sistem ekonomi islam sebagai alternatif

advertisement
1
SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI ALTERNATIF
Oleh : Drs.H.ARPANI, S.H., M.H.
(Hakim Pengadilan Agama Kandangan)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pada tulisan ini penulis bermaksud mengambarkan secara garis besar
tentang sistem ekonomi yang sedang berlaku dan berkembang dewasa ini, yang
kami batasi pada sistem ekonomi kapitalis, sosialis / komunis secara singkat
ringkas dan sangat terbatas, untuk selanjutnya penulis paparkan sistem
Ekonomi Islam sebagai alternatif untuk menggantikan sistem kapitalis, sosialis/
Komunis yang telah nyata-nyata gagal dalam mensejahterakan umat terutama
umat Islam.
Pengertian kata sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :
“ perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk
suatu totalitas “
Kata Ekonomi diambil dari bahasa Yunani yang maknanya adalah
“mengatur urusan rumah tangga”.
1) Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa , Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta Balai Pustaka Edisi III Cet. 2
2002 hal 1076)“.
Dalam garis besarnya ilmu Ekonomi dibagi atas tiga disiplin ilmu,
yaitu :
1.
Ilmu Ekonomi Umum yaitu ilmu yang mempelajari upaya manusia untuk
memenuhi kebutuhan dalam rangka mencapai kemakmuran. Adapun yang
2
dimaksud kemakmuran adalah kebutuhan manusia akan sandang, pangan,
perumahan, kesehatan dan sebagainya.
2.
Ilmu Ekonomi Perusahaan yang merupakan bagian dari ilmu Ekonomi
khusus mempelajari gejala-gejala dan kenyataan-kenyataan ekonomis
didalam perusahaan, fokusnya dalam mempelajari tingkah laku manusia
didalam melakukan kegiatan usaha atau perusahaan.
3.
Ilmu Ekonomi Pembangunan merupakan cabang ilmu Ekonomi yang
khusus mempelajari masalah-masalah pembangunan ekonomi suatu
negara, yang terdiri atas pembangunan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi.
Yang dimaksud disini semata-mata adalah makna istilah untuk sebutan
tertentu, yaitu kegiatan mengatur urusan harta kekayaan. Baik yang
menyangkut kegiatan memperbanyak jumlah kekayaan serta menjaga
pengadaannya, yang kemudian dibahas dalam ilmu ekonomi, maupun yang
berhubungan dengan cara (mekanisme) pendistribusiannya, yang kemudian
dibahas dalam sistem ekonomi.
Dengan demikian pembahasan tentang cara mengatur materi kekayaan
tersebut
harus
dibicarakan
dengan
pembahasan
tentang
mengatur
pendistribusiannya. Karena pembahasan pertama mengatur atau berkaitan
dengan pemikiran (konsep) tertentu, oleh karena itu pembahasan tentang sistem
ekonomi harus dibahas sebagai sebuah pemikiran yang mempengaruhi dan
terpengaruh oleh pandangan hidup tertentu.
Dalam kaitan ini, perlu pengaturan yang jelas yang membedakan aturan
bisnis yang berlaku umum dengan aturan bisnis yang berlaku dikalangan
pelaku bisnis muslim, sehingga tidak terjadi benturan-benturan satu sama
lainnya.
Bertitik tolak dari sini penulis mencoba memberikan gambaran singkat
tentang sistem ekonomi yang berkembang di dunia yang pada garis besarnya
terdiri dari sistem ekonomi Kapitalis, sistem ekonomi Sosialis, sistem ekonomi
Komunis, dan terakhir ekonomi Islam dan perkembangannya dalam menjawab
3
sistem ekonomi Sekuler yang telah gagal dalam mensejahterakan dan
memakmurkan masyarakat yang berkeadilan.
B. Sistem Ekonomi Kapitalis.
Dalam sistem ekonomi Kapitalis dimulai dari memproduksi kebutuhan
manusia yang semakin lama semakin berkembang. Dalam rangka memproduksi
barang kebutuhan tersebut pada mulanya tersebar didalam masyarakat, dimana
setiap orang menghasilkan produksi secara perorangan sesuai dengan
keahliannya. Para penghasil barang-barang kebutuhan ini memiliki sendiri alatalat produksinya.
Pemilikan alat-alat produksi oleh perorangan ini merupakan landasan
timbulnya sistem kapitalis. Bahwa orang-peroranglah pemilik satu-satunya atas
hasil produksi yang dihasilkannya, sedangkan orang lain tidak mempunyai apaapa terhadapnya.
Dalam masyarakat kapitalis maka produksi barang merupakan tujuan
utama. Kepentingan masyarakat dikorbankannya demi untuk memperbesar
kekayaannya.
