membangun kemitraan perguruan tinggi dengan dunia industri

advertisement
MEMBANGUN KEMITRAAN PERGURUAN TINGGI
DENGAN DUNIA INDUSTRI
Ishak Talibo
Abstrak
Pengembangan dan perubahan kurikulum adalah sesuatu yang
lumrah dan alami disebabkan masyarakat itu sendiri mengalami
perubahan. Masyarakat itu sendiri mengalami perubahan masyarakat
sebagai pemakai produk pendidikan tentu akan membutuhkan produk
pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Perguruan tinggi perlu melihat apakah kebutuhan-kebutuhan
masyarakat dibidang apapun telah dapat dipenuhi.
Berkenaan itu ada beberapa hal perlu diperhatikan pengelola
perguruan tinggi dengan kebutuhan sistem industri. Penerapan TQME
pada perguruan tinggi di Indonesia harus dijalankan atas prinsip
tanggung jawab bersama meningkatkan efisiensi pendidikan tinggi dan
peningkatan kulaitas dan proses pendidikan tinggi.dengan melalui
manajemen sistem industri modern, agar setiap lulusan perguruan
tinggi mampu dan cepat beradaptasi dengan kebutuhan sistem industri
modern. Dengan demikian lulusan perguruan tinggi akan mampu
menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan industri dan tidak akan
terjadi kesenjangan antara perguruan tinggi dengan pihak industri
sehingga tercipta Perguruan Tinggi Yang Moderen.
Kata Kunci: Kemitraan, Pengangguran, Perguruan Tinggi, Dunia Industri
Pendahuluan
Pengangguran di Indonesia telah mencapai 9 juta jiwa. Pengangguran ini
tercipta karena calon tenaga kerja tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh dunia industri. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman
Suparno mengatakan bahwa kompetensi para pencari kerja belum link and match
dengan industri.
Pengangguran menjadi fenomena gunung es yang hanya nampak kecil
dipermukaan. Tidak match-nya kebutuhan industri terhadap tenaga kerja yang
kompeten menjadi permasalahan tersendiri bagi industri untuk dapat menyerap
tenaga kerja.
Untuk mendapatkan tenaga kerja yang kompeten dan sesuai dengan dunia
kerja maka hal tersebut dapat dimulai pada saat mereka menempuh pendidikan. Kalau
menginginkan tenaga kerja dengan kualitas tinggi maka pendidikannya juga harus
berkualitas. Menurut Gunadi Sinduwinata Presdir Indomobil dalam seminar
Internasional Optimalisasi Pendidikan Tinggi dalam pengembangan SDM Nasional,
agar lulusan perguruan tiggi agar langsung mendapat pekerjasan maka mereka harus
dibekali dengan skill yang sesuai dengan dunia kerja. industri.
Permasalahan yang sering muncul sebagian besar lulusan Perguruan tinggi
di Indonesia adalah ketidakmampuan lulusan untuk cepat beradaptasi dengan
kebutuhan dengan dunia industri modern. Kondisi ini yang mengakibatkan tingkat
pengangguran terdidik di Indonesia terus meningkat. Ketidakmampuan lulusan
perguruan tinggi beradaptasi dengan kebutuhan dunia industri disebabkan oleh
adanya kesenjangan mengenai kualitas lulusan perguruan tinggi antara pengelola
perguruan tinggi dengan pengelola industri.
Kesenjagan lulusan Perguruan Tinggi dengan Kebutuhan Industri di Indonesia
Profesionalisme menjadi kebutuhan bagi tampilnya perguruan tinggi dengan
kinerja dan hasil karya yang erkualitas sesuai dengan ideal-ideal yang terkandung
dalam fungsi, tujuan dan misi yang diemban perguruan tinggi. Jika sebuah petanyaan
diajukan saat ini maka dapat ditegaskan bahwa secara revormasi pendidikan Nasional
pada umumnya yakni menyiapkan SDM Indonesia yang bermutu bersatu dan
demokratis sesuai dengan kesadaran global yakni dunia industri, oleh karenanya
lulusan perguruan tinggi harus disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. di
bawah akan digambarkan bagaimana kesenjangan itu bisa terjadi dengan kebutuhan
Industri.
