FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN FANNY SEFTA ADITYA PUTRI. Formulasi Strategi Pemasaran Obat Tradisional Taman Syifa, Kota Bogor, Jawa Barat. Di bawah bimbingan RATNA WINANDI. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia adalah keanekaragaman tanaman obat. Indonesia merupakan negara terkaya dalam spesies tanaman obat. Setidaknya 30.000 spesies dari 40.000 spesies tanaman obat yang ada di seluruh dunia ada di Indonesia. Namun hanya sekitar 940 jenis tanaman obat yang telah dimanfaatkan. Sejalan dengan paradigma pembangunan baru perekonomian Indonesia yang mendukung pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi olahan (agroindustri), maka keberadaan industri yang bergerak di bidang pengolahan tanaman obat menjadi semakin berkembang. Hal ini juga ditunjang dengan semakin meningkatnya permintaan akan obat tradisional yang dipicu oleh maraknya tren back to nature, kesadaran akan efek samping yang ditimbulkan oleh obat sintetik, keterjangkauan dalam mengonsumsi, dan kecenderungan masyarakat kota yang menyukai hal-hal praktis. Kota Bogor merupakan wilayah yang tidak terlepas dari perkembangan industri obat tradisional. Setidaknya terdapat sembilan produsen obat tradisional yang bergerak dalam industri obat tradisional dengan karakteristik produk yang hampir homogen. Hal tersebut memicu persaingan yang ketat dalam industri obat tradisional. Taman Syifa merupakan salah satu industri obat tradisional yang berada di kota Bogor. Persaingan yang ketat dan kegiatan pemasaran yang belum optimal menyebabkan omset yang diperoleh Taman Syifa berfluktuatif. Strategi pemasaran yang tepat dibutuhkan Taman Syifa untuk menghadapi persaingan, meningkatkan penjualan, dan memperoleh pangsa pasar yang lebih luas. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dan menganalisis keadaan lingkungan pemasaran baik internal maupun eksternal Taman Syifa, (2) mencari dan merancang strategi pemasaran Taman Syifa untuk menghadapi persaingan industri kecil obat tradisional, (3) Menentukan prioritas strategi pemasaran yang tepat bagi Taman Syifa untuk menghadapi persaingan. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Syifa yang terletak di Tanah Baru, Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2008 – April 2008. Dalam penelitian ini, pengambilan responden untuk persepsi konsumen dilakukan dengan metode convenience sampling. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum perusahaan, segmentasi pasar, positioning, identifikasi dan seleksi pasar sasaran, komponen-komponen pada bauran pemasaran, dan persepsi konsumen terhadap atribut bauran pemasaran Taman Syifa. Analisis kualitatif berusaha mengidentifikasi apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan. Setelah itu dilakukan analisis SWOT yang nantinya akan menghasilkan empat alternatif strategi yaitu, strategi SO, WO, ST, dan WT. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan matriks IFE, matriks EFE, matriks IE, dan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Taman Syifa merupakan perusahaan yang bergerak dalam produksi obat tradisional yang terdiri dari minuman instan kesehatan, kapsul herbal, simplisia, dan kosmetik tradisional. Bentuk promosi yang sudah dilakukan Taman Syifa meliputi personal selling, pameran, kegiatan pelatihan, radio, dan melalui brosur atau leaflet. Kegiatan distribusi yang dilakukan menggunakan jasa perantara pemasar (distributor). Ruang lingkup pemasaran Taman Syifa masih berada di sekitar kota Bogor. Penetapan harga dilakukan dengan metode cost based pricing. Analisis terhadap lingkungan pemasaran perusahaan yang terdiri dari lingkungan internal dan eksternal menghasilkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan perusahaan antara lain, (1) kualitas produk yang baik, (2) produk yang praktis dalam penggunaan, (3) harga yang relatif murah, (4) unggul dan aktif dalam penelitian dan pengembangan obat tradisional, dan (5) modal sendiri. Kelemahan yang dimiliki perusahaan antara lain, (1) distribusi yang terbatas, (2) promosi yang sederhana, sempit dan belum kontinyu, (3) merek yang belum kuat, (4) peran tenaga pemasar belum optimal, (5) adanya rangkap jabatan, dan (6) proses produksi sederhana. Total skor pada matriks IFE adalah 2,484 yang berarti bahwa Taman Syifa berada dibawah rata-rata dalam usahanya menjalankan strategi untuk memanfaatkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan. Faktor yang menjadi peluang bagi perusahaan adalah (1) kenaikan harga obat paten, (2) keanekaragaman tanaman obat yang tinggi, (3) kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional, (4) kepercayaan masyarakat terhadap jamu dan obat tradisional secara turun temurun, (5) gaya hidup back to nature, (6) pola hidup masyarakat yang praktis, dan (7) kemudahan mendapat bahan baku. Sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah (1) daya beli konsumen menurun, (2) teknologi pengemasan yang sederhana, (3) anggapan bahwa obat tradisional lebih bersifat sebagai pemelihara kesehatan dibanding untuk mengobati, (4) sistem konsinyasi, dan (5) persaingan yang semakin ketat. Total skor pada matriks EFE adalah 3,043 yang berarti Taman Syifa berada diatas rata-rata dalam upayanya untuk menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Analisis persepsi konsumen menunjukkan penilaian konsumen terhadap atribut bauran pemasaran yang dilakukan Taman Syifa. Matriks IE menempatkan posisi Taman Syifa di sel ke II yaitu tumbuh dan kembangkan (growth and build). Strategi yang sesuai dijalankan perusahaan berdasarkan matriks IE adalah pengembangan produk, penetrasi pasar, dan pengembangan pasar. Matriks SWOT menghasilkan sembilan alternatif strategi, yaitu mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk (SO1), meningkatkan inovasi yang mengarah kepada penambahan lini produk (SO2), menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya (SO3), meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien (WO1), mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar (WO2), mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing (ST1), memperbaiki sistem pembayaran (ST2), memperkuat merek (WT1), dan melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (WT2). Hasil analisis vertikal terhadap elemen tujuan dengan menggunakan metode PHA menghasilkan urutan prioritas tujuan yang ingin dicapai perusahaan secara berurutan yaitu, menghadapi persaingan, memperluas pangsa pasar, dan meningkatkan penjualan. Analisis vertikal terhadap elemen alternatif strategi menghasilkan prioritas strategi secara berurutan, yaitu melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing, memperkuat merek, serta meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien. Prioritas selanjutnya adalah mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing, meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk, meningkatkan inovasi yang mengarah kepada penambahan lini produk, menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya, mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar, dan memperbaiki sistem pembayaran. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini antara lain, melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait dalam pengembangan obat tradisional seperti Balitro, Pusat Studi Biofarmaka, dan juga dengan perusahaan sejenis. Selain itu, Taman Syifa juga dapat meminta pendapat konsumen terkait dengan strategi pemasaran yang dijalankan. Perbaikan dalam aktivitas promosi dan distribusi perusahaan diperlukan agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Saran selanjutnya adalah pengembangan dalam lini produk Taman Syifa yang memanfaatkan keanekaragaman tanaman obat. Alternatif strategi yang dihasilkan sebaiknya dikomunikasikan kepada seluruh manajemen dan karyawan agar proses pencapaian tujuan strategis dapat dilakukan dengan lebih baik dan hasil yang dicapai sesuai harapan. FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : Fanny Sefta Aditya Putri A14104093 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Judul Nama NRP : Formulasi Strategi Pemasaran Obat Tradisional pada Taman Syifa di Kota Bogor, Jawa Barat : Fanny Sefta Aditya Putri : A14104093 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus : PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Juni 2008 Fanny Sefta Aditya Putri A14104093 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Liki Hermanto dan Siti Nuriyah Ayu. Penulis menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Dasar Pertiwi Indonesia, Bekasi pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Jakarta sampai tahun 2001. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 26 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, Penulis diterima di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis cukup aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan menjadi panitia dalam kegiatan kampus baik dalam lingkup departemen maupun fakultas. Penulis juga menjadi staf dalam Departemen Kewirausahaan MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) pada periode 2005-2006. Selain itu, Penulis juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Departemen Hubungan Luar MISETA pada periode 2006-2007. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diajukan sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pemilihan topik dan judul skripsi didasarkan atas adanya ketertarikan yang besar terhadap pengembangan obat tradisional dan produk-produk herbal atau yang berbahan baku biofarmaka pada umumnya. Semakin meningkatnya persaingan dalam industri obat tradisional mendorong perusahaan untuk dapat mengembangkan kegiatan pemasaran dan merencanakan strategi pemasaran yang lebih baik agar dapat berdampak positif terhadap pengembangan usahanya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Juni 2008 Fanny Sefta Aditya Putri A14104093 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup Penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang terdalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, Ms, selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabarannya dalam memberikan dukungan, kerjasama, motivasi, dan nasehat yang berharga. 2. Ibu Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec, selaku dosen penguji utama yang telah memberi masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Tintin Sarianti, SP, selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberi masukan dan saran bagi penulis. 4. Kedua orangtua penulis, Mama Siti Nuriyah Ayu dan Papa Liki Hermanto, atas kasih sayang, cinta, dukungan, nasehat, doa yang tiada henti diberikan kepada penulis. Skripsi ini merupakan salah satu tanda cinta, bakti, dan terima kasih Penulis kepada Papa dan Mama. 5. Adikku, Oscar Leobrando Anugrah Putra dan tanteku Siti Nuryati yang telah mendukung dan menyemangati penulis selama ini. 6. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan dalam bidang akademik. 7. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu penulis. 8. Ibu Umi Cahyaningsih, pemilik Taman Syifa yang telah berkenan menyediakan tempat penelitian dan merelakan waktunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Widi, Tere, Intan, Nung, Pretty, Agnes, Uci, Sastro, dan Rani, terima kasih atas persahabatan dan pembelajaran yang indah selama empat tahun ini. How lucky I am to have all of u in my life. Friends forever ya! 10. Duta, Nova, dan Aulia, teman-teman seperjuangan dibawah bimbingan Ibu Ratna, terima kasih atas saran, masukan, dan motivasi yang diberikan. 11. M. Fajri Firmawan, Ismawardhani, Dwi Agris, Annisa, dan Febri, teman-teman KKP-ku tersayang, terima kasih untuk kebersamaan, semangat, motivasi, doa, keceriaan, dan perhatiannya yang tulus. 12. Krishna, Yoga, Randi, Aliy, Evan, Nunu, Gerry, Yudhi, Mamieq, Ragil, Iwan, David, Mita, Nanien, Dika, Arisman, Yessica dan seluruh mahasiswa Manajemen Agribisnis 41 atas persahabatan dan bantuannya bagi penulis selama perkuliahan. 13. Uti, Nana, Mba Mala, Mba Icha, Mba Mine, Mba Netty, Mba Putri, Mba Gita, Mba Ia, Tifa, Bapuq, Memes, dan teman-teman wina‟ers lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selama tinggal di Wisma Wina tercinta. 14. Seluruh pihak yang telah mendukung dan berdoa bagi penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih sebesar-besarnya, tanpa kalian penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………... iii v vi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………... 1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………... 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………… 1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................................... 1 8 12 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Obat……………………………………………………………… 2.2 Obat Tradisional……………………………………………………………. 2.3 Industri Obat Tradisional…………………………………………………… 2.4 Prospek Pengembangan Industri Berbahan Baku Tanaman Obat………. 2.5 Kajian Penelitian Terdahulu……………………………………………….. 13 14 16 17 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1Kerangka Pemikiran Teoritis……………………………………………….. 3.1.1 Pengertian dan Konsep Pemasaran………………………………….. 3.1.2 Strategi Pemasaran…………………………………………………… 3.1.3 Bauran Pemasaran…………………………………………………… 3.1.4 Analisis Lingkungan Pemasaran……………………………………… 3.1.5 Persepsi Konsumen…………………………………………………… 3.1.6 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE……………………………. 3.1.7 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)………………………… 3.1.8 Matriks Internal Eksternal (IE)………………………………………… 3.1.9 Matriks SWOT………………………………………………………… 3.1.10 Proses Hirarki Analitik (PHA)………………………………………. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional………………………………………….. 23 23 24 26 32 36 37 38 38 38 39 41 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………. 4.2 Jenis dan Sumber Data……………………………………………………… 4.3 Metode Penarikan Sampel…………………………………………………. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data……………………………………. 4.4.1 Tahap Pengumpulan Data……………………………………………… 4.4.2 Tahap Analisis…………………………………………………………. 4.4.3 Tahap Pengambilan Keputusan……………………………………… 4.4.4 Analisis Persepsi Konsumen…………………………………………... 45 45 46 46 47 52 56 64 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan……………………………………………………….. 5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan………………………………………… 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan……………………………………………. 5.4 Karakteristik Produk………………………………………………………. 5.5 Aktivitas Usaha……………………………………………………………. 5.6 Sumberdaya Perusahaan…………………………………………………. 66 67 68 69 70 72 VI. ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN PERUSAHAAN 6.1 Analisis Lingkungan Internal……………………………………………… 74 6.1.1 Aspek Pemasaran…………………………………………………… 74 6.1.2 Aspek Sumberdaya Manusia………………………………………. 83 6.1.3 Aspek Produksi dan Operasi…………………………………………. 84 6.1.4 Aspek Keuangan dan Akuntansi……………………………………. 85 6.1.5 Aspek Penelitian dan Pengembangan……………………………… 85 6.2 Analisis Lingkungan Eksternal……………………………………………. 86 6.2.1 Lingkungan Eksternal Makro………………………………………. 87 6.2.2 Lingkungan Eksternal Mikro……………………………………….. 92 6.3 Persepsi Konsumen Terhadap Atribut Bauran Pemasaran……………… 95 6.3.1 Persepsi Konsumen terhadap Strategi Produk…………………….. 96 6.3.2 Persepsi Konsumen terhadap Strategi Harga……………………… 103 6.3.3 Persepsi Konsumen terhadap Strategi Distribusi…………………...... 105 6.3.4 Persepsi Konsumen terhadap Strategi Promosi.................................... 106 6.4 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan............................................................ 108 6.5 Identifikasi Peluang dan Ancaman………………………………………..... 109 VII. MERANCANG STRATEGI PEMASARAN 7.1 Tahap Pengumpulan Data…………………………………………………. 111 7.1.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)…………………………... 111 7.1.2 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)………………………… 114 7.2 Tahap Analisis……………………………………………………………... 116 7.2.1 Matriks Internal Eksternal (IE)............................................................... 116 7.2.2 Matriks SWOT........................................................................................ 119 7.3 Tahap Pengambilan Keputusan…………………………………………...... 126 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan...................................................................................................... 138 8.2 Saran................................................................................................................ 140 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....... 141 LAMPIRAN……………………………………………………………………….. 143 DAFTAR TABEL Nomor 1 Halaman Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Tahun 2004-2006................................................................................................... 2 2 Proyeksi Permintaan Obat Modern dan Obat Tradisional.......................... 3 3 Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Tanaman Obat Tahun 2002-2003................................................................................................... 5 4 Produsen Obat Tradisional Berbahan Baku Tanaman Obat di Bogor..... 7 5 Pertumbuhan Penerimaan Penjualan Taman Syifa Tahun 2007............... 10 6 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan............................... 48 7 Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan........................... 8 Matriks Internal Factor Evaluatin (IFE).................................................. 51 9 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)……………………. ….... 52 10 Matriks SWOT……………………………….………….……................ 56 11 Nilai Skala Banding Berpasangan.............................................................. 59 12 Matriks Pendapat Individu……………………...………………….... 13 Matriks Pendapat Gabungan...................................................................... 61 14 Nilai Indeks Acak…………………………………………………........ 63 15 Fasilitas Usaha Taman Syifa………………………………………...... 73 16 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (2003-2006)....……...……... 49 60 88 17 Persepsi Konsumen Terhadap Rasa.......................................................... 96 18 Persepsi Konsumen terhadap Kemasan Produk..................................... 98 19 Persepsi Konsumen terhadap Khasiat Produk........................................... 98 20 Persepsi Konsumen terhadap Kandungan Bahan Alami...................... 99 21 Persepsi Konsumen terhadap Komposisi Produk.................................... 100 22 Persepsi Konsumen terhadap Variasi produk.......................................... 101 23 Persepsi Konsumen terhadap Merek Produk........................................... 101 24 Persepsi Konsumen terhadap Label Produk............................................ 102 25 Persepsi Konsumen terhadap Kemudahan Penyajian........................... 103 26 Persepsi Konsumen terhadap Keterjangkauan Harga.............................. 104 27 Persepsi Konsumen terhadap Kesesuaian Harga dengan Kualitas.......... 104 28 Persepsi Konsumen terhadap Kemudahan Produk untuk Dijangkau....... 105 29 Persepsi Konsumen terhadap Ketersediaan Produk Saat Dibutuhkan..... 106 30 Persepsi Konsumen terhadap Media Promosi......................................... 107 31 Persepsi Konsumen terhadap Intensitas Promosi................................... 108 32 Rekapitulasi Persepsi Konsumen.............................................................. 108 33 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan…..…......................................... 109 34 Identifikasi Peluang dan Ancaman……………..………..……........... 110 35 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)……………………….….. 112 36 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)…………………………. 114 37 Hasil Pengolahan Horisontal Elemen Tujuan……………................... 128 38 Hasil Pengolahan Horisontal Elemen Alternatif Strategi……………... 129 39 Hasil Pengolahan Vertikal Elemen Tujuan.............................................. 133 40 Hasil Pengolahan Vertikal Elemen Alternatif Strategi………………. 134 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Konsep Pemasaran.................................................................................... 24 2 Komponen Bauran Pemasaran................................................................ 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Harga........................ 4 Kerangka Pemikiran Operasional............................................................. 44 5 Matriks Internal Eksternal………………………………………….... 53 6 Model Struktur Hirarki……………………………………………….. 58 7 Struktur Organisasi Taman Syifa……………………………………. 8 Proses Produksi Minuman Instan…..……………………………........ 71 9 Matriks Internal Eksternal Taman Syifa................................................. 117 10 Hasil Uji Matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, 27 29 69 and Threats) Taman Syifa....................................................................... 120 11 Hirarki Analitik Pemilihan Strategi Pemasaran…………….……….... 127 12 Hasil Pengolahan Vertikal Hierarki Pengambilan Keputusan Prioritas Strategi Pemasaran Taman Syifa............................................................. 137 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kuisioner Penelitian…………………………………………………..... 143 2 Hasil Kuisioner Pemberian Bobot terhadap Faktor Strategis Internal dan Eksternal………………………………………………………........ 159 3 Cara Perhitungan Matriks IFE dan EFE……………………………....... 161 4 Hasil Pengolahan dengan Metode Prinsip Hirarki Anakitik………….... 162 5 Produk Taman Syifa.…………………………………….................. 164 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai mega centric keanekaragaman hayati di dunia karena kekayaan habitat alaminya yang kaya baik kekayaan flora maupun fauna serta banyaknya spesies endemik. Keanekaragaman hayati flora di Indonesia sangat beragam. Namun baru sekitar 26 persen dari seluruh keanekaragaman hayati yang dimiliki telah dibudidayakan dan sisanya sebesar 74 persen masih tumbuh liar di hutan-hutan (Syukur dan Hernani, 2003). Kekayaan flora Indonesia yang terbesar terletak pada keanekaragaman hayati untuk tanaman pertanian. Hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari dua belas Pusat Keanekaragaman Hayati untuk tanaman pertanian karena merupakan kawasan terluas di Pusat Indomalaya (Sutrisno dan Silitonga, 2004). Sejalan dengan hal itu, sektor yang bergerak di bidang pemanfaatan tanaman pertanian memang memiliki kontribusi yang nyata bagi perekonomian Indonesia. Dalam perkembangannya sektor pertanian dibagi menjadi beberapa subsektor antara lain subsektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan dan perikanan. Salah satu subsektor yang paling berkontribusi dan berperan dalam perekonomian nasional adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari empat komoditi, yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka. Indikator makro ekonomi yang paling umum digunakan untuk mengetahui peran dan kontribusi hortikultura terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai 2 Produk Domestik Bruto (PDB) yang disumbangkan oleh subsektor ini. Data perkembangan PDB hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Tahun 2004-20061 Kelompok Nilai PDB (Milyar Rp) Komoditi 2004 2005 2006 Buah-buahan 30.765 31.694 32.896 Sayuran 20.749 22.629 24.098 Tanaman 722 2.806 2.964 Biofarmaka Tanaman Hias 4.609 4.662 5.719 Sumber: Departemen Pertanian, 2006 Keterangan: *) persentase peningkatan antara tahun 2005-2006 Persentase Peningkatan (%)*) 3,79 6,49 5,63 22,67 Sumbangan subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan persentase rata-rata peningkatan sebesar 7,50 persen. Kontribusi komoditi biofarmaka terhadap PDB hortikultura terendah diantara komoditi lainnya, namun terus mengalami perkembangan setiap tahunnya. Tahun 2004, kontribusi biofarmaka sebesar 1,2 persen, tahun 2005 sebesar 4,9 persen, dan tahun 2006 sebesar 5,2 persen. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang menggembirakan dan menunjukkan meningkatnya ketertarikan pada tanaman obat. Tanaman biofarmaka atau tanaman obat memang memiliki potensi untuk dikembangkan dan menjadi sumber pendapatan nasional yang cukup menjanjikan. Hal ini karena Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dalam spesies tanaman obat. Setidaknya terdapat 30.000 spesies dar 40.000 spesies tanaman obat yang ada di seluruh dunia ada di Indonesia. Namun dari jumlah tersebut hanya 940 jenis tanaman obat yang telah dimanfaatkan (Syukur dan Hernani, 2003). Pemanfaatan tanaman 1 Bahar, Yul Harry. 2007. Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis Hortikultura. www.deptan.go.id Diakses pada 9 Februari 2008. 3 obat saat ini terus mengalami perkembangan dan tidak hanya berkisar pada tahap produksi tetapi juga mengarah ke aspek bisnis. Aspek bisnis dalam pengembangan tanaman obat saat ini diarahkan kepada pengolahan hasil-hasil panen tanaman obat yang ada di alam oleh industri menjadi produk-produk obat yang mampu mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing. Paradigma baru pembangunan ekonomi Indonesia menempatkan pertanian sebagai sektor pendukung yang tangguh bagi sektor industri. Industri yang seharusnya dikembangkan sebagai kelanjutan pembangunan pertanian adalah industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi olahan (Saragih,2001). Keberadaan industri tanaman obat selain didukung oleh adanya ketersediaan bahan baku yang semakin baik, juga didukung oleh semakin meningkatnya permintaan akan obat-obat tradisional. Bertambahnya permintaan akan obat-obatan tradisional yang berbahan baku alami dipicu olah adanya tren gaya hidup kembali ke alam (back to nature) yang awalnya melanda negara-negara maju di dunia. Saat ini tren back to nature sudah meluas ke berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hal ini karena adanya kesadaran akan tingginya nilai manfaat dengan efek samping yang relatif kecil dari penggunaan obat-obatan tradisional, serta keterjangkauan dalam mengonsumsi dibandingkan dengan obat-obatan modern. Tabel 2. Proyeksi Permintaan Obat Modern dan Obat Tradisional Tahun Obat Modern Permintaan (Rp Pangsa Pasar triliun) (%) 2003 17 89,5 2005 21,3 2010 37 84,0 Sumber: LIPI, 2003 Obat Tradisional Permintaan (Rp Pangsa Pasar triliun) (%) 2 10,5 2,9 7,2 16,0 4 Tabel 2 memperlihatkan kondisi permintaan obat modern dan obat tradisional. Walaupun pangsa pasar obat bahan alam belum sebesar obat modern tetapi potensi peningkatannya cukup besar. Kontribusi obat tradisional pada saat ini yang mencapai 10,5 persen dengan nilai mencapai Rp 2 triliun. Ketika pasar obat modern naik menjadi Rp 21,3 triliun pada 2005, obat herbal juga mengalami kenaikan menjadi Rp 2,9 triliun. Diperkirakan pada tahun 2010 akan meningkat 16 persen dengan nilai Rp 7,2 triliun. Ekspor untuk produk tanaman obat saat ini memperlihatkan kecenderungan dan tren yang berbeda. Tren dalam obat tradisional baik di pasar domestik dan ekspor saat ini menuntut produk yang praktis dalam penggunaannya sehingga produk-produk olahan tanaman obat dalam bentuk kering (simplisia) dan bentuk lainnya (instant, serbuk, dan ekstrak) menjadi sangat digemari. Selain itu, tanaman obat yang sudah diolah menjadi simplisia ternyata mampu meningkatkan harga produk 7-15 kali dan produk olahan ekstrak menjadi 81-280 kali.2 Data ekspor pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa produk-produk seperti jahe segar dan curcuma segar menunjukkan penurunan dalam ekspor. Ekspor jahe dalam bentuk lainnya menunjukkan peningkatan sebesar 56,35 persen, ekspor kunyit dalam bentuk lainnya mengalami peningkatan sebesar 54,46 persen, dan ekspor curcuma dalam bentuk lainnya meningkat sebesar 295,48 persen. 2 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. www.deptan.go.id. Diakses pada 16 Februari 2008 5 Tabel 3. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Tanaman Obat Tahun 200220033 Nama Komoditi Tahun 2002 Volume (kg) Nilai (US$) Jahe segar 6.826.602 3.577.531 Jahe dalam bentuk lainnya 643.467 352.786 Kunyit segar 149.771 96.852 Kunyit dalam bentuk lainnya 88.666 64.074 Curcuma 7.160 25.789 Curcuma dalam bentuk lainnya 33.498 85.849 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 Tahun 2003 Volume (kg) Nilai (US$) 3.508.624 2.886.951 1.006.070 995.046 175.732 556.435 136.953 144.935 3.264 16.747 132.479 302.401 Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan obat tradisional yang berbahan baku tanaman obat seperti minuman instan, kapsul herbal, dan suplemen kesehatan, maka jumlah produsen yang memproduksi obat-obatan tradisional juga semakin berkembang. Menurut Presiden Direktur PT Nyonya Meneer, Dr. Charles Saerang, saat ini di Indonesia terdapat 1.243 buah industri tanaman obat terdiri dari 1.114 buah industri kecil obat tradisional dan 129 buah industri besar obat tradisional.4 Berdasarkan informasi tersebut, terlihat jelas bahwa dalam industri pengolahan tanaman obat, industri kecil memiliki peran strategis dalam pengembangan industri ini mengingat jumlahnya yang sangat besar. Secara umum, industri obat tradisional diwarnai oleh pesatnya perkembangan industri kecil obat tradisional. Namun, beberapa industri besar juga memiliki peran dalam industri obat tradisional seperti, PT. Sidomuncul dengan produk minuman instant kunyit asam, jahe wangi dan STMJ (Susu Telor Madu Jahe) dan jamu komplit instan, sedangkan PT Jamu Jago dengan produk jamu buyung upik untuk anak-anak. Persaingan dalam industri obat tradisional yang ketat tidak hanya datang dari dalam 3 4 www.bps.go.id. Diakses pada 9 Februari 2008 Dalam Harian Umum “Pikiran Rakyat” terbit 27 Oktober 2007. 