3 Faktor Risiko Panjang Lahir Bayi Pendek Di

advertisement
16 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
FAKTOR RISIKO PANJANG LAHIR BAYI PENDEK
DI RUANG BERSALIN RSUD PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT
Oleh :
Imtihanatun Najahah
Dosen pada Politeknik Kemenkes Mataram
Abstra:Di Kabupaten Lombok Barat terjadi peningkatan prevalensi balita stunting yaitu pada tahun 2009
tercatat sebesar 40,57% dan meningkat pada tahun 2010 yaitu sebesar 43,02%.. Stunting diawali dari
pertumbuhan bayi ketika berada di dalam kandungan sudah mengalami keterlambatan pertumbuhan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko panjang lahir pendek di Ruang Bersalin
RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.Disain penelitian adalah cross sectional, dengan besar
sampel 126 bayi baru lahir. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah panjang lahir pendek dan variabel
bebas adalah status HDK, status KEK, status anemia, persalinan preterm dan berat lahir bayi. Data
dikumpulkan dari register ruang bersalin RSUD Patut Patuh Patju dan dari buku KIA ibu. Selanjutnya
analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat
(regresi logistik).Prevalensi panjang lahir pendek 38,1%. Pada analisis multivariat variabel yang dominan
adalah status KEK OR 6,2 (CI 95% 1,146-34,049) dan status HDK OR 2,6 (CI 95% 1,010-7,159).
Perludilakukan upaya pencegahan melalui pemeriksaan kehamilan secara teratur dan perbaikan asupan
gizi dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil.
Kata kunci : Panjang lahir, Bayi Pendek, Cross Sectional, Faktor Risiko
PENDAHULUAN
Panjang
lahir
bayi
menggambarkan
pertumbuhan linier bayi selama dalam kandungan.
Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan
keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi
dan protein yang diderita waktu lampau (Supariasa
et al., 2012). Masalah kekurangan gizi diawali
dengan perlambatan atau retardasi pertumbuhan
janin yang dikenal sebagai Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR). Di negara berkembang
kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil
berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kondisi
IUGR hampir separuhnya terkait dengan status
gizi ibu selain itu faktor lain dari penyebab
terjadinya IUGR ini adalah kondisi ibu dengan
hipertensi dalam kehamilan (Cesar et al., 2008)
(Saifuddin AB, 2002;M42). Persalinan preterm
juga berperan dalam pertumbuhan janin
sebagaimana yang ditulis dalam buku kebidanan
bahwa dampak dari persalinan ini adalah potensial
meningkatkan kematian perinatal, kematian
perinatal umumnya berkaitan dengan berat lahir
rendah, (Prawirohardjo S, 2005; 312).
Panjang lahir bayi akan berdampak pada
pertumbuhan selanjutnya, seperti terlihat pada hasil
penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pati
Kabupaten Pati didapatkan hasil bahwa panjang
badan lahir rendah adalah merupakan salah satu
faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan
dengan nilai p = 0,000 dan nilai OR = 2,81, hal ini
menunjukkan bahwa bayi yang lahir dengan
_____________________________________________
Volume 8, No. 1, Februari 2014
panjang lahir rendah memiliki risiko 2,8 kali
mengalami stunting dibanding bayi dengan
panjang
lahir normal, (Anugraheni HS &
Kartasurya MI, 2012). Stunting merupakan status
gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut
umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah
stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
pendek), (Sedyaningsih, 2011). Dampak dari
stunting ini adalah tidak hanya pada fisik yang
lebih pendek saja, tetapi juga pada fungsi
kognitifnya, (Hadi, 2010).
Di dalam kandungan, janin akan tumbuh dan
berkembang melalui pertambahan berat dan
panjang badan, perkembangan otak serta organorgan lainnya seperti jantung, hati, dan ginjal.
Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya
janin akan dengan mudah menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungannya baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan pada
saat itu. Sekali perubahan tersebut terjadi, maka
tidak dapat kembali ke keadaan semula. Perubahan
tersebut merupakan interaksi antara gen yang
sudah dibawa sejak awal kehidupan, dengan
lingkungan barunya. Pada saat dilahirkan,
sebagian besar perubahan tersebut menetap atau
selesai,
kecuali
beberapa
fungsi,
yaitu
perkembangan otak dan imunitas, yang berlanjut
sampai beberapa tahun pertama kehidupan bayi.
Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan
dan awal kehidupan
menyebabkan janin
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel
penyesuaian tersebut meliputi perlambatan
pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan
organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian
akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia
dewasa dalam bentuk tubuh
yang pendek,
rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan
sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan
perkembangan otak (Bappenas, 2012).
