MALNURTISI PADA GAGAL GINJAL KRONIK DESI SALWANI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2016 1 BAB I PENDAHULUAN Penyakit ginjal merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat.1 Pasien dengan end stage renal disease (ESRD) disetai berbagai komplikasi, diantaranya adalah malnutrisi.2 Tahun 1960, Scribner pertama mengemukakan tentang malnutrisi pada gagal ginjal kronik.3 Prevalensi malnutrisi pada pasien predialisis bervariasi, berkisar 20-80 %, tergantung pada pilihan penanda nutrisi dan populasi penelitian. Walaupun setelah menjalani dialisis terjadi perbaikan status nutrisi, namun prevalensi malnutrisi pasien yang telah menjalani hemodialisis masih tinggi berkisar 18-70 %. Lamanya hemodialisis (HD) berkorelasi dengan penurunan status gizi. Pada ESRD, malnutrisi akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.4,5 Di amerika dan jepang dilaporkan sepertiga hingga seperempat pasien HD menderita malnutrisi dan 5 % diantaranya dengan konsentrasi albumin serum yang rendah. Prealbumin, body mass index (BMI) dan hipokolesterolemia dilaporkan sebagai faktor risiko yang akan menurunkan harapan hidup jangka pendek dan jangka panjang.2 Penanganan yang adekuat terhadap berbagai aspek malnutrisi pada pasien dialisis akan meningkatkan status nutrisi pasien sehingga akan menurunkan morbiditas dan mortalitas. Tatalaksana malnutrisi pada pasien dialisis meliputi berbagai hal yaitu dialisis yang adekuat, pembatasan obat-obat yang mengurangi nafsu makan, konseling, asupan makan yang adekuat secara oral atau parenteral terutama pada saat dilakukan dialisis serta konsumsi obat yang dapat meningkatkan nafsu makan. 2 BAB II PATOFISIOLOGI DAN KLASIFIKASI Defenisi Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan cadangan protein tubuh dengan atau tanpa disertai deplesi lemak atau suatu kondisi dengan kapasitas fungsional berkurang disebabkan konsumsi makanan tidak adekuat dibandingkan kebutuhan.6,7 Prevalensi Beberapa laporan menunjukkan prevalensi malnutrisi yang tinggi (18-17%) pada ESRD, sebelum dan setelah dialisis inisiasi. Prevalensi dan beratnya anoreksia dan katabolisme terkait dengan residual renal function. Pilihan modalitas dialisis tampaknya tidak berperan dalam hal ini.4,8 Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan prevalensi malnutrisi pada pasien peritoneal dialisis dan hemodialisis.4,8 Penelitian di Perancis tahun 1996 pada pasien malnutrisi yang menjalani dialisis melibatkan 7.123 pasien, terbagi atas 4.108 laki-laki dan 3.015 wanita, kisaran usia 62 tahun. Populasi dengan adequate dialysis 12 jam atau lebih per minggu sekitar 77.8% pasien dengan Kt/V > 1.1 pada 74.9% pasien . Kt/V rata-rata adalah 1.28 ± 0.35 pada laki-laki dan 1.47 ± 0.34 pada wanita. Prevalensi malnutrisi berdasarkan BMI 20%. Konsumsi protein dideteksi menggunakan mPCR < 1 g/kg/hari hari pada sepertiga pasien.9 Patofisiologi Malnutrisi pada pasien dialisis dapat timbul oleh berbagai sebab diantaranya asupan makanan yang tidak adekuat, respon katabolisme, prosedur dialisis, ESRD yang menimbulkan inflamasi kronis dan mencetuskan hiperkatabolisme dan 3 anoreksia, perdarahan, oxidative stress serta gangguan metabolisme dan 1,4,10 endokrin. Asupan makanan Asupan makanan yang berkurang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti disgeusia uremic, abnormalitas rasa seperti logam dan mulut kering, faktor psikologis seperti depresi, obat-obatan, inflamasi kronik, gangguan gastrointestinal seperti gangguan pengosongan lambung, hemodialisis, infus glukosa lama yang dapat mengurangi asupan makanan dan mampu menginduksi kelainan endokrin, asam amino, glukagon, serotonin, serta leptin dan insulin.1,9,11 Uremia anoreksia terkait peningkatan konsentrasi ureum di serebral dan plasma, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi, hiporesponsif terhadap eritropoetin disertai clinical outcome yang buruk. Diperkirakan anoreksia timbul pada sepertiga pasien yang menjalani hemodialisis. Sebab-sebab anoreksia lain tercantum dalam tabel.1.1,12,13 Tabel.1 Sebab Anoreksia Pasien Dialisis Dialisis tidak adekuat Retensi molekul anoreksigen Peningkatan leptin serum Digeusia Anemia Mual, muntah, gastroparesis Polimedikasi, Hospitalisasi Status ekonomi lemah Depresi Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition Perubahan metabolisme protein Pada pasien gagal ginjal kebutuhan protein meningkat dibandingkan pasien tidak uremia. Hal ini terjadi karena peningkatan mobilisasi protein otot, untuk mendukung glukoneogenesis. Rasio asam amino esensial : non esensial akan menurun (valin dibandingkan glisin, tirosin dibandingkan fenilalanin). Beberapa penelitian melaporkan terdapat penurunan threonin, valin, lisin, histidin dan peningkatan sitrulin dan aspartat. Hal ini terjadi akibat defek enzim mempengaruhi sintesis dan konversi asam amino.1,14 4 yang Perubahan metabolisme protein disebabkan oleh gangguan metabolisme asam amino, penggunaan protein hepatosplanchnic abnormal, peningkatan katabolisme protein otot yang diinduksi oleh asidosis metabolik, inflamasi kronik, terapi pengganti ginjal dan carbomoylation.1 Gangguan metabolisme asam amino. Pada ESRD terjadi perubahan metabolisme asam amino yang menyebabkan penurunan konsentrasi asam amino total. Konsentrasi asam amino dan asam amino rantai cabang merupakan prediktor yang lemah untuk menilai status nutrisi pasien dialisis. Katabolisme yang terjadi disebabkan oleh berbagai hal seperti tercantum dalam tabel.2. 