PERTEMUAN 3 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Berliani Ardha, SE. M.Si POKOK BAHASAN Lembaga-lembaga dalam manajemen periklanan DESKRIPSI Memahami peran lembaga-lembaga pengendali (pemerintah, pesaing pasar dan lainlain). Peran lembaga-lembaga pemberi jasa biro iklan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan keterkaitan antara lembaga-lembaga yang ada dalam system manajemen periklanan DAFTAR PUSTAKA 1. Duncan, Tom.(2005) Advertising & IMC, 2nd Ed., McGraw-Hill 1 2. Shimp, a Terennce (2003) , Advertising and promotion & supplemental aspects of integrated communications, sixth edition, thomson southwestern.Ohio 3. Richarrd J. Semenik (2002), Promotion and Integrated Marketing Communications, South-Western,5101 Madison Road, Ohio 4. Levy/Weitz (2004), Retailing Management, International Edition The McGrawHill Companies New York. SEJARAH PERIKLANAN Periklanan merupakan tahapan dalam suatu rangkaian pemsasaran, mulai dari penciptaan produk hingga pelayanan purna jual. Periklanan merupakan tahap yang sangat penting dalam proses pemasaran, sehingga periklanan seringkali disebut sebagai darah kehidupan dalam pemasaran. Tanpa bantuan periklanan produk dan jasa akan sulit untuk dapat mengalir secara lancar ke para distributor, penjual dan konsumen. Secara mendasar, upaya periklanan telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan purbakala yang mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan periklanan sejak jaman dahulu, walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat sederhana. Dari berbagai penemuan tersebut, beberapa diantaranya adalah : • Peninggalan masa Babylonia, dimana ditemukan tanda peringatan berukir mengenai penjual salep, pembuat sepatu dan sebagainya yang terjadi sekitar 3000 tahun sebelum • Catatan-catatan dalam papyrus yang ditemukan d Thebes, bangsa Mesir telah memiliki media penulisan pesan penjualan. • Kebiasaan bangsa Yunani yang menggunakan "Town Criers" untuk menjajakan budak belian, mewartakan kedatangan kapal dan lain-lain. Town Crier ini biasanya diiringi oleh pemain musik. • Pedagang Romawi kuno yang menggunakan tanda-tanda / gambar pada lempengan batubatuan untuk megiklankan apa yang dijual di tokonya. Misalnya gambar paha sapi untuk menunjukkan toko penjual daging, gambar seekor sapi untuk menunjukkan toko penjual susu dan gambar sepatu boot untuk menunjukkan toko penjual sepatu. 2 • Warga kota Pompeii yang menggunakan tanda-tanda tertentu yang dicat pada dinding untuk menunjukkan toko penjual barang atau untuk menginformasikan suatu gagasan. Cara ini merupakan bukti adanya iklan luar ruang (outdoor advertising) sejak jaman dahulu. Sejarah periklanan telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di dunia mulai melakukan pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat bahwa kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia telah meletakkan dasar-dasar periklanan seperti yang terlihat sekarang ini. Pada jaman itu, pedagang-pedagang menyewa perahu-perahu dan menyuruh pedagang keliling mengantarkan hasil produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman dengan menggunakan teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan Romawi, teknik beriklan mengalami perkembangan . Pada jaman ini telah dikenal perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah mulai digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah mulai disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para pemilik usaha menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu orang banyak bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar, banyak toko di kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau papan nama sebagai media utama dalam beriklan. Periklanan memasuki babak sejarah yang sangat penting ketika kertas ditemukan pada tahun 1215 di Cina dan mesin cetak diciptakan Johann Gutenberg pada tahun 1450. Sejak itu medium-medium kuno ditinggalkan. Orang beralih ke pamphlet atau selebaran-selebaran untuk menginformasikan atau menjual sesuatu. Selebaran dan pamflet inilah yang menjadi cikal bakal munculnya surat kabar, sebuah medium klasik yang sampai sekarang tetap