1 SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI ALTERNATIF Oleh : Drs.H.ARPANI, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Agama Kandangan) PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pada tulisan ini penulis bermaksud mengambarkan secara garis besar tentang sistem ekonomi yang sedang berlaku dan berkembang dewasa ini, yang kami batasi pada sistem ekonomi kapitalis, sosialis / komunis secara singkat ringkas dan sangat terbatas, untuk selanjutnya penulis paparkan sistem Ekonomi Islam sebagai alternatif untuk menggantikan sistem kapitalis, sosialis/ Komunis yang telah nyata-nyata gagal dalam mensejahterakan umat terutama umat Islam. Pengertian kata sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : “ perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas “ Kata Ekonomi diambil dari bahasa Yunani yang maknanya adalah “mengatur urusan rumah tangga”. 1) Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa , Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta Balai Pustaka Edisi III Cet. 2 2002 hal 1076)“. Dalam garis besarnya ilmu Ekonomi dibagi atas tiga disiplin ilmu, yaitu : 1. Ilmu Ekonomi Umum yaitu ilmu yang mempelajari upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mencapai kemakmuran. Adapun yang 2 dimaksud kemakmuran adalah kebutuhan manusia akan sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan sebagainya. 2. Ilmu Ekonomi Perusahaan yang merupakan bagian dari ilmu Ekonomi khusus mempelajari gejala-gejala dan kenyataan-kenyataan ekonomis didalam perusahaan, fokusnya dalam mempelajari tingkah laku manusia didalam melakukan kegiatan usaha atau perusahaan. 3. Ilmu Ekonomi Pembangunan merupakan cabang ilmu Ekonomi yang khusus mempelajari masalah-masalah pembangunan ekonomi suatu negara, yang terdiri atas pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Yang dimaksud disini semata-mata adalah makna istilah untuk sebutan tertentu, yaitu kegiatan mengatur urusan harta kekayaan. Baik yang menyangkut kegiatan memperbanyak jumlah kekayaan serta menjaga pengadaannya, yang kemudian dibahas dalam ilmu ekonomi, maupun yang berhubungan dengan cara (mekanisme) pendistribusiannya, yang kemudian dibahas dalam sistem ekonomi. Dengan demikian pembahasan tentang cara mengatur materi kekayaan tersebut harus dibicarakan dengan pembahasan tentang mengatur pendistribusiannya. Karena pembahasan pertama mengatur atau berkaitan dengan pemikiran (konsep) tertentu, oleh karena itu pembahasan tentang sistem ekonomi harus dibahas sebagai sebuah pemikiran yang mempengaruhi dan terpengaruh oleh pandangan hidup tertentu. Dalam kaitan ini, perlu pengaturan yang jelas yang membedakan aturan bisnis yang berlaku umum dengan aturan bisnis yang berlaku dikalangan pelaku bisnis muslim, sehingga tidak terjadi benturan-benturan satu sama lainnya. Bertitik tolak dari sini penulis mencoba memberikan gambaran singkat tentang sistem ekonomi yang berkembang di dunia yang pada garis besarnya terdiri dari sistem ekonomi Kapitalis, sistem ekonomi Sosialis, sistem ekonomi Komunis, dan terakhir ekonomi Islam dan perkembangannya dalam menjawab 3 sistem ekonomi Sekuler yang telah gagal dalam mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat yang berkeadilan. B. Sistem Ekonomi Kapitalis. Dalam sistem ekonomi Kapitalis dimulai dari memproduksi kebutuhan manusia yang semakin lama semakin berkembang. Dalam rangka memproduksi barang kebutuhan tersebut pada mulanya tersebar didalam masyarakat, dimana setiap orang menghasilkan produksi secara perorangan sesuai dengan keahliannya. Para penghasil barang-barang kebutuhan ini memiliki sendiri alatalat produksinya. Pemilikan alat-alat produksi oleh perorangan ini merupakan landasan timbulnya sistem kapitalis. Bahwa orang-peroranglah pemilik satu-satunya atas hasil produksi yang dihasilkannya, sedangkan orang lain tidak mempunyai apaapa terhadapnya. Dalam masyarakat kapitalis maka produksi barang merupakan tujuan utama. Kepentingan masyarakat dikorbankannya demi untuk memperbesar kekayaannya. Suatu hal yang pasti terjadi dalam sistem kapitalis ini ialah lahirnya kecenderungan yang keras dikalangan masyarakat untuk mengumpulkan kekayaan dan untuk tidak mengeluarkannya kecuali pada jalan yang mendatangkan keuntungan besar bagi dirinya. Mereka yang menguasai segala sumber produksi, dengan demikian mereka pulalah yang memegang kekuasaan atas segala pekerjaan distribusi, bahkan ditangan mereka terdapat hak untuk menentukan dan membatasi pembagian konsumsi. Dengan berkembangnya sistem Kapitalisme, berakibat : 1. Bertumpuk-tumpuknya barang hasil produksi, sedangkan konsumen yang sudah dimelaratakan tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya. 2. Terjadinya pengangguran yang luar biasa karena tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin. 3. Terjadinya berbagai krisis didunia, terutama krisis ekonomi. 