAbstract reasoning
• Insight –pemahaman keadaan diri
• Judgment
Menghadapi pasien keadaan khusus
 pasien psikotik
Memiliki kekurangan dalam kemampuan menilai realita sehingga dalam
mengevaluasi pasien dengan gejala psikosis harus lebih terfokus dan
terstruktur
Pertanyaan terbuka dan rentang waktu diam yang lama berisiko untuk
membuat interview menjadi tidak berjalan baik
Pertanyaan-pertanyaan singkat lebih mudah diikuti
32
-
Pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang abstrak atau asumsi
berupa hipotesis kemungkinan tidak dapat dijawab

Gangguan pikir
- gangguan pikiran dapat mengganggu komunikasi efektif
- Dokter/psikiater harus mengenali gangguan piker pada pasien dan
meminimalkan efek gangguan tersebut pada interview
- jika tidak berhasil, dapat diberikan pertanyaan –pertanyaan yag hanya
memebutuhkan respon yang singkat
- Untuk pasien yang mengalami blocking pemikiran, dokter harus
mengulang pertanyaan untuk mengingatkan kembali apa yang pasien
telah katakan
 Halusinasi
- Halusinasi merupakan persepsi sensorik yang salah
- Untuk pasien dengan haluasinasi, seluruh fenomena dalam halusinasinya
harus dieksplorasi
- Misal: ketika dia bilang ia mendengar suara kecoa, jangan mikir pakai
persepsi kita(kecoa kan nggak bisa bicara) tapi eksplorasi dari sudut
pandang dia, tanya kecoanya bicara apa, pakai bahasa apa, dan
informasi lain mengenai halusinasinya
pasien harus diminta untuk menggambarkan mispersepsi
sensoriknya sebanyak mungkin. Untuk halusinasi auditorik,
informasi ini meliputi isi halusinasi, volume, kejelasan suara, serta
situasinya. Untuk halusinasi visual, perlu diperoleh data mengenai
isi halusinasi, intensitasnya, situasi saat halusinasi terjadi, serta
respon pasien
Evaluator harus membedakan mana yang halusinasi sebenarnya,
dan mana ilusi, halusinasi hipnagogic dan hypnopompik
Juga perlu ditanyakan bagaimana pandangan pasien mengenai itu,
misalnya bertanya apa yang menyebabkan timbulnya suara pada
pasien
 Delusi
delusi itu bersifat menetap, merupakan suatu keyakinan yang slah
dan tidak berasal dari kultur tertentu
Biasanya, pasien delusi datang ke psikiater oleh karena dorongan
dari keluarga atau temannya
pemeriksa dapat menanyakan mengenai delusinya namun jangan
menunjukkan rasa percaya ataupun tidak percaya.
Pasien yang curiga
Beberapa orang, biasanya yang memiliki kepribadian paranoid,
memiliki kecurigaan yang kronik, dalam bahwa orang lain
menginginkan mereka terluka
Walaupun kecurigaan ini tidak menjadi suatu waham, mereka dapat
salah menginterpretasi suatu kejadian yang mentral menjadi suatu
fakta adanya konspirasi melawan mereka
Mereka kritis dan kadang mereka meyalahkan orang lain atas segala
sesuatu hal buruk yang terjadi di hidup mereka
Mereka sangat sulit mempercayai, dan dapat bertanya atas apa
yang dikatakan dan dilakukan dokter. Pemeriksa harus menjaga
rasa hormat, namun bersikap formal dan sedikit menjaga jarak
dengan pasien. Sebab, ekspresi kehangatan dapat meningkatkan
kecurigaan mereka
Dokter harus menjelaskan detail dari setiap keputusan dan
prosedur yang direncanakan
Pasien depresi dan berpotensi bunuh diri
Pasien yang depresi berat dapat mengalami kesulitan
berkonsentrasi, berpikir jernih, serta berbicara spontan
Psikiater yang mengevaluasi pasien depresi harus lebih
mengarahkan dan lebih kuat daripada biasanya
Walaupun pasien depresi tidak boleh terlalu ditekan, keadaan
hening yang lama jarang berguna, dan pemeriksa perlu untuk
mengulang pertanyaan lebih dari sekali
Pasien yang terus mengeluh mengenai begitu tidak berharganya dan
betapa berdosanya mereka, perlu dipotong dan diarahkan kembali
Setiap pasien perlu ditanyakan mengenai ide/pemikiran untuk
bunuh diri, terlebih pada pasien depresi
Penilaian yang menyeluruh pada kemungkinan bunuh diri meliputi
niat, rencana, arti serta pemahaman konsekuensi, juga riwayat
usaha bunuh diri dan riwayat keluarga yang bunuh diri
Pemeriksa harus merasa nyaman menanyakan pertanyaan yang
sederhana, lugas, serta tidak menjatuhkan
Pertanyaan tentang bunuh diri tidak meningkatkan risiko
Pertanyaan yang spesifik dan mendetail penting untuk pencegahan
-