menjadi pilihan pengiklan sebagai medium utama. Periklanan mengalami perkembangan yang luar biasa cepat seiring dengan tumbuhnya era industri. Populasi penduduk dunia meningkat, industri-industri baru tumbuh dan iklan menempati posisi yang penting untuk mendorong penjualan. Sampai abad 19, belum ada perusahaan periklanan (advertising agency) baik di Eropa maupun di Amerika. Jadi, siapapun yang ingin mengiklankan sesuatu harus berhubungan dengan surat kabar. Sekitar tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan diantara pengiklan dan surat kabar mulai berkembang. Para pengiklan merasakan kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, bukan hanya masyarakat yang tinggal satu kota dengannya saja – sebagaimana distribusi surat kabar pada masa itu. Perkembangan itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya penghubung antara surat kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang bertindak sebagai advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di Philadelphia dan John Hooper di 3 New York. Oleh orang-orang sesudah mereka, bisnis tersebut dikembangkan ke dalam sebuah institusi yang disebut advertising agency. Karena memiliki tanggung jawab moral dan interaksi yang cukup banyak dengan beragam segmen, para praktisi periklanan di sekitar abad 19 mulai meletakkan standar-standar periklanan yang lebih baik. Sebagai contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di Philadelphia menjadi advertising agency tertua yang memberi tatanan modern pada bisnis periklanan. Agency yang didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki teknik-teknik periklanan dan memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk mengembangkan prinsip-prinsip etika bagi sebuah bisnis yang sukses. Beberapa standar penting yang berlaku saat ini merupakan ‘peninggalan’ para praktisi periklanan di abad 19 maupun awal-awal abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi agency sebesar 15% yang berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas perusahaan periklanan ke dalam 3 bidang dasar yaitu account, creative dan media. Perkembangan periklanan di Indonesia Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar "Tjahaja Sijang" yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi. Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar "De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu. Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya. Perkembangan Periklanan Modern Indonesia Pertumbuhan Industri Periklanan Indonesia Pertumbuhan industri periklanan di Indonesia dimulai pada zaman pendudukan Belanda, di saat Gubernur Jan Pieterz Coen (1619-1625) berkuasa. Pada saat itu sudah 4 diterbitkan lembaran informasi yang ditulis indah (silografi). Dilihat dari fungsi dan bentuknya, lembaran tersebut bersifat informasi pemerintah yang komersial. Akan tetapi iklan dalam arti sesungguhnya –menghubungkan kepentingan produsen dan konsumen dengan membayar ruang iklan- baru terlihat di suratkabar Bataviaashe Nouvells terbitan Agustus 1744. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa keberadaan industri periklanan berkaitan erat dengan keberadaan industri media. Tahun 1825, surat kabar pada masa itu sudah dimanfaatkan sebagai alat pemasaran yang efektif. Surat kabar yang pertama kali memuat iklan-iklan produk adalah surat kabar Tjahaja Siang yang terbit di Minahasa, yang mengiklankan produk obat-obatan tradisional. Bentuk iklannya hanya berupa iklan baris, karena memang baru seperti itulah model iklan yang ada pada masa itu. Surat kabar lainnya seperti Advertentie Blad dan Bintang Timoer juga melakukan hal yang sama. Dalam buku Iklan Surat Kabar, Bejo Riyanto mencatat bahwa pada tahun 1870-an kreativitas dalam penanganan visual dalam pesan periklanan terlihat semakin baik. Hal ini disebabkan oleh factor internal dan eksternal industri pers maupun periklanan itu sendiri. Pertama, terbentuknya peluang investasi modal swasta secara langsung dalam bidang industri periklanan dan perdagangan di Jawa. Kedua, pertumbuhan perekonomian masyarakat pribumi dan industrialisasi melahirkan sejumlah produk yang memerlukan kegiatan pemasaran. Pertumbuhan