Berdasarkan laporan Nutrition in the First
1,000 Days State of the World’s Mothers tahun
2012menyatakan
bahwa
kejadian stunting
dipengaruhi oleh kondisi pada masa 1000 hari
kehidupan yaitu mulai dari janin berada dalam
perut atau ketika wanita dalam kondisi hamil
sampai anak tersebut berusia 2 tahun dan masa ini
disebut dengan masa windows critical, karena pada
masa ini terjadi perkembangan otak atau
kecerdasan dan pertumbuhan badan yang cepat,
sehingga pada masa ini bila tidak dilakukan asupan
nutrisi yang cukup oleh ibu hamil, pemberian ASI
eksklusif dan pemberian MPASI dan asupan
nutrisi yang cukup sampai anak berusia 2 tahun
maka potensial terjadi stunting (Johnson &
Brookstone, 2012).
Sasaran pembangunan pangan dan gizi pada
tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi balita gizi
kurang menjadi 15,5% dan prevalensi balita
pendek (stunting)menjadi 32% (Armida, 2011).
Secara nasional sudah terjadi penurunan
prevalensi balita stunting yaitu pada tahun 2007
sebesar 36,7%, menurun menjadi 35,7% pada
tahun 2010. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
merupakan Provinsi dengan urutan ketiga yang
berada di atas prevalensi nasional yaitu setelah
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar
58,4% dan di urutan kedua adalah Provinsi Papua
Barat sebesar 49,2%, dan Provinsi NTB sebesar
48,3%. Kejadian tertinggi stunting pada balita di
Indonesia yaitu berada pada umur 24 – 35 bulan
yaitu sebesar 41,3% sedangkan pada usia < 5 bulan
prevalensi bayi yang mengalami stunting sebesar
28,1 % (Kemenkes RI, 2010a).
Di Provinsi NTB secara spesifik terjadi
peningkatan jumlah prevalensi balita stunting dari
tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu pada tahun 2009
sebesar 38,91 % menjadi 42,63 % pada tahun 2010
dan prevalensi balita stunting pada usia 0-6 bulan
sebesar 33% (Dikes Prop. NTB, 2010). Kabupaten
Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten
yang berada di Propinsi NTB dengan prevalensi
balita stunting sebanyak 40,57% pada tahun 2009
dan meningkat pada tahun 2010 yaitu sebesar
43,02% (Dikes Prop. NTB, 2010). Kabupaten
Lombok Barat memiliki Rumah Sakit rujukan
Media Bina Ilmiah17
dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah Patut
Patuh Patju.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
factor risiko panjang lahir bayi pendek di ruang
bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh
Patju Tahun 2012. Adapun faktor risiko pada
penelitian ini meliputi status ibu HDK, status ibu
KEK , status ibu anemia, usia kehamilan ibu,
berat badan lahir bayi. Melihat dampak yang
ditimbulkan dari panjang lahir bayi pendek maka
dilakukan
penelitian mengenai faktor risiko
panjang lahir bayi pendek di Ruang Bersalin
Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju
Kabupaten Lombok Barat.
METODE PENELITIAN
Disain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cross sectional. Sampel penelitian
berjumlah 128 bayi baru lahir, yang lahir di ruang
bersalin RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten
Lombok Baratpada tahun 2012 dan tercatat di
register ruang bersalin RSUD Patut Patuh Patju.
Pengambilan sampel dilakukan di ruang bersalin
RSUD Patut Patuh Patju. Sampel yang diambil
adalah bayi yang memiliki data panjang lahir bayi
dan berat badan lahir dan ibu memiliki buku KIA
pada saat pengambilan data, pengambilan data
dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan
bulan November 2013.
Variabel yang diukur adalah panjang badan
lahir bayi sebagai variabel terikat, sedangkan status
ibu dengan hipertensi dalam kehamilan, status ibu
KEK, status ibu anemia, usia kehamilan ibu, berat
badan lahir bayi sebagai variabel bebas.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan
data sekunder dari register ruang bersalin RSUD
Patut Patuh Patju dan data sekunder dari buku KIA
ibu. Data sekunder yang diambil dari buku register
ruang bersalin RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten
Lombok Barat adalah meliputi panjang lahir bayi,
berat badan lahir bayi, peralinan preterm dan data
sekunder yang diambil dari buku KIA ibu adalah
status ibu dengan hipertensi dalam kehamilan,
status ibu KEK, status ibu anemia.
