KERENTANAN MAGNET (Magnetic Susceptibility) Dua sifat magnet: Paramagnetik Senyawa paramagnetik dapat ditarik oleh medan magnet (external magnetic field) sebagai akibat dari adanya satu atau lebih elektron tidak berpasangan yang bersifat sebagai magnet “mini” Diamagnetik Senyawa tanpa elektron tak berpasangan dan ditolak oleh medan magnet. Pada senyawa diamagnetik, elektron yang berpasangan biasanya menghasilkan medan magnet sendiri, akibatnya ada tolakan terhadap medan magnet lain (external magnetic field) Contoh senyawa paramagnetik yang terkenal: O2 Tak dapat dijelaskan oleh tradisional struktur Lewis dot Harus menggunakan orbital molekul Sifat paramagnetik O2 dapat ditunjukkan dengan cara menuang cairan O2 diantara medan magnet; beberapa O2 akan ditarik dan berada tepat diantara medan magnet sampai seluruhnya menguap Contoh lain adalah gas B2 Orbital molekul O2 Elektron tak berpasangan dx2-y2 Jumlah elektron tak berpasangan erat kaitannya dengan bilangan oksidasi logam pusat Misal senyawa tembaga seringkali memiliki 0 atau 1 elektron tak berpasangan tergantung dari apakah biloksnya +1 atau +2 Membantu dalam penentuan struktur geometri kompleks II Ni L4, bisa tetrahedral atau segiempat datar. dxy dz2 dxz, dyz Segiempat datar NiIIL4 dxz, dyz, dxy dz2, dx2-y2 Tetrahedral NiIIL4 Elektron tak berpasangan Dapat memberikan informasi tentang adanya ikatan logamlogam Contoh Fe2(CO)9. Tiap Fe memiliki jumlah elektron 17. Tanpa ikatan L-L maka haruslah paramagnetik dengan 1 elektron tak berpasangan. Namun dari percobaan sifat magnet, senyawa ini diamagnetik. Maka jumlah elektron haruslah 18 atau Fe0 (senyawa yang stabil) O C OC Fe OC OC O C CO ? Fe CO C O CO Elektron tak berpasangan Memberikan informasi tentang ikatan antara logam dan ligan. 3+ Fe(H2O)6 mempunyai 5 elektron tak berpasangan karena Δo kecil 3 Fe(CN)6 memiliki 1 elektron tak berpasangan, Δo besar Eksperimen untuk kerentanan magnet Bila satu sanyawa diletakkan pada medan magnet tambahan (external magnetik field), senyawa tersebut akan menghasilkan medan magnet sendiri yang akan menambah nilai kemagnetan (paramagnetik) atau mengurangi nilai kemagnetan (diamagnetik) dari medan magnet tambahan Bila medan magnet tambahan lemah, maka medan magnet internal dari senyawa tersebut I ,berbanding lurus dengan medan magnet tambahan H I = KH K adalah konstanta proporsional atau volume kerentanan magnet, yang menunjukkan kecenderungan suatu senyawa berinteraksi dengan medan tambahan Eksperimen untuk kerentanan magnet K biasanya dirubah menjadi kerentanan per gram senyawa, X, dengan membaginya dengan densitas senyawa tersebut, d X = K /d Selanjutnya XM atau kerentanan magnetik per mol senyawa dihasilkan dari mengalikan X dengan bobot molekul M senyawa XM = (X)(M) XM positif jika senyawa tersebut paramagnetik, dan negatif bila diamagnetik Eksperimen untuk kerentanan magnet Karena nilai XM merupakan penjumlahan dari kerentanan paramagnetik (elektron tak berpasangan) dan diamagnetik (elektron berpasangan), maka untuk mengetahui kerentanan magnet dari elektron tak berpasangan saja digunakan persamaan: XM = X’M + XM (elektron ‘terdalam’ logam) + XM (ligan) + XM (ion atau molekul lain) ketiga parameter terakhir bersifat dimagnetik. Maka X’M (atau XMCORR) = XM – XM(dia) Eksperimen untuk kerentanan magnet Beberapa nilai koreksi XM untuk ligan dan ion Eksperimen untuk kerentanan magnet Contoh penggunaan nilai kerentanan