1,14 Tabel.2 Faktor-Faktor Katabolisme Protein Pasien Dialisis Efek umum Inaktivitas fisik Gagal jantung Asupan karbohidrat Abnormalitas endokrin Inflamasi, infeksi, sepsis Asidosis Abnormalitas asam amino Efek katabolisme dialisis Kehilangan asam amino 9-13 gram/dialisis (25-40 g/minggu) Kehilangan glukosa 25 g/dialisis (bebas glukosa) kontak darah-dialiser o Aktivasi komplemen o Endotoksin o Sitokin o Katabolisme-inflamasi Sumber : Bergstrom J. Nutrition and mortality in Dialysis Gangguan penggunaan protein hepatosplachnic. Setelah masa postprandial selesai, asam amino dialihkan ke area hepatosplchnic disertai NH4+, untuk sintesis sitrulin, glutamat dan urea. Pada penyakit ginjal kronis, berkurangnya penggunaan protein hepato-splachnic menyebabkan menurunnya sintesis protein dan urea.1 Walaupun gangguan metabolisme splanchnic memiliki efek 5 yang kecil terhadap abnormalitas metabolisme asam amino, namun sangat berperan terhadap keseimbangan sirkulasi tirosin dan prolin.15 Asidosis metabolik. Ambilan glutamin rendah, gangguan produksi glutamin, ekskresi amonia urin menyebabkan asidosis metabolik sehingga meningkatkan katabolisme protein. Proteosintesis rasio terkait langsung dengan konsentrasi kortisol dan berbanding terbalik dengan konsentrasi bikarbonat. Berbagai faktor yang memperburuk asidosis metabolik seperti peningkatan sekresi kortisol, asupan protein berkurang, stimulasi pemecahan protein otot.1 Penelitian pada tikus menunjukkan asidosis induced cortisol mampu mengaktivasi katabolisme asam amino rantai cabang dan ATPubiquitin dependent proteolysis.9 Asidosis metabolik menyebabkan anoreksia, kelemahan, gangguan kardiovaskular dan gastrointestinal, defek endokrin, resistensi insulin, hiperkalemia, gangguan metabolisme triasilgliserol dan neoglukogenesis, serta mampu mengubah ambilan asam amino hepatosplanchnic, ureagenesis dan sintesis albumin.1,9 Asidosis yang menetap kemungkinan disebabkan oleh overload acid yang timbul akibat konsumsi protein berlebihan.1 Koreksi asidosis menggunakan natrium bikarbonat atau dialisis akan mengurangi oksidasi asam amino rantai cabang dan katabolisme.1,9,16 Inflamasi kronik. Respon inflamasi dapat terjadi karena interaksi membran dialiser-darah dan adanya endotoksin. Tabel.3 menunjukkan berbagai penyebab inflamasi pada pasien dialisis.9,14 Pada awal dialisis dimulai, terjadi inflamasi fase akut akibat prosedur dialisis seperti sumber air, jenis dialiser serta infeksi dari akses vaskular.17 Penggunaan high flux dialiser tidak meningkatkan inflamasi dan sitokin.18 Tabel. 3 Penyebab Respon Inflamasi Pasien Hemodialisis Respon Inflamasi tidak terkait Dialisis Respon Inflamasi terkait Dialisis Inflamasi sebagai penyebab uremia bersihan sitokin ↓ Terkait penyakit Inflamasi Infeksi kronis tidak terdeteksi Membran bioinkompatibilitas Aktivasi komplemen Pirogen dan endotoksin dari dialisis Infeksi graft atau fistula Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition 6 Inflamasi kronik dan sistemik akan meningkatkan konsentrasi CRP, sitokin pro-inflamatory sepeti IL-1, IL-6 dan TNF-α, yang mampu menginduksi glukokortikoid sehingga terjadi katabolisme protein. Mekanisme lain adalah oleh IGF binding protein-1 yang menghambat IGF-1 stimulated protein synthesis.1 IL-6 juga menghambat IGF-1.8 Sumber : Stenvinkel P, et all Are There Two Types of Malnutrition in Chronic Renal Failure? Evidence for Relations Between Malnutrition, Inflammation and Atherosclerosis. Nephrology Dialyse Transplantation. 2000 Inflamasi akan menyebabkan disfungsi endotel yang ditandai dengan peningkatan L-arginine dan nitric oxide, namun prosedur dialisis lama akan menyebabkan penurunan L arginin.19 Terapi Pengganti Ginjal. Proses hemodialisis menyebabkan kehilangan protein, glukosa, vitamin terlarut air, inflamasi, mencetuskan katabolisme protein dan anoreksia.1,14 Kehilangan protein mencapai 6-12 gram pada hemodialisis dan 5-15 gram pada peritoneal dialisis, namun akan meningkat pada penggunaan membran bioinkompatibel atau reused polysulfane dialisers. Pada peritoneal dialisis, cairan dialisat menyebabkan distensi abdomen dan anoreksia serta adanya peritonitis akan meningkatkan kehilangan protein mencapai 50-100 %.1,20-22 Pemberian asam amino selama proses dialisis akan meningkatkan kehilangan asam amino, namun 7 keseimbangan asam amino total masih positif.20 Selama proses dialisis juga terjadi perubahan metabolisme glukosa, lipid dan gangguan hormon pertumbuhan.1 Gangguan metabolisme glukosa Abnormalitas metabolisme glukosa dapat terjadi pada ESRD. Pasien nondiabetik disertai ESRD menunjukkan onset hiperglikemia, toleransi gula darah terganggu atau gula darah normal disertai hiperinsulinemia. Hipoglikemia sangat sering dijumpai yang timbul akibat berkurangnya clearance insuline, penggunaan βbloker, alkohol, sepsis, gastroparesis, penyakit hati dan gagal jantung, serta terkait dengan defisiensi faktor glukoneogenesis (seperti alanin) dan pengurangan konsentrasi hormon penyeimbang. Hipoglikemia setelah dialisis akibat hiperinsulinemia (respon konsentrasi glukosa yang tinggi dari cairan dialisat) atau karena kehilangan glukosa 15-25 gram jika dialisat bebas glukosa.1 Faktor yang berperan dalam kontrol gula darah adalah berkurangnya clearance insuline, resistensi insulin, sekresi insulin dan perubahan produksi somatostatin.1 Insulin clearance. Gangguan clearance insuline timbul bila GFR < 40 ml/menit. Sejalan dengan progresifitas penyakit ginjal, ambilan insulin peritubular akan meningkat untuk menjamin clearance insuline hingga GFR 15-20 ml/menit. Pengurangan degradasi insulin perifer (hati,otot) berperan dalam memperpanjang waktu paruh insulin. Pada ESRD Clearance insuline berkurang dan menjadi normal oleh hemodialisis. Toksin uremia juga menghambat Resistensi insulin Degradasi insulin terutama di hati yang secara fisiologis akan membuang sekitar 50 % insulin melalui sirkulasi porta.1 Sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik, yang terlihat dengan berkurangnya respon