33
 Pasien Agitasi dan berpotensi berlaku kasar
Beberapa langkah dapat dilakukan untuk mengurangi agitasi,
seperti melakukan interview pada lingkungan yang tenang
Ruang yang cukup perlu disediakan untuk kenyamanan pasien dan
pemeriksa, tanpa adanya penghalang fisik untuk meninggalkan
ruang pemeriksaan baik untuk pasien maupun pemeriksa
Selama interview, psikiater harus menghindari melakukan gerakangerakan yang dapat disalahartikan sebagai ancaman, seperti
berdiri di depan apsien, menatap tajam pasien, menyentuh pasien
Psikiater juga harus bertanya apakah pasien membawa senajata
dan meminta pasien untuk meninggalkan senjatanya disuatu
ruangan atau pada penjaga
Jangan meminya pasien untuk memberikan senjatanya pada
pemeriksa
Apabila agitasi pasien berlanjut dan meningkat, interview harus
diakhiri


Pasien seduktif
Dapat termanifestasi dari pakain, perilaku, ataupun isi
pembicaraan pasien
Sex bukanlah merupakan satu-satunya hal yang dapat digoda
Pasien dapat menawarkan keuntungan, menjadikan pemeriksa
teman bintang film, atau akan mendedikasikan novel terbarunya
pada pemeriksa
- Pemeriksa harus memperjelas bahwa segala yang ditawarkan
pasien tidak akan diterima, dan tetap menjalin hubungan baik
serta jangan menjatuhkan kepercayaan diri pasien (misalnya
ada pasien wanita yang menawarkan diri menjadi kekasih doketr
pria, dokternya harus dengan tegas bilang kalau ia kurang
nyaman dengan perilaku wanita itu, tapi dengan cara yang baik
namun tegas, jangan bilang “ saya tidak suka sama ibu karena
ibu jelek atau karena ibu menyebalkan”)
Pasien Obsesif
Pasien obasesif adalah orang yang sesuai dengan aturan, dan
sangat memperhatikan detail.
-


