BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Aljabar Boolean Aljabar Boolean merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang pertama kali dikemukanan oleh seorang matematikawan Inggris yang bernama George Boole pada tahun 1854. Aljabar Boolean dapat didefinisikan secara abstrak dalam beberapa cara. Cara yang paling umum adalah dengan menspesifikasikan unsur–unsur pembentuknya dan operasi–operasi yang menyertainya [Rinaldi Munir, 2005, p282]. Misalkan B adalah himpunan yang didefinisikan pada dua operator biner, + dan ., dan sebuah operator uner,’. Misalkan 0 dan 1 adalah dua elemen yang berbeda dari B. Maka, tupel <B, +, ., ‘, 0, 1> disebut aljabar Boolean jika untuk setiap a, b, c 0 B berlaku aksioma (sering dinamakan juga postulat Huntington) berikut : 1. Identitas (i) a + 0 = a (ii) a . 1 = a 2. Komutatif (i) a + b = b + a (ii) a . b = b . a 3. Distributif (i) a . (b + c) = (a . b) + (a . c) (ii) a + (b . c) = (a + b) . (a + c) 7 4. Komplemen Untuk setiap a € B terdapat elemen unik a’ € B sehingga (i) a + a’ = 1 (ii) a . a’ = 0 Elemen 0 dan 1 adalah dua elemen unik yang berada di dalam B. 0 disebut elemen terkecil dan 1 disebut elemen terbesar. Kedua elemen unik dapat berbeda– beda pada beberapa aljabar Boolean (misalnya 0 dan U pada himpunan, False dan True pada proPosisi), namun secara umum tetap digunakan 0 dan 1 sebagai dua elemen unik yang berbeda. Elemen 0 disebut elemen zero, sedangkan elemen 1 disebut elemen unit. Operator + disebut operator penjumlahan, . disebut operator perkalian, dan ‘ disebut operator komplemen. Terdapat perbedaan antara aljabar Boolean dengan aljabar biasa untuk aritmetika bilangan riil sebagai berikut. 1. Hukum distributif yang pertama, a . (b + c) = (a . b) + (a . c) sudah dikenal di dalam aljabar biasa, tetapi hukum distributif yang kedua, a + (b . c) = (a + b) . (a + c), benar untuk aljabar Boolean, tetapi tidak benar untuk aljabar biasa. 2. Aljabar Boolean tidak memiliki kebalikan perkalian (multiplicative inverse) dan kebalikan penjumlahan; karena itu, tidak ada operasi pembagian dan pengurangan di dalam aljabar Boolean. 3. Aksioma nomor 4 pada definisi aljabar Boolean yang mendefinisikan operator yang dinamakan komplemen yang tidak tersedia pada aljabar biasa. 4. Aljabar biasa memperlakukan himpunan bilangan riil dengan elemen yang tidak berhingga banyaknya. Sedangkan aljabar Boolean memperlakukan himpunan 8 elemen B yang sampai sekarang belum didefinisikan, tetapi pada aljabar Boolean dua-nilai, B didefinisikan sebagai himpunan dengan hanya dua nilai, 0 dan 1. Hal lain yang penting adalah membedakan elemen himpunan dan peubah (variable) pada sistem aljabar. Sebagai contoh, pada aljabar biasa, elemen himpunan bilangan riil adalah angka, sedangkan peubahnya seperti a, b, c dan sebagainya. Dengan cara yang sama pada aljabar Boolean, orang mendefinisikan elemen–elemen himpunan dan peubah seperti x, y, z sebagai simbol–simbol yang merepresentasikan elemen. Berhubung elemen–elemen B tidak didefinisikan nilainya (kita bebas menentukan anggota–anggota B), maka untuk mempunyai sebuah aljabar Boolean, harus diperlihatkan: 1. elemen–elemen himpuan B, 2. kaidah/aturan operasi untuk dua operator biner dan operator uner, 3. himpunan B, bersama–sama dengan dua operator tersebut, memenuhi keempat aksioma di atas. Jika ketiga persyaratan di atas dipenuhi, maka aljabar yang didefinisikan dapat dikatakan sebagai aljabar Boolean. 2.2 Aljabar Boolean Dua-Nilai Aljabar Boolean yang terkenal dan memiliki terapan yang luas adalah aljabar Boolean dua-nilai (two-valued Boolean algebra). Aljabar Boolean dua-nilai didefinisikan pada sebuah himpunan B dengan dua buah elemen 0 dan 1 (sering dinamakan bit – singkatan dari binary digit), yaitu B = {0, 1}, operator biner, + dan . operator uner, ‘ [Rinaldi Munir, 2005, p285]. 9 Kaidah untuk operator biner dan operator uner ditunjukkan pada Tabel 2.1, 2.2, dan 2.3 di bawah ini. Tabel 2.1 Tabel kaidah operasi . (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p285) a b a.b 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 Tabel 2.2 Tabel kaidah operasi + (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p285) a b a+b 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 Tabel 2.3 Tabel kaidah operasi ‘ (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p285) a a’ 0 1 1 0 Harus diperhatikan bahwa keempat aksioma di dalam definisi 2.1 terpenuhi pada himpunan B = {0, 1} dengan dua operator biner dan satu operator uner yang didefinisikan di atas. 10 1. Identitas: jelas berlaku karena dari tabel: (i) 0 + 1 = 1 + 0 = 1 (ii) 1 . 0 = 0 . 1 = 0 yang memenuhi elemen identitas 0 dan 1 seperti yang didefinisikan pada postulat Huntington. 2. Komutatif : jelas berlaku dengan melihat simetri tabel operator biner. 3. Distributif : (i) a . (b + c) = (a . b) + (a . c) dapat ditunjukkan benar dari tabel operator biner di atas, dengan membentuk tabel kebenaran untuk semua nilai yang mungkin dari a, b, dan c (Tabel 7.4). Oleh karena nilai–nilai pada kolom a . (b + c) sama dengan nilai – nilai pada kolom (a . b) + (a . c), maka kesamaan a . (b + c) = (a . b) + (a . c) adalah benar. (ii) Hukum distributif a + (b . c) = (a + b) . (a + c) dapat ditunjukkan benar dengan membuat tabel kebenaran dengan cara yang sama seperti (i). Tabel 2.4 Tabel kebenaran a . (b + c) = (a . b) + (a . c) (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p286) a b c b+c a . (b + c) a.b a.c (a . b) + (a . c) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 4. Komplemen : jelas berlaku karena Tabel 2.4 memperlihatkan bahwa : (i) a + a’ = 1, karena 0 + 0’ = 0 + 1 = 1 dan 1 + 1’ = 1 + 0 = 1 (ii) a . a = 0, karena 0 . 0’ = 0 . 1 dan 1 . 1’ = 1 . 0 = 0 Karena keempat aksioma terpenuhi, maka terbukti bahwa B = {0 , 1} bersama– sama dengan operator biner + dan ., operator komplemen ‘ merupakan aljabar Boolean. Untuk selanjutnya, jika disebut aljabar Boolean, maka aljabar Boolean yang dimaksudkan di sini adalah aljabar Boolean dua-nilai. 2.3 Ekspresi Boolean Pada aljabar Boolean dua-nilai, B = {0, 1}. Kedua elemen B ini seringkali disebut elemen biner atau bit (singkatan binary bit). Peubah (variable) x disebut peubah Boolean atau peubah biner jika nilainya hanya dari B. Ekspresi Boolean dibentuk dari elemen–elemen B dan/atau peubah–peubah yang dapat dikombinasikan satu sama lain dengan operator +, ., dan ‘ [Rinaldi Munir, 2005, p286]. Secara formal, ekspresi Boolean dapat didefinisikan secara rekursif sebagai berikut. Misalkan (B, +, ., ‘, 0, 1) adalah sebuah aljabar Boolean. Suatu ekspresi Boolean dalam (B, +, ., ‘) adalah: (i) Setiap elemen di dalam B, (ii) setiap peubah, (iii) jika e1 dan e2 adalah ekspresi Boolean, maka e1 + e2, e1 . e2, e1’ adalah ekspresi Boolean. 