Pada penelitian ini panjang lahir bayi
pendekadalah panjang lahir bayi < 48 cm,
(Kemenkes RI, 2010b;27) Ibu dengan hipertensi
dalam kehamilan adalah hipertensi (tekanan
diastolic 90-110 mmHg (2 pengukuran berjarak 4
jam) pada saat usia kehamilan ibu > 20 minggu
tanpa disertai proteinuria atau edema, (Saifuddin
AB, 2002). Status KEK ibu adalah kondisi ibu
ketika hamil trimester III memiliki lingkar lengan
atas < 23,5 cm, (Supariasa, 2012). Status anemia
adalah kondisi kadar hemoglobin ibu ketika hamil
trimester III < 11 gr%, (WHO, 2006). Persalinan
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 1, Februari 2014
18 Media Bina Ilmiah
preterm adalah usia kehamilan ibu pada saat
menjelang persalinan dan dikatagorikan menjadi
usia kehamilan preterm (usia kehamilan < 37
minggu) dan kehamilan aterm (usia kehamilan 3742 minggu), (Saifuddin AB, 2002). Berat lahir bayi
adalah berat badan lahir ketika bayi lahir,
dikatagorikan menjadi berat badan lahir normal
(berat badan lahir ≥2500 gram) dan berat badan
lahir rendah bila berat badan lahir < 2500 gram,
(Supariasa, 2012).
Analisis data dilakukan dengan univariat
untuk melihat distribusi frekuensi dari masingmasing variabel, dan dilanjutkan dengan analisis
bivariat untuk melihat hubungan antara variabel
terikat dengan masing-masing variabel bebas, uji
hubungan ini digunakan uji chi-square .
Sedangkan
analisis
multivariat
dengan
menggunakan uji regresi logistic metode enter
untuk mencari faktor risiko
yang dominan
meningkatkan risiko panjang badan lahir pendek
bayi dilakukan terhadap variabel dengan nilai p<
0,25 dari hasil analisis bivariat.
HASIL
Semua bayi baru lahir yang terpilih sebagai
sampel adalah bayi yang memiliki data variabel
yang diteliti. Pada penelitian didapatkan hasil
prevalensi panjang lahir bayi pendek adalah
sebesar (48; 38,1%), status ibu dengan tidak HDK
sebesar (65; 51,6%), status tidak KEK sebesar
(106; 84,1%), status anemia sebesar (81; 64,3%),
usia kehamilan aterm sebesar (108; 85,7%), berat
badan lahir normal sebesar (102; 81%).
Hasil analisis bivariat semua variabel berperan
meningkatkan risiko panjang lahir bayi
pendekyaitu status HDK, status KEK, status
anemia, usia kehamilan dan berat badan lahir,
sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Ibu dengan
HDK berisiko 6,3 kali melahirkan bayi dengan
panjang badan lahir bayi pendek dibandingkan ibu
dengan tidak HDK. Ibu dengan KEK berisiko
melahirkan bayi dengan panjang badan lahir bayi
pendek 22,8 kali dibandingkan ibu dengan tidak
KEK. Ibu dengan anemia berisiko melahirkan bayi
dengan panjang badan lahir bayi pendek 3 kali
dibandingkan ibu dengan tidak anemia. Ibu dengan
usia kehamilan preterm berisiko melahirkan bayi
dengan panjang badan lahir bayi pendek 4 kali
dibandingkan ibu dengan usia kehamilan aterm.
Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki
risiko 13,2 kali memiliki panjang badan lahir
pendek dibandingkan bayi dengan berat badan
lahir normal.
Tabel 1. Hasil analisis bivariat penelusuran faktor
risiko panjang
lahir bayi pendekdi
_____________________________________________
Volume 8, No. 1, Februari 2014
ISSN No. 1978-3787
Ruang Bersalin Rumah Sakit Patut Patuh
Patju. Kabupaten Lombok Barat
Dari analisis bivariat semua variabel memiliki
nilai
p<0,25,selanjutnya
dianalisis
secara
multivariat, dengan hasil akhir seperti pada Tabel
2.
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Logistik Faktor
Risiko Panjang Badan Lahir Bayi Pendek
di Ruang Bersalin Rumah Sakit Patuh
Patut Patju Kabupaten Lombok Barat
Variabel
Bebas
p
value
Status
0,048
HDK
Status
0,034
KEK
R square = 0,376
OR
2,69
6,246
95,0%
EXP(B)
Lower
C.I.for
Upper
1,010
7,159
1,146
34,049
Tabel di atas menunjukkan variabel yang
berperan dominan meningkatkan risiko panjang
lahir pendek di RuangBersalin Rumah Sakit Patuh
Patut Patju adalah Status KEK, dan status HDK.
Kedua variabel ini berperan terhadap kejadian
panjang lahir pendek sebesar 37,6%.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini status KEK dan status
HDK sebagai faktor risiko panjang lahir bayi
pendek. Status KEK pada ibu menggambarkan
bahwa ibu sudah mengalami keadaan kurang gizi
dalam jangka waktu yang telah lama, bila ini
terjadi maka kebutuhan nutrisi untuk proses
tumbuh kembang janin menjadi terhambat
(Mutalazimah, 2005). Status KEK pada ibu hamil
diperoleh dengan melakukan pengukuran lingkar
lengan atas (LILA) dan pengukuran LILA ini
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
memiliki kemampuan untuk memprediksi hasil
luaran kehamilan dan dapat digunakan untuk
memonitor status gizi selama kehamilan.