hipoglikemia setelah pemberian insulin. Sistem muskular merupakan tempat tersering terjadinya resistensi insulin. Biopsi otot menunjukkan tidak terdapat kelainan pada reseptor binding, fosforilasi β subunit dan ekspresi transporter glukosa. Resistensi insulin ESRD dapat disebabkan oleh penurunan pengaturan katabolisme protein di ginjal, asidosis metabolik, toksin uremia (seperti psuedouridin), produk katabolisme protein, aktivitas fisik berkurang, anemia, inflamasi kronik dan malnutrisi. HOMA (Homeastatic model assesment index) 8 merupakan suatu metode sederhana yang dapat memperkirakan adanya resistensi insulin, telah dikembangkan dan diterima sebagai prediktor mortalitas kardiovaskular pada ESRD.1 Sekresi Insulin Sekresi Insulin dipengaruhi oleh metabolisme kalsium abnormal (hiperparatiroidisme dan defisiensi vitamin D) dan penurunan konsentrasi kalium intraselular.1 Koreksi asidosis meningkatkan sensitifitas sel paratiroid terhadap kalsium dan sensitivitas serta sekresi insulin.9 Gangguan pelepasan somatostatin. Somatostatin mampu menghambat absorbsi glukosa dan sekresi insulin dan glukagon dari pankreas. Berkurangnya pelepasan somatostatin pada ESRD menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan sekresi insulin.1 Gangguan metabolisme lipid Pada pasien ESRD terdapat penurunan high density lipoprotein (HDL), peningkatan triasilgliserol dan very low density lipoprotein (VLDL), disebabkan oleh berkurangnya degradasi lipoprotein, peningkatan konsentrasi lipoprotein, penurunan aktivitas lipoprotein lipase, penurunan rasio apo C2 : apo C3, variasi struktural lipoprotein dan gangguan pengenalan reseptor, peningkatan sintesis triasilgliserol dan defesiensi asam lemak esensial. HDL dan LDL akan mengalami oksidasi, glikalasi dan carbamoylation. Oksidasi LDL dan lipoprotein berperan terhadap terjadinya atherosklerotik dan disfungsi endotel.1 Perubahan hormonal dan endokrin Pada ESRD sering dijumpai hiperglukagonemia, peningkatan hormon paratiroid (menyebabkan katabolisme), gangguan berbagai hormon (tabel.4), diantaranya terdapat resistensi terhadap growth hormon (GH) baik pasien yang mendapat terapi konservatif maupun terapi pengganti ginjal.1,9,21 Tabel.4 Efek kelainan hormon pada metabolisme protein Kelainan Hormon Efek metabolisme protein Resistensi insulin Efek terhadap sintesis dan pemecahan protein Defesiensi sintesis 1,25 OH vit D Gangguan sintesis protein terkait peningkatan kalsium intraselular 9 Defefesiensi sekresi eritropoetin Gangguan produksi dan metabolisme GH Resistensi insulin Me ↓ sensitivitas perifer dan hepatosit terhadap GH Gangguan metabolosme dan efek IGF-1, peningkatan IGF-1 terikat protein BP3 Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition Toksin uremia Sindroma uremia terjadi karena retensi berbagai zat yang secara fisiologis diekskresi oleh ginjal. Toksin uremia berperan terhadap timbulnya berbagai tanda dan gejala. Dialytic outcome lebih baik dengan clearance uraemic toxin dengan berat molekul (BM) 1000-5000 dalton. Berbagai molekul ini terikat protein dengan konsentrasi bervariasi, molekul BM sedang paling sedikit. Urea menimbulkan anoreksia, mual dan muntah. Kreatinin mempengaruhi berbagai reaksi metabolik. Advanced glication end product (AGEP) merupakan toksin uremik terpenting, berasal dari reaksi non enzim protein rantai cabang dan glukosa, setelah berikatan dengan reseptor permukaan yang spesifik mampu menginduksi perubahan fungsi sel bahkan menyebabkan kematian sel. Secara tidak langsung juga terkait dengan oxidative stress. Salah satu AGEP adalah pentosidin, terbentuk dari hasil glikolasi dan oksidasi. Peningkatan pentosidin terkait erat dengan inflamasi dan malnutrisi, yang akan meningkat sejalan dengan menurunnya residual renal function (RRF), namun bukan merupakan prediktor respon klinis dialisis dan bukan penanda prediksi mortalitas.1,23,41 Klasifikasi Malnutrisi pada gagal ginjal kronis terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu malnutrisi tipe 1 dan malnutrisi tipe 2.5 Pada malnutrisi tipe 1 umumnya terjadi karena asupan kalori dan protein yang kurang. Penurunan albumin hanya sedikit sehingga pemberian nutrisi yang adekuat serta dialisis akan menunjukkan perbaikan status nutrisi.5,10 10 Tabel. 5 Gambaran malnutrisi tipe 1 dan 2 Tipe 1 Tipe 2 Albumin serum Normal Rendah Komorbid Tidak lazim Lazim Inflamasi Tidak Ya Asupan makanan Sedikit Normal/ rendah Resting energy expenditure Normal Meningkat Stress oksidatif Meningkat Meningkat Katabolisme protein Menurun Meningkat Perbaikan akibat dialisis Ya Tidak atau dukungan nutrisi Sumber : Stenvinkel P, et all, Are There Two Types of Malnutrition in Chronic Renal Failure? Evidence for Relations Between Malnutrition, Inflammation and Atherosclerosis, Nephrology Dialyse Transplantation. 2000 Malnutrisi tipe 2 terkait dengan inflamasi, sering disebut sebagai malnutrition inflamation atheroclerosis (MIA). Pada kondisi ini, selain pemberian nutrisi dan dialisis, penting memperhatikan penyakit lain yang menyertai serta respon inflamasi kronis.5,10 11 BAB III DIAGNOSIS Evaluasi status nutrisi pada gagal ginjal kronis berdasarkan National Kidney foundation/Dialysis Outcome Quality Initiative Guidelines dilakukan berdasarkan anamnesa termasuk evaluasi asupan nutrisi dan perhitungan diet saat ini, pemeriksaan fisik termasuk pengukuran antropometri, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan biokimia, biofisik, komposisi tubuh, pemeriksaan imunologi serta subjective global nutrition assesment (SGA) yang dibuat dari kombinasi berbagai data. Satu parameter saja tidak dapat menentukan apakah pasien malnutrisi atau tidak, sehinggga diperlukan kombinasi berbagai pemeriksaan.1,3,6 Tabel. 