12 Jadi menurut definisi di atas, setiap ekspresi di bawah ini, 0 1 a b c a+b a.b a’ . (b + c) a . b’ + a . b . c + b’, dan sebagainya adalah ekspresi Boolean. Ekspresi Boolean yang mengandung n peubah dinamakan ekspresi Boolean bagi n peubah [Rinaldi Munir, 2005, p287]. Dalam penulisan ekspresi Boolean selanjutnya, digunakan perjanjian berikut: tanda kurung ‘()’ mempunyai prioritas pengerjaan paling tinggi, kemudian diikuti dengan operator ‘, + dan ·. Sebagai contoh, ekspresi a + b . c berarti a + (b . c), bukan (a + b) . c dan ekspresi a . b’ berarti a . (b’), bukan (a . b)’. 2.4 Prinsip Dualitas Di dalam aljabar Boolean, banyak ditemukan kesamaan (identity) yang dapat diperoleh dari kesamaan lainnya, misalnya pada dua aksioma distributif yang sudah disebutkan pada definisi aljabar Boolean sebelumnya: (i) a . (b + c) = (a . b) + (a . c) (ii) a + (b . c) = (a + b) . (a + c) Aksioma yang kedua diperoleh dari aksioma pertama dengan cara mengganti · dengan + dan mengganti + dengan ·. Prinsip ini dikenal dengan prinsip dualitas, prinsip 13 yang juga kita temukan di dalam teori himpunan maupun logika [Rinaldi Munir, 2005, p289]. Definisi prinsip dualitas di dalam aljabar Boolean adalah sebagai berikut. Misalkan S adalah kesamaan (identity) di dalam aljabar Boolean yang melibatkan operator +, ·, dan ‘, maka jika pernyataan S* diperoleh dari S dengan cara mengganti · dengan +, + dengan ·, 0 dengan 1, 1 dengan 0 dan membiarkan operator komplemen tetap apa adanya, maka kesamaan S* juga benar. S* disebut sebagai dual dari S. 2.5 Hukum–Hukum Aljabar Boolean Ada banyak hukum di dalam aljabar Boolean. Beberapa literatur bervariasi dalam mengungkapkan jumlah hukum pada aljabar Boolean, tetapi hukum–hukum yang paling penting ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 2.5 Tabel hukum–hukum aljabar Boolean (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p290) 1. Hukum identitas: 2. Hukum idempoten: (i) a + 0 = a (i) a + a = a (ii) a . 1 = a (ii) a . a = a 3. Hukum komplemen: 4. Hukum dominansi: (i) a + a’ = 1 (i) a . 0 = 0 (ii) a . a’ = 0 (ii) a + 1 = 1 5. Hukum involusi: (i) (a’)’ = a 6. Hukum penyerapan: (i) a + (a . b) = a (ii) a . (a + b) = a 7. Hukum komulatif: 8. Hukum asosiatif: (i) a + b = b + a (i) a + (b + c) = (a + b) + c (ii) a . b = b . a (ii) a . (b . c) = (a . b) . c 14 9. Hukum distributif: 10. Hukum De Morgan : (i) a + (b . c) = (a + b) . (a + c) (i) (a + b)’ = a’b’ (ii) a . (b + c) = (a . b) + (a . c) (ii) (a . b)’ = a’ + b’ 11. Hukum komplemen: (i) 0’ = 1 (ii) 1’ = 0 Selanjutnya dapat memperoleh hukum–hukum aljabar Boolean dari hukum– hukum aljabar dengan cara mempertukarkan ∪ dengan +, atau 0 dengan + ∩ dengan ·, atau 0 dengan · U dengan 1, atau T dengan 1 0 dengan 0, atau F dengan 0. Perhatikanlah bahwa hukum yang ke-(ii) dari setiap hukum di atas merupakan dual dari hukum yang ke-(i). Sebagai contoh, Hukum komutatif: dualnya: Hukum asosiatif: dualnya: Hukum distributif: dualnya: a+b=b+a a.b=b.a a + (b + c) = (a + b) + c a . (b . c) = (a . b) . c a + (b . c) = (a + b) . (a + c) a . (b + c) = (a . b) + (a . c) 15 2.6 Fungsi Boolean Fungsi Boolean (disebut juga fungsi biner) adalah pemetaan dari Bn ke B melalui ekspresi Boolean, dapat dituliskan sebagai f : Bn B yang dalam hal ini Bn adalah himpunan yang beranggotakan pasangan terurut ganda-n (ordered n-tuple) di dalam daerah asal B [Rinaldi Munir, 2005, p293]. Misalkan ekspresi Boolean dengan n peubah adalah E(x1, x2, ..., xn). Menurut definisi di atas, setiap pemberian nilai–nilai kepada peubah x1, x2, ..., xn merupakan suatu pasangan terurut ganda-n di dalam daerah asal Bn dan nilai ekspresi tersebut adalah bayangannya di dalam daerah hasil B. Dengan kata lain, setiap ekspresi Boolean tidak lain merupakan fungsi Boolean. Misalkan sebuah fungsi Boolean adalah f(x, y, z) = xyz + x’y + y’z. Fungsi f memetakan nilai–nilai pasangan terurut ganda-3 (x, y, z) ke himpunan {0, 1}. Contoh pasangan terurut ganda-3 misalnya (1, 0, 1) yang berarti x = 1, y = 0, dan z = 1 sehingga f(1, 0, 1) = 1 . 0 . 1 + 1’ . 0 + 0’ . 1 = 0 + 0 + 1 = 1. Selain secara aljabar, fungsi Boolean juga dapat dinyatakan dengan tabel kebenaran dan dengan rangkaian logika. Tabel kebenaran berisi nilai–nilai fungsi untuk semua kombinasi nilai–nilai peubahnya. Jika fungsi Boolean dinyatakan dengan tabel kebenaran, maka untuk fungsi Boolean dengan n buah peubah, kombinasi dari nilai peubah–peubahnya adalah sebanyak 2n. Ini berarti terdapat 2n baris yang berbeda di dalam tabel kebenaran tersebut. Misalkan n = 3, maka akan terdapat 23 = 8 baris tabel. Cara yang praktis membuat semua kombinasi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Untuk peubah pertama, isi 4 baris pertama pada kolom pertama dengan sebuah 0 dan 4 baris selanjutnya dengan sebuah 1 berturut–turut. 16 2. Untuk peubah kedua, isi 2 baris pertama pada kolom kedua dengan 0 dan 2 baris berikutnya dengan 1, 2 baris berikutnya 0 lagi, dan 2 baris terakhir dengan 1. 3. Untuk peubah ketiga, isi kolom ketiga secara berselang–seling dengan 0 dan 1 mulai baris pertama sampai baris terakhir. Fungsi Boolean tidak selalu unik pada representasi ekspresinya. Artinya, dua buah fungsi yang ekspresi Booleannya berbeda dapat menyatakan dua buah fungsi yang sama. Misalkan f dan g adalah ekspresi dari suatu fungsi Boolean. Fungsi f dan g dikatakan merupakan fungsi yang sama jika keduanya memiliki nilai yang sama pada tabel kebenaran untuk setiap kombinasi peubah–peubahnya. Sebagai contoh, fungsi: f(x, y, z) = x’y’z + x’yz + xy’ dan g(x, y, z) = x’z + xy’ adalah dua buah fungsi Boolean yang sama. Kesamaan ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.6 Tabel kebenaran fungsi f dan g (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p295) x y z f = x’y’z + x’yz + xy’ g = x’z + xy’ 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 17 Jika sebuah fungsi Boolean tidak unik dalam representasi ekspresinya, dapat ditemukan ekspresi Boolean lainnya yang menspesifikasikan fungsi yang sama dengan melakukan manipulasi aljabar terhadap ekspresi Boolean. Yang dimaksud dengan memanipulasi atau menyederhanakan fungsi Boolean adalah menggunakan hukum– hukum aljabar Boolean untuk menghasilkan bentuk yang ekivalen. Sebagai contoh: f(x, y, z) = x’y’z + x’yz + xy’ = x’z(y’ + y) + xy’ (Hukum distributif) = x’z . 