144 WUJUD SIKAP KRITIS MAHASISWA TERHADAP PERMASALAHAN SOSIAL DALAM PERGERAKAN MAHASISWA MINTO RAHAYU, S.S. M.Si.1 Dra. WARTIYATI, M.Si.2 RITA FARIDA, S.H.3 ABSTRACT The research entitled " Students’ Criticism Towards Social Problems in the Student Movement", aims to find out how the students express their criticism attitude against existing social problems that is implemented in the student movement, with the hope that the concept of guiding students can be established. Based on the analysis of previous theories and research, the research method formulates that the criticism attitude of students is measured from their behavior in family, community, and on campus, and from their intellectuality. Social issues are measured from the welfare and security aspects. The student movement is measured from the solidarity action, peaceful protest and demonstration. With the University of Indonesia and the University Trisaksi students as the respondents, the research comes to conclude that: the criticism attitude of students towards social problems is slightly improper since the students tend to care about their personal interests. Students are more concerned with social issues other than security issues. Students prefer solidarity actions carried out on campus than peaceful demonstrations and actions on the roads. Criticism attitude of students towards social problems in the student movement is low. The higher the criticism attitude of students and social problems, the higher the student movement. Key Words: critical attitude, social issues, student movements, intellectual, solidarity, peaceful, demonstration actions ABSTRACT Penelitian berjudul “Wujud Sikap Kritis Mahasiswa terhadap Permasalahan Sosial dalam Pergerakan Mahasiswa”, bertujuan mengetahui wujud sikap kritis mahasiswa terhadap permasalahan sosial yang diimplementasikan dalam pergerakan mahasiswa, yang diharapkan menghasilkan konsep pembinaan mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan. Berdasarkan analisis dari beberapa teori dan penelitian terdahulu, maka metode penelitian merumuskan bahwa sikap kritis diukur dari perilaku dalam keluarga, masyarakat, dan kampus; dan intelektualitas mahasiswa. Permasalahan sosial diukur dari bidang kesejahteraan dan keamanan. Pergerakan mahasiswa diukur dari aksi aksi solidaritas, aksi damai, dan aksi demontrasi. Dengan responden mahasiswa Universitas Indonesia dan Universitas Trisaksi, diperoleh kesimpulan bahwa: Sikap kritis mahasiswa dalam menghadapi permasalahan sosial kurang baik karena mahasiswa cenderung peduli pada kepentingan pribadinya. Mahasiswa lebih peduli pada permasalahan sosial di bidang kesejahteraan dibadingkan pada permasalahan keamanan. Mahasiswa lebih memilih aksi solidaritas yang dilaksanakan di kampus daripada aksi damai dan demontrasi yang 1 Dosen Teknik Mesin Dosen Teknik Elektro 3 Dosen Teknik Sipil 2 Minto Rahayu dan Wartiyati Wujud Sikap Kritis Mahasiswa 145 dilaksanakan di jalan. Sikap kritis mahasiswa terhadap permasalahan sosial dalam pergerakan mahasiswa bernilai rendah. Semakin tinggi wujud sikap kritis mahasiswa dan permasalahan sosial, semakin tinggi pergerakan mahasiswa. Key Wood: sikap kritis, permasalahan sosial, pergerakan mahasiswa, intelektualitas, solidaritas, aksi damai, aksi demontrasi PENDAHULUAN Mahasiswa digolongkan sebagai kaum terpelajar yang mendapatkan pendidikannya di perguruan tinggi (Sarlito, 1978 : 39-40). Perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan orang-orang berilmu pengetahuan tinggi Sikap kritis yang memunculkan pergerakan mahasiswa berkaitan dengan sosialisasi politik (Suwondo, 2002: 75-77) yaitu bagian proses yang membentuk sikap dan perilaku politik melalui pewarisan. Menurut F.J. Monks (1992: 283) sebagai remaja akhir yang memasuki dewasa muda, yang berusis antara 17 sampai 25 tahun, mahasiswa telah diakui sebagai warga negara yang harus