1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1
Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi (Communication) berasal dari Bahasa Latin yaitu
Communicatio dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama, di sini
maksudnya adalah sama dalam pemaknaannya. Kesamaan bahasa yang digunakan
dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Pengertian
komunikasi secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa
komunikasi melibatkan sejumlah orang, di mana seseorang menyatakan sesuatu
kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia.
Karena itu, komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah komunikasi manusia
atau dalam bahasa asing human communication, yang sering kalli pula disebut
komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi diperkenalkan pertama
kali oleh Aristoteles melalui retorika sebagai ilmu pertama tentang pernyataan
manusia.
Pendapat
Laswell
yang dikutip
Effendy
dalam
bukunya
Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek, menjelaskan bahwa Ilmu Komunikasi adalah :
“Proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu.” (2005 : 10)
20
21
Cangara dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Komunikasi,
mengungkapkan bahwa komunikasi memiliki empat tipe :
1. Komunikasi dengan sendiri
Komunikasi ini terjadi di dalam diri individu, atau
dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri
sendiri.
2. Komunikasi antar pribadi
Menurut R. Wayne pace yang dikutip Hafied Cangara
ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua
orang atau lebih secara tatap muka.
3. Komunikasi publik
Komunikasi ini disebut dengan pidato, komunikasi
kolektif, komunikasi retorika, public speaking, dan
komunikasi khalayak. Komunikasi ini menunjukan
suatu proses komunikasi dimana pesan-pesan
disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka
di depan khlayak yang lebih besar.
4. Komunikasi massa
Sedangkan komunikasi massa mempunyai pengertian
yaitu komunikasi yang berlangsung dimana pesannya
dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak
yang sifatnya, missal melalui alat-alat media massa
seperti televisi, radio, film dan surat kabar. (1998 : 31)
Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan hal paling vital dalam
berinteraksi. Komunikasi yang efektif akan mempermudah hubungan manusia
dengan lawan bicaranya. Komunikasi berlangsung dari komunikator (pembawa
pesan) kepada komunikan (pendengar) untuk mencapai kesamaan makna.
Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi menjelaskan bahwa
“Hakikat
Komunikasi
adalah
proses
pernyataan
antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa sebagai alat penyalurnya.” (2003:4)
22
Dari beberapa pengertian komunikasi yang telah dipaparkan di atas, bisa
disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi dan
pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi hanya bisa terjadi bila
ada seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan mempunyai
maksud dan tujuan tertentu.
Pengertiannya studi komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang
timbul akibat komunikasi. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia secara tidak
kodrati harus hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya,
keamanan hidupnya, maupun demi keturunannya. Manusia harus hidup
bermasyarakat, baik itu dalam bentuk kecil, sekecil rumah tangga yang hanya
terdiri dari dua orang suami istri, atau bisa juga berbentuk besar, sebesar kampung,
desa, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi dan negara.
Hovland yang dikutip Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek, menjelaskan bahwa :
“Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegas, asas-asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap.” (2005: 10)
Dari penuturannya, Hovland menunjukan bahwa yang dijadikan objek
studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public atittude).
Dan bagaimana cara setiap komunikator untuk bisa mempengaruhi komunikan
dengan dasar yang memungkinkan, serta dapat dipahami secara jelas oleh
masyarakat luas.
23
Miller yang dikutip oleh Mulyana dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar, ia menjelaskan bahwa :
“Komunikasi sebagai situasi-situasi yang memungkinkan
suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang
penerima dengan didasari untuk mempengaruhi perilaku
penerima.” (2007: 60-61)
Belerson dan Stainer dalam “Human Behavior” seperti dikutip oleh
Effendi dalam bukunya Komunikasi Teori dan Praktek, mendefinisikan
komunikasi sebagai berikut :
“Komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan,
emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan
lambang-lambang, kata-kata, gambar, bilangan, grafik dan
lain-lain. Kegiatan atau proses penyampaianlah yang
biasanya dinamakan komunikasi.” (1992: 15)
Dari berbagai uraian tersebut, dapat dipahami bahwa inti dari sebuah
komunikasi adalah adanya komunikator (penyampai pesan), pesan (informasi
yang disampaikan), dan komunikan (penerima pesan) juga timbal balik (feedback).
Sedangkan, pengertian komunikasi secara sederhana adalah proses penyampaian
pesan dari penyampai pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan)
sehingga terjadi timbal balik (feedback).