1 + xy’ (Hukum komplemen) = x’z + xy’ (Hukum identitas) Manipulasi aljabar pada ekspresi Boolean disebut juga dengan penyederhanaan fungsi Boolean. 2.7 Komplemen Fungsi Boolean Bila sebuah fungsi Boolean dikomplemenkan, kita memperoleh fungsi komplemen. Fungsi komplemen berguna pada saat kita melakukan penyederhanaan fungsi Boolean [Rinaldi Munir, 2005, p296]. Fungsi komplemen dari suatu fungsi f, yaitu f ’ dapat dicari dengan dua cara berikut. 1. Cara pertama: menggunakan hukum De Morgan Hukum De Morgan untuk dua buah peubah, x1 dan x2 adalah (i) (x1 + x2)’ = x1’x2’ (ii) dan dualnya: (x1 . x2)’ = x1’ + x2’ 18 Hukum De Morgan untuk tiga buah peubah, x1, x2 dan x3 adalah (x1 + x2 + x3)’ = (x1 + y’) , yang dalam hal ini y = x2 + x3 (i) = x1’y’ = x1’(x2 + x3)’ = x1’x2’x3’ dan dualnya : (x1 . x2 . x3)’ = x1’ + x2’ + x3’ (ii) Hukum De Morgan untuk n buah peubah, x1, x2, ... ,xn, adalah (iii) (x1 + x2 + ... + xn)’ = x1’ x2’ ... xn’ (iv) dan dualnya : (x1 . x2 . ... . xn)’ = x1’ + x2’ + ... + xn’ 2. Cara kedua: menggunakan prinsip dualitas. Tentukan dual dari ekspresi Boolean yang merepresentasikan f, lalu komplemenkan setiap literal di dalam dual tersebut. Bentuk akhir yang diperoleh menyatakan fungsi komplemen. Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka dual dari ekspresi Boolean nya adalah x + (y’ + z’) (y + z) Komplemenkan tiap literal dari dual di atas menjadi x’ + (y + z) (y’ + z’) = f ’ Jadi, f‘(x, y, z) = x’ + (y + z) (y’ + z’) 2.8 Bentuk Kanonik Ekspresi Boolean yang menspesifikasikan suatu fungsi dapat disajikan dalam dua bentuk. Pertama, sebagai penjumlahan dari hasil kali dan kedua sebagai perkalian dari hasil jumlah. Misalnya, 19 f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz dan g(x, y, z) = (x + y + z) (x + y’ + z) (x + y’ + z’) (x’ + y + z’) (x’ + y’ + z) adalah dua buah fungsi yang sama (dapat ditunjukkan dengan tabel kebenarannya). Fungsi yang pertama, f, muncul dalam bentuk penjumlahan dari hasil kali, sedangkan fungsi yang kedua, g, muncul dalam bentuk perkalian dari hasil jumlah [Rinaldi Munir, 2005, p298]. Perhatikan juga bahwa setiap suku (term) di dalam ekspresi mengandung literal yang lengkap dalam peubah x, y dan z, baik peubahnya tanpa komplemen maupun dengan komplemen. Ada dua macam bentuk term, yaitu minterm (hasil kali) dan maxterm (hasil jumlah). Ekspresi Boolean yang dinyatakan sebagai penjumlahan dari satu atau lebih minterm atau perkalian dari satu atau lebih maxterm disebut dalam bentuk kanonik. Jadi, ada dua macam bentuk kanonik: 1. Penjumlahan dari hasil kali (Sum-of-Product atau SOP) 2. Perkalian dari hasil jumlah (Product-of-Sum atau POS) Fungsi f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz dikatakan dalam bentuk SOP dan fungsi g(x, y, z) = (x + y + z) (x + y’ + z) (x + y’ + z’) (x’ + y + z’) (x’ + y’ + z) dikatakan dalam bentuk POS. Nama lain untuk SOP adalah bentuk normal disjungtif (disjunctive normal form) dan nama lain POS adalah bentuk normal konjungtif (conjunctive normal form). Minterm dilambangkan sebagai huruf m kecil berindeks. Indeks menyatakan nilai desimal dari string biner yang merepresentasikan term. Misalnya pada term dengan 2 peubah x dan y, indeks 0 pada m0 menyatakan nilai desimal dari 00 (x = 0 dan y = 0), indeks 1 pada m1 menyatakan nilai desimal dari 01 (x = 0 dan y = 1) dan seterusnya. 20 Jadi, untuk minterm dari 3 peubah (x, y, dan z), jika ditulis m6 maka ini berarti minterm xyz’ karena 6 (desimal) = 110 (biner); di sini x = 1, y = 1 dan z = 0. Peubah x dan y dinyatakan tanpa komplemen sedangkan peubah z dinyatakan dengan komplemen karena bernilai 0, sehingga ditulis xyz’. Maxterm dilambangkan sebagai huruf M besar berindeks. Indeks menyatakan nilai desimal dari string biner yang merepresentasikan x + y. Misalnya pada term dengan 2 peubah x dan y, indeks 0 pada M0 menyatakan nilai desimal dari 00 (x = 0 dan y = 0), indeks 1 pada M1 menyatakan nilai desimal dari 01 (x = 0 dan y = 1) dan seterusnya. Jadi, untuk maxterm dari 3 peubah (x, y, dan z), jika ditulis M6 maka ini berarti maxterm x’ + y’ + z karena 6 (desimal) = 110 (biner); di sini x = 1, y = 1 dan z = 0. Peubah x dan y dinyatakan dengan komplemen sedangkan peubah z dinyatakan tanpa komplemen karena bernilai 0, sehingga ditulis x’ + y’ + z. Tabel 2.7 Tabel minterm dan maxterm dengan 2 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p299) Minterm Maxterm x y Suku Lambang Suku Lambang 0 0 x’y’ m0 x+y M0 0 1 x’y m1 x + y’ M1 1 0 xy’ m2 x’ + y M2 1 1 xy m3 x’ + y’ M3 21 Tabel 2.8 Tabel minterm dan maxterm dengan 3 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p300) Minterm Maxterm x y y Suku Lambang Suku Lambang 0 0 0 x’y’z’ m0 x+y+z M0 0 0 1 x’y’z m1 x + y + z’ M1 0 1 0 x’yz’ m2 x + y’ + z M2 0 1 1 x’yz m3 x + y’ + z’ M3 1 0 0 xy’z’ m4 x’ + y + z M4 1 0 1 xy’z m5 x’ + y + z’ M5 1 1 0 xyz’ m6 x’ + y’ + z M6 1 1 1 xyz m7 x’ + y’ + z’ M7 Untuk membentuk fungsi dalam bentuk SOP, tinjau kombinasi nilai–nilai peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 1. Misalkan kombinasi nilai–nilai peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 1 adalah 001, 100, dan 111, maka bentuk SOP fungsi tersebut adalah: f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz atau (dengan menggunakan lambang minterm) dapat ditulis f(x, y, z) = m1 + m4 + m7 = 3(1, 4, 7). Untuk membentuk fungsi dalam bentuk POS, tinjau kombinasi nilai–nilai peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 0. Misalkan kombinasi nilai– nilai peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 0 adalah 000, 010, 101, dan 110, maka bentuk POS fungsi tersebut adalah f(x, y, z) = (x + y + z) (x + y’ + z) (x’ + y + z’) (x’ + y’ + z) atau (dengan menggunakan lambang maxterm) dapat ditulis f(x, y, z) = M0 + M2 + M5 + M6 = ϑ(0, 2, 5, 6). 