Suatu hal yang pasti terjadi dalam sistem kapitalis ini ialah lahirnya
kecenderungan yang keras dikalangan masyarakat untuk mengumpulkan
kekayaan dan untuk tidak mengeluarkannya kecuali pada jalan yang
mendatangkan keuntungan besar bagi dirinya. Mereka yang menguasai segala
sumber produksi, dengan demikian mereka pulalah yang memegang kekuasaan
atas segala pekerjaan distribusi, bahkan ditangan mereka terdapat hak untuk
menentukan dan membatasi pembagian konsumsi.
Dengan berkembangnya sistem Kapitalisme, berakibat :
1. Bertumpuk-tumpuknya barang hasil produksi, sedangkan konsumen yang
sudah dimelaratakan tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya.
2. Terjadinya pengangguran yang luar biasa karena tenaga manusia diganti
dengan tenaga mesin.
3. Terjadinya berbagai krisis didunia, terutama krisis ekonomi.
2) Syamsudin
Ramadhan, Islam musuh bagai sosialisme dan kapitalisme, Penerbit Wahyu Press, 2003 hal
40.
4
Kebebasan kepemilikan atau kebebasan berekonomi yang membolehkan
setuap orang untuk menguasai barang, jasa dan dengan cara apapun telah
melahirkan para pemilik modal (Kapitalisme) yang merupakan faktor penentu
penggerak sistem ekonomi dinegara-negara barat.
Dalam Sistem Kapitalisme yang diutamakannya adalah aspek
ekonominya tanpa membahas keberadaan Tuhan secara jernih dan mendalam.
Agama tidak boleh mencampuri urusan dunia dan harus dipisahkan dari urusanurusan dunia. Agama adalah urusan pribadi dan tidak boleh mengatur atau
mencampuri urusan wilayah publik . Prinsipnya dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya .
C. Sistem Ekonomi Sosialis.
Sistem ekonomi Sosialisme adalah bentuk tertua dari bentuk ekonomi
yang ada, yang biasa disebut bentuk sistem ekonomi yang alamiah. Dikatakan
sistem alamiah karena sistem ini timbul didalam masyarakat didasar kesadaran
bahwa masyarakat atau individu itu adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup
sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Mengerjakan sesuatu dikerjakan
secara gotong-royong, tolong-menolong tanpa mengharapkan imbalan.
Sistem
ini
mengutamakan
kepentingan individu, namun
kepentingan
masyarakat
daripada
demikian kepentingan individu masih tetap
terlindungi. Individu-individu tetap diperkenankan mempunyai hak-hak untuk
memiliki alat-alat dalam memenuhi keperluan konsumtif. Sedangkan alat-alat
yang diperlukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat harus berada
ditangan negara.
Didalam perkembangannya, sistem Sosialis ini menguasai alat-alat yang
dianggap vital untuk kepentingan masyarakat dengan jalan menasionalisasikan
seluruh alat-alat produksi seperti tanah, pabrik-pabrik dan lembaga-lembaga
perdagangan dan industri yang tadinya kepunyaan individu-individu menjadi
milik negara atau dikuasai oleh negara.
5
D. Sistem Ekonomi Komunis.
Dalam ajaran Komunis orang perorang tidak mempunyai hak untuk
memiliki secara sendiri-sendiri. Orang perorang bekerja dalam suatu proses
produksi secara bersama-sama dan untuk kepentingan bersama pula.
Masyarakat yang menyediakan kebutuhan hidup bagi mereka, dan untuk itu
mereka berhak mendapat bagian atau imbalan yang layak dari pekerjaan itu.
Sistem Komunis tidak mengenal adanya hak milik perorangan atas alat-alat
produksi.
Dalam sistem ekonomi komunis bermaksud mengubah sistem ekonomi
kapitalis dengan tujuan mudah menegakkan keadilan dalam pembagian
kekayaan didalam masyarakat agar terjadi keseimbangan. Akan tetapi niat baik
ini bertentangan dengan fitrah manusia, dengan menghapuskan hak individu
untuk memiliki kekayaan secara perorangan dan menjadikan individu-individu
mengabdi kepada kepentingan masyarakat.
Dengan mengesampingkan kepentingan individu-individu ini berarti
mematikan kreativitas pribadi, padahal tidak ada seorangpun yang akan
mencurahkan tenaga, pikiran kecuali mengerjakan pekerjaan yang disukainya
dan hasilnya adalah untuk kepentingan pribadinya atau pekerjaan yang
membawa manfaat baginya.
Dalam sistem komunis memperlakukan individu-individu sebagai alat,
individu-individu dianggap sebagai benda mati, mereka diperlakukan secara
sewenang-wenang tanpa ada belas kasihan dan tanpa ada suatu penghargaan
yang memadai.
Karena itu sistem komunis adalah salah satu sistem yang sangat
bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu dimana manusia mempunyai hak
kebebasan hidup, mempunyai hak milik perorangan atau memilih pekerjaan
yang ia sukai. Kalau sistem komunis tidak diterapkan secara diktator dan
kejam, maka sistem komunis itu tidak akan berumur panjang karena ia sangat
bertentangan dengan fitrah manusia.