Lulusan Perguruan Tinggi
Hanya memahami teori
Kebutuhan Industri
Kemampuan solusi masalah berdasarkan
konsep ilmiah
Memiliki keterampilan individual
Memiliki
keterampilan
(Teamwork)
kelompok
Memotivasi belajar hanya untuk lulus Mempelajari bagaimana belajar yang
ujian
efektif
Hanya berorientasi pada pencapaian Berorientasi pada peningkatan terusgrade atau nilai tertentu (pembatasan menerus dengan tidak dibatasi pada
target)
target tertentu saja. Setiap target yang
tercapai
akan
terus-menerus
ditingkatkan.
Orientasi belajar hanya pada mata Membutuhkan pengetahuan terintegrasi
kuliah individual secara terpisah
antar disiplin ilmu untuk solusi masalah
industri yang kompleks
Proses belajar bersifat pasif hanya Bekerja adalah suatu proses berinteraksi
menerima informasi dari dosen
dengan orang lain dan memproses
informasi secara aktif
Penggunaan
teknologi
(misal Penggunaan teknologi merupakan bagian
komputer) terpisah dari proses belajar
integral dari proses belajar untuk solusi
masalah industri
Tabel I, Kesenjangan Antara Lulusan dengan Kebutuhan Industri.
Tabel di atas merupakan konsep yang menggambarkan persoalan yang ada
hubungannya dengan
Penetapan Total Quality Management Education (TQME)
pada perguruan tinggi yang mampu meminimalkan kesenjangan antara pengelola
perguruan tinggi dengan kebutuhan sistem industri. Penerapan TQME pada
perguruan tinggi di Indonesia harus dijalankan atas prinsip tanggung jawab bersama
meningkatkan efisiensi pendidikan tinggi dan peningkatan kulaitas dan proses
pendidikan tinggi.
Penerapan TQME perlu merumuskan definisi kualitas, agar kualitas
perguruan tinggi dapat didesan (Designable), dikendalikan (controllable), dan
dikelola (manageable). Hal ini seiring dengan konsep TQME yang lebih menekankan
pada upaya peningkatan sistem proses. Untuk mencapai itu perguruan tinggi harus
memahami perkembangan manajemen sistem industri modern, agar setiap lulusan
perguruan tinggi mampu dan cepat beradaptasi dengan kebutuhan sistem industri
modern.
Berdasarkan konsep manajemen sistem industri, maka lulusan perguruan
tinggi yang akan bekerja dalam sistem industri harus memiliki 8 kemampuan. Antara
lain: (1) berorientasi pada pelanggan; (2) memiliki pengetahuan praktis, dan aplikasi
alat-alat total quality management (TQM); (3) mampu membuat keputusan
berdasarkan fakta; (4) memiliki pemahaman bahwa bekerja adalah suatu proses; (5)
berorientasi pada kelompok (teamwork); (6) memiliki komitmen untuk peningkatan
terus-menerus; (7) pembelajaran aktif (active learning); dan (8) memiliki perspektif
sistem.
Untuk mencapai harapan sistem industri itu, maka perguruan tinggi perlu
melakukan peningkatan terus menerus (continous educational process improvement),
yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan lulusan
(output) yang berkualitas, pengembangan kurikulum. Proses pembelajaran dan ikut
bertanggung jawab untuk memuaskan pengguna lulusan perguruan tinggi itu.
Seterusnya, berdasarkan informasi dari pengguna lulusan (external customers) itu
dapat dikembangkan ide-ide kreatif untuk mendesain ulang kurikulum atau
memperbaiki proses pendidikan tinggi yang ada saat ini.
Konsep Pemikiran Manajemen Sistem Pendidikan Tinggi dan Implementasinya
Konsekuensi dari penerapan TQME ini adalah adanya tanggung jawab
bersama untuk mengutamakan efisiensi pendidikan tinggi dan peningkatan kualitasi
dari sistem pendidikan tinggi yang dijalankan secara konsisten, maka perguruan
tinggi di Indonesia akan mampu memenangkan persaingan global.
