Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 Model Laju Kinetik Dekomposisi Biomasa Untuk Pembentukan Tar Pada Proses Pirolisis Widya Wijayantia* dan Mega Nur Sasongkob Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjend Haryono No. 167, Malang 65145, Indonesia a [email protected], [email protected] Abstrak Pada proses pirolisis, dekomposisi reaksi biomasa untuk pembentukan produk char telah banyak diteliti. Tetapi penelitian tentang mekanisme pembentukan tar belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian kali ini mengamati tentang laju kinetik dekomposisi biomasa menjadi tar dengan menggunakan 2 model. Selanjutnya, kedua model ini akan divalidasi dengan menggunakan data eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini. Eksperimen dilakukan pada proses pirolisis dengan variasi temperatur antara 250˚C hingga 800˚C. Adapun mekanisme pembetukan tar diamati dengan melihat laju kinetik perubahan masa tar yang terbentuk. Sedangkan biomasa yang dipirolisis adalah kayu mahoni dengan ukuran 150 gram dan berbentuk serbuk. Tar dikondensasi dari furnace pirolisis setelah melalui ice cold trap. Selama proses berlangsung, yaitu selama 3 jam proses pirolisis, perubahan masa dan volume tar yang terbentuk diukur. Hasil penelitian juga menghasilkan distribusi temperatur pirolisis. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan yang similar dengan persamaan Arrhenius, data-data tersebut digunakan untuk menghitung besarnya konstanta laju kinetik tar (k) yang kemudian dirumuskan dengan menggunakan 2 model. Dari validasi yang dilakukan, model laju kinetik tar yang menjelaskan mekanisme pembentukan tar adalah model laju kinetik yang kedua. Sehingga dari penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa pembentukan tar pada proses pirolisis terjadi melalui 2 tahap, yaitu tahap pertama berada pada range temperatur 250-500°C dan tahap kedua pada 500-800°C. Kata kunci : model, laju kinetik, tar, pirolisis cat, plastik, parfum, sabun dan shampo yang digunakan untuk mengatasi berbagai masalah seperti ketombe, luka kulit, dan psoriasis. Salah satu kendala produksi tar adalah sulitnya mengatur variabel yang mempengaruhi tar agar lebih efisien serta efektif, sehingga biaya produksi dapat ditekan dan memperoleh kualitas dan kuantitas tar yang diharapkan. Salah satu variabel yang mempengaruhi produksi tar itu sendiri adalah temperatur pirolisis sehingga dapat diketahui seberapa besar panas yang dibutuhkan agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan energi dalam proses pirolisis ini. Selanjutnya, temperatur yang digunakan dapat digunakan untuk memprediksi seberapa besar jumlah tar yang dihasilkan. Parameter yang menghubungkan antara temperatur yang digunakan dan kecepatan produksi tar akibat Pendahuluan Tar merupakan salah satu produk pirolisis berwujud cair yang dihasilkan dari pemanasan biomasa yang terdekomposisi menjadi uap (volatile). Uap ini kemudian dikondensasikan sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi cair. Pada dasarnya, tar mengandung air dan bio-oil. Adapun nama lain dari tar adalah pyrolisis oil (pyro-oil), bio-crude oil, wood oil, wood liquids atau liquid smoke. Tar terbentuk dari depolimerisasi dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang merupakan senyawa biomasa yang dipirolisis [1]. Selain sebagai bahan dasar bio-oil, tar juga memiliki berbagai kegunaan di sektor industri, mulai dari sebagai insulator bangunan, membuat bangunan tahan air, hingga produksi berbagai macam produk seperti pewarna tekstil, bahan KE-65 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 dekomposisi biomasa pada proses pirolisis adalah laju kinetik (kinetic rate) dekomposisi biomasanya. Oleh karena itu kinetik rate perlu dihitung dengan membuat pemodelan dekomposisi biomasa untuk memprediksi produksi tar akibat pengaruh temperatur pirolisisnya. Dalam proses pirolisis, laju kinetik sangat penting untuk mengetahui secara rinci proses yang terjadi di dalam piroliser atau furnace. Hal ini digunakan untuk mengetahui kecepatan reaksi selama proses berlangsung. Selama proses pirolisis berlangsung terjadi reaksi kimia menjadi hasil reaksi, perubahan zat yang terjadi selama proses pirolisis dalam satuan waktu. Di dalam pirolisis, reaksi