dalam menghadapi pasien obasesif, dokter harus melibatkan
mereka dalam pengobatan dan perawatannya
dokter juga harus menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang
direncanakan, yang membuat pasien dapat menentukan
keputusannya sendiri
Pasien dengan latar belakang dan kultur berbeda
Perbedaan ras, kebangsaan, agama, dan perbedaan kultural lain
antara pasien dengan pewawancara dapat mengganggu
komunikasi dan membuat suatu kesalahpahaman
juga merupakan suatu hal yang sulit untuk seorang pemeriksa
baru yang datang ke suatu adat tertentu untuk mengevaluasi
gejala yang sifatnya relatif
Kosa kata yang digunakan untuk menggambarkan tekanan
emosional itu bervariasi darai suatu budaya dengan yang lain
Pasien yang tidak bekerja sama
Ada beberapa bentuk, seperi gagal menepati janji bertemu,
menolak untuk berbicara atau untuk mengikuti sesi interview
dengan serius, kegagalan untuk membayar pelayanan
Penyebabnya meliputi manifestasi dari keadaan patologis
pasien, kemarahan pada dokter, perasaan ditekan pada sebuah
evaluasi untuk memenuhi keinginan seseorang, atau manifestasi
dari suatu perubahan
Evaluasi pada kasus emerjensi berbeda dengan non-emerjesi.
Pada kasus emerjensi, evaluasi harus dilakukan meskipun pasien
tidak kooperatif dan melawan
Pasien yang telah diterapi, dan memberikan hasil bermakna,
kemudian menjadi tidak kooperatif memberikan sinyal pada
pemerisa bahwa ada sesuatu yang perlu dieksplorasi lebih
lanjut
Aspek Klinis Wawancara psikiatrik
Panjang sesi
Konsultasi awal selama 30 menit- 1jam, tergantung situasi
konsultasi dengan pasien yang psikotik atau yang sakit secara
medis singkat saja karena pasien biasanya merasakan interview
merupakan itu penuh tekanan
34
Interview awal untuk mengevaluasi farmakoterapi atau psikoterapi
biasanya lebih lama
tempat duduk dan susunan ruangan
penyusunan kursi pada ruang psikiater dapat mempengaruhi
interview
kursi harus sama tinggi, sehingga tidak ada yang harus melihat
lebih rendah ke yang lain
Kebanyakan psikiater lebih menyukai tidak ada benda lain antara
dokter dengan pasien.
Apabila ruangan memiliki banyak kursi, psikiater menentukan
mana kursinya, kemudian mempersilahkan pasien untuk memilih
kursi mana yang akan membuatnya merasa paling nyaman
psikiater tidak hanya memberikan pertanyaan selama melakukan
interview, tetapi lebih dari itu, psikiater juga menyediakan umpan
balik serta informasi, memberikan harapan, dukungan, serta
merespon apa yang dikatakan pasien
Mengakhiri interview
- Pada akhir evaluasi, psikiater harus member pandangan serta
sarannya kepada pasien, meski pada pertemuan pertama
- pasien yang datang ke psikiater untuk pertama kali biasanya
khawatir, takut, mereka berpikir apakah mereka gila, apakah
masalahnya akan dimengerti, apakah mereka akan dihakimi, san
yang paling penting apakah mereka akan dibantu, inilah yang
ingin didapatkan pasien setelah mereka mendatangi psikiater
-
-
-
Kuliah 16. KELUMPUHAN EKSTREMITAS
Dr. Yetti Ramli, SpS(K)
Catatan penting yang dihighlight dosen:
Oklusi a.cerebri anterior --> stroke iskemia --> paraplegia (lumpuh kaki;
bisa juga karena lesi di bawah T1)
Kuadriplegia = lesi di atas T1
Saraf kortikospinal berakhir di L1-2 --> pungsi di bawah segmen ini!
EMG: periksa sistem saraf tepi, SSEP: periksa UMN di C1-T12. Untuk
sistem saraf pusat harus menggunakan EEG/BAEP dsb.
Myasthenia Gravis --> ACh berfluktuasi sehingga terjadi kelemahan otot
yang juga berfluktuasi (makin sore makin lemah)