6 Metode assesmen Nutrisi pasien Hemodialisis Evaluasi asupan nutrisi Riwayat diet Ureum ( perkiraan asupan protein) Pemeriksaan Atropometri sederhana BB, BMI, kehilangan BB Penebalan lipatan kulit (trisep dan tempat lain) Lingkar otot lengan atas Kekuatan otot (kekuatan genggam) Komposisi Tubuh DEXA Nuclear Magnetic Resonance, CT Ultrasonografi Bioelectrical Impedance (BIA) Total H2O tubuh (dilusi isotop), K(hitung40K), N (analisa aktivasi neutron) Pemeriksaan Biokimia Protein plasma (albumin,prealbumin, transferin, IGF-1, C3) Kimia darah lain (Hb, ureum, kreatinin, lipid,asam amino) Urea appearance Output kreatinin Muscle alkali-soluble protein/DNA,RNA, asam amino(biopsi otot) Pemeriksaan Imunologi Hitung limfosit total Skin tes hipersensitifitas lambat Sumber : Bergstrom J. Nutrition and mortality in Dialysis 12 Sumber : Kuhlman MK, Kribben A, Wittwer, Horl W. OPTA- Malnutrition in Chronic Renal Failure. Nephrology Dialyse Transplantation Anamnesa Anamnesa meliputi keluhan pasien berkaitan perubahan berat badan, nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau perut kembung, riwayat penyakit lain yang menyertai, obat obatan yang dikonsumsi, pola asupan nutrisi serta menu makanan sehari-hari.6 Evaluasi asupan nutrisi dan diet Evaluasi asupan nutrisi meliputi frekuensi makan, menu atau komposisi makanan sehari-hari serta keluhan yang menyertai. Evaluasi dilakukan berkala 3-4 bulan sekali. SGA dapat pula digunakan sebagai penanda malnutrisi, mudah, bermanfaat dan metode ini valid secara klinis serta parameter yang paling sering digunakan. SGA menggambarkan data subyektif (penyakit, perubahan berat badan), indikator status nutrisi yang buruk (appetite, asupan makanan, keluhan gastrointestinal) dan clinical judgment. Perubahan berat badan dievaluasi selama 6 bulan terakhir. Kehilangan berat badan dalam 6 bulan terakhir dibagi menjadi berat ( > 10 %), sedang (5-10 %) dan ringan (< 5 %). Klasifikasi subjektif status nutrisi terbagi 13 menjadi status nutrisi normal atau malnutrisi ringan (skor 6-7), malnutrisi sedang (skor 3-5) dan malnutrisi berat (skor 1-2). Keterbatasan SGA adalah kebenaran data subyektif.4,6,8,24 Penelitian kohort di Canada dan USA, melibatkan 680 pasien peritoneal dialisis, SGA dimodifikasi menjadi 4 item (kehilangan berat badan, anoreksia, lemak subkutan dan masa otot) disertai data subyektif.4 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Fisik meliputi kondisi kulit, rambut, mukosa serta pemeriksaan antropometri meliputi berat badan (BB), tinggi badan, ukuran kerangka tulang, tebal lipatan kulit (sebagai indikator lemak tubuh), lingkar lengan atas (MAMC, indikator masa otot), dinyakan sebagai persentase usual body weight (%UBW), persentase standart body weight (%SBW) dan body mass index (BMI). Pemeriksaan ini telah lama digunakan untuk memperkirakan komposisi tubuh namun sangat bergantung pada keahlian pengamat.4,10 Perubahan berat badan terkadang disamarkan oleh bertambahnya cairan tubuh. Berat badan selalu diinterpretasikan sebagai berat badan kering. Pada pasien yang menjalani dialisis perubahan berat badan dapat disebabkan oleh masa tubuh bertambah atau berkurang atau berkaitan dengan status hidrasi.40 BMI dipertahankan pada upper 50th percentile atau BMI tidak lebih rendah dari 23,6-24 kg/m2.4 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penanda kimia pada malnutrisi meliputi albumin serum, prealbumin, transferin, IGF-1, kreatinin dan asam amino.1 Albumin. Hipoalbumin merupakan faktor prediktif terhadap morbiditas dan mortalitas.1,4 Konsentrasi albumin < 4 gr/dL merupakan penanda penting pada penyakit ginjal kronik, merupakan indikator protein visera. Konsentrasi albumin dipengaruhi oleh laju sintesis dan katabolisme (waktu paruh 20 hari), sehingga merupakan indikator yang terlambat muncul. Distribusi albumin di ruang ekstra selular dan intravaskular bervariasi tergantung etiologi penyakit ginjal kronik. Pada pasien malnutrisi, albumin berpindah dari ekstra vaskular.6 Berbagai faktor penyebab hipoalbumin seperti gangguan sintesis protein, overhidrasi, konsumsi protein yang 14 kurang, malabsorbsi, kehilangan protein melalui peritoneal atau urin, infeksi atau inflamasi serta asidosis metabolik.1,4 Albumin sebagai penanda malnutrisi pada pasien dialisis terkait pula dengan parameter inflamasi lain, seperti CRP, alpha-1 acid glycoprotein (α1-AG), feritin dan seruloplasmin, yang merupakan protein fase akut. Protein fase akut bukan merupakan parameter nutrisi namun dapat mengidentifikasi adanya inflamasi. α1AG lebih spesifik dibanding CRP. Albumin yang rendah akan meningkatkan resiko kematian.4,25-26 Prealbumin. Penurunan prealbumin merupakan indikator dini malnutrisi (waktu paruh 2 hari) terkait dengan berat badan, lingkar lengan atas, kreatinin dan konsentrasi albumin.1 Pada malnutrisi, konsentrasi prealbumin < 30 mg/dL. Tidak cukup data yang mendukung prealbumin lebih sensitif dibanding albumin, namun konsentrasi prealbumin < 20 mg/dL akan meningkatkan resiko kematian.4,24,40 Transferin Transferin sangat sensitif sebagai penanda malnutrisi. Parameter ini dipengaruhi oleh status besi terutama peningkatan defisiensi besi atau defisiensi sintesis transferin hati. Transferin serum meningkat pada defisiensi besi, pengurangan konsentrasi saturasi transferin menandakan besi overload dan inflamasi.1,6,24 Kreatinin dan kreatinin index. Parameter ini menggambarkan jumlah konsumsi makanan yang mengandung kreatin dan kreatinin (misal otot rangka) dan produksi kreatinin endogen (otot rangka) dikurangi ekskresi melalui urin, hilang melalui dialisis dan degradasi kreatinin endogen. Individu dengan kreatinin serum predialisis yang rendah (< 10 mg/dL) dievaluasi sebagai malnutrisi protein-energi. Index kreatinin rendah dan tanpa