22 Notasi 3 dan ϑ berguna untuk mempersingkat penulisan ekspresi dalam bentuk SOP dan POS. 2.9 Konversi Antar Bentuk Kanonik Fungsi Boolean dalam bentuk kanonik SOP dapat ditransformasi ke bentuk kanonik POS, demikian pula sebaliknya [Rinaldi Munir 2005, p303]. Misalkan f adalah fungsi Boolean dalam bentuk SOP dengan tiga peubah: f(x, y, z) = 3(1, 4, 5, 6, 7) dan f ’ adalah fungsi komplemen dari f, f ‘(x, y, z) = 3(0, 2, 3) = m0 + m2 + m3 Dengan menggunakan hukum De Morgan, kita dapat memperoleh fungsi f dalam bentuk POS: f ‘(x, y, z) = (f ‘(x, y, z))‘ = (m0 + m2 + m3)’ = m0’ . m2’ . m3’ = (x’y’z’)’ . (x’yz’)’ . (x’yz)’ = (x + y + z) . (x + y’ + z) . (x + y’ + z’) = M0 M2 M3 = M0 M2 M3 Jadi, f (x, y, z) = ϑ(0, 2, 3) = 3(1, 4, 5, 6, 7) 23 2.10 Bentuk Baku Dua bentuk kanonik adalah bentuk dasar yang diperoleh dengan membaca fungsi dari tabel kebenaran. Bentuk ini umumnya sangat jarang muncul, karena setiap suku (term) di dalam bentuk kanonik harus mengandung literal lengkap, baik dalam bentuk normal (x) atau dalam bentuk komplemennya (x’) [Rinaldi Munir, 2005, p304]. Cara lain untuk mengekspresikan fungsi Boolean adalah bentuk baku (standard). Pada bentuk ini, suku–suku yang membentuk fungsi dapat mengandung satu, dua, atau sejumlah literal. Dua tipe bentuk baku adalah bentuk baku SOP dan bentuk baku POS. Contohnya, f(x, y, z) = y’ + xy + x’yz (bentuk baku SOP) f(x, y, z) = x(y’ + z)(x’ + y + z’) (bentuk baku POS) Perbedaan antara bentuk kanonik dan bentuk baku adalah, pada bentuk kanonik, setiap term harus mengandung literal lengkap, sedangkan pada bentuk baku setiap term tidak mengandung literal lengkap. 2.11 Penyederhanaan Fungsi Boolean Fungsi Boolean seringkali mengandung operasi–operasi yang tidak perlu, literal atau suku–suku yang berlebihan. Oleh karena itu, fungsi Boolean dapat disederhanakan lebih lanjut. Menyederhanakan fungsi Boolean artinya mencari bentuk fungsi lain yang ekivalen tetapi dengan jumlah literal atau operasi yang lebih sedikit. Penyederhanaan fungsi Boolean disebut juga minimisasi fungsi [Rinaldi Munir, 2005, p308]. Dipandang dari segi aplikasi aljabar Boolean, fungsi Boolean yang lebih sederhana berarti rangkaian logikanya juga lebih sederhana (menggunakan jumlah 24 gerbang logika lebih sedikit). Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menyederhanakan fungsi Boolean: 1. Secara aljabar, menggunakan hukum–hukum aljabar Boolean. 2. Metode Peta Karnaugh. 3. Metode Quine-McCluskey (metode tabulasi). 2.11.1 Penyederhanaan Fungsi Boolean Secara Aljabar Jumlah literal di dalam sebuah fungsi Boolean dapat diminimumkan dengan trik manipulasi aljabar. Sayangnya, tidak ada aturan khusus yang harus diikuti yang akan menjamin menuju ke jawaban akhir. Metode yang tersedia adalah prosedur yang cutand-try yang memanfaatkan postulat, hukum–hukum dasar, dan metode manipulasi lain yang sudah dikenal [Rinaldi Munir, 2005, p309]. Sebagai contoh : f(x, y, z) = xz’ + y’z + xyz’ = xz’ . 1 + y’z + xyz’ (Hukum identitas) = xz’ (1 + y) + y’z (Hukum distributif) = xz’ . 1 + y’z (Hukum dominansi) f(x, y, z) = xz’ + y’z (Hukum identitas) 2.11.2 Metode Peta Karnaugh Metode Peta Karnaugh (atau K-map) merupakan metode grafis untuk menyederhanakan fungsi Boolean. Metode ini ditemukan oleh Maurice Karnaugh pada tahun 1953. Peta Karnaugh adalah sebuah diagram/peta yang terbentuk dari kotak–kotak (berbentuk bujursangkar) yang bersisian. Tiap kotak merepresentasikan sebuah minterm. 25 Tiap kotak dikatakan bertetangga jika minterm–minterm yang merepresentasikannya berbeda hanya 1 buah literal [Kenneth H. Rosen, 2000, p612]. Peta Karnaugh dapat dibentuk dari fungsi Boolean yang dispesifikasikan dengan ekspresi Boolean maupun fungsi yang direpresentasikan dengan tabel kebenaran. a. Peta Karnaugh dengan Dua Peubah Misalkan dua peubah di dalam fungsi Boolean adalah x dan y. Baris pada peta Karnaugh untuk peubah x dan kolom untuk peubah y. Baris pertama diidentifikasi nilai 0 (menyatakan x’), sedangkan baris kedua dengan 1 (menyatakan x). Kolom pertama diidentifikasi nilai 0 (menyatakan y’), sedangkan kolom kedua dengan 1 (menyatakan y). Setiap kotak merepresentasikan minterm dari kombinasi baris dan kolom yang bersesuaian. Berikut terdapat tiga cara yang lazim digunakan sejumlah literatur dalam menggambarkan peta Karnaugh untuk dua peubah. m0 m1 m2 m3 Gambar 2.1 Penyajian 1 - Peta Karnaugh dengan 2 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p310) y 0 1 x 0 x’y’ x’y 1 xy’ xy Gambar 2.2 Penyajian 2 - Peta Karnaugh dengan 2 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p310) 26 y’ y x’ x’y’ x’y x xy’ xy Gambar 2.3 Penyajian 3 - Peta Karnaugh dengan 2 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p285) Perhatikan bahwa dua kotak yang bertetangga pada peta Karnaugh hanya berbeda satu bit atau satu literal. b. Peta Karnaugh dengan Tiga Peubah Untuk fungsi Boolean dengan tiga peubah (misalkan x, y dan z), jumlah kotak di dalam peta Karnaugh meningkat menjadi 23 = 8. Baris pada peta Karnaugh untuk peubah x dan kolom untuk peubah yz. Baris pertama diidentifikasi nilai 0 (menyatakan x’), sedangkan baris kedua dengan 1 (menyatakan x). Kolom pertama diidentifikasi nilai 00 (menyatakan x’y’), kolom kedua diidentifikasi nilai 01 (menyatakan xy’), kolom ketiga diidentifikasi 11 (menyatakan xy). Perhatikanlah bahwa antara satu kolom dengan kolom berikutnya hanya berbeda satu bit. Setiap kotak merepresentasikan minterm dari kombinasi baris dan kolom yang bersesuaian. yz 00 01 11 10 x 0 x’y’z’ x’y’z x’yz x’yz’ 1 xy’z’ xy’z xyz xyz’ Gambar 2.4 Peta Karnaugh dengan 3 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p312) 27 c. Peta Karnaugh dengan Empat Peubah Misalkan empat peubah di dalam fungsi Boolean adalah w, x, y dan z. Jumlah kotak di dalam peta Karnaugh meningkat menjadi 24 = 16. Baris pada peta Karnaugh untuk peubah wx dan kolom untuk peubah yz. Baris pertama diidentifikasi nilai 00 (menyatakan w’x’), baris kedua dengan 01 (menyatakan w’x), baris ketiga dengan 11 (menyatakan wx) dan baris keempat dengan 10 (menyatakan wx’). Kolom pertama diidentifikasi nilai 00 (menyatakan y’z’), kolom kedua diidentifikasi nilai 01 (menyatakan yz’), kolom ketiga diidentifikasi nilai 11 (menyatakan yz), sedangkan kolom keempat diidentifikasi dengan nilai 00 (menyatakan yz’). Setiap kotak merepresentasikan minterm dari kombinasi baris dan kolom yang bersesuaian. yz 00 01 11 10 wx 00 w’x’y’z’ w’x’y’z w’x’yz w’x’yz’ 01 w’xy’z’ w’xy’z w’xyz w’xyz’ 11 wxy’z’ wxy’z wxyz wxyz’ 10 wx’y’z’ wx’y’z wx’yz wx’yz’ Gambar 2.5 Peta Karnaugh dengan 4 peubah (Sumber: Rinaldi Munir, 2005, p315) 2.11.3 Metode Quine-McCluskey Metode peta Karnaugh hanya cocok digunakan jika fungsi Boolean mempunyai jumlah peubah yang tidak banyak. Jika peubah yang terlibat pada suatu fungsi Boolean dalam jumlah yang besar maka penggunaan peta Karnaugh menjadi semakin rumit, sebab ukuran peta bertambah besar. Selain itu, metode peta Karnaugh lebih sulit diprogram dengan komputer karena diperlukan pengamatan