magnet diamagnetik: Perkiraan sumbangan diamagnetik dari ion asetilasetonate O H3C C OH C H C CH3 8H: -2,93 x 10-6 x 8 = -23,44 x 10-6 5C: -6,00 x 10-6 x 5 = -30,00 x 10-6 O: -4,61 x 10-6 x 1 = -4,61 x 10-6 carbonil O: +1,72 x 10-6 x 1 = +1,72 x 10-6 Dia = -56,33 x 10-6 unit cgs (cm3 g-1) Eksperimen untuk kerentanan magnet Koreksi untuk ion logam transisi bersifat perkiraan, biasanya hanya nilai penjumlahan X’M + XM (elektron ‘terdalam’ logam) yang diamati. Nilai kerentanan paramagnetik suatu senyawa bervariasi dengan perubahan suhu (nilai diamagnetik bersifat konstan). Menurut hukum Curie untuk kompleks yang terlindungi oleh ligan, kerentanan magnetik tergantung pada suhu absolut X’M = C / T dimana C adalah konstanta Curie dan T adalah suhu absolut (kelvin) Eksperimen untuk kerentanan magnet Pada senyawa yang spin-nya dipengaruhi oleh molekul tetangga berlaku hukum Curie-Weiss X’M = C / (T - θ), dimana θ adalah konstanta Weiss Secara eksperimental, nilai C dan θ ditentukan dengan mengukur pada beberapa suhu, dan plot 1/X’M versus T. Slope adalah 1/C dan perpotongan dengan sumbu x pada T = θ. Eksperimen untuk kerentanan magnet Jika sumbangan spin angular momentum (bukan orbital angular momentum) untuk tiap elektron tak berpasangan lebih berpengaruh pada X’M, maka nilai C dapat dihubungkan dengan jumlah elektron tak berpasangan n, pada tiap pusat paramagnetik melalui persamaan: C = ⅛ n (n+ 2); dimana C memiliki unit cm3 K mol-1. Persamaan ini memungkinkan mengetahui jumlah elektron tak berpasangan pada senyawa paramagnetik dari slope garis lurus yang dihasilkan melalui plot 1/X’M versus T. Eksperimen untuk kerentanan magnet Untuk menghitung nilai n yang akurat, maka perlu ditentukan nilai X’M yang bergantung pada suhu. Maka dihasilkan: X’MT = ⅛ n (n + 2), dimana X’MT memiliki unit (cm3 K mol-1) Untuk senyawa paramagnetik, kimiawan kadang menghitung nilai lain, yaitu nilai momen magnet efektif dihitung berdasarkan: μ eff = √ 8X’M T dimana μ eff memiliki unit Bohr Magneton (μB) dan X’M dalam cm3 mol-1 Untuk senyawa yang memenuhi hukum Curie, μ eff adalah konstan dan tak tergantung pada suhu Contoh Soal: Perkirakan jumlah elektron tak berpasangan untuk senyawa koordinasi yang memiliki moment magnet effektif sebesar 5,1 Bohr Magneton. μ eff = √ 8X’M T X’M T = (μ eff)2 / 8 = (5,1)2 / 8 = 3,25125 X’MT = ⅛ n (n + 2) 3,25125 = ⅛ n (n + 2) n (n + 2) = 3,251 (8) = 26,01 n2 + 2n – 26,01 = 0 n1 = 4 n2 = -6 ; ambil yang nilainya positif atau n = 4 (e- tak berpasangan) Contoh Soal: Manakah diantara senyawa berikut ini yang bersifat paramagnetik, perkirakan nilai momen magnet effektifnya [Fe(CN)6]4- [Co(H2O)6]3+ [CoF6]3- [RhF6]3- μ eff = √ 8X’M T X’MT = ⅛ n (n + 2), Maka μeff = √8 x ⅛ n (n + 2) = √ n (n + 2) Eksperimen untuk kerentanan magnet Dua cara menentukan nilai XM Metode Gouy Metode Gouy Magnet yang digunakan dapat bersifat permanen atau elektromagnetik bernilai 5000 G (Gauss) Instrumen yang digunakan harus dikalibrasi dengan senyawa yang diketahui nilai XM-nya. Kalibrasi dilakukan dengan mengukur perubahan bobot dari massa tertentu senyawa tersebut saat ada dan tanpa medan magnet. Nilai kerentanan magnet dari sampel dapat diperoleh dengan membandingkan bobotnya saat ada dan tanpa medan magnet. Metode Gouy Prosedur: (sumber medan magnet harus konstan nilainya) Tabung tempat sampel harus bersih, biasanya dicuci dengan air dan aseton. Tabung tidak dilap