6
EKONOMI ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA
Sistem ekonomi Islam didirikan diantara sistem ekonomi kapitalis dan
sistem ekonomi sosialis (komunis). Pokok dan prinsipnya adalah memberikan
kepada individu hak-hak asasi dan pribadi-pribadi seluruhnya dengan suatu
cara yang tidak merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan. Pada satu
segi, Islam memberikan kepada individu haknya mengenai milik perorangan
dan haknya dalam melakukan tindakan terhadap kekayaan. Pada sisi yang lain,
Islam mengikat tiap-tiap hak dan tiap-tiap tindakan itu dengan berbagai ikatan
moral dari dalam dan ikatan perundang-undangan dari luar, dengan tujuan
sumber-sumber kekayaan tidak tertumpuk pada satu tempat secara besarbesaran., tetapi beredar dan berpindah-pindah diantara berbagai individu dan
perorangan, hingga masing-masing memperoleh bagiannya yang sah dan
pantas.
Sistem Ekonomi Islam beranggapan bahwa ikatan diantara kepentingan
masyarakat adalah erat, semata-mata karena pihak keduanya. Antara keduanya
harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertentangan.
Berkaitan dengan ini, penulis mencoba mengetengahkan sistem
ekonomi Islam dalam garis besarnya sebagai alternatif menggantikan sistem
ekonomi Kapitalis, sistem ekonomi Sosialis/Komunis yang telah gagal dalam
mensejahterakan masyarakat. Sistem ekonomi Islam seharusnya menjadi satu
satunya pilihan bagi umat Islam dalam berpijak, bertindak dan melangkah
untuk membangun ekonomi umat Islam.
A. Pengertian.
Pengertian ekonomi Islam menurut Halide adalah kumpulan dasardasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
ada hubungannya dengan urusan ekonomi.
3) Moh. D. Ali, Sistem Ekonomi Islam
Zakat dan Wakaf, 1988. hal. 3, cet. Pertama, UI Press.
Menurut Dr. Mahmud Abdullah Al- Arabi bahwa Ekonomi Islam
merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari
7
Al-Qur’an dan As-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang kita
dirikan diatas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan
dan masa.
4) Gemala Dewi,SH. LLM ; Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan
Perasuransian Syari’ah di Indonesia, 2004. Prenada Media, cet. 2, hal-33.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa Ekonomi Islam terdiri dari dua
bagian, yaitu :
Pertama
: Diistilahkan dengan “sekumpulan dasar-dasar umum Ekonomi
yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ada
hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi.”
Kedua
: Yaitu yang diistilahkan dalam definisi tersebut di atas dengan
“bangunan perekonomian yang didirikan diatas landasan
dasar-dasar yang sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.”
Maksud istilah tersebut adalah cara-cara penyesuaian atau pemecahan masalah
ekonomi yang dapat dicapai oleh para ahli dalam negara Islam sebagai
pelaksanaan dari prinsip-prinsip Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas.
Mengenai yang pertama yaitu prinsip-prinsip dasar tidak berubah yang
bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunnah tersebut para ahli mengistilahkan
sebagai mazhab ekonomi Islam sedangkan yang kedua mengenai cara-cara
penyesuaian yang berbah-ubah dalam bidang ekonomi, ini diistilahkan dengan
sistem-sistem ekonomi Islam.
5) Prof. HA. Djazuli, MA, Fiqhi Syari’ah, Implementasi,
Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah ; Prenada Media 2003, hal 411-412.
B. Dasar-Dasar Ekonomi Islam.
Dasar umum ekonomi Islam tersebut antara lain tercermin dalam prinsip
sebagai berikut :
1. Bahwa segala cara usaha, pokok asalnya adalah boleh (mubah).
“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang dibumi untukmu,
kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi
tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”(Q.S. Al-Baqarah
ayat 29).
8
“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang
ada dilangit dan apa yang ada dibumi untuk (kepentingan)mu dan
menyempurnakan nikmatNya untukmu lahir dan bathin tetapi diantara
manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau
petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.” (Q.S. Luqman ayat
20)
2. Bahwa hasil pekerjaan kembali kepada yang mengerjakannya, tidak ada
perbedaan dalam hal ini (ekonomi) diantara laki-laki dan perempuan.
“Dan janganlah kmu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah
kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada
bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian
dari karunianya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S.
An-Nisa’ ayat 32)
3. Bahwa pemimpin harus dapat mengendalikan distribusi pekerjaan dalam
masyarakat, manakala tidak ada keseimbangan diantara mereka yang
dipimpinnya.
“Apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada rasulNya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul,
Kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orangorang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar
diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah
kepada Allah, sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al-Hasyr
ayat 7).
4. Bahwa haram hukumnya menganiaya (berbuat zhalim) dengan menerjang
hak atas orang Islam lain. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan AtTurmudzi :
“Orang Muslim atas Muslim lainnya, haram darahnya, kehormatannya dan
hartanya.”