2) Syamsudin Ramadhan, Islam musuh bagai sosialisme dan kapitalisme, Penerbit Wahyu Press, 2003 hal 40. 4 Kebebasan kepemilikan atau kebebasan berekonomi yang membolehkan setuap orang untuk menguasai barang, jasa dan dengan cara apapun telah melahirkan para pemilik modal (Kapitalisme) yang merupakan faktor penentu penggerak sistem ekonomi dinegara-negara barat. Dalam Sistem Kapitalisme yang diutamakannya adalah aspek ekonominya tanpa membahas keberadaan Tuhan secara jernih dan mendalam. Agama tidak boleh mencampuri urusan dunia dan harus dipisahkan dari urusanurusan dunia. Agama adalah urusan pribadi dan tidak boleh mengatur atau mencampuri urusan wilayah publik . Prinsipnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya . C. Sistem Ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi Sosialisme adalah bentuk tertua dari bentuk ekonomi yang ada, yang biasa disebut bentuk sistem ekonomi yang alamiah. Dikatakan sistem alamiah karena sistem ini timbul didalam masyarakat didasar kesadaran bahwa masyarakat atau individu itu adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Mengerjakan sesuatu dikerjakan secara gotong-royong, tolong-menolong tanpa mengharapkan imbalan. Sistem ini mengutamakan kepentingan individu, namun kepentingan masyarakat daripada demikian kepentingan individu masih tetap terlindungi. Individu-individu tetap diperkenankan mempunyai hak-hak untuk memiliki alat-alat dalam memenuhi keperluan konsumtif. Sedangkan alat-alat yang diperlukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat harus berada ditangan negara. Didalam perkembangannya, sistem Sosialis ini menguasai alat-alat yang dianggap vital untuk kepentingan masyarakat dengan jalan menasionalisasikan seluruh alat-alat produksi seperti tanah, pabrik-pabrik dan lembaga-lembaga perdagangan dan industri yang tadinya kepunyaan individu-individu menjadi milik negara atau dikuasai oleh negara. 5 D. Sistem Ekonomi Komunis. Dalam ajaran Komunis orang perorang tidak mempunyai hak untuk memiliki secara sendiri-sendiri. Orang perorang bekerja dalam suatu proses produksi secara bersama-sama dan untuk kepentingan bersama pula. Masyarakat yang menyediakan kebutuhan hidup bagi mereka, dan untuk itu mereka berhak mendapat bagian atau imbalan yang layak dari pekerjaan itu. Sistem Komunis tidak mengenal adanya hak milik perorangan atas alat-alat produksi. Dalam sistem ekonomi komunis bermaksud mengubah sistem ekonomi kapitalis dengan tujuan mudah menegakkan keadilan dalam pembagian kekayaan didalam masyarakat agar terjadi keseimbangan. Akan tetapi niat baik ini bertentangan dengan fitrah manusia, dengan menghapuskan hak individu untuk memiliki kekayaan secara perorangan dan menjadikan individu-individu mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Dengan mengesampingkan kepentingan individu-individu ini berarti mematikan kreativitas pribadi, padahal tidak ada seorangpun yang akan mencurahkan tenaga, pikiran kecuali mengerjakan pekerjaan yang disukainya dan hasilnya adalah untuk kepentingan pribadinya atau pekerjaan yang membawa manfaat baginya. Dalam sistem komunis memperlakukan individu-individu sebagai alat, individu-individu dianggap sebagai benda mati, mereka diperlakukan secara sewenang-wenang tanpa ada belas kasihan dan tanpa ada suatu penghargaan yang memadai. Karena itu sistem komunis adalah salah satu sistem yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu dimana manusia mempunyai hak kebebasan hidup, mempunyai hak milik perorangan atau memilih pekerjaan yang ia sukai. Kalau sistem komunis tidak diterapkan secara diktator dan kejam, maka sistem komunis itu tidak akan berumur panjang karena ia sangat bertentangan dengan fitrah manusia. 