Sebelum TQME di desain untuk perguruan tinggi, maka stakeholders
perguruan tinggi harus memiliki kesamaan persepsi tentang manajemen kualitas.
Dalam konsep manajemen kualitas modern, kualitas suatu perguruan tinggi antara
lain dtentukan oleh kelengkapan fasilitas atau reputasi institusional. Kualitas adalah
sesuatu standar minimum yang harus dipenuhi agar mampu memuaskan pelanggan
yang menggunakan lulusan (output) dari sistem pendidikan tinggi, serta harus terus
meneruskan ditingkatkan sejalan dengan tuntutan pasar tenaga kerja yang semakin
kompetitif.
Berkaitan dengan hal ini, Gasperz mengutip pendapat Spanbauer yang
dikutip Nadjamudin Ramli dalam Membangun Pendidikan yang memperdayakan dan
Mencerahkan, menyatakan1 manajemen perguruan tinggi harus mengadopsi
paradigma baru tentang manajemen kualitas modern. Paradigma baru dan paradigma
lama yang dianut oleh manajemen perguruan tinggi dicantumkan pada table V di
bawah ini:
Paradigma Baru
Mahasiswa menerima hasil ujian,
pembimbingan, dan nasihat agar
membuat pilihan yang sesuai.
Paradigma Lama
Hasil ujian tidak digunakan sebagai
informasi untuk memberikan
bimbingan dan nasehat kepada
mahasiswa.
Mahasiswa diperlakukan sebagai
pelanggan
Mahasiswa tidak diperlukan sebagai
pelanggan.
Keluhan mahasiswa ditangani secara
cepat dan efisien.
Keluhan mahasiswa ditangani dalam
bentuk defensif dan negatif.
Terdapat sistem saran aktif dari
mahasiswa
Mahasiswa tidak terdorong untuk
memberikan saran atau keluhan.
Setiap departemen pelayanan
menetapkan kepuasan pelanggan sesuai
kebutuhan.
Staf departemen pelayanan tidak
memperlakukan karyawan lain atau
mahasiswa sebagai pelanggan.
Terdapat rencana tindak lanjut untuk
penempatan lulusan dan peningkatan
Tidak ada sistem tindak-lanjut yang
cukup atau tepat untuk mahasiswa dan
1
Nadjamudin Ramliy , Membangun Pendidikan yang Memperdayakan dan Mencerahkan
(Cet; I : Grafindo Khazanah Ilmu Jakarta : 2005), h. 35
pekerjaan
alumni
Mahasiswa diperlakukan dengan sopan,
rasa hormat, akrab, penuh pertimbangan.
Mahasiswa dipandang sebagai inferior,
tidak diperlakukan dengan rasa hormat,
cara yang akrab dan penuh
pertimbangan.
Fokus manajemen pada keterampilan
Fokus manajemen pada pengawasan
karyawan, sistem operasional.
Kepemimpinan kualitas seperti
pemberdayaan dan partisipasi aktif
karyawan
Manajemen secara aktif mempromosikan
kerja sama dan solusi masalah dalam unit
kerja
Sistem informasi memberikan laporan
yang berguna untuk membantu
manajemen dan dosen.
Staf administrasi bertanggung jawab dan
siap memberikan pelayanan dengan cara
yang mudah dan cepat guna memenuhi
kebutuhan mahasiswa.
Tabel. V. Manajemen Perguruan Tinggi
Banyak keputusan manajmen dibuat
tanpa masukan informasi dari karyawan
dan mahasiswa.
Sistem informasi usang dan tidak
membantu manajemen sistem kualitas.
Staf administrasi kurang memiliki
tanggung jawab dan kesiapan untuk
memberikan pelayanan yang sesuai
dengan kebutuhan mahasiswa
Dari tabel di atas maka dapat kita lihat bahwa apa bila kita mampu merubah
paradigma lama kepradigma baru secara bertahap maka lulusan perguruan tinggi akan
mampu menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan industri sehingga tercipta
Perguruan Tinggi yang Moderen.