9
5. Prinsip-prinsip lain yang bersifat membatasi motif-motif ekonomi dari
pelaku ekonomi, seperti :
a. Larangan menghasilkan harta dengan jalan bathil seperti :
1). Menipu.
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai usia dewasa.
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.
Apabila kamu berbicara, bicaralah. Sesungguhnya, sekalipun dia
kerabatmua
dan
penuhilah
janji
Allah.
Demikianlah
Dia
memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.” (Q.S. Al-An’am ayat
152)
2). Melanggar Janji.
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji.” (Q.S.
Al-Maidah ayat 1)
Janji disini adalah janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian
yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
3). Pencurian.
“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang
mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maidah ayat 38)
4) Riba.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta
manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
melaksanakan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar-Rum
ayat 39)
10
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipatganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.” (Q.S. Ali Imran ayat 130).
Yang dimakasud riba disini ialah riba nasi’ah. Menurut
sebagian besar ulama bahwa riba rasi’ah itu selamanya haram,
walaupun tidak berlipatganda. Riba raji’ah adalah penambahan
bersyarat yang diperoleh orang yang mengutangkan dari orang yang
berutang lantaran adanya penangguhan.
Dalam Al-Qur’an Allah telah berfirman : “Orang-orang
yang memakan riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila, yang demikian
itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba.
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
nerhenti maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi,
maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”
(Q.S. Al-Baqarah ayat 275).
* Maksudnya bahwa orang yang mengambil riba tidak tenteram
jiwanya seperti orang kemasukan setan.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang
yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 278)
“Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang
dari Allah dan RasulNya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu
berhak atas perkara hartamu. Kamu tidak berbuat zhalim
(merugikan) dan tidak di zhalimi (dirugikan).” (Q.S. Al-Baqarah
ayat 279).
11
5). Larangan Spekulasi.
“Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat
Allah) dan Allah mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa
yang kamu sembunyikan. (Q.S. Al-Maidah ayat 99).
6). Larangan mengusahakan barang-barang berbahaya bagi pribadi
dan masyarakat.
“Mereka menampakkan kepadamu (Muhammad) tentang khamar
dan judi, katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar
daripada manfaatnya. Dan mereka menampakkan kepadamu apa
yang harus mereka infaqkan. Katakanlah: kelebihan (dari apa
yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya
kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 219).
b. Larangan menimbun harta benda tanpa ada manfaat bagi manusia.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari orangorang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang
dengan jalan bathil dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dar
jalan Allah; Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menginfaqkannya dijalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (Q.S. AtTaubah ayat 34).
“Ingatlah pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka
Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka
(seraya dikatakan) kepada mereka; “Inilah hartamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu.” (Q.S. At-Taubah ayat 35).
- Kewajiban melaksanakan amanat.
“Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya. (Q.S. An-Nisa’ ayat 58)
12
c. Larangan melampaui batas (boros dan bersifat kikir).
“Dan( termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orangorang yang apabila menginfaqkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan
dan tidak (pula) kikir, diantara keduanya secara wajar.” (Q.S. Al-Furqan
ayat 67).
Prinsip-prinsip dasar tersebut tidak berubah dan tidak pernah lapuk serta
cocok pada situasi dan kondisi dalam kemajuan ekonomi di masyarakat
dan disegala zaman.
C. Ciri-Ciri Ekonomi Islam.
Ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem agama Islam yang
memiliki hubungan sempurna dengan agama Islam, yaitu adanya hubungan
antara ekonomi Islam dengan akidah dan syari’ah. Hubungan ini menyebabkan
ekonomi Islam memiliki sifat pengabdian (ibadah) dan cita-cita yang luhur
serta memiliki pengawasan atas pelaksanaan kegiatannya dan mengadakan
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat dalam berekonomi.
1. Sifat Pengabdian dari sistem Ekonomi Islam.
Pekerjaan ekonomi seseorang akan bernilai ibadah apabila
dimaksudkan/diniatkan untuk mencari keridhaan Allah.
2. Cita-cita luhur dari ekonomi Islam.
Cita-cita luhur yang dikehendaki oleh ekonomi Islam tidak hanya
terbatas pada keuntungan semata melainkan memiliki tujuan untuk
memakmurkan bumi dengankepatuhan terhadap perintah Allah dan
merupakan realisasi dari khalifatullah di bumi Allah.
3. Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Ekonomi.
Dalam lingkungan ekonomi Islam, disamping adanya pengawasan
syari’at yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum. Ada pula pengawasan
yang lebih ketat dan lebih aktif yaitu pengawasan hati nurani yang telah
terbina di atas keyakinan akan adanya Allah dan perhitungan dihari akhirat.
4. Prioritas kepentingan antara individu dan masyarakat dalam ekonomi
Islam.