6 EKONOMI ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA Sistem ekonomi Islam didirikan diantara sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis (komunis). Pokok dan prinsipnya adalah memberikan kepada individu hak-hak asasi dan pribadi-pribadi seluruhnya dengan suatu cara yang tidak merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan. Pada satu segi, Islam memberikan kepada individu haknya mengenai milik perorangan dan haknya dalam melakukan tindakan terhadap kekayaan. Pada sisi yang lain, Islam mengikat tiap-tiap hak dan tiap-tiap tindakan itu dengan berbagai ikatan moral dari dalam dan ikatan perundang-undangan dari luar, dengan tujuan sumber-sumber kekayaan tidak tertumpuk pada satu tempat secara besarbesaran., tetapi beredar dan berpindah-pindah diantara berbagai individu dan perorangan, hingga masing-masing memperoleh bagiannya yang sah dan pantas. Sistem Ekonomi Islam beranggapan bahwa ikatan diantara kepentingan masyarakat adalah erat, semata-mata karena pihak keduanya. Antara keduanya harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertentangan. Berkaitan dengan ini, penulis mencoba mengetengahkan sistem ekonomi Islam dalam garis besarnya sebagai alternatif menggantikan sistem ekonomi Kapitalis, sistem ekonomi Sosialis/Komunis yang telah gagal dalam mensejahterakan masyarakat. Sistem ekonomi Islam seharusnya menjadi satu satunya pilihan bagi umat Islam dalam berpijak, bertindak dan melangkah untuk membangun ekonomi umat Islam. A. Pengertian. Pengertian ekonomi Islam menurut Halide adalah kumpulan dasardasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi. 3) Moh. D. Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, 1988. hal. 3, cet. Pertama, UI Press. Menurut Dr. Mahmud Abdullah Al- Arabi bahwa Ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari 7 Al-Qur’an dan As-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan diatas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. 4) Gemala Dewi,SH. LLM ; Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, 2004. Prenada Media, cet. 2, hal-33. Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa Ekonomi Islam terdiri dari dua bagian, yaitu : Pertama : Diistilahkan dengan “sekumpulan dasar-dasar umum Ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi.” Kedua : Yaitu yang diistilahkan dalam definisi tersebut di atas dengan “bangunan perekonomian yang didirikan diatas landasan dasar-dasar yang sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.” Maksud istilah tersebut adalah cara-cara penyesuaian atau pemecahan masalah ekonomi yang dapat dicapai oleh para ahli dalam negara Islam sebagai pelaksanaan dari prinsip-prinsip Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas. Mengenai yang pertama yaitu prinsip-prinsip dasar tidak berubah yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunnah tersebut para ahli mengistilahkan sebagai mazhab ekonomi Islam sedangkan yang kedua mengenai cara-cara penyesuaian yang berbah-ubah dalam bidang ekonomi, ini diistilahkan dengan sistem-sistem ekonomi Islam. 5) Prof. HA. Djazuli, MA, Fiqhi Syari’ah, Implementasi, Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah ; Prenada Media 2003, hal 411-412. B. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Dasar umum ekonomi Islam tersebut antara lain tercermin dalam prinsip sebagai berikut : 1. Bahwa segala cara usaha, pokok asalnya adalah boleh (mubah). “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang dibumi untukmu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”(Q.S. Al-Baqarah ayat 29). 8 “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmatNya untukmu lahir dan bathin tetapi diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.” (Q.S. Luqman ayat 20) 2. Bahwa hasil pekerjaan kembali kepada yang mengerjakannya, tidak ada perbedaan dalam hal ini (ekonomi) diantara laki-laki dan perempuan. “Dan janganlah kmu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunianya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’ ayat 32) 3. Bahwa pemimpin harus dapat mengendalikan distribusi pekerjaan dalam masyarakat, manakala tidak ada keseimbangan diantara mereka yang dipimpinnya. “Apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada rasulNya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, Kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orangorang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al-Hasyr ayat 7). 4. Bahwa haram hukumnya menganiaya (berbuat zhalim) dengan menerjang hak atas orang Islam lain. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan AtTurmudzi : “Orang Muslim atas Muslim lainnya, haram darahnya, kehormatannya dan hartanya.” 