telah mempunyai sikap dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Sebagai ciri khas anak muda yang berada di masa pubetas dan kedewasaan yuridis-sosial, mahasiswa akan mewujudkan dirinya sendiri; berusaha membebaskan diri dari pengaruh orang tua. Permasalahan sosial dalam teori perubahan sosial (social change). Teori perubahan sosial menurut Agus Comte (1798-1857 dalam Agus Salim, 2002: 9-11) dibagi menjadi dua, yaitu: teori social static teori social dynamic. Pemasalahan sosial menurut Max Weber (1864-1920 dalam A level sociology. http://www.sociology.org.uk/siweber.pdf? fb193d88) merupakan struktur sosial atau stratifikasi sosial dibentuk berdasarkan kepentingan kelas, yaitu “kelas” (kuat secara ekonomi), “status” (kuat secara sosial), dan “pemerintah” (kuat secara politik); ketiga kelas ini saling mempengaruhi. Roy Bhaskar (1984 dalam Agus,2002:21) menjelaskan bahwa proses perubahan sosial disebabkan oleh proses reproduksi dan proses penciptaan/iptek. Hasil proses transformasi sosial ialah terbentuknya kelas tetapi juga menghasilkan orang-orang yang intelektual. Telah dicatat bahwa kegiatannya dapat mengoncangkan dunia karena sifat mahasiswa yang dinamis, militan, kreatif, jujur, berani, dan tanpa pamrih (Yasmindo, 1975: 302). menengah sebagai hasil perubahan sosial, khususnya pada keberadaan mahasiswa yang mendapat tempat di masyarakat sebagai kaum intelektual yang mampu mengusung ide-ide baru dan dianggap mempunyai prestise yang tinggi (Denny J.A. 1998). Menurut Trotsky, 1930 (dalam Suharsih, 2007:38) semangat demonstrasi mahasiswa hanya usaha yang dilakukan oleh generasi borjuis kecil/ mahasiswa untuk menemukan solusi bagi ketidakstabilan yang dialami negara. sedangkan Suharsih (2007: 37) menjelaskan bahwa peran pergerakan mahasiswa sangat penting dalm perubahan sosial di beberapa negara. Permasalahan sosial (Soetjatmoko, 1993: 35-37) dalam mengantisipasi masalah kependudukan, tenaga kerja, kemiskinan, ekonomi internasional, dampak ilmu dan teknologi, pemanasan global, dan hal lain yang menimbulkan perubahan sosial, masyarakat Indonesia harus mempunyai kemampuan. Yaitu: long-life learning, mencerna informasi, menganalisis dan berpikir secara integral dan konseptual, menalar, kepekaan, harga diri, percaya diri, dan mandiri mengintifikasi dimensi moral dan etis. Menurut Kuntowijoyo (1993:47-49) perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan pandangan ekonomi, perubahan pandangan kenegaraan, perubahan pandangan politik, perubahan pandangan tentang ilmu dan teknologi, perubahan pandangan, perubahan konsep-konsep Minto Rahayu dan Wartiyati Wujud Sikap Kritis Mahasiswa 146 teologi, perubahan konsep pemanfaatan lingkungan, dan peranan agama dalam meredefinisi kemanusiaan kita. Atas dasar itu, perubahan sosial atas krisis lingkungan akan dapat diatasi jika manusia mengalihkan pandangan berpikir dari rasionalitas menuju transendensi. Fuad Hassan (1977:25) mengatakan bahwa Manusia urban jadi kehilangan kesempatan untuk menikmati alam sekitarnya dan lebih terbawa oleh arus kehidupan mekanistis dan tidak memberikan peluang untuk kontemplasi. Akibatnya, masyarakat cenderung reaktif terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga (Agus Salim, 2002:81-82) perubahan sosial akan selalu seragam dialami oleh warga masyarakat sebagai dampak pelaksanaan program pembangunan yang bersifat menetes dari atas (trickle down effect). Mahasiswa adalah insan akademis, calon sarjana, yang dididik menjadi calon intelektual, bahkan ada mahasiswa yang telah menjadi intelektual sebelum menjadi sarjana. Jadi pola tingkah laku kritis pada hakikatnya secara potensial telah terkandung dalam diri mahasiswa, terlepas dari ada atau tidaknya pengaruh yang datang dari luar. Tetapi, menurut Keniston (Sarlito, 1978: 35) mahasiswa juga mempunyai sifat kemudaan, karena rata-rata usianya antara 17-25 tahun. Kemudaan ini