visual untuk 28 mengidentifikasi minterm–minterm yang akan dikelompokkan. Untuk itu diperlukan metode penyederhanaan yang lain yang dapat diprogram dan dapat digunakan untuk fungsi Boolean dengan sembarang jumlah peubah. Metode alternatif tersebut adalah metode Quine-McCluskey [ Kenneth H. Rosen, 2000, p619]. Metode Quine-McCluskey adalah sebuah metode yang digunakan untuk menyederhanakan fungsi Boolean, khususnya fungsi Boolean yang memiliki jumlah peubah yang besar (di atas 6 buah). Metode Quine-McCluskey dikembangkan oleh W.V. Quine dan E.J. McCluskey pada tahun 1950 [Rinaldi Munir, 2005, p334]. Metode ini mengubah sebuah fungsi Boolean menjadi sebuah himpunan bentuk prima, di mana sebanyak mungkin peubah dieliminasi (dihilangkan) secara maksimal, hingga didapat fungsi Boolean yang paling sederhana. Ini dapat dilakukan dengan melakukan perulangan penggunaan hukum komplemen, a + a’ = 1. Sebagai contoh, fungsi Boolean dengan empat peubah dalam bentuk SOP: f(a, b, c, d) = 3(3, 11) = 3(0011, 1011) = a’b’cd + ab’cd dan f(a, b, c, d) = 3(7, 11) = 3(0111, 1011) = a’b’cd + ab’cd. a b c d ------3 0 0 1 1 11 1 0 1 1 ------BENTUK PRIMA -> (3,11) - 0 1 1 Contoh (a) a b c d 7 11 ------0 1 1 1 1 0 1 1 ------? Contoh (b) Pada contoh(a), kedua minterm tersebut dapat dikombinasikan menjadi sebuah bentuk prima yaitu (3,11), karena memiliki tepat satu perbedaan bit pada posisi bit nomor satu. Hasil kombinasi dalam bentuk prima (3,11) menyatakan bahwa peubah ‘a’ telah dieleminasi. Hal ini sesuai dengan hukum komplemen, a + a’ = 1. 29 Pada contoh(b), kedua minterm tersebut tidak dapat dikombinasikan menjadi sebuah bentuk prima, karena memiliki dua perbedaan bit pada posisi bit nomor satu dan dua. Setiap kombinasi dari minterm yang dapat membentuk sebuah bentuk prima baru harus memiliki tepat satu perbedaan bit pada posisi yang sama. Secara umum, langkah–langkah metode Quine-McCluskey untuk menyederhanakan ekspresi Boolean dalam bentuk SOP adalah sebagai berikut. 1. Nyatakan tiap minterm dalam n peubah menjadi string bit yang panjangnya n, yang dalam hal ini peubah komplemen dinyatakan dengan ‘0’, peubah yang bukan komplemen dengan ‘1’. 2. Kelompokkan tiap minterm berdasarkan jumlah ‘1’ yang dimilikinya. 3. Kombinasikan minterm dalam n peubah dengan kelompok lain yang jumlah ‘1’-nya berbeda satu, sehingga diperoleh bentuk prima (prime-implicant) yang terdiri dari n - 1 peubah. Minterm yang dikombinasikan diberi tanda “√”. 4. Kombinasikan minterm dalam n – 1 peubah dengan kelompok lain yang jumlah ‘1’nya berbeda satu, sehingga diperoleh bentuk prima yang terdiri dari n – 2 peubah. 5. Teruskan langkah 4 sampai diperoleh bentuk prima yang sesederhanan mungkin. 6. Ambil semua bentuk prima yang tidak bertanda “√”. Buatlah tabel baru yang memperlihatkan minterm dari ekspresi Boolean semula yang dicakup oleh bentuk prima tersebut (tandai dengan “×”). Setiap minterm harus dicakup oleh paling sedikit satu buah bentuk prima. 7. Pilih bentuk prima yang memiliki jumlah literal paling sedikit namun mencakup sebanyak mungkin minterm dari ekspresi Boolean semula. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut. 30 a. Tandai kolom–kolom yang mempunyai satu buah tanda “×” dengan tanda “*”, lalu beri tanda “√” di sebelah kiri bentuk prima yang berasosiasi dengan tanda “*” tersebut. Bentuk prima ini telah dipilih untuk fungsi Boolean sederhana. b. Untuk setiap bentuk prima yang telah ditandai dengan “√”, beri tanda minterm yang dicakup oleh bentuk prima tersebut dengan tanda “√” (di baris bawah setelah “*”). c. Periksa apakah masih ada minterm yang belum dicakup oleh bentuk prima terpilih. Jika ada, pilih dari bentuk prima yang tersisa yang mencakup sebanyak mungkin minterm tersebut. Beri tanda “√” bentuk prima yang dipilih itu serta minterm yang dicakupnya. d. Ulangi langkah c sampai seluruh minterm sudah dicakup oleh semua bentuk prima. Langkah–langkah penyederhanaan metode Quine-McCluskey di atas juga berlaku untuk penyederhanaan fungsi Boolean dalam bentuk POS. Perhatikan bahwa bentuk fungsi output selalu sama dengan bentuk fungsi input, artinya input dalam bentuk SOP akan menghasilkan output dalam bentuk dalam SOP, dan demikian pula untuk bentuk POS. Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Bentuk input dalam bentuk SOP: f(w, x, y, z) = 3(1, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 15) 31 Langkah–langkah minimisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. (Langkah 1 dan langkah 2) Konversikan nilai minterm ke bentuk biner dengan panjang sebesar n peubah (4 bit) dan kelompokkan tiap minterm berdasarkan jumlah bit ‘1’ yang dimilikinya. )))))))))))))))) term w x y z )))))))))))))))) 1 0 0 0 1 4 0 1 0 0 8 1 0 0 0 )))))))))))))))) 6 0 1 1 0 9 1 0 0 1 10 1 0 1 0 )))))))))))))))) 7 0 1 1 1 11 1 0 1 1 )))))))))))))))) 15 1 1 1 1 )))))))))))))))) (Jumlah bit '1 ' = 1 buah). (Jumlah bit '1' = 2 buah). (Jumlah bit '1 ' = 3 buah). (Jumlah bit '1' = 4 buah). (Langkah 3 sampai 5) Kombinasikan term atau bentuk prima yang memiliki perbedaan tepat satu bit pada posisi yang sama. Hasil kombinasi merupakan bentuk prima baru. Lakukan hingga didapat bentuk prima sesederhana mungkin. Term atau bentuk prima yang dikombinasikan diberi tanda ‘√’. )))))))))))))))) term w x y z )))))))))))))))) 1 0 0 0 1 4 0 1 0 0 8 1 0 0 0 )))))))))))))))) 6 0 1 1 0 9 1 0 0 1 10 1 0 1 0 )))))))))))))))) 7 0 1 1 1 11 1 0 1 1 )))))))))))))))) 15 1 1 1 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ )))))))))))))))) term w x y z )))))))))))))))) 1,9 - 0 0 1 4,6 0 1 – 0 8,9 1 0 0 8,10 1 0 – 0 )))))))))))))))) 6,7 0 1 1 9,11 1 0 – 1 10,11 1 0 1 )))))))))))))))) 7,15 - 1 1 1 11,15 1 - 1 1 )))))))))))))))) √ √ √ √ ))))))))))))))))))) term w x y z ))))))))))))))))))) 8,9,10,11 1 0 - - √ 8,10,9,11 1 0 - - √ )))))))))))))))))))) 32 (Langkah 6) Ambil semua bentuk prima yang tidak bertanda “√”. Buatlah tabel baru yang memperlihatkan minterm dari ekspresi Boolean semula yang dicakup oleh bentuk prima tersebut (tandai dengan “×”). Setiap minterm harus dicakup oleh paling sedikit satu buah bentuk prima. (Langkah 7.a) Tandai kolom–kolom yang mempunyai satu buah tanda “×” dengan tanda “*”, lalu beri tanda “√” di sebelah kiri bentuk prima yang berasosiasi dengan tanda “*” tersebut. Bentuk prima ini telah dipilih untuk fungsi Boolean sederhana. 