13
Islam mengakui masing-masing kepentingan baik kepentingan
individu, maupun kepentingan orang banyak, selama tidak ada pertentangan
diantara keduanya. Islam mengakui hak milik individu juga (mengatur hak
milik orang banyak, masyarakat). Kebebasan individu diakui selama tidak
membahayakan orang banyak. Namun jika terjadi pertentangan antara
kepentingan individu dan kepentingan orang banyak dan tidak bisa
dikompromikan, maka Islam akan mendahulukan kepentingan orang banyak
daripada kepentingan individu.
D. Hak Milik Dalam Sistem Ekonomi Islam.
Sejak awal Islam mengakui hak milik individu dan juga mengakui
hak milik orang banyak. Untuk masing-masing diberi lapangan sendiri-sendiri
dimana yang satu dan lainnya bukan merupakan pengecualian ataupun
merupakan cara penanggulangan sementara yang terpaksa didahulukan karena
hal-hal tertentu. Hak milik tersebut diistilahkan sebagai hak milik khusus dan
hak milik umum, yang keduanya bersifat tidak muthlaq (pemilik muthlaq
adalah Allah SWT). Berbeda dengan ekonomi kapitalis yang menganggap hak
milik individu sebagai kaidah dan hak milik umum sebagai pengecualian,
sedangkan ekonomi sosialis adalah sebaliknya.
1. Hak milik Umum.
Hak milik umum ialah harta yang dikhususkan untuk kepentingan umum
atau kepentingan jamaah kaum muslimin. Pada pokoknya suatu benda
(harta) itu ada yang boleh dimiliki oleh perorangan dan adapula yang tidak.
Nabi pernah bersabda : “Semua orang berserikat mengenai tiga hal yaitu
mengenai air minum, api serta garam.” (H.R. Imam Ahmad dan Abu
Dawud).
Menurut hadits tersebut bisa dikiaskan menjadi : minyak dan gas
bumi, barang tambang, dan kebutuhan pokok manusia lannya.
Dewasa ini, hak milik umum dikembangkan lebih luas yaitu
mencakup jalan, sungai, jembatan, lautan, danau, bukit, dan sebagainya.
Demikian juga terhadap benda-benda vital yaitu sesuatu yang muthlaq
diperlukan bagi kepentingan negara dan hajat hidup rakyat banyak seperti
14
perusahaan listrik, perusahaan Telkom, Perusahaan Air Minum dan
sebagainya.
2. Hak milik khusus.
Islam berpandangan bahwa manusia adalah makhluq yang memiliki
dorongan-dorongan yang merupakan fitrah dan insting-insting sosial.
Diantaranya insting ingin memilki dan mempunyai harta benda :
“ Sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan ( yang halal dan yang haram ) QS Al Fajr ayat 19 .
“ Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan “ . QS Al
Fajr 20 )
Insting inilah yang mendorong manusia melakukan usaha pembangunan
dan ingin kekal.
Pengakuan dan penghormatan Islam terhadap hak milik ini disertai dengan
pengaturannya. Penghormatan ini tampak sebagai berikut :
1) Bahwa Syari’at menganggap harta termasuk dari 5 (lima) tujuan yang
wajib dijaga dan dipelihara, yakni : Agama, Jiwa, Akal, Kehormatan
dan Harta.
2) Syari’at melarang orang melanggar ketentuan atas harta ini dengan
macam apapun dari bentuk pelanggarannya.
Pada prinsipnya Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha
bagi seseorang untuk memperoleh harta, demikian pula Islam tidak
membatasi kadar banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang,
yang terpenting selama usaha itu dilakukan dengan wajar dan halal. Artinya
sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral.
“ Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan batil
dan ( janganlah) kamu menyuap denan harta itu kepada pada Hakim
dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain
itu dengan jalan dosa padahal kamu mengetahui “(Q.S. Al-Baqarah :
188)
“ Dan janganlah kamu irihati terhadap karunia yang telah dilebihkan
Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain ( karena ) bagi
15
lak-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan . Mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunianya . Sungguh Allah maha
mengatahui segala sesuatu “ (Q.S. 4 ayat 32).
E. Asas-Asas Hukum Kegiatan Ekonomi Islam.
1. Kebebasan berusaha.
Allah
SWT
telah
memberikan
tuntunan
agar
manusia
memanfaatkan karunia berupa bumi dan isinya yang telah diberikan oleh
Allah SWT, untuk manusia agar mencari anugerah Allah. Allah SWT
berfirman (Q.S. 26 : 15) :
“Dialah Zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu, oleh karena
itu berjalanlah dipermukaannya dan makanlah dari rezekinya.”
Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha seseorang
untuk memperoleh harta sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan masing-masing seperti pertanian, perikanan, perkebunan
atau perdagangan dan sebagainya. Usaha untuk menggerakkan anggota
badan merupakan sarana alami seseorang untuk memperoleh harta.
Harta yang dihasilkan dari suatu usaha atau karya merupakan
harta yang terpuji dalam pandangan Islam. Hal ini disebutkan oleh Nabi
Muhammad SAW, ketika beliau ditanya tentang pekerjaan apa yang
paling baik, maka jawab beliau pekerjaan seseorang dengan tangannya
sendiri dan semua jual beli yang mabrur (paling halal dan paling
berkesan). (H.R. Ahmad, Thabrani dan Ibnu Umar); (Sayid Sabiq ; Fiqhi
Sunnah).