merupakan tema sentral dari kesadaran, perkembangan dan tingkah laku yang tentsion betwen self and society. Ketegangan adanya hasrat memperoleh kebebasan mutlak di antara ikatan sosial; pemuda cenderung menentang tata sosial; akibatnya pemuda menjadi bagian dari masyarakat atau hanya berorientasi pada diri sendiri. Ada pandangan bahwa mahasiswa secara mendasar mempunyai karakter anti establishment (Ahmad Suhelmi, 2007: 3233) atau anti kemapanan dapat memunculkan anarkisme. Dan akibat kegagalam memahami realita sosial empiris, kaum anarkis cenderung frustasi dan pada akhirnya menjadi kaum mengkhayal yang berorientasi pada wisful thinking dan tidak rasional. Anarkisme menghalalkan ideologi pertumpahan darah untuk melawan situasi dunia yang merindukan perdamaian, keamanan, dan demokrasi, dalam hal demikian, tentunya anarkisme dianggap sebagai musuh. Dalam beberapa hal, mahasiswa menganut aliran anarkisme karenanya, mereka cenderung radikal dan revolusioner tetapi memimpikan masyarakat egaliter. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan Mochtar Lubis yaitu: “Beranilah memikirkan dan mengucapkan pemikiran yang tidak mungkin” (Mochtar Lubis, 1993) Pergerakan mahasiswa menurut Suwondo (2002: 55-57) merupakan aksi yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa, yang diilhami oleh tujuan yang bermula dari doktrin ideologi, sebagai respon emosional dan kesadaran intelektual mahasiswa terhadap berbagai kehidupan yang dianggap telah menyimpang dari aturan main politik. METODE PENELITIAN Data yang diperoleh dalam deskripsi data masuk dalam kategori valid/syah dan tidak ada yang hilang/missing. Uji normalitas menunjukkan bahwa data diolah dengan statistik parametrik. Uji korelasi menyatakan bahwa terhadap korelasi yang berarti/signifikan antara sikap kritis mahasiswa dan permasalahan sosial (0,289) dan perubahan sosial (0,511), karena nilainya lebih besar dari 0,500. Dengan kata lain, sikap kritis mahasiswa memberikan pengaruh yang berarti/signifikan terhadap pergerakan mahasiswa; demikian pula, permasalahan sosial memberikan pengaruh yang berarti/signifikan terhadap pergerakan mahasiswa. Uji regresi mengetahui apakah hubungan antar variabel dalam model linier, yang berarti mempunyai keberartian. Persamaan regresi, Y-19,702+0,616X1+0,355X2. Hal ini menunjukan bahwa secara bersama-sama hubungan antara X1 dan X2 sangat mempengaruhi Y. Artinya, sikap kritis mahasiswa dan permasalahan sosial sangat Minto Rahayu dan Wartiyati Wujud Sikap Kritis Mahasiswa 147 mempengaruhi pergerakan mahasiswa. Dalam hal ini pergerakan mahasiswa akan meningkat jika sikap kritis mahasiswa dan permasalahan juga meningkat. Persamaan regresi ini juga menunjukkan bahwa variabel X1 dan X2 secara sendiri-sendiri HASIL DAN PEMBAHASAN Wujud sikap kritis dalam perilaku mahasiswa, di rumah, di lingkungan masyarakat, dan di kampus lebih rendah dibandiungkan dengan wujud sikap kritis dalam bentuk intelektual, walaupun tidak signifikan ( 47,57%-55,68%). Namun nilai sikap kritis mahasiswa ini tidak cukup tinggi, dengan rata-rata 219.47 dan 241,91, sedangkan yang dianggap baik antara 3-4. Mahasiswa lebih perhatian terhadap dirinya dan lingkungan keluarga daripada perhatian kepada masyarakat. Hal ini dibuktikan atas jawaban dominan mahasiswa, yaitu patuh terhadap orang tua, mengumpulkan tugas tepat waktu, sedangkan jawaban yang paling rendah adalah memberikan saran kepada RT, RW untuk kemajuan Karang Taruna dan pernah mewakili kampus dalam kegiatan ilmiah nasional. Dengan kondisi ini, sikap kritis mahasiswa masih kurang. Hal ini dapat berdampak keberterimaan nilai-nilai yang diperolah di masyarakat maupun di kampus tidak diterima dengan logika yang benar. Untuk itulah diperlukan membinaan sikap kritis mahasiswa dengan memberikan pembekalan atau meteri kuliah berupa logika, ilmu sosial dan budaya dasar, serta ilmu kealaman dasar; yang diyakini sebagai