6 negeri tetapi juga dari luar negeri seperti Cina dan Korea yang merupakan negara produsen tanaman obat. Di Bogor sendiri, persaingan dalam industri ini juga mengalami peningkatan. Tabel 4 menunjukkan daftar produsen obat tradisional berbahan baku tanaman obat di kota Bogor. Produsen obat tradisional tersebut menghasilkan produk yang bervariasi dengan lingkup pemasaran domestik kecuali PT Liza Herbal Internasional. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa sebagian besar produsen obat tradisional memproduksi produk yang relatif sama. Bahkan beberapa perusahaan seperti Rhizoma, Fatimah, Taman Sringanis, Lisna Agung dan Taman Syifa memiliki produk andalan yang sama, yaitu minuman instan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan dalam industri ini akan semakin ketat. Salah satu usaha kecil yang termasuk dalam industri kecil obat tradisional adalah Taman Syifa. Taman Syifa sudah memulai usahanya selama dua tahun dengan memproduksi minuman instan, kapsul herbal, suplemen kesehatan, dan simplisia yang semuanya berbahan baku tanaman obat. Namun dalam perkembangan terakhir, industri kecil tanaman obat termasuk Taman Syifa tentunya juga memiliki kendala dan masalah yang tidak mudah untuk dihadapi. 7 Tabel 4. Produsen Obat Tradisional Berbahan Baku Tanaman Obat di Bogor Perusahaan Produk PT Supra Sari Lestari Minuman Serbuk PT Liza Herbal Internasional Jamu berbentuk kapsul dan jamu instan (herbal tea dan herbal soup) Mitra Industri Jamu instan dan jamu cair Rhizoma Jahe instan Fatimah Jahe instan Taman Sringganis Umbi segar, simplisia, serbuk dan instan PT Biofarmaka Indonesia Gano tea, ganofarmaka instan, pelangsing instan, aloefarmaka instan, grapti tea, phyllanthi tea, cantella tea dan permen minyak kayu putih Lisna Agung Jahe emprit dan jahe merah instan, kunyit dan kunyit putih instan, temulawak instan, dan mahkota dewa instan Taman Syifa Jahe instan, kunyit instan, kencur instan, temulawak instan, temuputih instan, secang wangi, kapsul herbal, bedak dingin, dan simplisia Sumber: Disperindagkop Bogor, 2007 Pemasaran produk-produk tanaman obat oleh industri kecil masih bersifat sederhana dan belum efektif. Produk-produk tersebut dilakukan melalui saluran distribusi yang masih sempit jangkauannya dan menggunakan media yang sederhana. Padahal pemasaran merupakan kunci utama suatu produk mampu dikenal masyarakat sehingga nantinya diharapkan akan mampu bersaing di pasar yang semakin dinamis dan berdampak positif terhadap penjualan. Selain itu jenis produk yang mudah diikuti pesaing menuntut adanya suatu perencanaan dalam memasarkan produk sehingga dapat terlihat berbeda dibenak konsumen. Berdasarkan hal itulah diperlukan suatu rancangan strategi pemasaran yang terbaik untuk menghadapi persaingan yang semakin keras dari industri besar maupun industri kecil tanaman obat sehingga nantinya mampu memperluas pangsa pasar, mendatangkan keuntungan yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi pengembangan usaha. Perumusan strategi pemasaran ini dilakukan melalui pendekatan komponen- 8 komponen strategi pemasaran dan bauran pemasaran, serta analisis lingkungan pemasaran Taman Syifa. Selain itu juga dilakukan analisis persepsi konsumen terhadap atribut bauran pemasaran produk Taman Syifa. 1.2 Perumusan Masalah Masalah pemasaran merupakan salah satu masalah yang banyak dihadapi oleh industri kecil yang ada di Indonesia. Beberapa masalah dalam bidang pemasaran yang sering dihadapi oleh industri kecil antara lain banyaknya pesaing, harga jual rendah dan informasi yang kurang memadai. Persaingan yang semakin ketat dalam industri tanaman obat datang tidak hanya dari industri kecil tetapi juga dari industri besar. Saat ini terdapat 1.114 industri kecil obat tradisional dan 129 industri obat tradisional. Di Bogor terdapat sembilan industri obat tradisional yang saling bersaing. Dibandingkan dengan industri kecil, industri besar tentunya memiliki kemampuan yang lebih dalam berbagai hal seperti teknologi, manajemen usaha, akses terhadap informasi serta riset dan pengembangan produk. Pengembangan produk juga merupakan hal penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu produk untuk bersaing. Masalah produk sangat terkait dengan mutu produk dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah dijanjikan produsen. Seiring berjalannya waktu dan adanya perubahan kebutuhan konsumen, perbaikan dan diversifikasi dari suatu produk menjadi hal yang harus dilakukan produsen untuk dapat bertahan dalam pasar. Selain itu pengemasan juga dapat mempengaruhi minat konsumen terhadap suatu produk. 9 Aspek lain yang perlu diperhatikan terkait dengan pemasaran adalah menyangkut masalah distribusi dan juga promosi. Distribusi dapat dilakukan melalui berbagai saluran distribusi, seperti pengecer. Menurut konsep integrated marketing, perluasan dari brand-customer relationship menjadi brand-stake holder relationship merupakan suatu isu yang berkembang akhir-akhir ini. Konsep ini menekankan pada arti penting dari usaha menjalin hubungan dengan para stakeholders termasuk pengecer atau distributor. Para distributorlah yang pada kenyataannya banyak berhubungan langsung dengan konsumen sehingga perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman produk yang baik. Taman Syifa sebagai salah satu usaha kecil yang termasuk dalam kategori industri kecil yang bergerak dalam pengelolaan tanaman obat memiliki beberapa kendala terkait dengan pengembangan usahanya. Tingkat penjualan Taman Syifa mengalami fluktuasi setiap bulannya. Hal ini dapat diketahui dari fluktuasi penerimaan penjualan Taman Syifa selama tahun 2007 yang disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan data yang ada, terlihat bahwa penerimaan penjualan Taman Syifa mengalami fluktuasi setiap bulannya. Angka penjualan yang baik terjadi antara bulan Juli dan November. Penurunan penjualan yang terbesar terjadi pada bulan Agustus dan September yang bertepatan dengan bulan Ramadhan. Penjualan pada bulan November mengalami peningkatan yang sangat signifikan, namun pada bulan Desember kembali mengalami penurunan yang cukup besar. 10 Tabel 5. Pertumbuhan Penerimaan Penjualan Taman Syifa Tahun 2007 No Bulan Penerimaan Penjualan Pertumbuhan Penjualan (%) 1. Januari Rp 3.922.500 - 2. Februari Rp 4.711.950 20,13 3. Maret Rp 4.868.900 3,33 4. April Rp 4.040.150 -17,02 5. Mei Rp 3.387.400 -16,17 6. Juni Rp 3.226.650 -4,75 7. Juli Rp 4.717.000 46,19 8. Agustus Rp 2.762.900 -41,43 9. September Rp 1.956.400 -29,19 10. Oktober Rp 2.404.700 22,91 11. November Rp 4.443.000 84,76 12. Desember Rp 2.629.400 Sumber : Laporan Keuangan Taman Syifa, 2007 -40,82 Kendala tersebut terkait dengan lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Kendala internal terkait dengan komponen-komponen bauran pemasaran yang meliputi produk, distribusi, harga dan promosi. Sebagai industri kecil, Taman Syifa masih mengelola usahanya dengan sistem yang masih sederhana. Promosi yang seharusnya gencar dilakukan pendatang baru belum maksimal dilakukan dan masih menggunakan media promosi yang masih sangat kecil baik jumlah maupun jangkauannya. Distribusi produk Taman Syifa masih menggunakan distributor sebagai perpanjangan tangannya ke konsumen. Disributor merupakan pihak yang menjadi perantara perusahaan kepada konsumen dalam menjual produknya. Selama menjalin kerjasama dengan para distributornya, Taman Syifa tidak memberikan pembekalan mengenai produk secara maksimal kepada distributornya sehingga dikhawatirkan 11 akan muncul keraguan dibenak konsumen. Selain itu jaringan distribusinya yang masih terbatas menyebabkan omset yang diterima Taman Syifa juga kurang berkembang. Menurut pemilik Taman Syifa, saat ini Taman Syifa baru memasarkan produknya melalui distributor-distributornya yang berada di sekitar kota Bogor dan selama ini belum pernah menjangkau daerah lain. Tenaga pemasar yang dimiliki Taman Syifa hanya satu orang yang juga merangkap sebagai manajer pemasaran. Dalam menjalankan tugasnya, manajer pemasaran tersebut belum menjalankan fungsi yang seharusnya. Manajer pemasaran di Taman Syifa ini justru bertugas mendistribusikan produk-produk tersebut ke distributor. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan, dimana seharusnya manajer pemasaran dapat berkonsentrasi dalam hal yang terkait dengan merancang strategi pemasaran. Dari sisi produk yang ditawarkan, produk dari Taman Syifa merupakan produk yang mudah diikuti oleh perusahaan lain sehingga perlu adanya upaya pengembangan produk yang lebih intensif agar dapat bersaing dan mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi Taman Syifa. Kendala eksternal antara lain datang dari kondisi persaingan dalam industri ini yang semakin ketat. Untuk mengatasi kendala-kendala yang terkait dengan pemasaran tersebut diperlukan sinergi antar aspek-aspek lingkungan pemasaran perusahaan yang meliputi aspek internal maupun eksternal perusahaan. Setiap aspek internal dan eksternal mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memasarkan produknya baik secara langsung maupun tidak langsung. 12 Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana keadaan lingkungan pemasaran internal dan eksternal Taman Syifa? 2. Bagaimana rancangan strategi pemasaran bagi Taman Syifa untuk menghadapi persaingan? 3. Bagaimana prioritas strategi pemasaran yang tepat bagi Taman Syifa? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis keadaan lingkungan pemasaran baik internal maupun eksternal Taman Syifa. 2. Mencari dan merancang strategi pemasaran Taman Syifa yang terkait dalam upaya menghadapi persaingan. 3. Menentukan prioritas strategi pemasaran yang tepat bagi Taman Syifa. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, perusahaan, masyarakat dan juga mahasiswa. Bagi pemerintah diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan industri kecil khususnya yang berbasis tanaman obat. Bagi perusahaan tentunya dapat menjadi masukan yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan bagi masyarakat dan mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan dan referensi yang baik untuk penelitian selanjutnya. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Obat Tanaman obat menurut definisi Departemen Kesehatan RI adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.5 Jurusan Konservasi Sumberdaya Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB (1994) mendefinisikan tanaman obat atau fitofarmaka yaitu sebagai obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian mengenai sediaan galeniknya. Syukur dan Hernani (2003) mendefinisikan tanaman obat atau obat asal tumbuhan (OAT) sebagai salah satu sumber obat yang berasal dari alam. Biofarmaka juga didefinisikan sebagai sumber daya alam (bioresources) yang mempunyai manfaat obat, makanan fungsional dan suplemen diet (obat dan nutraceutical) untuk manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.6 Zuhud dan Riswan (1994) membagi tanaman berkhasiat obat menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memilki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 5 6 www.depkes.go.id. Diakses pada 9 Februari 2008 Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Biofarmaka di Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta 2007. 14 b. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan biaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. c. Tumbuhan obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara farmakologis sebagai bahan obat. 2.2 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahanbahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990). Menurut Katno dan Pramono (2006), obat tradisional memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan obat tradisional antara lain: 1. Efek samping obat tradisional relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat. 2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional atau komponen bioaktif tanaman obat. 3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. 4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif (penyakit gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan dengan proses degenerasi). 15 Sedangkan kelemahan dari obat tradisional antara lain: 1. Efek farmakologisnya yang lemah 2. Bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines 3. Belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, ada beberapa hal penting mengenai produksi dan peredaran obat tradisional, antara lain: 1. Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah bentuk, mengisi, membungkus dan atau memberi penandaan obat tradisional untuk diedarkan 2. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan, memiliki atau menguasai persediaan di tempat penjualan dalam industri obat tradisional atau di tempat lain, termasuk di kendaraan dgn tujuan untuk dijual kecuali jika persediaan di tempat tersebut patut diduga untuk dipergunakan sendiri Selain itu, bentuk sediaan obat tradisional juga diatur oleh Departemen Kesehatan antara lain: 1. Pilis, yaitu berupa padat atau pasta yang digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi. 2. Parem, yaitu berupa padat, pasta atau seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain. 3. Tapel, yaitu berupa padat, pasta atau seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut. 4. Pil, serbuk, cair, tablet & kapsul. 16 5. Simplisia, yaitu berupa bahan baku industri obat tradisional yang belum mengalami pengolahan lain selain pengeringan. 2.3 Industri Obat Tradisional Industri adalah suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama untuk pasar yang sama. Menurut Badan Pusat Statistik (1999), perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang dan jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2001), di Indonesia terdapat empat kelompok industri pengolahan berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu: 1. Industri rumah tangga adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara satu sampai dengan empat orang. 2. Industri kecil adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara lima sampai dengan 19 orang. 3. Industri sedang adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 20 sampai dengan 99 orang. 4. Industri besar adalah industri yang mempunyai tenaga kerja lebih dari 100 orang. Menurut Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990, yang dimaksud dengan industi obat tradisional (IOT) adalah adalah industri yg memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Sedangkan yang dimaksud dengan industri kecil obat 17 tradisional (IKOT) adalah adalah industri obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan. 2.4 Prospek Pengembangan Industri Berbahan Baku Tanaman Obat Pengembangan agroindustri tanaman obat di Indonesia memiliki prospek yang baik. Obat tradisional semakin mendapat banyak perhatian selama dekade terakhir, baik dari kalangan medis maupun kalangan industri. Hal ini dikarenakan potensinya sebagai obat alternatif maupun prospek yang cukup menjanjikan bagi industri jamu maupun industri farmasi. Dengan telah diundangkannya lewat Lembaran Negara No.100 tahun 1992 yaitu : Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, ada beberapa hal yang menonjol antara lain ditetapkannya upaya kesehatan sebagai upaya yang tidak hanya monopoli dunia kedokteran modern sehingga bentuk konkritya adalah diperbolehkannya penggunaan obat tradisional oleh tenaga kesehatan.7 Faktor-faktor yang mendukung pengembangan agroindustri tanaman obat di Indonesia menurut Syukur dan Hernani (2003) antara lain besarnya potensi kekayaan sumberdaya alam Indonesia sebagai bahan baku simplisia yang dapat diformulasikan menjadi tanaman obat. Adanya keikutsertaan segenap lapisan masyarakat petani tanaman obat, penjual, pemakai maupun masyarakat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan tanaman obat atau pengobatan tradisional juga sangat mendukung pengembangan industri tanaman obat. 7 Disampaikan dalam Seminar Nasional Prospek Obat Tradisional di Semarang 10 Juni 2006. 18 Selama lima tahun terakhir ini, pertumbuhan obat herbal lebih cepat daripada obat modern. Hal ini sejalan juga dengan berkembangnya tren di negara-negara maju yang cenderung menyukai obat-obatan tradisional karena sadar akan adanya efek samping dari penggunaan obat sintetik. Kecenderungan ini lebih dikenal sebagai gelombang hijau baru (new green wave) atau “tren gaya hidup kembali ke alam”. Beberapa peluang yang bisa mewujudkan keberhasilan agribisnis tanaman obat dan kosmetika di Indonesia menurut Martha Tilaar Inovation Centre (2002) antara lain: 1. Sejak terjadi krisis, posisi obat tradisional yang berbahan baku nabati mulai bisa sejajar dengan obat-obatan modern di pasaran karena harganya yang relatif murah. 2. Tren kembali ke alam di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika makin mempopulerkan pengobatan dan perawatan kesehatan secara natural sehingga meningkatkan permintaan dunia terhadap bahan baku nabati. 3. Untuk mengantisipasi tingginya permintaan bahan baku nabati oleh negaranegara penghasil produk herbal seperti China dan India maka Indonesia adalah daerah yang cocok untuk pengembangan budidaya tanaman obat. 4. Beberapa jenis tanaman tropis yang berkhasiat obat dan banyak digunakan untuk perawatan natural hanya bisa tumbuh di daerah tropis Indonesia. Selain itu dari segi bisnis, tanaman obat sebagai bahan baku obat-obatan alternatif sangat menjanjikan karena pangsa pasarnya yang cukup luas dan terbuka lebar. Selain digunakan sebagai obat, tanaman obat juga digunakan sebagai suplemen makanan diet yang sangat diminati di berbagai negara, seperti Cina, Korea, Jepang, Malaysia dan Taiwan. Beberapa bahan baku jamu (tanaman obat) juga telah menjadi 19 komoditas ekspor yang handal untuk menambah devisa negara. Berdasarkan data ekspor tanaman obat menurut negara tujuan ekspor, Hongkong, Singapura, dan Jerman merupakan pasar utama tanaman obat Indonesia karena mempunyai nilai ekspor paling besar. 2.5 Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Kristanto (2006) yang berjudul Strategi Pemasaran Jamu Tradisional pada PT. Fito Medisina dengan menggunakan alat analisis matriks IFE, EFE, IE dan analisis SWOT menghasilkan strategi SO, WO, ST dan WT. Alternatif strategi SO yang dihasilkan yaitu mempertahankan iklim kerja yang kondusif, baik dengan SDM perusahaan secara internal maupun dengan pemasok secara eksternal. Strategi WO yang dihasilkan yaitu mencari dan membina hubungan baik dengan distributor-distributor baru. Sedangkan dari strategi ST perusahaan disarankan untuk mempertahankan harga jual yang kompetitif disbanding harga jual dipasaran. Berdasarkan strategi WT, perusahaan sebaiknya melakukan promosi yang aktif, baik kepada konsumen dan distributor. Selain itu, mengembangkan variasi produk dan mengembangkan kemasan yang lebih praktik juga penting bagi pengembangan perusahaan. Apriani (2007), mengkaji tentang Strategi Pengembangan Usaha Minuman Instan Berbahan Baku Biofarmaka pada Home Industry Lisna Agung, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor internal dan eksternal perusahaan serta menganalisis altenatif strategi dan menentukan prioritas strategi pengembangan usaha yang tepat. Metode perumusan dan pemilihan strategi 20 dilakukan berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal, matriks IE, matriks SWOT, dan QSPM. Berdasarkan analisis eksternal, peluang terbesar berasal dari pola hidup masyarakat back to nature, sedangkan ancaman utamanya adalah budaya masyarakat yang cenderung mengobati dibanding memelihara kesehatan. Berdasarkan analisis internal, kekuatan utama Lisna Agung (LA) adalah kualitas roduk minuman instan yang bermutu, berkhasiat, tanpa bahan pengawet dan praktis, sedangkan kelemahan utama perusahaan adalah pemasaran dan promosi yang cenderung pasif. Analisis matriks IE menunjukkan bahwa saat ini perusahaan berada pada posisi pertahankan dan pelihara (hold and maintain). Strategi yang diterapkan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Analisis SWOT menghasilkan tujuh alternatif strategi yang dapat dijalankan LA. Penentuan alternatif strategi terbaik dilakukan dengan metode QSPM. Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi terbaik yang harus dilakukan saat ini adalah memperluas jaringan distribusi dan pemasaran. Kaharuddin (2006), mengkaji tentang Strategi Pemasaran Jambu Biji Organik PT Sawangan Bumi Makmur, Parung, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal perusahaan, mengetahui penerapan bauran pemasaran perusahaan dan penilaian pelanggan terhadap bauran pemasaran yang telah dijalankan dan merumuskan alternatif strategi pemasaran yang tepat. Perumusan strategi pemasaran dilakukan dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan. Setelah itu dilakukan juga penilaian pelanggan terhadap pelaksanaan bauran pemasaran. Berdasarkan hasil analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal perusahaan, diperoleh nilai total skor IFE adalah 2,480 yang berarti perusahaan 21 memiliki kondisi internal dibawah rata-rata, sedangkan nilai total skor EFE sebesar 2,575 yang menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan sedang. Matriks IE memposisikan perusahaan perusahaan pada sel V yang merupakan posisi hold and maintain. Strategi yang dapat diterapkan perusahaan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Analisis SWOT menghasilkan delapan alternatif strategi. Pemilihan alternatif strategi dengan metode QSPM merekomendasikan strategi bekerjasama dengan pihak lain untuk mengolah jambu biji organik agar dapat memberi nilai tambah, karena strategi ini memiliki nilai Total Attractive Score yang terbesar yaitu 5,430. Ariani (2006), mengkaji tentang Strategi Pengembangan Identitas Merek Produk Sayuran Organik “AGATHO” melalui Bauran Pemasaran pada Yayasan Bina Sarana Bakti, Cisarua, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan identitas merek AGATHO kemudian menganalisis persepsi distributor Yayasan Bina Sarana Bakti terhadap identitas merek AGATHO dan pada akhirnya menyusun rekomendasi strategi pengembangan identitas merek melalui bauran pemasaran. Metode pengolahan data dan analisis data menggunakan matriks IFE, matriks EFE, matriks IE, matriks TOWS dan pengambilan keputusan menggunakan matriks QSP. Selain itu dilakukan juga analisis persepsi dengan menggunakan Biplot dan Thurstone. Hasil persepsi distributor akan identitas menunjukkan bahwa saluran distribusi agen memiliki posisi efektif untuk menanamkan nilai merek AGATHO. Hasil analisis eksternal menunjukkan yang menjadi peluang utama yayasan adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan kebutuhan pangan sehat, sedangkan ancaman 22 utama adalah harga pasokan bahan baku; pupuk mahal. Adapun hasil analisis internal menunjukkan kekuatan utama yayasan adalah figuritas AGATHO yang kuat sebagai pendiri dan pionir pertanian organik, sedangkan kelemahan utama perusahaan adalah kurangnya promosi AGATHO dalam memasuki pasar. Hasil analisis berdasarkan matriks IE, yayasan berada pada posisi persaingan usaha growth and build strategy, sehingga strategi yang dilakukan adalah strategi intensif pengembangan produk dan pasar dengan konsentrasi pada integrasi horizontal. Selanjutnya dilakukan analisis TOWS dan analisis dengan QSPM untuk menentukan alternatif strategi prioritas. Hasil dari matriks QSP adalah strategi menjaga kualitas produk dan meningkatkan nilai tambah produk. Penelitian mengenai Formulasi Strategi Pemasaran Obat Tradisional Taman Syifa, Kota Bogor, Jawa Barat berupaya untuk merumuskan prioritas strategi pemasaran yang tepat bagi perusahaan dengan terlebih dahulu melakukan analisis lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Penentuan prioritas strategi pemasaran dilakukan dengan menggunakan metode Prinsip Hirarki Analitik. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kristianto (2006) yang hanya sampai pada tahap merumuskan strategi melalui analisis SWOT. Apriani (2006) dan Kaharuddin (2006) dalam penelitiannya berupaya merumuskan prioritas strategi pengembangan usaha dan strategi pemasarannya dengan menggunakan metode QSPM. Penelitian yang dilakukan Ariani (2006) menggunakan matriks QSP untuk menentukan strategi pengembangan identitas merek yang paling tepat serta analisis persepsi dengan menggunakan Biplot dan Thurstone. III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Konsep Pemasaran Definisi Pemasaran menurut Kotler (2005) dibedakan secara sosial dan secara manajerial. Secara sosial, pemasaran didefinisikan sebagai proses sosial yang dengan proses tersebut individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan definisi manajerial mendefinisikan pemasaran sebagai seni menjual produk. Namun proses penjualan itu sendiri bukan merupakan bagian penting dari pemasaran. Penjualan hanya merupakan ujung gunung es dari pemasaran. Konsep pemasaran menurut Kotler (2005) menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep pemasaran berdiri diatas empat pilar yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep ini lebih menekankan kepada kepuasan pelanggan. Pada awalnya perusahaan akan mencari tahu keinginan dan kebutuhan pelanggan kemudian perusahaan akan mencari tahu produk yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan tersebut. Laba justru diharapkan akan diperoleh dari kepuasan konsumen 24 yang nantinya akan membeli dalam jumlah banyak, terus-menerus dan mungkin dengan harga yang menguntungkan. Hal ini terlihat pada Gambar 1. Pasar Sasaran Kebutuhan Pelanggan Pemasaran Terintegrasi Laba melalui Kepuasan Pelanggan Gambar 1. Konsep Pemasaran Sumber : Kotler (2005) 3.1.2 Strategi Pemasaran Menurut Kotler (2005), strategi adalah suatu rencana permainan untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh perusahaan atau suatu unit bisnis. Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas, dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui strategi yang tepat dari suatu organisasi. Tjiptono (2002) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga lingkup strategi pemasaran yang banyak dijadikan acuan yaitu, marketing strategies, marketing elemen strategies, product-market entry strategies. Marketing strategies berfokus pada variabel-variabel pemasaran seperti segmentasi pasar, identifikasi dan seleksi pasar sasaran, positioning, dan bauran pemasaran. Marketing elemen strategies meliputi unsur individual bauran pemasaran, misalnya strategi promosi „push versus pull’, strategi distribusi „intensif, selektif atau ekslusif‟, dan strategi penetapan harga 25 „penetrasi versus skimming price’. Sedangkan product-market entry strategies mencakup strategi mempertahankan pangsa pasar, memanen pangsa pasar atau melepas pangsa pasar. Menurut Porter dalam Malinda (2005), membangun strategi pemasaran merupakan usaha untuk merumuskan formula mengenai usaha kompetisi bisnis, target yang seharusnya dicapai dan kebijaksanaan yang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Terdapat empat kunci utama yang perlu dipertimbangkan oleh suatu perusahaan dalam menentukan strategi persaingan untuk mencapai kesuksesan, yaitu: (1) kekuatan dan kelemahan perusahaan, (2) nilai SDM sebagai pelaksana kunci, (3) peluang dan hambatan dalam industri, dan (4) masyarakat dan sosial. A. Segmentasi Segmen pasar merupakan kelompok besar yang dapat diidentifikasi dalam sebuah pasar. Perusahaan yang menetapkan segmented marketing menyadari bahwa pembeli berbeda-beda dalam keinginan, daya beli, lokasi geografis, perilaku pembelian, dan juga kebiasaan pembelian mereka. Konsumen yang menjadi bagian dari suatu segmen diasumsikan cukup serupa dalam keinginan dan kebutuhan mereka, namun tidaklah sama. B. Identifikasi dan Seleksi Pasar Sasaran Tahap selanjutnya setelah melakukan segmentasi pasar adalah memilih pasar sasaran. Pada pasar sasaran inilah seluruh usaha pemasaran diarahkan. Pemilihan pasar sasaran juga akan menentukan bagaimana mengalokasi sumberdaya perusahaan yang diarahkan untuk program pemasaran, setelah melakukan segmentasi maka pemasar dapat memilih target market yang sesuai dengan tahap segmentasi tersebut. 26 Pemilihan pasar harus mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan dan pengalokasian sebaiknya dilakukan pada pasar yang memberikan keuntungan yang terbesar. Pemilihan pasar yang tidak baik merupakan pekerjaan yang sia-sia dan dapat merugikan perusahaan. C. Penentuan Posisi (Positioning) Strategi positioning merupakan strategi yang berupaya menempatkan suatu merek pada bagian pasar dimana merek tersebut dapat diterima lebih baik daripada merek yang bersaing. Tujuan utama positioning adalah untuk menempatkan produk di pasar sehingga produk tersebut terpisah atau berbeda dengan merek-merek yang bersaing. 3.1.3 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) menurut Kotler (2005) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. McCarthy dalam Kotler (2005) mengklasifikasikan alat-alat tersebut menjadi empat kelompok yang luas yang disebut empat P pemasaran: produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Berbagai variabel pemasaran dalam masing-masing P bauran pemasaran ditunjukkan pada Gambar 2. A. Produk Produk merupakan elemen pertama dan paling penting dalam bauran pemasaran. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk 27 memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk dapat berupa barang atau jasa dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dimakan atau dikonsumsi sehingga dapat mencakup objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan. BAURAN PEMASARAN Produk Tempat Keragaman Saluran pemasaran Cakupan pasar Penyortiran Lokasi Persediaan Transportasi produk Kualitas Design Ciri Nama merek Kemasan Ukuran Pelayanan Garansi Imbalan Harga Daftar Harga Rabat/diskon Potongan harga khusus Perioda pembayaran Syarat kredit Promosi Promosi penjualan Periklanan Tenaga penjualan Public relation Pemasaran langsung Gambar 2. Komponen Bauran Pemasaran Sumber : Kotler (2005) Strategi produk didefinisikan sebagai strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkan. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul dari para pesaingnya. Penetapan promosi yang baik, penetapan harga yang sesuai dan distribusi yang luas, menjadi tidak ada artinya bila produknya sendiri tidak sesuai 28 harapan konsumen. Strategi produk membutuhkan pengambilan keputusan yang terkoordinasi atas bauran produk, lini produk, merek, pengemasan dan pelabelan. B. Harga Menurut Kotler dan Amstrong dalam Amir (2005), harga adalah jumlah keseluruhan nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat yang didapatkan atau digunakan atas produk atau jasa. Harga juga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan; elemen-elemen lainnya menimbulkan biaya. Selain itu, harga adalah salah satu elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel. Hal ini karena harga dapat diubah dengan cepat, tidak seperti ciri khas (feature) produk dan perjanjian distribusi. Penetapan dan persaingan harga juga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi perusahaan. Banyak perusahaan yang tidak menangani penetapan harga dengan baik. Kesalahan yang paling umum adalah penetapan harga yang terlalu berorientasi pada biaya, harga kurang sering direvisi untuk mengambil keuntungan dari perubahan pasar, harga ditetapkan secara independent dari bauran pemasaran lainnya dan bukan sebagai unsur intrinsik dari strategi penentuan posisi pasar serta harga kurang cukup bervariasi untuk berbagai macam produk, segmen pasar, dan saat pembelian. Faktor internal dan eksternal perusahaan seperti yang terlihat pada Gambar 3 juga mempengaruhi keputusan dari harga. 29 Faktor Internal Tujuan pemasaran Bauran pemasaran Biaya Pertimbangan lain Faktor Eksternal Keputusan Penetapan Harga Karakter pasar dan permintaan Persaingan Faktor lingkungan (perekonomian pemerintah dan lain-lain) Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Harga Sumber : Kotler dan Amstrong dalam Amir (2005) C. Distribusi Distribusi merupakan kegiatan yang dilakukan pemasar perusahaan agar produknya dapat sampai ke tangan konsumen. Suatu komoditi dikatakan sebagai suatu produk apabila ia berada pada tempat pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Tanpa pendistribusian yang jelas, pemasaran suatu produk belum dikatakan berhasil. Untuk mendapatkan sistem pemasaran yang strategis, selain merancang produk, menetapkan harga yang sesuai dan didukung suatu promosi yang baik, perusahaan juga harus menetapkan strategi distribusi yang tepat. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Ada beberapa macam saluran perantara yang bergerak di bidang distribusi antara lain, agen, penyalur, distributor, pedagang besar, dan pengecer. Secara umum, saluran pemasaran mempunyai fungsi yaitu, tempat mendapatkan informasi, saran promosi dan komunikasi dengan konsumen, negosiasi dengan 30 konsumen, distribusi fisik (pergudangan dan transportasi), menangani pembayaran pembelian, dan pembiayaan. D. Promosi Menurut Kotler, promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk dan mengingatkan para pelanggan agar membeli produk tersebut. Perusahaan harus mengalokasikan anggaran promosi diantara lima alat promosi yaitu, periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, wiraniaga, serta pemasaran langsung. Dalam industri yang sama, berbagai perusahaan dapat sangat berbeda dalam cara mengalokasikan anggaran promosi mereka. Setiap alat promosi memiliki karakteristik dan biaya tersendiri yang unik. 1. Periklanan Periklanan menurut Kotler (2005) adalah segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang, atau jasa secara non personal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Periklanan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang bagi suatu produk, dan di sisi lain mampu mempercepat penjualan. Periklanan dapat secara efisien menjangkau berbagai pembeli yang tersebar secara geografis. 2. Promosi Penjualan Menurut Kotler (2005), promosi penjualan merupakan kumpulan alat-alat insentif yang beragam, sebagian besar berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa tertentu secara lebih cepat dan atau lebih besar oleh 31 konsumen atau pedagang. Promosi penjualan dapat berupa kupon, kontes atau undian, sample, tawaran pengembalian tunai atau rabat, garansi produk, percobaan gratis, harga premi dan sejenisnya. Perusahaan dapat menggunakan promosi penjualan untuk menciptakan tanggapan yang lebih kuat dan lebih cepat. 3. Hubungan Masyarakat dan Publisitas Hubungan masyarakat melibatkan berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau menjaga citra perusahaan atau tiap produknya. Alat utama humas adalah publikasi, peristiwa, berita, pidato, kegiatan pelayanan masyarakat, dan media identitas. Pemasar cenderung kurang menggunakan hubungan masyarakat, tetapi program hubungan masyarakat yang direncanakan dengan baik dan dikoordinasikan dengan elemen bauran promosi yang lain dapat menjadi sangat efektif. 4. Penjualan Personal Penjualan personal merupakan alat promosi yang paling efektif dalam hal biaya. Penjualan personal bermanfaat untuk membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan pembeli. 5. Pemasaran Langsung Pemasaran langsung memiliki berbagai macam bentuk antara lain, surat langsung, pemasaran jarak jauh, pemasaran elektronik, dan sebagainya. Keunggulannya adalah pesan biasanya ditujukan untuk orang tertentu, dapat dipersiapkan dengan cepat, dan pesan dapat diubah tergantung dengan tanggapan orang tersebut. 32 Strategi promosi antara produk yang satu dengan produk lainnya dapat berbeda. Hal ini sangat terkait dengan karakteristik produk yang dipasarkan. Oleh karena itu, perusahaan seharusnya mengenal dan mendalami media promosi sebelum memilih strategi promosi yang akan digunakan. Dalam menetapkan kebijakan promosi, perusahaan harus menentukan tujuan komunikasi, memilih media yang tepat, waktu penyampaian promosi, dan penetapan anggaran promosi. 3.1.4 Analisis Lingkungan Pemasaran Keberhasilan bagian pemasaran sangat ditentukan oleh banyak aspek, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Analisis lingkungan perusahaan sangat penting dilakukan karena memberikan kesempatan kepada para perencana strategi untuk melakukan tanggapan pilihan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan. Analisis ini bertujuan agar manajemen perusahaan memiliki kemampuan untuk dapat meramalkan perubahan yang mungkin terjadi, sehingga dapat mengantisipasi perubahan tersebut. Aspek di luar perusahaan (eksternal), biasanya dibagi lagi dalam dua pengelompokan utama. Kelompok pertama sering disebut dengan lingkungan makro, sedangkan kelompok kedua adalah lingkungan mikro. Elemen-elemen yang ada di dalam lingkungan luar ini saling memberikan pengaruh satu sama lain. Selain itu, elemen-elemen tersebut juga saling berpadu dengan kondisi internal di dalam perusahaan. Pengaruh tersebut pada akhirnya juga berdampak pada usaha kita mendapatkan, memuaskan, dan mempertahankan pelanggan. 33 3.1.4.1 Analisis Lingkungan Internal Lingkungan internal merupakan suatu kondisi yang ada di dalam perusahaan. Faktor internal perusahaan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi arah dan tindakan perusahaan yang berasal dari kondisi intern perusahaan. Analisis lingkungan internal dari terdiri atas kelemahan dan kekuatan perusahaan. Menurut David (2004), aspek internal yang dikaji merupakan aspek bidang fungsional meliputi, aspek sumberdaya manusia, pemasaran, produksi dan operasi, keuangan dan akuntansi, serta penelitian dan pengembangan. 3.1.4.2 Analisis Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan lingkungan-lingkungan memiliki dampak besar bagi para pelaku lingkungan internal. Menurut Kotler dan Amstrong dalam Amir (2005), lingkungan eksternal terdiri atas lingkungan makro dan juga lingkungan mikro. Para pelaku pasar harus memberi perhatian yang besar terhadap kecenderungan dan perkembangan lingkungan-lingkungan itu serta melakukan penyesuaian sewaktu-waktu atas strategi pemasaran mereka. A. Lingkungan Makro Lingkungan makro adalah kekuatan-kekuatan (forces) yang mempengaruhi perusahaan secara tidak langsung. Meskipun pengaruhnya sering kali tidak langsung, namun biasanya perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya sangat menentukan keputusan pemasaran dalam jangka panjang. Faktor-faktor yang termasuk kedalam lingkungan makro adalah lingkungan demografis, lingkungan ekonomi, lingkungan 34 alam, lingkungan teknologi, lingkungan hukum-politik, dan lingkungan sosialbudaya. 1. Lingkungan Demografis Aspek ini merupakan segala sesuatu yang terkait dengan populasi manusia, mulai dari jumlah, kepadatan, lokasi, usia dan kelompok usia, ras, gender, pekerjaan, dan berbagai ukuran lainnya. Berbagai gejala yang terjadi pada aspek ini dapat dimanfaatkan pemasar untuk dijadikan dasar dalam membuat strategi dan program pemasarannya. 2. Lingkungan Ekonomi Faktor ini memiliki pengaruh penting pada aktivitas pemasaran, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan masyarakat. Dengan pemahaman yang kuat pada aspek ini, perusahaan dapat memahami dan akhirnya dapat menyiasati peluang pemasaran yang ada. 3. Lingkungan Alam Lingkungan alam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku,peningkatan biaya energi dan tingkat polusi, serta perubahan peran pemerintah dalam perlindungan lingkungan hidup. Citra perusahaan dan produk, bisa terpengaruh oleh sikap dan perhatian perusahaan akan lingkungan alam. 4. Lingkungan Teknologi Dalam arena teknologi, para pemasar harus memperhitungkan percepatan perubahan teknologi, peluang inovasi, keragaman anggaran riset dan pengembangan, serta peningkatan peraturan pemerintah yang disebabkan oleh perubahan teknologi. 35 Teknologi sangat penting dalam menentukan pola perilaku konsumen, selain itu memberi dukungan pada kemudahan operasi perusahaan, serta kemudahan pelayanan. Selain itu, teknologi juga berperan dalam mengembangkan produk-produk baru dan meraih peluang-peluang baru. 5. Lingkungan Hukum-Politik Kondisi hukum dan politik dapat memberikan pengaruh meski sering kali tidak begitu nyata dirasakan. Lingkungan hukum dan politik sangat dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur praktik bisnis dan pada beragam kelompok yang mempunyai kepentingan khusus. Bentuk-bentuk hukum, perundangan-undangan, hingga badan atau instansi pemerintah yang mempengaruhi kinerja. 6. Lingkungan Sosial-Budaya Dalam arena sosial dan budaya, para pemasar harus memahami pandangan orang terhadap diri, sesama, organisasi, masyarakat, alam sekitar, dan alam semesta. Perusahaan harus memasarkan produk yang terkait dengan nilai dasar dan nilai sekunder masyarakat. Selain itu, para pemasar harus memikirkan dan mencari solusi atas kebutuhan sub-kultur yang berbeda-beda dalam masyarakat. B. Lingkungan Mikro Lingkungan mikro mencakup para pelaku dekat yang terlibat dalam memproduksi, menyalurkan, dan memposisikan tawaran. Menurut Kotler, yang termasuk pelaku utama dalam lingkungan mikro adalah pelanggan, pesaing, perantara 36 pemasaran, dan pemasok. Elemen-elemen dalam lingkungan mikro memiliki pengaruh langsung pada aktivitas pemasaran perusahaan. Pelanggan adalah individu dan rumah tangga yang membeli produk atau jasa untuk dikonsumsi untuk pribadi. Perusahaan perlu memahami profil pelanggan sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka secara tepat. Pesaing merupakan perusahaan lain yang menawarkan produk subtitusinya. Perusahaan harus dapat memahami pola persaingan dalam industrinya agar dapat terus bertahan dan meningkatkan pertumbuhannya. Perantara pemasaran adalah perusahaan atau pihak yang membantu untuk mempromosikan, menjual, dan mendistribusikan barang-barang kepada pembeli akhir, misalnya reseller (peritel dan wholeseller), perusahaan distribusi, agen-agen jasa pemasaran (perusahaan riset, biro iklan, media, konsultan dan lain-lain), dan perantara jasa keuangan (bank, kredit, asuransi, dan lain-lain). Pemasok adalah perusahaan-perusahaan dan individu yang menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan dan para pesaingnya untuk memproduksi barang dan jasa tertentu. Pemasok memegang peranan yang penting dalam menjamin suksesnya pemasaran. Keterlambatan pasokan barang (misalnya bahan baku untuk diproduksi) akan memberi dampak terhadap pemenuhan pemesanan perusahaan. 3.1.5 Persepsi Konsumen Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan dan mengintrepretasikan informasi menjadi suatu gambaran yang berarti mengenai 37 suatu objek (Kotler dan Amstrong, 1981). Menurut Fibrani dalam Ariani (2006), persepsi adalah suatu gambaran, pengertian, serta intrepretasi seseorang mengenai suatu objek, terutama bagaimana orang tersebut menghubungkan informasi tersebut dengan dirinya dan lingkungan dimana ia berada. Kekuatan persepsi dapat mempengaruhi tindakan terhadap suatu objek. Persepsi merupakan proses individu dalam memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi sehingga menimbulkan preferensi terhadap produk dan merek-merek tertentu yang tercermin dalam perilaku pembelian maupun penjualan. Dalam kaitannya dengan manajemen pemasaran, persepsi diartikan sebagai proses seseorang dalam melihat, mengorganisasikan, dan mengintrepretasikan informasi untuk mendapatkan gambaran yang berarti mengenai stimulus berupa bentuk fisik produk, kemasan, harga, pelayanan, kemudahan memperolehnya, serta bagaimana usaha bauran pemasaran lainnya. Persepsi yang sudah mengendap dan melekat di dalam pikiran akan menjadi preferensi. Persepsi dari konsumen akan sangat berguna bagi suatu perusahaan dalam merumuskan strategi pemasaran yang sesuai. 3.1.6 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Matriks IFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional bisnis, dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut. Faktor-faktor internal yang diamati adalah laporan kegiatan operasional dan produksi, laporan 38 keuangan, laporan pemasaran, laporan sumberdaya manusia serta penelitian dan pengembangan. 3.1.7 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Matriks EFE digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor eksternal yang diamati meliputi, ekonomi, sosial-budaya, demografis, lingkungan alam, hukum-politik, pemerintah, teknologi, pemasok, pembeli, pesaing serta kelompok kepentingan tertentu. 3.1.8 Matriks Internal-Eksternal (IE) Matriks Internal-Eksternal memposisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel. Matriks ini menggabungkan informasi yang diperoleh dari matriks IFE dan matriks EFE untuk mendapatkan informasi mengenai posisi atau kekuatan perusahaan berdasarkan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail. 3.1.9 Matriks SWOT Matriks Strengths-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT) adalah alat untuk mencocokkan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi yaitu, SO (menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal), WO (memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal), ST (menggunakan kekuatan perusahaan untuk 39 menghindari atau mengurangi pangaruh dari ancaman eksternal), dan WT (pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal). Mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci adalah bagian yang paling sulit dalam mengembangkan matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik. Dalam mencocokkan faktor-faktor tesebut tidak ada pencocokkan yang terbaik. Menurut Kartajaya (1996), kekuatan dan kelemahan merupakan hasil dari komparasi antara perusahaan dengan pesaing. Sedangkan yang disebut dengan opportunity dan threat adalah kesempatan dan ancaman apapun yang akan mempengaruhi naik turunnya bisnis. Menurut Kartajaya (1996), unsur ”O” dan ”T” dalam analisa SWOT sangat erat kaitannya dengan konsep usership. Konsep ini terdiri dari tiga unsur yaitu ”user”, ”uses”, dan ”usage”. User adalah pemakai produk atau jasa perusahaan. Uses adalah jenis pemakaian, atau dipakai untuk apa saja produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan usage adalah frekwensi pemakaian sehubungan dengan uses. Perubahan apapun di lingkungan yang tidak punya pengaruh langsung terhadap usership, maka belum dapat dikatakan sebagai opportunity dan threat. Jadi analisis SWOT sangat erat hubungannya dengan Company-Competitor-Customer dan opportunity dengan tentunya juga mengamati perubahan-perubahan dan dampak pada usership customer. 3.1.10 Proses Hirarki Analitik Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Dalam memilih suatu alternatif diharapkan seoptimal mungkin didasarkan pada fakta- 40 fakta dan kemudian menyusunnya dalam sebuah kerangka yang logis sehingga mampu menghasilkan keputusan yang rasional dan efektif. Salah satu metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan adalah Proses Hirarki Analitik (PHA). Metode Proses Hirarki Analitik pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, ahli Matematika dari University of Pitsburgh, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. PHA merupakan suatu metode pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan banyak kriteria, baik kuantitatif maupun kualitatif. PHA adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perseorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan dirinya. Proses Hirarki Analitik memberikan suatu kerangka. Kerangka ini memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya, metode PHA ini memecah-mecah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya; menata bagian atau variabel ke dalam suatu susunan hirarki; memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel; mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. PHA juga menyediakan suatu struktur efektif untuk pengambilan keputusan secara kelompok dengan memaksakan disiplin dalam proses pemikiran kelompok. 41 Keunggulan PHA antara lain; (1) dapat memecahkan berbagai persoalan yang kompleks; (2) dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan; (3) dapat digunakan tanpa data base ,asalkan para analisis dapat memahami dan menguasai secara mendalam permasalahan yang akan dipecahkan; (4) dapat menguji konsistensi penilaian sehingga bila terjadi penyimpangan dapat dilakukan perbaikan (Saaty, 1993). Dalam memecahkan persoalan dengan metode PHA, terdapat tiga prinsip dasar, yaitu: 1. Prinsip menyusun secara hirarki, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi elemen-elemen yang terpisah-pisah. 2. Prinsip menetapkan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya. 3. Prinsip konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Taman Syifa merupakan salah satu usaha kecil yang tergolong dalam kategori industri kecil obat tradisional yang berada di kota Bogor. Taman Syifa termasuk pendatang baru dalam industri ini karena baru merintis usahanya selama dua tahun. Selama dua tahun merintis usahanya, Taman Syifa belum menunjukkan perkembangan yang berarti baik dari segi penjualan, jangkauan pemasarannya dan 42 merek produknya yang belum terlalu dikenal masyarakat. Hal ini berpengaruh pada penerimaan penjualan yang rendah dan cenderung berfluktuasi Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh Taman Syifa saat ini adalah kegiatan pemasaran yang belum efektif yang diindikasikan oleh penerimaan penjualan yang berfluktuasi. Pemasaran dalam hal ini menyangkut elemen-elemen dalam strategi pemasaran seperti, segmentasi, identifikasi dan seleksi pasar sasaran, dan positioning serta komponen-komponen bauran pemasaran yaitu, produk, harga, distribusi, dan promosi. Pemasaran yang dilakukan Taman Syifa selama ini masih bersifat sempit baik jumlah maupun jangkauannya. Padahal pemasaran yang baik merupakan salah satu kunci yang menentukan kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan. Selain itu, keadaan persaingan yang semakin ketat juga menuntut Taman Syifa melakukan usaha untuk mempertahankan posisi perusahaan dalam industri ini. Menyikapi hal tersebut, perlu dilakukan perumusan strategi pemasaran yang tepat dan bermanfaat untuk dijalankan oleh Taman Syifa. Perumusan strategi pemasaran didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap faktor-faktor yang ada pada lingkungan pemasaran Taman Syifa baik internal maupun eksternal perusahaan. Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Analisis lingkungan eksternal digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Selain itu dilakukan juga analisis persepsi konsumen terhadap atribut bauran pemasaran. Hasil analisis dari lingkungan internal disajikan dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan analisis dari lingkungan eksternal disajikan dalam matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE dan EFE kemudian 43 dicocokkan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi pemasaran dengan matriks IE untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini. Matriks IE ini menjadi salah satu dasar bagi penetapan strategi pada matriks SWOT. Dalam identifikasi faktor internal dan eksternal serta perumusan strategi, dibatasi hanya pada faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan secara nyata, serta perumusan strategi yang disarankan juga disesuaikan dengan kemampuan dan skala usaha perusahaan. Pendekatan analisis strategi pemasaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang tidak membedakan skala usaha perusahaan yang artinya strategi yang digunakan antara pemimpin pasar dan pengikut pasar dianggap sama. Prioritas strategi pemasaran yang sesuai untuk perusahaan ditentukan dengan menggunakan metode Prinsip Hirarki Analitik (PHA). Keseluruhan tahap ini dapat diringkas seperti terlihat pada Gambar 4. 44 Pemasaran yang dilakukan belum optimal serta kondisi industri yang semakin dinamis menyebabkan persaingan semakin ketat sehingga berdampak pada tingkat penjualan yang berfluktuatif Bagaimana lingkungan pemasaran internal dan eksternal Taman Syifa Bagaimana strategi pemasaran yang sebaiknya dilakukan perusahaan Bagaimana prioritas strategi pemasaran Analisis Persepsi Konsumen Analisis Lingkungan Pemasaran. Analisis Lingkungan Internal. Analisis Lingkungan Eksternal Matriks IFE Matriks EFE Matriks SWOT Matriks IE Alternatif Strategi Proses Hirarki Analitik (PHA) Prioritas strategi pemasaran yang sesuai dijalankan oleh Taman Syifa Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional 45 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Taman Syifa, Tanah Baru, Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Taman Syifa merupakan perusahaan baru yang bergerak di bidang pengolahan tanaman obat dan menghadapi persaingan yang cukup ketat dari perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Alasan lainnya adalah karena kesediaan perusahaan untuk memberikan datadata yang diperlukan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai April 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan diskusi dengan pimpinan perusahaan. Selain itu kuisioner juga diberikan kepada pihak intern perusahaan untuk mendapatkan penilaian bobot (weight) dan peringkat (rating), dan pengisian kuisioner untuk metode PHA. Kuisioner juga diberikan kepada para konsumen produk Taman Syifa untuk mengetahui persepsi terhadap atribut bauran pemasaran. Data sekunder merupakan data pelengkap data primer yang diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur dan instansi yang terkait. Instansi-instansi tersebut antara lain, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, dan Departemen 46 Perindustrian dan Perdagangan. Data sekunder juga diperoleh melalui artikel-artikel di surat kabar, internet, dan penelitian terdahulu. 4.3 Metode Penarikan Sampel Metode penarikan sampel untuk menganalisis persepsi konsumen yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling, yaitu memilih responden yang mudah ditemui saat pengambilan responden. Responden yang dipilih sebanyak 30 orang. Hal ini berdasarkan acuan minimal 30 sampel untuk penelitian deskriptif (Umar, 2005) dan juga disebabkan oleh perusahaan saat ini belum mempunyai data yang pasti mengenai banyaknya konsumen dari produk Taman Syifa. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah mengkonsumsi produk Taman Syifa minimal satu kali. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan analisis deskriptif, kualitatif dan kuantitatif berdasarkan pendekatan konsep manajemen strategi pemasaran. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum perusahaan, segmentasi pasar, positioning, identifikasi pasar sasaran, komponen-komponen pada bauran pemasaran, dan persepsi konsumen terhadap atribut bauran pemasaran. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui lingkungan eksternal dan internal perusahaan dengan menggunakan data-data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkepentingan, laporan dan data perusahaan 47 serta literatur yang terkait dengan penelitian ini. Analisis kualitatif ini berusaha mengidentifikasi apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan. Setelah itu dilakukan analisis SWOT yang nantinya akan menghasilkan empat alternatif strategi yaitu, strategi SO, WO, ST, dan WT. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation), matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation), matriks InternalEksternal (IE), dan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Matriks IFE digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi peluang dan ancaman yang dimiliki perusahaan. Matriks IE digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan dalam industri. Sedangkan metode PHA digunakan untuk mengetahui urutan prioritas strategi yang sebaiknya dilaksanakan oleh perusahaan. Perumusan strategi pemasaran dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: tahap pengumpulan data dengan menggunakan matriks IFE dan EFE, tahap analisis dengan menggunakan matriks IE dan SWOT, sedangkan tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan metode PHA. 4.4.1 Tahap Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data dilakukan pengidentifikasian terhadap lingkungan perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor penting yang berkaitan dengan pemasaran dengan menggunakan matriks IFE dan EFE. Penyusunan matriks tersebut dilakukan pembobotan dan peratingan terhadap faktor-faktor internal maupun eksternal. Dari matriks IFE dan EFE dapat diperoleh faktor-faktor yang 48 mempengaruhi atau kurang mempengaruhi perusahaan dalam lingkungan internal maupun eksternal. A. Teknik Pembobotan Sebelum membuat matriks IFE dan matriks EFE maka terlebih dahulu dilakukan pembobotan terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal perusahaan. Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada pihak manajemen, dengan menggunakan metode Paired Comparison (David, 2004). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal perusahaan. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: Nilai 1 : jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal Nilai 2 : jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal Nilai 3 : jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk dari penilaian bobot dengan metode Paired Comparison untuk matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 6. dan matriks EFE pada Tabel 7. Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan Faktor Strategis Internal A B C D …. Total Sumber : David (2004) A B C D .... Total 49 Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan Faktor Strategis Eksternal A B C D …. Total Sumber : David (2004) A B C D .... Total Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus: Xi ai = n Σ xi i=1 Keterangan : ai : Bobot variabel ke-i x1 : i : 1, 2, 3, …, n n : Jumlah variabel Nilai variabel ke-i untuk seluruh factor horisontal B. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Menurut David (2004), matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dapat dikembangkan dengan lima tahap, yaitu: 50 1. Tuliskan faktor internal utama seperti diidentifikasi dalam proses audit internal. Gunakan total sepuluh hingga dua puluh faktor internal, mencakup kekuatan dan kelemahan. 2. Berikan bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang diberikan kepada masing-masing faktor mengindikasikan tingkat kepentingan relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa menghiraukan apakah faktor kunci adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh besar terhadap kinerja organisasi diberi bobot tertinggi. Jumlah dari semua bobot harus 1,0. 3. Menghitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 1 sampai 4 berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi industri yang bersangkutan. Skala peringkat yang digunakan yaitu nilai 1 = sangat lemah, nilai 2 = lemah, nilai 3 = kuat, nilai 4 = sangat kuat. Skala nilai 4 dan 3 hanya untuk kekuatan sedangkan 1 atau 2 hanya untuk kelemahan. 4. Mengalikan bobot faktor dengan rating, untuk memperoleh nilai pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor. 5. Menjumlahkan nilai pembobotan untuk setiap variabel untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Total skor untuk matriks IFE berkisar antara 1,0 (terendah) hingga 4,0 (tertinggi), dan skor rata-rata adalah 2,5. Total skor lebih tinggi dari 2,5 menunjukkan bahwa perusahaan dalam kondisi yang cukup baik, sedangkan total skor yang lebih rendah dari 2,5 berarti perusahaan dalam keadaan lemah. 51 Tabel 8. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating (skor) KEKUATAN KELEMAHAN Total Sumber : David (2004) 1,0 C. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Menurut David (2004), matriks EFE membuat perencanaan strategi yang meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Matriks EFE dapat dibuat dengan lima tahapan, yaitu: 1. Tentukan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan atau disebut lingkungan eksternal perusahaan. Daftar peluang terlebih dahulu kemudian ancaman. 2. Memberikan bobot dengan kisaran 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (terpenting) pada setiap faktor. Bobot yang diberikan pada suatu faktor menunjukkan seberapa penting faktor tersebut menunjang keberhasilan perusahaan. Peluang sering mendapat bobot lebih besar dari ancaman. Tetapi ancaman dapat juga menerima bobot tertinggi jika sangat mengancam. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada faktor diatas harus sama dengan 1,0. 3. Menghitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 1 sampai 4 berdasarkan pengaruh faktor-faktor eksternal terhadap kondisi 52 perusahaan. Skala peringkat yang digunakan yaitu dimana nilai 1 = rendah, respon kurang; nilai 2 = sedang, respon sama dengan rata-rata; nilai 3 = tinggi, respon diatas rata-rata, dan nilai 4 = sangat tinggi, respon superior. 4. Mengalikan bobot dengan rating, untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor. 5. Menjumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi industri yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana industri tersebut bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor matriks EFE berkisar antara 1,0 (terendah) sampai 4,0 (tertinggi). Total skor 1 menunujukkan bahwa perusahaan tidak mampu menghadapi ancaman yang ada dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki, sedangkan total skor 4 berarti bahwa perusahaan dapat bertahan dan tetap eksis dalam usahanya dengan semua peluang dan ancaman yng terjadi di dalam industri. Tabel 9. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating (skor) PELUANG ANCAMAN Total Sumber : David (2004) 1,0 4.4.2 Tahap Analisis Hasil dari analisis lingkungan pemasaran perusahaan yang dituangkan dalam matriks IFE dan matriks EFE disajikan dalam bentuk matriks IE. Matriks IE 53 digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan dalam industri. Selain itu, matriks SWOT digunakan untuk menetapkan alternatif strategi pemasaran yang sesuai berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi. A. Matriks Internal Eksternal (IE) Matriks IE menggambarkan bagaimana posisi suatu unit bisnis strategis dalam suatu perusahaan. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci: total rata-rata tertimbang IFE pada sumbu x dan total rata-rata tertimbang EFE pada sumbu y. Pada sumbu vertikal, skor antara 1,00 smapai 1,99 menunjukkan pengaruh eksternal yang rendah; skor 2,00 sampai 2,99 menunjukkan pengaruh eksternal yng sedang; dan skor 3,00 sampai 4,00 menunjukkan pengaruh eksternal yng tinggi. Untuk sumbu horisontal, skor antara 1,00 sampai 1,99 menunjukkan pengaruh internal yang lemah; skor 2,00 sampai 2,00 menunjukkan pengaruh internal rata-rata; dan skor 3,00 sampai 4,00 menunjukkan pengaruh internal yang kuat. Gambar 5. Matriks Internal Eksternal Sumber : David, 2004 54 Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi strategi berbeda. Daerah pertama terdiri dari sel I, II, dan IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan kembang (growth and build). Strategi yang dapat mewakili antara lain strategi intensif (penetrasi pasar, perluasan pasar, dan perluasan produk) dan strategi integratif (integrasi ke depan, integrasi ke belakang, dan integrasi horisontal). Daerah kedua terdiri dari sel III, V, dan VII dapat dikelola dengan strategi hold and maintain. Penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi umum yang digunakan untuk divisi tipe ini. Daerah ketiga terdiri dari sel VI, VII, dan IX dengan menggunakan strategi harvest or divest (pengembangan produk, akuisisi, dan likuidasi). Gambar 5. menunjukkan gambar matriks Internal-Eksternal. B. Matriks SWOT Matriks SWOT merupakan alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Ada delapan langkah yang terlibat dalam penyusunan matriks SWOT, yaitu: (1) menuliskan peluang eksternal perusahaaan, (2) menuliskan ancaman eksternal perusahaan, (3) menuliskan kekuatan internal perusahaan, (4) menuliskan kelemahan internal perusahaan, (5) mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catatlah strategi SO dalam sel yang telah ditentukan, (6) mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catatlah strategi WO dalam sel yang telah ditentukan, (7) mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catatlah strategi ST dalam sel yang telah 55 ditentukan, (8) mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catatlah strategi WT dalam sel yang telah ditentukan. Matriks SWOT menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi S-T, strategi W-O, dan strategi W-T (David, 2004): 1. Strategi S-O Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal perusahaan. Organisasi umumnya akan menjalankan strategi WO, ST atau WT agar dapat mencapai situasi dimana mereka dapat menerapkan strategi SO. 2. Strategi S-T Strategi ini menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi pengaruh ancaman eksternal. Dalam penilaian strategi ini, perubahan memberikan gambaran kekuatan yang dimiliki diiringi dengan mengamati kemungkinan ancaman yang dihadapi dalam industri. 3. Strategi W-O Terkadang perusahaan menghadapi peluang eksternal kunci tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghambatnya untuk mengeksploitasi peluang tersebut. Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. 4. Strategi W-T Strategi ini merupakan taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Sebuah perusahaan menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal akan berada pada 56 posisi yang tidak aman. Kenyataannya, perusahaan seperti itu mungkin harus berusaha bertahan hidup, bergabung, mengurangi ukuran, mendeklarasikan kebangkrutan, atau memilih likuidasi. Penyajian yang sistematis dari matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 10. Tujuan dari setiap perangkat pencocokkan adalah menghasilkan alternatif strategi yang dapat dijalankan, bukan untuk memilih atau menetapkan alternatif strategi mana yang terbaik. Tabel 10. Matriks SWOT Strenght (S) Weakness (W) Menentukan faktor-faktor Menentukan faktor-faktor kekutan internal kelemahan internal Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O Menentukan faktor-faktor Menggunakan kekuatan Meminimalkan kelemahan peluang eksternal untuk memanfaatkan peluang untuk memanfaatkan peluang Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T Menentukan faktor-faktor Menggunakan kekuatan Meminimalkan kelemahan ancaman eksternal untuk mengatasi ancaman untuk menghindari ancaman Sumber : David, 2004 4.4.3 Tahap Pengambilan Keputusan Alternatif-alternatif strategi pemasaran yang telah dihasilkan dari matriks SWOT kemudian dievaluasi lagi untuk menghasilkan urutan prioritas strategi yang sebaiknya dilaksanakan dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Dalam menerapkan metode PHA, yang diutamakan adalah kualitas dari 57 respondennya, bukan terletak pada kuantitasnya. Data yang diperoleh diproses dengan menggunakan program computer “Expert Choice Version 2000”. Hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk uraian, gambar, dan tabel. Untuk lebih rincinya, langkah-langkah kerja utama PHA (Saaty, 1993), adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Pada langkah ini diperlukan penguasaan masalah secara mendalam, perhatian ditujukan pada pemilihan tujuan, kriteria, dan elemen-elemen yang menyusun suatu hirarki. Tidak ada prosedur pasti dalam mengidentifikasi komponenkomponen sistem (tujuan, kriteria, aktivitas) yang akan dilibatkan dalam sistem hirarki. Komponen sistem dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuan pada analisis untuk menemukan unsur-unsur yang dilibatkan pada sistem. 2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen atau stakeholders secara menyeluruh. Hirarki merupakan abstrak struktur suatu sistem yang mempelajari interaksi antara komponen dan dampaknya terhadap sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling terkait. Tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktorfaktor pendukung yang mempengaruhi sub-sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku yang akhirnya ke alternatif strategis, pilihan dan skenario. Penyusunan hirarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada tingkat puncak hirarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikut dibawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam 58 kelompok homogen agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya. 3. Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki yang merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antara elemen yang ada dibawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap faktor yang ada di puncak hirarki. Menurut perjanjian suatu elemen yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks. G Tingkat 1 : Fokus Tingkat 2 : Faktor F1 F2 F3 ................ Fn Tingkat 3 : Pelaku A1 A2 A3 ................ An Tingkat 4 : Tujuan O1 O2 O3 …………. On Tingkat 5 :Skenario S1 S2 S3 ................ Sn Gambar 6. Model Struktur Hirarki Sumber : Saaty, 1993 59 4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan peringkat matriks dilangkah 3. Pada langkah ini dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j dengan setiap variabel pada baris ke-i yang berhubungan dengan fokus G. Pengisian nilai-nilai dalam matriks perbandingan berpasangan tersebut menggunakan angka-angka tertentu sebagai skala banding, seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Skala Banding Berpasangan Intensitas pentingnya 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Definisi Penjelasan Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat itu Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber : Saaty, 1993 5. Memasukkan nilai-nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama, penentuan prioritas dan pengujian konsistensi. Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (G) dibandingkan dengan Fj. Sedangkan bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat G dibandingkan dengan Fj, maka 60 digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Tahap 6-8, dapat diolah dengan menggunakan komputer dengan program Expert Choice 2000. 6. Melaksanakan langkah 3, 4, 5 untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atas. Metode pembandingan dalam metode PHA dibedakan menjadi dua, yaitu: Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil perbandingan yang dilakukan individu. MPI mempunyai elemen yang disimbolkan dengan aij yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. MPI dapat terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Matriks Pendapat Individu G A1 A1 a11 A2 a21 A3 a31 …. . …. . Ai ai1 Sumber : Saaty, 1993 A2 a12 a22 a32 . . ai2 A3 A13 a23 a33 . . ai3 … … … … . . … aj a1j a2j a3j . . aij MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (Gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen, dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Matriks Pendapat gabungan dapat dilihat pada Tabel 13. 61 Tabel 13. Matriks Pendapat Gabungan G G1 G1 g11 G2 g21 G3 g31 …. . …. . Gi gi1 Sumber : Saaty, 1993 G2 g12 g22 g32 . . gi2 G3 G13 g23 g33 . . gi3 … … … … . . … Gj g1j g2j g3j . . gij Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik m adalah: Gij (a ij )k m k 1 Dimana : Gij = elemen MPG baris ke-i, kolom ke-j (aij) = elemen baris ke-i dan MPI ke-k m = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan m = perkalian dari elemen k=1 sampai k=m k 1 m = akar pangkat dari m 7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah dan seterusnya. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu : (1) pengolahan horisontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan Rasio Inkonsistensi. 62 Pengolahan horisontal bertujuan untuk melihat prioritas suatu elemen terhadap tingkat yang berada satu tingkat di atas elemen tersebut, yang terdiri dari tiga bagian, yaitu penetuan vektor prioritas (Rasio Vektor Eigen), uji konsistensi, dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horisontal ini adalah: Perkalian baris (Z) atau Vektor Eigen (VE) dengan rumus: n zi aij n (i,j = 1,2,...,n) k 1 Perhitungan Vektor Prioritas (VP) atau Rasio Vektor Eigen adalah: n aij n k 1 Vpi VP = (VPi), untuk i = 1,2,...,n n n aij n i 1 k 1 Perhitungan nilai Eigen Maks (λmaks), dengan rumus: VA = (aij) x VA dengan VA = (Vai) VB = VA VPi dengan VB = (Vbi) λi = 1 n n vbi untuk i = 1,2,3,...n i 1 Perhitungan Indeks Inkonsistensi (CI) dengan rumus: CI = maks n n 1 Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CR) adalah: 63 CR = RI = CI RI Indeks acak (random indeks) yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Labolatory (Saaty, 1993) dari matriks berorde 1 sampai dengan 15 yang menggunakan sampel berukuran 100. Nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 10 persen merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini karena CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat. Tabel 14. Nilai Indeks Acak Orde Indeks Acak (RI) Orde (n) Indeks Acak (RI) 1 2 3 4 5 6 7 Sumber : Saaty, 1993 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 8 9 10 11 12 13 14 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 Pengolahan vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila CVij didefinisikan sebagai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-I terhadap sasaran utama, maka : CVij = CHij t 1 xVWt i 1 Untuk : i = 1, 2, 3, …, n j = 1, 2, 3, …, n t = 1, 2, 3, …, n 64 dimana : CHij (t, i-1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat diatas (i-1) yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal. VWt(i-1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke-(i-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil perhitungan horisontal. p = jumlah tingkat hirarki keputusan r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-(i-1) 8. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks acak dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang besangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio inkonsistensi ini harus bernilai 10 persen atau kurang. Jika tidak, mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan pengisian ulang kuisioner dan dengan lebih mengarahkan responden pada perbandingan berpasangan. 4.4.4 Analisis Persepsi Konsumen Analisis ini digunakan untuk menilai tingkat persepsi konsumen terhadap atribut bauran pemasaran produk obat tradisional yang telah dijalankan oleh Taman 65 Syifa. Atribut bauran pemasaran yang diteliti adalah: (1) Produk, terdiri dari; (a) rasa, (b) kemasan produk, (c) khasiat produk, (d) kandungan bahan alami, (e) komposisi produk, (f) variasi produk, (g) merek produk, (h) label produk, (i) kemudahan penyajian; (2) Harga, terdiri dari; (a) keterjangkauan harga; (b) kesesuian harga dengan kualitas produk, (3) Distribusi, terdiri dari; (a) kemudahan dijangkau oleh konsumen, (b) ketersediaan produk saat dibutuhkan, (4) Promosi, terdiri dari; (a) media promosi, (b) intensitas kegiatan promosi. Tingkat persepsi konsumen diukur berdasarkan skala Likert yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Ada lima kategori yang digunakan untuk mengukur respon konsumen, yaitu, Sangat baik diberi nilai 5, Baik diberi nilai 4, Biasa diberi nilai 3, Buruk diberi nilai 2, dan Sangat Buruk diberi nilai 1. V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan Taman Syifa merupakan salah satu industri kecil obat tradisional dibawah manajemen CV. Hanabiu yang berada di kota Bogor. Industri kecil ini didirikan oleh Umi seorang dosen yang masih aktif mengajar di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor selama kurang lebih dua tahun. Sejak tahun 1998, Ibu Umi sudah mulai melakukan penelitian mengenai tanaman obat untuk pengobatan pada ayam. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menghasilkan daging dan telur ayam yang bebas residu sehingga tidak membahayakan untuk manusia. Pada tahun 2004, Ibu Umi yang merupakan anggota dari Ikatan Sarjana Wanita menyelenggarakan Seminar Diabetes dengan Herbal. Sebagai salah satu upaya untuk mendukung seminar tersebut maka Ibu Umi mendirikan sebuah Taman Koleksi Tanaman Obat yang menyimpan koleksi berbagai tanaman obat yang jumlahnya mencapai 80 jenis. Berawal dari hal tersebut, muncul ketertarikan Ibu Umi pada tanaman obat yang diharapkan mampu berguna bagi kesehatan manusia. Ibu Umi yang juga merupakan salah satu peneliti di Pusat Biofarmaka IPB ini kemudian mulai rajin mengikuti pelatihan-pelatihan, mempelajari dan melakukan penelitian tanaman obat secara lebih mendalam, dan pada akhirnya mulai muncul ide untuk membuat minuman instan yang berbahan baku tanaman obat. Produk yang pertama kali dihasilkan adalah produk jahe instan. Selain itu dengan menggunakan penelitian dari suaminya mengenai sambiloto, Ibu Umi kemudian memproduksi kapsul sambiloto yang ternyata bermanfaat untuk mengobati sinusitis. 67 Ternyata produk jahe instan yang dihasilkan Ibu Umi cukup digemari karena keasliannya, tanpa menggunakan bahan pengawet serta rasanya yang enak. Ibu Umi kemudian mulai mengembangkan usahanya dengan membuat produk lain seperti kunyit instan, secang instan, kencur instan, temulawak instan, temuputih instan, dan yang terbaru adalah secang wangi instan, mengkudu instan dan sambiloto instan. Taman Syifa juga mulai menghasilkan produk kosmetik seperti, bedak dingin dan masker wajah. Selain itu adanya tren penggunaan obat-obatan yang praktis juga mendorong Taman Syifa memproduksi tanaman obat yang dikeringkan atau simplisia dan kapsul herbal. Simplisia mulai diproduksi pada tahun 2006 karena adanya ketersediaan bahan baku dan permintaan yang cukup besar terhadap produk tersebut. Produk simplisia yang menjadi andalan Taman Syifa adalah sambiloto, tempuyung, daun mindi, bandotan dan juga kumis kucing. 5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan Suatu perusahaan atau organisasi pasti memiliki tujuan yang ingin dicapainya. Untuk mencapainya, suatu perusahaan sudah sepantasnya memiliki visi dan misi yang dikomunikasikan dan dikembangkan dengan baik kepada seluruh pihak di dalam perusahaan. Taman Syifa sebagai suatu perusahaan, juga memiliki suatu visi dan misi yang menjadi landasan untuk mewujudkan tujuan perusahaannya. Berikut ini adalah visi, misi, dan tujuan yang dimiliki Taman Syifa: 68 Visi Bahwa manusia diciptakan lengkap dengan sumberdaya alam untuk kebutuhan selama hidupnya maka manusia perlu kembali mengenali, mempelajari, dan memanfaatkan sumberdaya alam untuk kemandirian. Misi Mendorong proses pembelajaran untuk mengenali, mempelajari, memanfaatkan sumberdaya alam dan unsur-unsur hidup yang ada di sekitar manusia dan mendorong kemandirian. Tujuan Tujuan dari Taman Syifa adalah membantu masyarakat sekitar agar lebih mengenal dan peduli akan sumberdaya yang ada di sekitarnya. 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi merupakan suatu hirarki yang menunjukkan posisi-posisi dalam suatu perusahaan, mulai dari posisi tertinggi sampai yang paling rendah. Hal ini bermanfaat untuk menunjukkan posisi seseorang dalam suatu perusahaan, serta memperlihatkan hak dan kewajibannya dalam perusahaan tersebut. Taman Syifa sudah mengenal adanya struktur organisasi dan adanya pembagian tugas walaupun masih sangat sederhana dan masih adanya rangkap jabatan dan juga ketimpangan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban berdasarkan posisinya dalam perusahaan. Gambar 7 akan memperlihatkan struktur organisasi Taman Syifa. 69 Umi Direktur Eddy Sekretaris Direktur Fitri Mila Manajer Umum Produksi dan Penjualan Syaiful Habib Nur Eddy Administrasi umum Manajer Riset dan Pengembangan Umi Asisten manajer bidang pamasaran/ humas Asisten manajer bidang produksi/ sekretaris manajer Hedi Asisten manajer bidang inovasi produk Edin Petugas lapang Gambar 7. Struktur Organisasi Taman Syifa 5.4 Karakteristik Produk Taman Syifa merupakan industri kecil yang secara kontinyu menghasilkan obat tradisional seperti, minuman instan, kapsul tradisional, simplisia, dan kosmetik tradisional yang semuanya berbahan baku tanaman obat. Produk minuman instan dikemas dengan berbagai ukuran, mulai dari kemasan 40 gram, 150 gram, dan 200 gram. Setiap kemasan kapsul herbal terdiri dari 30 kapsul. Seluruh produk Taman Syifa telah memiliki ijin dari Dinas kesehatan dan memiliki sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu dalam setiap kemasan juga tercantum tanggal kadaluarsa, komposisi produk dan khasiat yang dimiliki. 70 Tanaman obat yang dimanfaatkan untuk minuman instan antara lain jahe, kunyit, temulawak, kencur, mengkudu, sambiloto, secang, dan temu putih. Bahan baku untuk kapsul herbal antara lain, sambiloto, pegagan, meniran, dan umbi dewa. Tanaman obat yang dimanfaatkan untuk simplisia terdiri dari daun mindi, sambiloto, bandotan, kumis kucing, secang, cengkeh, kayu manis, dan tempuyung. Kosmetik tradisional yang dihasilkan Taman Syifa seperti masker wajah dan bedak dingin menggunakan bahan baku pegagan dan bengkuang. 5.5 Aktivitas Usaha Produksi dan Operasi Dalam menjalankan usahanya, Taman Syifa melakukan beberapa kegiatan rutin mulai dari pembelian bahan baku sampai terciptanya suatu produk. Untuk produk minuman instan, awalnya perusahaan melakukan pembelian bahan baku di pasar sekitar Bogor. Pada saat pembelian dilakukan pemilihan bahan baku yang terbaik untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik pula. Bahan baku tersebut ditimbang dan dicuci untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat dan menjamin kehigienisan produk. Bahan baku yang telah dicuci kemudian di hancurkan dan dicampur dengan gula pasir dengan menggunakan alat yang disebut juicer sampai halus. Bahan yang telah halus selanjutnya dimasak sampai kering dan kemudian dikemas kedalam kemasan yang siap untuk dipasarkan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses produksi minuman instan dapat dilihat pada Gambar 8. 71 Pembelian dan Pemilihan Bahan Baku Proses Pengemasan Penimbangan Bahan Baku Bahan baku dan gula pasir yang telah dijuicer, dimasak sampai kering Pencucian Bahan Baku Penghancuran Bahan Baku dan gula pasir dengan menggunakan juicer Gambar 8. Proses Produksi Minuman Instan Untuk produk kapsul herbal, terdapat perbedaan pada proses produksinya yaitu adanya proses penggilingan dan ekstraksi setelah bahan baku dicuci. Hasil dari ekstraksi tadi kemudian ditambahkan komponen pengisi dan selanjutnya dikeringkan selama 2-3 hari dengan menggunakan alat evaporator. Proses tersebut dinamakan evaporasi, yaitu proses untuk menghilangkan kadar air yang masih terkandung dalam bahan. Setelah itu, bahan-bahan digiling kembali dan barulah bahan-bahan tersebut siap untuk dikemas ke dalam kapsul-kapsul. Untuk produk simplisia, proses produksinya jauh lebih sederhana. Bahan baku tanaman obat cukup dikeringkan dengan dengan bantuan sinar matahari selama beberapa hari (tergantung cuaca) dan selanjutnya dapat langsung dikemas. Pemasaran Kegiatan yang dilakukan Taman Syifa dalam memasarkan produknya antara lain melalui gerai yang menjadi satu dengan lokasi produksi serta melalui perantara pemasaran seperti, apotik, pengobat tradisional, dan juga rumah makan. Untuk 72 menunjang hal tersebut Taman Syifa juga melakukan aktivitas promosi seperti, personal selling, pameran, brosur, leaflet, pelatihan, dan radio. 5.6 Sumberdaya Perusahaan Sumberdaya perusahaan merupakan segala sesuatu yang dimiliki perusahaan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong dan menunjang aktivitas perusahaan. Taman Syifa memiliki tiga jenis sumberdaya perusahaan, yaitu sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, dan sumberdaya keuangan. 5.6.1 Sumberdaya Fisik Sumberdaya fisik merupakan jenis sumberdaya yang berwujud (tangible). Sumberdaya fisik yang dimiliki Taman Syifa meliputi, lahan, bangunan, dan alat-alat produksi. Taman Syifa berdiri diatas lahan seluas 900 m² yang terdiri dari sebuah bangunan seluas 120 m² yang berfungsi sebagai tempat produksi sekaligus lokasi penjualan produk-produk Taman Syifa dan di bagian belakang bangunan terdapat taman koleksi tanaman obat seluas 780 m². Pada taman tersebut terdapat kurang lebih 80 jenis tanaman obat. Selain sumberdaya diatas, Taman Syifa juga memiliki fasilitas usaha yang berupa perlengkapan atau peralatan yang dapat menunjang kegiatan operasional perusahaan. Beberapa fasilitas usaha yang dimiliki Taman Syifa dapat dilihat pada Tabel 15. 73 Tabel 15. Fasilitas Usaha Taman Syifa Fasilitas Usaha Jumlah Juicer 2 Ekstraktor 1 Penggilingan 1 Kompor minyak 3 Mesin Press 1 Timbangan manual 1 Timbangan digital 1 Motor 1 Komputer 1 Etalase 2 5.6.2 Sumberdaya Manusia Sebagian besar karyawan Taman Syifa merupakan tetangga, kerabat dan juga beberapa mahasiswa yang masih berkuliah. Semua karyawan bekerja selama enam hari dalam satu minggu dan bebas untuk memilih waktu liburnya setiap minggu. Setiap harinya karyawan bekerja selama tujuh jam mulai pukul 08.00 sampai 15.00. Gaji yang diberikan bervariasi mulai dari Rp 400.000,- sampai Rp 900.000,- per bulannya sesuai dengan posisi karyawan tersebut dan tingkat pendidikan. 5.6.3 Sumberdaya Keuangan Sumberdaya keuangan menjadi faktor yang berguna untuk mendukung sumberdaya lain dalam mencapai tujuan perusahaan. Sumberdaya keuangan yang dimiliki Taman Syifa seluruhnya bersifat pribadi karena modal yang digunakan berasal langsung dari pemilik dan pemilik tidak meminta bantuan ataupun meminjam dari pihak lain. VI ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN PERUSAHAAN 6.1 Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal membutuhkan pengumpulan, asimilasi, dan evaluasi mengenai operasi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap arah dan tindakan perusahaan selanjutnya. Menurut Kotler dan Amstrong dalam Amir (2005), yang termasuk ke dalam lingkungan internal perusahaan adalah aspek pemasaran, sumberdaya manusia, produksi dan operasi, keuangan dan akuntansi, serta penelitian dan pengembangan. 6.1.1 Aspek Pemasaran Pemasaran merupakan suatu proses mendefinisikan, mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan baik barang maupun jasa (David, 2004). Aspek pemasaran merupakan aspek yang terkait dengan komponen-komponen strategi pemasaran, seperti segmentasi, targeting, dan positioning. Selain itu, analisis juga dilakukan pada komponen-komponen bauran pemasaran. A. Analisis Segmentasi, Targetting, dan Positioning. Segmentasi dilakukan karena perusahaan menyadari adanya keinginan, daya beli, lokasi geografis, perilaku pembelian, atau kebiasaan pembelian yang berbeda antar pembeli. Segmentasi diperlukan ketika perusahaan menghadapi kondisi persaingan yang semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, 75 produk juga semakin dituntut menjadi semakin berbeda. Pada awalnya, segmen pasar yang dituju oleh Taman Syifa adalah golongan menengah ke atas. Segmen ini dipilih karena karakteristik produk Taman Syifa dinilai memiliki kesesuaian dengan karakteristik segmen tersebut. Seiring berjalannya waktu, Taman Syifa juga membidik seluruh lapisan masyarakat dengan membuat produk-produk yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Taman Syifa juga membidik segmen berdasarkan gaya hidup (psikografik), yaitu masyarakat yang menginginkan hidup sehat dengan cara yang alami dan juga menyukai kepraktisan. Tahap selanjutnya setelah dilakukan segmentasi adalah identifikasi dan seleksi pasar sasaran. Penentuan pasar sasaran berguna agar sumberdaya yang telah dikeluarkan perusahaan tidak terbuang dengan percuma. Dalam memasarkan produknya, yang menjadi sasaran distribusi Taman Syifa adalah para pengobat tradisional, apotik-apotik, dan juga rumah makan. Target konsumsi dari produkproduk Taman Syifa adalah masyarakat golongan usia lanjut, para pelancong yang mengunjungi kota Bogor, dan juga remaja. Positioning bertujuan untuk menempatkan produk dipasar sehingga produk tersebut terpisah atau berbeda dengan merek-merek yang bersaing. Sebagai pendatang baru, Taman Syifa menginginkan produknya dinilai lebih baik dari produk yang dimiliki oleh perusahaan pesaing, namun sampai saat ini Taman Syifa belum melakukan positioning terhadap produk-produknya. Hal ini menyebabkan merek Taman Syifa belum terlalu membekas di benak konsumen. 