Agar pemahaman dan adopsi paradigma baru pada table di atas dapat
berhasil, maka implementasinya adalah sistem pelatihan pada pengelola perguruan
tinggi di Indonesia. Pelatihan TQME yang penting bagi pengelola perguruan tinggi
dengan melalui pelatihan yang mencakup pimpinan Perguruan tinggi, Dosen serta
staf pendukung (administrasi).
Setelah memperoleh pelatihan TQME pengelola Perguruan tinggi siap
menerima paradigma baru tentang manajemen perguruan tinggi yang berorientas
pada peningkatan kualitas dan kepuasan pelanggan, maka sistem TQME secara
lengkap dapat didesain, diimplemetansikan dan tingkatkan secara terus menerus pada
perguruan tinggi.
Mencermati tulisan Gasperz tentang penerapan total quality management in
education (TQME) pada perguruan tinggi di Indonesia, rasional implementasi TQME
yang diajukan Gasperz berupa ketidakmampuan lulusan perguruan tinggi beradaptasi
dengan kebutuhan dunia industri modern serta adanya persainagan tenaga asing yang
semakin banyak memasuki lapangan kerja di Indonesia sangat relevan sekali. Begitu
jua Syarifuddin memandang TQME merupakan “filosofi manajemen yang sangat
penting dalam kondisi kompetisi global saat ini, dimana upaya pemenuhan kebutuhan
pelanggan dengan sebaik-baiknya adalah persoalan utama dalam setiap proses
pendidikan tinggi”.2 Apalagi Negara Indonesia sudah menandatangani naskah
General Agreement of Tarrif and Trades (GATT) yang kini menjadi World Trade
Organization (WTO). Keikutsertaan Indonesia memberikan konsekuensi pada setiap
warga Indonesia untuk dapat berkompetisi secara sehat di taraf Internasional. Bahkan
dalam waktu dekat ini, pada 2003 Indonesia rencananya sudah melaksanakan Asean
Free Trade Agreement (AFTA), serta Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
pada tahun 2010. Kita memperoleh kesempatan bersaing dengan Negara industri
dalam hal lalu lintas barang, jasa, maupun tenaga kerja.
Tantangan di atas menurut Gasperz harus dijawab oleh perguruan tinggi
Indonesia dengan menerapkan TQME. Hal ini didukung oleh Lewis yang
menyatakan bahwa penerapan TQME di perguruan tinggi di luar negeri tercatat tahun
1993 sudah lebih dari 200 perguruan tinggi yang sukses melaksanakan TQME,3 satu
diantaranya adalah Oregon State University (OSU).
2
Syafruddin, Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam Upaya Meningkatkan Mutu
Sekolah, (Haluan: Padang, 1997), h. 4.
3
Ralph G. Lewis, Total Quality ini Higher Education (St. Lucie Press: Florida, 1994), h. 11.
Tujuan Implementasi TQME bukan saja bertujuan untuk meminimalkan
kesenjangan antara lulusan perguruan dan kebutuhan sistem industri, melainkan juga
berupaya meningkatkan kualitas lulusan, memenuhi kebutuhan pelanggan-pelanggan
perguruan tinggi, dan mencapai kepuasan atas jasa yang bisa diberikan perguruan
tinggi. Tampubolon memandang jasa yang perlu dimaksimalkan perguruan tinggi
melalui implementasi TQME antara lain (1) jasa kurikuler; (2) jasa penelitian; (3)
jasa ekstrakurikuler; (4) jasa administrasi; dan (5) jasa kebihakan umum.4 Di samping
itu Supriadi menilai bahwa penerapan TQME pada pendidikan tinggi adalah dalam
rangka meningkatkan mutu yang ditandai adanya jaminan mutu pada proses dan
produk pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, penerapan TQME harus mampu
memberikan quality assurance yang meyakinkan.5
Sebagai bentuk perwujudan TQME di Indonesia, Universitas Gadjah Mada
(UGM) mendeklarasikan tahun 2002 sebagai tahun sistem jaminan mutu yaitu
peningkatan kualitas berkelanjutan dalam segala bidang.6
Tekad peningkatan mutu berkelanjutan ini dikedepandakan, menyusul status
UGM sebagai perguruan tinggi berbadan hokum milik Negara (BHMN) atau
universitas yang melaksanakan program otonomi kampus. Sistem jaminan mutu
(quality assurance system) pendidikan tinggi di UGM telah dimulai diterapkan di
tingkat universitas dalam bentuk kebijakan dan prosedur, maupun di tingkat fakultas
dengan jurusan dan program studi yang sesuai dengan kondisi unit yang
bersangkutan. UGM sangat beruntung karena sejak tiga tahun yang lalu secara
bertahap 12 program studinya telah mendapatkan proyek pengembangan pendidikan
strata satu atau QUE (quality of undergraduate education).
