jurnal 1 - Abdul Karim, S.Si, MSi.

advertisement
PERBAIKAN MUTU LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DENGAN BEBERAPA
ISOLAT MIROBA
Abdul Karim
Staf Pengajar Fakultas Biologi Universitas Medan Area
ABSTRACK
Research on improving the quality of hospital waste by using a variety of microbial isolates have been made. Microbes are used
in-situ isolation results from a hospital wastewater treatment ponds (Enterobacter cloacae and Enterobacter aerogenes) and
isolation from other sources (Lactobacillus sp, and Aspergillus niger). Laboratory tests showed an improvement of waste quality
with the best results in the treatment kosorsium (Lactobacillus sp. E. cloacae, and E. aerogenes and fungi A. niger). Cosorsium
microbes can improve the quality of hospital waste parameters approaches the quality standard set by the government waste,
especially BOD, COD, and ammoniak. The results of this study indicate that use microbes have the potential to improve the
quality of hospital waste.
ABSTRAK
Penelitian tentang perbaikan mutu limbah rumah sakit dengan menggunakan berbagai isolat mikroba telah dilakukan. Mikroba
yang digunakan hasil isolasi in-situ dari kolam pengolahan limbah rumah sakit (Enterobacter cloacae dan Enterobacter
aerogenes) dan isolasi dari sumber lain (Lactobacillus sp. dan Aspergillus niger). Uji laboratorium menunjukkan adanya
perbaikan mutu limbah dengan hasil terbaik pada perlakuan kosorsium (Lactobacillus sp. E. Cloacae, dan E. aerogenes serta
jamur A. niger). kosorsium mikroba dapat memperbaiki mutu limbah rumah sakit mendekati parameter baku mutu limbah yang
ditetapkan pemerintah terutama BOD, COD, dan ammoniak. Hasil penelitian ini menunjukkan mikroba yang digunakan memiliki
potensi dalam memperbaiki mutu cair limbah rumah sakit.
Kata kunci : Mutu limbah, isolat mikroba, limbah rumah sakit.
PENDAHULUAN
Pencemaran lingkungan sebagian
besar disebabkan oleh limbah organik
maupun an-organik yang tidak terurai
dengan baik, sehingga menimbulkan
masalah
lingkungan seperti bau, gas
beracun, penyakit (mikroba patogen) dan
lain-lain. Berdasarkan pengamatan semakin
besar suatu industri atau semakin padat
penduduk di suatu daerah, semakin besar
pula limbah yang dihasilkan, yang
berpotensi sebagai bahan pencemar.
Limbah–limbah tersebut berasal dari
industri, rumah tangga dan juga lembaga
kesehatan seperti rumah sakit. Sementara
dampak negatif dari pencemaran limbah,
tidak hanya membahayakan kehidupan biota
juga kesehatan manusia. Limbah cair
industri memiliki dampak negatif bagi
lingkungan.
Bioremediasi merupakan salah satu
cara untuk mendegradasi limbah dengan
menggunakan mikroba, oleh sebab itu perlu
diketahui spesies dan kemampuan mikroba
dekomposer yang mampu mendegradasi
limbah organik.
Limbah cair adalah limbah dalam
wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan
industri dan dibuang ke lingkungan. Limbah
cair dapat menurunkan kualitas lingkungan,
baik secara langsung maupun tidak langsung
dan dapat mencemarkan atau merusak
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Oleh sebab itu diperlukan suatu fasilitas
pengolahan limbah agar limbah yang
dibuang memenuhi standar baku yang telah
ditetapkan pemerintah, sehingga tidak
mencemari dan merusak lingkungan hidup.
Pada limbah cair terdapat bahan organik
yang dapat bersifat toksik diperairan, sisa
bahan organik yang terakumulasi akan
menimbulkan
terbentuknya
senyawa
metabolit yang toksik terhadap organisme di
perairan seperti amonia, nitrit, nitrat, dan
hidrogen disulfida (Widiyanto, 2002).
Senyawa
tersebut
pada
akhirnya
mengganggu proses pertumbuhan organisme
yang ada pada lingkungan sekitar.
Rumah sakit merupakan salah satu
sumber penghasil limbah berbahaya, baik
limbah padat maupun limbah cair. Limbah
cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit
umumnya banyak mengandung bakteri,
virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang
dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar rumah sakit tersebut.