76 B. Analisis Bauran Pemasaran Produk Pada awal berdirinya, Taman Syifa mulai memproduksi berbagai minuman instan seperti jahe, kunyit, kencur, temulawak, dan temuputih. Keunggulan dari produk-produk Taman Syifa terletak pada komposisinya yang alami karena tanpa mengunakan bahan pengawet dan tanpa pewarna buatan. Selain itu, untuk produk minuman instant, perbandingan antara bahan utama dengan gula murni adalah 1:1 yang berarti tidak menggunakan campuran lainnya. Hal ini berbeda dengan produk lain seperti produk biofibra yang diproduksi oleh PT Indofarma yang masih mengandung bahan tambahan yaitu kalsium laktat 0,025 gram dan bahan lain hingga 7 gram, serta produk lain yang menggunakan bahan pengawet untuk produk obat misalnya nepasol dan nepagin. Ketersediaan bahan baku, dan juga adanya permintaan mendorong Taman Syifa mulai memproduksi kapsul herbal, kosmetik tradisional, dan simplisia. Sampai saat ini, Taman Syifa terus mengembangkan produk-produk instan lainnya seperti secang, sambiloto, dan mengkudu. Menurut Taman Syifa, produk-produk tersebut merupakan produk yang belum banyak dimiliki oleh para pesaingnya karena merupakan hasil inovasi Taman Syifa. Produk mengkudu instan merupakan produk terbaru yang telah diuji oleh Taman Syifa dan memiliki keunggulan dari segi rasa, aroma, konsentrasi dan bahan dasarnya yang alami. Keunggulan lainnya dari produk Taman Syifa yaitu pada pembuatan campuran bahan pengisi kapsul yang diekstrak. Hal ini berbeda dengan sebagian produk kapsul herbal yang ada di pasaran yang menggunakan simplisia yang 77 dihancurkan sebagai pengisi kapsul herbal. Taman Syifa telah memproduksi kapsul herbal yang berasal dari pegagan, sambiloto, chireta, andrographis, dan umbi dewa. Produk simplisia yang dihasilkan antara lain, bandotan, sambiloto, tempuyung, daun mindi, secang wangi, dan kumis kucing. Secang wangi merupakan produk diramu sendiri oleh Taman Syifa dengan secang sebagai bahan baku utama. Bandotan merupakan produk simplisia yang sudah dipatenkan oleh Taman Syifa. Kosmetika tradisional yang dihasilkan Taman Syifa adalah masker wajah dan bedak dingin. Untuk menarik konsumen, Taman Syifa melakukan pengemasan terhadap produk-produknya dengan menggunakan desain dan warna-warna yang menarik serta praktis. Kemasan menggunakan bahan dari karton yang dibentuk menyerupai tas kecil dengan desain yang menarik dan praktis. Untuk mencegah kontaminasi dengan karton, maka serbuk minuman instan tersebut dibungkus kembali dengan menggunakan plastik. Produk minuman instan tersedia dalam ukuran 40 gram, 150 gram, dan 200 gram. Pengemasan untuk produk kapsul herbal juga menjadi perhatian Taman Syifa. Produk kapsul herbal dikemas dengan kemasan khusus dan memiliki segel khusus yang akan menjamin kualitas produk. Pengemasan untuk produk simplisia dan kosmetik tradisional menggunakan plastik transparan. Seluruh kemasan produk Taman Syifa juga dicantumkan komposisi, tanggal kadaluarsa, serta khasiat produk. Produk Taman Syifa sudah memiliki izin dari Departemen Kesehatan dengan Dinkes P.IRT. No. 2.12.3271.12.0555. Taman Syifa juga sedang dalam proses mendaftarkan merek Taman Syifa ke Departemen Kehakiman dan Departemen Perindustrian. Untuk meyakinkan konsumen tentang kehalalan dari produk Taman Syifa, saat ini 78 Taman Syifa juga sudah mendapatkan sertifikasi label Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Semua hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan keyakinan dan loyalitas konsumen terhadap produk-produk Taman Syifa. Harga Harga merupakan satu-satunya komponen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Perusahaan perlu melakukan penetapan harga secara tepat dengan memperhatikan berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Metode penetapan harga antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya dapat berbedabeda. Taman Syifa menetapkan metode penetapan harga berbasis biaya (cost based pricing), namun harga jual yang diberikan berbeda kepada distributor dan ke konsumen langsung. Harga yang diberikan kepada distributor lebih rendah jika dibandingkan dengan harga yang diberikan kepada konsumen langsung. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa pihak distributor perlu diberikan keuntungan sebagai balas jasa atas penjualan yang dilakukannya. Taman Syifa memberikan harga kepada distributor berdasarkan biaya yang terkait langsung dengan produk seperti, biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku, biaya kemasan ditambah dengan 20 persen dari biaya tadi sebagai pengganti dari biaya listrik, air dan telepon, dan juga biaya tenaga kerja kemudian ditambah lagi dengan margin keuntungan yang ingin diperoleh sebesar 10 persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya penetapan harga dari distributor kepada konsumen akhir, sepenuhnya diserahkan kepada distributor kecuali untuk produk kapsul herbal yang sudah diberi label harga oleh Taman Syifa. Harga yang diberikan 79 kepada konsumen langsung pada dasarnya sama dengan yang diberikan kepada distributor namun dengan margin keuntungan yang lebih besar yaitu sebesar 20 persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan. Saat ini Taman Syifa menjual produk minuman instan dengan harga Rp 3500 sampai Rp 10000 untuk ukuran 40 gram, 150 gram, dan 200 gram. Penetapan harga yang dilakukan Taman Syifa cukup kompetitif dengan pesaingnya. Taman Syifa menawarkan harga dan kemasan yang berbeda untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal ini berbeda dengan kebanyakan produk pesaing seperti Taman Sringganis, PT Biofarmaka, dan Lisna Agung yang kurang bervariasi dari segi harga dan ukuran. Produk minuman instan Taman Sringganis dijual dengan harga Rp 7000 hingga Rp 15.000 per bungkus dengan berat 100 gram. PT Biofarmaka menjual produk minuman instan dengan harga Rp 15 000 per kotak yang berisi 7 sachet dengan berat 25 gram per sachet. Lisna Agung menjual produk minuman instan dengan harga Rp 5000 per bungkus dengan berat 200 gram. Produk kapsul herbal dijual Taman Syifa dengan harga antara Rp 30000 – Rp 35000 lebih murah dibandingkan dengan produk pesaingnya yang dijual dengan kisaran harga antara Rp 40000 – Rp 50000. Produk simplisia dan kosmetik tradisional juga memiliki harga yang cukup terjangkau dan dapat bersaing di pasaran. Distribusi Setiap perusahaan tentunya perlu melakukan distribusi sebagai kelanjutan dari kegiatan produksi yang dilakukannya. Dalam melakukan distribusi, perusahaan dapat melakukan distribusi langsung kepada konsumen maupun menggunakan perantara 80 distribusi. Perantara distribusi ini tidak hanya bermanfaat sebagai penghubung antara konsumen dan perusahaan dalam hal aksesibilitas terhadap produk, tetapi juga akses terhadap informasi yang terkait dengan produk. Saat ini Taman Syifa melakukan distribusi baik secara langsung maupun menggunakan perantara distribusi. Distribusi langsung kepada konsumen dilakukan di daerah Tanah Baru, Bogor yang juga merupakan tempat memproduksi produkproduk dari Taman Syifa. Distribusi tidak langsung dilakukan dengan menggunakan jasa distributor yang berada di sekitar kota Bogor, seperti apotik, rumah makan, pengobat tradisional, dan sebagainya. Distribusi yang dilakukan Taman Syifa masih sangat sempit jangkauannya. Hal ini karena adanya keterbatasan tenaga pemasar dan tidak adanya akses ke distributor ke wilayah-wilayah di luar kota Bogor. Tenaga pemasar yang dimiliki Taman Syifa hanya satu orang yang juga merangkap sebagai manajer pemasaran dan juga sebagai pengirim produk kepada distributor. Distributor Taman Syifa saat ini berjumlah 20 distributor. Kerjasama dilakukan dengan menggunakan sistem konsinyasi, dimana Taman Syifa memasok barang kepada distributor dan menerima pembayaran setelah produk terjual. Selama menggunakan distributor, Taman Syifa tidak melakukan perjanjian atau kontrak kerjasama, hubungan yang terjalin selama ini berdasarkan kepercayaan antara kedua belah pihak. Selain itu tidak ada pembekalan khusus kepada distributor terkait dengan informasi produk, sehingga distributor disini hanya berfungsi sebagai tenaga penjual. Kegiatan distribusi yang dilakukan Taman Syifa masih sangat terbatas. Berbeda dengan pesaingnya seperti Taman Sringanis yang telah mendistribusikan produknya ke luar kota Bogor. Taman Sringanis juga memiliki cabang di Jakarta 81 yang menjadi tempat pengobatan secara akupuntur dan sekaligus menjadi tempat penjualan produknya. PT. Biofarmaka telah memiliki pelayanan distribusi produknya melalui internet yang disertai dengan jasa pengiriman produk tersebut. Promosi Promosi merupakan kegiatan mengkomunikasikan manfaat produk dan juga mengingatkan konsumen untuk membeli produk perusahaan. Kegiatan promosi merupakan salah satu kegiatan yang paling penting karena melalui kegiatan ini produk ataupun jasa yang dimiliki perusahaan dapat dikenal oleh masyarakat. Ada berbagai bentuk promosi yang dapat dilakukan perusahaan, seperti melalui iklan, penjualan personal, pemasaran langsung, hubungan masyarakat, dan promosi penjualan. Sebagai industri kecil obat tradisional, Taman Syifa belum melakukan kegiatan promosi yang baik. Selama ini kegiatan promosi masih dilakukan secara sederhana melalui personal selling, penyebaran leaflet atau brosur di lokasi-lokasi penjualan, pameran, radio, dan pelatihan kepada ibu-ibu rumah tangga. Personal selling yang dilakukan antara lain melalui kontak langsung antara pembeli dengan pemilik atau karyawan Taman Syifa sehingga tercipta komunikasi antara keduanya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Cara promosi seperti ini terbukti cukup baik untuk mempengaruhi pembeli karena penjual dapat meyakinkan secara langsung calon pembelinya mengenai kualitas, khasiat dan keunggulan lainnya. Pembeli juga dapat langsung memberikan keluhan dan saran yang dapat dijadikan masukan bagi perusahaan. 82 Taman Syifa juga pernah mengikuti pameran-pameran yang diadakan oleh Balitro namun jumlah pameran yang diikuti masih sedikit dan hanya di kota Bogor saja. Ibu Umi sebagai pemilik Taman Syifa juga berupaya melakukan promosi melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Bogor namun kegiatan ini tidak dilakukan secara rutin. Kegiatan promosi melalui radio ini hanya dilaksanakan untuk mengisi kekosongan acara yang seharusnya diisi oleh Ikatan Sarjana Wanita Indonesia dimana Ibu Umi menjadi salah satu anggotanya. Dalam acara tersebut, Ibu Umi mengisi acara konsultasi kesehatan melalui obat tradisional sekaligus mempromosikan produkproduk Taman Syifa. Upaya lainnya dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan kepada ibu-ibu rumah tangga untuk membuat obat tradisional dengan menggunakan tanaman obat keluarga (TOGA). Kegiatan ini juga sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan produk Taman Syifa ke masyarakat. Selanjutnya, Taman Syifa akan mengadakan Seminar mengenai tanaman obat yang bekerjasama dengan Universitas Nusa Bangsa yang juga disertai dengan pameran produk-produk dari Taman Syifa. Pesaing Taman Syifa seperti PT. Biofarmaka melakukan promosi dengan media yang lebih baik, yaitu melalui internet. PT. Biofarmaka telah memiliki website sendiri yang memudahkan konsumen mengakses informasi tentang produk, layanan, dan kegiatan yang dilaksanakan perusahaan. Taman Sringanis melakukan kegiatan promosi melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada pengunjung Taman Sringanis dan juga memiliki jadwal rutin pelatihan di Rumah Sakit Sulianti Saroso. 83 6.1.2 Aspek Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan salah satu aspek penting yang menunjang operasional perusahaan. Tanpa adanya sumberdaya manusia maka kegiatan operasional perusahaan termasuk kegiatan pemasaran tidak dapat berjalan. Saat ini Taman Syifa memiliki 7 orang pegawai. Pegawai Taman Syifa memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi mulai dari sekolah dasar sampai jenjang universitas (S3). Sebagian besar pegawai merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), universitas, dan hanya petugas lapang yang merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan yang tinggi (S3) menguntungkan Taman Syifa karena memiliki keahlian dalam pengujian toksisitas produk dan juga dalam hal penelitian dan pengembangan produk. Selain itu, pemilik Taman Syifa juga aktif dalam organisasi yang terkait dengan pengembangan obat tradisional seperti Asosiasi Peramu Obat Tradisional Indonesia (ASPETRI), Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI), dan Masyarakat Rempah Indonesia. Tingkat perputaran pegawai (turn over) di Taman Syifa tergolong rendah. Hal ini karena sebelum seseorang diterima menjadi pegawai di Taman Syifa, pegawai tersebut diberikan masa percobaan kerja selama satu bulan untuk melihat kecocokan pegawai tersebut. Pemilik juga selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan para pegawainya dengan tetap menjaga komunikasi, memberikan kepercayaan kepada pegawainya untuk mengembangkan kreativitasnya, dan terbuka terhadap saran atau ide yang berasal dari pegawai. Taman Syifa juga telah memiliki struktur organisasi walaupun masih bersifat sederhana dan masih terdapat rangkap jabatan. 84 Adanya rangkap jabatan dapat dilihat pada manajer pemasaran yang juga bertugas sebagai tenaga pemasar untuk mendistribusikan barang. Hal ini menjadi masalah karena menyebabkan manajer pemasar menjadi tidak fokus dalam merencanakan kegiatan pemasaran untuk Taman Syifa. Manajer pemasaran menjadi lebih fokus kepada hal-hal yang terkait dengan distribusi barang, termasuk pencatatan keluar masuk barang yang didistribusikan. 6.1.3 Aspek Produksi dan Operasi Produksi dan operasi perusahaan merupakan kegiatan menghasilkan produk ataupun jasa yang nantinya akan bermanfaat untuk mendatangkan penerimaan bagi perusahaan. Kegiatan produksi berawal dari proses pembelian dan pemilihan bahan baku, proses pengolahan bahan baku menjadi produk, serta proses pengemasan. Kegiatan produksi ini diatur oleh seorang manajer produksi dan dibantu oleh dua orang kayawan lain serta pemilik perusahaan. Proses produksi Taman Syifa masih sederhana karena keterbatasan sarana produksi yang dimiliki. Proses pengeringan simplisia misalnya masih mengandalkan cahaya matahari karena perusahaan tidak memiliki oven khusus. Pengemasan produk masih memanfaatkan keterampilan tangan dan tidak menggunakan bantuan mesin khusus. Hal tersebut merupakan kelemahan bagi perusahaan karena berpengaruh terhadap kapasitas produksi yang dihasilkan perusahaan. Taman Syifa melakukan produksi setiap hari dengan jenis produk yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memenuhi stok perusahaan dan menghindari kemungkinan adanya permintaan yang tidak terpenuhi. Taman Syifa tidak memiliki 85 sistem persediaan bahan baku, bahan baku yang telah dibeli diproses secara langsung untuk menghindari bahan baku tersebut menjadi kering. 6.1.4 Aspek Keuangan dan Akuntansi Setiap perusahaan perlu melakukan pencatatan atau pembukuan keuangan untuk mengetahui posisi atau kondisi keuangan perusahaan. Sistem pembukuan yang dilakukan Taman Syifa masih menggunakan sistem yang sangat sederhana. Pembukuan keuangan dilakukan dengan mencatat penerimaan perusahaan yang berasal dari penjualan produk-produk seperti, minuman instan, kapsul herbal, kosmetik tradisional, dan simplisia. Pengeluaran yang dicatat meliputi pembelian bahan baku, biaya administrasi, biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan biaya lainlain (listrik, air, dan telepon). 6.1.5 Aspek Penelitian dan Pengembangan Taman Syifa merupakan industri kecil yang aktif melakukan penelitian dan pengembangan. Hal ini karena Taman Syifa didukung oleh sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dalam penelitian dan pengembangan. Pemilik Taman Syifa juga merupakan salah satu peneliti di Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan aktif dalam organisasi seperti Asosiasi Peramu Obat Tradisional Indonesia (ASPETRI), Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI), dan Masyarakat Rempah IPB. Sekretaris Taman Syifa memiliki keahlian dalam pengujian kadar toksisitas dari tanaman obat yang merupakan bahan baku utama produk-produk Taman Syifa. Selain itu, Taman Syifa 86 juga melakukan penelitian terhadap tanaman-tanaman obat baru untuk mengetahui kandungan dan khasiat obat yang nantinya dapat dikembangkan menjadi produk baru. Produk yang merupakan hasil penelitian dari Taman Syifa adalah sambiloto yang ternyata bermanfaat untuk mengobati sinusitis yang saat ini telah dikembangkan dalam bentuk instan, kapsul, dan simplisia. Taman Syifa juga melakukan penelitian terhadap pegagan, meniran, secang wangi, dan mengkudu, dan bandotan. Penelitian dilakukan karena Taman Syifa menyadari akan pentingnya inovasi-inovasi baru untuk menghadapi persaingan yang semakin tinggi dalam industri obat tradisional. Pesaing Taman Syifa seperti PT Biofarmaka juga secara aktif melakukan penelitian dan pengembangan terhadap produknya yang sebagian besar berasal dari penelitan Pusat Studi Biofarmaka IPB. Saat ini PT Biofarmaka telah berhasil mengembangkan minuman instant dengan berbagai variasi rasa, permen kayuputih dan temulawak, pelangsing instan, serta kapsul herbal yang lebih bervariasi. 6.2 Analisis Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan lingkungan yang berada diluar perusahaan namun mempengaruhi kegiatan pemasaran perusahaan. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kecenderungan-kecenderungan dan kejadiankejadian yang berada diluar kontrol perusahaan. Lingkungan ini dibagi menjadi lingkungan eksternal makro dan lingkungan eksternal mikro. Elemen-elemen yang berada di dalam lingkungan luar ini saling memberikan pengaruh satu sama lain dan juga berpadu dengan lingkungan internal perusahaan. 87 6.2.1 Lingkungan Eksternal Makro Lingkungan makro merupakan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perusahaan secara tidak langsung. Meskipun pengaruhnya secara tidak langsung, namun seringkali lingkungan ini mempengaruhi keputusan perusahaan dalam jangka panjang. Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan eksternal makro adalah faktor ekonomi, faktor lingkungan alam, faktor teknologi, faktor hukum dan politik, serta faktor sosial, budaya, dan demografi. A. Ekonomi Faktor ekonomi merupakan fakor yang memiliki pengaruh penting dalam aktivitas pemasaran. Faktor ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB) dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Tingkat pendapatan inilah yang nantinya akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat akan secara langsung berdampak kepada daya beli masyarakat yang juga akan berkurang. Saat ini, harga-harga barang kebutuhan pokok di pasar beberapa daerah di Indonesia semakin melonjak, tidak terkecuali di Bogor. Kenaikan harga yang paling signifikan terjadi pada produk seperti terigu, gula pasir, minyak goreng, beras, telur, susu, dan kedelai yang tingkat kenaikannya mencapai 100 persen. Harga terigu meningkat dari Rp 5300/kg menjadi Rp 6700/kg, harga minyak goreng meningkat dari Rp 8300/kg menjadi Rp 9300/kg, harga gula pasir meningkat dari Rp 5600/kg menjadi Rp 5900/kg, harga beras jenis IR medium kualitas paling jelek meningkat dari Rp 4200/kg menjadi Rp 5400/kg, harga telur ayam negeri meningkat dari Rp 88 10.000/kg menjadi Rp 11.000/kg, dan harga susu kemasan 380 gram meningkat dari Rp 6200/kaleng menjadi Rp 7700/kaleng.8 Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok ini mengakibatkan daya beli konsumen menurun yang juga berdampak pada penurunan tingkat penjualan Taman Syifa. Sebagian besar produk Taman Syifa merupakan jenis produk yang termasuk dalam obat dan suplemen kesehatan sehingga walaupun pada dasarnya tingkat pendapatan yang dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Bogor mengalami peningkatan, namun saat ini sebagian besar pendapatan masyarakat lebih ditujukan untuk pembelian barang-barang kebutuhan pokok. Masyarakat lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan yang dianggap lebih mendesak seperti barangbarang kebutuhan pokok. Sedangkan produk-produk seperti suplemen kesehatan baru akan dibeli jika memang kebutuhan pokok telah terpenuhi dengan baik. Data mengenai PDRB kota Bogor lapangan usaha pertanian dan industri pengolahan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 16. Perkembangan dan Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (2003-2006) Tahun PDRB PDRB Per Kapita Laju Pertumbuhan PDRB (Jutaan Rupiah) (Rp) per Kapita (%) 2003 3.168.185,54 3.860.313 2,02 2004 3.361.438,93 4.042.275 4,71 2005 3.567.231,21 4.171.786 3,20 2006 3.782.273,71 4.307.152 3,24 Rata-Rata 3,29 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2007 Faktor ekonomi lainnya yang mempengaruhi usaha adalah berfluktuasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Menguatnya dollar terhadap rupiah yang sering 8 www.bogoronline.com diakses pada 16 April 2008 89 terjadi selama hampir satu dekade menyebabkan kenaikan harga obat paten (generik dan bermerek). Kenaikan harga obat paten ini dapat mencapai tiga kali lipat dari harga sebenarnya. Hal ini disebabkan sebagian besar bahan baku untuk memproduksi obat-obatan tersebut masih berasal dari luar (impor). Kondisi tersebut merupakan peluang bagi Taman Syifa karena masyarakat berusaha untuk mencari alternatif pengobatan yang lebih terjangkau namun tetap memiliki kualitas yang baik, salah satunya dengan obat-obatan tradisional. B. Lingkungan Alam Lingkungan alam merupakan aspek yang sangat erat kaitannya dengan ketersediaan bahan baku. Indonesia merupakan negara terkaya dalam keanekaragaman hayati tanaman obat. Sebanyak 30.000 dari 40.000 spesies tanaman obat yang ada di seluruh dunia terdapat di Indonesia. Setidaknya terdapat 940 jenis tanaman obat yang telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Syukur dan Hernani, 2003). Hal ini juga merupakan peluang bagi Taman Syifa karena tanaman obat yang merupakan bahan baku utama dari produk Taman Syifa menjadi mudah didapatkan. C. Teknologi Teknologi merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan agroindustri. Teknologi yang tepat membuat segala sesuatu menjadi lebih efektif dan efisien. Perkembangan teknologi dalam industri obat tradisional berjalan seiring dengan semakin berkembangnya jumlah industri-industri yang bekecimpung dalam obat tradisional. Saat ini, industri-industri besar yang 90 memproduksi obat tradisional telah memanfaatkan teknologi untuk memproduksi obat tradisional dalam jumlah besar. Taman Syifa merupakan usaha kecil yang memproduksi obat tradisional dengan jumlah kecil. Dalam berproduksi, Taman Syifa masih menggunakan teknologi yang masih sederhana. Teknologi yang dibutuhkan Taman Syifa meliputi teknologi dalam pengemasan dan administrasi. Teknologi dalam pengemasan dibutuhkan karena Taman Syifa menggunakan kemasan berwarna yang harus dicetak. Saat ini Taman Syifa masih menggunakan jasa percetakan untuk mencetak kemasan tersebut namun desain dan pengemasannya tetap mengandalkan keterampilan tangan yang dilakukan oleh pegawai Taman Syifa. Proses pengemasan yang masih sederhana tersebut merupakan ancaman bagi Taman Syifa karena menghambat perusahaan untuk berproduksi secara maksimal. Teknologi juga sangat dibutuhkan dalam hal administrasi perusahaan. Taman Syifa memiliki komputer yang dimanfaatkan untuk melakukan pembukuan dan juga mendesain kemasan produk. D. Hukum dan Politik Aspek hukum dan politik sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijakan yang tepat sangat diperlukan bagi pengembangan agroindustri obat tradisional. Pemerintah melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah menetapkan bahwa upaya kesehatan sebagai upaya yang tidak hanya dimonopoli dunia kedokteran modern sehingga bentuk konkritnya adalah diperbolehkannya penggunaan obat tradisional oleh tenaga kesehatan. Undang-undang tersebut semakin mengukuhkan obat tradisional sebagai 91 obat-obatan yang dapat diandalkan sejajar dengan obat modern baik dari segi kualitas dan khasiatnya. Sejak tahun 1998 pemerintah juga telah mencanangkan pengobatan kembali ke alam sebagai bentuk upaya memasyarakatkan penggunaan obat tradisional. Pada tahun 1999, pemerintah juga mencanangkan visi “Indonesia Sehat 2010” yang misi dan sasarannya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Salah satu program yang ditetapkan untuk mencapai sasaran tersebut adalah meningkatkan penggunaan cara pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat, baik secara sendiri atau terpadu dalam jaringan pelayanan kesehatan paripurna. Hal tersebut merupakan peluang bagi Taman Syifa sebagai produsen obat tradisional untuk dapat memasuki pasar tersebut. E. Sosial, Budaya dan Demografis Aspek sosial, budaya dan demografis merupakan aspek yang memberikan pengaruh yang kuat dan meluas kepada pemasar. Para pemasar perlu memahami aspek sosial, budaya, dan demografis yang mendasari suatu daerah sebelum memasarkan suatu produk. Budaya merupakan kekuatan yang mempengaruhi nilainilai dasar masyarakat, persepsi, preferensi, dan perilaku. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh budaya yang dimilikinya. Salah satunya adalah adanya kebiasaan memproduksi jamu dan obat-obatan tradisional sebagai obat asli Indonesia. Sejak dahulu masyarakat Indonesia telah mempercayai jamu dan obat tradisional sebagai obat yang telah terbukti berkhasiat dan dimanfaatkan secara turun temurun. Hal ini merupakan peluang bagi Taman 92 Syifa karena produk-produk Taman Syifa merupakan produk obat tradisional yang telah dikenal secara luas khasiatnya oleh masyarakat. Berkembangnya tren gaya hidup kembali ke alam (back to nature) juga merupakan peluang yang besar bagi Taman Syifa. Saat ini masyarakat semakin menyukai obat-obatan tradisional karena sadar akan adanya efek samping dari penggunaan obat-obatan sintetik, serta keterjangkauan dalam mengkonsumsi dibandingkan dengan obat-obatan modern. Kebiasaan masyarakat yang menyukai hal-hal praktis juga merupakan peluang bagi Taman Syifa karena produk minuman instant merupakan produk siap pakai yang mudah dikonsumsi. Walaupun telah dipercaya memiliki berbagai macam khasiat dan kegunaan, namun masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa obat tradisional lebih sesuai untuk mencegah daripada mengobati. Sebagai akibatnya, muncul pendapat bahwa obat tradisional memiliki efek penyembuhan yang relatif lebih lama dibandingkan dengan obat-obatan modern yang sudah dikenal luas. 6.2.2 Lingkungan Eksternal Mikro Lingkungan eksternal mikro merupakan elemen yang mempunyai pengaruh langsung terhadap aktivitas pemasaran perusahaan. Lingkungan ini mencakup pihakpihak yang terlibat dalam memproduksi, menyalurkan, dan memposisikan tawaran, seperti pelanggan, pesaing, perantara pemasaran, dan pemasok. Pelanggan merupakan individu yang melakukan pembelian terhadap produk atau jasa untuk dikonsumsi secara pribadi. Pelanggan atau konsumen dari produkproduk Taman Syifa adalah masyarakat yang menginginkan hidup sehat dengan cara 93 yang alami yang sebagian besar berasal dari golongan tua (40 tahun atau lebih), para pelancong yang mengunjungi kota Bogor, dan juga remaja. Perantara pemasaran merupakan pihak yang membantu untuk mempromosikan, menjual, dan mendistribusikan barang dan informasi yang terkait dengan barang tersebut kepada pembeli akhir. Dalam mendistribusikan produknya, Taman Syifa menggunakan jasa perantara pemasaran (distributor) yang berada di sekitar kota Bogor. Kerjasama yang dilakukan Taman Syifa dengan para distributornya dilakukan dengan menggunakan sistem konsinyasi dimana pembayaran dilakukan setelah produk terjual. Penggunaan perantara pemasaran dalam aktivitas pemasaran memiliki kelemahan dalam pelaksanaannya. Kelemahan dari sistem ini adalah kurangnya informasi yang diperoleh oleh konsumen terkait dengan produk karena distributor hanya bertindak sebagai penjual barang. Dengan menggunakan sistem konsinyasi berarti Taman Syifa meletakkan sebagian besar modalnya diluar perusahaan dan baru akan kembali setelah barangnya terjual. Hal tersebut menjadi ancaman bagi perusahaan karena sekitar 80 persen penerimaan Taman Syifa berasal dari produk yang dijual melalui sistem konsinyasi. Pesaing merupakan perusahaan lain yang menawarkan produk sejenis atau produk subtitusinya. Perusahaan perlu memantau kondisi persaingan dengan cermat agar dapat terus bertahan dalam industri tersebut. Saat ini, persaingan yang terjadi dalam industri obat tradisional semakin ketat. Menurut Presiden Direktur PT Nyonya Meneer, Dr. Charles Saerang, saat ini di Indonesia terdapat 1.114 industri kecil obat tradisional dan 129 industri besar obat tradisional. 94 Di kota Bogor sendiri terdapat sekitar 9 industri obat tradisional (Deperindagkop Bogor, 2007) yang memproduksi obat tradisional. Taman Syifa sebagai pendatang baru dalam industri ini menyadari akan ketatnya persaingan dalam industri ini. Persaingan yang terjadi terlihat dari segi kualitas produk, harga, dan juga upaya promosi yang dilakukan. Sebagai tindak lanjut dalam menghadapi hal ini, Taman Syifa terus berupaya untuk melakukan pengembangan terhadap produkproduknya agar sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Dari segi kualitas produk yang di tawarkan, Taman Syifa memiliki kualitas produk yang baik karena diolah dari bahan baku terpilih, diproses dengan higienis, memiliki komposisi bahan baku yang lebih besar dan asli, serta pengemasan yang menarik. Hal ini menunjukkan bahwa Taman Syifa sangat mengutamakan kualitas produknya walaupun skala usaha Taman Syifa masih kecil. Dari segi harga yang ditawarkan dengan pesaingnya, harga yang ditawrakan oleh Taman Syifa cukup dapat bersaing dengan pesaingnya karena Taman Syifa menyediakan produk dalam kemasan ekonomis dan juga non ekonomis. Dari segi promosi yang dilakukan, Taman Syifa masih melakukan promosi yang masih sedikit baik jumlah maupun jangkauannya dibadingkan para pesaingnya. Promosi yang sempit juga disebabkan karena kurangnya tenaga pemasar sehingga distribusi dan promosi dari Taman Syifa masih dilakukan disekitar kota Bogor saja. Pemasok merupakan perusahaan atau individu yang menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa tertentu. Tidak semua perusahaan dapat memenuhi kebutuhan akan sumber bahan bakunya sendiri. Oleh karena itu adanya ketergantungan antara suatu perusahaan dengan perusahaan 95 atau individu lain dalam hal pemenuhan bahan baku merupakan suatu hal yang lazim. Taman Syifa sebagai perusahaan yang mengandalkan sumberdaya alam sebagai bahan baku dari produknya memperoleh bahan baku secara lepas di pasaran. Taman Syifa tidak menggunakan pemasok secara khusus untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bakunya. Hal ini tidak menjadi kendala karena bahan baku selalu tersedia di pasar sekitar Bogor yang dapat diakses dengan mudah. 