substantial endogenous urinary creatinine clearance, kreatinin serum rendah akibat asupan protein rendah dan/atau berkurang masa otot skeletal yang akan meningkatkan mortalitas.4 Konsentrasi bikarbonat 15 Konsentrasi bikarbonat serum telah digunakan sebagai penanda malnutrisi pada penyakit ginjal kronik. Penelitian menunjukkan bahwa asidosis menyebabkan peningkatan degradasi protein oleh karena itu konsentrasi bikarbonat serum predialisis dipertahankan sekitar 22 µmol/L.4,6 Protein equivalent of total nitrogen apperance (PNA) atau PCR Pemeriksaan ini berguna untuk mengukur net protein degradation dan asupan protein pada pasien dialisis. Pada kondisi normal, keseimbangan nitrogen adalah nol atau positif 0,5 gram nitrogen, yang timbul karena adanya kehilangan nitrogen yang tidak terukur. PNA diperkirakan dari selisih interdialisis dari konsentrasi urea nitrogen serum dan urea nitrogen urin dan dialisat.4 Bioelectrical impedance analysis (BIA) BIA merupakan alat untuk menilai status nutrisi, tidak mahal, tidak invasiv dan pemeriksaan tidak sulit.4 Dual energy x-ray absorptiometry (DXA) DXA merupakan metode yang tidak invasiv untuk menilai komposisi tubuh (masa lemak, masa bebas lemak, masa dan densitas mineral tulang). Akurasi DXA kurang dipengaruhi oleh status hidrasi.4 16 BAB IV TATALAKSANA Tatalaksana pasien malnutrisi sudah menjalani dialisis meliputi identifikasi dan talaksana penyebab malnutrisi, dukungan nutrisi adekuat, optimalisasi dialisis (Kt/V >1,2 pada pasien HD 3 kali/minggu dan Kt/V >1,8 pada pasien HD 2 kali/minggu ) disertai monitoring adekuasi dialisis secara rutin, mengatasi kondisi medis yang memperberat malnutrisi seperti asidosis metabolik, infeksi, anemia, depresi serta gangguan gastrointestinal, konseling gizi, evaluasi obat-obatan yang menyebabkan nafsu makan menurun, suplementasi oral serta obat yang dapat meningkatkan nafsu makan.8,6,19,27-28 Tabel.7 Managemen Malnutrisi pasien Dialisis Deteksi dan Penanganan sebab anoreksia dan katabolisme Koreksi diet yang tidak adekuat Koreksi dialisis tidak adekuat Penggunaan membran biokompatibel Penggunaan bikarbonat saat dialisis Pemberian eritropoetin Deteksi dan penanganan depresi Deteksi dan penanganan gangguan gastrointestinal Malnutrisi ringan atau sedang (diet tidak adekuat tanpa malnutrisi berat) Konseling diet dan suplementasi oral Malnutrisi Berat Asupan spontan > 20 Kcal/kg/hari : IDPN +suplementasi oral Asupan spontan : < 20 Kcal/kg/hari : nutrisi eneral harian Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition Dukungan nutrisi dapat diberikan malalui oral, enteral, parenteral maupun intradialisis.10 17 Flowchart management malnutrion Sumber : Kuhlman MK, Kribben A, Wittwer, Horl W. OPTA- Malnutrition in Chronic Renal Failure. Nephrology Dialyse Transplantation KDOQI merekomendasikan kebutuhan protein 0.60 gram/kg/hari pada pasien dengan GFR <25 mL/min ( CKD Stages 4-5), namun bukan untuk pasien GFR tinggi. Recommended dietary allowance (RDA) protein adalah 0.75 gram/kg/hari.6 Asupan protein yang dibatasi akan menurunkan mortalitas 40 % pasien gagal ginjal.29 Cianciaruso melaporkan dari Italia, pemberian protein 0,55 gr/kg/hari menunjukkan kontrol metabolik yang lebih baik dibandingkan pemberian protein 0,8 gr/kgBB/hari. Parameter yang digunakan ureum, bikarbonat, fosfat dan PTH serta urea nitrogen urin. 30 Kebutuhan kalori pada pasien dialisis bervariasi terutama dipengaruhi oleh aktivitas fisik, abnormalitas endokrin dan biokimia, anemia, infeksi akut atau kronik, penyakit jantung, diabetes, penggunaan steroid atau obat-obatan lain, bahkan proses dialisis juga menyebabkan kehilangan asam amino. Atas dasar ini maka kebutuhan protein pasien HD dapat ditingkatkan menjadi 1,2 gram/kgBB dan 50 % merupakan protein dengan nilai biologis tinggi. Pasien PD kebutuhan kalori mencapai 1,3-1,5 gram/kgBB.3,4,28,31 18 Tabel.8 Rekomendasi asupan harian Pasien Hemodialisis Protein (gr/Kg/hari) Energy (Kcal/kg/hari) Vitamin NKF 1,2 < 60 th : 35 >60 th : 30-35 - ESPEN 1,2-1,4 >35 Pyridoxin 10-20 mg Vitamin C : 30-60 mg Folic Acid 1 mg Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition Beberapa penelitian menunjukkan kebutuhan karbohidrat pasien dialisis tidak berbeda dengan pasien sehat, berkisar 30-35 kcal/kgBB/hari.6,31 Pada pasien PD kalori diserab dari glukosa cairan dialisat termasuk dalam hitungan kebutuhan energi per hari.32 Malnutrisi berat ditandai dengan albumin < 3,5 gr/dL, prealbumin 300 mg/L dan nPCR < 1 gr/kg/hari, dapat diberikan nutrisi selama dialisis, disebut intra dialyse parenteral nutrition (IDPN.)9,31-33 IDPN merupakan terapi nutrisi pada pasien HD dengan kondisi sulit mempertahankan status nutrisi yang adekuat. Kalori diberikan sejumlah 15-20 kcal/kg/HD ditambah 0,5-1 gram asam amino/kgBB/HD dalam bentuk cairan.9,31,33 Pemberian IDPN sampai adanya perbaikan status nutrisi yang ditandai oleh peningkatan berat badan, albumin dan kreatinin mencapai 3,8 gr/dL atau bahkan 10 mg/dL serta peningkatan konsumsi karbohidrat dan protein oral mencapai 30 kcal/kgBB dan 1 gr/dL.11 Berbagai penelitian menunjukkan IDPN mampu meningkatkan sintesis protein dan menurunkan proteolisis, namun penelitian umumnya dalam skala kecil (seperti pada tabel).11,33 Kerugian IDPN adalah tidak fisiologis karena makanan tidak melalui saluran cerna, tidak menjamin kecukupan nutrisi (hanya 3 kali/minggu), tidak meningkatkan asupan makan secara oral, mengubah metabolisme glukosa dan intoleransi lipid serta biaya yang mahal.11 19 Tabel.9 Asupan kalori - proteinterhadap status nutrisi pasien dialisis Referensi Jumlah pasien Asupan kalori-protein Snyder, dkk,1991 6 Schulman, dkk,1993 7 Glukos (12 g)+lipid (50 g)+asam amino (42,5) 18 kcal/KGG+0,069 gprot/kg +GH Capelli,dkk,1994 