9 5. Prinsip-prinsip lain yang bersifat membatasi motif-motif ekonomi dari pelaku ekonomi, seperti : a. Larangan menghasilkan harta dengan jalan bathil seperti : 1). Menipu. “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai usia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah. Sesungguhnya, sekalipun dia kerabatmua dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.” (Q.S. Al-An’am ayat 152) 2). Melanggar Janji. “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji.” (Q.S. Al-Maidah ayat 1) Janji disini adalah janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. 3). Pencurian. “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maidah ayat 38) 4) Riba. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu melaksanakan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar-Rum ayat 39) 10 “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipatganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran ayat 130). Yang dimakasud riba disini ialah riba nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba rasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipatganda. Riba raji’ah adalah penambahan bersyarat yang diperoleh orang yang mengutangkan dari orang yang berutang lantaran adanya penangguhan. Dalam Al-Qur’an Allah telah berfirman : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila, yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia nerhenti maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 275). * Maksudnya bahwa orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan setan. “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 278) “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan RasulNya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas perkara hartamu. Kamu tidak berbuat zhalim (merugikan) dan tidak di zhalimi (dirugikan).” (Q.S. Al-Baqarah ayat 279). 11 5). Larangan Spekulasi. “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dan Allah mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan. (Q.S. Al-Maidah ayat 99). 6). Larangan mengusahakan barang-barang berbahaya bagi pribadi dan masyarakat. “Mereka menampakkan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi, katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menampakkan kepadamu apa yang harus mereka infaqkan. Katakanlah: kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 219). b. Larangan menimbun harta benda tanpa ada manfaat bagi manusia. “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari orangorang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan bathil dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dar jalan Allah; Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfaqkannya dijalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (Q.S. AtTaubah ayat 34). “Ingatlah pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka; “Inilah hartamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Q.S. At-Taubah ayat 35). - Kewajiban melaksanakan amanat. “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (Q.S. An-Nisa’ ayat 58) 12 c. Larangan melampaui batas (boros dan bersifat kikir). “Dan( termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orangorang yang apabila menginfaqkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, diantara keduanya secara wajar.” (Q.S. Al-Furqan ayat 67). Prinsip-prinsip dasar tersebut tidak berubah dan tidak pernah lapuk serta cocok pada situasi dan kondisi dalam kemajuan ekonomi di masyarakat dan disegala zaman. C. Ciri-Ciri Ekonomi Islam. Ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem agama Islam yang memiliki hubungan sempurna dengan agama Islam, yaitu adanya hubungan antara ekonomi Islam dengan akidah dan syari’ah. Hubungan ini menyebabkan ekonomi Islam memiliki sifat pengabdian (ibadah) dan cita-cita yang luhur serta memiliki pengawasan atas pelaksanaan kegiatannya dan mengadakan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat dalam berekonomi. 1. Sifat Pengabdian dari sistem Ekonomi Islam. Pekerjaan ekonomi seseorang akan bernilai ibadah apabila dimaksudkan/diniatkan untuk mencari keridhaan Allah. 2. Cita-cita luhur dari ekonomi Islam. Cita-cita luhur yang dikehendaki oleh ekonomi Islam tidak hanya terbatas pada keuntungan semata melainkan memiliki tujuan untuk memakmurkan bumi dengankepatuhan terhadap perintah Allah dan merupakan realisasi dari khalifatullah di bumi Allah. 3. Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Ekonomi. Dalam lingkungan ekonomi Islam, disamping adanya pengawasan syari’at yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum. Ada pula pengawasan yang lebih ketat dan lebih aktif yaitu pengawasan hati nurani yang telah terbina di atas keyakinan akan adanya Allah dan perhitungan dihari akhirat. 