6.3 Persepsi Konsumen Terhadap Atribut Bauran Pemasaran Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan dan mengintrepretasikan informasi menjadi suatu gambaran yang berarti mengenai suatu objek. Dalam konteks manajemen pemasaran, persepsi diartikan sebagai proses seseorang dalam melihat, mengorganisasikan, dan mengintrepretasikan informasi untuk mendapatkan gambaran yang berarti mengenai stimulus berupa bentuk fisik produk, kemasan, harga, pelayanan, kemudahan memperolehnya, serta bagaimana usaha bauran pemasaran lainnya. Mempelajari persepsi konsumen akan sangat bermanfaat bagi perusahaan sebagai salah satu masukan dalam merumuskan strategi pemasaran yang tepat untuk dijalankan oleh perusahaan. Selain itu diharapkan juga bahwa strategi pemasaran yang dihasilkan akan sesuai dengan karakteristik konsumennya melalui telaah terhadap perilaku konsumen yang terkait dengan atribut bauran pemasaran. 96 6.3.1 Persepsi Konsumen Terhadap Strategi Produk Strategi produk merupakan strategi yang dijalankan oleh perusahaan terkait dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang baik akan menempatkan perusahaan dalam posisi persaingan yang kuat diantara pesaingnya. Beberapa atribut yang diperhatikan dalam produk Taman Syifa antara lain, rasa, kemasan produk, khasiat produk, kandungan bahan alami, komposisi produk, variasi produk, merek produk, label produk, dan kemudahan penyajian. Persepsi Konsumen terhadap Rasa Rasa merupakan salah satu atribut yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap produk. Hasil kuisioner yang disajikan dalam Tabel 17 menunjukkan penilaian yang dilakukan oleh 30 orang responden yang diwawancarai terhadap atribut rasa produk Taman Syifa. Data tersebut menyatakan bahwa sebanyak 53,33 persen menyatakan bahwa produk Taman Syifa memiliki rasa yang sangat enak. Konsumen berpendapat bahwa produk Taman Syifa menggunakan bahan utama yang lebih banyak dan tanpa adanya campuran sehingga sangat terasa bahan utamanya. Sebanyak33,33 persen menyatakan enak, dan 13,33 persen menyatakan cukup enak. Tabel 17. Persepsi Konsumen Terhadap Rasa Persepsi terhadap Rasa Sangat enak Enak Cukup enak Tidak enak Sangat tidak enak Total Jumlah 16 10 4 0 0 30 Persentase (%) 53,33 33.33 13,33 0 0 100,00 97 Hasil tersebut menunjukkan tanggapan atau penilaian konsumen terhadap atribut rasa dari produk Taman Syifa. Sebagian besar responden berpendapat bahwa produk Taman Syifa memiliki rasa yang sangat enak. Hal ini karena produk Taman Syifa dibuat dari bahan-bahan alami dan tanpa campuran lainnya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari segi rasa, produk Taman Syifa dapat diandalkan karena tidak ada responden yang beranggapan tidak enak atau sangat tidak enak. Persepsi Konsumen Terhadap Kemasan Produk Kemasan adalah material atau bahan yang digunakan untuk membungkus produk. Selain itu, kemasan dapat juga dimanfaatkan sebagai penciri produk sehingga dapat menjadi daya tarik bagi konsumen. Oleh karena itu, kemasan suatu produk seharusnya memperhatikan keamanan dan juga estetika. Indikator kemasan dapat dinilai menarik adalah apabila kemasan tersebut memiliki unsur yang dapat membuat konsumen mengasosiasikan kemasan tersebut dengan perusahaan, mencantumkan unsur estetika, seperti warna, logo, dan desain keseluruhan yang berbeda. Hasil wawancara terhadap 30 orang responden (Tabel 18) terhadap produk Taman Syifa untuk atribut kemasan memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (46,66 persen) meyatakan bahwa kemasan produk sangat menarik. Hal ini karena Taman Syifa sudah memperhatikan kemasan sebagai salah satu keunggulan produknya. Taman Syifa merancang sendiri desain dan logo kemasan serta proses pengemasannya dilakukan secara teliti dengan mengandalkan keterampilan tangan. 98 Tabel 18. Persepsi Konsumen terhadap Kemasan Produk Persepsi terhadap Kemasan Sangat menarik Menarik Cukup menarik Tidak menarik Sangat tidak menarik Total Jumlah 9 14 5 2 0 30 Persentase (%) 30 46,66 16,66 6,66 0 100,00 Persepsi Konsumen terhadap Khasiat Produk Sebagai perusahaan yang memproduksi obat tradisional, penilaian atribut khasiat produk merupakan atribut yang penting untuk diketahui oleh perusahaan. Hal ini dapat dijadikan masukan bagi perusahaan untuk mengembangkan produknya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan konsumennya secara lebih baik. Hasil penilaian yang dilakukan oleh 30 orang responden menyatakan bahwa sebagian besar responden mengakui khasiat produk sangat terasa (40 persen) dan terasa (36,66 persen). Hal ini menunjukkan bahwa produk Taman Syifa merupakan produk yang memiliki kualitas yang baik karena mampu dinilai memiliki khasiat yang positif setelah penggunaan. Hasil selengkapnya mengenai penilaian konsumen terhadap atribut khasiat ini dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Persepsi Konsumen terhadap Khasiat Produk Persepsi terhadap Khasiat Sangat terasa Terasa Cukup terasa Tidak terasa Sangat tidak terasa Total Jumlah 12 11 7 0 0 30 Persentase (%) 40 36,66 23,33 0 0 100,00 99 Persepsi Konsumen terhadap Kandungan Bahan Alami Kandungan bahan alami yang terkandung merupakan salah satu pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian. Hal ini karena adanya tren back to nature yang sedang mengemuka akhir-akhir ini. Konsumen menjadi semakin selektif dalam memilih produk dan mengutamakan produk yang berasal dari alam karena merasa penggunaan produk tersebut relatif tidak memiliki efek samping. Responden yang diwawancarai mengenai kandungan bahan alami yang terdapat dalam produk Taman Syifa sebagian besar menyatakan bahwa produk Taman Syifa memiliki kandungan bahan alami yang sangat banyak (53,33 persen). Hal ini dapat menjadi kekuatan bagi Taman Syifa yang harus dipertahankan. Hasil selengkapnya mengenai penilaian konsumen mengenai atribut kandungan bahan alami dapat dlihat pada Tabel 20. Tabel 20. Persepsi Konsumen terhadap Kandungan Bahan Alami Persepsi terhadap Kandungan Bahan Alami Sangat banyak Banyak Cukup banyak Sedikit Sangat sedikit Total Jumlah 16 9 5 0 0 30 Persentase (%) 53,33 30 16,66 0 0 100,00 Persepsi Konsumen terhadap Komposisi Produk Komposisi produk adalah penjabaran mengenai bahan-bahan yang menyusun sebuah produk. Saat ini konsumen menjadi semakin teliti dan kritis mengenai komposisi yang mendukung suatu produk. Sebagai akibatnya, kejelasan mengenai komposisi produk menjadi penting untuk disampaikan kepada konsumen. 100 Hasil penilaian konsumen terhadap atribut sejelasan komposisi produk yang diberikan Taman Syifa memperlihatkan bahwa sebanyak 43,33 persen responden menyatakan bahwa komposisi produk sudah cukup jelas. Hal ini karena Taman Syifa sudah mencantumkan komposisi produk pada setiap kemasan produknya. Taman Syifa menyadari pentingnya pencantuman komposisi produk untuk lebih meyakinkan konsumen terhadap kandungan dalam produk. Hasil selengkapnya mengenai penilaian konsumen terhadap atribut ini disajikan dalam Tabel 21. Tabel 21. Persepsi Konsumen terhadap Komposisi Produk Persepsi terhadap Komposisi Sangat jelas Jelas Cukup jelas Tidak jelas Sangat tidak jelas Total Jumlah 7 10 13 0 0 30 Persentase(%) 23,33 33,33 43,333 0 0 100,00 Persepsi Konsumen terhadap Variasi Produk Variasi produk menunjukkan keragaman jenis produk yang dimiliki perusahaan. Produk yang bervariasi membuat konsumen memiliki banyak pilihan dalam mengambil keputusan pembelian. Selain itu dengan produk yang semakin bervariasi dapat meningkatkan loyalitas konsumen karena kebutuhan konsumen dapat dipenuhi oleh perusahaan. Penilaian yang diperoleh dari 30 responden terhadap atribut variasi produk menunjukkan hasil yang cukup beragam. Sebanyak 40 persen responden menyatakan bahwa Taman Syifa sangat bervariasi dari segi produk, 23,33 persen menyatakan bervariasi, 20 persen menyatakan cukup bervariasi, dan 16,66 persen menyatakan 101 variasi yang dimiliki Taman Syifa sedikit. Secara lengkap penilaian konsumen terhadap variasi produk ini dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Persepsi Konsumen terhadap Variasi produk Persepsi terhadap Variasi Sangat banyak Banyak Cukup banyak Sedikit Sangat sedikit Total Jumlah 12 7 6 5 0 30 Persentase(%) 40 23,33 20 16,66 0 100,00 Persepsi Konsumen terhadap Merek Produk Merek merupakan atribut dalam strategi produk yang penting untuk diperhatikan karena melalui merek yang baik akan meningkatkan kepekaan konsumen terhadap produk tertentu. Selain itu pengembangan merek dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang. Tabel 23. Persepsi Konsumen terhadap Merek Produk Persepsi terhadap Merek Sangat terkenal Terkenal Cukup terkenal Tidak terkenal Sangat tidak terkenal Total Jumlah 3 2 8 12 5 30 Persentase(%) 10 6,66 26,66 40 16,66 100,00 Berdasarkan wawancara, sebanyak 40 persen responden menyatakan bahwa merek Taman Syifa tidak terkenal, bahkan terdapat 16,66 persen responden menyatakan bahwa merek tersebut sangat tidak terkenal. Hal ini karena Taman Syifa merupakan perusahaan baru yang belum dikenal secara luas karena distribusi dan promosi yang masih terbatas disekitar kota Bogor. Oleh karena itu sebaiknya Taman Syifa melakukan usaha untuk memperkuat merek, misalnya dengan menetapkan 102 positioning yang sesuai dengan perusahaan dan juga memperkenalkan Taman Syifa secara lebih luas. Tabel 23 menyajikan secara lengkap persepsi konsumen. Persepsi Konsumen terhadap Label Produk Label merupakan salah satu komponen dalam suatu produk yang menerangkan keabsahan suatu produk. Dalam setiap produk Taman Syifa terdapat label yang mencantumkan ijin Dinas Kesehatan, Halal, dan tanggal kadaluarsa. Label menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Hasil penilaian konsumen terhadap atribut label pada produk Taman Syifa (Tabel 24) menunjukkan bahwa sebagian responden menyatakan bahwa label yang ada pada produk Taman Syifa sudah sangat jelas (50 persen). Hal ini karena Taman Syifa sudah mencantumkan ijin Dinas Kesehatan, Halal, dan juga tanggal kadaluarsa. Walaupun dalam setiap produk sudah tercantum label, namun terkadang konsumen merasa kurang puas dengan hal tersebut. Beberapa konsumen merasa dapat lebih yakin jika perusahaan telah memiliki ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tabel 24. Persepsi Konsumen terhadap Label Produk Persepsi terhadap Label Sangat Jelas Jelas Cukup jelas Tidak jelas Sangat tidak jelas Total Jumlah 15 6 6 2 1 30 Persentase (%) 50 20 20 6,66 3,33 100,00 Persepsi Konsumen terhadap Kemudahan Penyajian Produk Taman Syifa merupakan produk yang mengutamakan kepraktisan dalam penggunaannya. Hal ini sejalan dengan adanya perubahan gaya hidup 103 masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal praktis. Berdasarkan data pada Tabel 25, sebagian besar responden menyatakan bahwa produk Taman Syifa sangan mudah dalam penyajian yaitu sebesar 60 persen. Responden beranggapan bahwa produkproduk Taman Syifa sangat sesuai dengan kebutuhan mereka karena mudah digunakan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk penyajiannya. Tabel 25. Persepsi Konsumen terhadap Kemudahan Penyajian Persepsi terhadap Kemudahan Penyajian Sangat mudah Mudah Cukup mudah Sulit Sangat sulit Total Jumlah 18 10 2 0 0 30 Persentase (%) 60 33,33 6,66 0 0 100,00 6.3.2 Persepsi Konsumen Terhadap Strategi Harga Strategi harga merupakan strategi yang sangat terkait dengan cara perusahaan memberikan nilai terhadap suatu produk yang akan disampaikan kepada konsumen. Harga merupakan komponen yang penting karena dapat sangat mempengaruhi keputusan pembelian oleh konsumen. Atribut yang termasuk dalam strategi harga antara lain, keterjangkauan harga dan kesesuaian harga dengan kualitas produk. Persepsi Konsumen Terhadap Keterjangkauan Harga Harga merupakan salah satu variabel yang penting dalam pemasaran. Perubahan yang terjadi pada harga dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap perusahaan. Oleh karena itu strategi harga yang tepat sangat dibutuhkan. Harga yang murah tidak selalu menjadi jalan keluar untuk merebut hati konsumen. Secara keseluruhan, penetapan harga Taman Syifa dinilai terjangkau. Hal ini dapat dilihat 104 pada Tabel 26. Responden yang menyatakan bahwa harga sangat terjangkau sebanyak 26,66 persen, harga terjangkau sebanyak 60 persen dan yang menyatakan harga cukup terjangkau sebanyak 13,33 persen. Tabel 26. Persepsi Konsumen terhadap Keterjangkauan Harga Persepsi terhadap Keterjangkauan Harga Sangat terjangkau Terjangkau Cukup terjangkau Tidak terjangkau Sangat tidak terjangkau Total Jumlah 8 18 4 0 0 30 Persentase (%) 26,66 60 13,33 0 0 100,00 Persepsi Konsumen Terhadap Kesesuaian Harga dengan Kualitas Harga sangat terkait dengan kualitas produk. Produk dengan harga tinggi diharapkan akan memberikan kualitas yang baik. Sebaliknya konsumen tidak akan terlalu berharap mendapatkan produk dengan kualitas super dengan harga yang murah. Tabel 27 menunjukkan penilaian konsumen terhadap atribut kesesuaian harga dengan kualitas. Pada tabel terlihat bahwa sebagian besar responden (56,66 persen) menyatakan bahwa harga produk Taman Syifa memiliki kesesuian yang baik dengan kualitas yang dimiliki. Responden beranggapan bahwa harga yang ditawarkan sebanding dengan yang didapat dari produk. Tabel 27. Persepsi Konsumen terhadap Kesesuaian Harga dengan Kualitas Persepsi terhadap Kesesuaian Harga dengan Kualitas Sangat sesuai Sesuai Cukup sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai Total Jumlah Persentase (%) 10 17 3 0 0 30 33,33 56,66 10 0 0 100,00 105 6.3.3 Persepsi Konsumen terhadap Strategi Distribusi Distribusi merupakan kegiatan menyampaikan manfaat suatu produk atau jasa kepada konsumen. Strategi distribusi dibutuhkan untuk menjamin konsumen dapat mendapatkan produk dengan mudah. Penilaian konsumen terhadap strategi distribusi yang dilakukan Taman Syifa mencakup kemudahan produk untuk dijangkau dan ketersediaan produk saat dibutuhkan. Persepsi Konsumen terhadap Kemudahan Produk untuk Dijangkau Meningkatkan keterjangkauan produk merupakan suatu cara untuk dapat meningkatkan loyalitas konsumen. Suatu produk dapat dinilai mudah dijangkau jika produk tersebut mudah untuk ditemui secara luas di tempat yang dianggap memiliki asosiasi dengan karakteristik produk. Sebagai contoh, produk obat tradisional akan diasosiasikan dengan apotik, kios obat, salon kecantikan tradisional, dan juga balai pengobatan tradisional. Tabel 28. Persepsi Konsumen terhadap Kemudahan Produk untuk Dijangkau Persepsi terhadap Kemudahan untuk Dijangkau Sangat mudah Mudah Cukup mudah Sulit Sangat sulit Total Jumlah 6 4 7 11 2 30 Persentase (%) 20 13,33 23,33 36,66 6,66 100,00 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai atribut kemudahan produk untuk dijangkau, sebanyak 36,66 persen responden menyatakan bahwa produk Taman Syifa sulit diperoleh. Hal ini karena distribusi yang masih terbatas disekitar kota Bogor. Responden menyarankan agar Taman Syifa memperluas 106 distribusinya, karena konsumen Taman Syifa tidak hanya berasal dari kota Bogor. Persepsi konsumen terhadap atribut ini disajikan selengkapnya pada Tabel 28. Persepsi Konsumen terhadap Ketersediaan Produk Saat Dibutuhkan Ketersediaan produk saat dibutuhkan menjadi atribut yang perlu diperhatikan terutama untuk produk obat. Atribut ini dapat dinilai baik jika produk dapat selalu tersedia jika konsumen datang ke lokasi penjualan. Hasil penilaian konsumen terhadap ketersediaan produk saat dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 29. Sebanyak 26,66 persen meyatakan bahwa ketersediaan produk saat dibutuhkan sangat baik dan 30 persen menyatakan bahwa ketersediaan produk saat dibutuhan baik. Hal ini menunjukkan distribusi yang dilakukan Taman Syifa sudah cukup baik dari segi ketepatan waktu untuk melayani permintaan. Tabel 29. Persepsi Konsumen terhadap Ketersediaan Produk Saat Dibutuhkan Persepsi terhadap Ketersediaan Saat Dibutuhkan Sangat baik Baik Cukup baik Tidak baik Sangat tidak baik Total Jumlah 8 9 5 6 2 30 Persentase (%) 26,66 30 16,66 20 6,66 100,00 6.3.4 Persepsi Konsumen Terhadap Strategi Promosi Persepsi Konsumen terhadap Media Promosi Kejelasan media promosi menjadi indikator yang perlu ditinjau oleh perusahaan. Media promosi yang jelas seharusnya mampu memberikan pemahaman yang baik mengenai produk secara khusus dan perusahaan secara umum. Berdasarkan hasil penilaian konsumen mengenai atribut media promosi diperoleh hasil sebesar 107 56,66 persen yang menyatakan bahwa media promosi Taman Syifa tidak jelas. Responden berpendapat bahwa media promosi yang digunakan Taman Syifa (brosur atau leaflet) hanya menampilkan gambaran produk secara singkat sehingga pemahaman konsumen terhadap produk rendah. Persepsi konsumen mengenai atribut ini dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Persepsi Konsumen terhadap Media Promosi Persepsi terhadap Media Promosi Sangat jelas Jelas Cukup jelas Tidak jelas Sangat tidak jelas Total Jumlah 1 3 4 17 5 30 Persentase (%) 3,33 10 13,33 56,67 16,67 100,00 Persepsi Konsumen terhadap Intensitas Promosi Kegiatan promosi dapat meliputi personal selling, brosur, leaflet, maupun media. Intensitas kegiatan promosi dinilai sering apabila konsumen mendapatkan informasi mengenai perusahaan melalui kegiatan promosi yang dijalankan secara kontinyu setiap bulan. Tabel 31 memperlihatkan penilaian konsumen terhadap intensitas kegiatan promosi yang dilakukan oleh Taman Syifa. Secara keseluruhan, responden menyatakan bahwa intensitas kegiatan promosi yang dilakukan Taman Syifa tidak baik (jarang) sebesar 60 persen. Taman Syifa sebaiknya meningkatkan intensitas kegiatan promosi untuk meningkatkan kepekaan konsumen terhadap produk. 108 Tabel 31. Persepsi Konsumen terhadap Intensitas Promosi Persepsi terhadap Intensitas Promosi Sangat sering Sering Cukup sering Jarang Sangat jarang Total Jumlah 0 2 4 18 6 30 Persentase (%) 0 6,66 13,33 60 20 100,00 Berikut ini disajikan rekapitulasi persepsi konsumen terhadap atribut bauran pemasaran yang telah dijalankan Taman Syifa: Tabel 32. Rekapitulasi Persepsi Konsumen Atribut Persepsi Rasa Sangat enak Kemasan Menarik Khasiat Sangat terasa Kandungan Bahan Alami Sangat banyak Komposisi Cukup jelas Variasi Sangat banyak Merek Tidak terkenal Label Sangat jelas Kemudahan Penyajian Sangat mudah Keterjangkauan harga Terjangkau Kesesuaian harga dengan Sesuai kualitas Kemudahan produk untuk Sulit dijangkau Ketersediaan produk saat Baik dibutuhkan Media promosi Tidak jelas Intensitas kegiatan promosi Jarang Jumlah 16 14 12 16 13 12 12 15 18 18 17 Persentase (%) 53,33 46,66 40 53,33 43,33 40 40 50 60 60 56,67 11 36,67 9 30 17 18 56,67 60 6.4. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang terkait dengan aspek pemasaran, sumberdaya manusia, keuangan dan akuntansi, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, dan memperhatikan persepsi konsumen 109 terhadap atribut bauran pemasaran maka diperoleh beberapa variabel yang termasuk kedalam kekuatan dan kelemahan perusahaan (Tabel 33). Tabel 33. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Aspek Pemasaran Kekuatan Kualitas produk baik (memiliki ijin dari Dinas Kesehatan, label Halal, bahan utama tinggi dan alami) Produk yang praktis dalam penggunaan Penetapan harga yang relatif murah Sumberdaya Manusia Unggul dan aktif dalam bidang penelitian dan pengembangan obat tradisional Pemilik aktif dalam kegiatan yang terkait dengan pengembangan obat tradisional Menggunakan modal sendiri Keuangan dan Akuntansi Produksi dan Operasi Penelitian dan Pengembangan Kelemahan Disribusi terbatas hanya sekitar kota Bogor Promosi masih sederhana, sempit, dan belum kontinyu Merek belum kuat (belum terdaftar, belum memiliki positioning dibenak konsumen) Peran tenaga pemasar belum optimal Masih ada rangkap jabatan dan ketimpangan pembagian tugas Proses produksi masih sederhana Aktif melakukan penelitian dan pengembangan 6.5 Identifikasi Peluang dan Ancaman Analisis terhadap lingkungan eksternal menghasilkan sejumlah peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Peluang dan ancaman tersebut diperoleh dari analisis faktor-faktor demografi, hukum dan politik, ekonomi, lingkungan alam, teknologi, sosial dan budaya serta lingkungan eksternal mikro dari Taman Syifa. (Tabel 34). 110 Tabel 34. Identifikasi Peluang dan Ancaman Aspek Ekonomi Peluang Kenaikan harga obat paten Lingkungan Alam Keanekaragaman tanaman obat Indonesia sangat tinggi Teknologi Hukum dan Politik Sosial, Budaya, dan Demografi Teknologi pengemasan masih sederhana. Kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional Kepercayaan masyarakat terhadap jamu secara turun temurun Gaya hidup masyarakat yang cenderung kembali ke alam (back to nature) Pola hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis Pelanggan Anggapan bahwa obat tradisional lebih bermanfaat sebagai pencegah (pemelihara kesehatan) dibanding untuk mengobati. Pembeli memiliki pilihan diantara jumah industri sejenis yang semakin banyak Sistem kerjasama dengan menggunakan sistem konsinyasi (modal perusahaan berada di luar). Jumah industri obat tradisional semakin banyak. Perantara Pemasaran Pesaing Pemasok Ancaman Daya beli konsumen menurun Kemudahan mendapatkan pasokan bahan baku VII MERANCANG STRATEGI PEMASARAN 7.1 Tahap Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang terkait lingkungan pemasaran Taman Syifa dengan mengunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE). Melalui matriks ini, dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi atau kurang mempengaruhi perusahaan baik internal maupun eksternal. 7.1.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Identifikasi faktor internal perusahaan dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang termasuk dalam kekuatan dan kelemahan usaha. Identifikasi dilakukan dengan melihat aspek-aspek internal perusahaan yang terkait dengan lingkungan pemasaran seperti, produksi dan operasi perusahaan, keuangan dan akuntansi, pemasaran, sumberdaya manusia, serta penelitian dan pengembangan. Setelah itu dilakukan pembobotan dan pemberian rating terhadap faktor-faktor tersebut yang dilakukan oleh responden terpilih. Perkalian antara bobot dan rating menghasilkan skor rata-rata tertimbang yang nantinya akan menjadi indikator untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan utama perusahaan. Hasil dari matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 35. Berdasarkan perhitungan pada matriks IFE diperoleh hasil faktor kualitas produk yang baik merupakan faktor kekuatan utama yang dimiliki Taman Syifa dengan bobot rata-rata 0,123 dan rating rata-rata 4 dan skor yang dihasilkan sebesar 112 0,484. Produk Taman Syifa menggunakan bahan baku yang alami dan tidak menggunakan campuran sehingga tidak memiliki efek samping yang merugikan. Hal ini diperkuat juga dengan adanya ijin dari Dinas Kesehatan kota Bogor yang menjamin keamanan produk Taman Syifa dari sisi kesehatan. Selain itu produk Taman Syifa juga telah memiliki sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia. Tabel 35. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) No Faktor Strategis Internal Kekuatan 1 Kualitas produk baik (memiliki ijin dari Dinkes, label Halal, bahan utama tinggi dan alami) 2 Produk yang praktis dalam penggunaan 3 Harga relatif murah 4 Unggul dan aktif dalam bidang penelitian dan pengembangan obat tradisional 5 Menggunakan modal sendiri Kelemahan 6 Distribusi terbatas hanya sekitar kota Bogor 7 Promosi masih bersifat sederhana, sempit dan belum kontinyu 8 Merek belum kuat (tidak terdaftar dan positioning lemah) 9 Peran tenaga pemasar belum optimal 10 Adanya rangkap jabatan 11 Proses produksi sederhana Total Bobot Rating Skor 0,121 0,107 0,062 4 4 3 0,482 0,426 0,185 0,112 0,066 4 3 0,448 0,198 0,075 1 0,075 0,093 1 0,1 0,102 0,076 0,086 1 1 1,5 2 2 0,093 0,1 0,153 0,152 0,172 2,484 Sumberdaya manusia yang dimiliki Taman Syifa dalam bidang penelitian dan pengembangan obat tradisional juga merupakan kekuatan utama bagi perusahaan setelah kualitas produk yang baik. Pemilik Taman Syifa merupakan salah satu peneliti di Pusat Studi Biofarmaka IPB dan juga aktif dalam organisasi yang terkait dengan pengembangan obat tradisional seperti, Ikatan Sarjana Wanita Indonesia, Asosiasi Peramu Obat Tradisional Indonesia (ASPETRI), dan Masyarakat Rempah IPB. Faktor ini memiliki rating rata-rata 4 dan bobot sebesar 0,112 serta skor rata-rata tertimbang tertinggi kedua dengan skor 0,448. 113 Faktor produk yang praktis merupakan faktor yang memiliki tingkat kepentingan ketiga setelah faktor kualitas produk yang baik dan sumberdaya manusia yang unggul dengan bobot sebesar 0,107 dan rating rata-rata sebesar 4. Taman Syifa sangat mengutamakan produk yang praktis dalam penggunaannya baik dari sisi pengemasannya, cara penyajiannya, dan kemudahan untuk dibawa. Taman Syifa berpendapat kemasan dapat menunjang penampilan produk yang dapat mempengaruhi konsumen. Faktor strategis internal yang menjadi kelemahan utama Taman Syifa merek yang belum kuat dengan bobot terbesar yaitu 0,1 dan rating rata-rata 1. Sebagai pendatang baru, Taman Syifa belum memiliki merek yang kuat. Merek Taman Syifa belum memiliki awareness di benak konsumen. Sebagian besar konsumen yang dijadikan responden dalam penilaian tentang merek Taman Syifa juga menyatakan bahwa merek Taman Syifa tidak terkenal. Kelemahan lainnya adalah promosi yang masih bersifat sederhana, sempit, dan belum kontinyu. Faktor ini juga memiliki rating rata-rata sebesar 1 dan skor ratarata 0,093. Selama ini Taman Syifa hanya mendistribusikan produknya di sekitar kota Bogor karena kurangnya tenaga pemasar dan juga tidak adanya akses dengan distributor di luar kota Bogor. Promosi yang dilakukan juga masih bersifat sederhana seperti personal selling dan juga dengan menggunakan leaflet yang hanya diletakkan di setiap distributor. Media promosi lainnya adalah melalui radio dan pameran namun belum bersifat kontinyu dan jangkauannya hanya di sekitar kota Bogor. Selain itu, faktor distribusi yang terbatas di sekitar kota Bogor juga merupakan kelemahan perusahaan dengan rating rata-rata 1 dengan skor rata-rata tertimbang sebesar 0,075. 114 Total skor rata-rata tertimbang pada matriks IFE menunjukkan skor sebesar 2,484 yang mengindikasikan bahwa Taman Syifa lemah secara internal. Taman Syifa berada dibawah rata-rata dalam usahanya menjalankan strategi untuk memanfaatkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan. 7.1.2 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Perhitungan pada matriks EFE dilakukan dengan mengidentifikasi faktorfaktor yang termasuk kedalam peluang dan ancaman. Pemberian bobot dan rating diberikan oleh responden terpilih untuk menghasilkan skor rata-rata tertimbang. Skor rata-rata tertimbang merupakan indikator untuk mengetahui faktor yang merupakan peluang dan ancaman utama yang dihadapi oleh perusahaan. Hasil dari matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) No Faktor Strategis Ekternal Peluang 1 Kenaikan harga obat paten 2 Keanekaragaman tanaman obat tinggi 3 Kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional 4 Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap jamu dan obat tradisional secara turun temurun 5 Gaya hidup back to nature 6 Pola hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis 7 Kemudahan mendapatkan bahan baku Ancaman 8 Daya beli konsumen menurun 9 Teknologi pengemasan yang masih sederhana 9 Anggapan bahwa obat tradisional lebih bersifat sebagai pemelihara kesehatan dibanding untuk mengobati 10 Sistem konsinyasi (modal perusahaan berada diluar) 11 Persaingan dalam industri semakin ketat Total Bobot Rating Skor 0,055 0,078 3 3 0,165 0,234 0,07 3,5 0,07 0,078 0,078 0,091 4 4 4 3 0,28 0,312 0,312 0,273 0,106 0,082 3 2,5 0,317 0,205 0,099 0,08 0,115 1 3 1,5 2,5 0,296 0,119 0,288 3,043 0,245 115 Hasil perhitungan matriks EFE menunjukkan bahwa faktor kemudahan mendapatkan bahan baku memiliki tingkat kepentingan yang paling tinggi karena memiliki bobot terbesar yaitu 0,091 dan respon perusahaan terhadap faktor ini diatas rata-rata. Faktor berkembangnya tren gaya hidup back to nature dan pola gaya hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis merupakan peluang yang penting bagi Taman Syifa karena memiliki bobot terbesar yaitu 0,078 dan respon perusahaan terhadap faktor ini superior. Berkembangnya tren tersebut menyebabkan masyarakat menginginkan produk-produk yang menggunakan bahan baku yang berasal dari alam dan tanpa menggunakan zat tambahan seperti pengawet dan pewarna makanan. Hal ini menyebabkan permintaan akan produk obat tradisional menjadi meningkat. Faktor keanekaragaman tanaman obat yang tinggi juga memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan kedua faktor diatas karena memiliki bobot sebesar 0,078. Namun perusahaan memiliki respon yang lebih pada faktor gaya hidup back to nature yang memiliki rating 4 dibandingkan dengan faktor keanekaragaman tanaman obat yang tinggi dengan rating 3. Sedangkan faktor kenaikan harga obat paten memiliki kepentingan yang paling rendah dari seluruh peluang karena memiliki bobot sebesar 0,055 dan respon perusahaan terhadap faktor ini diatas rata-rata. Persaingan yang semakin ketat dalam industri obat tradisional merupakan faktor ancaman yang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi karena memiliki bobot terbesar yaitu 0,115. Taman Syifa telah merespon ancaman ini dengan cukup baik yang terlihat dari rating rata-rata yang dimiliki yaitu sebesar 2,5. Industri obat tradisional merupakan industri yang mudah dimasuki oleh pesaing. Karakteristik produk yang mudah ditiru dan didukung oleh adanya peluang yang menjanjikan 116 semakin menambah daya tarik industri ini. Faktor menurunnya daya beli konsumen merupakan faktor yang memiliki tingkat kepentingan cukup tinggi setelah faktor persaingan. Hal ini karena faktor tersebut memiliki bobot sebesar 0,106 dan respon perusahaan terhadap ancaman ini diatas rata-rata. Total skor rata-rata tertimbang pada matriks EFE menunjukkan skor sebesar 3,043. Hal ini menunjukkan bahwa Taman Syifa berada diatas rata-rata dalam upayanya untuk menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. 