50 Lam a (bln) 3-6 1,5 9 Chertow, dkk,1994 Hiroshige, dkk, 1998 10 Morteimans, dkk,1999 16 Bernels, dkk, 1999 7 Pupim, dkk, 2002 7 Krause, dkk, 2001 4 Cherry & Shalansky, 2002 24 Czekalski Hozejoski, 2004 97 & Glukosa 50 %(200 ml)+ asam amino asensial 7 % (200 ml) + lipid 20 %(200ml) Glukosa 50 % (240 m)+lipid(200 ml)+asam amino 7 % (250 ml) Glukosa 15 %(37,5 g/jam)+lipid (12,5 g/jam) 188 kalori/jam 12 Glukosa, asam amimno dan lipid Dextrosa 50 % (250 ml) asam amino 1-%(250-500 ml) Asam amino 10 % (500 ml) 1-3 Tidak ada Peningkatan albumin Peningkatan survival, albumin serum Survival lebih baik pada pasien hipoalbumin, mortalitas meningkat pada albumin normal Peningkatan albumin serum, transferin, hitung limfosit, parameter antropometri 9 Peningkatan BB, serum, transferin 3 Peningkatan lemak tubuh 2,3 6 Efek prealbumin Peningkatan sintesis protein, penurunan prorteolisis Peningkatan asupan kalori oral, BMI dan hitung limfosit total Peningkatan berat badan dan albumin serum Peningkatan SGA, serum albumin dan lingkar lengan atas. Sumber : Bossola M, , et all. Malnutrition in Hemodialysis Patients : What Therapy ?, American Journal of Kidney Diseases. 2005 Namun apabila asupan harian < 20 kcal/kg/hari sehingga IDPN tidak mampu memenuhi kebutuhan energi pasien diperlukan pemasangan nasogastric tube (NGT) atau dilakukan gastrostomi (evidence C).9,31,33 Pemberian kombinasi asam amino dan lipid secara infus menunjukkan hasil yang bervariasi, salah satu penelitian menunjukkan perbaikan status nutrisi, namun penelitian yang lain tidak menunjukkan perubahan.29,32 Pada pasien PD, asam amino dapat diberikan melalui infus ke peritoneum. Dua penelitian menunjukkan kombinasi asam amino esensial dan nonesensial dalam dekstrosa sebagai osmotik menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi positif sehingga pada pasien malnutrisi menunjukkan perbaikan status nutrisi.27,32 Suplementasi oral diberikan sebagai maintenance. Suplemen yang dipilih kaya akan kalori dan rendah fosfor. Gonzalez di Meksiko melaporkan pemberian 20 suplementasi oral berupa putih telur meningkatkan konsentrasi albumin, asupan protein dan karbohidrat, nPNA. Pada beberapa penelitian lain (tabel dibawah ini) disertai peningkatan prealbumin, berat badan dan antropometri serta skor SGA.32,34-35 Tabel.10 Efek pemberian suplementasi oral terhadap status nutrisi pasien dialisis Referensi Jumlah pasien Phillips, dkk,1978 Acchiardo, dkk,1982 20 EAA+Histidin 3 Asupan protein (g/hari) 60 15 EAA+Histidin 3,5 1/kg Allman, dkk,1990 Allman, dkk, 1992 Mastrolacovo, dkk, 1993 Cuppari, dkk, 1994 Cokram, dkk, 1998 21 Polimer glukosa 6 1-1,2/kg 10 Polimer glukosa 6 1-1,2/kg 36 1 ? 4 1,2/kg ? Kombinasi EAA dan NEAA Suplemen kalori dan protein Kalori dan protein 3 minggu 1,25/kg Eustace, 2000 Hiroshige, 2001 dkk, 47 EAA 3 10,8 dkk, 28 BCAA 12 12 Wilson, 2001 dkk, 46 Kaloridan protein 4 ? Caglar, 2002 dkk, 85 Kalori dan protein 6 16,6 Sharma, 2002 dkk, Stelber, 2003 dkk, 3 ? 14 Jenis suplementasi oral Lama (bulan) Kontro : diet dan konseling Kasus : suplementasi 26 Kasus : 26 Kontrol 91 Efek Peningkatan albumin Peningkatan protein total, albumin, transferin Peningkatan BB Peningkatan BB, lemak tubuh Peningkatan rasio EAA/NEAA Peningkatan lemak tubuh Peningkatan fosfat serum dan produk kalsium fosfat Peningkatan albumin serum Peningkatan albumin serum dan index antropometri Peningkatan status nutrisi pada pasien malnutrisi Peningkatan albumin serum, prealbumin, SGA Kedua grup terdapat peningkatan BB kering, BMI, kasus : peningkatan albumin serum Pengurangan skor prognosis index nutrisi dan risiko rawatan Sumber : Bossola M, et all. Malnutrition in Hemodialysis Patients : What Therapy ?, American Journal of Kidney Diseases. 2005 Pasien yang menjalani dialisis disertai anoreksia dapat pula diberikan appetite stimul ant, seperti megestrol acetate, ghrelin, kortikosteroid, dronabiol, cyproheptadin, melatonin. Disamping itu dapat pula diberikan obat obatan dengan efek skunder anti sitokin seperti HMG-CoA reductase inhibitor, ace-inhibitor, 21 aktivator PPAR-γ, glitazon, γ-tocopherol, N-acetylcistein, non steroid anti inflamatory drugs (NSAID) dan testosteron.8 Pengaturan pola hidup (seperti olahraga dan penurunan BB) dan diet juga memiliki efek antiinflamasi. Makanan yang memiliki efek anti inflamasi seperti kedelai, kacang-kacangan, makanan tinggi serat, ikan, diet kaya akan antioksidan (makanan segar,antosianin) dan probiotik. Pemberian probiotik (mikroorganisme hidup) akan mengurangi antioksidan.8 Walaupun pemberian L-carnitin dapat memperbaiki keluhan seperti lemas, kram dan hipotensi, namun belum cukup data untuk diberikan secara rutin.4,5,28 Beberapa penelitian menunjukkan pemberian ketoacid akan memperlambat progresifitas penyakit ginjal.36 Pemberian growth hormone pada pasien malnutrisi memberikan hasil yang menjanjikan. Pemberian recombinant growth hormone (rGH) menunjukkan peningkatan sintesis protein dan menurunkan katabolisme protein. Penelitian lain dengan observasi selama 4 minggu menunjukkan peningkatan berat badan dan transferin plasma disertai penurunan konsentrasi BUN.9 Penelitian di Inggris, pemberian hexarelin yang merupakan GH secretagogue pada penyakit ginjal tahap akhir, menunjukkan efektifitas pada pasien malnutrisi, namun efektifitas menurun pada pasien usia lanjut. Dengan adanya efek akut dari hexarelin diharapkan akan menyebabkan perubahan anabolik dalam jangka panjang.37 Tabel.11 Efek GH terhadap status nutrisi pasien HD Referensi Jumlah pasien 5 7 5-10 mg 5mg/tiap dialisis Lama terapi GH 3 minggu 6 minggu 17 20 0,2 iu/kg/hari 66,7µg/kg/2 hari 4 minggu 6 bulan 20 4 IU/m2+/hari dkk, 5 5 mg/hari dkk, 19 0,125 x/mg Ziegler, dkk,1991 Schulman, dkk, 1993 Iglesia, dkk,1998 Johansson, dkk,1999 Hansen, dkk, 2000 Garibotto, 2000 Kotzmann, 2003 Dosis GH 6 bulan 6 minggu iu/kg3 12 bulan Efek Penurunan urea dan PCR Peningkatan albumin, transferin, IGF1 Peningkatan BB, IGF-1,transferin Peningkatan albumin serum dan kekuatan genggam Peningkatan BB dan pengurangan masa lemak Peningkatan sintesis protein otot, BB, REE dan penurunan masa lemak Tidak ada peubahan parameter nutrisi Sumber : Bossola M, et all. Malnutrition in Hemodialysis Patients : What Therapy ?, American Journal of Kidney Diseases. 