Berbagai pendapat yang diungkapkan oleh para ahli komunikasi menuntun
peneliti untuk dapat menyimpulkan bahwa inti dari komunikasi adalah suatu
proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan
mendapatkan feedback atau timbal balik. Dengan adanya timbal balik akan
membuat sebuah komunikasi yang sangat efektif karena satu sama lain saling
mengerti tentang komunikasi yang sedang komunikator dan komunikan bicarakan.
24
2.1.2
Komponen Komunikasi
Komponen komunikasi terdiri dari lima hal, antara lain :
1. Sumber atau komunikator
Komunikator merupakan salah satu elemen komunikasi yang posisinya
sebagai sumber dari informasi yang disampaikan.
2. Pesan-pesan yang disampaikan
Elemen ini berupa informasi yang disampaikan oleh komunikator.
3. Saluran yang digunakan
Yang dimaksud dengan saluran di sini adalah, media yang berperan serta
dalam penyampaian pesan yang berasal dari komunikator kepada
komunikan.
4. Penerima atau komunikan
Komunikan adalah si penerima pesan yang mengandung informasi yang
berasal dari komunikator.
5. Umpan balik (feed back)
Umpan balik terjadi saat komunikan bereaksi terhadap pesan yang
diterimanya.
2.1.3
Tipe Komunikasi
Cangara dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Komunikasi
menyatakan bahwa ada empat tipe komunikasi, yaitu :
1. Komunikasi dengan Diri Sendiri
Komunikasi in iterjadi di dalam diri individu, atau dengan
kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri.
2. Komunikasi Antar Pribadi
25
Komunikasi antar pribadi menurut R. Wayne Pace yang
dikutip Hafied Cangara ialah proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap
muka.
3. Komunikasi Public
Komunikasi ini biasa disebut dengan pidato, komunikasi
kolektif, komunikasi retorika, public speaking, dan
komunikasi khalayak. Komunikasi menunjukan suatu
proses dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara
dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang besar
atau banyak.
4. Komunikasi Massa
Komunikasi massa mempunyai pengertian yaitu
komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikim dari
sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya
misal melalui alat-alat media massa seperti televisi, radio,
film dan surat kabar. (1998:31)
2.1.4
Proses Komunikasi
Dalam sebuah komunikasi harus ada prosesnya terlebih dahulu. Effendy dalam
bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, menjelaskan
bahwa proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu secara primer dan
sekunder.
1. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran
dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer
dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan
lain sebagainya. Yang secara langsung mampu “menerjemahkan”
pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa
bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah
jelas karena hanya bermasalah yang mampu “menerjemahkan”
pikiran seseorang kepada orang lain.
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lalin dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagao sasarannya
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat,
26
telpon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan banyak lagi
media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Dengan
demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan
media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (mass media)
dan media airmassa atau nonmassa (mass media) (2005: 1)
Untuk mengetahui dan memperjelas bahasan tentang proses komunikasi,
Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek
menggambarkan skema dari proses komunikasi. Contoh skema yang disampaikan
dalam bukunya :
Gambar 2.1 Unsur-unsur dalam proses komunikasi
encoding
sender
message
decoding
receive
Media
noise
feedback
response
Sumber : Onong Uchjana, ilmu komunikasi (2005: 18)
Penegesan tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi itu adalah sebagai
berikut :
1. Sender : komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atas
sejumlah orang.
2. Encoding : penyajian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk
lambang.
3. Message : pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang
disampaikan oleh komunikator.
27
4. Media : saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator
kepada komunikan.
5. Decoding : pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan
makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
6. Receiver : komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
7. Response : tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah
diterima pesan.
8. Feedback
:
umpan
balik,
yakni
tanggapan
komunikan
apabila
tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.
9. Noise : gangguan tidak terencanan yang terjadi dalam proses komunikasi
sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda
dengan pesan yang disampaiakn oleh komunikator kepadanya.
2.2
Jurnalistik
2.2.1
Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Prancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik
diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan
setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa.
Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja
dan diakui eksistensinya dengan baik.
28
Berikut ini adalah beberapa definisi jurnalistik dari beberapa ahli yang
dikutip dalam bukunya Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan
Feature.