Diplopia: gangguan nIII (lihat dekat), nIV (lihat ketinggian/kedalaman),
atau nVI (lihat jauh). Gangguan visus (mata kabur) disebabkan karena
gangguan nII
Guillain-Barre Syndrome: paralisis yang simetrik dan makin meningkat
seiring peningkatan aktivitas
Kelainan di otot tidak ada gangguan sensorik; lain halnya bila pleksus yang
terkena.
Baru masuk ke isi slidenya...
Pengaturan motorik di otak: girus presentral. Di depan girus presentral:
daerah korteks premotor.
Homunculus: lihat posisi daerah tubuh yang diatur oleh area-area di girus
presentral. Stroke, karena biasa menimbulkan lesi infark di daerah atas
korteks, akan menimbulkan kelumpuhan kaki-tangan.
Penyebab lesi umum:
- Cornu anterior: polio, ALS, atrofi otot spinal, sindrom KugelbergWelander, sindrom Werdnig-Hoffman
- Radiks: GBS, hernia nukleus pulposus
- Pleksus: trauma
- Saraf perifer: neuropati, trauma
- Neuromuscular junction: Myasthenia Gravis
- Otot: miopati, miositis, Duchenne MD
 Bisa timbul karena vaskular, infeksi, tumor, trauma, ataupun genetik
35
Sistem motor: UMN yang badan selnya ada di korteks serebri/tempat lain di
sistem saraf pusat, LMN yang badan selnya ada di kornu anterior medula
spinalis, neuromuscular junction (motor end plate), dan otot itu sendiri.
Pola kelumpuhan motorik:
1. UMN
Tonus meningkat, reflek fisiologis meningkat, refleks piramidal
(termasuk yang patologis) positif
2. LMN
Tonus menurun-atrofi, reflek turun/hilang semua, fasikulasi
3. Otot
Tonus menurun-atrofi, reflek turun/hilang semua
4. Neuromuscular junction
Rasa lelah, tonus normal-sedikit menurun, reflek normal
5. Kelemahan fungsional
Tonus normal, reflek normal, kekuatan otot sedikit terganggu
Ingat: bedakan antara spastik (mempertahankan kelembaman, contohnya pada
fenomena clasp-knife) dan rigiditas (kekakuan, contohnya pada fenomena
cogwheel).
Pengukuran kekuatan otot:
0
No muscle contraction is detected
1
A trace contraction is noted in the muscle by palpating the muscle
while the patient attempts to contract it.
2
The patient is able to actively move the muscle when gravity is
eliminated.
3
The patient may move the muscle against gravity but not against
resistance from the examiner.
4
The patient may move the muscle group against some resistance from
the examiner.
5
The patient moves the muscle group and overcomes the resistance of
the examiner. This is normal muscle strength.
Tes yang dilakukan untuk melihat kekuatan otot ekstremitas: dapat dibaca di
slide, lihat juga segmen dermatomnya.
36
Membedakan kelumpuhan UMN dan LMN:
Feature
Central Paresis
Proprioceptive
Increased
reflexes
Exteroceptive
Decreased
reflexes
Babinsky sign
Present
Muscle atrophy Absent (or mild atrophy
of disuse)
Muscle tone
Increased (i.e.,spasticity;
not yet present in acute
phase)

Peripheral paresis
Decreased

Decreased
Absent
Present

Decreased

Membedakan kelumpuhan terjadi akibat lesi di mana: hafalkan tabel dari slide,
dan analisa juga mengapa dapat terjadi kelainan sensori di beberapa tempat
lesi pula.
Perlu diingat, claw hand merupakan akibat dari lesi di nervus ulnaris,
preacher’s hand merupakan akibat dari lesi di nervus mediana, dan hand drop
merupakan akibat dari lesi di nervus radialis.
Penyakit yang berkaitan: dapat dibaca di slide, yang penting paham betul
mengenai mekanisme terjadinya.
Gait disturbance: lebih cepat mengerti kalau lihat gambar.
Kuliah 17. TEKANAN INTRAKRANIAL dan SINDROM HERNIASI
dr. Mursyid Bustami, SpS(K)