7.2 Tahap Analisis Hasil analisis lingkungan internal dan eksternal yang dijabarkan melalui matriks IFE dan EFE akan disajikan dalam bentuk matriks IE. Matriks IE digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan dalam industri. Selain itu, matriks SWOT digunakan untuk merumuskan alternatif strategi. 7.2.1 Matriks Internal Eksternal (IE) Matriks IE diperoleh dengan memasukkan total skor rata-rata yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Matriks ini bermanfaat untuk mengetahui posisi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk menetapkan strategi yang sesuai dijalankan perusahaan. Total skor IFE sebesar 2,484 dan total skor EFE sebesar 3,043 menempatkan Taman Syifa pada sel ke II yaitu tumbuh dan kembangkan (growth and build). Strategi yang dapat dijalankan perusahaan adalah strategi intensif (penetrasi 117 pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk). Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Matriks Internal Eksternal 7.2.1.1 Strategi Penetrasi Pasar Menurut David (2006), yang dimaksud dengan strategi penetrasi pasar adalah suatu strategi untuk meningkatkan pangsa pasar (market share) suatu produk atau jasa yang sudah ada di pasar melalui usaha pemasaran yang lebih aktif. Strategi untuk meningkatkan pangsa pasar dapat dilakukan melalui upaya pemasaran seperti, memperluas jaringan distribusi, meningkatkan kegiatan promosi dan publisitas, dan meningkatkan pelayanan. Memperluas jaringan distribusi sangat penting dilakukan untuk menjangkau konsumen yang lebih banyak. Jika saat ini Taman Syifa hanya mendistribusikan produknya di sekitar kota Bogor, maka Taman Syifa perlu untuk merambah pasar baru yang berada di luar kota Bogor atau wilayah lainnya yang mungkin belum dijangkau oleh pesaingnya. Meningkatkan kegiatan promosi dan publisitas dapat dilakukan dengan meningkatkan anggaran untuk promosi dan juga mencari pasar 118 yang aktivitas promosi dari pesaingnya relatif lemah. Meningkatkan pelayanan dapat dilakukan dengan menyediakan media promosi (brosur, leaflet, wiraniaga, dan distributor) yang memberikan pemahaman yang baik mengenai produk kepada konsumen sehingga menumbuhkan keyakinan konsumen terhadap produk. 7.2.1.2 Strategi Pengembangan Pasar Pengembangan pasar merupakan upaya untuk memperkenalkan produk perusahaan ke wilayah baru yang belum pernah dimasuki sebelumnya. Strategi ini dapat dijalankan dengan mencari pasar yang belum pernah tersentuh oleh pesaing dan mencari jaringan distribusi yang dapat diandalkan. 7.2.1.3 Strategi Pengembangan Produk Menurut David (2006), pengembangan produk adalah upaya untuk memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada untuk meningkatkan penjualan. Strategi ini penting ketika perusahaan menghadapi kondisi pesaingan dalam industri yang semakin ketat. Perusahaan perlu untuk mengadakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang baik untuk menghasilkan produk yang berbeda dari pesaingnya sehingga mampu meraih pangsa pasar yang belum dikuasai pesaing. Memperbaiki dan memodifikasi produk tidak hanya dilakukan untuk menambah variasi, bentuk, atau kemasan produk tetapi juga dengan meningkatkan kualitas produk misalnya dalam hal khasiat dan komposisi. Dengan semakin luasnya pilihan yang diberikan kepada konsumen, diharapkan akan berdampak pada kepuasan konsumen sehingga menumbuhkan loyalitas terhadap merek Taman Syifa. 119 7.2.2 Matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats) Matriks SWOT digunakan untuk mengevaluasi keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan yang sebelumnya telah diidentifikasi pada matriks IFE dan EFE. Melalui matriks ini akan dihasilkan empat strategi utama yaitu strategi S-O (Strengths-Opportunities), W-O (Weakness-Opportunities), S-T (Strengths-Threats) dan W-T (Weakness-Threats). Matriks SWOT Taman Syifa dapat dilihat pada Gambar 10. 120 Gambar 10. Hasil Uji Matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats) Taman Syifa FAKTOR INTERNAL KEKUATAN (STRENGTHS - S) KELEMAHAN (WEAKNESS - W) 1. Kualitas produk baik (memiliki ijin Dinkes, label Halal, bahan utama tinggi dan alami) 2. Produk yang praktis dalam penggunaan 3. Harga relatif murah 4. Unggul dalam bidang penelitian dan pengembangan obat tradisional 5. Menggunakan modal sendiri 1. Distribusi terbatas hanya sekitar kota Bogor 2. Promosi masih bersifat sederhana, sempit, dan belum kontinyu 3. Merek belum kuat (belum terdaftar dan belum memiliki positioning) 4. Peran tenaga pemasar belum optimal 5. Adanya rangkap jabatan 6. Proses produksi sederhana STRATEGI S – O STRATEGI W – O 1. Meningkatkan kualitas produk dan keterjaminan keamanan produk (S1, S4, S5, O1, O2, O5) 2. Meningkatkan inovasi obat tradisional yang mengarah kepada upaya menambah lini produk (S1, S2, S4, S5, O2, O3, O5, O6) 3. Menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya (S3, S4, S5, O4, O5, O7) 1. Meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien (W1, W2, W3, O1, O4, O5) 2. Mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar (W1, W4, W5, O1, O4, O6) STRATEGI S – T STRATEGI W – T 1. Bersaing dengan menetapkan harga yang kompetitif (S1, S3, S5, T1, T5) 2. Memperbaiki sistem pembayaran (S5, T4) 1. Memperkuat merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis (W3, T1, T5) 2. Melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan tentang strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (W1, W2, W3, W6, T1, T2, T3, T4, T5) FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (OPPORTUNITIES – O) 1. Kenaikan harga obat paten 2. Keanaekaragaman tanaman obat tinggi 3. Kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional 4. Kepercayaan masyarakat terhadap jamu dan obat tradisional secara turun temurun 5. Gaya hidup back to nature 6. Pola hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis 7. Kemudahan mendapatkan bahan baku ANCAMAN (THREATS – T) 1. Daya beli konsumen menurun 2. Teknologi pengemasan yang masih sederhana 3. Anggapan bahwa obat tradisional lebih bersifat sebagai pemelihara kesehatan dibanding untuk mengobati 4. Sistem konsinyasi (modal perusahaan berada diluar) 5. Persaingan dalam industri semakin ketat 121 Penjabaran terhadap matriks SWOT diatas yang mencakup empat kelompok strategi diuraikan pada penjelasan dibawah ini: STRATEGI S-O 1. Meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk. Selama ini, Taman Syifa selalu berusaha untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bervariasi dengan tetap mempertahankan produk-produk yang berasal dari alam. Peningkatan kualitas produk dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga yang telah aktif melakukan penelitian seperti, Pusat Studi Biofarmaka IPB atau melakukan riset dan pengembangan sendiri. Taman Syifa juga memperhatikan keterjaminan akan keamanan produk dengan adanya ijin dari Dinas Kesehatan dan juga adanya sertifikasi halal dari MUI. Sebagai kelanjutannya, Taman Syifa sebaiknya mendaftarkan produknya ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih meyakinkan konsumen terhadap kemanan produk obat tradisional Taman Syifa. Hal ini dapat menjadi kekuatan tambahan bagi Taman Syifa untuk dapat bersaing dengan obat paten. 2. Meningkatkan inovasi obat tradisional yang mengarah kepada penambahan lini produk. Strategi ini dilakukan untuk terutama memanfaatkan peluang adanya perubahan dalam gaya hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis namun tetap mengutamakan kesehatan dengan pola hidup back to nature. Taman Syifa dapat mengembangkan lini produknya dengan memproduksi minuman instan siap minum (dalam botol atau cup plastik) namun tetap mempertahankan kualitas yang 122 dimilikinya. Produk ini lebih praktis dibandingkan minuman instan yang penggunaannya harus diseduh terlebih dahulu dengan air hangat. 3. Menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya. Kekayaan tanaman obat yang tinggi menyebabkan masih banyak tanaman obat yang belum termanfaatkan untuk obat tradisional. Tren back to nature, kepercayaan masyarakat terhadap jamu dan obat tradisional secara turun temurun, serta kemudahan mendapatkan bahan baku merupakan peluang bagi industri untuk menghasilkan produk baru obat tradisional. Taman Syifa dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya modal yang dimiliki sebaiknya terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk menggali potensi kekayaan tanaman obat Indonesia. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya produk-produk baru berkhasiat yang berasal dari tanaman obat yang belum atau jarang dimanfaatkan sebelumnya. Tanaman obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk obat tradisional, antara lain tanaman pala dan kayu manis. Tanaman pala merupakan komoditas yang potensial karena Bogor merupakan salah satu wilayah penghasil pala. STRATEGI W-O 1. Meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien. Promosi dan distribusi yang belum efektif dan efisien merupakan salah satu kelemahan utama Taman Syifa. Selama ini Taman Syifa telah melakukan beberapa promosi, seperti melalui personal selling, leaflet, pameran, pelatihan, dan juga radio. Seluruh kegiatan promosi tersebut dilakukan di sekitar kota 123 Bogor. Leaflet dapat disebarkan ketika perusahaan mengikuti pameran atau melalui distributor. Kegiatan promosi melalui pameran merupakan kegiatan yang cukup efektif karena melalui pameran tersebut Taman Syifa dapat memperkenalkan seluruh produknya secara langsung dan mengkomunikasikan produknya secara lebih baik kepada pengunjung. Sampai saat ini, Taman Syifa hanya mengikuti pameran yang berada di kota Bogor saja yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Sebaiknya, Taman Syifa lebih aktif dalam mengikuti pameran yang diadakan di luar kota Bogor untuk memperkenalkan produk perusahaan kepada pasar yang lebih luas dan meningkatkan brand awareness terhadap merek Taman Syifa. Distribusi dan promosi yang masih terbatas di sekitar kota Bogor, menyebabkan produk dan merek Taman Syifa belum terlalu dikenal luas dan belum tertanam dibenak konsumen. Peluang adanya kenaikan harga obat paten, kepercayaan masyarakat, dan tren back to nature harus dimanfaatkan dengan baik melalui perluasan jaringan distribusi dan kegiatan promosi yang lebih luas. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan distributor baru yang mempunyai lokasi strategis sekaligus melakukan upaya promosi, misalnya daerah-daerah yang menjadi objek wisata. Hal ini dilakukan untuk menghadapi kondisi persaingan yang semakin ketat dalam industri obat tradisional. Promosi yang baik dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang obat tradisional yang tidak hanya untuk memelihara kesehatan tetapi juga bermanfaat untuk mengobati penyakit. 124 2. Mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar. Taman Syifa memiliki satu orang tenaga pemasar yang bertugas sebagai manajer pemasaran dan mendistribusikan produk kepada distributor. Selama ini tenaga pemasar hanya berfungsi untuk mendistribusikan produk kepada distributor sedangkan tugas untuk merencanakan strategi pemasaran yang tepat bagi perusahaan belum dijalankan dengan baik. Hal ini karena tenaga pemasar terlalu sibuk berhubungan dengan distribusi barang termasuk pencatatan keluar masuknya barang. Sebaiknya Taman Syifa dapat lebih mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar dengan membedakan peran tenaga pemasar untuk mendistribusikan produk dengan manajer pemasaran yang terkait dengan perencanaan strategi pemasaran. STRATEGI S-T 1. Bersaing dengan menetapkan harga yang kompetitif. Taman Syifa dapat menetapkan harga yang kompetitif dengan menetapkan harga yang bervariasi untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Walaupun harga yang ditawarkan cukup kompetitif namun Taman Syifa harus tetap memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan. Selain untuk menghadapi tingkat persaingan yang semakin ketat, strategi tersebut juga dilakukan untuk mengurangi adanya penurunan penjualan sebagai dampak dari adanya kenaikan harga barangbarang kebutuhan pokok yang berdampak kepada penurunan daya beli konsumen. 125 2. Memperbaiki sistem pembayaran Kerjasama yang dilakukan Taman Syifa dengan distributornya dilakukan dengan sistem konsinyasi. Hal ini merupakan ancaman karena modal perusahaan baru akan kembali setelah barang terjual. Sebaiknya, Taman Syifa memperbaiki sistem kerjasama pembayaran dengan distributornya, misalnya dengan meminta pembayaran dengan porsi tertentu saat barang tiba dan sisanya dilunasi setelah barang terjual sehingga perputaran kas perusahaan menjadi lebih baik. STRATEGI W-T 1. Memperkuat merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis Taman Syifa memasarkan seluruh produknya dengan menggunakan merek Taman Syifa. Merek tersebut belum memiliki positioning sehingga belum melekat dibenak konsumen. Sebaiknya Taman Syifa segera menetapkan positioning yang tepat untuk membedakan produk Taman Syifa dengan produk lainnya dimata konsumen. Taman Syifa juga sebaiknya segera mendaftarkan merek Taman Syifa ke Departemen Kehakiman untuk lebih meyakinkan konsumen terhadap merek Taman Syifa. 2. Melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing. Strategi ini dilakukan untuk menghadapi persaingan dalam industri obat tradisional. Adanya pesaing yang lebih maju dalam menjalankan strategi pemasarannya dibanding perusahaan merupakan ancaman yang dihadapi perusahaan. Strategi ini dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan 126 lembaga-lembaga seperti Pusat Studi Biofarmaka IPB, Balitro atau dengan perusahaan sejenis untuk saling bertukar informasi mengenai tren-tren terbaru terkait dengan obat tradisional. Perusahaan juga dapat memberikan kuisioner kepada konsumen untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap strategi pemasaran perusahaan dan jika dibandingkan dengan pesaing. 7.3 Tahap Pengambilan Keputusan Analisis matriks SWOT menghasilkan sembilan alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh Taman Syifa. Setelah itu dilakukan pemilihan strategi pemasaran yang dinilai paling sesuai dengan menggunakan metode Prinsip Hirarki Analitik (PHA). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Expert Choice 2000. Hirarki Analitik Pemilihan Strategi Pemasaran dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan hirarki yang terlihat pada Gambar 11, PHA dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga hirarki yaitu, tingkat satu adalah fokus yang merupakan pemilihan strategi pemasaran yang sesuai bagi Taman Syifa, tingkat dua adalah kriteria yang menjadi dasar memilih alternatif strategi untuk meningkatkan penjualan, memperluas pangsa pasar, dan menghadapi persaingan. Tingkat ketiga adalah sub kriteria yang merupakan alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan dari analisis matriks SWOT. Pengolahan tingkat dua dengan menggunakan metode PHA dilakukan secara horisontal untuk menentukan urutan kriteria prioritas dalam menentukan strategi pemasaran yang sesuai. Pengolahan tingkat tiga juga dilakukan secara horisontal 127 untuk menentukan urutan alternatif strategi pada masing-masing kriteria. Kemudian pengolahan secara vertikal dilakukan untuk memperoleh proritas yang menyeluruh dari sembilan alternatif strategi. Tingkat 1 Fokus Tingkat 2 Tujuan Tujuan 3 Alternatif Strategi Strategi Pemasaran Memperluas pangsa pasar Meningkatkan penjualan SO1 SO2 SO3 WO1 WO2 Menghadapi persaingan ST1 ST2 WT1 Gambar 11. Hirarki Analitik Pemilihan Strategi Pemasaran Keterangan : 1. Tingkat 1 : Fokus pemilihan strategi pemasaran yang sesuai 2. Tingkat 2 : Tujuan : meningkatkan penjualan, memperluas pangsa pasar, dan menghadapi persaingan 3. Tingkat 3 : Alternatif strategi SO1 : Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk SO2 : Meningkatkan inovasi obat tradisional yang mengarah kepada penambahan lini produk yang praktis dalam penggunaan SO3 : Menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya WO1 : Meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien WO2 : Mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar ST1 : Mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing ST2 : Memperbaiki sistem pembayaran WT1 : Memperkuat merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis WT2 : Melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing Analisis Hasil Pengolahan Horisontal Tingkat 2 (Elemen Tujuan) Pengolahan horisontal dilakukan untuk mengetahui prioritas relatif setiap faktor yang berada satu tingkat diatasnya. Hasil pengolahan horisontal pada elemen WT2 128 tujuan ini menunjukkan prioritas tujuan pemasaran yang ingin dicapai Taman Syifa, penentuan prioritas ini dilakukan dengan menggabungkan hasil pendapat individu menjadi analisis pendapat gabungan dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice 2000. Hasil pengolahan elemen tingkat dua disajikan pada Tabel 37. Tabel 37. Hasil Pengolahan Horisontal Elemen Tujuan Tujuan Meningkatkan penjualan Memperluas pangsa pasar Menghadapi persaingan Rasio Inkonsistensi Keseluruhan Bobot Prioritas 0,107 0,230 0,662 3 2 1 0,00 Berdasarkan Tabel 37 diketahui bahwa prioritas utama yang ingin dicapai perusahaan adalah mampu menghadapi persaingan dengan bobot 0,662. Taman Syifa merupakan pendatang baru dalam industri obat tradisional. Pesaing Taman Syifa berasal dari industri kecil maupun industri besar yang jumlahnya terus meningkat. Di Bogor setidaknya terdapat sembilan industri obat tradisional yang saling bersaing dalam industri ini. Oleh karena itu, tujuan ini menjadi proritas utama untuk meminimalkan persaingan dengan para pesaingnya. Prioritas selanjutnya adalah memperluas pangsa pasar dengan bobot sebesar 0,230. Sebagai pendatang baru, saat ini pemasaran produk Taman Syifa masih berada di sekitar kota Bogor. Taman Syifa berkeinginan memperkenalkan dan memasarkan produknya kepada masyarakat luas, khususnya di luar kota Bogor. Prioritas tujuan selanjutnya yang ingin dicapai Taman Syifa adalah meningkatkan penjualan dengan bobot sebesar 0,107. Penjualan sangat berpengaruh kepada kelangsungan hidup perusahaan. Selama ini tingkat penjualan Taman Syifa mengalami fluktuasi setiap 129 bulannya. Oleh karena itu Taman Syifa berusaha mencari strategi yang tepat untuk membantu meningkatkan penjualannya ditengah persaingan yang semakin dinamis. Hasil Pengolahan Horisontal Tingkat Tiga (Elemen Alternatif Strategi) Pengolahan pada elemen strategi tingkat tiga dilakukan untuk mengetahui prioritas alternatif strategi terhadap masing-masing tujuan yang ingin dicapai Taman Syifa. Hasil pengolahan horizontal elemen alternatif strategi terlihat pada Tabel 38. Tabel 38. Hasil Pengolahan Horisontal Elemen Alternatif Strategi Tujuan Meningkatka n penjualan Memperluas pangsa pasar Menghadapi persaingan SO1 0,103 SO2 0,046 Alternatif Strategi SO3 WO1 WO2 ST1 0,049 0,144 0,070 0,132 ST2 0,029 WT1 0,232 CR WT2 0,195 0,07 0,065 0,084 0,051 0,191 0,118 0,038 0,088 0,192 0,173 0,09 0,083 0,059 0,069 0,154 0,034 0,184 0,022 0,189 0,205 0,09 Berdasarkan data pada Tabel 38, menunjukkan bahwa pada tujuan meningkatkan penjualan strategi yang menempati prioritas pertama adalah memperkuat merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis (WT1) dengan bobot sebesar 0,232. Strategi ini dapat dilakukan dengan menetapkan positioning yang tepat bagi Taman Syifa dan juga mendaftarkan merek Taman Syifa ke Departemen Kehakiman untuk meningkatkan keyakinan konsumen terhadap produk Taman Syifa. Prioritas kedua adalah melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (WT2). Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang kompeten 130 seperti Balitro, Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan juga pesaing untuk bertukar informasi mengenai tren dan informasi terbaru terkait dengan obat tradisional. Prioritas selanjutnya adalah meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien (WO1). Penjualan dapat ditingkatkan jika produk dikenal secara luas. Promosi dan distribusi yang efektif dan efisien merupakan cara agar produk menjadi semakin dikenal. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain dengan mencari distributor baru yang berada di lokasi yang strategis. Taman Syifa dapat mengikuti pameran-pameran yang dapat dijadikan sarana promosi yang efektif sekaligus menjual produk secara langsung ke konsumen. Prioritas keempat adalah mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing (ST1) dengan bobot 0,132. Harga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penjualan. Penetapan harga yang kompetitif dengan pesaing terbukti mampu meningkatkan penjualan perusahaan. Prioritas kelima dalam kaitannya untuk meningkatkan penjualan adalah Meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk (SO1) dengan bobot 0,103. Kualitas dan kemanan produk sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen obat-obatan. Kualitas dan keamanan produk yang terjamin akan mampu berdampak terhadap meningkatnya penjualan. Prioritas selanjutnya adalah mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar (WO2) dengan bobot 0,070. Strategi ini dilakukan agar tenaga pemasar lebih fokus kepada upaya-upaya untuk meningkatkan pemasaran produk seperti mencari alternatif lokasi untuk berpromosi dan distribusi yang potensial. Prioritas ketujuh adalah menambah variasi produk dengan menggali tanaman obat lainnya (SO3) dengan bobot sebesar 0,049. Prioritas selanjutnya adalah 131 meningkatkan inovasi obat tradisional dengan menambah lini produk yang praktis dalam penggunaan (SO2) dengan bobot 0,046. Strategi ini dapat dilakukan dengan mencari produk baru yang mengutamakan kepraktisan dalam pengunaannya. Dengan semakin bertambahnya variasi pada lini produk diharapkan akan meningkatkan penjualan perusahaan. Prioritas terakhir dalam kaitannya dengan meningkatkan penjualan adalah memperbaiki sistem pembayaran (ST2) dengan bobot sebesar 0,029. Dengan memperbaiki sistem pembayaran diharapkan modal perusahaan yang berada di luar tidak terlalu besar sehingga modal dapat digunakan untuk kegiatan promosi yang berdampak positif pada penjualan. Berdasarkan hasil pengolahan horisontal dalam tujuan untuk memperluas pangsa pasar, strategi yang menjadi prioritas utama adalah memperkuat merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis (WT1) dengan bobot sebesar 0,192. Merek merupakan salah satu atribut dari produk yang mampu meningkatkan kepekaan konsumen terhadap produk. Merek yang kuat akan membuat produk semakin mudah diterima pasar dan memiliki bargaining position yang tinggi terhadap konsumen maupun perusahaan. Strategi selanjutnya yang menjadi prioritas adalah meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien (WO1) dengan bobot sebesar 0,191. Taman Syifa perlu memperkenalkan produk-produknya kepada masyarakat luas. Promosi dan distribusi kedaerah-daerah yang baru dan belum dimasuki pesaing perlu dilakukan. Prioritas selanjutnya adalah melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (WT2) dengan bobot 0,173. sebelum memasuki pasar yang baru, Taman Syifa perlu melakukan riset pasar 132 mengenai kondisi persaingan di daerah tersebut. Selain itu perusahaan juga dapat memberikan kuisioner kepda konsumen terkait dengan kegiatan pemasaran yang dilaksanakan. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat menyesuaikan strategi pemasaran yang akan diterapkan. Prioritas keempat adalah memperbaiki sistem pembayaran (ST2). Dengan pasar yang lebih luas, Taman Syifa sebaiknya memperbaiki sistem kerjasama dengan distributornya. Sistem konsinyasi yang dijalankan menjadi kurang relevan karena dengan semakin luasnya pasar karena modal perusahaan yang berada di luar menjadi semakin besar. Prioritas kelima adalah strategi meningkatkan inovasi obat tradisional (SO2) dengan bobot sebesar 0,84. Menambah lini produk yang praktis dalam penggunaannya merpakan saah satu cara yang dapat dijalankan. Prioritas selanjutnya adalah strategi meningkatkan kualitas dan keterjaminan keamanan produk (SO1) dengan bobot 0, 065, strategi menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya (SO3) dengan bobot 0,051, dan prioritas terakhir adalah mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing (ST1). Hasil pengolahan horisontal dalam tujuan untuk menghadapi persaingan, strategi yang menjadi prioritas utama adalah melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (WT2) dengan bobot 0,209. Selanjutnya adalah strategi memperkuat merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis (WT1) dengan bobot sebesar 0,189. Prioritas ketiga dalam kaitannya dengan tujuan untuk menghadapi persaingan adalah mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing (ST1) dengan bobot sebesar 0,184. 133 Prioritas selanjutnya adalah strategi WO1 yaitu meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien dengan bobot 0,154. Prioritas kelima memiliki bobot 0,083 adalah strategi SO1 yaitu, meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan kemanan produk. Strategi SO3, SO2, WO2, ST2 masing-masing berada di prioritas selanjutnya dalam kaitannya dengan tujuan menghadapi persaingan. Analisis Hasil Pengolahan Vertikal Analisis hasil pengolahan vertikal adalah menyusunan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Seperti halnya analisis horisontal, analisis pengolahan vertikal dibagi lagi ke dalam pengolahan pada tingkat dua dan tingkat tiga. Hasil Pengolahan Vertikal Tingkat Dua (Elemen Tujuan) Hasil pengolahan vertikal untuk elemen tujuan ini mempunyai hasil yang sama dengan hasil pengolahan horisontal. Pada Tabel 39 terlihat bahwa prioritas utama yang ingin dicapai perusahaan adalah untuk menghadapi persaingan dengan bobot sebesar 0,662. Prioritas selanjutnya adalah memperluas pangsa pasar dengan bobot 0,230 dan meningkatkan penjualan yang memiliki bobot 0,107. Tabel 39. Hasil Pengolahan Vertikal Elemen Tujuan Tujuan Meningkatkan penjualan Memperluas pangsa pasar Menghadapi persaingan Rasio Inkonsistensi Keseluruhan Bobot Prioritas 0,107 0,230 0,662 3 2 1 0,00 134 Hasil Pengolahan Vertikal Tingkat Tiga (Elemen Alternatif Strategi) Pengolahan vertikal terhadap alternatif strategi dilakukan untuk mengetahui prioritas menyeluruh masing-masing alternatif strategi pada tingkat tiga terhadap sasaran utama atau fokus hirarki yang terdapat pada tingkat satu. Pada Tabel 40 terlihat hasil pengolahan vertikal terhadap alternatif strategi yang menunjukkan bahwa strategi melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (WT2) memiliki bobot terbesar yaitu 0,196 sehingga menempati prioritas pertama. Strategi ini merupakan strategi yang dirancang untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki dan menghindari ancaman yang dihadapi perusahaan. Sebagai industri kecil, sebaiknya Taman Syifa melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan pengembangan obat tradisional seperti Balitro dan Pusat Studi Biofarmaka yang berada di kota Bogor. Hal ini penting karena Taman Syifa dapat bertukar informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam industri. Melakukan riset kepada konsumen mengenai atribut yang terkait dengan kegiatan pemasaran dapat menjadi masukan yang berharga bagi perusahaan dalam merancang rencana selanjutnya. Tabel 40. Hasil Pengolahan Vertikal Elemen Alternatif Strategi Alternatif Strategi WT2 WT1 WO1 ST1 SO1 SO2 SO3 WO2 ST2 Bobot 0,196 0,194 0,162 0,144 0,080 0,064 0,063 0,058 0,039 Prioritas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 135 Prioritas kedua adalah strategi memperkuat merek yang dimiliki perusahaan (WT1). Merek merupakan cerminan perusahaan di mata konsumen. Merek yang baik akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan meningkatkan posisi tawar menawar yang tinggi dengan distributor atau konsumen. Taman Syifa sebaiknya menetapkan strategi merek yang tepat, misalnya segera menetapkan positioning yang sesuai sehingga meningkatkan awareness konsumen terhadap produk. Meningkatkan kepercayaan konsumen dapat dilakukan dengan mendaftarkan merek pada Departemen Kehakiman. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya klaim atas merek perusahaan oleh pihak lain. Strategi meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien (WO1) merupakan strategi yang berada di prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,162. Strategi ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan distributor baru yang berada di lokasi strategis. Memperluas promosi ke daerah di luar kota Bogor juga dapat meningkatkan market share perusahaan. Promosi dapat dilakukan dengan mengikuti pameran-pameran yang sedang berkembang akhir-akhir ini. Prioritas keempat adalah strategi mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing (ST1). Harga yang kompetitif tidak harus selalu lebih murah dibanding pesaing. Penetapan harga dapat disiasati dengan menetapkan harga yang beragam untuk ukuran produk yang berbeda. Hal ini dapat memperluas pilihan konsumen sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada kepuasan konsumen. Prioritas kelima adalah strategi meningkatkan kualitas produk dan keterjaminan keamanan produk (SO1). Kualitas dan keamanan produk merupakan hal yang menjadi perhatian konsumen, khususnya untuk produk obat-obatan. Produk 136 Taman Syifa telah dikenal memiliki kualitas yang baik dan aman dikonsumsi. Hal ini karena Taman Syifa telah memiliki ijin dari Dinas Kesehatan serta memiliki label Halal dari MUI. Sebagai perusahaan yang memproduksi obat-obatan, akan lebih baik jika Taman Syifa juga memperoleh sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk lebih meningkatkan kepercayaan konsumen dan meningkatkan daya saing dengan obat-obatan modern. Strategi yang menempati prioritas keenam dengan bobot sebesar 0,064 adalah meningkatkan inovasi yang mengarah kepada pengembangan lini produk (SO2). Strategi ini dapat dilakukan dengan mengembangkan produk baru yang praktis dalam penggunaannya, misalnya minuman dalam kemasan dan sirup yang berbahan baku tanaman obat. Semakin beragamnya program dapat memperluas pilihan konsumen sehingga konsumen tidak perlu beralih ke pesaing. Prioritas selanjutnya adalah menambah variasi produk yang memanfaatkan tanaman obat lainnya (SO3). Kekayaan tanaman obat Indonesia yang tinggi menyimpan peluang bagi Taman Syifa untuk menghasilkan produk-produk baru yang berasal dari tanaman obat yang selama ini belum termanfaatkan. Misalnya saja tanaman pala yang banyak terdapat dikota Bogor dapat dikembangkan menjadi produk instan, sirup, dan juga kapsul. Strategi selanjutnya yang dapat dijalankan oleh Taman Syifa adalah mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar (WO2). Strategi ini dapat dilakukan dengan membedakan tenaga pemasar yang bertugas untuk mempersiapkan rencana-rencana pemasaran dengan tenaga pemasar yang bertugas mendistribusikan produk ke distributor-distributor. 137 Prioritas terakhir berdasakan hasil pengolahan vertikal elemen strategi pemasaran yaitu memperbaiki sistem pembayaran (ST2) yang memiliki sebesar 0,039. Sistem pembayaran yang selama ini dilakukan dengan sistem konsinyasi sebaiknya diperbaiki, misalnya dengan membayar persen tertentu ketika barang tiba dan sisanya dilunasi ketika barang terjual. Penerapan sistem tersebut akan berpengaruh positif terhadap kas perusahaan karena modal perusahaan tidak terlalu banyak berada di luar. Kas perusahaan dapat digunakan untuk hal lain, misalnya meningkatkan promosi dan pengembangan produk baru. Strategi Pemasaran Tingkat 1 Fokus Tingkat 2 Tujuan Meningkatkan penjualan (0,107) Memperluas pangsa pasar (0,203) Menghadapi persaingan (0,662) Tujuan 3 Alternatif Strategi SO1 (0,080) SO2 (0,064) SO3 (0,063) WO1 (0,162) WO2 (0,058) ST1 (0,144) ST2 (0,039) WT1 (0,194) Gambar 12. Hasil Pengolahan Vertikal Hierarki Pengambilan Keputusan Prioritas Strategi Pemasaran Taman Syifa WT2 (0,196) VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 1. Analisis terhadap lingkungan pemasaran perusahaan yang terdiri dari lingkungan internal dan eksternal menghasilkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan perusahaan antara lain, (1) kualitas produk yang baik, (2) Produk yang praktis dalam penggunaan, (3) harga yang relatif murah, (4) Unggul dalam penelitian dan pengembangan obat tradisional, dan (5) modal sendiri. Kelemahan yang dimiliki perusahaan antara lain, (1) distribusi yang terbatas, (2) promosi yang sederhana, sempit dan belum kontinyu, (3) merek yang belum kuat, (4) peran tenaga pemasar belum optimal, (5) adanya rangkap jabatan, dan (6) proses produksi sederhana. 2. Faktor yang menjadi peluang bagi perusahaan adalah (1) kenaikan harga obat paten, (2) keanekaragaman tanaman obat yang tinggi, (3) kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional, (4) kepercayaan masyarakat terhadap jamu dan obat tradisional secara turun temurun, (5) gaya hidup back to nature, (6) pola hidup masyarakat yang praktis, dan (7) kemudahan mendapat bahan baku. Sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah (1) daya beli konsumen menurun, (2) teknologi pengemasan yang sederhana, (3) anggapan bahwa obat tradisional lebih bersifat sebagai pemelihara kesehatan dibanding untuk mengobati, (4) sistem konsinyasi, dan (5) persaingan yang semakin ketat. 3. Total Skor yang diperoleh dari analisis matriks IFE yaitu sebesar 2,484. sedangkan total skor yang diperoleh melalui matriks EFE sebesar 3,043. Hal ini 139 menempatkan posisi perusahaan pada matriks IE di sel ke II yaitu tumbuh dan kembangkan (growth dand build). Strategi yang sesuai dijalankan perusahaan berdasarkan matriks IE adalah pengembangan produk, penetrasi pasar, dan pengembangan pasar. 4. Hasil analisis matriks SWOT menghasilkan sembilan alternatif strategi, yaitu meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk (SO1), meningkatkan inovasi yang mengarah kepada penambahan lini produk (SO2), menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya (SO3), meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien (WO1), mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar (WO2), mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing (ST1), memperbaiki sistem pembayaran (ST2), memperkuat merek (WT1), dan melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing (WT2). 5. Hirarki analitik pemilihan strategi pemasaran dengan menggunakan metode PHA terdiri dari tiga tingkat hirarki. Tingkat pertama adalah fokus perusahaan yaitu, strategi pemasaran. Tingkat dua adalah tujuan yang ingin diapai perusahaan dan pada tingkat tiga adalah alternatif strategi yang diperoleh dari matriks SWOT. 6. Hasil analisis vertikal terhadap elemen tujuan dengan menggunaka metode PHA menghasilkan urutan prioritas tujuan yang ingin dicapai perusahaan secara yaitu, menghadapi persaingan, memperluas pangsa pasar, dan meningkatkan penjualan. Sedangkan analisis vertikal terhadap elemen alternatif strategi menghasilkan prioritas strategi secara berurutan, yaitu melakukan riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing, memperkuat merek, 140 meningkatkan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien, mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk, meningkatkan inovasi yang mengarah kepada penambahan lini produk, menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya, mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar, memperbaiki sistem pembayaran. 8.2 Saran 1. Taman Syifa sebaiknya melakukan riset pasar untuk mengetahui strategi pemasaran yang dilakukan pesaing. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga seperti Balitro, Pusat Studi Biofarmaka, perusahaan sejenis dan juga dapat meminta pendapat konsumen mengenai strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan dan bagaimana jika dibandingkan dengan pesaing. 2. Taman Syifa sebaiknya memanfaatkan kegiatan promosi seperti pameran karena sesuai dengan kemampuan dan anggaran perusahaan. Promosi melalui personal selling sebaiknya ditingkatkan karena dapat meningkatkan pemahaman terhadap produk dan cepat dalam penyebarannya. 3. Taman Syifa diharapkan menambah lini produknya dengan mengembangkan tanaman obat lain sehingga memperluas pilihan konsumen dan akhirnya berdampak pada loyalitas konsumen. 4. Strategi harus dikomunikasikan kepada seluruh pihak yang terkait (pihak manajemen dan karyawan perusahaan) agar proses pencapaian tujuan strategis dapat dilakukan dengan lebih baik dan hasil yang dicapai sesuai dengan harapan. DAFTAR PUSTAKA Amir, M. Taufiq. 2005. Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Apriani, Widia. 2007. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Minuman Instant Berbahan Baku Biofarmaka pada Home Industri Lisna Agung Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 1999. Perusahaan atau Usaha Industri. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Tanaman Obat Tahun 2002-2003. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Kota Bogor dalam Angka 2006. Bogor. Jawa Barat. David, Fred. R. 2006. Manajemen Strategis. Terjemahan. Edisi ke 10. Salemba Empat. Jakarta. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, RI. 2007. Produsen Obat Tradisional Berbahan Baku Biofarmaka di Bogor. Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor. Kartajaya, Hermawan. 1997. Siasat Memenangkan Persaingan Global : Marketing Plus 2000. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Terjemahan. Jilid II Edisi Milenium. PT. Index. Jakarta. Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Terjemahan. Edisi ke 11. PT. Index. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2003. Perbandingan Permintaan Obat Modern dan Obat Tradisional. Jakarta. Malinda, Resya Rhema. 2005. Analisis Strategi dan Taktik Pemasaran Beras Pandan Wangi dan Manisan Khas Cianjur. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 142 Saaty, L. Thomas. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binama Pressindo. Jakarta. Saragih, Bungaran. 2001. Agribisnis: Paradigma baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia dan PT Surveyor Indonesia. Jakarta. Sari, Alisa Kartika. 2007. Analisis Strategi Pemasaran Madu pada Pusat Perlebahan Nasional (Pusbahnas) Parung Panjang, Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Subrata, M. Arya. 2004. Merancang Strategi dan Taktik Pemasaran untuk Meningkatkan Pangsa Pasar (Studi Kasus Macaroni Panggang, Bogor). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutrisno dan Silitonga. 2004. Artikel. Pengelolaan Plasma Nutfah Nabati dan Jasad Renik (Tumbuhan dan Tanaman sebagai Aset dalam Pemenuhan Kebutuhan Manusia). Syukur, Cheppy dan Hernani. 2003. Budidaya Tanaman Obat Komersial Cetakan Ketiga. Penebar Swadaya. Jakarta. Tim Martha Tilaar Inovation Center. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya. Jakarta. Tjiptono, Fandi. 2000. Prinsip dan Dinamika Pemasaran. J&J Learning. Yogjakarta. Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 143 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT PENENTUAN BOBOT DAN RATING TERHADAP FAKTOR STRATEGIS INTERNAL DAN EKSTERNAL IDENTITAS RESPONDEN Nama : ……………………………………… Jabatan: ……………………………………… Saya sangat berharap agar Bapak/Ibu dapat mengisi kuisioner ini dengan benar dan objektif, karena kuisioner ini merupakan alat bantu penelitian yang bermanfaat untuk memperoleh data yang akurat dan benar serta dapat menjadi masukan untuk penulisan Tugas Akhir (skripsi). Peneliti: Fanny Sefta Aditya Putri A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 144 Lanjutan Lampiran 1. A. PENENTUAN BOBOT FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL Tujuan : Mendapatkan penilaian dari para responden mengenai faktor-faktor strategis internal dan eksternal dengan cara pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut mempengaruhi atau menentukan keberhasilan perusahaan. Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuisioner dilakukan secara tertulis oleh para responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuisioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tanpa penundaan), agar terhindar dari inkonsistensi jawaban. 4. Responden berhak menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum dalam kuisioner ini, dengan alasan yang jelas dan akurat. 5. Responden dapat memiliki pandangan yang berbeda mengenai suatu faktor dalam kuisioner ini, baik dengan responden lainnya ataupun dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika memiliki alas an yang kuat. Petunjuk Khusus : 1. Nilai diberikan pada perbandingan berpasangan antara dua faktor (variabel horizontal-variabel vertikal) berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap perusahaan. Untuk menentukan bobot setiap faktor digunakan skala 1, 2, dan 3 dengan keterangan skala sebagai berikut: Nilai 1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. Nilai 2 : Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal. Nilai 3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. 2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal. 145 Lanjutan Lampiran 1. 1. Pembobotan Faktor Strategis Internal Faktor Strategis Internal A B C D E F G H I J K A B C D E F G H I J K Keterangan: Kekuatan: A. Kualitas produk baik (memiliki ijin dari Dinkes, label Halal, komposisi bahan utama tinggi dan alami) B. Produk yang praktis dalam penggunaan C. Harga relatif murah D. Unggul dan aktif dalam bidang penelitian dan pengembangan obat tradisional E. Menggunakan modal sendiri Kelemahan: F. Distribusi terbatas hanya sekitar kota Bogor G. Promosi masih sederhana, sempit, dan belum kontinyu H. Merek belum kuat (belum memiliki positioning dibenak konsumen dan merek tidak terdaftar) I. Peran tenaga pemasar belum optimal J. Adanya rangkap jabatan K. Proses produksi sederhana 146 Lanjutan Lampiran 1. 2. Pembobotan Faktor Strategis Eksternal Faktor Strategis Internal A B C D E F G H I J K L A B C D E F G H I J K L Keterangan: Peluang: A. Kenaikan harga obat paten B. Keanekaragaman tanaman obat sangat tinggi C. Kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional D. Kepercayaan masyarakat terhadap jamu dan obat tradisional secara turun temurun E. Gaya hidup back to nature F. Pola hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis G. Kemudahan mendapatkan bahan baku Ancaman: H. Daya beli konsumen menurun I. Teknologi pengemasan masih sederhana J. Anggapan bahwa obat tradisional lebih bersifat sebagai pemelihara kesehatan dibanding untuk mengobati K. Sistem konsinyasi (modal perusahaan berada diluar) L. Persaingan dalam industri semakin ketat 147 Lanjutan Lampiran 1. PENENTUAN RATING FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL Tujuan : Mendapatkan penilaian dari para responden mengenai kemampuan perusahaan dalam menghadapi faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengembangan perusahaan. Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuisioner dilakukan secara tertulis oleh para responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuisioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tanpa penundaan), agar terhindar dari inkonsistensi jawaban. 4. Responden berhak menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum dalam kuisioner ini, dengan alasan yang jelas dan akurat. 5. Responden dapat memiliki pandangan yang berbeda mengenai suatu faktor dalam kuisioner ini, baik dengan responden lainnya ataupun dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika memiliki alas an yang kuat. Petunjuk Khusus : I. Pemberian Rating Terhadap Kekuatan Petunjuk Pengisian : Pemberian rating pada faktor kekuatan digunakan skala 3 dan 4, dengan keterangan skala sebagai berikut : Nilai 3 = Jika faktor tersebut merupakan kekuatan kecil. Nilai 4 = Jika faktor tersebut merupakan kekuatan utama. II. Pemberian Rating Terhadap Kelemahan Petunjuk Pengisian : Pemberian rating pada faktor kelemahan digunakan skala 1 dan 2, dengan keterangan skala sebagai berikut : 148 Lanjutan Lampiran 1. Nilai 1 = Jika faktor tersebut merupakan kelemahan utama. Nilai 2 = Jika faktor tersebut merupakan kelemahan kecil. Nilai Rating Faktor Strategis Internal No Faktor Strategis Internal Kekuatan 1 Kualitas produk baik 2 Produk yang praktis dalam penggunaan 3 Harga relatif murah 4 Unggul dan aktif dalam bidang penelitian dan pengembangan obat tradisional 5 Menggunakan modal sendiri Kelemahan 6 Distribusi terbatas 7 Promosi sederhana, sempit, dan belum kontinyu 8 Merek belum kuat 9 Peran tenaga pemasar belum optimal 10 Adanya rangkap jabatan 11 Proses produksi sederhana Rating 4 3 2 Petunjuk Khusus: III. Penentuan Rating terhadap Peluang Petunjuk Pengisian : Pemberian rating pada faktor peluang digunakan skala 1 sampai dengan 4, dengan keterangan skala sebagai berikut : Nilai 4 = sangat tinggi, respon perusahaan dalam meraih peluang tersebut superior Nilai 3 = tinggi, respon perusahaan dalam meraih peluang tersebut diatas rata-rata Nilai 2 = rendah, respon perusahaan dalam meraih peluang tersebut rata-rata Nilai 1 = sangat rendah, respon perusahaan dalam meraih peluang tersebut kurang 1 149 Lanjutan Lampiran 1. IV. Penentuan Rating terhadap Ancaman Petunjuk Pengisian : Pemberian rating pada faktor ancaman digunakan skala 1 sampai dengan 4, dengan keterangan skala sebagai berikut : Nilai 4 = sangat tinggi, respon perusahaan dalam menghindari ancaman superior Nilai 3 = tinggi, respon perusahaan dalam menghindari ancaman diatas rata-rata Nilai 2 = rendah, respon perusahaan dalam menghindari ancaman rata-rata Nilai 1 = sangat rendah, respon perusahaan dalam menghindari ancaman kurang Nilai Rating Faktor Strategis Eksternal No Faktor Strategis Eksternal Peluang 1 Kenaikan harga obat paten 2 Keanekaragaman tanaman obat tinggi 3 Kebijakan pemerintah mendukung penggunaan obat tradisional 4 Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap jamu dan obat tradisional secara turun-temurun 5 Gaya hidup back to nature 6 Pola hidup masyarakat yang menyukai hal-hal praktis 7 Kemudahan mendapat bahan baku Ancaman 8 Daya beli konsumen menurun 9 Teknologi pengemasan sederhana 10 Anggapan bahwa obat tradisional lebih bersifat sebagai pemelihara kesehatan dibanding untuk mengobati 11 Sistem konsinyasi (modal perusahaan berada diluar) 12 Persaingan dalam industri semakin ketat Total Rating 4 3 2 1 150 Lanjutan Lampiran 1. KUISIONER PENELITIAN No. Responden Tanggal Pengisian : : Kuesioner ini digunakan dalam penelitian sebagai informasi dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi Strategi Pemasaran Obat Tradisional pada Taman Syifa di Kota Bogor, Jawa Barat” Oleh Fanny Sefta Aditya Putri (A14104093). Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. *Semua data dalam kuisioner ini dijamin kerahasiannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian I. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama : (L/P) Contact (HP/telpon) : Alamat/Domisili : Status pernikahan : (1) Belum Menikah (2) Menikah Umur : (1) 17-25 tahun (4) 46-55 tahun (2) 26-35 tahun (5) >55 tahun (3) 36-45 tahun Pendidikan terakhir : (1) SD (4) Diploma/akademi (2) SLTP (5) Sarjana (3) SLTA (6) Pascasarjana Pekerjaan : (1) Pelajar/mahasiswa (5) Ibu Rumah Tangga (2) BUMN/Pegawai Negeri (6) Pensiunan (3) Pegawai Swasta (7) Lainnya, sebutkan .............. (4) Wiraswasta/pengusaha Rata-rata Pendapatan per bulan : (1) Kurang dari Rp. 500.000,00 (2) Rp. 500.001,00 - Rp. 1.500.000,00 (3) Rp. 1.500.001,00 - Rp. 2.500.000,00 (4) Rp. 2.500.001,00 - Rp. 3.500.000,00 (5) Rp. 3.500.001,00 - Rp. 4.500.000,00 (6) Lebih dari Rp. 4.500.000,00 151 Lanjutan Lampiran 1. PERSEPSI ANDA TERHADAP ATRIBUT BAURAN PEMASARAN PRODUK “TAMAN SYIFA” : Beri tanda (X) pada skala evaluasi 5 angka berjajar dari 1 sampai 5 Menurut Anda, Produk Taman Syifa : 1 Harga sangat tidak terjangkau Harga sangat tidak sesuai dengan kualitas produk Rasa sangat tidak enak Komposisi produk sangat tidak jelas Penyajian sangat sulit Khasiat sangat tidak terasa Merek sangat tidak terkenal Variasi produk minuman instant sangat sedikit Kandungan zal alami sangat sedikit Kemasan sangat tidak menarik Ketersediaan sangat tidak mudah dijangkau Ketersediaan produk saat dibutuhkan sangat tidak baik Label (Izin Depkes, Halal, Tanggal Kadaluarsa) sangat tidak jelas Media promosi sangat tidak jelas Intensitas promosi sangat jarang 2 3 4 5 Harga sangat terjangkau Harga sangat sesuai dengan kualitas produk Rasa sangat enak Komposisi produk sangat jelas Penyajian sangat mudah Khasiat sangat terasa Merek sangat terkenal Variasi produk minuman instant sangat banyak Kandungan zat alami sangat banyak Kemasan sangat menarik Ketersediaan sangat mudah dijangkau Ketersediaan produk saat dibutuhkan sangat baik Label (Izin Depkes, Halal, Tanggal Kadaluarsa) sangat jelas Media promosi sangat jelas Intensitas promosi sangat sering Contoh : Harga : 1 = sangat mahal, 2 = mahal, 3 = cukup mahal, 4 = murah, 5 = sangat murah 154 Lanjutan Lampiran 1. Kuisioner Pemilihan Strategi dengan Metode Prinsip Hirarki Analitik (PHA) Petunjuk Skala Banding A sama-sama penting dibandingkan dengan B = 1 A agak lebih penting dibandingkan dengan B = 3 ; Bila sebaliknya B agak lebih penting dibanding A = 1/3 A lebih penting dibandingkan dengan B = 5 ; Bila sebaliknya B lebih penting dibanding A = 1/5 A sangat lebih penting dibandingkan dengan B = 7 ; Bila sebaliknya B sangat lebih penting dibanding A = 1/7 A mutlak lebih penting dibandingkan dengan B = 9 ;Bila sebaliknya B mutlak lebih penting dibanding A = 1/9 Nilai skala banding genap (2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8) diberikan untuk skala nilai pembandingan yang nilainya berada diantara dua nilai pembandingan ganjil yang berurutan atau bila kompromi dibutuhkan. Misalnya pada kasus A dibandingkan dengan B, Nilai A sedikit lebih penting hingga jelas lebih penting dibandingkan dengan B, maka nilai skala pembanding yang diberikan adalah antara 3 dan 5, yaitu 4 (atau ¼ bila sebaliknya) BAGIAN I Keterangan : Dalam memilih strategi pemasaran yang sesuai bagi Taman Syifa terdapat beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu: 1. Meningkatkan penjualan 2. Memperluas pangsa pasar 3. Menghadapi persaingan Instruksi 1 Bandingkan tingkat prioritas untuk setiap pasangan faktor-faktor yang dijadikan dasar pemilihan strategi pemasaran diatas dengan mengisinya pada matriks perbandingan berikut: B A Meningkatkan penjualan Memperluas pangsa pasar Menghadapi persaingan Meningkatkan penjualan x Memperluas pangsa pasar Menghadapi persaingan x x 155 Lanjutan Lampiran 1. Petunjuk Skala Banding A sama-sama penting dibandingkan dengan B = 1 A agak lebih penting dibandingkan dengan B = 3 ; Bila sebaliknya B agak lebih penting dibanding A = 1/3 A lebih penting dibandingkan dengan B = 5 ; Bila sebaliknya B lebih penting dibanding A = 1/5 A sangat lebih penting dibandingkan dengan B = 7 ; Bila sebaliknya B sangat lebih penting dibanding A = 1/7 A mutlak lebih penting dibandingkan dengan B = 9 ;Bila sebaliknya B mutlak lebih penting dibanding A = 1/9 Nilai skala banding genap (2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8) diberikan untuk skala nilai pembandingan yang nilainya berada diantara dua nilai pembandingan ganjil yang berurutan atau bila kompromi dibutuhkan. Misalnya pada kasus A dibandingkan dengan B, Nilai A sedikit lebih penting hingga jelas lebih penting dibandingkan dengan B, maka nilai skala pembanding yang diberikan adalah antara 3 dan 5, yaitu 4 (atau ¼ bila sebaliknya) BAGIAN II Keterangan : SO1 :Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk serta keterjaminan keamanan produk SO2 :Meningkatkan inovasi obat tradisional yang mengarah kepada penambahan lini produk yang praktis dalam penggunaan SO3 : Menambah variasi produk dengan menggali khasiat tanaman obat lainnya WO1 : Meningkatkan WO2 : Mengoptimalkan fungsi tenaga pemasar ST1 : Mempertahankan harga yang kompetitif dengan pesaing ST2 : Memperbaiki WT1 : Memperkuat WT2 :Melakukan aktivitas promosi dan distribusi yang efektif dan efisien sistem pembayaran merek agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis riset pasar untuk mengetahui perkembangan strategi pemasaran yang dilakukan pesaing 156 Lanjutan Lampiran 1. Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara alternatif strategi berikut dalam kaitannya dengan kriteria meningkatkan penjualan. SO1 dibandingkan dengan SO2 SO1 dibandingkan dengan SO3 SO1 dibandingkan dengan WO1 SO1 dibandingkan dengan WO2 SO1 dibandingkan dengan ST1 SO1 dibandingkan dengan ST2 SO1 dibandingkan dengan WT1 SO1 dibandingkan dengan WT2 SO2 dibandingkan dengan SO3 SO2 dibandingkan dengan WO1 SO2 dibandingkan dengan WO2 SO2 dibandingkan dengan ST1 SO2 dibandingkan dengan ST2 SO2 dibandingkan dengan WT1 SO2 dibandingkan dengan WT2 SO3 dibandingkan dengan WO1 SO3 dibandingkan dengan WO2 SO3 dibandingkan dengan ST1 SO3 dibandingkan dengan ST2 SO3 dibandingkan dengan WT1 SO3 dibandingkan dengan WT2 WO1 dibandingkan dengan WO2 WO1 dibandingkan dengan ST1 WO1 dibandingkan dengan ST2 WO1 dibandingkan dengan WT1 WO1 dibandingkan dengan WT2 WO2 dibandingkan dengan ST1 WO2 dibandingkan dengan ST2 WO2 dibandingkan dengan WT1 WO2 dibandingkan dengan WT2 ST1 dibandingkan dengan ST2 ST1 dibandingkan dengan WT1 ST1 dibandingkan dengan WT2 ST2 dibandingkan dengan WT1 ST2 dibandingkan dengan WT2 WT1 dibandingkan dengan WT2 157 Lanjutan Lampiran 1. Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara alternatif strategi berikut dalam kaitannya dengan kriteria memperluas pangsa pasar. SO1 dibandingkan dengan SO2 SO1 dibandingkan dengan SO3 SO1 dibandingkan dengan WO1 SO1 dibandingkan dengan WO2 SO1 dibandingkan dengan ST1 SO1 dibandingkan dengan ST2 SO1 dibandingkan dengan WT1 SO1 dibandingkan dengan WT2 SO2 dibandingkan dengan SO3 SO2 dibandingkan dengan WO1 SO2 dibandingkan dengan WO2 SO2 dibandingkan dengan ST1 SO2 dibandingkan dengan ST2 SO2 dibandingkan dengan WT1 SO2 dibandingkan dengan WT2 SO3 dibandingkan dengan WO1 SO3 dibandingkan dengan WO2 SO3 dibandingkan dengan ST1 SO3 dibandingkan dengan ST2 SO3 dibandingkan dengan WT1 SO3 dibandingkan dengan WT2 WO1 dibandingkan dengan WO2 WO1 dibandingkan dengan ST1 WO1 dibandingkan dengan ST2 WO1 dibandingkan dengan WT1 WO1 dibandingkan dengan WT2 WO2 dibandingkan dengan ST1 WO2 dibandingkan dengan ST2 WO2 dibandingkan dengan WT1 WO2 dibandingkan dengan WT2 ST1 dibandingkan dengan ST2 ST1 dibandingkan dengan WT1 ST1 dibandingkan dengan WT2 ST2 dibandingkan dengan WT1 ST2 dibandingkan dengan WT2 WT1 dibandingkan dengan WT2 158 Lanjutan Lampiran 1. Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara alternatif strategi berikut dalam kaitannya dengan kriteria menghadapi persaingan. SO1 dibandingkan dengan SO2 SO1 dibandingkan dengan SO3 SO1 dibandingkan dengan WO1 SO1 dibandingkan dengan WO2 SO1 dibandingkan dengan ST1 SO1 dibandingkan dengan ST2 SO1 dibandingkan dengan WT1 SO1 dibandingkan dengan WT2 SO2 dibandingkan dengan SO3 SO2 dibandingkan dengan WO1 SO2 dibandingkan dengan WO2 SO2 dibandingkan dengan ST1 SO2 dibandingkan dengan ST2 SO2 dibandingkan dengan WT1 SO2 dibandingkan dengan WT2 SO3 dibandingkan dengan WO1 SO3 dibandingkan dengan WO2 SO3 dibandingkan dengan ST1 SO3 dibandingkan dengan ST2 SO3 dibandingkan dengan WT1 SO3 dibandingkan dengan WT2 WO1 dibandingkan dengan WO2 WO1 dibandingkan dengan ST1 WO1 dibandingkan dengan ST2 WO1 dibandingkan dengan WT1 WO1 dibandingkan dengan WT2 WO2 dibandingkan dengan ST1 WO2 dibandingkan dengan ST2 WO2 dibandingkan dengan WT1 WO2 dibandingkan dengan WT2 ST1 dibandingkan dengan ST2 ST1 dibandingkan dengan WT1 ST1 dibandingkan dengan WT2 ST2 dibandingkan dengan WT1 ST2 dibandingkan dengan WT2 WT1 dibandingkan dengan WT2 159 Lampiran 2. Hasil Kuisioner Pemberian Bobot terhadap Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pakar I (Pemilik Perusahaan) Faktor Strategis Internal A B C D E F G H I J K Total A B 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 Faktor Strategis Eksternal A B C D E F G H I J K L 1 2 1 1 2 1 2 1 1 A B 1 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 2 C 3 3 3 3 2 3 3 3 1 1 C 1 1 3 2 2 2 1 3 2 3 1 3 1 3 2 3 3 3 3 3 3 D 2 2 1 1 2 1 3 2 1 1 D 1 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 E 3 3 1 3 F 3 3 2 2 1 3 3 2 2 1 3 E 1 2 1 2 2 3 2 2 2 3 3 G 3 2 1 3 1 2 2 2 2 1 1 F 1 2 2 1 2 2 1 2 3 3 3 H 3 3 1 1 2 2 2 2 2 1 2 G 1 3 1 1 1 2 2 1 2 H 2 1 1 1 2 3 2 2 2 2 2 2 I 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 I 3 2 1 1 2 2 2 3 1 1 1 3 3 3 3 J 1 1 1 1 2 1 2 3 1 2 3 J 3 3 3 3 3 3 3 3 2 K 3 3 3 3 1 3 2 2 2 1 Total 27 26 15 24 16 21 21 21 21 11 17 220 Bobot 0.123 0.118 0.068 0.109 0.073 0.095 0.095 0.095 0.095 0.05 0.077 1 L 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 Total 15 21 18 15 21 22 25 26 19 26 26 30 Bobot 0.057 0.08 0.068 0.057 0.08 0.083 0.095 0.098 0.072 0.098 0.098 0.114 3 K 1 3 1 1 1 1 2 3 1 2 2 Lanjutan Lampiran 2. Pakar II (Sekretaris Perusahaan) Faktor Strategis Internal A B C D E F G H I J K Total A 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 B 3 1 2 2 1 2 2 3 2 1 C 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 D 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 E 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 F 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 G 3 2 1 3 1 1 3 2 2 2 H 3 2 1 2 1 1 1 2 2 2 I 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 J 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 K 2 3 1 3 1 1 2 2 2 2 Total 26 21 12 25 13 12 20 23 24 23 21 220 Bobot 0.118 0.095 0.055 0.114 0.059 0.055 0.091 0.105 0.108 0.105 0.095 1 160 Faktor Strategis Eksternal A B C D E F G H I J K L Total A 3 3 3 3 3 3 2 3 3 1 3 B 1 1 3 2 2 2 3 3 3 1 3 C 1 3 2 2 2 2 3 3 3 1 3 D 1 1 2 2 2 2 2 3 3 1 3 E 1 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 F 1 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 G 1 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 H 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 I 1 1 1 1 1 1 3 3 3 2 3 J 1 1 1 1 2 2 2 3 1 1 3 K 3 3 3 3 2 1 2 3 2 3 3 L 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 Total 14 20 19 22 20 19 23 30 24 26 16 31 264 Bobot 0.053 0.076 0.072 0.083 0.076 0.072 0.087 0.113 0.091 0.099 0.061 0.117 1 161 Lampiran. 3 Cara Perhitungan Matriks IFE dan EFE Bobot Faktor Strategis Internal Pakar I Pakar II Rata-Rata 0.123 0.118 0.121 0.118 0.095 0.107 0.068 0.055 0.062 0.109 0.114 0.112 0.073 0.059 0.066 0.095 0.055 0.075 0.095 0.091 0.093 0.095 0.105 0.1 0.095 0.108 0.102 0.05 0.105 0.076 0.077 0.095 0.086 Total Bobot Faktor Strategis Eksternal Pakar I Pakar II Rata-rata 0.057 0.053 0.055 0.08 0.076 0.078 0.068 0.072 0.07 0.057 0.083 0.07 0.08 0.076 0.078 0.083 0.072 0.078 0.095 0.087 0.091 0.098 0.113 0.106 0.072 0.091 0.082 0.098 0.099 0.099 0.098 0.061 0.08 0.114 0.117 0.115 Total Rating Faktor Strategis Internal Pakar I Pakar II Rata-Rata 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1.5 2 2 2 2 2 2 Rating Faktor Strategis Eksternal Pakar I Pakar II Rata-Rata 3 3 3 3 3 3 3 4 3.5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 3 2 3 2.5 3 3 3 1 2 1.5 3 2 2.5 Skor Rata-Rata Tertimbang 0.482 0.426 0.185 0.448 0.198 0.075 0.093 0.1 0.153 0.152 0.172 2.484 Skor Rata-Rata Tertimbang 0.165 0.234 0.245 0.28 0.312 0.31 0.273 0.317 0.205 0.296 0.119 0.288 3.043 Lampiran 4. Hasil Pengolahan dengan Metode Prinsip Hirarki Analitik Hasil Pengolahan Horisontal Elemen Tujuan Hasil Pengolahan Horisontal Elemen Alternatif Strategi Hasil Pengolahan Vertikal Elemen Tujuan Hasil Pengolahan Vertikal Elemen Alternatif Strategi Lampiran 5. Produk Taman Syifa