Dari sekian banyak sumber limbah di rumah
sakit, limbah dari laboratorium
perlu
diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses uji laboratorium
tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau
menggunakan activated sludge (Zainab,
2009). Bahan-bahan itu mengandung logam
berat dan infeksius, sehingga harus
disterilisasi atau dinormalkan sebelum
dibuang menjadi limbah tak berbahaya.
Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan
tertentu yang mengandung radioaktif yang
cukup berbahaya.
Banyak pihak yang menyadari
tentang bahaya ini. Namun lemahnya
pengawasan dalam pengelolaan limbah
rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini
hanya sedikit rumah sakit yang memiliki
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
khusus pengolahan limbah cairnya. Salah
satu cara untuk mendegradasi limbah yang
ramah lingkungan ialah menggunakan
teknologi bioremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan agen-agen biologik untuk
menetralkan tanah dan air tercemar menjadi
zat-zat yang tidak berbahaya bagi
lingkungan atau kesehatan manusia (Waluyo
2005). Bioremediasi bertujuan memecah
atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak
beracun seperti karbon dioksida (Mellor et
al., 1996). Saat ini bioremediasi menjadi
proses utama dalam sistem pengolahan
limbah
karena
dapat
mengurangi
penggunaan bahan kimia yang memiliki
efek samping negatif (Gintings, 1992).
Identifikasi Masalah
Untuk mengatasi permasalahan
lingkungan dan biaya yang tinggi dalam
pengelolan limbah, maka perlu dilakukan
suatu penelitian untuk penanggulangan
permasalahan limbah, khususnya rumah
sakit. Mikroba merupakan suatu organisme
yang mampu mendegradasi limbah menjadi
lebih baik atau sebaliknya. Berdasarkan hal
tersebut perlu kiranya dilakukan penelitian
untuk mencari
mikroba yang mampu
mendegradasi limbah rumah sakit yang
dapat di isolasi dari alam dan limbah rumah
sakit itu sendiri.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan mengetahui
kemampuan mikroba uji dan mikroba in-situ
dalam memperbaiki mutu limbah cair rumah
sakit.
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Rumah Sakit
Teknologi pengolahan limbah
medis yang sekarang jamak dioperasikan
adalah tangki septik dan insinerator.
Keduanya sekarang terbukti memiliki
kelemahan.
Tangki
septik
banyak
dipersoalkan karena rembesan air dari tangki
yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah.
Terkadang ada beberapa rumah sakit yang
membuang hasil akhir dari tangki septik
tersebut langsung ke sungai, sehingga dapat
dipastikan sungai tersebut mengandung zat
medis (Zainab, 2009). Insinerator, yang
menerapkan teknik pembakaran pada
sampah medis, juga bukan tanpa cacat.
Badan Perlindungan Lingkungan AS
menemukan teknik insenerasi merupakan
sumber utama zat dioksin yang sangat
beracun. Penelitian terakhir menunjukkan
zat dioksin inilah yang menjadi pemicu
tumbuhnya kanker pada tubuh.
Saat ini ditemukaannya teknologi
pengolahan
limbah
dengan
metode
ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi
limbah
cair
rumah
sakit
yang
direkomendasikan
United
States
Environmental Protection Agency (USEPA)
tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat
juga diterapkan untuk mengelola limbah
pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain. Proses
ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus
tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses
dengan menggunakan ozon pertama kali
diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai
metode sterilisasi pada air minum pada
tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi
kemudian berkembang sangat pesat. Dalam
kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat
kurang lebih 300 lokasi pengolahan air
minum menggunakan ozonisasi untuk proses
sterilisasinya di Amerika.
Sistem pengolahan limbah cair
lagoon/pond anaerobik terbuka yang
diterapkan dalam merombak kandungan
polutan karbon dan nitrogen menjadi gas
metan, karbon dioksida, amoniak, hidrogen
sulfida dan senyawa lainnya oleh
mikroorganisme anaerobik (Kiely, 1997).
Gas-gas tersebut kemudian terdispersi ke
atmosfir/udara terbuka secara alami.
Pengolahan
dengan
cara
tersebut
membutuhkan kolam yang banyak dan besar
sehingga memerlukan lahan yang luas.