Otak itu merupakan organ yang kecil namun tingkat metabolisme nya
tinggi sekali
Jika dibandingkan dengan berat badan seluruh tubu, berat otak mewakili
2%. Namun substrat metabolismenya 15% cardiac output.
20% semua konsumsi oksigen
25% konsumsi glukosa



Hal yang penting bagi fungsi otak yang normal :Kita harus
mempertahankan serebral blood flow yang berasal dari jantung untuk
membawa glukosa yang merupakan substrat utama untuk metabolisme otak.
Intinya: otak tidak bisa bekerja kalau tidak ada glukosa dan oksigen.
Sementara otak tidak menympan cadangan glikogen,oksigen atau
protein.Jika otak kekurangan oksigen selama 2-3 menit --> otak mulai tidak
berfungsi.
Hipoglikemia --> kerusakan otak yang lebih berbahaya daripada
hiperglikemia
Aliran darah ke otak normal berkisar di atas 50 cc/ 100 gr jaringan
otak per menit. Namun alirah darah ke otak atau Cerebral Blood Flow (CBF)
tidak dibahas di klinis praktis. Secara teoretis :Cerebral Blood Flow adalah
Cerebral Perfusion Pressure dibagi Cerebral vascular resistance.
Otak sebenarnya punya mekanisme kompensasi untuk menjaga aliran
darah ke otak tetap normal, namun dalam keadaan patologis mekanisme itu
terganggu
CDO2 (deliveryo2 srebral)= aliran darah ke otak x Konsentrasi CO2
Untuk menjamin delivery oksigen yang baik harus dijaga cerebral blod
flow yang baik
Pokok Bahasan Utama pada kuliah ini adalah TIK atau Intracranial
Pressure.
TIK merupakan nilai yang penting diperhatikan pada otak. Karena kenaikan
TIK bisa mengakibatkan konsekuensi yang fatal. Pada setting klinis, TIK
pasien harus diusahakan selalu di atas 70 mmHg. Namun bagaimana
mengukur TIK? Caranya harus dimasukkan probe di dalam rongga
tengkorak bi bagian epidural atau intraventrikel. Prosedur ini sangat mahal
sehingga tidak banyak dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, satusatunya cara mengetahui apakah ada peningkatan TIK di indonesia adalah
dengan MENGETAHUI GEJALA PENINGKATAN TIK.
Terdapat beberapa autoregulasi untuk mengatur alirah darah ke otak.
Pengaturan tersebut dalam bentuk vasokonstriksi atau vasodilatasi aliran
darah ke otak.
37





AUTOREGULASI OTAK
Vasodilatasi terjadi karena : PCO2 naik, pH turun, produk metabolisme
naik, dan CVP turun. PO2 yang rendah juga dapat menyebabkan
vasodilatasi, namun hanya jika nilainya di bawah 50 mmHg (sudah rendah
sekali).
Vasokonstriksi terjadi karena : PCO2 turun, pH naik, produk metabolisme
berkurang dan CVP naik. PO2 juga berpengaruh.
PCO2, pH, produk metabolik dan PO2 termasuk komponen
kemoregulasi, sementara CVP termasuk komponen autoregulasi
Peningkatan PCO2 secara otomatis akan menyebabkan suasana asam.
Cerebral Blood Flow (CBF)
CBF yang normal harus dijaga di atas 50 ml/100 g/menit.
Jika CBF di bawah 18 ml/100 g/menit akan terjadi irreversible reduce
function co. Infarction. Kerusakan tidak dapat dikembalikan menjadi
normal. Jika sejak awal penurunan CBF sudah dilakukan pemintasan aliran
darah, maka daerah infark dapat dibatasi. Defisit penumbra (area di
sekitar zona infark yang masih punya aliran darah pas-pasan) dapat
dikembalikan lagi CBF nya menjadi normal.
Dengan menjaga CBF, TIK juga akan dihambat agar tidak meningkat.
TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
 Pada rongga kepala orang dewasa, fontanella sudah tertutup, tidak ada
kompensasi pelebaran sutura jika terjadi peningkatan TIK seperti yang
terjadi pada anak-anak.
 TIK normal orang dewasa adalah di bawah 15 mmHg. Walaupun ada pula
sumber yang mengatakan di bawah 20 mmHg. Jadi, kesepakatannya adalah
TIK di atas 20 mmHg. Pada nilai TIK ini, belum tentu sudah terdapat
gejala peningkatan TIK.
 Pada rongga kepala yang normal, komposisi nya adalah 80% jaringan otal,
10% CSF, 10% darah. Total volume di dalam rongga kepala adalah 1500 cc.
Berdasarkan hukum Monroe Kellie, Jika ada salah satu komponen rongga
kepala yang meningkat, maka komponen lainnya akan mengkompensasi
dengan menurunkan volumenya
Contohnya, Jika terjadi edema otak --> volume otak meningkat -->
komposisi menjadi 86% jaringan otak, 7% CSF dan 7% darah. Dengan
mekanisme komposisi ini, TIK dapat dijaga tetap normal.
Jika edema tidak ditangani dan semakin memberat, mekanisme kompensasi
akan gagal. Komposisi menjadi 90% jaringan otak , 6% dan 4% sisanya
adalah CSF dan darah. Namun dengan pembagian komposisi ini TIK tidak
mungkin turun lagi.
Peningkatan TIK akan menyebabkan terjadinya iskemia, karena darah yang
mengalir ke otak semakin sedikit. Jika TIK terus meningkat, akan terjadi
kompresi jaringan otak, dan otak akan mencari daerah yang tahanannya
lemah --> herniasi.