(Krasovec K & Anderson MA, 1990). Hubungan
antara LILA dengan hasil luaran dapat ditunjukkan
dari hasi penelitian LILA pada ibu trimester tiga
sebagai alat ukur perkiraan berat lahir bayi pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu di Guatemala.
(Lechtig dkk, 1979). Penelitian lainnya yaitu
didapatkan bahwa LILA berkorelasi linier dengan
berat lahir bayi (Tripathi dkk, 1987) dan Atalah
pada tahun 1983 menemukan bahwa rata-rata berat
lahir bayi yang dilahirkan oleh ibu di Chilean
dengan LILA ≥ 24 cm adalah sebesar 3276 ± 489
gram dengan perbandingan 2990 ± 423 gram pada
ibu dengan LILA < 24 cm.
Kekurangan energi secara kronis ini
menyebabkan ibu hamil tidak mempunyai
cadangan zat gizi yang adekuat untuk menyediakan
kebutuhan fisiologis kehamilan yakni perubahan
hormone dan meningkatkan volume darah untuk
pertumbuhan janin, sehingga zat gizi pada janin
berkurang,
akibatnya
pertumbuhan
dan
perkembangan janin terhambat, (Depkes RI, 1996).
Bagaimanapun asupan nutrisi yang inadequate
merupakan hal yang berperan karena kasus bayi
dengan berat badan lahir rendah berhubungan
dengan asupan nutrisi yang kurang pada ibu
selama masa kehamilannya (Chomitz dkk., 1995).
Status gizi ibu adalah merupakan faktor
penting yang mempengaruhi pertumbuhan bayi
terutama masa pertumbuhan bayi ketika berada di
dalam kandungan karena gizi ibu yang jelek
sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu
sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) (Soetjiningsih,
2012: 2). Pada ibu yang mengalami malnutrisi
akan terjadi penurunan volume darah hal ini akan
menyebabkan cardiac output tidak adekuat yang
akan menyebabkan aliran darah ke plasenta
menurun sehingga plasenta menjadi kecil dan
transfer zat-zat makanan dari ibu ke janin melalui
plasenta berkurang mengakibatkan terjadinya
retardasi pertumbuhan janin (Soetjiningsih, 2012:
101). Seperti yang didapat dari hasil penelitian
yang dilakukan di Princess Anne Maternity
Hospital didapatkan hasil bahwa dari 538 ibu yang
melahirkan aterm didapatkan hasil bahwa ibu yang
mengkonsumsi karbohidrat saja dari awal
kehamilan berpengaruh terhadap plasenta kecil dan
berat lahir , sedangkan ibu yang kurang
mengkonsumsi karbohidrat dan protein di akhir
kehamilannya juga berhubungan dengan plasenta
kecil dan berat lahir. Berat plasenta mengalami
penurunan 49 gram (CI 95% 16 gram to 81 gram;
P=0,002) pada konsumsi karbohidrat saja dari awal
Media Bina Ilmiah19
kehamilan dan mengalami penurunan sebesar 1,4
gram (0,4 gram to 2,4 gram; p=0,005) pada
konsumsi rendah protein diakhir kehamilan. Berat
lahir mengalami penurunan sebesar 165 gram (49
gram to 282 gram; p=0,005) pada ibu yang
mengkonsumsi karbohidrat saja dari
awal
kehamilan dan berat lahir mengalami penurunan
sebesar 3,1 gram (0,3 gram ke 6,0 gram; p=0,03)
pada konsumsi rendah protein pada saat di akhir
kehamilan. (Godfrey K, dkk, 1996), hal ini
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara
asupan nutrisi yang dikonsumsi ibu selama hamil
dengan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan
janin, sehingga penanganan ibu hamil dengan
KEK sangat perlu dilakukan sedini mungkin untuk
mencegah terjadinya hambatan pada pertumbuhan
plasenta yang merupakan alat vital yang
dibutuhkan janin dalam kandungan untuk
menerima asupan nutrisi dan kebutuhan oksigen
serta kebutuhan lainnya yang diperlukan oleh bayi
guna
mempertahankan
kelangsungan
pertumbuhannya .
Pada penelitian ini, ibu dengan KEK berisiko
melahirkan bayi dengan panjang lahir pendek 6,2
kali dibanding ibu yang tidak KEK, hal ini
menunjukkan bahwa ibu yang mengalami
kekurangan energi kronis atau mengalami masalah
gizi dalam waktu yang lama diikuti juga oleh
masalah kekurangan gizi dalam waktu pada bayi
yang dikandung ibu yang ditandai dari panjang
lahir bayi yang pendek, penelitian ini sejalan
dengan penelitian dengan 13 percobaan dari 4665
ibu hamil didapatkan bahwa supplemen energy dan
protein
seimbang
berhubungan
dengan
peningkatan berat badan ibu dan termasuk berat
lahir bayi dan berperan menurunkan risiko bayi
lahir kecil untuk masa kehamilan. Selain itu
didapatkan juga dari dua percobaan yang
melibatkan 529 wanita didapatkan bahwa
supplemen tinggi protein tidak berhubungan
dengan peningkatan berat badan ibu hamil dan
tidak berhubungan secara signifikan dengan ratarata berat lahir bayi, signifikan meningkatkan
risiko lahir kecil untuk masa kehamilan dan tidak
signifikan meningkatkan kematian bayi, (Hofmeyr,
2007).