Limbah cair dipandang sebagai
salah satu bahan yang dapat menyediakan
sumber energi terbarukan (Chaiprasert et al,
2003). Perombakan sistem pengolahan
limbah cair secara konvensional dapat
dilakukan dengan penerapan sistem aerobik
(full aerobic), tetapi proses tersebut butuh
aerasi dan menghasilkan lumpur dalam
jumlah yang besar yang juga harus diolah
lebih lanjut (Kiely, 1997),
Limbah
rumah
sakit
dapat
dikategorikan sebagai limbah berbahaya
karena dikhawatirkan dapat menyebabkan
penularan penyakit tertentu dan kandungan
bahan kimianya yang berbahaya. Salah satu
contoh limbah rumah sakit adalah fenol
yang berperan sebagai desinfektan, fenol
merupakan senyawa dengan gugus OH yang
terikat pada cincin aromatik. Fenol
berbahaya karena dapat menyebabkan
keracunan akut, salah satu cara yang
digunakan untuk menanggulangi bahaya
fenol ini adalah dengan menggunakan
bakteri yang mampu mendegradasi fenol
sehingga
menjadi
tidak
berbahaya.
Dibutuhkan kondisi yang mendukung
pertumbuhan bakteri sehingga dapat
mendegradai fenol dengan optimum, selain
faktor lingkungan, nutrisi juga merupakan
syarat bagi pertumbuhan bakteri (Azifatul ,
2010) Pada tahun 1999, WHO melaporkan
di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja
kesehatan terinfeksi HIV, 2 diantaranya
menimpa petugas yang menangani limbah
medis. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya
pengelolaan limbah yang baik tidak hanya
pada limbah medis tajam tetapi meliputi
limbah rumah sakit secara keseluruhan.
Namun, berdasarkan hasil RapidAssessment
tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen
P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan
Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan
Kabupaten dan Kota, menyebutkan bahwa
sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah
sakit
yang
ada,
yang
memiliki
insineratorbaru 49% dan yang memiliki
IPAL sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut
kualitas limbah cair yang telah melalui
prosespengolahan yang memenuhi syarat
baru mencapai 52% .
Biodegradasi Senyawa Organik oleh
Mikroba
Akhir-akhir ini mikroba banyak
dimanfaatkan di bidang lingkungan,
terutama
untuk
mengatasi
masalah
pencemaran lingkungan, baik di lingkungan
tanah maupun perairan. Bahan pencemar
dapat bermacam-macam mulai dari bahan
yang berasal dari sumber-sumber alami
sampai bahan sintetik, dengan sifat yang
mudah dirombak
sampai sangat sulit
bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran)
maupun bersifat meracun bagi jasad hidup
dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu
lama (persisten). Dalam hal ini akan dibahas
beberapa pemanfaatan mikroba dalam
proses peruraian bahan pencemar dan peran
lainnya untuk mengatasi bahan pencemar.
Banyak mikroba yang terdapat
dalam air limbah meliputi mikroba aerob,
anaerob, dan fakultatif anaerob yang
umumnya bersifat heterotrof. Semakin
tinggi
bahan
organik
dalam
air
menyebabkan kandungan oksigen terlarut
semakin kecil, karena oksigen digunakan
oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan
organik. Adanya bahan organik tinggi dalam
air menyebabkan kebutuhan mikroba akan
oksigen meningkat, yang diukur dari nilai
BOD yang meningkat. Untuk mempercepat
perombakan umumnya diberi aerasi untuk
meningkatkan oksigen terlarut, misalnya
dengan aerator yang disertai pengadukan.
Setelah terjadi perombakan bahan organik
maka nilai BOD menurun sampai nilai
tertentu yang menandakan bahwa air sudah
bersih. Menurut Munir (2001) bioremediasi
merupakan suatu teknik yang efektif dan
murah untuk membersikan tanah dan air
yang terkontaminasi senyawa-senyawa
taksik dan beracun
Peranan mikroba dalam pengendalian
limbah organik, setiap sel tunggal mikroba
memiliki kemampuan untuk melakukan
aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat
mengalami pertumbuhan, menghasilkan
energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
mikroba memiliki fleksibilitas metabolisme
yang tinggi karena mikroba ini harus
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri
yang besar sehingga apabila ada interaksi
yang
tinggi
dengan
lingkungan
menyebabkan terjadinya konversi zat yang
tinggi pula.
Mikroba yang dikultur berperan dalam
degradasi limbah diantaranya Lactobacillus
spp, yang memfermentasi senyawa senyawa
organik menjadi asam laktat yaitu dengan
cara menghasilkan enzim tertentu untuk
memanfaatkan bahan organik
tersebut
menjadi sumber karbon. Lactoacillus tidak
dapat bekerja sendiri diperlukan mikroba
lain yang dapat bersinergis dalam
mendegradasi limbah diantaranya Apergillus
niger yang berfungsi memfementasi bahan
organik menjadi senyawa-senyawa organik
(gula dan asam amino) juga menghasilkan
antibiotik. A. niger juga biasa digunakan
untuk produksi enzim dalam hal ini jarang
ditanam pada substrat solid, namun lebih
sering tumbuh dalam suatu bioreactor,
karena itu jauh lebih menghemat biaya.