Pada mekanisme kompensasi, komponen yang pertama kali menurun adalah
CSF. Hal ini dilakukan dengan cara
Shunting ke Medulla spinalis
Peningkatan absorpsi CSF di villi arachnoidales
Produksi CSF menurun
Shunting CSF menuju darah vena ke luar otak.
Pada anak kecil peningkatan CSF masih dapat dikompensasi karena
fontanella terbuka. Tapi suatu saat akan terjadi kegagalan kompensasi
juga. Kepala bayi akan semakin besar, namun suatu saat tekanan akan
terlalu tinggi.
PATOFISIOLOGI PENINGKATAN TIK
- TIK naik dapat disebabkan oleh edema, perdarahan, dan kelebihan
CSF.
 Misalnya terjadi stroke, perdarahan intraserebral, parenkim, epidural
dll-> jumlah darah meningkat -->terjadi hiperemia karena vasodilatasi -> aliran darah otak naik --> peningkatan TIK.
 Edema juga dapat menyebabkan peningkatan TIK. Terdapat dua jenis
edema, yaitu edema vasogenik dan edema sitotoksik
 Edema vasogenik disebabkan karena kerusakan BBB --> hiperemia.
Kerusakan ini dapat terjadi karena peningkatan volume CES karena
tumor otak, abses, infark.
38


Edema sitotoksik bisa terjadi karena rusaknya neuron atau karena
iskemia. Sehingga natrium masuk ke dalam sel --> merusak mitokondria.
Edema sitotoksik dapat terjadi karena asfiksia, hipoksia, intoksikasi
air, meningitis, ensefalitis.
Edema adalah masalah yang sangat besar dan harus bisa ditangani dan
jarang sekali membutuhkan operasi. Kalau obat nggak mempan baru
pakai operasi. terkadang tulang kepala dibiarkan terbuka sampai TIK
turun.
EDEMA VASOGENIK
Pada keadaan normal sebenarnya ada BBB yang berfungsi menjaga zat-zat
kecil tidak masuk ke otak. BBB ini dibatasi oleh Tight junction. Pada
keadaan tertentu ada yang bisa masuk BBB. Obat bisa masuk dalam
keadaan tertentu.
Jika ada tumor atau perdarahan---> tight junction terbuka --> sehingga
plasma masuk ke astrosit --> udema di daerah sekitar pembuluh darah-->
edema vasogenik.
Jika terjadi edema vasogenik, dapat diberikan steroid.








Terkadang, edema yang terjadi di otak bisa bersifat vasogenik bersamaan
dengan sitotoksik. Awalnya terjadi edema vasogenik --> lama-kelamaan
menjadi sitotoksik

Hal-hal lain yang dapat menyebabkan peningkatan TIK
Subdural hematoma : ventrikel bisa mengecil. Jumlahnya bisa lebih banyak
karena darahnya vena dan bisa lama.
Epidural hematoma : sangat cepat sekali menyebabkan peningkatan TIK
karena darah berasal dari arteri.
Astrositoma juga menyebabkan jaringan otak --> volume jaringan otak naik
Meningioma : tumor jinak selaput otak --> diambil prognosisnya baik.Kecuali
kalau sudah ada kerusakan menekan yang hebat.
Kelebihan csf --> pelebaran ventrikel.dapat Disebabkan malformasi
kongenital --> hidrosefalus pada bayi.
Communicatiing hydrocephalus adalah hidrosefalus yang tidak terjadi
karena penyumbatan --> karena overproduksiatau absorpsi yang defektif
Terkadang terjadi pelebaran ventrikel dengan normal pressure : ventrikel
nya besar , tapi TIK normal. Mungkin karena otaknya udah atrofi (tua)
Kalau terjadi tumor di batang otak atau di pons terjadi edema : aquaductus
silvii --> obstructive hidrosefalus
EDEMA SITOTOKSIK
TERJADI kerusakan pompa Na K sehingga vortex2 terbuka --> Na masuk
berlebihan ke dalam sel -->Na menarik cairan --> sel bengkak.
Edema sitotoksik tidak dapat diatasi dengan steroid
EDEMA INTERSTISIAL
Terjadi karena CSF yang berlebihan karena perubahan tekanan hidrostatik
--> masuk ke dalam sel.
CSF diproduksi di ventrikel 3 dan lateralis. Jika ada tumor di subarachnoid
maka bisa terjadi gangguan penyerapan CSF