4. Prioritas kepentingan antara individu dan masyarakat dalam ekonomi Islam. 13 Islam mengakui masing-masing kepentingan baik kepentingan individu, maupun kepentingan orang banyak, selama tidak ada pertentangan diantara keduanya. Islam mengakui hak milik individu juga (mengatur hak milik orang banyak, masyarakat). Kebebasan individu diakui selama tidak membahayakan orang banyak. Namun jika terjadi pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan orang banyak dan tidak bisa dikompromikan, maka Islam akan mendahulukan kepentingan orang banyak daripada kepentingan individu. D. Hak Milik Dalam Sistem Ekonomi Islam. Sejak awal Islam mengakui hak milik individu dan juga mengakui hak milik orang banyak. Untuk masing-masing diberi lapangan sendiri-sendiri dimana yang satu dan lainnya bukan merupakan pengecualian ataupun merupakan cara penanggulangan sementara yang terpaksa didahulukan karena hal-hal tertentu. Hak milik tersebut diistilahkan sebagai hak milik khusus dan hak milik umum, yang keduanya bersifat tidak muthlaq (pemilik muthlaq adalah Allah SWT). Berbeda dengan ekonomi kapitalis yang menganggap hak milik individu sebagai kaidah dan hak milik umum sebagai pengecualian, sedangkan ekonomi sosialis adalah sebaliknya. 1. Hak milik Umum. Hak milik umum ialah harta yang dikhususkan untuk kepentingan umum atau kepentingan jamaah kaum muslimin. Pada pokoknya suatu benda (harta) itu ada yang boleh dimiliki oleh perorangan dan adapula yang tidak. Nabi pernah bersabda : “Semua orang berserikat mengenai tiga hal yaitu mengenai air minum, api serta garam.” (H.R. Imam Ahmad dan Abu Dawud). Menurut hadits tersebut bisa dikiaskan menjadi : minyak dan gas bumi, barang tambang, dan kebutuhan pokok manusia lannya. Dewasa ini, hak milik umum dikembangkan lebih luas yaitu mencakup jalan, sungai, jembatan, lautan, danau, bukit, dan sebagainya. Demikian juga terhadap benda-benda vital yaitu sesuatu yang muthlaq diperlukan bagi kepentingan negara dan hajat hidup rakyat banyak seperti 14 perusahaan listrik, perusahaan Telkom, Perusahaan Air Minum dan sebagainya. 2. Hak milik khusus. Islam berpandangan bahwa manusia adalah makhluq yang memiliki dorongan-dorongan yang merupakan fitrah dan insting-insting sosial. Diantaranya insting ingin memilki dan mempunyai harta benda : “ Sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan ( yang halal dan yang haram ) QS Al Fajr ayat 19 . “ Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan “ . QS Al Fajr 20 ) Insting inilah yang mendorong manusia melakukan usaha pembangunan dan ingin kekal. Pengakuan dan penghormatan Islam terhadap hak milik ini disertai dengan pengaturannya. Penghormatan ini tampak sebagai berikut : 1) Bahwa Syari’at menganggap harta termasuk dari 5 (lima) tujuan yang wajib dijaga dan dipelihara, yakni : Agama, Jiwa, Akal, Kehormatan dan Harta. 2) Syari’at melarang orang melanggar ketentuan atas harta ini dengan macam apapun dari bentuk pelanggarannya. Pada prinsipnya Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang untuk memperoleh harta, demikian pula Islam tidak membatasi kadar banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang, yang terpenting selama usaha itu dilakukan dengan wajar dan halal. Artinya sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral. “ Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan batil dan ( janganlah) kamu menyuap denan harta itu kepada pada Hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa padahal kamu mengetahui “(Q.S. Al-Baqarah : 188) “ Dan janganlah kamu irihati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain ( karena ) bagi 15 lak-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan . Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunianya . Sungguh Allah maha mengatahui segala sesuatu “ (Q.S. 4 ayat 32). E. Asas-Asas Hukum Kegiatan Ekonomi Islam. 1. Kebebasan berusaha. Allah SWT telah memberikan tuntunan agar manusia memanfaatkan karunia berupa bumi dan isinya yang telah diberikan oleh Allah SWT, untuk manusia agar mencari anugerah Allah. Allah SWT berfirman (Q.S. 26 : 15) : “Dialah Zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu, oleh karena itu berjalanlah dipermukaannya dan makanlah dari rezekinya.” Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha seseorang untuk memperoleh harta sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan masing-masing seperti pertanian, perikanan, perkebunan atau perdagangan dan sebagainya. Usaha untuk menggerakkan anggota badan merupakan sarana alami seseorang untuk memperoleh harta. Harta yang dihasilkan dari suatu usaha atau karya merupakan harta yang terpuji dalam pandangan Islam. Hal ini disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika beliau ditanya tentang pekerjaan apa yang paling baik, maka jawab beliau pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang mabrur (paling halal dan paling berkesan). (H.R. Ahmad, Thabrani dan Ibnu Umar); (Sayid Sabiq ; Fiqhi Sunnah). 2. Pengharaman Riba’. Riba menurut pengertian bahasa berarti Az-Ziadah (tambahan). Yang dimaksud riba dal kitab Fiqh ialah tambahan atas modal, baik penambahan itu sedikit maupun banyak. 16 Secara Kronologis berdasarkan urutan waktu, tahapan pengharaman riba dalam Al-Qur’an sebagai berikut a. Pada Peride Makkah turun firman Allah yang berbunyi : “Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan supaya dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yangjkamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka yang (berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (Q.S. 30 ayat 39). b. Pada Periode Madinah turun ayat yang mengharamkan riba secara jelas, yakni : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi.” (Q.S. 3 : 130). c. Terakhir firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, bersegeralah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Jika kamu bertaubat bagimu pokok hartamu (modal) kamu tidak melakukan kezhaliman dan tidak pula di zhalimi. Ayat ini merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan masalah riba yang mengandung penolakan terhadap anggapan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Oleh karena disini Allah tidak membolehkannya kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada penambahan. 3. Pengharaman jual beli samar/mengandung sifat penipuan (Bai’in AlGharar). Yang dimaksud dengan Al-Gharar ialah sesuatu yang tidak diketahui pasti, benar atau tidaknya. 17 Jadi, Bai’u Al-Gharar ialah jual beli yang tidak pasti hasilhasilnya karena bergantung kepada hal yang akan datang atau kepada sesuatu yang belum diketahui yang kadang terjadi, kadang-kadang tidak. Contoh dari jual beli ini seperti : menjual bibit binatang yang masih ada dalam tulang rusuk binatang jantan, menjual burung yang sedang terbang, menjual ikan yang masih dalam air atau menjual buahbuahan yang masih hijau kecuali jika buah itu dipetik seketika itu juga. 4. Pengharaman penyalahgunaan pengaruh untuk mencari harta. Islam mengharamkan usaha seseorang untuk mendapatkan harta dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan atau pengaruhnya. Imam Buchari meriwayatkan bahwa suatu hari : Ibn AlLutaibah menghadap Rasulullah SAW sehubungan dengan hasil kerjanya yang oleh Rasulullah ia telah ditugaskan untuk memungut zakat dari Bani Sulaiman, maka dibagilah olehnya hasil zakat ini menjadi dua dan ia berkata kepada Nabi : “yang ini untuk anda sekalian adapun ini adalah hadiah-hadiah yang diberikan orang padaku.” Marahlah Rasulullah SAW, beliau berdiri seraya berpidato kepada semua orang sabdanya sesudah memuji Allah SWT, Amma Ba’du : Sesungguhnya aku telah mempekerjakan beberapa orang dari kalian untuk mengemban tugas beberapa perkara yang Allah kuasakan kepadaku. Maka datanglah seorang kalian, dan katanya yang ini untuk anda sekalian, adapun yang ini adalah hadiah-hadiah yang diberikan kepadaku, mengapa tidak duduk saja dia dirumah bapaknya atau dirumah ibunya, lalu nantikanlah diberikan ia hadiah atau tidak? Demi Allah yang diriku ada pada kekuasaannya , tidak seorangpun bisa mengambil dari hak ini sedikit juga kecuali ia akan datang kelak dihari qiamat dengan memikulnya diatas tengkuknya. Kemudian Nabi SAW mengeluarkan semua hadiah yang telah diberikan kepada Ibn AlLutaibah, lalu dimasukkan kedalam gudang perbendaharaan. 18 5. Pengharaman Pemborosan dan kemewahan. Sebagaimana Islam mengatur mengenai cara-cara berusaha untuk mendapatkan harta, Islam juga mengatur cara-cara pengeluaran dan penggunaan harta. Dalam Al-Qur’an dapat kita jumpai firman Allah Q.S 17 : 27 : “Sesungguhnya orang-orang pemboros adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah kafir terhadap Tuhannya.” “Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah dinegeri ini (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan kami, kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Q.S. 17 : 16). Dari ayat-ayat tersebut, tampak bahwa Islam tidak menghendaki pola hidup mewah dan sikap pemborosan. Islam mengharamkan sikap pemboros dan bermewah-mewah oleh karena dengan kedua sikap ini membawa orang kepada kemalasan dan mendorong orang berbuat keji/munkar. Dari sikap bermewahmewah menyebabkan semakin kentara jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang bisa mengarah kepada perpecahan dan rasa dengki. 