Mikroba diatas juga berfungsi untuk
menghasilkan senyawa-senyawa antibiotik
yang bersifat toksik terhadap mikroba
patogen yang terdapat pada limbah.
Kehadiran
mikroorganisme
pendegradasi cemaran pada habitatnya akan
mampu
melakukan
remediasi
atau
pemulihan, tetapi dalam jumlah populasinya
yang rendah dan suplemen tertentu
menyebabkan kemampuan remediasinya
rendah. Keefektifan bioremediasi sangat
ditentukan oleh konsentrasi mikroba
pendegradasi cemaran, kosentrasi cemaran,
faktor fisik dan kimia (Irianto, 2000).
Degradasi bahan pencemaran oleh bakteri
Bacillus sp dipengarhui juga oleh waktu
aerasi yang lakukan (Wahyu, 2008).
Aktifitas mikroba tersebut dapat dilihat
dengan berubahnya kandungan beberapa
bahan kimia limbah seperti sulfat, fosfat,
amoniak, nitrat, dan dengan mengamati nilai
COD, BOD. Salah satu cara untuk
menghilangkan sulfat, ammonium dan nitrat
dari air dapat menggunakan suasana yang
anaerob maka sulfat direduksi menjadi gas,
dan ammoniak menjadi nitrat. (Madigan,
2000).
BAHAN DAN METODE
Sumber Isolat
Isolat diperoleh dari limbah rumah sakit,
tanah dan dari Laboratorium Kesehatan
Medan.
Isolat dari tanah
Salah satu jenis mikroba yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Lactobacillus sp.
Teknik isolat yang dipakai yaitu dengan
mengambil tanah dari tanah perkebunan
yang menggunakan pupuk alami di
antaranya pupuk EM 4. Tanah tersebur
diencerkan dengan air steril kemudian
dicampur dengan menggunakan magnetik
stirrer selama beberapa jam kemudian
diambil 10 ml dan dilakukan pengenceran
sampai 10-6, kemudian ditanamkan dalam
median BGLB dan diinkubasi selama 24
jam. Tabung yang terbentuk gas diambil 1
ml untuk ditanamkan pada media Ragosa
Agar dan setelah 24- 48 jam masa incubasi
diamati pertumbuhan koloninya dan
dibandingkan dengan kaloni laktobacillus
yang telah diketahui, setelah beberapa kali
ulangan dan didapatkan bentuk koloni yang
cocok, dilanjutkan dengan uji biokimia
dengan gula-gula karena bakteri ini besifat
gram +.tidak dapat menggunakan API E-20
Isolat dan Seleksi Mikroba In-Situ
Sebanyak 1800 ml air limbah dalam gelas
beker 2000 ml diberi aerasi. Setelah lima
hari pengujian dilakukan untuk mengetahui
tingkat degradasi dan juga mikroba yang
masih mampu bertahan dalam pengujian.
Mikroba yang masih bertahan tersebut
diisolasi dengan cara menumbuhkannya ke
dalam laktosa dan BGLB, kemudian
diincubasikan setalah 24 jam diamati tabung
yang terbentuk gas di dalam tabung durham
ditanamkan ke dalam MC agar setalah
tumbuh koloni dilanjutkan dengan reaksi
biokimia dengan menggunakan API E-20 ,
sejalan dengan itu sebagian koloni di simpan
dalam lemari pendingin. Dari hasil
identifikasi
dalam uji pendahulan ini
didapat jenis mikroba adalah Enterobacter
aerogenes dan Enterobacter cloacae.
Isolat Jamur Aspergillus niger
Jamur yang dipakai dalam penelitian ini
adalah Aspergillus niger yang diisolasi dari
kacang tanah. Kacang tanah yang telah
dilepaskan dari kulit buahnya dipecah dan
ditanamkan ke media meltax agar, kemudian
diinkubasi
dalam engkas pada suhu kamar selama lima
hari. Koloni tumbuh diambil dengan jarum
ose koloni yang berwarna hitam, diletakan
dalam obyek glass dan diberi pewarna untuk
lebih
muda
mengamatinya.