GEJALA Peningkatan TIK
penurunan kesadaran
Hemiparesis dan hemiplegia karena kompresi jaras korteks co
kortikospinalis
Perubahan visus : kalau penekanan di chiasma optikum
Diplopia : peningkatan n 6. berasal dari pons, naik ke atas. Paling
panjang perjalannya di rongga subarachnoid. Matanya sulit melirik
Sakit kepala : penekanan struktur peka nyeri, yaitu meninges dan
pembuluh darah. BUKAN JARINGAN OTAK.
Papil edema - terlihat pada funduskopi. tidak ada batas optic disc
margin. Darah vena masuk ke dalam otak. Arteri sedikti masuk. Perbedaan
tek. Arteri dan vena menjadi kecil tempat keluarnya a. Dan V
Muntah proyektil
Cushing Triad : tanda dari vital sign -peningatan TD, bradikardi, late
sign --> perubahan pola nafas
Peningkatan suhu tubus secara dramatis
HERNIASI OTAK
Herniasi adalah masuknya organ tubuh ke tempat yang sempit,
Ada yang ke pinggir, ke bawaha, atau tonsillar
39
HERNIASI TRANSTENTORIAL : pendesakan jaringan otak ke tentorial-->
kalau hanya satu sisi --> pupil anisokor. Kalau dibiarkan bisa dua duanya
isokor tapi melebar.
Bisa juga terjadi herniasi INFRATENTORIAL; KE ARAH FORAMEN
MAGNUM
HERNIASI UNCAL: unkus terdesak ke bagian bawah tentorium. Juga
menyebabkan pupil anisokor.
Kuliah 18. OBAT LAIN pada SISTEM SARAF
dr. Vivian
Obat kan susah kalo mau masuk ke SSP, karena ada BBB, maka itu lipofilisitas
harus tinggi, obat itu akan semakin mudah masuk ke SSP.
Obat polar lebih sulit (hidrofilik) kecuali di area postrema, anterior
perforated substance, part of the hipotalamus dan pineal.
BBB fungsinya untuk menyaring obat yang masuk, kecuali saat permeabilitasnya
meningkat misalnya pada saat inflamasi, uremia  konvulsi.
Antiepilepsi
Bukan merupakan penyakit degeneratif. Terjadi karena cetusan listrik yang
berlebihan di SSP sehingga kejang. Manifestasi utama: kejang  obatnya
untuk kejang. (obatnya simptomatik).
Diberikan seumur hidup, (secara penyakitnya ga bisa sembuh), supaya hidup
pasien nya bisa lebih normal.
Klasifikasi antikonvulsan (antikejang):
 Barbiturates
 Benzodiazepins
 Hydantoins  fenitoin.
 Oxazoplidinedione
 Tricyclic compound
Cara kerja
1. Menghambat kanal voltase dependend chanel supaya kalsium dan
natrium tidak bisa masuk  tidak kontraksi
2. Fasilitasi sistem GABA (inhibisi)
3. Menghambat sistem glutamat
Phenytoin, metabolismenya mengalami kejenuhan  monitor konsentrasinya di
dalam plasma. Dikasih ‘1’ naiknya ‘2, tapi masing-masing individu naiknya
berbeda-beda.
Umumnya waktu paruh panjang 18-24 jam (1-2 kali per hari), kecuali asam
valproic, gabapentin dan vigabatrin.
Vigabatrin adalah inhibisi GABA transaminase (enzim yang menghambat GABA
sistem).
Carbapazapin : naikkan dosis  tunggu dulu sampai steady state 4-5 kali waktu
paruh.
Secara umum di hepar eliminasinya, ikatan di proteinnya tinggi (hampir 90%),
interaksi dengan penggeseran tinggi, terutama phenytoin.
Klasifikasi epilepsi berdasarkan tipe sindrom, sbb:
 Epilepsi yang kejang parsial
 Tonic klonik epilepsi
 Absence epilepsi
 Myoclonic epilepsi
 Status epileptic
Semuanya ada conventional dan
new drugs. Bisa teman-teman
cermati sendiri di slide. Intinya,
sebagian besar
valproat bisa
digunakan.
Kalo di lecture notes of
neurologi gini: ========== >
Kesimpulan: kalo pasien diobati,
80 % pasien bisa menjalani
kehidupan normal. Hanya 10 % an
yg bisa menyetop obat setelah 2
tahun, sisanya obat seumur
hidup. Obat harus di tappered
off in months, karena takut
rekurens (> 50%).
40
Antikonvulsan profilaksis jarang diresepkan pada kejang tunggal dan terisolasi,
dan baru akan mulai diberikan jika terjadi serangan kedua. Pilihan obat
ditentukan oleh tipe sindrom epilepsi. Secara umum, perlu kontrol teratur
untuk menetapkan dosis minimum efektif dan memantau efek samping obat.
Pengukuran kadar antikonvulsan dalam darah dapat membantu pemantauan.
Mayoritas pasien epilepsi (70%) akan terkontrol dengan baik dengan satu obat
(monoterapi), ada beebrapa yang butuh tambahan obat, pasien yang butuh tiga
obat atau lebih angka keberhasilan terapinya rendah.
Penyebab epilepsi refrakter:
 Ketidakpatuhan minum obat
 Pseudoseizure atau serangan non-epilepsi (baik terpisah atau terjadi
bersamaan dengan kejang murni)
 Adanya gangguan otak struktural, misalnya anomali perkembangan otak
yang dapat atau tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan.
 Alkohol dan gaya hidup
41
Selain sebagian kecul pasien dengan epilepsi refrakter tersebut, prognosis
jangka panjang epilepsi pada sebagian besar pasien adalah baik. Kebanyakan
pasien akan mengalami remisi setelah 5 tahun dan dapat berhenti minum obat.
Keputusan untuk menghentikan pengobatan pada pasien dewasa ditentukan
oleh:
 Durasi remisi
 Tipe epilepsi
 Efek rekurensi kejang saat mengemudi dan bekerja
 Efek samping pengobatan
Masalah spesifik dalam tatalaksana epilepsi pada kehamilan dan status
epileptikus, bisa dibaca di lecture notes of neurologi yah teman-teman, di
tentir lebih ditekankan pada yang dibicarakan dokter vivian di kuliah.
Obat parkinson:
a. Obat-obat antikolinergik
b. (yang lebih penting) obat-obat yang memperkuat jalur dopaminergik
Antiparkinson
Pada penyakit parkinson, pasien kekurangan dopamin, serabut saraf
dopaminergik yang keluar dari substansia nidra berdegenerasi. Merupakan
penyakit degeneratif, walaupun diobati penyakit akan terus berlanjut. Oleh
karena itu, obat parkinson bersifat simtomatik, ditujukan untuk
mengembalikan keseimbangan neurokimia.
Dengan berbagai keserbasalahan antara minum obat atau mendapat efek
samping, maka terapi sebaiknya ditunda hingga gejala benar-benar
membutuhkan terapi.
L-Dopa
 Obat utama untuk parkinson berat yang diabilitas fungsionalnya
signifikan
 Efektif dalam 1-2 tahun pertama, kemudian hilang efeknya  lagipula
serabut saraf dopaminergic rusak juga dalam 3-4 tahun.
 Merupakan substrat alami untuk sintesis dopamin
42