dengan kain, karena akan menambah “static” Timbang bobot tabung kosong saat medan magnet “off” Timbang lagi bobot tabung saat medan “on”. Kadang pengotor pada gelas bersifat paramagnetik. Perbedaan bobot yang dihasilkan δ,akan digunakan sebagai nilai koreksi kemagnetan tabung saat pengukuran sampel. Metode Gouy Untuk mengkoreksi nilai kemagnetan yang diakibatkan oleh udara, maka volume tabung yang ditempati oleh udara harus ditentukan. Tabung diisi dengan air dan diukur bobotnya saat medan “off”. Bobot x densitas air pada suhu tertentu memberikan nilai volume V. Nilai kerentanan volume dari udara adalah 0,029 x 10-6. Untuk menentukan konstanta kalibrasi dari alat, maka tabung kering harus diisi secara homogen dengan standar (padatan). Bobot standar diukur saat ada dan tanpa (on dan off) medan magnet. Setiap pengukuran harus ada pembacaan suhu. Perbedaan bobot standar Δ, merupakan ukuran nilai kerentanan magnet kedua tabung dan standar. Metode Gouy Dari nilai kerentanan magnet per gram standar (X), massa standar dalam gram (m), nilai δ, Δ, dan V, maka nilai konstanta kalibrasi (β) dapat dihitung: (X )(m) – (0,029 x 10-6) V = β (Δ - δ) Biasanya standar yang digunakan adalah HgCo(NCS)4 dengan nilai X = 16,44 x 10-6 cm3 g-1 pada 20 oC (yang memenuhi hukum Curie dengan θ = -10 K) atau [Ni(en)3]S2O3 dengan nilai X pada 20 oC sebesar 11,03 x 10-6 cm3 g-1 (dengan θ = 43 K). Metode Gouy Setelah nilai dihasilkan, pengukuran bobot sampel dilakukan mengikuti tatacara pengukuran standar. Rangkuman pengukuran bobot standar (pertama) dan sampel (kedua) adalah: A. Bobot tabung kosong, medan “off” .....g B. Bobot tabung kosong,medan “on” .....g C. Bobot tabung diisi air, medan “off” .....g D. Bobot tabung diisi padatan, medan “off” .....g E. Bobot tabung diisi padatan,medan “on” .....g o F. Suhu saat pengukuran di atas dilakukan ..... C Metode Gouy Maka untuk sampel, dapat dihitung: V = (C – A) / d, (d: densitas air dalam g mL-1 pada suhu ruang) δ =B-A Δ=E-D m=D-A Metode Evans Pengukuran X M menggunakan metode spektroskopi NMR. Senyawa dilarutkan pada pelarut yang menghasilkan sinyal tunggal (kuat) untuk 1H NMR. Larutan ini dimasukkan ke dalam tabung NMR yang telah diisi dengan pelarut murni di dalam tabung kapiler. Senyawa paramagnetik akan mengakibatkan resonansi pelarut bergeser dari posisi normalnya, akibatnya akan dihasilkan dua sinyal (resonansi), satu sinyal (resonansi) dihasilkan oleh campuran dan satu lagi oleh pelarut di dalam tabung kapiler. Metode Evans Perbedaan resonansi yang dihasilkan merupakan nilai kerentanan magnet dari solut (senyawa) dama unit cm3 mol-1 menurut persamaan: X M = (477) Δν/ QνIc Dimana adalah perbedaan frekuensi dalam hertz, νI adalah frekuensi dari instrumen NMR, dan c adalah konsentrasi solut dalam mol per liter. Q tergantung dari magnet yang digunakan, Q= 1 bila sistem menggunakan elektromagnetik dan Q = 2 bila menggunakan magnet superkonduktan. Contoh: Seorang siswa mengukur momen magnet effektif dari NiCl42bernilai 3,2 μB. Nilai 0,0 μB diperoleh untuk Ni(CN)42-. Jelaskan nilai tersebut dalam menentukan struktur dan pembelahan medan kristalnya. μ eff = √ 8X’M T X’MT = ⅛ n (n + 2), dimana X’MT memiliki unit (cm3 K mol-1) Eksperimen untuk kerentanan magnet Konstanta Curie memiliki nilai: C = {N(μ eff)2 β2} / {3k} Dimana N: bilangan avogadro Eff = moment magnet efektif β = Bohr Magneton, 0,927 x 10-20 erg Oe-1 K = konstanta Boltzman