33 (Langkah 7.b) Untuk setiap bentuk prima yang telah ditandai dengan “√”, beri tanda minterm yang dicakup oleh bentuk prima tersebut dengan tanda “√” (di baris bawah setelah “*”). (Langkah 7.c dan 7.d) Sampai tahap ini, masih ada minterm yang belum tercakup dalam bentuk prima terpilih, yaitu 7, 15. Untuk mencakup minterm tersebut, dipilih bentuk prima (7,15), karena mencakup minterm 7 dan 15 sekaligus. )))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))) minterm ))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))) Bentuk prima 1 4 6 7 8 9 10 11 15 )))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))) v 1,9 x x v 4,6 x x 6,7 x x v 7,15 x x 11,15 x x v 8,9,10,11 x x x x ))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))) * * * * v v v v v v v v v )))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))) 34 Sekarang, semua minterm sudah tercakup dalam bentuk prima terpilih. Bentuk prima yang terpilih adalah sebagai berikut. 1,9 yang bersesuaian dengan term x' y' z 4,6 yang bersesuaian dengan term w' xz' 7,15 yang bersesuaian dengan term xyz 8,9,10,11 yang bersesuaian dengan term wx' Dengan demikian, fungsi Boolean hasil penyederhanaan dengan metode QuineMcCluskey adalah: f(w, x, y, z) = x' y' z + w' xz' + xyz + wx'. 2.12. Teori Perancangan Program Menurut Pressmann (2005, p.36), perangkat lunak didefinisikan sebagai berikut. a. Instruksi-instruksi yang jika dijalankan memberikan fungsi dan kerja yang diinginkan. b. Struktur data yang membuat program mampu memanipulasi suatu informasi. c. Dokumen-dokumen yang menjelaskan operasi dan pemakaian suatu program. Perangkat lunak dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu: a. Sistem operasi, yang mengontrol jalannya komputer. b. Aplikasi yang dapat mengerjakan berbagai fungsi atau tugas yang diinginkan manusia dalam menggunakan komputer. Perangkat lunak berbeda dengan perangkat keras. Perangkat lunak merupakan suatu elemen sistem yang bersifat logis, bukan fisik dan tidak berwujud nyata. Perangkat lunak memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut. a. Perangkat lunak dikembangkan dan direkayasa. Perangkat lunak tidak dirakit seperti perangkat keras. 35 Perangkat lunak tidak dapat dirusak, tetapi dapat mengalami kegagalan fungsi, b. walaupun kegagalan ini dapat diperbaiki. Sedangkan perangkat keras dapat rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga harus diganti jika sudah tidak mungkin diperbaiki. Pemeliharaan perangkat lunak lebih rumit daripada perangkat keras. c. Perangkat lunak dibuat mulai dari komponen terkecil kemudian digabungkan, sehingga dapat membentuk suatu fungsi tertentu. Sedangkan perangkat keras dirakit dari berbagai komponen yang sudah ada. Untuk membuat sebuah perangkat lunak, Pressmann (2005, p.79), mengusulkan paradigma yang dapat dipakai sebagai pendekatan yang digunakan untuk perancangan perangkat lunak. Model waterfall merupakan pendekatan paradigma paling kuno dan paling banyak dipakai dalam pembuatan perangkat lunak yang sudah menjadi pola dasar dalam paradigma-paradigma lainnya. Communication Planning project initiation requirements gathering estimating schedulin g tracking Modeling analysis design Construction code test Deployment delivery support feedback Gambar 2.6 The Waterfall Model (sumber: Roger S. Pressman, 2005, p.79) Communication Aktivitas dalam kerangka ini melibatkan komunikasi dan kolaborasi/kerja sama dengan pelanggan. Meliputi pengumpulan persyaratan-persyaratan dan aktivitas lain yang berhubungan. 36 Planning Aktivitas dalam kerangka ini adalah menetapkan satu rencana untuk rekayasa perangkat lunak. - Menguraikan tugas-tugas teknis yang akan dilakukan - Memikirkan resiko yang mungkin terjadi - Mengumpulkan sumber daya yang diperlukan - Menentukan produk-produk yang ingin dihasilkan - Membuat satu rencana kerja Modeling Aktivitas dalam kerangka ini meliputi analisa permasalahan yang dihadapi, pembuatan model-model yang memudahkan pengembang dan pelanggan untuk lebih memahami persyaratan-persyaratan perangkat lunak dan juga menjelaskan bagaimana suatu sistem akan bekerja. Construction Aktivitas dalam kerangka ini adalah menerjemahkan spesifikasi desain ke dalam bahasa komputer dan memeriksa apakah pemrograman telah menghasilkan hasil yang diinginkan. Testing didesain untuk mendeteksi adanya error didalam coding. 37 Deployment Aktivitas dalam kerangka ini adalah sebagai berikut. - Mengirimkan perangkat lunak/sistem kepada para pelanggan - Mengevaluasi kembali perangkat lunak yang dikirimkan untuk mengakomodasi perubahan dalam situasi bisnis - Menyediakan umpan balik yang didasarkan pada evaluasi (menambah fungsi atau feature baru ke dalam sistem). 2.13 Interaksi Manusia dan Komputer Menurut Shneiderman (2005, p4), Interaksi manusia dan komputer merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan, perancangan, evaluasi, dan implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya. Pada interaksi manusia dan komputer ditekankan pada pembuatan antarmuka pemakai (user interface), dimana user interface yang dibuat diusahakan sedemikian rupa sehingga seorang user dapat dengan baik dan nyaman menggunakan aplikasi perangkat lunak dibuat. Antar muka pemakai (user interface) adalah bagian sistem komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer. Tujuan antar muka pemakai adalah agar sistem komputer dapat digunakan oleh pemakai (user interface), istilah tersebut digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang dimiliki oleh piranti lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan dan dapat membantu menyelesaikan suatu persoalan dengan hasil yang sesuai dengan keinginan pengguna atau biasa disebut user friendly. 38 Pedoman untuk menghasilkan suatu rancangan antar muka program yang user friendly adalah dengan menggunakan pedoman Eight Golden Rules. Eight Golden Rules tersebut menjelaskan mengenai beberapa aturan yang diperbolehkan dan tidaj diperbolehkan sebagai pedoman untuk merancang antar muka program. Kedelapan aturan tersebut, yaitu: a. Strive for consistency, konsistensi dalam perancangan antar muka; b. Enable frequent user to use shorcuts, memungkinkan pengguna menggunakan shortcuts secara berkala; c. Offer informative feed back, memberikan umpan balik yang informative; d. Design dialogs to yield closure, merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir; e. Offer simple error handling, memberikan penanganan kesalahan yang sederhana; f. Permit easy reversal of actions, mengijinkan pembalikkan aksi dengan mudah; g. Support internal locus of control, mendukung pengguna menguasai system yang dibuat; h. Short-term memory load, mengurangi beban jangka pendek kepada pengguna. 