Tidak seperti dopamin, L-dopa dapat menembus sawar darah otak
sehingga dapat mencapai lokasi kerjanya pada pemberian oral.
Levodopa nebeng di Laminoacid transblocker untuk masuk.
Tetapi kebanyakan dosis oral L-dopa dimetabolisme oleh
dekarboksilase DOPA perifer menjadi dopamin sebelum mencapai otak
(jadi hanya sekitar 2-3% saja yang sampai di otak)
Ada dua cara untuk menangani hal di atas:
o Dosis L-dopa ditingkatkan  tapi tidak direkomendasikan,
karena akan timbul efek samping perifer yang lebih berat
(mual, muntah). Pun kalo mau ditingkatkan dosis L-dopanya,
bertahap aja sesuai gejala parkinsonnya.
o Cara yang lebih direkomendasikan: L-dopa nya dikombinasikan
dengan inhibitor dekarboksilase DOPA perofer (benserazid
atau carbidopa) sehingga kadarnya bisa sampai di otak sekitar
10%. (lihat gambar obat-obat yang memperkuat jalur
dopaminergik)
Masalah : respons berkurang dalam 3-4 tahun, efektivitas menurun,
efek samping meningkat pada dosis sama, alasan juga belum jelas.
Co-careldopa (L-dopa + carbidopa) dan Co-beneldopa (L-dopa +
benserazid)
Walau dapat memberikan efek samping sentral (hipotensi postural,
kebingungan, halusinasi, delusi), namun kebanyakan pasien penyakit parkinson
idiopatik akan tertolong dengan obat ini, setidaknya pada tahap awal penyakit.
Komplikasi terapi L-dopa jangka panjang pada penyakit parkinson
Sayangnya, setelah 2-5 tahun efikasi L-dopa menjadi terbatas karena adanya
komplikasi fluktuasi motorik dan diskinesia.
Fluktuasi motorik:
 Wearing-off, dosis individual hanya menghasilkan efek sementara saja
 On-off, pasien mengalami perbaikan gejala akibat obat (on) dan
diselingi keadaan rigiditas-akinetik (off) seringkali tanpa adanya
hubungan yang dapat diprediksi antara waktu dan dosis obat.
Diskinesia : gerakan involunter yang terjadi sehubungan dengan terapi obat,
yaitu gerakan berputar dan berkelok-kelok jika kadar dopamin tinggi
(diskinesia dosis maksimal) atau nyeri pada kontraksi otot, umumnya pada kaki,
jika kadar dopamin rendah (wearing off dystonia).
Fluktuasi motorik dan diskinesia dapat dihilangkan secara parsial pada
beberapa pasien dengan :
 Obat-obat yang mengandung L-dopa dengan dosis kecil dan sering
 Preparat lepas lambat
 Kombinasi preparat L-dopa dengan selegin, suatu inhibitor monoamin
oksidase tipe B (yang memblok metabolisme dopamin), entakapon,
suatu inhibitor enzim COMT (catechol-O-methyl-transferase) (yang
memblok metabolisme L-dopa), atau secara langsung yaitu dengan
agonis reseptor dopamin (bromokroptin, cabergolin, pergolid, ropinirol,
pramipexol, atau apomorfin—apomorfin diberikan secara subkutan
dengan injeksi intermiten atau infus kontinyu dengan pompa infus)
Efek samping lain dari L-dopa paling baik ditangani dengan obat-obat yang
memiliki sedikit aksi antagonis dopamin sentral, misalnya domperidon untuk
muntah, dan ‘neuroleptik atipikal’ seperti risperidon, olanzapin, quetiapin, dan
clozapin, atau inhibitor kolinesterase, seperti donepezil dan rivastigmin untuk
halusinasi pada pasien gangguan kognitif.
Obat lain
 Selegilin  bisa digunakan sebagai terapi tunggal pada tahap awal
penyakit.
Cara kerja: memperlambat progresi penyakit dengan inhibisi MAO-B sehingga
potensial untuk menghambat konversi protoksin dari lingkungan yang analog
dengan bentuk aktif MPTP (suatu radikal bebas). Mekanisme neuroprotektif
ini masih kontroversial, tetapi banyak neurolog memberikan terapi ini pada
pasien penyakit parkinson tahap awal dengan disabilitas fungsional yang belum
43
terlalu parah untuk diterapi dengan L-dopa (dapat menunda kebutuhan L-dopa
hingga 1 tahun).
 Agonis reseptor dopamin
Juga untuk penyakit tahap awal, potensial untuk menunda kebutuhan L-dopa
sehingga menghambat dan mungkin mengurangi frekuensi komplikasi motorik
jangka panjang. Lebih direkomendasikan terutama untuk pasien yang lebih
muda, yang lebih berisiko terhadap diskinesia dan fluktuasi akibat L-dopa yang
terjadi lebih cepat dan berat.
 Amantidin
Hanya memberi sedikit perbaikan pada penyakit tahap awal, juga menurunkan
diskinesia akibat L-dopa.
 Obat-obat antikolinergik
Triheksfenidil, orfenadrin, dan benztropin, juga memberikan hanya sedikit
perbaikan, walau dikatakan dapat membantu tremor, dimana preparat L-dopa
tidak terlalu dapat mengurangi tremor. Akan tetapi obat-obat antikolinergik
memiliki efek samping perifer yang serius (retensi urin, mulut kering,
pandangan kabur), dan efek samping sentral (kebingungan dan halusinasi pada
usia lanjut).
dengan dosis 25 mg dua kali sehari, dan tingkatkan bertahap (selama 7-14 hari)
hingga 200 mg dua kali sehari dengan preparat lepas lambat.
Bila pasien tidak dapat mentoleransi aspirinL klopidogrel 75 mg per hari.
Heparin digunakan untuk secondary prevention saja karena kerjanya lama. (ini
karena ditanya teman kita ^_^) tapi sebenarnya heparin tidak
direkomendasikan karena risiko perdarahan intrakranial atau ekstrakranial
yang lebih berat daripada keuntungannya. Heparin IV hanya direkomendasikan
pada keadaan khusus, misalnya pada pasien yang mengalami perburukan gejala
akibat trombosis vertebrobasilar.
Stroke
Merupakan pembunuh kedua (pertama jantung)
Stoke iskemik (trombus, atau karena fenomena embolik  oklusi dari
arteri serebral) atau hemoragik (pembuluh darah pecah)
 Tujuan pengobatan akut:
o Mengurangi progresivitas penyakit dan menurunkan morbiditi
o Mencegah komplikasi sekunder
o Mencegah terjadinya stroke berulang
Tissue plasminogen aktivator
Plasminogen: mencegah pembekuan, menghancurkan fibrin (fibrinolisis).
t-PA diberikan secara IV, 0,9 mg/kg, dalam 3 jam serangan stroke. (golden
periode, jika tidak, maka sudah membeku semuanya, koagulan semua, trombus
semakin banyak)
Aspirin: tidak boleh 24 jam setelah t-PA, takut terjadi bleeding. Diberikan
maksimal 48 jam dalam onset stroke, dosis rendah 160-325 mg/hari)
menghambat enzim siklooksigenase, sifatnya irreversibel tapi 7-14 hari
terbentuk trombosit baru. Dikombinasikan dengan dipiridamol lebih efektif.
Jadi dipirimadol sebaiknya diberikan sedini mungkin pada stoke iskemik,


44
Download