Welseley dalam Understanding Magazine menyebutkan :
Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran,
pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat
pemerhati, hiburan umum secara sistematik, dan dapat
dipercaya untuk diterbitkan apda surat kabar, majalah, dan
disiarkan di stasiun siaran. (2008:3)
Adinegoro menegaskan jurnalistik adalah :
Semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberi
pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar
tersiar seluas-luasnya. (2008:3)
Effendy
dalam
buku
Ilmu,
Teori,
dan
Filsafat
Komunikasi
mendefinisikan jurnalistik sebagai :
Teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan
sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak.
(2003:95)
Sementara Sumadiria dalam buku Jurnalistik Indonesia: Menulis
Berita dan Feature menyimpulkan mengenai jurnalistik sebagai berikut :
Kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah,
menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala
kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
(2008:3)
Dari berbagai macam definisi jurnalistik tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa jurnalistik adalah kegiatan mencari, mengolah, menyebarkan sebuah
informasi yang dinilai layak untuk diketahui oleh khalayak dengan berbagai
29
pertimbangan tertentu. Informasi itu bisa berupa berita (news), pendapat (opinion),
dan fakta dan opini (feature).
2.2.2
Bentuk-bentuk Jurnalistik
Bentuk-bentuk jurnalistik dilihat dari segi pengolahannya menurut
Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Jurnalistik Media Cetak. Yaitu dipengaruhi oleh dua
faktor, yakni faktor verbal dan visual. Verbal, sangat
menekankan pada kemampuan kita memilih dan
menyusun kata dalam merangkai kalimat dan paragraf
yang efektif dan komunikatif. Sedangkan visual menunjuk
pada kemampuan kita dalam menata, menempatkan,
mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut segi
perwajahan.
2. Jurnalistik Media Elektronik Auditif atau Jurnalistik
Radio Siaran. Lebih banyak dipengaruhi oleh dimensi
verbal, teknologikal dan visikal. Verbal berhubungan
dengan kemampuan menyusun kata, kalimat dan paragraf
secara efektif dan komunikatif. Teknologikal berkaitan
dengan teknologi yang memungkinkan daya pancar radio
dapat ditangkap dengan jelas dan jernih oleh pesawat
radio penerima. Sedangkan fisikal, erat kaitannya dengan
tingkat kesehatan fisik dan kemampuan pendengaran
khalayak dalam menyerap dan mencerna setiap pesan kata
atau kalimat yang disampaikan.
3. Jurnalistik Media Elektronik Audiovisual. Atau jurnalistik
televisi siaran, merupakan gabungan dari segi verbal,
visual, teknologikal dan dimensi dramatikal. Verbal
berhubungan dengan kata-kata yang disusun secara
singkat, padat, efektif, visual lebih menekankan pada
bahasa gambar yang dihasilkan serta diterima oleh
pesawatn televisi penerima di rumah-rumah. Dramatikal
yang dihasilkan oleh rangkaian gambar yang dihasilkan
secara simultan. (2008:5)
Jurnalistik media cetak maupun surat kabar harian, jurnalistik tabloid
mingguan dan jurnalisik majalah. Setiap bentuk jurnalistik memiliki ciri dan
kekhasan masing-masing. Ciri dan kekhasannya antara lain terletak pada aspek
30
filosopi penerbitan, dinamika teknis persiapan dan pengelolaan, serta asumsi
dampak yang ditimbulkan terhadap khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.
Sebagai contoh, filosopi surat kabar harian menekankan pada segi keunggulan dan
kecepatan dalam memperoleh dan menyebarluaskan informasi. Sedangkan
filosopi penerbitan majalah berita mingguan lebih banyak menekankan pada segi
kelengkapan dalam kedalaman informasi serta ketajaman daya analisisnya.
2.2.3
Jenis-jenis Jurnalistik
Terdapat beberapa jenis jurnalistik yang dapat dijadikan acuan bahkan
menjadi karakteristik (ciri khas) dari suatu media massa, baik media massa cetak
ataupun media massa elektronik. Kategori jurnalistik ini ada yang bersifat baik
(positif) ada pula yang tidak baik (negatif). Romli dalam bukunya yang berjudul
Jurnalistik Praktis menjelaskan, bahwa jenis-jenis jurnalistik meliputi :
1. Jazz Journalism, yaitu jurnalistik yang mengacu pada
pemberitahuan hal-hal sensasional, menggemparkan, atau
menggegerkan.
2. Adversary Journalism, yaitu jurnalistik yang membawa misi
pertentangan, yakni beritanya sering menentang kebijakan
pemerintah atau penguasa.
3. Governement-say-so-journalism, yaitu jurnalistik yang
memberitakan apa saha yang disiarkan pemerintah
layaknya koran pemerintah.
