KEMUNGKINAN PENGGUNAAN TENAGA ATOM UNTUK PEMBERANTASAN HAMA PENGGEREK PUCUK PUTIH (SCIRPOPHAGA NIVELLA F.) PADA TANAMAN TEBU Oleh: Ir. SARDJONO HATMOSUWARNO Akademi Gula Negara Yogyakarta PENGANTAR Diantara homo_homo yang menyerang tanaman tebu yang memang merupakan homo asli tanaman tersebut, maka penggerek pucuk putih merupakan salah satu yang mem_ punyai arti ekonomi terpenting. Sampai sekarang homo ini dapat dikatakan belum dapat diatasi dengan sempurna, bahkan dibeberapa perkebunan tebu ado sebagian kebun yang terpaksa tak dapat dipungut hasilnya karena hebatnya serangan homo ini. Penggerek pucuk putih merupakan ulat (larva) dari kupu-kupu Scirpophaga njvella F., merupakan kupu-kupu yang aktip poda waktu malam hari. Nama homo dalam arti praktis lebih terkenal sebagai "penggerek" yang menyatakan tingkatan (stadia) larva dari serangga tersebut. Nama penggerek memang tepat sekal i karena bagian tanaman tebu baik daun maupun pucuk batang yang terserang homo ini menunjukkan gejala se_ rangan adanya luka-Iuka bekas gerekan. Bahkan serangan pada pucuk tebu disamping 1uka gerekannya sendiri sel 01u terdapat sis~_sisa gerekan yang berupa tepung. Sesuai dengan namanya penggerek pucuk putih, serangannya pada tanaman tebu hanya terbatas pada bagian pucuk batang meliputi bagian daun don dengan melalui titik tum_ buh, penggerek merusak bagian ini serta bagian batang dibawah titik tumbuh ini. Di_ sebut penggerek pucuk putih karena disamping larvanya sebagai penggerek, kupu_kupunya sendiri mempunyai warna putih. Bahwa penggerek pucuk putih ini mempunyai arti ekonomis yang besar diantara hama_hama yang lain, oleh karena dapat menimbulkan angka kerugian yang terbesar. Penggerek pucuk sendiri dapat menimbulkan kerugian sampai ± 9%, sedangkan bila berada bersama _ soma dengan penggerek batang kerugian yang diakibatkannya dapat sampai ± 12%. Homo-homo yang lain (disamping kedua hama ini) paling banyak secara keseluruhan dapat menimbulkan kerugian sampai ± 5% soja. Oleh karena arti ekonomis yang besar inilah terhadap homo ini sudah sejak lama dilakukan usaha_usaha pemberantasan. Namun demikian walaupun semua cara pemberan_ tasan homo yang telah lama dipakai untuk homo_homo yang lain dicoba untuk penggerek pucuk ini, tetapi sampai sekarang belum ado satu cora pemberantasanpun yang dapat dianggap memuaskan. Cora_cora yang dimaksud misal nya dengan teknik bercocok tanam, dengan sel eksi, secara biologi, secara kimia dan secara mekanik. Apakah yang sebetulnya menjadi sebab gagal nya usaha_usaha pemberantasan ini? Banyak faktor yang dapat 126 disebut, diantaranya:' masi ng_masi ng cora mempunyai kel emahan_kel emahannya sendiri; pemberantasan secara keseluruhan hampir tak mungkin dapat dilaksanakan; don juga kurangnya pengetahuan dari fihak pelaksana pemberantas sendiri. Pemberantasan secara mekanik misalnya, hanya dapat efektip apabila serangannya belum begitu meluas serta hanya dapat dilakukan dikebun_kebun dimana tenaga kerja bukan merupakan persoalan pokok. Dari edaran hidupnya maka tingkatan hidup yang berada diluar tanaman tebu lebih pendek dari pada yang berada didalam tanaman tebu, sehingga pemberantasan secara kimia hanya dapat dilakukan pada waktu yang relatip pendek sekali; lebih_lebih bila diingat bahwa tingkatan serangga yang merusak justru berada didalam tubuh tanam_ an yang sukar dapat dikenai obat. Akhir_akhir ini penggunaan isotop radioaktip, baik dalam arti sebagai zat perunut maupun sebagai zat aktip mempengaruhi sel atau jaringan mulai dipraktekkan dilapangan pertanian yang meliputi bidang_bidang: cocok tanam, seleksi, pemupukan don lain_ lain. Didalam homo tanamanpun walaupun di Indonesia belum sebegitu jauh diselidiki dibanding dengan bidang yang lain, namun diluar negeri telah banyak dilakukan penye·'Iidikan kearah ini terutama dibidang pemberantasan homo. Bahkan berdasarkan hasil_ hasil yang dicapai diluar negeri sangat mengagumkan, karena kadang_kadang dengan penggunaan tenaga atom ini suatu jenis serangga yang merupakan homo dapat musnah soma sekali. Penyelidikan diluar negeri terutama dilakukan terhadap lalat_lalat buah. Sebetul nya usaha dengan penggunaan tenaga atom ini dapat dibagi dalam duo golongan usaha, yaitu : usaha_usaha pemandulan don usaha_usaha pembunuhan serangga secara langsung. Oleh karena itu penggunaan atom selanjutnya ditujukan untuk mencari dosis mandul don dosis_dosis kematian (lethal dosis). Sinor_sinor yang dapat dihasilkan oleh zat_zat radioaktip atau isatop_isotop memang telah terbukti dapat mempengaruhi kesuburan serangga, baik serangga jantan maupun betinanya. Teristimewa sinor gamma yang mempunyai daya tembus relatip sangat besar, seri ng pengaruh ini nampak sekal i • Kehidupan serangga dapat dipisahkan menjadi beberapa tingkatan, atau selama masa hidupnya serangga mengalami pergantian bentuk (metamorphosa). Untuk serangga yang menunjukkan pergantian bentuk dengan sempurna, urut _ urutan pergantian bentuk ini adalah: telur _ larva _ pupa _ imago; sedangkan yang metamorphosenya tidak sem_ purna : telur - nymphe - imago. Didalam usaha pemandu1af] atau pembunuhan serangga masing -masing tingkatan hidup ini sebetulnya dapat kita perlakukan dengan isotop radioaktip sehingga mengalami keadaan tertentu sesuai dengan kemauan kita. Didalam keadaan alam murni masing_masing tingkatan hidup serangga ini tidak banyak mengalami gangguan dibanding apabila serangga ini dengan suatu cora tertentu diternakkan di_ laboratarium misalnya. Walaupun demikian mudah dimengerti bahwa terjadinya kehidupan dari tingkatan hidup yang mendahuluinya kemungkinannya akan diperkecil dengan makin jauhnya jarak tingkatan itu masing_masing, karena gagalnya satu tingkatan untuk me_ masuki stadia berikutnya. Jelasnya demikian: kemungkinan pupa untuk menjadi imago tentu lebih besar dari pada kemungkinan larva untuk menjadi imago. Oleh karena itu didalam memilih tingkatan hidup serangga yang akan kita beri tindakan, kita tak dapat terlepas dari segi biologi dari serangga don tujuan dari tindakan ini, tujuan mana untuk nanti dapat digunakan secara praktis. Usaha_usaha pemandulan serangga (terutama terhadap serangga jantan) telah lama disel idiki. Memang didalam pelaksanaan pemberantasan homo usaha_usaha pemandulan i ni akan Iebih ekonomis dibandi ng dengan usaha_usaha pembasmian serangga (homo) dengan pembunuhan secara Iangsung. Hal ini disebabkan karena dosis mandul bagi serangga selalu lebih kedl dari pada dosis kematian (lethal dosis). Tentu soja pada keadaan_keadaan yang memaksa kitapun harus menggunakan dosis lethal ini, yaitu apabila tingkatan hidup serangga yang akan kita musnahkan berada didalam bag ion tanaman yang sukar dicapai oleh manusia dengan alat apapun. 127 Serangga_serangga yang mandul akibat penyinaran ini disebabkan karena kerusakan didalam alat reproduksinya (testes untuk yang jantan don ovar ium untuk yang betina). Selanjutnya penyinaran serangga dengan isotop_isotop radioaktip ini dapat dilakukan terhadap seluruh tingaktan hidupnya serangga dengan tujuan akhir yang sama. Dalam pertimbangan tertentu kita harus memilih tingkatan hidup dimana kemungkinan untuk diberi penyinaran dan efek penyinaran selanjutnya dapat sebaik-baiknya. BAHAN DAN CARA PENYELIDIKAN Untuk keperluan penyelidikan ini diperlukan bahan_bahan yang berupa: a. bahan yang disinari (salah satu tingkatan serangga) b. isotop radioaktip yang digunakan untuk menyinari Sebelum bahan_bahan ini dibicarakan satu persatu, perlu kiranya dikemukakan se_ cara singkat mengenai prinsip dari tujuan penyelidikan: bahwa dengan penyinaran ter_ hadap satu tingkatan hidup serangga penggerek pucuk putih dengan dosis tertentu di_ harapkan agar tingkatan dewasa (dalam hal ini kupu_kupu) menjadi mandul sehingga telur_telur yang dihasilkan oleh serangga tersebut tak dapat menetas. Tujuan ini didasar_ kan pada analogi dari penemuan diluar negeri yang telah disebutkan didalam pendahuluan dari tulisan ini secara singkat pula. Oleh karena itu sebetulnya penulis telah melakukan penyelidikan pula yang merupakan tahap yang mendahului dari pada tahap penyinaran serangga ini yaitu penyelidikan mengenai biologi dari serangga penggerek ini dan kemungkinan untuk memeliharanya diluar keadaannya yang ideal dikebun tebu. Antara lain telah diketemukan bahwa kupu_kupu betina umumnya hanya kawin satu kali saja selama hidupnya, sedangkan seekor kupu jantan dapat mengawini lebih dari seekor kupu betina. Oleh karena itu apabila seekor kupu betina telah dikawini oleh seekor jantan yang mandul akan menghasilkan telur_telur yang semuanya tak dapat menetas walaupun tel ur _ tel ur ini terjadinya tidak usah pada satu periode. Sebal iknya serangga jantan yang sudah mandul karena dapat mengawini lebih dari seek or betine, maka apabila pada suatu peri ode tertentu dapat disediakan serangga jantan yang mandul dalam jumlah yang cukup banyak dan dapat disebarkan dikebun maka kemungkinan besar serangga jantan yang mandul ini dapat menyebabkan sejumlah betina tertentu menghasilkan telur_ telur yang tak dapat menetas. Demikianlah secara berangsur_angsur populasi serangga dikebun dapat dikurangi sampai pada suatu saat habis sama sekal i. a. Bahan yang disinari Oleh penulis dipilih tingkatan pupa (kepompong) berdasarkan pendapat bahwa penyinar_ an pada tingkatan ini adalah yang paling tepat dengan alasan bahwa penyinaran pada ti ngkatan sebel umnya (ul at) memerl ukan waktu yang lebih lama untuk menjadi kupu_ kupu. Penyinaran pada tingkatan kupu_kupu kurang efektip pula mengingat umur kupu sangat pendek dan kupu_kupu sudah akan kawin sesaat setelah terjadi kepompong, se_ hingga kemungkinan besar penyinaran pada tingkatan kupu_kupu ini mendapat kesukaran didalam menentukan waktunya. b. Isotop radioaktip Sebagai isotop rodioaktip untuk penyinaran digunakan UNIT kepunyaan Fakultas IImu Pasti dan Alam U.G.M., ber 1960 mempunyai kekuatan 1,2 x 105 Rads/jam. gamma, dari CO BAL T yang pada tanggal 3 Nopem_ Co60 Bahan yang disinari adalah kepompong yang harus kita peroleh pada suatu waktu tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Oleh karena itu dalam tahap pertama dari penyelidikan penulis terlebih dahulu telah dicoba untuk mendapatkan cara yang sebaik_ baiknya dalam menternakkan serangga ini diluar keadaan aslinya dikebun. Untuk keperluan ini oleh penulis telah dicoba beberapa macam cara untuk memelihara ulat diluar pucuk tebu, sebab pemeliharaan pada pucuk tebu sangat memerlukan banyak 128 bahan dan tenaga pelaksana, lagi pula sukar untuk mendapatkan/menghasilkan sejumlah kepompong tertentu dalam waktu yang singkat. Dari beberapa macam cora yang telah dicoba oleh penulis maka pemeliharaan ulat dengan media (makanan ulat) berupa ampas tebu yang diberi larutan gula D sebesar 10%, merupakan cora yang paling ba_ nyak dapat menghasilkan kepompong. Oleh karena waktu untuk menjadi kepompong dari ulat_ulat ini agak lama maka sering ampas ini menjadi asam sebelum ulat menjadi kepompong, ha I mana sangat mengganggu pembentukan kepompong _ kepompong ini • Oleh karena itu ampas harus selalu diganti dengan jarak 2 hari sekali, jarak mana dapat diperpanjang apabila pada ampas tersebut diberikan pula larutan: formalin 0,8 1%. Dengan cora ini dapat dipelihara banyak sekali ulat dalam satu petri_schaal (cowan petri) atau gelas museum besar don dari sejumlah ulat ini kira_kira 80% dapat berhasil mencapai ti ngkatan kepompong. Kepompong yang telah diperoleh dengan cara ini kemudian ditempatkan pada kantong_ kantong plastik dengan ukuran panjang 15 cm dan lebar 10 cm. Masing_masing kantong diisi 10 kepompong jantan atau betina (sedapat mungkin dipilih yang umurnya kira_ kira soma). Untuk mencegah menjadi keringnya kepompong_kepompong ini, didalam plastik diberikan pula potongan _ potongan daun pisang. Selanjutnya kantong_kantong plastik yang berisi kepompong ini telah siap untuk disinari. Penyinaran dilakukan dengan Co60 gamma memakai Cobalt unit di FIPA UGM dengan suatu seri dosis tertentu. Untuk mempercepat waktu dan memudahkan pekerjaan bukan dosisnya yang dipakai sebaga; pedoman, melainkan waktu penyinaran yaitu masing_ masing: 10"; 25" dan 50". Bahan _bahan yang telah disinari kemudian dipelihara didalam kurungan homo (coi) dengan ukuran tinggi 35 cm; panjang = lebar = 45 cm. Jumlah coi 10 buah, masing_ masing coi diberi nomor 1 sid 10 untuk mempermudah pengamatan don pencacahan. Kepompong_kepompong yang sudah disi nari kemudian dikel uarkan dari kantong_kantong plastik dan dipelihara pada cawan_cawan petri sampai menjadi kupu-kupu. Ternyata prosentase menjadinya kupu _ kupu dari kepompong akan diperbesar apabila cowan petri ini diberi alas daun pisang don diatas kepompong_kepompong ini diletakkan pul a potongan_potongan daun pisang. Cowan petri yang digunakan mempunyai ukuran garis tengah wadah 14 cm. don tutup 15 cm. masing_masing petri dalam 1 coi diberi 20 kepompong (10 kepompong jantan don 10 kepompong betina). Kepompong_kepompong dipelihara sampai menjadi kupu_kupu. Untuk pemel iharaan kupu-kupu yang terjadi pada coi ini diletakkan rayungan tebu yang ditanam pada pot_pot kedl dari tanah, sehingga kupu-kupu yang terjadi setelah melakukan perkawinan dapat meletakkan telur_telurnya pada daun_daun tebu ini. Terhadap telur_telur yang terjadi dilakukan pengamatan apa_ kah nantinya dapat menetas atau tidak, bagaimana morphologi telur don sebagainya. Kepompong_kepompong yang diletakkan ini telah mendapat perlakuan sbb : pada masing_masing _ kepompong kepompong jantan betina - kepompong kepompong jantan betina _ _ _ kepompong jantan kepompong beti na kepompong jantan kepompong betina cawan petri ditiap_tiap coi disinari disinari disinari tak di si nari tak di sinari disinari tak disinari tak disinari kontrol. Masing_masing perlakuan 3 dosis sehingga untuk satu kali percobaan diperlukan 9 coi don 1 coi untuk kontrol. Percobaan ini oleh penulis telah diulangi 5 kali dengan hasil pengamatan yang dapat dibaca pada daftar. 129 u HASIL PENYELIDIKAN Hasil penyelidikan DAFTAR dapat diketahui dari daftar_daftar Dosis_dosis penyinoran, banyaknya jenis kupu yang terjadi, koloni telur yang terjadi dan banyaknya koloni telur yang menetas Percobaan I : yang terj adi -- - - --- No 130 ini. PENGAMATAN banyaknya - dibawah 456-1 beti na betina jantan 25_2_66 -koloni 10" s.d.a. 50" 25" 2613dan Dosis telur menetas s.d.a. betina Kete _betina jantan Tanggal 10 jantan 1telur 012Koloni 32512penyinaran*) jantan rangan Banyak Banyak Banyaknya dan jeniskupu_ yang . u Percobaan II : --- - ---- yang terjadi No 3- jantan betina 56474Koloni jantan 17_3_66 telur -telur 25" menetas 10" betina nakupu_ s.d.a. koloni .4 s.d.a. 50" i.d.a. Kete -beti 9 jantan 1Banyak 013155227a Tonggol rangan 46penyinaran*) 10 jantan Banyak jenis dan dan yang 3632Dosis Banyaknya Percobaan III : - - --- terj adi No 27 betina telur 25" 134penyinaran*) 50" 2Dosis 7_4_66 telur 10" Kete Koloni _jantan koloni s.d.a. Tanggal yang jenis rangan yang 10 jantan Banyak Banyaknya dankupu_menetas kupu 131 0. 7. u 5 betina jantan 25" betina 50" betina 25" 50" 10" s.d.a. 10" 10" 4. II 2I12 s.d.a. 2634Is.d.a.III 38510 56736 betina jantan jantan jantan I 8 jantan I I 10 betinaI -- 10 10 betina betina 10 betina Percobaan IV : -- - --- 7532138- -betina jantan 28_4_66 48-Dosis -225" -telur 25" koloni Kete _betina s.d .a. betina 10" 7610" 128376554penyinaran*) 50" s.d.a. betina s.d.a. rangan Tanggal yang jantan jenis 10 1telur 0Koloni jantan Banyak Banyaknya dankupu-menetas jantan yang terj adi No 132 pu Percobaan V : ---- --- yang terj adi No -1156 beti betina nono 537243Koloni jantan 50" 5-236koloni 20_5_66 -don beti Kete telur _jantan Dosis telur s.d.a. 432penyinaran*) betina 12 25" 10" s.d.a. s.d.a. 25" Tanggal Banyak 10 rangan yang Banyaknya jenis kupu_menetas J10 6 jantan jantan PERHITUNGAN a. Dosis penyinaran Dosis penyinaran pada tahun penyelidikan pertengahan percobaan). Kekuatan Co60 (perhitungan untuk bulan April 1966 = bulan gamma pada tanggal 3 Nopember 1960, = 1,2 X 105 Rads./jam. 3 Nopember 1960 sid 8 April 1966 = 5,432 tahun. Half life Co60 = 5,3 tahun n 1,03. = 5,432 : 5,3 = 1,025 = 0,4895 Rontgen = 0,93 rods. D.R. = (1,2 x 105) : 0,93 x 0,4895 Rontgen/Jam = 63053,7634 Rontgen/Jam. D.R. 1 detik = 63053,7634 : 3600 Rontgen = 17,5 Ro. 133 D.R.l0 25 detik = detik = 50 detik 175 Ro. 437,5 Ro. = 875 Ro. b. Perhitungan statistik berdasar hasil pengamatan Perhitungan secara tulisan ini, sebagai II dan daftar III, statistik dari hasil pengamatan tidak diberikan ringkasan kesimpulan dari perhitungan ini dapat yang masing_masing menunjukkan: seluruhnya dilihat pada 1. Daftar II : Daftar lakuan mengenai besarnya = x ; dan besarnya nilai rata_rata pengamatan dari hasil standar deviasi pangkat dua = T2 2. Daftar III : Daftar yang besarnya menyatakan harga t berdasarkan dalam daftar per_ perhitungan. Daftar II BESARNYA = == = = 52,2 14,2 4,4 0,8 3,8 6,2 4,6 4,8 4,2 5,2 0,4 3,6 2,8 0,2 3,4 2,4 6,6 No. I. 134 NILAI RATA_RATA PENGAMATAN BESARNYA STANDAR (DEVIASI) xxxJantan xxT2 Betina Jantan xJantan xT2 = 10" 25" 2menetas 50" 25" Tel Perl Telur Jantan ur3== Jantan Jx antan 10" Jantan f2 0,1 T2 =akuan r2 r2= 0,4 0,46 0,04 0,44 1,60 0,04 0,46 0,16 1,91 1,86 T2 === r2 3,64 1,85 0,86 T2= 0,86 5,04 2,7 0,44 T2 r2.= 0,54 0,74 0,06 0,14 1,24 r2 0,26 0,46 1:04 T2= T2 == 0,1 0,14 DARI HASIL PERLAKUAN PANGKAT DUA = r2• = x, DAN Daftar III BESARNYA HARGA "t" BERDASARKAN PERHlnJNGAN +++ X. VIII. +VII. ++IX. -- tt0,36 00,20 Telur Beti no Tel urt0,44 menetas 2,64 0,47 2,29 0,92 1,43 5,79 1,66 5,79 0,47 0,27 0,87 3,25 4,02 1,43 0,37 0,92 0,89 6,67 2,45 0,24 2,11 7,27 1,50 1,2 1,05 7,29 2,09 7,47 2,69 2,11 1,89 Jantan 1,84 9,05 Perlakuan KESIMPULAN Dari hasil pengamatan don perhi tungan _ perhitungan yang tel ah dilakukan secara statistik maka mengenai hasil percobaan ini dapatlah disimpulkan sebagai berikut: Kepompong_kepompong yang telah disinari dengan Co 60 gamma masih sanggup untuk menjadi kupu_kupu don kupu_kupu yang terjadi sanggup pula untuk bertelur asalkan penyinaran dibatasi pada dosis tertentu. - Telur_telur yang terjadi pada serangga yang kepompongnya disinari ini masih ado pula yang dapat menetas dengan batas dosis yang lebih kedl dari pada dosis untuk terjadinya telur_telur. a. Terjadinya kupu-kupu dari kepompong tiap perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol sbb. : adalah - Tidak ado perbedaan yang nyata antara kupu_kupu yang terjadi dari kepompong jantan dari kontrol dengan kepompong_kepompong jantan yang disinari dengan dosis 175 r. - Perbedaan ini juga tidak nyata pada kepompong yang disinari dengan dosis 437,5 r. Kepompong yang disinari dengan dosis 875 r. menunjukkan perbedaan yang sangat jelos dengan kontrol dalam kesonggupannya untuk menjadi kupu_kupu, dalam arti ke_ pompong yang disinari menunjukkan kesanggupan yang lebih kecil. Hal_hal yang sudah disebutkan diatas berlaku pula untuk jenis kepompong betina. - Apabila baik kepompong jantan maupun kepompong betina kita sinari masing_masing dengan dosis 175 r, 437,5 r don 875 r, kemudian kita pel ihara bersama_sama (dibogi dalam golongan berdasar dosis penyinaran yang soma), keadaannya hampir soma dengan hal_hal yang sudah disebut di atas hanya terdapat satu perkecual ion yaitu terj adi nya 135 kupu-kupu dari kepompong jantan bedaan yang nyata dengan kontrol, yang disinari dengan dosis 175 r menunjukkan dalam arti kontrol tetap lebih tinggi. per_ b. Terjadinya koloni telur Terjadinya koloni telur serangga_serangga yang kepompongnya disinari dengan dosis 175 r, don 437,5 r, tak ado perbedaan yang nyata dengan·kontrol don berlaku apakah penyinaran ini hanya pada satu jenis kepompong soja atau kedua_duanya. Terj adi nya koloni tel ur dari serangga_serangga yang kepompongnya disi nari dengan dosis 875 r, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap kontrol. c. Menetasnya koloni telur Ada perbedaan yang sampai sangat nyata dari dapatnya menetas tel ur-tel ur yang kupu _ kupunya terjadi dari kepompong _ kepompong yang kita sinari dari semua dosis (175 r, 437,5 r) dengan kontrol baik penyinaran dilakukan terhadap satu jenis kepom_ pong atau kedua_duanya. Didalam kesanggupan untuk menjadi kupu _ kupu, kesanggupan kupu _ kupu untuk menghasilkan telur don dapat tidaknya telur_telur ini menetas pada penyinaran dengan dosis yang soma (175 r, don 437,5 r.) tak ado perbedaan yang nyata bila dibandingkan apakah penyinaran ini hanya dilakukan pada satu jenis kepompong atau kedua_dua jenisnya? Pada penyinaran kepompong dengan dosis 50", apabila kita bandingkan antara penyi_ naran pada jantannya soja dengan yang disinari pada kedua jenisnya, kesanggupan menjadi kupu-kupu bagi kepompong jantan tak ado perbedaan yang nyata tetapi untuk kepompong beti no ado perbedaan yang nyata. Kepompong-kepompong yang disinari dengan dosis 175 r, kupu-kupu yang terjadi dari padanya masih sanggup untuk menghasilkan telur don sebagian dari telur_telur ini ado pula yang dapat men etas; berarti pada dosis ini kupu-kupu yang terjadi baik iantan maupun betina belum steril. Kepompong yang disi nari dengan dosis 437,5 r, walaupun kupu-kupu yang terjadi dapat menghasilkan telur_telur namun telur_telur ini tak ado yang dapat menetas satu_ pun. Kepompong yang disinari dengan dosis 875 r, kupu-kupu yang terjadi tak sanggup lagi untuk menghasilkan telur_telur, bahkan kupu_kupu yang terjadipun hanya sedikit sekali. DISKUSI Didalam usaha untuk mengetahui dosis mandul bagi serangga penggerek pucuk putih oleh penulis telah dilakukan penyinaran dengan Co60 gamma terhadap kepompong dengan dosis masing_masing: 175 r,'437,5 r, don 875 r; dosisdosis ini diperoleh dengan penyinaran masing_masing selama 10"; 25" don 50". Secara kasar sebetul nya telah diketemukan bahwa kepompong_kepompong yang di_ sinari dengan dosis 437,5 r keatas, walaupun kupu_kupunya dapat menghasilkan telur, nomun telur_telur ini dapat menetas. Akan tetapi secara terperinci belum diketahui jarak dosis yang menyebabkan serangga_serangga ini mandul. Sehingga dengan demi_ kian sebetul nya belum diketahui dengan pasai apakah dosis mandul ini hanya dicapai poda penyinaran selama 25" (437,5 r) atau pada jarak dosis tertentu. Pad a penyinaran dengan dosis 175 r masih terjadi telur_telur yang dapat menetas dari kupu-kupu yang terjadi; sedangkan pada penyinaran dengan dosis 875 r tak ado telur_telur yang dapat terjadi soma sekali. Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa dosis mandul ini berada diantara: 875 r > dosis mandul > 175 r. Kalau ditinjau kupu-kupu yang terjadi pada kepompong yang disinari maupun yang tidak disinari keadaannya hampir soma, dol am arti tidak sempurna kupu-kupu yang ter_ (Schu-pophaga nivella F.) 136 jadi secara hidupnya diatam murni. Namun sebetulnya kupu_kupu yang terjadi dari kepompong yang disinari dengan dosis 875 r keadaannya sangat tidak normal. Terjadi_ nya kupu_kupu dari kepompong yang disinari dengan dosis 875 r sangat sedikit, hal ini disebabkan karena kebanyakan kepompong ini beberapa saat setelah disinari mengeluar_ kan cairan dan membusuk/mati. Jadi sedikitnya kupu_kupu yang terjadi ini disebabkan karena kematian kepompong akibat besarnya dosis penyinaran. Kepompong yang berhasil menjadi kupu_kupu pada dosis penyinaran ini adalah kepompong yang telah tua yang memang beberapa saat kemudian akan menjadi kupu-kupu. Oleh karena itu dapat di_ duga bahwa dosis kematian (lethal dosis) dari kepompong serangga ini terletak disekitar 875 r. Dilihat dari telur_telur yang terjadi pada serangga_serangga yang kepompongnya di_ sinari memang koloninya menunjukkan susunan yang lain dari pada serangga yang tidak disi nari • Koloni telur yang tidak menetas ini warnanya hitam, berbeda dengan telur yang normal berwarna putih kekuningan. Kepompong yang disinari dengan dosis 437,5 r, kupu_kupunya dapat pula menghasil_ kan telur_telur, tetapi dari sejumlah telur_telur yang relatip banyak ini tidak ada 1 buah koloni telurpun yang bentuknya normal dan pula telur_telur yang dihasilkan ini berwarna hitam dengan warn a selubung koloni yang normal. Selain bentuk koloni tidak normal ukuran koloni lebih kecil dan jumlahnya relatip lebih banyak dari pada koloni telur yang dihasilkan oleh serangga yang tidak disinari (kontrol), maupun serangga yang disinari dengan dosis 175 r. Telur_telur ini selanjutnya tak ada yang dapat menetas walaupun oleh penulis pengamatan diteruskan sampai 20 hari kemudian. Walaupun tidak ada perbedaan yang nyata diantara terjadinya telur_telur dari serang_ ga yang disinari baik jantan dan betinanya dengan dosis 175 r dan 437,5 r maupun yang disinari hanya satu jenis kepompongnya saja, namun kalau ditinjau kemampuan untuk menjadi kupu-kupu dari kepompong yang disinari kedua jenisnya dengan yang hanya satu jenis saja dengan dosis yang sama pada jenis yang jantan terdapat perbedaan yang nyata. Oleh karena itu untuk memperoleh serangga_serangga mandul ini lebih baik penyinaran dilakukan terhadap satu jenis kepompong saja; sebab disamping menghemat waktu, tenaga, bahan juga memperbesar kegunaan dalam usaha pemandulan serangga. Kepompong yang disinari dengan dosis 875 r kupu_kupunya tak dapat menghasilkan telur_telur, disebabkan karena kupu_kupu yang terjadipun sedikit sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa kupu~kupu yang dapat terjadi ini adalah terjadi dari kepompong yang memang sudah siap untuk menjadi kupu_kupu dan mungkin dari satu perlakuan hanya terjadi satu jenis kupu saja. Oleh karena itu adanya perbedaan yang menyolok dengan perlakuan_perlakuan yang lain adalah karena pada dosis ini merupakan dosis yang mendekati lethal dosis. Didalam judul dari tulisan ini dinyatakan "Kemungkinan Penggunaan Tenaga Atom untuk pemberantasan hama Penggerek Pucuk Putih (Scirpophaganivella F.) pada tanam_ an tebu. Ditegaskan sebagai kemungkinan karena dapat tidaknya penyel idikan ini untuk dipergunakan dalam praktek masih harus diikuti penyelidikan selanjutnya. Untuk keperluan i ni penul is tel ah merencanakan untuk mengadakan percobaan pendahul uan dikebun P. G. Madukismo yang pelaksanaannya diharapkan dapat dimulai pada awal bulan Agustus 1966 ini. Disamping itu oleh penulis sebetulnya akan dicoba pula penyinaran_penyinar_ an terhadap tingkatan serangga yang lain dan juga kemungkinan penyesuaian dosis yang diperoleh pada penyelidikan dibidang hama ini dengan dosis yang diperoleh pada pe_ nyelidikan dibidang yang lain misalnya bidang cocok tanam, bidang seleksi dan bidang lain lagi. Selanjutnya nyata bahwa dari koloni telur yang bentuknya tidak normal pada serangga yang kepompongnya disinari nannya tidak dapat menetas. Semula oleh penulis dikira bahwa koloni telur yang tidak menetas ini adalah koloni telur yang kosong, sebab kadang_kadang betina_betina yang tidak kawin dapat pula menghasilkan koloni telur 137 walaupun sebetulnya didalam koloni ini keadaannya kosong, jadi hanya merupakan penutup (selaput) yang menyelubung; kolon; tsb. Bahkan kadang-kadang koloni ini bentuk dan ukurannya mirip benar dengan koloni telur yang normal (yang dihasilkan oleh betina yang kawin). Tetapi ternyata koloni telur yang bentuknya tidak normal yang dihasilkan oleh serangga yang disinari ini didalamnya memang terdapat telur_telur yang tak sanggup untuk menetas, walaupun oleh penulis telah ditunggu lebih dari 20 hari ( tel ur yang normal sudah akan menetas setel ah berumur 8 a 9 hari). RINGKASAN Oleh karena penggerek pucuk putih merupakan hama yang terpenting pada tanaman tebu, sedangkan sampai sekarang cara_cara pemberantasan yang telah dijalankan hasil_ nya belum begitu memuaskan, oleh penulis dicoba untuk mencari kemungkinan pembe_ rantasan hama ini dengan penggunaan tenaga atom. Jalan fikiran penulis sampai pada percobaan ini berdasarkan analogi penemuan_penemuan di luar negeri, bahwa serangga_ serangga dapat dibasmi dengan usaha_usaha pensuci _ hamaan, usaha mana dapat di_ lakukan dengan penggunaan isotop-isotop radioaktip. Untuk usaha pensuci - hamaan ini penulis mencoba melakukan penyinaran terhadap tingkatan kepompong dari serangga penggerek pucuk putih, yang bahannya diperoleh dengan pengumpulan dari kebun dalam bentuk ulat (hasil pemberantasan secara rogesan dari P. G. Madukismo) yang dipelihara di laboratorium agar dapat menjadi kepompong. Penyinaran selanjutnya dilakukan dengan Coso gamma dengan dosis penyinaran: 175 r, 473,5 r. dan 875 r. Percobaan diulangi 5 kali tiap ulangan terdiri dari 10 perlakuan. Dari tiap_tiap perlakuan selalu diadakan pengamatan tentang kemampuan menjadi kupu_kupu dari kepompong kemampuan bertelur dari kupu_kupu yang terjadi dan dapat tidaknya telur_telur ini menetas. Pada dosis penyinaran 175 r, ternyata masih ada tel ur_tel ur yang dapat menetas, sedangkan pada dosis penyinaran 875 r, kupu_kupu yang terjadi tak dapat menghasilkan telur lagi. Dasis suci_hama bagi serangga terletak disekitar 437,5 r, walaupun jarak dosisnya bel um diketahui dengan pasti. Berdasarkan hasil dari percobaan Iaboratorium ini segera akan dicoba penggunaannya dikebun, setelah lebih dahulu dilakukan percobaan pendahul uan. DAFTAR PUSTAKA 1. ACHMAD AMIRUDDIN, Dr. 1965. Kimia inti, radiokimia dan penggunaan radio. isotop. Yayasan karyawan kimia. Institut Teknolagi Bandung: 354 _ 355. 2. ANNONIMUS. 1960. Radioisotopes in science and industry. A special report of the United States Atomic Energy Commission. 12 _ 14. 3. Tenaga Atom di Indonesia. Badan Tenaga Atom Nasional. 4. CHADWICK, S.J. 1953. Radioactivity and Radioactive substances. Sir Isaac Pitman & Sons, Ltd. London. 50 _ 59. 5. CLAUS, W. D. 1958. Radiation Biology and Medicine. Addison_Wesley Publishing Company, Inc. 107 _ 108; 688 _ 700. 6. DEVENTER, W. VAN, 1912. De dierlijke vijanden van het suikerriet en hunne parasieten. Handboek ten dienste van de suikerrietcultuur en de riet_ suikerfabricage op Java. J.H. DE BUSSY. Amsterdam. II : 114 _ 126. 7. GOULDEN, C.H. 1952. Methods of Statistical Analysis. John Wiley & Sons, Inc. New York. Second Edition. 8. MEZENTSEV, V. 1959. In The World of· Isotopes. Foreign Lqnguages Publishing House 33 _ 45. 138 DISKUSI Drs. NAZIR ABDULLAH 1. Saya ingin mengajukan satu pertanyaan atau mungkin lebih tepat dapat dikatakan sebagai koreksi, yaitu dalam naskah yang dikemukakan oleh pemrasaran pada hal.7, percobaan I punt 1, dimana diantara 10 pupa yang diradiasi dengan 10" dan terjadi 3 kupu-kupu dan banyak koloni telur yang terbentuk adalah 1. Apa_ kah dalam hel ini suatu kesalahan tik atau memang kupu jantan yang keluar dari pupa jantan yang disinari itu yang mengeluarkan telur, sebagai salan satu akibat pengaruh dari radiasi? Ir. SARDJONO HATMOSUWARNO Semua kupu-kupu yang bertelur adalah kupu_kupu betina, disitu ditulis pada kolom ke 6 dari Daftar pengamatan percobaan 1, bahwa koloni telur yang terjadi dinyata_ kan 1 dan 6, sebetul nya hanya untuk menunjukkan bahwa pada percobaan tersebut terjadi 7 buah koloni telur, akan tetapi ada 1 koloni telur yang bentuknya normal seperti telur_telur yang dihasilkan oleh serangga betina yang dikawin oleh jantan yang tidak disinari dan ternyata 1 kolani telur yang bentuknya normal ini dapat menetas (bukan salah ketik tetapi sengaja untuk dipisahkan). ABDUL MADJID Menurut hemat kami, untuk menghemat waktu, sterilitas sudah dapat ditel iti dengan jalan penelitian abnormalitas pembelahan merosis pada spermatogenesis maupun oogenesis. Ir. SARDJONO PATMOSUWARNO Saran ini sangat baik, tetapi belum pernah kami caba dan perl u Saudara ketahui pula bahwa maksud penyelidik mengadakan pengamatan sterilitas sampai kepada peng_ amatan telur_telur yang terjadi adalah betul_betul untuk mengetahui atau untuk membandingkan telur_telur yang terjadi dari serangga_serangga yang jal'ltannya di. sinari dengan telur_telur yang dihasilkan oleh serangga_serangga yang jantannya t,.~ disinari, kalau ada kel ainan_kelainan, kelainan_kelainan apa yang terjadi. 139