39 2.14 UML (Unified Modelling Language) UML (Unified Modeling Language) adalah sebuah bahasa yang berdasarkan grafik/gambar untuk memvisualisasi, menspesifikasikan, membangun, dan pendokumentasian dari sebuah sistem pengembangan software berbasis OO(ObjectOriented). UML sendiri juga memberikan standar penulisan sebuah sistem blue print, yang meliputi konsep bisnis proses, penulisan kelas-kelas dalam bahasa program yang spesifik, skema database, dan komponen-komponen yang diperlukan dalam sistem software [Joseph Schmuller 1999, p6]. UML sebagai sebuah bahasa yang memberikan vocabulary dan tatanan penulisan kata-kata dalam ‘MS Word’ untuk kegunaan komunikasi. Sebuah bahasa model adalah sebuah bahasa yang mempunyai vocabulary dan konsep tatanan / aturan penulisan serta secara fisik mempresentasikan dari sebuah sistem. Seperti halnya UML adalah sebuah bahasa standar untuk pengembangan sebuah software yang dapat menyampaikan bagaimana membuat dan membentuk model-model, tetapi tidak menyampaikan apa dan kapan model yang seharusnya dibuat yang merupakan salah satu proses implementasi pengembangan software. UML tidak hanya merupakan sebuah bahasa pemograman visual saja, namun juga dapat secara langsung dihubungkan ke berbagai bahasa pemograman, seperti JAVA, C++, Visual Basic, atau bahkan dihubungkan secara langsung ke dalam sebuah objectoriented database. Begitu juga mengenai pendokumentasian dapat dilakukan seperti; requirements, arsitektur, design, source code, project plan, tests, dan prototypes. Untuk dapat memahami UML membutuhkan bentuk konsep dari sebuah bahasa model, dan mempelajari 3 (tiga) elemen utama dari UML seperti building block, aturan-aturan yang 40 menyatakan bagaimana building block diletakkan secara bersamaan, dan beberapa mekanisme umum (common). Obyek dalam ‘software analysis & design’ adalah sesuatu berupa konsep (concept), benda (thing), dan sesuatu yang membedakannya dengan lingkungannya. Secara sederhana obyek adalah mobil, manusia, alarm dan lainlainnya. Tapi obyek dapat pula merupakan sesuatu yang abstrak yang hidup didalam sistem seperti tabel, database, event, system messages. Obyek dikenali dari keadaannya dan juga operasinya. Sebagai contoh sebuah mobil dikenali dari warnanya, bentuknya, sedangkan manusia dari suaranya. Ciri-ciri ini yang akan membedakan obyek tersebut dari obyek lainnya. Alasan mengapa saat ini pendekatan dalam pengembangan software dengan object-oriented, pertama adalah scalability dimana obyek lebih mudah dipakai untuk menggambarkan sistem yang besar dan komplek. Kedua dynamic modeling, adalah dapat dipakai untuk permodelan sistem dinamis dan real time. 2.13.1 Teknik Dasar OOA/D (Object-Oriented Analysis/Design) Dalam dunia pemodelan, metodologi implementasi obyek walaupun terikat kaidah-kaidah standar, namun teknik pemilihan obyek tidak terlepas pada subyektifitas software analyst & designer. Beberapa obyek akan diabaikan dan beberapa obyek menjadi perhatian untuk diimplementasikan di dalam sistem. Hal ini sah-sah saja karena kenyataan bahwa suatu permasalahan sudah tentu memiliki lebih dari satu solusi. Ada 3 (tiga) teknik/konsep dasar dalam OOA/D, yaitu pemodulan (encapsulation), penurunan (inheritance) dan polymorphism. 41 a. Pemodulan (Encapsulation) Pada dunia nyata, seorang ibu rumah tangga menanak nasi dengan menggunakan rice cooker, ibu tersebut menggunakannya hanya dengan menekan tombol. Tanpa harus tahu bagaimana proses itu sebenarnya terjadi. Disini terdapat penyembunyian informasi milik rice cooker, sehingga tidak perlu diketahui seorang ibu. Dengan demikian menanak nasi oleh si ibu menjadi sesuatu yang menjadi dasar bagi konsep information hiding. b. Penurunan (Inheritance) Obyek-obyek memiliki banyak persamaan, namun ada sedikit perbedan. Contoh dengan beberapa buah mobil yang mempunyai kegunaan yang berbeda-beda. Ada mobil bak terbuka seperti truk, bak tertutup seperti sedan dan minibus.Walaupun demikian obyek-obyek ini memiliki kesamaan yaitu teridentifikasi sebagai obyek mobil, obyek ini dapat dikatakan sebagai obyek induk (parent). Sedangkan minibus dikatakan sebagai obyek anak (child), hal ini juga berarti semua operasi yang berlaku pada mobil berlaku juga pada minibus. c. Polymorphism Pada obyek mobil, walaupun minibus dan truk merupakan jenis obyek mobil yang sama, namun memiliki juga perbedaan. Misalnya suara truk lebih keras dari pada minibus, hal ini juga berlaku pada obyek anak (child) melakukan metoda yang sama dengan algoritma berbeda dari obyek induknya. Hal ini yang disebut polymorphism, teknik atau konsep dasar lainnya adalah ruang lingkup/pembatasan. Artinya setiap obyek mempunyai ruang lingkup kelas, atribut, dan metoda yang dibatasi. 42 2.13.2. Komponen UML Pemodelan dengan UML terdiri dari 8 tipe diagram yang berbeda untuk memodelkan sistem perangkat lunak. Masing-masing diagram UML didesain untuk menunjukkan satu sisi dari bermacam-macamsudut pandang (perspektif) dan terdiri dari tingkat abstraksi yang berbeda. • Use Case Diagram Use case merupakan sebuah deskripsi dari sifat suatu sistem yang bersal dari pendirian seorang user. Use case diagram dibutuhkan untuk pengembangan sistem karena merupakan alat yang dapat menunjukkan perilaku dan apa yang dikerjakan oleh seorang user atau pengguna. Use-case diagram merupakan suatu bentuk diagram yang menggambarkan fungsi-fungsi yang diharapkan dari sebuah sistem yang dirancang. Dalam Use-case diagram penekanannya adalah “apa” yag diperbuat oleh sistem, dan bukan “bagaimana”. Sebuah use-case akan merepresentasikan sebuah interaksi antara pelaku atau actor dengan sistem. Use-case diagram yang digunakan dalam mercancang suatu sistem dapat sangat membantu pada saat kita menyusun requirement sebuah sistem, mengomunikasikannya dengan klien, dan merancang pengujian untuk semua fitur yang terdapat dalam sistem. Dalam suatu sistem aplikasi database, use-case diagram sangat membantu requierement apa saja yang diperlukan. Contoh : Gambar 2.7 Contoh Use Case Diagram 43 • Class Diagram Sebuah Class Diagram menunjukkan struktur yang statis dari beberapa class dalam suatu sistem. Class-class merepresentasikan suatu keadaan (atribut/properti) dan yang akan dikerjakan oleh sistem (metoda/fungsi). Class memiliki tiga area pokok yaitu: 1. Nama (dan stereotype) 2. Atribut 3. Metoda Atribut dan metoda dalam class diagram dapat memiliki salah