4. Checkbook Journalism, yaitu jurnalistik yang untuk
memperoleh bahan berita harus memberi uang pada
sumber berita.
5. Alcohol journalism, yaitu jurnalistik liberal yang tidak
menghargai urusan pribadi seseorang atau lembaga.
6. Crusade journalism, yaitu jurnalistik yang memperjuangkan
nilai-nilai tertentu.
7. Electronic journalism, yaitu pengetahuan tentang beritaberita yang disiarkan melalui media massa modern seperti
televisi, radio kaset, film, dan sebagainya.
8. Junket journalism (jurnalistik foya-foya), yaitu praktik
jurnalistik yang tercela, yakni wartawan yang mengadakan
31
perjalanan jurnalistik atau biaya dan perjalanan yang
berlibhan yang diongkosi di pengundang.
9. Gutter journalism, jurnalistik got yaitu teknik jurnalistik
yang lebih menonjolkan pemberitaan tentang seks dan
kejahatan.
10. Gossip journalism (jurnalistik kasak-kusuk), yaitu
jurnalistik yang lebih menekankan pada berita-berita
kasak-kusuk dan isu yang kebenarannya masih sangat
diragukan.
11. Development journalism (jurnalistik pembangunan), yaitu
jurnalistik yang mengutamakan peranan pers dalam rangka
pembangunan nasional negara dan bangsanya. (1999:70)
2.3
Novel
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata
novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan
jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini
muncul kemudian.
Dalam sastra Indonesia, istilah novel seperti terdapat dalam pengertian
yang sering dipergunakan dalam sastra Inggris dan Amerika sudah mulai dipakai
secara berangsur-angsur. Hal yang lebih umum dipergunakan selama ini adalah
istilah roman.
Mengutip dari The American College Dictionary bahwa :
Novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang
yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta
adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur
atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. (1960: 830)
Wolf yang dikutip oleh Lubis dalam bukunya Teknik Mengarang
menyatakan bahwa :
sebuah roman atau novel ialah terutama sekali sebuah
eksplorasi atau suatu kronik penghidupan; merenungkan
dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh, ikatan,
32
hasil, kehancuran, atau tercapainya gerak-gerik manusia.
(Lubis, 1960: 3310).
Mengutip dari The Advanced Learner’s Dictionary of Current English
dapat pula kita peroleh keterangan yang mengatakan bahwa :
novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang
mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan
pria dan wanita yang bersifat imajinatif. (1960: 853).
Menurut Batos, novel adalah :
Sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda,
mereka menjadi tua, mereka bergerak dari sebuah adegan
ke sebuah adegan yang lain, dari suatu tempat ke tempat
yang lain. (Lubis, 1960: 30).
Ensiklopedia Indonesia terdapat keterangan yang mengatakan bahwa:
Roman, dulu artinya: buku yang ditulis dalam “bahasa
Romana,” yakni bahasa sehari-hari, misalnya di Perancis
Kuno (Gallia), sebaliknya dari bahasa Latin, yakni bahasa
Sarjana yang tidak dipahami oleh rakyat. Tak lama
kemudian artinya berubah jadi cerita, hikayat atau kisah
tentang pengalaman kaum ksatria. Sesudah ± tahun 1960
terbitlah karangan-karangan prosa yang membayangkan
tata-masyarakat tertentu dan biasanya berpokokkan
riwayat cinta. Roman-roman modern dibagi menjadi roman
sosial, roman bersejarah, roman tendens, roman keluarga,
dan roman yang bercorak psikologi. (Jilid III N – Z 1186).
Berdasarkan segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel mengandung
kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas jumlahnya.
Dengan kata lain, jumlah minimum kata-katanya adalah 35.000 buah. Apabila kita
perkirakan satu halaman kertas kuarto jumlah barisnya ke bawah 35 buah dan
jumlah kata dalam satu baris 10 buah, maka jumlah kata dalam satu halaman
adalah 35 x 10 = 350 buah.
33
Selanjutnya, dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus
terdiri minimal dari 100 halaman, dengan logika 35.000 : 350 = 100. Apabila kita
andaikan pula kecepatan rata-rata orang membaca dalam satu menit 300 kata,
maka waktu yang dipergunakan untuk membaca novel yang paling pendekk
adalah ± 2 jam ; dengan perincian : 35.000 : (300 × 60) = 35.000 : 18.000 ± 2
Berdasarkan uraian yang diberikan oleh Brooks dengan rekan-rekannya
dalam buku An Approach to Literature, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa :
1.