kimia yang terjadi yaitu diakibatkan dari peningkatan suhu dengan kondisi oksigen yang minimum sehingga tidak terjadi pembakaran selama proses berlangsung. Untuk mengetahui laju kinetik dari pembentukan tar dapat dirumuskan dengan: Selanjutnya, dilakukan eksperimen yang menjelaskan hubungan antara temperatur pirolisis dan produksi tar yang dihasilkan dalam proses pirolisis ini. Dari data eksperimen tersebut akan didapatkan k (konstanta laju kinetik dekomposisi biomasa) sehingga dapat diketahui model matematik pembentukan tar pada proses pirolisis. Dengan melihat proses dekomposisi biomasa, maka dapat dimodelkan laju kinetiknya yang selanjutnya model tersebut divalidasi kembali dengan data eksperimen. Metode Penelitian Data pada penelitian ini berupa distribusi temperatur pada proses pirolisis dan jumlah masa tar yang dihasilkan selama proses. Dari data tersebut akan dilakukan pemodelan matematik produksi tar yang dihasilkan, serta validasi hasil perhitungan model matematik dengan hasil produksi tar pada eksperimen. Adapun instalasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Bahan baku biomasa yang dipakai pada penelitian ini adalah serbuk kayu mahoni. Untuk pengambilan data eksperimen, mula-mula biomasa dimasukkan oven untuk mengurangi kadar air di serbuk kayu tersebut. Kadar air ini diukur dengan menggunakan moisture analyzer hingga kadar air yang tersisa sekitar 5%. Setelah itu, serbuk kayu dimasukkan ke dalam piroliser dengan berat 150 gram. Gas nitrogen (N2) selanjutnya dialirkan ke dalam piroliser untuk mencegah terjadinya pembakaran. .................................... (1) Dimana f(X) merupakan perbandingan masa tar pada saat tertentu dibanding dengan masa tar awal/akhir proses pirolisis. Selanjutnya, f (X) disubstitusikan pada pers. (1) dan didapatkan ...................... (2) untuk model 1 [1] dan ........................ (3) untuk model 2. Karena dalam penelitian ini proses pirolisis dipengaruhi oleh temperaturnya, maka konstanta laju kinetik menggunakan persamaan yang similar dengan persamaan Arhenius [2-8] yaitu: Keterangan gambar : (1) Tabung Gas N2, (2) Pressure Gauge N2, (3) Flowmeter Gas N2, (4) Katub Gas N2, (5) Heater, (6) Piroliser, (7) Thermocouple, (8) Pengontrol temperatur, (9) Gelas ukur, (10) Katub gas hasil pirolisis, dan (11) Flow meter hasil gas buang. Gambar 1. Instalasi Penelitian ................................... (4) KE-65 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, proses pirolisis dijalankan dengan mengatur temperatur pirolisis sebesar 250˚C, 350˚C, 400˚C, 450˚C, 500˚C, 600˚C, 700˚C dan 800˚C yang berlangsung selama 3 jam pada setiap variasi temperatur pirolisis. Pengaturan temperatur pirolisis tersebut dilakukan dengan menggunakan pengontrol temperatur. Selama proses, pembentukan tar yang terkondensasi pada gelas ukur diamati dengan mencatat perubahan volume tar yang dihasilkan. Adapun massa tar yang terbentuk diukur dengan menimbang gelas ukur setelah proses selesai. Perubahan masa selama proses dilakukan dengan mempertimbangkan densitas pada setiap perubahan temperatur dan volume yang dihasilkan. Produksi masa tar inilah yang nanti digunakan untuk mencari nilai konstanta laju kinetik berikut pemodelan matematiknya. Gambar 3. Distribusi temperatur pada temperature pirolisis 700 C Gambar 2 menjelaskan hubungan yang dirumuskan pada pers. (1). Karena proses pirolisis sangat dipengaruhi oleh temperaturnya, maka dengn menggunakan persamaan yang similar dengan persamaan Arrhenius yaitu pers. (4), maka hubungan antara k (konstanta laju kinetik dekomposisi biomasa) dan T (temperatur pirolisis) dapat dinyatakan dengan Arrhenius plot pada Gambar 4 dan 5. Pada Gambar 4, Arrhenius plot menjelaskan model pertama yaitu laju kinetik dekomposisi dinyatakan dengan satu tahap, artinya dekomposisi biomasa menjadi tar berjalan dengan satu tahap. Sehingga, hanya ada satu konstanta laju kinetik (k) pada persamaan pembentukan tar sepanjang proses. Selain itu, perbandingan f(X) dinyatakan dengan perbandingan masa saat tertentu dengan masa awal pembentukan tar. Hasil dan Pembahasan Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah distribusi temperatur pada tiap-tiap variasi temperatur pirolisis yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Bersamaan