Penerapan TQME berupa sistem jaminan mutu di UGM didasari
perkembangan pendidikan tinggi di dunia global yang menuntut penjaminan kualitas
4
Tampubolon, Pelanggan Perguruan Tinggi dan Kebutuhannya (Proyek HEDS: Brastagi
Medan, 2000), h. 7.
5
Dedi Supriadi, Isu dan Agenda pendidikan Tinggi di Indonesia (PT Rosda Jayaputra:
Jakarta, 1997), h. 48.
6
Kompas (19 Januari 2002). UGM Deklarasikan Tahun Sistem Jaminan Mutu. Jakarta.
dari hasil pendidikan tinggi, serta pencapaian kompetensi yang dibutuhkan sistem
industri. Berkaitan dengan itu sejak tahun 1999 UGM dan Universitas Indonesia
sebagai anggota Panitia Jaminan Mutu Pendidikan Tinggi tingkat ASEAN.
Penerapan TQME pada pendidikan tinggi dilakukan atas dasar
pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan efisiensi pendidikan
tinggi dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan tinggi dalam rangka
menghasilkan lulusan yang berkualitas baik. Disamping itu, strategi dasar penerapan
TQME di perguruan tinggi menurut Margono Slamet ada 4 (empat), yaitu (1)
mengidentifikasi kekurangan dan masalah yang ada di perguruan tinggi; (2)
mengadopsi filosofi mutu pendidikan; (3) secara terus-menerus melakukan usahausaha perbaikan mutu; dan (4) melibatkan semua orang bersangkutan dengan
pendidikan.7
Di samping itu Philip Crosby menjelaskan empat belas langkah pelaksanaan
total quality management, antara lain (1) komitmen dari pemimpin; (2) bentuk tim
perbaikan mutu; (3) pengukuran mutu; tentukan baseline data dan tentukan standar
mutu yang diinginkan; (4) menghitung biaya untuk mutu mengulang pekerjaan yang
cacat; (5) membangkitkan kesadaran akan mutu; (6) melakukan tindakan perbaikan;
(7) perencanaan kerja tanpa cacat; (8) mengadakan pelatihan bagi unsure pimpinan
dan kemudian bagi semua dosen dan pegawai/karyawan; (9) mengadakan hari-hari
tanpa cacat; (10) masing-masing tim menentukan tujuan perbaikan yang akan dicapai;
(11) menghilangkan penyebab kesalahan berarti melakukan usaha perbaikan (12)
pengakuan atas partisipasi dan prestasi dalam bentuk uang; (13) bentuk komisi mutu
yang secara professional akan merencanakan usaha-usaha perbaikan mutu dan
memonitor secara berkelanjutan, dan (14) lakukan berulang kali.8
7
Slamet Margono, Strategi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu di Perguruan Tinggi,
(Proyek HEDS; Brastagi, 2003), h. 20.
8
Philip Crosby, Quality is Free: The Art of Making Quality Certain. MgGrow-Hill Book Co:
New York, 1986.
Menurut Goetsch dan Davis dalam Fandy Tjiptono dijelaskan bahwa
implementasi TQME pada perguruan tinggi pada dasarnya ditujukan pada,9
Konsekuensi implementasi TQME jelas-jelas dikatakan Gasperz memerlukan
komitmen semua orang yang terlibatkan dalam pengelolaan pendidikan tinggi. Untuk
pengelola perguruan tinggi harus memfokuskan pekerjaannya pada pelanggan.