2.
3.
4.
novel bergantung pada tokoh,
novel menyajikan lebih dari satu impresi,
novel menyajikan lebih dari satu efek, dan
novel menyajikan lebih dari satu emosi. (Brooks [et all],
1952 : 28 – 30)
Novel merupakan bagian dari kehidupan, menginfestasi kehidupan, persis
seperti sebatang pohon. Novel memiliki irama dan hukumnya sendiri. Irama
kehidupan yang dalam dan tersembunyi selalu ada dalam bentuk denyutan, detak
jantung.
Miller yang dikutip Danesi dalam bukunya Pengantar Memahami
Semiotika Media mengungkapkan bahwa : hal-hal yang mungkin sudah
dirasakan setiap orang secara intuitif saat mereka sedang membaca buku.
(2012:65)
Definisi di atas mengartikan bahwa novel sangat memberikan dampak
begitu besar kepada kita. Himpunan kata-kata tertulis yang sangat besar dan
terkumpul dalam novel, yang telah mengabadikan gagasan manusia sepanjang
zaman, dan bisa kita baca jika kita memiliki akses bahasanya, membentuk ‘sistem
ingatan cetakan’ pada peradaban manusia.
34
Greimas yang dikutip Danesi dalam bukunya Pengantar Memahami
Semiotika Media mengklaim bahwa :
Kisah-kisah yang berasal dari pelbagai budaya berbeda bisa
dikatakan dibuat dari tindakan, karakter, motif, tema dan
tatanan yang sama, yang kemudian dia sebut sebagai actant.
(2010:79)
Beberapa karakter bisa mempresentasikan satu atau beberapa actant, atau
beberapa actant bisa dimainkan oleh satu karakter yang sama. Pencetakan yang
dilakukan manusia bukan hanya dalam rangka ‘penyimpan pengetahuan’. Sejak
zaman pertengahan akhir, buku-buku fiksi banyak memberikan pencerahan dan
kesenangan kepada sejumlah besar manusia di seluruh dunia. Bahkan di dalam
Galaksi Digital, karya-karya fiksi dalam sejarah terus menarik perhatian segala
kalangan pembaca. Buku-buku dalam bentuk cetakan terus marak, walaupun
mereka semakin banyak yang ditransfer ke media digital. Mengisahkan kembali
cerita yang didengarkan satu sama lain, manusia meneruskan semua yang mereka
ketahui dan yang mereka anggap bernilai ke generasi-generasi berikutnya,
meskipun setiap kali kisah akan berubah sesuai dengan penulis buku.
Sentosa yang dikutip oleh Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi
menjelaskan :
Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya
secara semiotic dapat dipandang sebagai sebuah tanda.
Sebagai suatu bentuk, karya sastra secara tulis akan
memiliki sifat keruangan. (2009:141)
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa dalam novel merupakan sebuah
karya sastra yang di dalamnya menceritakan atau menjelaskan sebuah tanda yang
mempunyai makna tersendiri.
35
2.4
Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia agar dapat
memperbaiki harkat dan martabat manusia itu sendiri. Secara keseluruhan,
pendidikan dapat memberikan status sosial yang lebih baik dari sebelumnya.
Selain itu, pendidikan juga merupakan kewajiban yang harus kita kenyam
semenjak lahir. Karena dari pendidikan itulah kita akan tahu banyak tentang
wawasan di dunia dalam kehidupan ini.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan
definisi pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa
dan
negara.
(http://duniabaca.com/definisipendidikan.html)
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua dijelaskan bahwa
pendidikan adalah :
Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan dan atau proses
serta cara perbuatan mendidik. (1991:262)
Pendidikanpun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena
pendidikan memegang penting unsur untuk membentuk pola pikir, akhlak, dan
perilaku manusia agar sesuai dengan norma-norma yang ada, seperti agama,
budaya, adat, dan yang lainnya.
36
2.5
Moral
Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan, tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi
dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa
yang berlaku di masyarakat dan dapat diterima serta menyenangkan llingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Moral juga dapat
diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang
pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara
hati, serta nasihat, dan lain-lain.