Jamur
diidentifikasikan menunjukan Aspergillus
niger
Uji Kemampuan Mikroba
Masing-masing isolat bakteri dan jamur
yang akan dipakai dalam melakukan
perbaikan kualitas limbah Rumah Sakit
ditumbuhkan pada median cair dengan
menggunakan media Nutrain Agar, Meltax
Agar. Isolat diinkubasikan pada suhu 37’C
selama 48 jam.Selain jamur, masing-masing
mikroba yang diinkubasikan diambil 1ml
dilakukan pengenceran sampai lima kali
pengenceran, dan ditumbuhkan pada media
agar sebar kemudian diinkubasikan selalam
48 jam. Jumlah kolini yang tumbuh dihitung
untuk menentukan berapa banyak (ml)
mikroba yang akan dipakai. Isolat jamur
yang telah diinkubasikan diamati jumlah
spora dengan menggunakan kamar hitung
yang tujuannya untuk mengetahui jumlah
spora per tetes yang akan diambil pada
biakan awal untuk dipakai saat pengujian.
Pengamatan pH, COD, BOB, NH3 dan
PO4.
Pemeriksaan pH
pH samplel dilakukan dengan menggunakan
alat pH meter yaitu dengan cara
mencelupkan alat pH meter tersebut
kedalam sampel yang akan diperiksa lalu
baca berapa pH yang ditampilkan pada alat
tersebut.
Pemeriksaan COD
Prosedur pemeriksaan Chemical Oxygent
Demand (COD) Sample air limbah adalah
dengan menggunakan pipet diambi 2 ml air
limbah dan dimasukkan kedalam testube
glass (ked) yang telah berisi H2SO + Ag
Sulfat 3 ml, K2Cr2O7 1ml, sama hanya
dengan blanco masing-masing dibuat duplo.
Kemudian sampel dan blanco diaduk dan
diletakkan kedalam COD 6actor6 selama
dua jam, kemudian dikeluarkan dari 6actor6
COD dan dibiarkan beberapa menit pada
suhu kamar, kemudian ditritasi dengan
larutan Fe(NH4)2 (SO4)2 6H2O 0,01N dan
ditambah 6actor6or ferroin hingga terjadi
perubahan yang jelas dari hijau-biru menjadi
coklat kemerahan, hal yang sama di lakukan
untuk pemeriksaan blanko.
Perhitungan ; COD (mg/l) = (a – b). N x
8000
C
Pemeriksaa BOD
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah
suatu analisa empiris yang mencoba
mendekati
secara
global
proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi
dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan
untuk menentukan beban pencemaran.
Prosedur pemeriksaan BOD adalah sebagai
berikut:Sample air limbah sebanyak 1000ml
di masukan kedalam gelas piala, netralkan
pH dengan Buffer ( pH 6,5 – 7,5 ), sample
diencerkan dengan aquadest sebanyak
1000ml, kemudian diaerasi selam 10 menit,
sample dimasukkan kedalam botol winkler
sebanyak dua botol, satu botol di simpan
dalam incubator selama lima hari, satu
lainnya di periksa
kandungan oksigen
terlarutnya (DO), setelah lima hari sample
yang disimpan dilakukan pemeriksaan DO,
hal yang sama dilakukan pada blanko,
pengukuran DO dengan menggunakan DO
meter. Peritungan : BOD = ( C0 – C5) – K
(AP0 – AP5) x P.
Pemeriksaan NH3
Sebelum melakukan pemerikaan ,
pH sample air dinetralkan terlebih dahulu
dangan buffer solusion, kemudian diambil
25 ml sample dan di masukan kedalam
gelas ukur tambahkan Kalium Natrium
tetarat 2 tetes, kemudian tambahkan regensia
Nesel 1 ml , aduk hingga rata dan didiamkan
selama 10 menit, kemudian tuangkan sampel
kedalam tube dan letakkan pada alat
Speltrato cari untuk membaca amaniak test
dan baca hasil yang ditunjukan alat tersebut.
Pemeriksaan Fosfat (PO4)
Anlisis
fosfat
dilakukan
dengan
menggunakan kit fosfat tes, yaitu sampel
diambil sebanyak 5 ml masukkan kedalam
testube, tambahkan 5 tetes PO4-1 dan PO-2
satu sendok (sendok takar yang tersedia
pada bahan), diaduk hingga rata, kemudian
didiamkan selama 5 menit dan tuangkan
sampel kerkurfit 10 ml, lalu dimasukkan
kedalam alat Fosfat tes dan lihat julah fosfat
pada layar.
Pengamatan Suhu, Warna dan Bau.