2. Pengharaman Riba’.
Riba menurut pengertian bahasa berarti Az-Ziadah (tambahan).
Yang dimaksud riba dal kitab Fiqh ialah tambahan atas modal, baik
penambahan itu sedikit maupun banyak.
16
Secara
Kronologis
berdasarkan
urutan
waktu,
tahapan
pengharaman riba dalam Al-Qur’an sebagai berikut
a.
Pada Peride Makkah turun firman Allah yang berbunyi :
“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan supaya dia
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yangjkamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka yang (berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.”
(Q.S. 30 ayat 39).
b.
Pada Periode Madinah turun ayat yang mengharamkan riba secara
jelas, yakni : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertaqwalah kamu
kepada Allah supaya kamu dikasihi.” (Q.S. 3 : 130).
c.
Terakhir firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, bersegeralah kamu kepada Allah
dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Jika kamu bertaubat
bagimu pokok hartamu (modal) kamu tidak melakukan kezhaliman
dan tidak pula di zhalimi.
Ayat ini merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan
masalah riba yang mengandung penolakan terhadap anggapan bahwa
riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Oleh karena disini Allah
tidak membolehkannya kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada
penambahan.
3. Pengharaman jual beli samar/mengandung sifat penipuan (Bai’in AlGharar).
Yang dimaksud dengan Al-Gharar ialah sesuatu yang tidak
diketahui pasti, benar atau tidaknya.
17
Jadi, Bai’u Al-Gharar ialah jual beli yang tidak pasti hasilhasilnya karena bergantung kepada hal yang akan datang atau kepada
sesuatu yang belum diketahui yang kadang terjadi, kadang-kadang
tidak.
Contoh dari jual beli ini seperti : menjual bibit binatang yang
masih ada dalam tulang rusuk binatang jantan, menjual burung yang
sedang terbang, menjual ikan yang masih dalam air atau menjual buahbuahan yang masih hijau kecuali jika buah itu dipetik seketika itu juga.
4. Pengharaman penyalahgunaan pengaruh untuk mencari harta.
Islam mengharamkan usaha seseorang untuk mendapatkan
harta dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan atau pengaruhnya.
Imam Buchari meriwayatkan bahwa suatu hari : Ibn AlLutaibah menghadap Rasulullah SAW sehubungan dengan hasil
kerjanya yang oleh Rasulullah ia telah ditugaskan untuk memungut
zakat dari Bani Sulaiman, maka dibagilah olehnya hasil zakat ini
menjadi dua dan ia berkata kepada Nabi : “yang ini untuk anda sekalian
adapun ini adalah hadiah-hadiah yang diberikan orang padaku.”
Marahlah Rasulullah SAW, beliau berdiri seraya berpidato
kepada semua orang sabdanya sesudah memuji Allah SWT, Amma
Ba’du : Sesungguhnya aku telah mempekerjakan beberapa orang dari
kalian untuk mengemban tugas beberapa perkara yang Allah kuasakan
kepadaku. Maka datanglah seorang kalian, dan katanya yang ini untuk
anda sekalian, adapun yang ini adalah hadiah-hadiah yang diberikan
kepadaku, mengapa tidak duduk saja dia dirumah bapaknya atau
dirumah ibunya, lalu nantikanlah diberikan ia hadiah atau tidak? Demi
Allah yang diriku ada pada kekuasaannya , tidak seorangpun bisa
mengambil dari hak ini sedikit juga kecuali ia akan datang kelak dihari
qiamat dengan memikulnya diatas tengkuknya. Kemudian Nabi SAW
mengeluarkan semua hadiah yang telah diberikan kepada Ibn AlLutaibah, lalu dimasukkan kedalam gudang perbendaharaan.
18
5. Pengharaman Pemborosan dan kemewahan.
Sebagaimana Islam mengatur mengenai cara-cara berusaha
untuk mendapatkan harta, Islam juga mengatur cara-cara pengeluaran
dan penggunaan harta. Dalam Al-Qur’an dapat kita jumpai firman Allah
Q.S 17 : 27 :
“Sesungguhnya orang-orang pemboros adalah saudara-saudara
setan, dan setan
itu adalah kafir terhadap Tuhannya.”
“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah dinegeri ini
(supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam
negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan
kami, kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Q.S.
17 : 16).
Dari ayat-ayat tersebut, tampak bahwa Islam tidak menghendaki
pola hidup mewah dan sikap pemborosan.
Islam mengharamkan sikap pemboros dan bermewah-mewah
oleh karena dengan kedua sikap ini membawa orang kepada kemalasan
dan mendorong orang berbuat keji/munkar. Dari sikap bermewahmewah menyebabkan semakin kentara jurang pemisah antara si kaya
dan si miskin yang bisa mengarah kepada perpecahan dan rasa dengki.