Dalam penelitiannya Kusharisupeni pada
tahun 2002, didapatkan hasil penelitian,
kekurangan gizi pada masa gestasi bisa
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah
serta terganggu pertumbuhannya. Berat badan lahir
dan masa gestasi sangat tergantung keadaan gizi
ibu, baik sebelum maupun selama kehamilan. Dari
pengamatannya, Kusharisupeni menunjukkan
dalam kelompok BBLR hingga umur enam bulan,
bayi IUGR LPI tumbuh lebih baik dibandingkan
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 1, Februari 2014
20 Media Bina Ilmiah
bayi premature maupun IUGR API. Ini
dikarenakan retardasi pertumbuhan bayi IUGR
API disebabkan kekurangan gizi kronis sejak awal
kehamilan, sementara IUGR hanya LPI mengalami
kekurangan gizi pada akhir kehamilan. Sedangkan
premature karena kurang bulan akan pendek dan
kurus, tetapi akan tumbuh dengan baik bila berada
di lingkungan optimal.
Status HDK pada ibu juga merupakan faktor risiko
pada panjang lahir bayi karena tensi tinggi terjadi
dalam usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer ,
agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi karena
pembuluh darah mengalami spasmus dan pada
beberapa kasus lumen arteriola sangat kecil
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah
merah. Menurunnya aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta dan pada
hipertensi yang agak lama dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terganggu. Pada hipertensi
yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin karena
kekurangan oksigenasi (Prawirohardjo S, 2005).
Ibu dengan hipertensi pengaruhnya pada bayi
adalah menyebabkan bayi mengalami fetal distress
karena terjadi vasokontriksi yang menyebabkan
terjadinya penurunan suplai darah ke plasenta yang
mengakibatkan terjadinya abrasi plasenta (Duley &
Henderson-Smart, 2000). Sibai dkk pada tahun
1998 melaporkan bahwa hanya 10,7% dari 763
wanita dengan hipertensi kronik yang memiliki
bayi kecil untuk masa kehamilan. Dari hasil
penelitian meta-analisis mengenai hubungan antara
pertumbuhan janin dan antihipertensi oral untuk
mengobati hipertensi kehamilan ringan sampai
sedang didapatkan hasil bahwa penurunan rata-rata
tekanan arteri yang disebabkan oleh terapi
berkaitan secara bermakna dengan penurunan
insiden bayi kecil untuk masa kehamilan. (Von
Dadelszen dkk, 2000). Komplikasi dari
preeklampsi (ibu hamil dengan hipertensi setelah
usia kehamilan > 20 minggu disertai protein uria
positif) pada janin yaitu bersamaan dengan
terjadinya kelahiran preterm, usia kehamilan
sebelum 37 minggu maka beberapa bayi lahir
dengan berat lahir rendah, terjadi juga kesukaran
pernapasan pertumbuhan terhambat dan pada kasus
lebih lanjut terjadi abrasi plasenta (terlepasnya
plasenta dari uterus yang dapat menimbulkan
kematian janin, (Sibai dkk. 2005, 785-786;
Bellamy dkk. 2007, 974).
Tekanan darah ibu hamil yang tinggi (≥
140/90 mmHg) juga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterine yang
tentunya akan berdampak terhadap berat badan
lahir. Hal ini disebabkan oleh menurunnya perfusi
uteroplasenta, vasopasme, dan kerusakan sel
_____________________________________________
Volume 8, No. 1, Februari 2014
ISSN No. 1978-3787
endotel pembuluh darah plasenta, sedangkan pada
ibu yang tekanan darahnya normal, tidak
ditemukan kelainan-kelainan tersebut sehingga
perfusi nutrisi dan oksigen untuk pertumbuhan
janin menjadi adekuat, (Sistiarani, C.2008).