2005 22 Selain itu, vitamin dan mineral juga diperlukan. Kebutuhan vitamin dan mineral berbeda pada pasien yang belum menjalani dialisis dan sudah menjalani dialisis. Kebutuhan masing masing vitamin tercantum pada tabel.11.5 Tabel.12 Kebutuhan Nutrisi pada Gagal Ginjal Energi Kcal/hari Cairan Protein (g/kg/hari) Natrium Kalium Kalsium (gram/hari) Posfor (mmgr/kg/hari) Besi Piridoksin Vitamin C Asam folat Predialisis Hemodialisis Peritonealdialisis 30-35 Cairan seimbang 0,6-0,8 1,5-2 5-10 Jika EPO 5 30-50 0-25 35 Cairan seimbang 500 cc 1,2-1,4 60-100 1 mEQ/kg/hari 1-1,5 17 Jika epo 10 30-60 100 35 Cairan seimbang Sesuai toleransi 2-3 g/hari RDA RDA Epo RDA 10 100 100 Hal lain yang tak kalah penting dalam tatalaksana malnutrisi adalah konseling, bermanfaat untuk memberikan edukasi pada pasien mengenai jumlah konsumsi protein, karbohidrat dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi. Evaluasi dilakukan setiap 4 bulan meliputi laporan nutrisi, pengukuran antropometri serta pemeriksaan parameter biokimia.5 Komplikasi Malnutrisi akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian. Beberapa penelitian menunjukkan prediktor yang dapat digunakan adalah albumin yang rendah, BMI rendah (,19kg/m2), prealbumin walaupun lebih lemah dibanding albumin dan hitung limfosit.26,38 Zamonska dari Polandia melaporkan bahwa pada pasien dialisis yang secara fisik tidak aktif, malnutrisi dan anemia akan didapat penurunan aktivitas fisik interdialisis yang diukur menggunakan pedometer.39 Pencegahan Pencegahan malnutrisi pada pasien hemodialisis dapat dimulai dengan penilaian status gizi awal saat pertama dilakukan dialisis. Diagnosis dini akan memudahkan dalam tatalaksana lebih lanjut.27 Monitoring status nutrisi dilakukan 23 setiap 1-3 bulan pada pasien dengan GFR <20 mL/min dan GFR < 30 ml/min/1.73 m2 (CKD Stages 4-5) serta monitoring jarang (setiap 6 -12 bulan) pada pasien tanpa malnutrisi dengan GFR 30-60 mL/min/1.73m2 (CKD Stage 3).6 Tabel. 13 Rekomendasi Evaluasi pasien Dialisis Parameter Nutrisi Interval Diet 6-12 bulan BB BMI 1 bulan NPCR 1 bulan Kreatinin predialisis 1 bulan Albumin serum 1-3 bulan Prealbumin serum 1-3 bulan Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi asupan makanan yang cukup saat dialisis dimulai, asupan protein dapat ditingkatkan 1-1,2 g/kg BB/hari terutama protein yang bernilai biologis tinggi.27 24 BAB V SIMPULAN Malnutrisi pada gagal ginjal tahap akhir akan meningkatkan morbiditas maupun mortalitas. Penilaian status gizi pasien sangatlah penting terutama dilakukan sebelum mulai dialisis serta evaluasi dilakukan terus-menerus setiap 3-6 bulan. Tatalaksana pasien malnutrisi sudah menjalani dialisis meliputi identifikasi dan talaksana penyebab malnutrisi, dukungan nutrisi adekuat, optimalisasi dialisis (Kt/V >1,2 pada pasien dialis 3 kali/minngu dan Kt/v >1,8 pada pasien dialisis 2 kali/minggu ) disertai monitoring adekuasi dialisis secara rutin, mengatasi kondisi medis yang memperberat malnutrisi seperti asidosis metabolik, infeksi, anemia, depresi serta gangguan gastrointestinal, konseling gizi, evaluasi obat-obatan yang menyebabkan nafsu makan menurun, suplementasi oral serta obat yang dapat meningkatkan nafsu makan. Penanganan yang adekuat dan pengawasan berkesinambungan akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien yang menjalani dialisis. 25 DAFTAR PUSTAKA 1. Caimi G, Carollo, Presti R. Pathophysiological and Clinical Aspect of Malnutrition in Chronic Renal Failure. Nutrition Research Reviews. 2005 ; 18 : 89-27 2. Kumagai H, Nutrional Therapy for patients undergoing Hemodialysis, dalam Suzuli H, Kimmel P : Nutrition and Kidney Disease: A New Era. Contrib Nephrol. Basel. Karger. 2007 ; 155 : 59–71 3. Bergstrom J. Nutrition and mortality in Dialysis. Journal American Society Nephrology. 1995 ; 6 : 1329-1341 4. KDOQI. Guidelines Nutritional for Adult. 2000 ; 35 :S1-S140 5. Locatelli F, Fougue D. Hemburger O, Drueke TB, Andia, Horl WH, Ritz. Nutritional Status in Dialysis Patients : a European Consensus. Nephrology Dialyse Transplantation. 2002 ; 17 : 563-572 6. NKF/DOQI. Guidelines Nutritional for adults. 2002 7. Robert W, Boer P, Hijmering M, Stroes E, Verhaar M, et all. Nitric Oxide Production Is Reduced in Patients With Chronic Renal Failure. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 1999 ; 19 : 1168-1172 8. Axelsson J, Carrero J, Lindhlolm, Heimburger, Stenvinkel. Malnutrition in Patients with End-Stage Renal Disease-Anorexia, Chachexia and Catabolisme. Current Nutrition & food, 2007 ; 3 : 37-16 9. Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition. Nefrologia. 2001 ; 21(5) : 437-442 10. Stenvinkel P, Heimburger O, Lindholm B, Kaysen, Bergstrom. Are There Two Types of Malnutrition in Chronic Renal Failure? Evidence for Relations Between Malnutrition, Inflammation and Atherosclerosis. Nephrology Dialyse Transplantation. 2000 ; 15 : 953-960 11. Bossola M, Muscaritoli M, Tazza L, Giungi S, Tortorelli A, Fanelli F, et all. Malnutrition in Hemodialysis Patients : What Therapy ?, American Journal of Kidney Diseases. 2005 ; 40 : 371-386 12. Zadeh KK, Block G, McAllister CJ, Humphreys, Kopple JD. Appetite and Inflammation, nutrition, Anemia and Clinical Outcome in Hemodialysis patients. American Journal Clinical Nutrition. 