perekonomian memungkinkan terbentuknya suatu masyarakat konsumen yang potensial untuk pemasaran produk industri dan jasa modern di pulau Jawa. Secara internal, industri pers mulai berkembang dan mampu mendistribusikan surat kabar secara luas hingga ke luar pulau Jawa. Selain itu teknologi percetakan-pun semakin baik dan industri pers berkembang di kota-kota besar di Nusantara. Bahasa pengantar yang digunakan-pun disesuaikan dengan khalayak sasaran penerbitan, yaitu bahasa Cina, Melayu, Jawa dan Sunda. Untuk menjaga kelangsungan hidup, penerbitan pers butuh dukungan dari iklan. Sebaliknya, hal ini menimbulkan peluang bisnis tersendiri, yaitu munculnya industri jasa periklanan yang dikelola dengan lebih baik. Setelah kemerdekaan, istilah iklan belum dikenal. Kata yang digunakan adalah reklame. Pada masa itu sudah banyak perusahaan periklanan yang dimiliki oleh orang Belanda dan Indonesia. Perusahaan Periklanan yang ada pada masa pascakemerdekaan antara lain Aneta, Pikat, Reka dan Indonesia Reclame and Advertentie Bureau (IRAB). Sedangkan di Bandung ada Balai Iklan yang sampai sekarang tetap bertahan. Tahun 1949, atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta 5 dan Bandung, dibentuk suatu asosiasi bagi perusahaan-perusahaan periklanan dengan nama Van Reclame Bureau in Indonesia –dalam bahasa Indonesia berarti Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Ada sebelas perusahaan yang menjadi anggota PBRI diantaranya adalah Contact, De Unie, F Bodmer dan Frank Klein. Namun demikian, PBRI ternyata kurang mampu menampung aspirasi perusahaan periklanan milik orang Indonesia dikarenakan dominasi perusahaan periklanan milik orang Belanda. Situasi tersebut memicu berdirinya asosiasi perusahaan periklanan lainnya, yakni Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) pada tahun 1953. Pada tahun 1957 diselenggarakan konggres PBRI Reklame pertama yang menghasilkan keputusan penting yaitu merubah kata ‘perserikatan’ menjadi ‘persatuan’, sehingga makna PBRI menjadi Persatuan Biro Reklame Indonesia. Dan pada tahun 1972, pemerintah melalui Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) Departemen Penerangan Republik Indonesia, menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya wadah perusahaan periklanan di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan bahasa Indnesia, istilah ‘Biro Reklame’ yang sebelumnya digunakan oleh asosiasi diganti menjadi ‘perusahaan periklanan’. Hal ini untuk membedakan pencitraan dari biro reklame pinggir jalan. Akhirnya PBRI pun berubah nama menjadi Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. Era Periklanan Modern Indonesia Industri periklanan modern di Indonesia mulai tumbuh di awal tahun 1970-an untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akibat dikeluarkannya UU Penanaman Modal Asing (UU PMA) di tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) di tahun 1968. Hasilnya adalah cukup banyak perusahaan dan pabrik yang merambah pasar Indonesia. Pelopor periklanan modern di Indonesia diantaranya adalah Intervesta, Matari, Fortune, Metro dan Perwanal. Intervista yang muncul pada tahun 1964 dianggap sebagai cikal bakal perusahaan periklanan modern, karena untuk pertama kalinya perusahaan periklanan tersebut mengenalkan teknik-teknik periklanan modern seperti menggunakan naskah iklan bertuliskan tangan atau menata huruf diatas timah agar hasilnya baik. Akan tetapi sejak tahun 1990-an Intervista sudah tidak beroperasi lagi. Perusahaan periklanan lainnya yaitu Matari didirikan pada tahun 1971 untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang tumbuh akibat munculnya dua Undang-undang tersebut. Tetapi kita tidak bisa mengabaikan Unilever sebagai perusahaan yang ikut dalam proses 6 perjalanan periklanan modern dengan selalu memikirkan manfaat periklanan. Keseriusan Unilever menggarap komunikasi periklanannya terlihat dengan dibentuknya Lintas (Lever International Advertising Services) sebagai inhouse agency. Melalui Lintas, Unilever membangun sumberdaya yang sangat penting bagi ekuitas merek di masa depan, sehingga memungkinkan Unilever menjadi dominant di pasar barang konsumsi saat ini. Kemudian