Moral bila diartikan merupakan sebuah etika. Etika sendiri berasal dari
bahasa Yunani, yaitu ethos. Ethos berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
sedangkan moral sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu mos dan dalam bentuk
jamaknya ‘mores’ yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik, dan menghindari hal-hal yang buruk.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua menjelaskan bahwa
adalah :
Bentuk pengajaran mengenai baik dan buruknya perbuatan,
sikap, kewajibab, akhlak, dan budi pekerti yang diterima
manusia. (1991:754)
37
Etika dan moral memang memiliki pengertian yang serupa. Namun, moral
memiliki perbedaan yang mengarah pada nilai-nilai perbuatan, sedangkan etika
merupakan pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
2.6
Semiotika
Semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tandatanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini. Dalam ilmu komunikasi, ‘tanda’ merupakan sebuah interaksi makna
yang disampaikan kepada orang lain. Penjelajahan semiotika sebagai metode
kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini karena ada kecenderungan untuk
memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa.
Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat dianggap
sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai teks.
Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek,
peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. van Zoest dalam bukunya
Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan
Dengannya menyatakan :
Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang
berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses
yang berlaku bagi pengguna tanda. (1993: 1).
Tanda-tanda yang ada bisa berupa apapun yang ada di dalam kehidupan
manusia, karena tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain dan dapat
38
berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Pesan komunikasi
juga tidak mudah dimengerti, unik dan mengandung maksud tersembunyi
(misterius). Mural dan grafiti atau pun gerak tari sering menimbulkan pemaknaan
yang menyimpang karena pesan dibangun lewat tanda-tanda yang sangat unik dan
khusus. Pada intinya, ilmu komunikasi menggunakan metode analisis semiologi
komunikasi untuk menafsirkan persoalan pesan-pesan yang dipertukarkan.
Selain dikenal sebagai Bapak Linguistik, Ferdinand de Saussure juga
banyak dirujuk sebagai tokoh semiotik dalam bukunya Course in General
Linguistik (1916). Saussure membayangkan suatu ilmu yang mempelajari tandatanda dalam masyarakat, menjelaskan konsep-konsep yang dikenal dengan
dikotomi linguistik. Salah satu dikotomi itu adalah signifier (penanda) dan
signified (petanda). Kombinasi antara konsep dan citra bunyi adalah sign (tanda).
Jadi Saussure membagi tanda menjadi dua, yaitu komponen, signifier (citra bunyi)
dan signified (konsep), bahwa hubungan antara keduanya adalah arbitrer, tak
selalu ada hubungan rasional antara tanda dan artinya. Misalnya sapi, meskipun
memiliki kata yang berbeda-beda namun tetap memiliki makna yang sama.
Dengan tanda-tanda kita mencari keteraturan di tengah-tengah dunia, dari
definisi ini bahwa bagaimana manusia bisa memaknai tanda tersebut tanpa harus
dicampuradukan dengan hal lain, karena tanda-tanda tersebut juga dapat
membawa informasi tersendiri.
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1857 - 1913).
Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian
(dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified).
Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal
melalui wujud karya arsitektur, sedang petanda dilihat
39
sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi
dan/atau nilai-nilai yang terkandung di dalam karya
arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara
penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut
dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda
yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem
berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan
sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
(2009:46)
Dari pengertian di atas, sebuah penanda dan petanda itu sangat berkaitan
satu sama lain dan tak dapat dipisahkan, karena petanda merupakan arti dari
sebuah penanda. Dan suatu kesepakatan yang sudah dimakna secara umum itu
merupakan arti bagi semuanya dengan aturan yang telah disepakati bersama.
Saussure yang dikutip Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi
mengatakan bahwa: Semiotika atau semiologi merupakan sebuah ilmu yang
mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. (2003:12)
Ada lima pandangan dari Saussure yang di kemudian hari menjadi peletak
dasar dari strukturalisme Levi-Strauss, yaitu :
Pandangan tentang (1) Signifier (penanda) dan Signified
(petanda), (2) Form (bentuk) dan Content (isi), (3) Langue
(bahasa) dan Parole (tuturan, ujaran), (4) Synchronic
(sinkronik) dan Diachronic (diakronik), serta (5) Syntagmatic
(sintagmatik) Associative (paradigmatik). (2003:46)
Saussure yang dikutip Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi
menjelaskan :
Bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara,
baik suara manusia, binatang, atau bunyi-bunyian, hanya bisa
dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa
bilaman suara atau bunyi tersebut mengekspresikan,
menyatakan, atau menyampaikan ide-ide, pengertianpengertian tertentu. Untuk itu suara-suara tersebut harus
merupakan bagian dari sebuah sistem konvensi, sistem
40
kesepakatan dan merupakan bagian dari sebuah sistem tanda.