Adapun pelanggan perguruan tinggi terdiri dari pelanggan eksternal dan
internal. Pelanggan eksternal terdiri dari pelanggan primer, yakni mahasiswa,
pelanggan sekunder yakni orang tua mahasiswa, pemerintah, masyarakat, dan
pelanggan tersier yaitu pemakai lulusan perguruan tinggi (sistem industri modern).
Sedangkan pelanggan internal terdiri dari dosen, karyawan, pegawai administrasi, dan
pimpinan.
Semua pekerjan pelanggan diperguruan tinggi bersifat untuk melayani
pelanggan dengan konsep “centre of excellence quality for satisfaction customers”.
Hal ini juga didukung oleh HV. Robert dan B.F Sergesketter bahwa TQM is a peoplefocuses management system that aims at continual of customers satisfaction at
continually lower real cost. This is a total system approach (not a separate area of
program), and an integral part of high level strategy; it works horizontally across
function and development, involves all employees top to button and extents backward
and forward to include the supplu chain and the customers chain. TQM stresses
learning and adaptation to continual change as keys to organization success.10
Dalam manajemen perguruan tinggi yang dikelola dengan professional,
sering diciptakan persaingan antara departemen yang ada. Akan tetapi persaingan
internal dalam perguruan tinggi cenderung akan menghabiskan energi yang
seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas yang pada gilirannya untuk
meningkatkan daya saing eksternal. oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat
9
Tjipto, Fandy, Total Quality Management, Andi Offset: Yogyakarta, 1994), h. 15.
H.V Robert dan B.F Sergesketter, Quality Personal, A Foundation for Quality Management
(Free Press: New York, 1993), h. 45.
10
penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQME dapat berjalan
dengan sukses.
Harus diakui bahwa selama ini kinerja dan produk perguruan tinggi kurang
professional dan perannya belum optimal dalam mendorong terciptanya perguruan
tinggi harus tanggap dan
mampu
mengakomodir
kebutuhan induastri
yang
pragmats materialistis sesuai dengan kebutuhan pasar.
Kesimpulan.
1. Penerapan TQME pada perguruan tinggi dijalankan dengan penuh tanggung
jawab dan berkesinambungan sehingga dapat meminimalisirP kesenjanagan
pengelolaan antara perguruan tinggi dengan dunia industri. Sehingga setiap
lulusan perguruan tinggi mampu cepat beradaptasi dengan kebutuhan.industri
dinamisasi industri seharusnya juga memunculkan inspirasi penelitian
maupun maupun pengabdian masyarakat bagi perguran tinggi.
2. Keterlibatan semua sivitas akadeika dalam implementasi TQME pada
perguruan tinggi merupakan hal yang penting. Usaha untuk melibatkan
karyawan, dosen, pimpinan dan stakeholders membawa hasil yang
memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Crosby, Philip. Quality is Free: The Art of Making Quality Certain. MgGrow-Hill
Book Co: New York, 1986.
Kompas (19 Januari 2002). UGM Deklarasikan Tahun Sistem Jaminan Mutu. Jakarta.
Lewis, Ralph G. Total Quality ini Higher Education. St. Lucie Press: Florida, 1994.
Margono, Slamet. Strategi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu di Perguruan
Tinggi, Proyek HEDS; Brastagi, 2003
Nadjamuddin Ramliy, Membangun Pendidikan yang
Mencerahkan, Gravindo Khzanah Ilmu, 2005
Memperdayakan
dan
Robert, H.V dan Sergesketter, B.F. Quality Personal, A Foundation for Quality
Management. Free Press: New York, 1993.
Supriadi, Dedi. Isu dan Agenda pendidikan Tinggi di Indonesia. PT Rosda Jayaputra:
Jakarta, 1997.
Syafruddin, Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam Upaya Meningkatkan Mutu
Sekolah, Haluan: Padang, 1997.
Tampubolon, Pelanggan Perguruan Tinggi dan Kebutuhannya. Proyek HEDS:
Brastagi Medan, 2000.
Tjipto, Fandy. Total Quality Management, Andi Offset: Yogyakarta, 1994.
Download