matakuliah dapat membentuk sikap kritis mahasiswa, khususnya untuk memunculkan kepedulian kepada hal-hal di luar dirinya, yaitu masyarakat. Wujud sikap kritis mahasiswa terhadap permasalahan sosial terhadap bidang kesejahteraan lebih tinggi daripada terhadap bidang keamanan (55,68-44,32) walaupun tidak terlalu signifikan. Sedangkan nilai terhadap kesejahteraan cukup baik dan nilai terhadap bidang keamanan kurang baik (308,27-245,40). mempengaruhi Y. Artinya semakin tinggi sikap kritis mahasiswa akan semakin tinggi pula pergerakan mahasiswa. Demikian juga, semakin tinggi permasalahan sosial semakin tinggi pergerakan mahasiswa. Dari jawaban dominan, permasalahan yang menjadi perhatian mahasiswa ialah bahwa pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas hidup, kebersetujuan mahasiswa atas program pemberantasan korupsi dan peran mahasiswa dalam mencegak tindak kejahatan dan . Sedangkan hal yang kurang menjadi perhatian mahasiswa ialah peran mahasiswa dalam mencari dana untuk perbaikan lingkungan dan peran mahasiswa dalam memberikan pelatihan keterampilan kepada masyarakat. Baik dari sisi wujud sikap kritis mahasiswa maupun dari sisi permasalahan sosial, rupa-rupanya mahasiswa masih memikirkan dirinya sendiri, kurang peduli kepada masyarakat. Hal ini akan menjauhkan mahasiswa dari masyarakat, padahal, salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat. Untuk itulah diperlukan penggalakan kembali program kuliah kerja nyata (KKN). Tujuannya, sekain untuk meningkatkan kepedulian mahasiswa kepada masyarakat, juga untuk melaksanakan program pemerintah yaitu pengentasan kemiskinan. Wujud pergerakan mahasiswa diuraikan dalam bentuk aksi solidaritas, aksi damai, dan aksi demontrasi. Ternyata mahasiswa lebih memilih aksi solidaritas, baru aksi damai dan aksi demontrasi (41,69-31,0631,06). Sedangkan nilainya ialah (238,33177,60-155,80) jauh rendah dari nilai baik. Kondisi ini, dalam sisi sistem pendidikan sangat baik karena mahasiswa program bidang kemahasiswaan cukup berhasil menekan aksi mahasiswa yang bersifat demontratif dan lebih mengarah pada kegiatan formal dalam bentuk melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dibentuk berdasarkan kepeminatan, dan dalam bentuk kegiatan ilmiah/akademis, seperti dalam Minto Rahayu dan Wartiyati Wujud Sikap Kritis Mahasiswa 148 Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) serta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas). Program formal, sengaja dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk mengarahkan mahasiswa dalam kegiatan di dalam kampus. Dan kampus merasa senang dengan kondisi ini. Tetapi, jika dilihat dari kehidupan berbangsa dan bernegara, dari pergerakan mahasiswa akan lahir tokoh-tokoh yang menjadi pimpinan bangsa, jika kondisi ini dibiarkan terus, akan terjadi regenerasi pimpinan di Indonesia akan mengalami kelambatan atau bahkan kemandekan sehingga tidak muncul pemimpin yang mampuni dari kalangan muda, khususnya mahasiswa. Untuk mengatasi hal ini, mahasiswa harus dibekali wawasan bahwa jika terjadi penyimpangan dalam kehidupan kampus, masyarakat, bangsa dan negara, mahasiswa harus mengkritisi. Namun dengan cara-cara yang elegan dan damai, sesuai tingkat intelektual yang diharapkan dari mahasiswa, tidak dengan aksi yang anarkis. Dari jawaban dominan, mahasiswa lebih memilih mengikuti peran mahasiswa dalam mengikuti diskusi untuk mencari solusi perbaikan fasilitas pendidikan, menggalang dana untuk warga miskin/korban bencara, dan peran mahasiswa dalam aksi besarbesaran untuk menolak kekerasan aparat. Sedangkan jawaban yang tidak diinginkan mahasiswa ialah mengikuti diskusi untuk mencari solusi meningkatkan upah mimimun regional (UMR), peran mahasiswa dalam aksi damai dalam menuntut kenaikan upah mimimun regional (UMR), peran mahasiswa dalam aksi besarbesaran untuk menolak pembangunan mall. Dari fakta ini, mahasiswa