Pada penelitian ini didapatkan hasil , ibu
dengan HDK berisiko melahirkan bayi dengan
panjang lahir pendek 2,6 kali dibanding ibu yang
tidak HDK, hal ini menunjukkan bahwa ibu yang
mengalami hipertensi sejak usia kehamilan 20
minggu mempengaruhi pemenuhan nutrisi bayi
karena dengan adanya hipertensi dalam kehamilan
juga mempengaruhi pertumbuhan plasenta yang
merupakan alat vital suplai nutrisi bayi pada saat
bayi berada dalam kandungan sehingga hal ini
merupakan faktor yang berperan
juga
menyebabkan bayi mengalami masalah nutrisi
dalam jangka waktu yang lama. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Rosmaliana pada tahun 2001
dalam Andammori F, dkk, 2012 ditemukan juga
bahwa ada hubungan antara hipertensi dalam
kehamilan dengan pertumbuhan janin yaitu pada
penelian yang dilakukan di RSU dr. Pirngadi
Medan didapatkan hasil terdapat perbedaan berat
badan lahir yang signifikan antara ibu hamil yang
mengalami hipertensi dengan ibu hamil yang tidak
mengalami hipertensi dalam kehamilannya dengan
p< 0,005, . Penelitian lainnya yaitu penelitian yang
dilakukan RSUP dr. M. Djamil Padang dengan
melibatkan 34 orang ibu hamil yang mengalami
hipertensi dan 34 ibu hamil yang tidak mengalami
hipertensi, didapatkan hasil rata-rata berat badan
lahir dari kelompok ibu yang tidak mengalami
hipertensi pada kehamilannya adalah 3408 (SD
307) gram, sedangkan rata-rata berat badan lahir
bayi yang dilahirkan oleh kelompok ibu yang
mengalami hipertensi pada kehamilannya adalah
2799 (SD 413) gram dan dengan analisis bivariat
dengan uji independent sampel t test terdapat
hubungan yang signifikan antara tekanan darah ibu
hamil aterm dengan berat badan lahir dengan nilai
p = 0,00 yang berarti semakin tinggi tekanan darah
ibu hamil, maka semakin rendah berat badan lahir
(Andammori F, dkk, 2012;69).
Anemia dalam kehamilan didefinisikan
sebagai suatu keadaan haemoglobin < 11 gr/dl
atau haematocrit <33%, (WHO, 2006). Anemia
lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal itu
disebabkan karena dalam kehamilan keperluan
akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum
tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan
, yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia,
akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma,
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
sehingga terjadi pengenceran darah. Dalam
penelitian yang melibatkan 3531 wanita hamil
yang dilakukan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta menyimpulkan bahwa nilai 10 gram/100
ml sebagai batas terendah untuk kadar Hb dalam
kehamilan, seorang wanita hamil yang memiliki
Hb kurang dari 10 gram/100 ml barulah disebut
menderita anemia dalam kehamilan sehingga para
wanita hamil dengan Hb antara 10 dan 12
gram/100 ml tidak dianggap menderita anemia
patologik akan tetapi anemia fisiologik, (Sarwono
P, 2005; 448-450). Dari beberapa studi dilaporkan
bahwa bayi berat lahir rendah lahir dari wanita
yang mengalami anemia, (Hemminki E dkk, 1991;
Agarwal KN dkk, 1991; SinglaPN dkk, 1997) .
Penelitian di Nepal menunjukkan hasil dari analisis
multivariate regresi bahwa data dari 691 wanita di
daerah Nepal terjadi penurunan berat bayi sebesar
91, 187 dan 153 gram pada kadar hemoglobin 90109, 70-89 dan <70 g/L, (Dreyfuss M, 1998).
Pada penelitian ini ibu dengan anemia bukan
merupakan faktor risiko panjang lahir bayi pendek.
ini anemia dan penelitian lainnya menunjukkan
bahwa anemia pada ibu hamil berpengaruh pada
pertumbuhan janin yang berkaitan dengan berat
badan lahir saja dan dari penelitian ini ibu dengan
anemia tidak sampai menyebabkan panjang lahir
bayi pendek yang menunjukkan anemia berkaitan
dengan masalah gizi bayi baru lahir pada saat
sekarang dan tidak berkaitan dengan masalah gizi
bayi yang telah berlangsung lama.
Persalinan preterm adalah persalinan yang
terjadi pada saat usia kehamilan kurang dari 37
minggu, (Saifuddin AB, 2002). Dampak dari
persalinan ini adalah potensial meningkatkan
kematian perinatal, Kematian perinatal umumnya
berkaitan dengan berat lahir rendah, (Prawiriharhjo
S, 2005; 312). Pada penelitian ini persalinan
preterm bukan merupakan faktor risiko panjang
lahir pendek, hal ini menunjukkan bahwa
persalinan preterm tidak berkaitan dengan masalah
gizi bayi baru lahir yang berlangsung dalam waktu
lama akan tetapi berkaitan dengan masalah gizi
bayi baru lahir pada saat sekarang sebagaimana
yang ditunjukkan pada penelitian lainnya yaitu
didapatkan bahwa dari 489 bayi yang memiliki
berat badan lahir rendah didapatkan bahwa 134
(27,4%) dari kehamilan aterm tetapi mengalami
kecil untuk masa kehamilan dan yang lainnya
sebanyak 355 (72,6%) lahir dari kehamilan
preterm, (Arias F & Tomich P, 1982).