6. Pengharaman Penimbun Harta. Yang dimaksud penimbun harta disini adalah menimbunnya, membekukannya, menahannya dan menjauhkannya dari peredaran yakni dari andilnya untuk ikut menjadi produktif. Firman Allah SWT : Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kabar kepada mereka bahwa (mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengan dahi, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka; “Inilah harta bendamu yang kamu 19 simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Q.S. 9 : 34 - 35). Penimbunan harta berbahaya terhadap perekonomian, karena hal ini berarti membekukan harta dari usaha-usaha produktif. Demikian pula diharamkan terhadap penimbunan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dengan maksud agar barang tersebut berkurang dimasyarakat sehingga harganya meningkat. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Muslim dari Muammar, bahwa Nabi bersabda :“siapa yang melakukan penimbunan maka ia bersalah (berdosa).” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Thabrani dari Ma’qol bin Yasar bahwa Nabi SAW bersabda : “Siapa yang ikut campur dalam urusan harga kaum muslimin dengan tujuan memahalkan atas mereka adalah hak Allah SWT, mendudukkannya di golakan api pada hari qiyamat. Beberapa hal yang telah diuraikan diatas, merupakan beberapa asas hukum dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan nilai hukum keagamaan yang bersifat ibadah apabila dipatuhi. F. Misi Ekonomi Islam. 1. Untuk memenuhi kebutuhan manusia Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa Al Qur’an dan As Sunnah merupakan sumber hukum dan tuntunan bagi umat Islam dalam melakukan kontak-kontak bisnis dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk kepentingan dunia maupun kehidupan akhirat. Sebagaimana firman Allah yang artinya : “ Dan usahakanlah pada segala benda yang dianugerahkan kepadamu akan kesenangan kampung akhirat, dan janganlah kamu lupakan kebahagiaan nasibmu di dunia, dan berbuatlah kebajikan kepada sesama manusia sebagaimana Tuhan berbuat kebajikan kepadamu, dan janganlah membuat kerusakan di bumi . Sesungguhnya Tuhan tidak 20 menyukai orang-orang yang berbuat kebinasaan “. QS Al Qashash ayat 77 . Dari firman Allah di atas jelaslah bahwa misi ekonomi Islam merupakan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan agar umat manusia menuntut harta kekayaan, karena hal itu merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia, akan tetapi pemenuhan kebutuhan itu untuk berbuat kebajikan , untuk melakukan ibadah/pengabdian kepada Allah swt. dalam arti yang luas . Oleh kebutuhannya karena dibatasi itu oleh ekonomi Islam dalam memenuhi kaidah-kaidah/koridor-koridor yang berpengaruh terhadap pekerjaannya dalam lapangan usaha baik di bidang produksi, bahan material yang halal dan dibuatnya barangbarang produksi itupun dengan cara-cara yang halal pula. 2. Menghilangkan kemiskinan masyarakat . Misi utama ekonomi Islam adalah menghilangkan atau paling tidak mengatasi kemiskinan didalam masyarakat. Karena dengan makmurnya masyarakat diharapkan meningkatnya ketaqwaan kepada Allah swt. sebaliknya kemiskinan masyarakat dapat menimbulkan kerawanan keamanan di masyarakat bahkan dapat mendekati kepada kekufuran. Sabda Nabi saw. : “Hampir-hampir kefakiran (kemiskinan) menyebabkan kekufuran” Allah berfirman yang artinya : “ Dan berilah mereka ( hamba sahaya yang ingin merdeka) sebagian harta Allah yang telah diberikan kepadamu “ QS. An Nur ayat 33. “ Berimanlah kepada Allah dan RasulNya, dan infaqkanlah sebagian sesuatu yang Allah telah membuatmu menguasainya “ QS. Al Hadid ayat 7 . “ Ada dalam harta mereka, hak-hak orang miskin yang meminta-minta dan yang tidak meminta-minta” QS. Adz Dzariyat ayat 19 . 21 Dalam sistem ekonomi Islam ada ajaran yang menganjurkan tentang infaq, shodaqoh dan ajaran kewajiban membayar zakat sebagai rukun Islam kelima. Dengan ajaran ini Islam bermaksud untuk menghilangkan atau mengatasi kemelaratan atau kemiskinan dalam masyarakat, yang pada akhirnya akan dapat mengurangi jarak pemisah antara si kaya dengan si miskin. 