6. Pengharaman Penimbun Harta.
Yang dimaksud penimbun harta disini adalah menimbunnya,
membekukannya, menahannya dan menjauhkannya dari peredaran
yakni dari andilnya untuk ikut menjadi produktif.
Firman Allah SWT : Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kabar kepada mereka bahwa (mereka akan mendapat)
siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak dalam neraka
Jahannam, lalu dibakar dengan dahi, lambung dan punggung mereka
(lalu dikatakan) kepada mereka; “Inilah harta bendamu yang kamu
19
simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu.” (Q.S. 9 : 34 - 35).
Penimbunan harta berbahaya terhadap perekonomian, karena
hal ini berarti membekukan harta dari usaha-usaha produktif.
Demikian pula diharamkan terhadap penimbunan barang-barang
kebutuhan pokok masyarakat dengan maksud agar barang tersebut
berkurang dimasyarakat sehingga harganya meningkat.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Muslim dari
Muammar, bahwa Nabi bersabda :“siapa yang melakukan penimbunan
maka ia bersalah (berdosa).”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Thabrani dari Ma’qol
bin Yasar bahwa Nabi SAW bersabda : “Siapa yang ikut campur dalam
urusan harga kaum muslimin dengan tujuan memahalkan atas mereka
adalah hak Allah SWT, mendudukkannya di golakan api pada hari
qiyamat.
Beberapa hal yang telah diuraikan diatas, merupakan beberapa
asas hukum dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi yang berkaitan
dengan nilai hukum keagamaan yang bersifat ibadah apabila dipatuhi.
F. Misi Ekonomi Islam.
1. Untuk memenuhi kebutuhan manusia
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa Al Qur’an dan As
Sunnah merupakan sumber hukum dan tuntunan bagi umat Islam dalam
melakukan kontak-kontak bisnis dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup, baik untuk kepentingan dunia maupun kehidupan akhirat.
Sebagaimana firman Allah yang artinya :
“ Dan usahakanlah pada segala benda yang dianugerahkan kepadamu
akan kesenangan kampung akhirat, dan janganlah kamu lupakan
kebahagiaan nasibmu di dunia, dan berbuatlah kebajikan kepada
sesama manusia sebagaimana Tuhan berbuat kebajikan kepadamu, dan
janganlah membuat kerusakan di bumi . Sesungguhnya Tuhan tidak
20
menyukai orang-orang yang berbuat kebinasaan “. QS Al Qashash ayat
77 .
Dari firman Allah di atas jelaslah bahwa misi ekonomi Islam
merupakan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan agar umat manusia
menuntut harta kekayaan, karena hal itu merupakan bagian terpenting
dari kehidupan manusia, akan tetapi pemenuhan kebutuhan itu untuk
berbuat kebajikan , untuk melakukan ibadah/pengabdian kepada Allah
swt. dalam arti yang luas .
Oleh
kebutuhannya
karena
dibatasi
itu
oleh
ekonomi
Islam
dalam
memenuhi
kaidah-kaidah/koridor-koridor
yang
berpengaruh terhadap pekerjaannya dalam lapangan usaha baik di
bidang produksi, bahan material yang halal dan dibuatnya barangbarang produksi itupun dengan cara-cara yang halal pula.
2. Menghilangkan kemiskinan masyarakat .
Misi utama ekonomi Islam adalah menghilangkan atau paling
tidak mengatasi kemiskinan didalam masyarakat. Karena dengan
makmurnya masyarakat diharapkan meningkatnya ketaqwaan kepada
Allah swt. sebaliknya kemiskinan masyarakat dapat menimbulkan
kerawanan keamanan di masyarakat bahkan dapat mendekati kepada
kekufuran.
Sabda
Nabi
saw.
:
“Hampir-hampir
kefakiran
(kemiskinan)
menyebabkan kekufuran”
Allah berfirman yang artinya :
“ Dan berilah mereka ( hamba sahaya yang ingin merdeka) sebagian
harta Allah yang telah diberikan kepadamu “ QS. An Nur ayat 33.
“ Berimanlah kepada Allah dan RasulNya, dan infaqkanlah sebagian
sesuatu yang Allah telah membuatmu menguasainya “ QS. Al Hadid
ayat 7 .
“ Ada dalam harta mereka, hak-hak orang miskin yang meminta-minta
dan yang tidak meminta-minta” QS. Adz Dzariyat ayat 19 .
21
Dalam sistem ekonomi Islam ada ajaran yang menganjurkan tentang
infaq, shodaqoh dan ajaran kewajiban membayar zakat sebagai rukun Islam
kelima. Dengan ajaran ini Islam bermaksud untuk menghilangkan atau
mengatasi kemelaratan atau kemiskinan dalam masyarakat, yang pada akhirnya
akan dapat mengurangi jarak pemisah antara si kaya dengan si miskin.