pada tahun 1980-an, Unilever memisahkan Lintas menjadi lebih independent. Bahkan dari Lintas lahir sumberdaya periklanan handal yang mengembangkan perusahaan periklanan baru seperti Cabe Rawit. Pertumbuhan perekonomian yang terus meningkat membuat pasar Indonesia menjadi penting bagi produk-produk yang berasal dari Amerika, Eropa maupun Jepang. Sebagian besar produk yang diiklankan adalah produk impor atau produk joint venture seperti Lux, Tancho, Coca Cola, Kao. Akan tetapi pada tahun 1981 pemerintah mengambil keputusan yang mengejutkan banyak pihak , yaitu dengan menghapuskan iklan di TVRI. Pemerintah khawatir dengan meningkatnya belanja iklan akan meningkatkan ekspektasi masyarakat dalam mengkonsumsi produk. Era tanpa iklan TV ini ternyata memberikan kesempatan bagi radio untuk memperoleh peluang merebut pangsa iklan yang lebih besar. Di era ini pula sejumlah radio mulai memantapkan posisi segmentasi mereka secara lebih tajam. Hilangnya iklan TV juga telah membuat pengelola media luar ruang kebanjiran iklan. Perkembangan industri periklanan yang mulai pesat pada tahun 1980-an, menimbulkan pemikiran tersendiri di kalangan pemerintah. Jika sebelumnya kegiatan periklanan berinduk ke Departemen Perdagangan, di awal tahun 1980-an industri periklanan berinduk ke Departemen Penerangan melalui UU Pokok Pers no 21 tahun 1982, yang menyebutkan organisasi periklanan dianggap sama dengan organisasi pers. Pada tahun 1989 merupakan peristiwa penting bagi industri periklanan Indonesia, yaitu dengan munculnya stasiun televisi swasta pertama, RCTI. Minat pengiklan cukup tinggi, terutama Unilever yang memahami betul pentingnya iklan, menjadi produsen pertama yang memasok iklan ke RCTI. Kehadiran televisi swasta lainnya mendongkrak belanja iklan nasional. Pesatnya pertumbuhan belanja iklan, menjadikan Indonesia pasar potensial. Kenyataan semacam ini tidak bisa diabaikan oleh produsen multinasional yang semakin banyak melakukan investasi di Indonesia, sehingga membuat biro iklan multinasional harus memberikan layanan global untuk meningkatkan pelayanan klien-klien global mereka di Indonesia. Oleh karenanya, pada dekade 1990-an untuk meningkatkan efisiensi dan sebagai strategi menghadapi ketatnya kompetisi, sejumlah perusahaan periklanan menyatukan diri. Pada era tahun 1990-an sudah ada sekitar 20-an perusahaan periklanan yang berafiliasi dengan perusahaan periklanan 7 Indonesia. Beberapa diantaranya adalah AdForce yang berafiliasi dengan J. Walter Thompson, Indo Ad berafiliasi dengan Ogilvy & Mather, Kreasindo berafiliasi dengan Leo Burnett, AdWork dengan Euro-RSCG, Komunika dengan BBDO. Namun demikian, sampai sekarang hanya Matari dan Fortune yang bertahan sebagai perusahaan periklanan local. Strategi Pemasaran dan Periklanan Pada Era Periklanan Modern Era periklanan modern di Indonesia dapat dikatakan mulai berkembang pada tahun 1970-an seiring dengan berkembangnya pemasaran. Untuk itu, era periklanan modern di Indonesia dapat dilihat dari 3 era yaitu era tahun 1970-1979 yang dinamakan sebagai era seller market – era dimana strategi pemasaran & periklanan lebih diarahkan pada penjualan, tahun 1980-1989 yang merupakan era consumer market – era dimana strategi pemasaran & periklanan lebih diarahkan pada kepuasan konsumen ; dan era tahun 1990-an yaitu era efektivitas dan efisiensi – era dimana dalam strategi pemasaran dan periklanan lebih diarahkan pada efektivitas dan efisiensi. Pada tahun awal sampai akhir tahun 1970-an yang disebut sebagai era seller market, memiliki karakteristik pemasaran sbb : a. Pilihan produk Terbatas b. Penjual Lebih Berperan daripada pembeli c. Daya beli pasar rendah d. Persaingan masih rendah antar produk e. Distribusi masih ditangani sendiri oleh produsen f. Antisipasi pasar bersifat reaktif g. Konsumen pasif Karakteristik pemasaran yang telah disebut diatas juga mempengaruhi strategi Komunikasi Pemasaran/Periklanan yaitu sbb : a. Menonjolkan produk, bukan merk b. Dominan pada strategi kreatif c. Pesan monoton/satu arah d. Lebih berorientasi pada kesan e. Pemilihan media lebih pada above the line (televisi, suratkabar, majalah dan radio) f. Tujuannya adalah penjualan 8 g. Yang