Berat Lahir Bayi adalah merupakan salah satu
ukuran
yang
digunakan
untuk
menilai
pertumbuhan massa tubuh, apabila ukuran ini
rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi
kurang akibat kekurangan energy dan protein yang
Media Bina Ilmiah21
diderita pada waktu pengukuran dilakukan dan
merupakan ukuran massa tubuh yang paling sering
digunakan, (Supariasa, 2012;35). Berat badan
digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau
BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat badan lahir
bayi di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg
(Supariasa et al., 2012).
Berat badan lahir rendah menunjukkan bayi
lahir dengan prematur, retardasi pertumbuhan
pada masa janin dengan indeks ponderal cukup
(Intra Uterine Growth Retardation Adequate
Ponderal Index/IUGR API) atau karena retardasi
pertumbuhan pada masa janin dengan indeks
ponderal rendah (IUGR LPI). Indeks ponderal
adalah indikator yang menunjukkan persesuaian
berat badan dengan tinggi badan, apakah bayi
panjang dan kurus atau pendek dan kurus dan
sebagainya. Dalam hal ini IUGR API pendek dan
kurus, sedangkan IUGR LPI kurus tetapi agak
panjang meski tidak normal (Nasir, 2010). Pada
penelitian ini setelah dilakukan analisis
multivariate regresi menunjukkan bahwa berat
badan lahir rendah bukan merupakan faktor risiko
terjadinya panjang lahir pendek, hal ini terjadi
karena ada factor lain yang lebih berperan sebagai
faktor risiko panjang lahir pendek yaitu faktor
status KEK dan status HDK.
SIMPULAN
Faktor
status KEK dan status HDK
merupakan faktor yang berperan dalam panjang
lahir pendek. Untuk mencegah terjadinya panjang
lahir pendek ini
perlu dilakukan upaya
pemeriksaan kehamilan secara teratur guna
mendeteksi secara dini ibu yang mengalami status
kekurangan energi kronis dan mendeteksi secara
dini ibu yang mengalami hipertensi dalam
kehamilan sehingga bila ibu mengalami masalah di
atas dapat dilakukan intervensi segera selain itu
perlu juga dilakukan perbaikan asupan gizi mulai
dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal KN,Agarwal DK, Mishra KP. Impact of
anaemia prophylaxis in pregnancy on
maternal hemoglobin, serum ferritin and
birth weight. Indian J Med Res
1991;94:277-80
Andammori F, Lipoeto NI, Yusrawati. 2013.
Hubungan Tekanan Darah Ibu Hamil
Aterm Dengan Berat Badan Lahir di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2013; 2(2) 69
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 1, Februari 2014
22 Media Bina Ilmiah
Anugraheni HS & Kartasurya MI. 2012. Faktor
Risiko Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Pati,
Kabupaten Pati. Program Studi Ilmu Gizi
Fakultass
Kedokteran
Universitas
Diponegoro. Journal of Nutrition
College, Volume 1, Nomor 1, Tahun
2012, Hal : 590-605.
Arias F & Tomich P. 1982. Etiology and Outcome
of Low Birth Weight and Preterm
Infants.
Obstet
Gynecol.
1982
Sep;60(3):277-81
Armida, S.2011. Rencana Aksi Nasional Pangan
dan Gizi 2011-2015. Kementrian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
ISSN No. 1978-3787
Dreyfuss M. Anemia and Iron Deficiency during
Pregnancy: Etiologies and Effects on
birth outcomes in Nepal. PhD
dissertation. Johns Hopkins University,
Baltimore, 1998
Duley L, Henderson-Smart D. 2000. Magnesium
Sulphate
Versus
Diazepam
for
Eclampsia. Cochrane Review. Cochrane
Library, Issue 1, 2000. Oxford
Hadi, H.2010. Sepertiga Anak Usia Sekolah di
Indonesia Alami Stunted. (sitasi 2
Januari 2014). Available from : URL :
http://www.ugm.ac.id/index.php?page=
rilis&artikel=3070
Godfrey K, dkk. 1996. Maternal Nutrition in Early
and Late Pregnancy in Relation to
Placental and Fetal Growth. BMJ. 1996
Feb 17;312(7028) :410-4.
Atalah, E. 1983. Sensitivity and Specificity of Arm
and Calf Circumferences in Identifying
Undernourished
Pregnant
Women.
(Unpublished paper). Departement of
Nutrition, Faculty of Medicine, Santiago,
Chile.
Hemminki E, Rimpela U. Iron supplementation,
maternal packed cell volume, and fetal
growth. Arch Dis Child 1991;66:422-5
Bappenas. 2012. Kerangka Kebijakan Gerakan
Sadar Gizi Dalam Rangka Seribu Hari
Pertama Kehidupan (1000 HPK).