satu sifat seperti berikut di bawah ini: • Private, hanya dapat diakses oleh class itu sendiri. • Protected, hanya dapat diakses oleh class itu sendiri dan turunan dari class tersebut. • Public, dapat diakses oleh class selain dari class yang bersangkutan. Class dapat direpresentasikan dalam sebuah interface atau sebaliknya merupakan implementasi dari sebuah interface yang berupa class abstrak yang hanya tidak memiliki attribute dan hanya memiliki metoda. Contoh: Mesin Cuci Merk Model Nomor seri Kapasitas Add pakain() Add deterjen() Remove pakain() Gambar 2.8 Contoh Class Diagram 44 • Object Diagram Salah satu alat dalam perancangan sistem yang digunakan untuk menjelaskan tentang nama obyek, atribut dan metode yang dipakai. Contoh: Kendaraan : Mobil dan motor Gambar 2.9 Contoh Object Diagram • State Diagram State Diagram mengambarkan seluruh state yang memungkinkan yang mana obyek-obyek dalam class dapat dimiliki dan kejadian-kejadian yang menyebabkan state berubah. Perubahan dalam suatu state disebut juga transisi (transition). Suatu transisi juga dapat memiliki sebuah aksi yang dihubungkan pada state, lebih spesifik apa yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan transisi state. Contoh: Gambar 2.10 contoh State Diagram (Sumber: Joseph Schmuller, 1999, p11) 45 • Activity Diagram Sebuah Activity Diagram menunjukkan suatu alur kegiatan secara berurutan. Activity Diagram digunakan untuk mendiskripsikan kegiatan-kegiatan dalam sebuah operasi meskipun juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan alur kegiatan yang lainnya seperti use case atau suatu interaksi. Contoh: Gambar 2.11 Contoh Activity Diagram (Sumber: Joseph Schmuller, 1999, p13) • Sequence Diagram Sequence Diagram merupakan diagram yang mengambarkan kolaborasi yang dinamis antara obyek satu dengan yang lain. Kolaborasi ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antar obyek di dalam dan di sekitar sistem yang berupa instruksi atau pesan yang berurutan. Sequence diagram umumnya digunakan untuk menggambarkan suatu skenario atau urutan langkah-langkah yang dilakukan baik oleh actor maupun sistem yang merupakan respon dari sebuah kejadian untuk mendapatkan hasil atau output. Contoh: 46 Gambar 2.11 Contoh Sequence Diagram • Collaboration Diagram Sebuah collaboration diagram menunjukkan kolaborasi yang dinamis yang mirip dengan sequence diagram. Collaboration diagram digambarkan sebagai sebuah object diagram dimana sejumlah obyek ditunjukkan disekitarnya dengan hubunganhubungannya. Contoh: Gambar 2.13 Contoh Collaboration Diagram (Sumber: Joseph Schmuller, 1999, p13) • Component Diagram Component Diagram menunjukkan struktur dan hubungan antar komponen software termasuk ketergantungan (dependency) diantara komponen-komponen tersebut. Contoh: 47 Gambar 2.14 Contoh Component Diagram • Deployment Diagram Deployment diagram menunjukkan arsitektur fisik pada hardware dan software pada suatu sistem yang dirancang. Deployment diagram juga dapat menunjukkan perangkat-perangkat dan nodes diantara hubungan yang dimilikinya antar komponen. Contoh: Gambar 2.15 Gambar contoh Deployment Diagram (Sumber: Joseph Schmuller, 1999, p14) 2.13.3 Flowchart Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan uruturutan prosedur dari suatu program. Flowchart menolong analis danprogrammer untuk memecahkan masalah kedalam segmen-segmen yang lebih kecil dan menolong dalam menganalisis alternatif-alternatif lain dalam pengoperasian. Flowchart biasanya mempermudah penyelesaian suatu masalah khususnya masalah yang perlu dipelajari dan dievaluasi lebih lanjut. 48 Jenis-Jenis Flowchart • Flowchart Sistem (System Flowchart) Flowchart sistem merupakan bagan yang menunjukkan alur kerja atau apa yang sedang dikerjakan di dalam sistem secara keseluruhan dan menjelaskan urutan dari prosedur-prosedur yang ada di dalam sistem. Dengan kata lain, flowchart ini merupakan deskripsi secara grafik dari urutan prosedur-prosedur yang terkombinasi yang membentuk suatu sistem. Flowchart sistem terdiri dari data yang mengalir melalui sistem dan proses yang mentransformasikan data itu. Data dan proses dalam flowchart sistem dapat digambarkan secara online (dihubungkan langsung dengan komputer) atau offline (tidak dihubungkan langsung dengan komputer, misalnya mesin tik, cash register atau kalkulator). • Flowchart Paperwork / Flowchart Dokumen (Document Flowchart) Flowchart paperwork menelusuri alur dari data yang ditulis melalui sistem. Flowchart paperwork sering disebut juga dengan Flowchart dokumen. Kegunaan utamanya adalah untuk menelusuri alur form dan laporan sistem dari satu bagian ke bagian lain baik bagaimana alur form dan laporan diproses, dicatat dan disimpan. • Flowchart Skematik Flowchart skematik mirip dengan Flowchart Sistem yang menggambarkan suatu sistem atau prosedur. Flowchart skematik ini bukan hanya menggunakan simbol-simbol flowchart standar, tetapi juga menggunakan gambar-gambar komputer, peripheral, formform atau peralatan lain yang digunakan dalam sistem. Flowchart skematik digunakan sebagai alat komunikasi antara analis sistem dengan seseorang yang tidak familiar dengan simbol-simbol flowchart yang konvensional. Pemakaian gambar sebagai ganti 49 dari simbol-simbol flowchart akan menghemat waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mempelajari simbol abstrak sebelum dapat mengerti flowchart. Gambar-gambar ini mengurangi kemungkinan salah pengertian tentang sistem, hal ini disebabkan oleh ketidak-mengertian tentang simbol-simbol yang digunakan. Gambar-gambar juga memudahkan pengamat untuk mengerti segala sesuatu yang dimaksudkan oleh analis, sehingga hasilnya lebih menyenangkan dan tanpa ada salah pengertian. • Flowchart Program Flowchart program dihasilkan dari flowchart sistem. Flowchart program merupakan keterangan yang lebih rinci tentang bagaimana setiap langkah program atau prosedur sesungguhnya dilaksanakan. Flowchart ini menunjukkan setiap langkah program atau prosedur dalam urutan yang tepat saat terjadi. Programmer menggunakan flowchart program untuk menggambarkan urutan instruksi dari program komputer. Analis sistem menggunakan flowchart program untuk menggambarkan urutan tugas-tugas pekerjaan dalam suatu prosedur atau operasi. • Flowchart Proses Flowchart proses merupakan teknik penggambaran rekayasa industrial yang memecah dan menganalisis langkah-langkah selanjutnya dalam suatu prosedur atau sistem. Contoh Flowchart: 50 Gambar 2.16 Contoh Flowchart