(2003:46)
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan
sebuah ide atau penanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi
yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek
material dari bahasa : apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang
ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep.
Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (bertens, 2001:180). Tanda
bahasa selalu mempunyai dua segi : penanda atau petanda; signifier atau signified,
significant atau signific.
Dengan ini, Saussure berusaha melihat tanda sebagai sebuah kesatuan
antara dua entitas mental yang terdiri atas significant (signifier atau penanda),
yaitu image acoustique atau citra bunyi, dan signific (signified atau petanda), yang
disebutnya sebagai konsep (de Saussure, 1973:146), misalnya citra bunyi kelinci
merupakan penanda yang petandanya adalah “konsep tentang kelinci”. Asosiasi
anatara citra bunyi dan konsep dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.2
Konsep
Citra Bunyi
Kelinci
Sumber : Contoh konsep tanda Ferdinand de Saussure (diadaptasi dari
Ferdinand de Saussure, 1973: 147)
41
Gambar 2.3
Sign
Composed of
Signifier
Signification
Referent
Signified
(external reality)
(Sumber : Mr. Quail, 2000)
Form dan Content. Istilah form (bentuk) dan content (materi, isi) ini
oleh Gleason (Pateda, 1994:35) diistilahkan dengan expression dan content, satu
berwujud bunyi dan yang lain berwujud ide. Memang demikianlah wujudnya.
Saussure memandingkan form dan content atau substance itu dengan permainan
catur. Dalam permainan catur, papan, dan biji catur itu tidak terlalu penting. Yang
penting itu adalah fungsinya yang dibatasi, aturan-aturan permainannya. Jadi,
bahasa berisi sistem nilai, bukan koleksi unsur yang ditentukan oleh materi, tetapi
sistem itu ditentukan oleh perbedaannya.
Langue dan Parole, Saussure dianggap cukup penting oleh Recocur
karena ia-lah yang meletakan dasar perbedaan antara Langue dan Parole
(Recoceur, 1976:2-3). Objek itu tidak tergantung dari materi tanda yang
membentuknya, dan disebut langue. Di samping itu, terdapat Parole yang
42
mencakup bagian bahasa yang sepenuhnya bersifat individual (bunyi, realisasi
aturan-aturan, dan kombinasi tanda-tanda yang terjadi sewaktu-waktu).
Synchronic
dan
Diachronic.
Menurut
Saussure,
linguistik
harus
memperhatikan sinkronis sebelum menghiraukan diakronis. Kedua istilah ini
berasal dari kata Yunani khronos (waktu) dan dua awalan syn- dan dia- masingmasing berarti “bersama” dan “melalui”. Salah satu dari banyak perbedaan konsep
dan tata istilag paling penting yang diperkenalkan ke dalam linguistik oleh
Saussure adalah perbedaan antara studi bahasa sinkronis dan diakronis (perbedaan
itu kadang-kadang digambarkan dengan membandingkan “deskriptif” dan
“historis”. Yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah bahasa adalah
deskripsi tentang “keadaan tertentu bahasa tersebut (pada suatu “masa”)
(Lyons, 1995:46)”.
Syntagmatic dan Associative. Satu lagi konsep bahasa yang dibahas dalam
konsepsi dasar Saussure tentang sistem pembedaan di antara tanda-tanda adalah
mengenai syntagmatic dan associative (paradigmatic), atau antara sintagmatik
dan paradigmatic. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai
rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep.
Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara
semiotik dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Sebagai suatu bentuk,
karya sastra secara tulis akan memiliki sifat kerungan (Santosa, 1993:36).
Dimensi ruang dan waktu dalam sebuah cerita rekaan mengandung tabiat tandamenanda yang menyiratkan makna semiotika. Dari dua tataran (level) antara
43
mimetik dan semiotika (atau tataran kebahasaan dan mitis) sebuah karya sastra
menemukan keutuhannya untuk dipahami dan dihayati.
Menurut Aminuddin wawasan semiotika dalam studi sastra memiliki tiga
asumsi, yaitu :
Pertama, karya sastra merupakan gejala konsumsi yang
berkaitan dengan (i) pengarang, (ii) wujud sastra sebagai
sistem tanda, dan (iii) pembaca. Kedua, karya sastra
merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda (system
of signs) yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu.