Parameter fisik air limbah yang
diamati adalah suhu, warna dan bau. Pada
pengamatan fisik air limbah sebelum dan
sesudah perlakuan seperti suhu dilakukan
dengan termometer, sedangkan untuk warna
dan bau hanya secara pengamatan visual dan
penciuman.
Uji Laboratorium.
Pengujian aktivitas dari mikroba
dalam melakukan perbaikan kualitas limbah
Rumah Sakit dilakukan dengan menyiapkan
empat buah beker glass ukuran 2000 ml,
dimasukan sebanyak 1800 ml air limbah
(telah diketahui kualitasnya) diberi aerasi
dan ditambahkan bakteri dan jamur yang
telah disiapkan dan diketahui masing masing
jumlah tiap ml atau tetesnya, sebelumnya
juga dilakukan pemeriksaan pH, dan
dibiarkan selama 6 hari. Untuk mengurangi
tingkat kesalahan dilakukan dengan tiga kali
ulangan.pelaksanaan kerja dengan gambar
terlampir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian pH
pH yang merupakan salah satu faktor yang
menentukan baik tidaknya suatu keadaan
lingkungan perairan terutama dari hasil
suatu pengolahan limbah berbahaya apabilah
standard pH air limbah yang dibuang ke
lingkungan luar tidak memenuhi standart
yang telah di tentukan oleh Kementrian
Lingkungan
Hidup
KEP:
58/MENLH/12/1995 yaitu antara pH 6 - 9.
Dari hasil yang didapat pada penelitian ini
pH air limbah yang di awal sekitar 7.3
menjadi 7.1 (gambar 1)
Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran
terhadap
kemasaman,
misalnya
Lactobacilli,Jamur umumnya dapat hidup
pada kisaran pH rendah.
Gambar 1. Hasil pengukuran parameter pH
sebelum dan setelah perlakuan,(A) kontrol=
limbah RS, (B) Limbah + mikroba uji 107,
(C) Limbah + Mikroba Isolat 107. (D)
Limbah + (Mikroba uji & Isolat 107).
Keterangan: grafik pada perlakuan berbeda
yang diikuti oleh huruf yang sama, berbeda
tidak signifikan (p<0,05).
Pengujian BOD
Perbedaan juga terlihat pada
konsentrasi BOD, dimana Angka BOD
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)
hampir semua zat organik yang terlarut dan
sebagian zat -zat organik yang tersuspensi
dalam air, hal ini menunjukan bawa kerja
dari bakteri terutama yang ditambahkan
bakteri lokal dan bakteri uji (konsorsium)
atau dengan kode D, anpak jelas
perbedaanya dangan control (gambar 2) Hal
ini juga membuktikan lingkungan yang ada
cukup baik bagi mikroba untuk berkerja
karena adanya bantuan dari jamur yang
dimasukan yang menghasilkan anti biotok
dan juga enzim dari bakteri lactobacillus
yang dapat menekan bakteri yang bersifat
patogen dalam air limbah tersebut. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yuli Gunawan (2006) bila suatu badan
air d icemari oleh zat organis, bakteri dapat
menghabiskan oksigen terlarut dalam air
selama proses oksidasi tersebut yang dapat
mengakibatkan kematian biota dalam air dan
keadaan menjadi anaerob dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air tersebut,
semakin besar angka BOD maka
menunjukkan bahwa derajat pengotoran
limbah adalah semakin besar. Sebagai hasil
oksidasi akan terbentuk CO2, air dan
amonia.
Mikroorganisme pada awalnya
menggunakan bahan organic secara cepat
untuk metabolisme serta pembentukan sel
akan menyebabkan meningkatkan BOD
dalam 1 -3 hari. Sesudah bahan organik
dicerna, maka kebutuhan akan oksigen akan
turun. Reaksi biologis pada tes BOD
dilakukan pada temperatur inkubasi 200 C
dan dilakukan selama 5 hari, mengingat
bahwa dengan waktu tersebut sebanyak 60 70% kebutuhan terbaik karbon dapat
tercapai, hingga mempunyai istilah BOD 205.
Sehingga jumlah zat organis yang ada
didalam air diukur melalui jumlah oksigen
yang dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi
zat organis tersebut, kemudian indikasi
kandungan zat organik dapat ditentukan,
makin banyak kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan bakteri untuk menguraikannya,
maka semakin tinggi harga BOD.
Gambar 2. Hasil pengukuran parameter
BOD sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 107).
Keterangan:
grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti
oleh huruf yang sama, berbeda signifikan
(p>0,05).