dengan distribusi temperatur yang dimonitor sepanjang proses, pembentukan tar juga diukur dan digrafikkan pada Gambar 3. Gambar 2. Masa tar yield pada temperatur pirolisis T = 700 C Gambar 4. Arrhenius plot model 1 Adapun model kedua yang dijelaskan oleh Gambar 5, dekomposisi biomasa dilakukan dengan didasarkan pada dekomposisi masingmasing senyawa penyusun biomasanya. Pada KE-65 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 model kedua ini, dekomposisi pada proses pirolisis terjadi dengan 2 tahap, yaitu di tahap pertama, proses dekomposisi biomasa terjadi karena adanya proses evaporasi bersamaan dengan proses dekomposisi selulose dan hemicelulose (senyawa penyusun biomasa yang bersifat softwood), sedangkan tahap kedua adalah dekomposisi atas senyawa ligninnya (senyawa hardwood). Untuk model kedua ini, dekomposisi tahap pertama terjadi pada suhu yang rendah. Sedangkan dekomposisi pada tahap kedua terjadi pada suhu yang cukup tinggi, karena dibutuhkan temperatur yang cukup tinggi untuk dapat untuk dapat mendekomposisi lignin. Sedangkan perbandingan f(X)-nya dinyatakan dengan perbandingan antara masa tar pada saat tertentu denga masa tar di akhir proses. Setelah didapatkan nilai k pada masingmasing model, langkah selanjutnya adalah memvalidasi data ekperimen pembentukan tar yield dengan data pembentukan tar hasil perhitungan model matematik pada model 1 dan model 2. Pada Gambar 4, Arrhenius plot untuk model 1 mendapatkan nilai k tunggal sebesar k = 65.588 exp(-5055.8/T) sedangkan Arrhenius plot model 2 yang digrafikkan pada Gambar 5, nilai k dinyatakan dengan 2 (dua) konstanta laju kinetik pembentukan tar, yaitu k1= (5,77x10-5) exp4782,9/T dan k2=(2,377x10-5)exp5308,5/T yang menghasilkan 2 (dua) persamaan laju kinetik dekomposisi biomasa menjadi tar. Gambar 6. Pembentukan tar pada temperatur pirolisis 600C Gambar 6-8 merupakan hasil validasi antara data eksperimen, hasil perhitungan produksi tar dengan menggunakan model 1 dan hasil perhitungan dengan menggunakan model 2, masing-masing pada temperatur pirolisis 600C, 700C, dan 800C. Pada Gambar 6, grafik menunjukkan pembentukan tar pada temperatur pirolisis 600C. Pada awal proses pirolisis, dari menit pertama hingga menit ke-30, antara data eksperimen pembentukan tar dan hasil perhitungan pembentukan tar dengan menggunakan model 1 menunjukkan hasil yang mendekati sama. Namun, setelah menit ke-30, hasil perhitungan untuk model 1 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Hal ini terjadi karena pada model 1, perbandingan f(X) ditunjukkan dengan perbandingan antara W(masa tar yang dicari) dan W0(masa tar pembentukan awal) yang masing-masing dikurangkan dengan Wmaks(masa tar akhir proses). Disamping itu, model 1 hanya menggunakan nilai k tunggal. Artinya, baik pada temperatur rendah ataupun tinggi, persamaan dekomposisi biomasa untuk menjadi tar dinyatakan dengan satu persamaan. Padahal, kecepatan pembentukan tar pada selang tertentu menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga, setelah menit ke-30, masa tar yang terbentuk jauh dibawah hasil sesungguhnya. Gambar 5. Arrhenius plot model 2 KE-65 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 mendekati satu jam proses (menit ke-60), hasil perhitungan pembentukan tar dengan menggunakan model ke-2 ini hampir menyamai hasil eksperimennya. Penyebabnya sama seperti yang telah dijelaskan pada hasil validasi pada T=600°C yang ditunjukkan pada Gambar 6, dan pada penelitian sebelumnya [9] dimana laju dekomposisi biomasa menjadi tar terjadi dengan 2 tahap. Selain tahap dekomposisi senyawa penyusun biomasa yang terjadi 2 tahap, juga adanya secondary reaction yang terjadi pada suhu yang tinggi. Hal inilah yang menjadi dasar, mengapa model ke-2 dinyatakan dengan 2 persamaan laju kinetik untuk dekomposisi biomasa. Gambar 7. Pembentukan tar pada temperatur pirolisis 700C Sedangkan hasil perhitungan model 2, pembentukan tar terjadi tidak begitu coinside dari awal pirolisis hingga menit 50, tetapi setelah itu, pembentukan tar yang dihasilkan menunjukkan masa yang hampir sama. Hal ini disebabkan perbandingan f(X) ditunjukkan dengan perbandingan antara W(masa tar yang dicari) dan Wmaks (masa tar pembentukan akhir). Sehingga, saat awal proses, hasil validasi menunjukkan perbedaan, sedangkan pada hasil akhir menunjukkan hasil yang hampir sama. Ditambah lagi, pada model 2 ini, laju kinetik dekomposisi untuk membentuk tar terjadi pada dua tahap yang terbagi atas persamaan dengan menggunakan k1 pada temperatur rendah (250°C-500°C) dan persamaan dengan menggunakan k2 pada temperatur lanjut (500°C-800°C). Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8, yang mengilustrasikan pembentukan tar pada T=700°C dan T=800°C. Pada hasil perhitungan model 1, saat awal proses pirolisis, yaitu waktu antara menit ke-0 hingga menit ke-30, hasil eksperimen dengan hasil perhitungan menunjukkan produksi masa tar yang hampir sama. Perbedaan masa tar yang dihasikan terlihat pada menit-menit selanjutnya, dimana masa tar hasil perhitungan jauh dibawah masa tar hasil eksperimen. Namun, bila hasil produksi tar dihitung dengan menggunakan rumus matematik model ke-2, meskipun hasil tar yield awal pirolisis menunjukkan perbedaan pada masa tar yang dihasikan, namun saat Gambar 8. Pembentukan tar pada temperatur pirolisis 800C Untuk Gambar 8, meskipun kecenderungan mempunyai kesamaan pada T=700°C dan T=800°C, namun hasil perhitungan dengan model 2 menunjukkan produk tar melebihi hasil eksperimennya setelah menit ke-60. Hal ini dapat diduga bahwa pada temperatur yang sangat tinggi (T>800°C), ada produk pirolisis lain, yaitu gas yields terbentuk selain dari dekomposisi biomasa, juga dihasilkan dari tar yang terdekomposisi menjadi gas, seperti yang telah diteliti pada penelitian sebelumnya [7], sehingga produksi tar eksperimen lebih kecil daripada hasil perhitungan. Kesimpulan Penelitian ini yang menghasilkan distribusi temperatur pirolisis dan pembentukan masa tar, didapatkan: KE-65 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 1. 2. 3. 4. Persamaan yang similar dengan persamaan Arrhenius sehingga dapat dihitung besarnya konstanta laju kinetik dekomposisi biomasa menjadi tar (k) yang menentukan seberapa besar hasil perhitungan masa tar yang dihasilkan. dengan mempertimbangkan dekomposisi senyawa biomasa dan perbandingan pembentukan masa tar terhadap masa tar awal/akhir, maka model matematik laju dekomposisi biomasa menjadi tar dirumuskan dengan menggunakan 2 model, yaitu dengan k tunggal untuk model ke-1, dan k ganda (dua nilai k) pada model ke-2. dari validasi yang dilakukan, model laju kinetik tar yang menjelaskan mekanisme pembentukan tar serta kesamaan hasil pembentukan tar yang paling sesuai adalah model ke-2. ditunjukkan bahwa pembentukan tar pada proses pirolisis terjadi melalui 2 tahap. Tahap pertama berada pada range temperatur 250-500°C dan tahap kedua pada 500-800°C. Tahapan-tahapan tersebut dinyatakan dengan 2 konstanta laju kinetik pembentukan tar, yaitu k1=(5,77x10-5)exp4782,9/T dan k2=(2,377x10-5)exp5308,5/T yang menghasilkan 2 persamaan laju kinetik tar. [4] Garima Mishra, et al, Kinetic studies on the pyrolysis of pinewood, Bioresource Technology 182 (2015)Pages 282–288 [5] Widya Wijayanti, The Physical Properties (Enthalpy and Thermal Conductivity) of Mahogany Wood Induced by Pyrolysis Temperatur Process, Applied Mechanics and Materials, 664 (2014) Pages 215 [7] Wijayanti W, et al, Rule of thumb for simulating biomass pyrolysis in packed bed reactor, 11AIChE - 2011 AIChE Annual Meeting, Conference Proceedings, Minneapolis, MN; United States (2011) page 7 [8] Capart, R., et al, Assesment of various kinetic models for the pyrolysis of a microgranular cellulose, Thermo ACTA, 4171 (2004) Pages 79 [9] Widya Wijayanti, Char Formation and Gas Products of Woody Biomass Pyrolysis ,Energy Procedia, Vol. 32 (2013) Pages 1-250 Referensi [1] Tanoue K, Wijayanti W, et al, Numerical simulation of the thermal conduction of packed bed of woody biomass particles accompanying volume reduction induced by pyrolysi, Nihon Enerugi Gakkaishi/Journal of the Japan Institute of Energy, Volume 89, Issue 10 (2010) Pages 948-954 [2] Dengyu Chen, et al, Effects of heating rate on slow pyrolysis behavior, kinetic parameters and products properties of moso bamboo, Bioresource Technology, 169 (2014) Pages 313–319 [3] Fengtian Bai, et al, Kinetic study on the pyrolysis behavior of Huadian oil shale via non-isothermal thermogravimetric data, Fuel, 146 (2015) Pages 111–118 KE-65