beriklan secara aktif sebatas consumer goods h. Peranan biro iklan belum menonjol, karena produk sangat terbatas belum persaingan antar merk Pada tahun 1980-an strategi pemasaran mulai mengarah pada kepuasan konsumen, yang ditandai dengan hal-hal sbb : a. Daya beli perorangan meningkat b. Munculnya kelas menengah baru (yuppies) yang menuntut status merk (prestise) c. Pilihan produk sudah banyak d. Konsumen aktif e. Pemasaran mulai menggunakan konsep positioning f. Persaingan area bisnis g. Antisipasi pasar bersifat pro aktif h. Persaingan melibatkan kemasan, merk dan image (bukan cuma produk) i. Orientasi pada kepuasan konsumen j. Distribusi ditangani perusahaan professional k. Perusahaan jasa dan industri mulai beriklan seperti perbankan, hotel, restoran, asuransi, industri mobil, dsb Strategi pemasaran yang mengarah pada kepuasan konsumen juga mempengaruhi strategi Komunikasi Pemasaran/Periklanan a. Program Periklanan dipadukan dengan pemasaran b. Marketing Mix dan promotion mix dilaksanakan secara konsisten dan terpadu, menggunakan konsep Integrated Marketing Communications (Komunikasi Pemasaran Terpadu) c. Menggunakan media Above The Line (media massa) dan Below The Line (sales promotion, lomba berhadiah, publisitas, sponsor,dsb) secara kreatif. belum menghitung efektivitas dan efisiensinya) d. Biro iklan bukan lagi hanya sebagai agency, tetapi sudah dijadikan konsultan komunikasi pemasaran e. Profesional di bidang periklanan mulai memiliki nilai dan posisi yang baik. 9 f. Pertumbuhan periklanan yang cepat tidak didukung jumlah SDM yang mampu dan memadai, sehingga biro iklan Indonesia mengimpor SDM asing Pada tahun 1990-an strategi pemasaran mulai berubah lagi seiring dengan era globalisasi, dengan karakteritik sbb : a. Era Globalisasi b. Gaya Hidup kosmopolitan, membentuk sub kultur baru c. Produk sangat variatif (kondomonium, ponsel, kafe, cruise, dsb) d. Persaingan ketat antar merk. Merk pada akhir tahun 1990-an sudah mencapai 1800 merk e. Muncul system members (customer club) sebagai strategi dan taktik CRM (customer retention marketing) dan loyality management f. Pemasaran sangat professional g. Sistem franchise (waralaba) mulai berkembang h. Pasar sudah fragmented (bukan saja segmented) i. Pemasaran berorientasi ke micro marketing j. Biaya produksi sangat besar Komunikasi Pemasaran/Periklanan di era efektivitas dan efisiensi adalah sbb a. Kehadiran TV swasta pada awal tahun 1990 membuat pilihan media sangat beragam b. Komunikasi pemasaran tidak lagi sebatas pada kampanye periklanan, namun juga sudah menyertakan event, upaya kehumasan dan sponsorship. c. Indirect marketing menjadikan media local berkembang dengan baik. Media komunitas mulai berkembang d. Berkembangnya Below The Line, Store Advertising, Pameran, Media Eksklusif, Transportation Advertising, Marketing Public Relations, Even, dsb e. Hanya biro iklan yang berorientasi kepada marketing yang mampu bertahan. f. Kepemilikan perusahaan periklanan dimiliki asing, partner g. Perusahaan penunjang Komunikasi Pemasaran tumbuh pesat : PH, event organizer, riset pemasaran, sales promotion,dll h. Keahlian baru seperti spesialis media, account planning, brand strategist 10 KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA Rancangan kode etik periklanan Indonesia Bab II adalah Tata Krama sendiri yang terbagi lagi dalam tiga bagian: - Bagian A, terdiri atas asas-asas umum, yakni: 1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku 2. klan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan martabat agama, tata susila, adat budaya, suku dan golongan 3. Iklan harus dijiwai olah asas persaingan yang sehat. Bagian B merupakan Penerangan Umum yang menjabarkan butir - butir dari asas- asas umum. Antara lain di sini, pernyataan dan janji mengenai produk harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dan iklan tidak boleh melanggar norma - norma susila, adat dan budaya bangsa. Bagian C dari Bab II penerapan khusus. Di sini diuraikan masalah : 1. Anak dan Iklan Anak sebagai objek iklan Anak dalam peran iklan 2. Pemakaian tenaga professional : Dokter, perawat, tenaga medis dan ahli farmasi atau atribut – atribut profesinya tidak boleh dipakai untuk mengiklankan produk obat –obatan dan alat - alat kesehatan dalam bidangnya. 