Gambar 3. Hasil pengukuran parameter
COD sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 107).
Keterangan:
grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti
oleh huruf yang sama, berbeda signifikan
(p>0,05).
4,1.3. Pengujian COD
Untuk pengurangan konsentrasi
COD, damana COD adalah jumlah oksigen
yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada didalam air dapat teroksidasi melalui
reaksi kimia. Angka COD merupakan
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organis yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui mikrobiologis menjadi
CO2, H2O dan senyawa organik, dan
mengakibatkan
berkurangnya
oksigen
terlarut dalam air. Jumlah oksigen terhitung
jika komposisi zat organis terlarut telah
diketahui dan dianggap semua C, H, dan N
habis teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan
NO3. dari hasil penelitian yang dilakukan
juga dapat terlihat adanya perubaha yang
cukup baik dari pada control dan ini juga
terjadi pada perlakuan D dan B dimana
penurunan terjadi 100%. (gambar 3)
4,1.4. Pengujian NH3
Perubahan kosentrasi
Amoniak
(NH3)dimana amoniak terdapat secara alami
dalam berbagai konsentras pada air tanah,
air permukaan, dan air buangan. Amonia
dapat juga berasal dari reduksi senyawa
organik yang mengandung nitrogen,
deaminasi senyawa amina, hidrolisa urea,
dan akibat penggunaannya untuk deklorinasi
dalam instalasi pengolahan air. serta juga
dihasilkan dari perombahakan bahan bahan
kimia oleh kerja dari mikroba yang ada,
untuk itu pada penelitian ini di berikan
bakteri dari golongan Enterobacter yaitu, E.
Cloakae dan E. Aregenes dimana salah satu
dari kerja bakteri ini adalah merombak
amonik menjadi nitrat dengan istilah yang
kita kenal nitrifikasi. Amonia bersifat sangat
toksik terhadap banyak organismeterutama
ikan dan invertebrata, sedangkan amonium
(NH 4+)bersifat kurang toksik. Kosentrasi
amoniak didalam air juga tergantung tingkat
pH dan temperatur dimana semakin tinggi
nilai pH dan temperatur semakin tinggi pula
konsentrasi amoniak (gambar 4)
Gambar 4. Hasil pengukuran parameter
NH3 sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 107).
Keterangan:
grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti
oleh huruf yang sama, berbeda signifikan
(p>0,05).
4,1.4. Pengujian Phospat
Kosentrasi phospat dalam penelitian
ini menunjukan angka yang tidak berbeda
cukup nyata dikarenakan dalam hal ini
phospat tidak didegradasi melainkan
terpakai sebagai bahan nutrisi bagi alga yang
ada pada air limbah tersebut. Keberadaan
fhospat di dalam air limbah tersebut berasal
dari bahan diterjen dan juga air seni yang
dikeluarkn oleh manusia melalui urien,
dimana rata-rata seorang 1,5 gram/hari.
Pertumbuhan tanaman dalam air dapat
dibatasi oleh beberapa faktor seperti cahaya
dan karakteristik fisik air tersebut. Pada
banyak kasus, faktor pembatas tersebut
adalah
ketersediaan nutrisi anorganik
terutama fosfat. Semakin banyak nutrisi
yang masuk dalam badan air, semakin besar
pertumbuhan
tanaman,
sehingga
karakteristik biologi badan air dapat
berubah.
Buangan organik dalam air adalah
sumber nutrisi yang penting bagi tanaman
karena dekomposisi materi organik akan
menghasilkan fosfat, nitrat, dan nu trisi lain
yang dibutuhkan oleh tanaman. Peningkatan
pertumbuhan tanaman secara berlebi han
dapat merugikan. Konsentrasi oksigen
terlarut dalam air (DO) menurun, bukan
hanya pada malam hari ketika tanaman tidak
berfotosintesa, tapi juga pada siang hari
karena pertumbuhan tanaman di permukaan
mengurangi penetrasi cahaya matahari
dalam air. Selain itu, algae boom
(pertumbuhan ganggang secara. berlebihan)
juga menimbulkan pencemaran warna, bau,
dan menghasilkan racun yang berbahaya
bagi ikan dan invertebrata. Penentuan fosfat
telah menjadi perhatian para ahli lingkungan
karena
keberadaannya
mempengaruhi
fenomena-fenomena yang berhubungan
dengan bidang yang mereka geluti. Bentuk
senyawa anorganik fosfor yang penting
adalah fosfat, terutama polifosfat dan fosfat
terkondensasi (tidak terikat dengan materi
organic).