lebih peduli pada kepentingan sendiri atau lingkungan daripada kepentingan masyarakat. Mahasiswa juga cenderung mencari aman dan konsumtif. Dari hasil persamaan regresi, Y19,702+0,616X1+0,355X2, menunjukan bahwa secara bersama-sama hubungan antara wujud sikap kritis mahasiswa dan permasalahan sosial sangat mempengaruhi pergerakan mahasiswa. Dalam hal ini pergerakan mahasiswa akan meningkat jika sikap kritis mahasiswa dan permasalahan sosial juga meningkat. Persamaan regresi ini juga menunjukkan bahwa variabel wujud sikap kritis mahasiswa mempengaruhi pergerakan mahasiswa dan permasalahan sosial juga mempengauhi pergerakan mahasiswa. Artinya semakin tinggi sikap kritis mahasiswa akan semakin tinggi pula pergerakan mahasiswa. Demikian juga, semakin tinggi permasalahan sosial semakin tinggi pergerakan mahasiswa. KESIMPULAN 1. Sikap kritis mahasiswa mahasiswa dalam menghadapi permasalahan sosial kurang baik karena mahasiswa cenderung peduli pada kepentingan pribadinya. 2. Mahasiswa lebih peduli pada permasalahan sosial di bidang kesejahteraan dibadingkan pada permasalahan keamanan. 3. .Mahasiswa lebih memilih aksi solidaritas yang dilaksanakan di kampus daripada aksi damai dan aksi demontrasi yang dilaksanakan di jalan. 4. Penilaian atau kepedulian mahasiswa terhadap sikap kritis mahasiswa permasalahan sosial dan pergerakan mahasiswa rendah. 5. Wujud sikap kritis mahasiswa dan permasalahan sosial mempengauhi pergerakan mahasiswa, semakin tinggi sikap kritis mahasiswa permasalahan sosial semakin tinggi pergerakan mahasiswa. SARAN 1. Perlu ada pembinaan sikap kritis mahasiswa melalui mata kuliah logika, ilmu sosial dan budaya dasar, serta ilmu kealaman dasar. 2. Perlu digalakan kembali program kuliah kerja nyata (KKN). Minto Rahayu dan Wartiyati Wujud Sikap Kritis Mahasiswa 149 3. Selain pembinaan mahasiswa secara formal oleh bidang kemahasiswaan, perlu diberikan kesempatan kepada mahasiswa secara mandiri untuk mengkritisi kehidupan kampus, masyarakat, bangsa, dan negara. DAFTAR PUSTAKA Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial; Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus di Indoneisa. Yogyakata: PT Tiara Wacana Ahmad Suhelmi. 2007. “Pemikiran Politik Anarkisme” dalam POLITEA, Jurnal Ilmu Politik, FISIP UI. Jakarta A.R. Soehoed, 2002. Bunga Rampai Pembangunan, Antara Harapan dan Ancaman Masa Depan. Jakarta: Puri Fadjar Mandiri dan FT UI A level sociology. http://www.sociology.org.uk/siweber.pdf?fb 193d88 Denny J.A. 1998. “Menjelaskan Gerakan Mahasiswa” dalam Djamaluddin Malik (ed) Gejolak Reformasi Menolak Anarki: Kontroversi Seputar Mahasiswa Menuntut Reformasi Politik Orde Baru. Bandung: Zaman Wacana Mulia Fuad Hasan, 1977. Heteronomia. Jakarta: Pustaka Jaya F.J Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditomo. 1992. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Unibersitas Gajah Mada Mochtar Lubis. 1993. Budaya, Masyarakat, dan Manusia Indonesia. Jakarta: Yaysan Obor Indonesia Saifuddin Anwar. 1988. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty Sarlito Wirawan Sarwono. 1978. Perbedaan antara Pemimpin dan Aktivis dalam Gerakan Mahasiswa, Suatu Studi Psikologi Sosial (Disertasi). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sartono, 1997. “Beberapa Segi SosioKultural Pembangunan Bangsa” dalam Widjojo Nitisastro 70 Tahun. Jakarta: FE UI Soetjatmoko. 1993. “Manusia Indonesia Menjelang Abad ke-21 dan Persiapannya” dalam Permasalahan Abad XXI, Sebuah Agenda. Yogyakarta: SIPRESS Suharsih dan Ign Mahendra. 2007. Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia. Yogyakarta: Risist Book Suwondo, 2002. Gerakan Mahasiswa Bandar Lampung (Disertasi) Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Yayasan Mahasiswa Indonesia (Yasmindo). 1975. Mahasiswa dengan Pembangunan Mental dan Spiritual dalam Realitas. Jakarta Minto Rahayu dan Wartiyati Wujud Sikap Kritis Mahasiswa