Ketiga, karya sastra merupakan fakta yang harus
direkonstruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman
dan pengetahuan yang dimilikinya. (1997:77)
Hal yang dihasilkan oleh manusia dikenal sebagai karya. Dalam konteks
lain, mungkin manusia dapat menghasilkan produk intelektual. Sebuah ‘karya
sastra’ yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk
tujuan estetika. Karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah, baik dalam
atau ketiga orang pertama, dengan plot dan melalui penggunaan berbagai
perangkat sastra yang terkait dengan waktu mereka.
2.7
Relasi Analisis Semiotika Penididikan Moral Pada Novel Sang
Alkemis dengan Teori Konstruksi Realitas Sosial
Istilah konstruksi sosial atau realitas (social construction of realitas )
didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu
menciptakan secara terus-menuers suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subyektif. Hal terpenting dalam objektivasi adalah pembuatan
signifikasi, yakni pembuatan tanda-tanda oleh manusia. Berger dan Luckman
44
mengatakan bahwa, sebuah tanda (sign) dapat dibedakan dari objektivasiobjektivasi lainnya, karena tujuannya yang eksplisit untuk digunakan sebagai
isyarat atau indek bagi pemaknaan subjektif, maka objektivasi juga dapat
digunakan sebagai tanda, meskipun semula tidak dibuat untuk maksud itu.
Sebuah wilayah penandaan (signifikasi) menjemabatani wilayah-wilayah
kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan modus linguistik,
dengan apa trensedensi seperti itu dicapai, dapat juga dinamakan bahasa simbol.
Kemudian pada tingkat simbolisme, signifikasi linguistik, terlepas secara
maksimal dari “di sini dan sekarang” dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, bahasa memegang peranan penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda,
bahkan tidak saja dapat memasuki wilayah de facto, melainkan juga a priory yang
berdasarkan kenyataan lain, tidak dapat dimasuki dalam pengalaman sehari-hari.
Berger dan Luckman dalam bukunya Tafsir Sosial Atas Kenyataan
mengatakan :
Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah
melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun
masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secaraobyektif,
namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi
subjektif melalui proses interaksi. (1990:50)
Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang
diberikan oleh orang lain yang memiliki subyektif yang sama. Pada tingkat
generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis
yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi
legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai
bidang kehidupannya.
45
Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckman
berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang
menjadi entry concept, yakni subjective reality, symbolic reality, dan objective
reality. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen
simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.
a. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas
(termasuk ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah
laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh
individu secara umum sebagai fakta.
b. Symbolic reality, merupakan semua ekpresi simbolik dari apa yang
dihayati sebagaai “objective reality” misalnya teks produk industri
media, seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang
ada di film-film.
c. Subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki
individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi.
Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis
untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial
dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi
itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan objektivikasi, memunculkan
sebuah konstruksi objekctive reality yang baru.
Teori konstruksi realitas sosial ini bisa diaplikasikan pada penelitian novel
Sang Alkemis. Tokoh-tokoh dalam novel ini merupakan individu yang
menggambarkan sifat-sifat manusia yang memiliki ideologi dan keyakinan yang
46
berbeda. Pertentangan sifat-sifat ini menimbulkan adanya konflik dalam cerita
novel Sang Alkemis saat tiap individu melakukan interaksi sosial.
Kelompok masyarakat di oasis memiliki pandangan yang berbeda dengan
masyarakat di daerah perkotaan. Hal itulah yang dilihat oleh Santiago. Tokoh
Santiago yang mampu memahami pandangan hidup orang lain dan memiliki
intuisi kuat untuk bisa menyesuaikan diri dengan tempat baru. Dia mampu
menangkap makna-makna dari kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang
ia lihat dan temui. Santiago beranggapan bahwa setiap perjumpaan dengan orang
atau sebuah kejadian adalah sebuah petunjuk-petunjuk yang memang harus dilalui,
kemudian dirangkai untuk mewujudkan impiannya mencari harta karun.
Dengan demikian individu melakukan objektivitas terhadap produk sosial,
baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi in berlangsung tanpa harus
mereka saling bertemu. Artinya, objektivasi itu bisa terjadi tanpa melalui
penyebaran opini sebuah produk sosial yang bekembang di masyarkat melalui
diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, tanpa harus terjadi tatap muka
antara individu dan pencipta produk sosial itu. Analisa Berger dan Luckmann
tentang peran pengetahuan yang dihasilkan dari proses dialektika antara individu
dan masyarakat, antara identitas pribadi dan struktur sosial, menghasilkan
perspektif yang penting dalam bidang sosial.
Download