2004 ; 80 : 299-307 13. Strid H, Simren M, Johannsson AC, Svedlund J, Samuelsson O, Bjornsson ES. The Prevalence of Gastrointestinal symptoms in Patients with Chronic Renal Failure is Increased and Associated with Impaired Psychological General Well-being. Nephrology Dialysis Transplantation. 2002 ; 17 14341439 14. Bergstorm J. Factor causing catabolism in maitenance hemodialysis patients. Mineral Electrolyte Metabolism. 1992 ; 18 : 280-283 26 15. Tizianello A, De Ferrai G, Garibotto G, Roboudo C. Amino Acid Metabolism and Liver in Renal Failure. The American Journal of Clinical Nutrition. 1980 ; 33 : 1354-1362 16. Bergstom J. Metabolic Acidosis and Nutrion in Dialysis Patients. Blood Purif. 1995 ; 13 : 361-367 17. Kaysen GA. Malnutrition and The-Acute-Phase Reaction in Dialysis Patients- how to Measure and How to Distinguish. Nephrology Dialyse Transplantation. 2000 ; 15 : 1521-1524 18. Grooteman MPC, Nube MJ, Daha MR, Limbreek JV, Van Deuren M, schoorl M, et all. Cytokine Profiles During Clinical High Flux Dialysis : No evidence for cytokine Generation by circulating Monocytes. Journal of The American Society of Nephrology. 1997 ; 8 : 1745-1754 19. Iyodogan YO, Oner P, Kocak H, Gurdol F, Bekpinar S. Dimethylarginines and Inflamation markers in Patients with Chronic Kidney Disease Undergoing Dialysis. Clin Exp Med. 2009 ; 9 : 235-241 20. Navarro JF, Mora C, Leon C, Martin del Rio R, Marcia ML, Gallego E, et all. Amino Acids Losses During Hemodialysis with Polyacrylonitrile membranes : Effect of Intradialytic Amino Acid Supplementation on Plasma Amino Acid Concentrations and Nutritional Variables in Nondiabetic Patients. American Journal Clinical Nutrition. 2000 ; 71 : 765-773 21. Kople JD. McCollum Award Lecture, 1996 : Protein-energy malnutrition in maitenace dialysis patients. Am J Nutr. 1997 ; 65 : 1544-1565 22. Lidholm B, Bergstorm J. Protein and Amino Acid Metabolism in Patients Undergoing Continous Ambulatory, Peritoneal Dialysis (CAPD). Clin Nephrol. 1988 ; 30 S : S59-63 23. Suliman M, Heimburger O, Barany P, Andersdam B, Filho RB, Ayala ER, et all. Plama Pentosidin in Associatrd with Inflammation and Malnutrition in End Stage Renal Disease. Journal American Society Nephrology. 2003 ; 14 : 1614-1622 24. Kuhlman MK, Kribben A, Wittwer, Horl W. OPTA- Malnutrition in Chronic Renal Failure. Nephrology Dialyse Transplantation. 2007 ; 22s : iii13-iii19 25. Siddiqui U A, Halim A, Hussain T. Nutritional Profile and Inflamatory Status of Stable Chronic Hemodialysis Patients at Nephrology Department, Military Hospital Rawalpindi. J Ayub Med Coll Abbotabad. 2007 ; 19 : 2931. 26. Mafra D, Farage NE, Azevedo DL, Viana GG, Mattos JP, Velardo LG, Fougue D. Impact of serum Albumin and Body mass Index on Survival in Hemodialysis Patients. Internationale Urology Nephrology. 2007 ; 39 : 619624 27. Wolfson Marsha. Pathogenesis and Treatment Malnutrition on Hemodyalisis. Uptodate. 2009 27 28. Azar AT, Wahba K, Mohamed A, Massoud. Association between Dialysis Dose Improvement and Nutritional Status aming Hemodialysis Patients. American Journal Nephrology. 2007 ; 27 : 113-119 29. Cano NJM, Fouque D, Leverve XM. Application of Branche-chain Amino Acids in Human Pathological states : Renal failure. American Society for Nutrition. 2006 : 299s-3007s 30. Cianciaruso B, Pota A, Pisani A, Toracca S, Annecchini, Lombardi P, Capuano A, et all. Metabolic Effect of two low Protein Diets in Chronic Kidney Disease stage 4-5 randomized Controlled Trial. Nephrology Dialyse Transplantatio. 2008 ; 23 : 636-644 31. Luis D, Bustamante J. Nutritional Aspects in Renal Failure. Nefrologia. 2008 ; 28 : 339-348 32. Wolfson Marsha. Management of Protein and Energy Intake in Dialysis Patients. Journal American Society Nephrology. 1999 ; 10 : 2244-2247 33. Healthspring Coverage Determination. Guidelines Intra Dialytic Parenteral Nutrition. 2008. 1-8 34. Espinoza LG, Chavez JG, Campo FM, Ramirez HRM, Sanabria LC, Campos ER, Manzano HR. Randomized, Open Label, Controlled Clinical Trial of Oral Administration of an Albumi-Based Protein Supplement to Patients on Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis. Peritoneal Dialyse International. 2005 ; 25 : 173-180 35. Caglar K, Fedje L, Dimmit R, Hakim R, Shyr Yu. Ikizler A. Theurapeutic Effects of Oral Nutritional Supplementation During Hemodialysis. Kidney International. 2002 ; 62 : 1054-1059 36. Walser M, Hill S, Ward L. Progession of Chronic Renal Failure on Substituting a Ketoacid Suplement for an Amino Acid Suplement. Journal American Society Nephrology ; 1992 : 2 1178-1185 37. Jenskins RC, El Naha M, Wilkie ME, Brown CB, Jones J, Ghigi E, Ross RJM. The Effect of Dose, Nutrition and Age on Hexarelin-Induced Anterior Pituytary Hormone Secretion in Adult Patients on Maintenance Hemodialysis. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 1998 ; 84 : 120-1225 38. Marcen R, Terual, JL, Cal MA, Gamez. The Impact of Malnutrition in Morbidity and Mortality in Stable Haemodialysis Patients. Nephrology Dialyse Transplantation. 1997 ; 12 : 2324- 2331 39. Zamojska S, Szklarek M, Niewodniczy M, Nowicki M. Correlates of Habitual Physical activity in Chronic Haemodialysis Patients. Nephrology Dialyse Transplantation. 2006 ; 21 : 1323-1327 40. Rambod M, Kovesdy CP, Bross R, Kopple JD, Kalantar-Zadeh K. Association of Serum Prealbumin and its Changes over Time with Clinical Outcomes and Survival In Patients Receiving Hemodialysis. American Journal Clinnical Nutrition. 2008 ; 88 : 1485-1494 28 41. Lim Victoria S, Kopple JD. Protein Metabolism in Patients with Chronic Renal Failure : Role of Uremia and Dialysis. Kidney International. 2000 ; 58 : 1-10 29