Organisme yang digunakan dalam
proses pengolahan air buangan secara
biologi memerlukan sejumlah tertentu fosfor
untuk reproduksi dan sintesa sel baru.
Namun limbah yang mengandung fosfor
dalam jumlah yang jauh lebih besar dari
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan
besarnya kandungan fosfat dalam efluen
pengolahan biologi air limbah rumah sakit
yang pada akhirnya juga dapat menjadi
toksik bagi mikroba yang ada dan iar limbah
akan menjadi bau, namun dari hasil
penelitian baik itu secara laboraorium
ataupun secara aplikasi langsung yang
dilakukan, bau yang dihasilkan tidak
menggangu penciuman. Hasil pengukuran
parameter phaspat pada penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 5.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap jumlah mikroba isolasi dan
mikroba uji dan dilakukan pengujian untuk
setiap masing masing mikroba terutama
dengan terlebih dahulu menggunakan jamur
baru setelah beberapa hari baru di
tambahkan bakteri hal ini untuk lebih
mengurangi jumlah bakteri pathogen akibat
dari antibiotic yang dihasilkan.
Gambar 5. Hasil pengukuran parameter
phospat sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 107).
Keterangan:
grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti
oleh huruf yang sama, berbeda tidak
signifikan (p<0,05).
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasi penelitian yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan :
1.Dihasilkan bakateri isolasi dari limbah
yaitu bakteri adalah Enterobakter cloacae,
Enterobakter aerogenes dan bakteri uji yaitu
Lactobacillus sp., serta jamur Aspergillus
niger,.
2.Adanya penurunan kadar BOD, COD serta
NH3, yang cukup baik pada perlakuan D, B
dan C
3.Pada uji statistic terutama pada aplikasi
langsung terjadi penurunan tidak berbeda
nyata antara sebelum dan sesudah perlakuan
hal ini dikarenakan jumlah ulangan yang
kurang banyak
4.Perbaikan mutu yang paling baik pada
perlakuan konsersium antara baktri hasil
isolasi dengan bakteri dan jamur uji
5.Penurunan jumlah fosfat sangat kecil hal
ini karena fospat tidak didegradasi
melainkan hanya terpakai untuk nutrisi bagi
mikroba yang ada
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, Keputusan Mentri Likungan
Hidup, 1995
Aiman, S., Tursiloadi, S., Anny, S., Roy, H.
Trisnamurti, Sumartini S., dan Isniyah
S.1992. Pengelolaan Air Limbah
Industri Herbisida, Prosiding Seminar
Nasional HKI, di Bandung, 237-251
Afnani, A. 2010 Daya Tumbuh Bakteri Dari
Limbah Cair Rumah Sakit Yang
Berpotensi
Mendegradasi
Fenol
Terhadap Variasi Konsentrasi Glukosa
dan
Fenol
Gunawa Y. 2006. Peluang Penerapan
Produksi
Bersih
Pada
System
Pengolahan Air Limbah Domestik
Waste Water Treatment Plant., Studi
Kasus Di PT Badak NGL Bontang.
Irianto, A. 2000 In Vitro Bioremediation of
Toluene Contaminated Soil With
Addition of Local Strains Bacillus.
Jurnal Mikrobioiogi Indonesia
Kiely, 1997. Environmental Engineering.
New York: McGraw-Hill
Munir, E. 2001 Bioremediasi, Pidato
Pengukuan Guru Besar USU. Medan
Madigan, MT., Martinko, JM., and Parker,
J., 2000. Biology of microorganisms,
Prentice Hall, Inc., New Jersey
Sumarno, 1995, Biodegradasi beberapa Zat
Warna Trisiklik oleh Mikroba dalam
Industri Tahu, Laporan Penelitian
OPF, Fak. Farmasi UGM th.
1994/1995
Sharpe, M. E., and Holt, J. G. 1984. Bergeys
Manual of Systematik Bacteriology.
Vol 1. ed Williams and Wilkins.
Baltimore
Purwanto, 2005. Penerapan Produksi Bersih
Di Kawasan Industri, Seminar
Penerapan Program Produksi Bersih,
Asisten Standardisasi dan Teknologi,
Jakarta 3 Juni 2005
Wahyu Amy, 2008. Pengaruh Aerasi dalam
Bioremediasi
Bahan
Pencemar
Organik Oleh Baciilus s
Zenab, 2009. Analisa Limbah Rumah Sakit,
Laporan penelitian.
Download