3. Dana Amal : Iklan yang menyebut sumbangan untuk amal harus memberitahukan dengan jelas bagian yang akan disumbangkan. 4. Kesempatan berusaha / beinvestasi] Iklan yang menawarkan kesempatan berusaha / investasi tidak boleh menyesatkan dan harus lengkap menyatakan sifat dan bentuk investasi maupun keuntungan yang akan diperoleh. 11 5. Minuman berakohol Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang seseorang untuk mulai minum minuman keras. Iklan tidak boleh menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan konsentrasi yang penggunaannya dapat membahayakan keselamatan. Iklan tidak boleh ditujukan kepada anak di bawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil atau menampilkan mereka dalam iklan. 6. Rokok iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang seseorang untuk mulai merokok iklan tidak boleh menyarankan bahwa merokok adalah hal yang tidak wajar iklan tidak boleh menyarankan bahwa merokok adalah sehat atau bebas dari gangguan kesehatan iklan tidak boleh ditujukan kepada anak dibawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil atau menampilkan mereka dalam iklan. 7. Pesanan Lewat Pos pengiklan harus mencantumkan alamatnya dengan jelas dan lengkap sehingga dapat dihubungi pada jam – jam kerja syarat - syarat pembayaran dan penukaran / pengembalian barang harus jelas dan lengkap dicantumkan dalam iklan atau catalog yang ditunjuk iklan tersebut. 8. Real Estate syarat - syarat pembayaran, lokasi, dan status tanah dan bangunan harus jelas dan lengkap dicantumkan dalam iklan atau catalog yang ditunjuk iklan tersebut. perincian pembayaran harus jelas dicantumkan dalam iklan atau catalog yang ditunjuk iklan tersebut sehingga konsumen mengetahui hak dan kewajibannya. 9. Obat iklan harus sesuai dengan ketetapan Ditjen POM dari Departemen Kesehatan 10. Pengobatan berlaku seperti iklan 11. Vitamin / mineral berlaku seperti iklan 12. Kosmetika berlaku seperti iklan 12 Bab III Tata Cara mengatur hubungan - hubungan kerja antar unsur - unsur periklanan. Bagian A dari Bab III menetapkan aturan- aturan hubungan kerja antara perusahaan periklanan dengan : konsumen pengiklan pemerintah media televisi media bioskop media radio outdoor model pembuat film pembuat radio perusahaan percetakan pemotret rekanan lain Iklan Politik : Seirama perubahan politik terjadi di Indonesia pasca Suharto, terutama pertengahan tahun 1998, begitu partai politik bermunculan. Hal ini disebabkan regulasi politik yang semakin kondusif hingga politik tumbuh berkembang. Hingga menjelang pemilu, 48 politik memenuhi kriteria untuk ikut pemilu. Dalam lain kampanye, dengan partai memanfaatkan politik menggunakan periklanan. Hingga semua menjelang sarana promosi pelaksaaan yang kampanye, sesungguhnya belum ada aturan dan mengenai iklan partai politik. Oleh sebab itu, beberapa pihak yang terlibat di bidang periklanan, khususnya yang menangani media iklan berupaya membuat batasan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat, iklan partai politik tidak sailng tumpang tindih dan pihak media tidak dirugikan. Pedoman Penyiaran Iklan atau Advertorial Partai Politik bagi radio Anggota PRSSNI : 13 Iklan / advertorial partai politik di radio dilakukan dengan cara sebagai berikut : Produksi iklan / advertorial tidak menggunakan efek-efek bunyi yang dapat menimbulkan ketakutan, kegelisahan, atau menyesatkan pikiran serta suara yang menjijikkan. Tidak diperkenankan menggunakan anak-anak dengan maksud mempengaruhi orang tuanya untuk memilih partai tertentu. Naskah iklan / advertorial pemilu tidak dibenarkan mengutip ayat kitab suci. Setiap politik hanya sebanyak-banyaknya 6 spot per hari dan penyiarannya lebih dari 1 spot per jam. Iklan partai politik disarankan berdurasi antara 30 - 60 detik. Advertorial disarankan berdurasi 120-180 detik. Tata Cara Penayangan Iklan Partai Politik di Stasiun Televisi Swasta : Membayar biaya pemasangan ikian sesuai dengan reatecard (secara penuh, tidak ada bonus dan tidak ada ROS) dan diajukan bersamaan dengan Media order (Pay BeforeBroadcast) