SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Metode Magnetotelurik (MT) dan “Time Domain Elektromagnetic” (TDEM) merupakan metode yang banyak digunakan untuk eksplorasi panas bumi, karena kemampuannya memetakan lapisan bawah permukaan hingga puluhan kilometer. Survei MT dan TDEM yang telah dilakukan di daerah panas bumi Waesano, Kabupaten Manggarai Barat bertujuan untuk mendeliniasi daerah prospek panas bumi di daerah ini. Pengukuran MT dan TDEM dilakukan sepanjang lintasan yang berarah baratdaya-timurlaut disekitar struktur depresi Mbeliling hingga Danau Sano Nggoang. Hasil MT menunjukkan sebaran tahanan jenis rendah (< 20 Ohm-m) terdapat mulai kedalaman 500 meter, lapisan tahanan jenis rendah ini diperkirakan sebagai lapisan yang berfungsi sebagai batuan penudung dan di bawah lapisan ini terdapat lapisan tahanan jenis sedang (20-200 Ohm-m) yang diperkirakan merupakan lapisan yang berfungsi sebagai reservoir panas bumi. Puncak reservoir diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 1500 meter. Hasil kompilasi geosain terpadu (geologi, geokimia dan geofisika) menunjukkan daerah prospek panas bumi terdapat di sekitar Danau Sano Nggoang dan meluas ke arah tenggara. Daerah prospek ini dibagi menjadi dua yaitu luas daerah terduga dengan luas sekitar 6 km2 dan luas hipotesis dengan luas sekitar 20 km2 . PENDAHULUAN Metode geofisika memainkan peran yang penting dalam memetakan lapisan bawah permukaan terutama dalam eksplorasi panas bumi. Salah satu metode geofisika tersebut adalah metode Magnetotelurik. Metode Magnetotelurik (MT) adalah metode elektromagnetik pasif yang melibatkan pengukuran fluktuasi medan listrik dan medan magnet alami yang saling tegak lurus di permukaan bumi yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai konduktivitas batuan di bawah permukaan bumi dari kedalaman beberapa meter hingga puluhan kilometer (Tikhonov, 1950). Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam eksplorasi panas bumi karena kemampuannya untuk mendeteksi kondisi bawah permukaan yang dalam. Kedalaman penetrasi metode ini dikarenakan metode ini mengukur gelombang elektromagnet dengan frekuensi yang rendah, yaitu sekitar 3000.001 Hz. Heterogenitas lokal dekat permukaan dan faktor topografi dapat menyebabkan data MT terdistorsi yang menyebabkan kurva sounding MT (kurva tahanan jenis terhadap frekuensi) mengalami pergeseran ke atas atau ke bawah sehingga paralel terhadap kurva sounding yang seharusnya (efek statik). Untuk mengkoreksi data MT yang terdistorsi tersebut diperlukan data geofisika lain yang tidak dipengaruhi oleh penyebab efek statik. Untuk mengkoreksi efek statik ini maka diaplikasikan metode “Time Domain Elektromagnetik” (TDEM). Metode TDEM merupakan metode yang hanya melibatkan pengukuran medan magnet sekunder, akibat adanya induksi medan magnet primer. Oleh karena itu data TDEM relatif tidak terpengaruh oleh anomali konduktivitas lokal dekat permukaan. Daerah panas bumi Waesano berada di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (Gambar 1). Sejarah pembentukan daerah Waesano berawal pada zaman Tersier pada kala Miosen-Pliosen, dimana secara geologi terbentuk cekungan yang menghasilkan deposit sedimen dengan jenis batu pasir. Erupsi besar diduga terbentuk pada kala Pliosen sehingga menghasilkan Kaldera Mbeliling yang membuka ke arah selatan. Pembentukan vulkanisme berlanjut di bagian barat sekitar Kempo, Golo Tantong, Golo Leleng dan Golo Tanadereng yang berkomposisi basal serta sebagian telah tersilisifikasi. Proses Vulkanisme masih terus berlangsung hingga saat ini. Sejak Pliosen terbentuk vulkanisme Poco Dedeng di bagian selatan yang menghasilkan lava dengan komposisi dasit dengan aliran piroklastik tersebar di bagian tubuhnya ke arah Lembor. Tubuh poco dedeng kemudian tertutup bagian utaranya akibat pembentukan vulkanisme Sano Nggoang yang hingga saat ini berbentuk danau kawah dengan pH airnya yang asam. Produk Sano Nggoang berkomposisi yang sama dengan Poco dedeng dan hasil erupsi eksplosifnya menghasilkan endapan piroklastik bersifat asam dengan dijumpai pumice yang terdapat di daerah Taal. Umumnya terendapkan ke lereng bagian utara ke sekitar Werang dan terhenti pada tinggian kaldera Mbeliling Struktur geologi utama merupakan struktur yang terbentuk akibat proses vulkanisme seperti kaldera Mbeliling, kawah Sano Nggoang dan depresi Golo Leleng, namun struktur basemen umumnya berarah baratdaya-tenggara dan baratdaya – timurlaut. Kontrol utama pebentukan sistem panas bumi akibat pembentukan kawah Sano Nggoang dan juga sesar Nampar Macing yang memfasilitasi munculnya air panas Nampar Macing. TEORI DASAR MT DAN TDEM Metode MT adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik. Metode ini mengukur respon bumi dalam besaran medan listrik (E) dan medan magnet (H) terhadap medan elektromagnetik (EM) alam. Respon tersebut berupa komponen horizontal medan magnet dan listrik bumi yang diukur pada permukaan bumi pada posisi tertentu. Tahanan jenis dari metode ini dihitung berdasarkan perbandingan besarnya medan listrik dan medan magnet yang dikenal dengan persamaan Cagniard. Persamaan ini dihasilkan dari persamaan Maxwell dengan asumsi gelombang bidang. 1 5 a f x 2 E .............................. (1) H Dimana, a : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) E : Besarnya medan listrik (mV/km) H : Besarnya medan magnet (nT) Tahanan jenis semu terdiri dari dua kurva seperti Rhoxy dan Rhoyx, kemudian dirotasi terhadap sumbu utama, bisa kedalam TE mode (medan listrik sejajar dengan strike) atau TM Mode (medan listrik tegak lurus strike). Penetrasi kedalaman efektif dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini : = 503 x ( / f)1/2 ....................... (2) Dimana, : penetrasi kedalaman efektif (m) : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) Ketika tahanan jenis berubah terhadap kedalaman, maka tahanan jenis semu akan berubah terhadap frekuensi, karena frekuensi tinggi tidak memiliki penetrasi yang cukup dalam, sedangkan frekuensi rendah memiliki penetrasi lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa struktur tahanan jenis dari zona dangkal dampai ke zona dalam dapat dianalisis berdasarkan tinggi atau rendahnya frekuensi. Skin depth sebagai fungsi dari frekuensi dan tahanan jenis dapat ditentukan dari persamaan berikut. 1 2 2 503 .....................(3) f Dimana, : skin depth (m) : (= 2 f) frekuensi sudut : konduktivitas (S/m) : permeabilitas magnet (H/m) : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) Metode TDEM (Time Domain Electro Magnetic) atau kadang disebut juga TEM (Transient Electro Magnetic) adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan medan elektromagnetik untuk mengetahui struktur tahanan jenis bawah permukaan. Metode ini menggunakan sumber buatan dengan mengukur peluruhan tegangan transient sebagai fungsi waktu Tegangan induksi didefinisikan sebagai: 3 𝑉(𝑡, 𝑟) = 𝐼0 ⁄ 𝐶 (𝜇0 𝜎 𝑟 2 ) 2 5 1 10 𝜋 ⁄2 𝑡 ⁄2 dimana, 𝐶 = 𝐴𝑟 𝑁𝑟 𝐴𝑠 𝑁𝑠 ....................(4) 𝜇0 , 2𝜋 𝑟 3 dan 𝐴𝑟 = Luas area receiver coil (𝑚2 ) 𝑁𝑟 = Jumlah perputaran didalam receiver coil 𝐴𝑠 = Luas area dari transmitting loop (𝑚2 ) 𝑁𝑠 = Jumlah perputaran didalam transmitter loop 𝑡𝑟 = Waktu yang berjalan setelah arus pada transmitter dimatikan µ0 = Permeabilitas magnetik (ℎ𝑒𝑛𝑟𝑦 ) 𝑚 𝑉(𝑡, 𝑟) = Tegangan transien 𝑟 = Jari-jari dari transmitter loop (𝑚) 𝐼0 = Arus pada transmitting loop (𝐴). Dengan mensubtitusi 𝜎 = 𝜌1 pada persamaan di atas, dihasilkan nilai tahanan jenis sebagai berikut: 𝜌𝑎 = 𝜇0 4𝜋 [ 2 𝐼0 𝐴𝑟 𝑁𝑟 𝐴𝑠 𝑁𝑠 5 5 𝑡 ⁄2 𝑉(𝑡,𝑟) 3⁄ 2 ] ...................(5) Hubungan ini mendefinisikan bahwa nilai tahanan jenis semu terhadap lamanya waktu yang berjalan setelah arus dimatikan. HASIL MT DAN TDEM Pengukuran MT dan TDEM di daerah Waesano telah dilakukan dengan jumlah titik ukur MT sebanyak 43 titik dan jumlah titik ukur TDEM sebanyak 31 titik ukur. Sebaran titik ukur meliputi zona depresi Mbeliling, Danau Sano Nggoang dan daerah manifestasi mata air panas Waesano dengan jarak antar titik ukur sekitar 1000-1500 m. (Gambar 3). Pengukuran dilakukan selama lebih dari 12 jam, agar memperoleh data hingga frekuensi 0.001 Hz. Data hasil pengukuran di lapangan diolah dengan menggunakan algoritma robust. Data TDEM dimodelkan melalui pemodelan 1-D sehingga diperoleh data TDEM (tahanan jenis semu terhadap waktu transien ) menjadi kurva sounding tahanan jenis semu sebagai fungsi periode sebagaimana data MT. Data TDEM hasil pemodelan ini digunakan untuk mengoreksi data MT yang mengandung efek statik yaitu dengan menggeser kurva sounding MT secara vertikal hingga sesuai denga kurva sounding TDEM. Pemodelan tahanan jenis MT 2D dilakukan dengan menggunakan algoritma Non Linear Conjugate Gradient (Rodi dan Mackie, 2001). Pemodelan ini merupakan pemodelan kebelakang yang dilakukan sampai dengan iterasi 100, dengan mengunakan parameter tau 3, data errors dan error floor untuk rho 5 dan untuk phase 50. Parameter-parameter ini dianggap sebagai parameter yang terbaik untuk melakukan pemodelan kebelakang di daerah ini, setelah dilakukan percobaan dengan mengubah beberapa parameter. Pada makalah ini akan disajikan hasil pemodelan yaitu sebaran tahanan jenis secara lateral yang merupakan hasil pemodelan tahanan jenis 2D yang disayat pada kedalaman tertentu yaitu sebaran tahanan jenis pada kedalaman 500 m, 1000 m, 1500 m, 2000 m, dan 2500 m. Kelima kedalaman tersebut dapat memberikan gambaran mengenai struktur tahanan jenis bawah permukaan (Gambar 4). Peta tahanan jenis pada kedalaman 500 meter hampir didominasi oleh nilai tahanan jenis rendah < 20 Ohm-m, Zona tahanan jenis rendah di bagian timur membentuk pola memanjang dengan pola kelurusan hampir berarah baratlauttenggara. zona tahanan jenis rendah diperkirakan merupakan respon dari batuan piroklastik produk vulkanik Sano Nggoang. Zona tahanan jenis rendah yang terdapat di bagian tenggara di sekitar Danau Sano Nggoang penyebarannya masih membuka ke arah tenggara, zona rendah ini diinterpretasikan sebagi batuan produk Vulkanik Sano Nggoang berupa lava dan/atau batuan ubahan yang telah mengalami proses hidrotermal, hal ini diindikasikan dengan keberadaan batuan alterasi dipermukaan dan munculnya mata air panas Waesano. Tahanan jenis sedang mengisi bagian tengah dan selatan, kemungkinan masih merupakan respon produk vulkanik Sano Nggoang berupa lava dan aliran piroklastik yang lebih kompak dibandingkan batuan disekitarnya. Pada peta tahanan jenis kedalaman 1000 m dan 1500 m, pola sebaran tahanan jenis rendah yang terdapat di bagian timurlaut nilainya semakin tinggi. Penyebarannya meluas ke arah tengah hingga selatan, diskontinuitas tahanan jenis sedang dan rendah membentuk pola liniasi yang berarah baratlaut-tenggara, hal ini berkorelasi dengan struktur geologi di permukaan dimana terdapat sesar Werang dan sesar Ndaring yang berarah baratlaut-tenggara. Tahanan jenis rendah ini di bagian tengah kemungkinan masih berkorelasi dengan produk vulkanik Sano Nggoang, sedangkan tahanan jenis rendah di bagian tenggara kemungkinan merupakan respon batuan yang telah mengalami proses hidrotermal. Diskontinuitas tahanan jenis sedang dan tinggi yang terdapat di bagian utara merepresentasikan batas litologi antara batuan produk vulkanik Mbeliling dengan batuan produk vulkanik Sano Nggoang. Nilai tahanan jenis sedang di bagian utara kemungkinan sebagai respon batuan produk vulkanik produk Mbeliling yang lebih kompak. Pola sebaran tahanan jenis kedalaman 2000 m dan 2500 m memperlihatkan pola sebaran tahanan jenis yang menarik, dimana zona tahanan jenis sedang yang diperkirakan sebagai zona reservoir dikelilingi oleh zona tahanan jenis rendah. Tahanan jenis rendah yang masih terlihat pada kedalaman ini kemungkinan mengindikasikan bahwa batuan penudung yang berada di bagian timur dan selatan Danau Sano Nggoang lebih tebal dibandingkan dengan di bagian tenggara. Zona tahanan jenis rendah dibagian barat dibatasi Sebaran tahanan jenis sedang yang terdapat di bagian tenggara semakin jelas terlihat. Zona reservoir di bagian baratdaya dan timurlaut dibatasi oleh diskontinuitas dengan tahanan jenis rendah sedangkan di bagian baratlaut terlihat masih membuka. Sebaran tahanan jenis tinggi pada kedalaman 2500 meter diinterpretasikan sudah merupakan batuan batuan basemen yang terdiri dari batuan pasir. Penampang hasil pemodelan pada makalah ini akan dijelaskan pada lintasan 4 dan lintasan 5. Kedua lintasan memotong Danau Sano Nggoang dan dianggap dapat memberikan gambaran mengenai sistem panas bumi di daerah ini. Penampang hasil pemodelan tahanan jenis 2D dari data MT pada lintasan 4 dan 5 menggambarkan susunan lapisan batuan model sistem panas bumi digambarkan dengan lapisan konduktif terdapat pada lapisan permukaan yang diikuti oleh lapisan produk vulkanik yang lebih kompak dengan respon tahanan jenis sedang dan kemudian diikuti oleh lapisan batu pasir. Batu pasir ini merupakan batuan dasar dalam sistem panas bumi didaerah ini. Lapisan tahanan jenis rendah (<20 Ohm-m) diperkirakan merupakan batuan yang telah mengalami proses hidrotermal yaitu berupa batuan alterasi, lapisan ini yang diperkirakan merupakan lapisan yang berfungsi sebagai lapisan penudung (caprock), sedangkan di bawah lapisan tahanan jenis rendah terdapat tahanan jenis sedang (20-200 Ohm-m) yang diperkirakan sebagai reservoir, karena nilai tahanan jenis batuan reservoir umumnya lebih tinggi daripada nilai tahanan jenis batuan penudung. Mata air panas Waesano muncul melalui celahcelah dari struktur yang ada di daerah ini yang berasal dari reservoir yang memiliki kedalaman sekitar 1500 meter. PEMBAHASAN Sistem panas bumi Waesano berhubungan dengan sistem vulkanik kuarter yang diduga masih memiliki potensi dari aktivitas gunungapi yang terpendam di dalam kawah Sano Nggoang. Hasil survei MT dan TDEM memperlihatkan pola liniasi tahanan jenis yang berarah baratlauttenggara, liniasi ini merepresentasikan struktur geologi dan juga batas litologi dari batuan yang ada di daerah ini. Sebaran tahanan jenis pada kedalaman 1000 meter yang terdapat dibagian tengah hingga selatan merupakan adanya perbedaan litologi batuan yaitu produk Vulkanik Mbeliling di sebelah utara dengan produk vulkanik Sano Nggoang Sebaran tahanan jenis rendah dibagian tengah kearah selatan dipermukaan karena respon dari batuan vulkanik produk Sano Nggoang, sedangkan di bagian tenggara zona tahanan jenis rendah ini diinterpretasikan sebagai batuan yang berfungsi sebagai batuan penudung pada sistem panas bumi Waesano. Pada kedalaman 1500 meter di bagian tenggara Danau Sanonggonag terlihat perubahan tahanan jenis rendah ke tahanan jenis sedang dan diperkirakan sebagai zona reservoir. Deliniasi daerah prospek ditentukan dengan kompilasi data geosain meliputi data geologi dan geokimia serta geofisika yang pernah dilakukan. Berdasarkan peta kompilasi tersebut daerah panas bumi diperkirakan berada pada bagian tenggara Danau Sano Nggoang. Luas daerah prospek panas bumi dibagi menjadi dua yaitu luas terduga sekitar 6 km2 dan luas hipotesis sekitar 20 km2 . KESIMPULAN Hasil survei MT dan TDEM memperlihatkan adanya zona tahanan jenis rendah (<20 Ohm-m) yang diinterpretrasikan sebagai lapisan batuan penudung, zona tahanan jenis rendah ini diperkirakan tersusun dari batuan vulkanik yang telah mengalami proses hidrotermal atau merupakan batuan alterasi. Lapisan penudung mulai terdeteksi pada kedalaman sekitar 500 meter sampai dengan 2500 meter. Lapisan reservoir diduga tersusun dari batuan dengan tahanan jenis berkisar 20-200 ohm-m yang terdapat di bagian tenggara dengan puncak reservoir berada pada kedalaman sekitar 1500 meter. Daerah prospek panas bumi Waesano berada di bagian tenggara Danau Sano Nggoang, penyebaran daerah prospek masih membuka. Luas daerah prospek panas bumi dibagi menjadi dua yaitu luas terduga sekitar 6 km2 dan luas hipotesis sekitar 20 km2 . UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi yang telah memberikan ijin untuk menggunakan data hasil survei MT dan TDEM dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim survei MT dan TDEM daerah panas bumi Waesano dan anggota tim survei terpadu tahun 2015 yang telah bersedia untuk banyak berdiskusi dengan penulis. DAFTAR PUSTAKA Abadrudin dkk., 1994, Penyelidikan Geokimia Panas Bumi Werang, Manggarai, Flores NTT, VSI Unpubl. Acmad Andan., 1996, Penyelidikan Geolistrik Daerah Panas Bumi Waisano, Manggarai, NTT, VSI, Unpubl. Bakrun, 1996, Penyelidikan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Waisano, Manggarai, NTT, VSI, Unpubl. Fredy Nanlohi dkk, 2003 : Laporan Survey Landaian Suhu Sumur WW-1 dan WW-2, Lapangan Panas Bumi Waisano Werang, Manggarai Barat , VSI, Unpubl Geothermal Departement, Basic Concept of Magnetotellurik Survey in Geothermal Fields., West Japan Engineerring Consultants, Inc. Kastiman S dkk., 1996, Geologi Panas Bumi Daerah Werang, Manggarai, Flores, NTT, VSI, Unpubl. Koesomadinata,dkk., 1994, Peta geologi regional skala 1 : 250.000 lembar Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. M.Chazin M dkk., 1996, Struktur Geologi dan Penyelidikan Banyak Kehilangan Panas (Heat Loss) Daerah Kenampakanan Panas Bumi Werang, Flores NTT, VSI, Unpubl. Phoenix Geophysics, 2009: Data processing. User’s guide. Phoenix Geophysics, Ltd., Toronto Ranganayaki, R.P., 1984, An Interpretive Analysis of Magnetotelluric Data, Geophysics, Vol. 49, pp. 1730-1748 Rodi, W. & Mackie, R.L., 2001, Nonlinear conjugate gradients algorithm for 2-D magnetotelluric inversions, Geophysics, 66, 174–187 Simpson, F., dan Bahr, K., 2005, Practical Magnetotellurics, Cambrigde University Press. Suparman, 1990, Geologi Panas Bumi Daerah Werang, NTT , VSI Unpubl.. Telford, W.M. et al, 1982, Applied Geophysics. Cambridge University Press. Cambridge. Tikhonov A.N., 1950, The determination of the Electrical properties of deep layers of the earth’s crust, 73: 295-297. Zhdanov, M.S., 2009, Geophysical Electromagnetic Theory and Methods. Elsevier Gambar 1. Peta Indeks Lokasi Survei Gambar 2. Peta Geologi Daerah Waesano Gambar 3. Peta Sebaran Titik Ukur MT dan TDEM Gambar 4. Peta Tahanan Jenis per Kedalaman Baratd Timurl Lapisan Reservoir?? Lapisan Reservoir?? Gambar 5. Model Tahanan Jenis 2D Lintasan 4 dan 5 Gambar 6. Peta zona keprospekan daerah panas bumi Waesano