22 PENUTUP a. Kesimpulan : Kalau kita cermati sesungguhnya sistem ekonomi Islam secara garis besar telah termaktub dan tertera secara jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dalam sistem ekonomi Islam dalam mencari rizki harus dapat membedakan rizki yang halal dan yang haram. Islam tidak membenarkan umatnya untuk mencari kekayaan semau-mau mereka dengan jalan apa saja yang dikehendaki mereka. Akan tetapi Islam memberikan perbedaan kepada mereka antara jalan-jalan yang sah untuk mencari rizki, karena mengingat akan kemaslahatan masyarakat. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis dan komunis. Kalau kita mau menoleh sejarah umat Islam di Indonesia maka kita akan mengenal bahwa pemerintah penjajahan Belanda yang notabene adalah kafir dan penganut paham kapitalis dan sekuler telah lama meninabobokan para ulama Indonesia agar tidak mengurus masalah duniawi (ekonomi), karena mereka khawatir akan membawa umat Islam (pribumi) memberontak dan akan mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi dan kenyataannya umat Islamlah sebagai pribumi yang tampil digaris depan mengusir penjajah. Akan tetapi hasil tipudaya penjajah ini termakan juga oleh kaum muslimin sehingga banyak kalangan masyarakat dalam menilai/memahami persoalan ekonomi sebagai persoalan dunia yang lepas dari persoalan agama. Akibatnya persoalan perekonomian umat kurang mendapat perhatian dalam kajian keislaman, jarang sekali para pakar Islam didalam ceramah dan tulisantulisan yang membahas masalah ekonomi. Bahkan dapat kita rasakan di masyarakat bahwa sistem ekonomi kapitalis dalam kehidupan masyarakat Islam Indonesia merupakan hal yang sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Umat Islam sudah terbiasa bertransaksi dengan Bank-Bank Konvensional dengan sistem bunganya dan tidak lagi terlintas dalam hati apakah bunga tersebut termasuk riba atau bukan 23 .Meskipun dalam kajian kitab-kitab Fiqh Islam mayoritas Ulama menyatakan bahwa bunga Bank adalah riba, namun banyak diantara umat Islam mencari alasan pembenaran dengan dalih sifatnya adalah darurat. Sedangkan kita sudah tahu masih banyak Bank-bank Islam (Bank Muamalah) yang jauh lebih maju dari pada Bank-bank konvensional. Akan tetapi sampai kapan dan sampai dimana batasan darurat berkaitan dengan masalah ini, tiada pembahasan yang baku dan jelas. Sekarang kita sudah merdeka setengah abad lamanaya apakah doktrin penjajah Belanda masih dipegang oleh umat Islam bahwa tidak usah mengurus soal dunia atau persoalan ekonomi. Pemahaman tersebut jangan sampai berlanjut terus, sebab kalau hal ini berlanjut terus maka umat Islam akan selalu menjadi mangsa pengusaha non muslim yang menghalalkan segala cara dengan sistem ekonomi kapitalisnya dan telah terbukti menyengsarakan masyarakat Islam. b. Saran-saran : Kini kita sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar ketertinggalan di bidang usaha ekonomi menurut Islam dan kita juga sudah semestinya umat Islam mengamalkan ajaran agamanya secara menyeluruh, yang mana beraqidah, beribadah dan bermuamalah secara Islam atau dalam Al Qur’an diistilahkan masuk Islam secara kaffah. Mari kita mulai dari diri kita sendiri selanjutnya bersama kaum muslimin semuanya. Karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya. Akhirnya segala sesuatunya kita serahkan kepada Allah subhanahu wataala. Semoga penulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Amin. 24 DAFTAR PUSTAKA - Departemen Agama RI; Al-Qur’an dan Terjemahnya, tahun 2005. - AM. Hasan Ali, MA ; Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. (Suatu tinjauan analisis Historis, Teoritis & Praktis), Prenada Media, cetakan kedua, tahun 2005. - Gemala Dewi, SH. LLM ; Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, Prenada Media, Cetakan ke 2, tahun 2005. - Moh Faisal Salam, SH. MM.; Pertumbuhan Hukum Bisnis Syari’ah di Indonesia, Penerbit Pustaka, Cetakan I tahun 2006. - Sayid Sabiq ; Fiqh Sunnah, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, 11983 M-1403H - Syamsudin Ramadan; Islam Musuh Bagi Sosialisme dan Kapitalisme, Penerbit Wahyu Pres ; 2003. - Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta Balai Pustaka Edisi III Cet. 2 2002. - Warkum Sumitro, SH. MH; Asas-Asas Perbankan Islam dan LembagaLembaga Terkait BMI & TAKAFUL di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan ketiga, tahun 2002.