BAPPENAS
M, Gyte G.M.L, Hodnett E.D. 2008. A
Cochrane Pocketbook Pregnancy
Bellamy, L, Casas, J.P, Hingorani, AD. 2007. Preeclampsia and Risk of Cardiovascular
Disease and Cancer in Later Life;
Systematic Review and Meta-analysis.
British Medical Journal. Vol. 335 No.
7627, 974.
Cesar G. V, Linda A, Caroline F, Pedro C. H,
Reynaldo M, Linda R, Harshpal S. S and
for
the
Maternal
and
Child
Undernutrition Study Group. 2008.
“Maternal And Child Undernutrition:
Consequences For Adult Health And
Human Capital”. Lancet, published
online Jan 26. DOI: 10.1016/S01406736(07)61692-4
Chomitz V.R, Cheung L.W.Y, and Lieberman E.
1995. The role of lifestyle in preventing
lowbirth weight. The Future of Children
(Spring 1995) 5,1:123.
Dahlan, MS.2012. Statistik untuk Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika.
Depkes RI. 1996. Makanan Ibu Hamil. Direktorat
Bina Gizi Masyarakat. Jakarta
_____________________________________________
Volume 8, No. 1, Februari 2014
Hofmeyr G.J, Neilson J.P, Alfirefic Z, Crowther
C.A, Duley L, Gulmezoglu
and Childbirth. England. Wiley Cochrane
Series.
Johnson M, Inc and Brookstone. 2012. Nutrition
in the First 1,000 Days State of the
World’s Mothers 2012.Save The
Children
Kemenkes RI. 2010a. Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangangan
Kesehatan Dasar.
Kemenkes RI. 2010b. Panduan Pelayanan
Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak 2010, hal 27.Jakarta
Kusharisupeni. 2002. “Growth Faltering pada Bayi
di Kabupaten Indramayu Jawa Barat”.
Jurusan Gizi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat,
Universitas
Indonesia,
Depok, 16424. MAKARA, KESEHATAN,
VOL. 6, NO. 1, JUNI 2002
Lechtig, A, dkk. 1979. Maternofetal Nutrition.
Chapter 5 in: Jelliffe, D and Jelliffe,
E.F.P. (eds), Nutrition and Growth. New
York: Plenum Press, 79-127.
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Mutalazimah. 2005. Hubungan Lingkar Lengan
Atas (LILA) dan Kadar Hemoglobin
(Hb) Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir
di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi.
Nasir, M. 2010. Rahasia Kecerdasan Anak
Memaksimalkan Perkembangan Otak
oleh Rahasia Kecerdasan Anak. Seri
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. Buku
Kompas
Prawirohardjo S. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta
Saifuddin AB. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. JHPIEGO.Jakarta
Sedyaningsih, E.R. 2011. Kepmenkes RI nomor :
1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang
Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. KEMENKES RI Direktorat
Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak Direktorat Bina Gizi
Sibai, BM, Dekker G, & Kupferminc M. 2005.
Pre-eclampsia. Lancet Vol. 365, 785-799
Sibai BM, Lindheimer M, Hauth JC, Caritis S, Van
Dorsten P, Klebanoff M, MacPherson C,
Landon M, Miodovnik M, Paul R, Meis
P, Dombrowski M. 1998. Risk Factors
for Preeclampsia, Abruptio Placentae,
and Adverse Neonatal Outcomes among
Media Bina Ilmiah23
SinglaPN, Tyagi M, Kumar A, Dash D,
Shankar R. Fetal growth in maternal
anemia. J Trop Pediatri 1997;43:89-92
Sistiarani, C.2008.” Faktor Maternal dan Kualitas
Pelayanan Antenatal yang Berisiko
terhadap Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) Studi Pada Ibu Yang
Periksa Hamil Ke Tenaga Kesehatan dan
Melahirkan di RSUD Banyumas Tahun
2008”. (tesis). Semarang : Universitas
Diponogoro
Soetjiningsih.2012.
Tumbuh
Kembang
Anak.Penerbit Buku Kedokteran Anak
Supariasa, Bakri.B & Fajar, I. 2012. Penilaian
Status Gizi. Jakarta. EGC
Tripathi, A.M, dkk.1987. Nutritional Status of
Rural Pregnant Women and Fetal
Outcome. Indian Pediatr 24:703-712.
Von Dadelszen P, Ornstein MP, Bull SB, Logan
AG, Koren G, Magee LA. 2000. Fall in
Mean Arterial Pressure and Fetal Growth
Restriction in Pregnancy Hypertension :
Meta-Analysis. Lancet 355: 87,2000.
WHO. 2006. Iron and Folate Supplementation
Integrated Management of Pregnancy
and Childbirth (IMPAC). Standards for
Maternal and
Neonatal Care.
Department of Making Pregnancy Safer.
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 1, Februari 2014
Download