22
PENUTUP
a. Kesimpulan :
Kalau kita cermati sesungguhnya sistem ekonomi Islam secara garis
besar telah termaktub dan tertera secara jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul. Dalam sistem ekonomi Islam dalam mencari rizki harus dapat
membedakan rizki yang halal dan yang haram. Islam tidak membenarkan
umatnya untuk mencari kekayaan semau-mau mereka dengan jalan apa saja
yang dikehendaki mereka. Akan tetapi Islam memberikan perbedaan kepada
mereka antara jalan-jalan yang sah untuk mencari rizki, karena mengingat akan
kemaslahatan masyarakat.
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan
terlepas dari sistem ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis dan komunis.
Kalau kita mau menoleh sejarah umat Islam di Indonesia maka kita
akan mengenal bahwa pemerintah penjajahan Belanda yang notabene adalah
kafir dan penganut paham kapitalis dan sekuler telah lama meninabobokan para
ulama Indonesia agar tidak mengurus masalah duniawi (ekonomi), karena
mereka khawatir akan membawa umat Islam (pribumi) memberontak dan akan
mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi dan kenyataannya umat Islamlah
sebagai pribumi yang tampil digaris depan mengusir penjajah.
Akan tetapi hasil tipudaya penjajah ini termakan juga oleh kaum
muslimin sehingga banyak kalangan masyarakat dalam menilai/memahami
persoalan ekonomi sebagai persoalan dunia yang lepas dari persoalan agama.
Akibatnya persoalan perekonomian umat kurang mendapat perhatian dalam
kajian keislaman, jarang sekali para pakar Islam didalam ceramah dan tulisantulisan yang membahas masalah ekonomi.
Bahkan dapat kita rasakan di masyarakat bahwa sistem ekonomi
kapitalis dalam kehidupan masyarakat Islam Indonesia merupakan hal yang
sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Umat Islam sudah terbiasa
bertransaksi dengan Bank-Bank Konvensional dengan sistem bunganya dan
tidak lagi terlintas dalam hati apakah bunga tersebut termasuk riba atau bukan
23
.Meskipun dalam kajian kitab-kitab Fiqh Islam mayoritas Ulama menyatakan
bahwa bunga Bank adalah riba, namun banyak diantara umat Islam mencari
alasan pembenaran dengan dalih sifatnya adalah darurat. Sedangkan kita
sudah tahu masih banyak Bank-bank Islam (Bank Muamalah) yang jauh lebih
maju dari pada Bank-bank konvensional. Akan tetapi sampai kapan dan sampai
dimana batasan darurat berkaitan dengan masalah ini, tiada pembahasan yang
baku dan jelas.
Sekarang kita sudah merdeka setengah abad lamanaya apakah doktrin
penjajah Belanda masih dipegang oleh umat Islam bahwa tidak usah mengurus
soal dunia atau persoalan ekonomi.
Pemahaman tersebut jangan sampai berlanjut terus, sebab kalau hal ini
berlanjut terus maka umat Islam akan selalu menjadi mangsa pengusaha non
muslim yang menghalalkan segala cara dengan sistem ekonomi kapitalisnya
dan telah terbukti menyengsarakan masyarakat Islam.
b. Saran-saran :
Kini kita sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar
ketertinggalan di bidang usaha ekonomi menurut Islam dan kita juga sudah
semestinya umat Islam mengamalkan ajaran agamanya secara menyeluruh,
yang mana beraqidah, beribadah dan bermuamalah secara Islam atau dalam Al
Qur’an diistilahkan masuk Islam secara kaffah. Mari kita mulai dari diri kita
sendiri selanjutnya bersama kaum muslimin semuanya. Karena sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang
mengubah nasibnya.
Akhirnya segala sesuatunya kita serahkan kepada Allah subhanahu
wataala. Semoga penulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Amin.
24
DAFTAR PUSTAKA
-
Departemen Agama RI; Al-Qur’an dan Terjemahnya, tahun 2005.
- AM. Hasan Ali, MA ; Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. (Suatu
tinjauan analisis Historis, Teoritis & Praktis), Prenada Media,
cetakan kedua, tahun 2005.
- Gemala Dewi, SH. LLM ; Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan &
Perasuransian Syari’ah di Indonesia, Prenada Media, Cetakan
ke 2, tahun 2005.
- Moh Faisal Salam, SH. MM.; Pertumbuhan Hukum Bisnis Syari’ah di
Indonesia, Penerbit Pustaka, Cetakan I tahun 2006.
- Sayid Sabiq ; Fiqh Sunnah, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, 11983 M-1403H
- Syamsudin Ramadan; Islam Musuh Bagi Sosialisme dan Kapitalisme,
Penerbit Wahyu Pres ; 2003.
- Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa;
Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta Balai Pustaka Edisi III Cet. 2
2002.
- Warkum Sumitro, SH. MH; Asas-Asas Perbankan Islam dan LembagaLembaga Terkait BMI & TAKAFUL di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Cetakan ketiga, tahun 2002.
Download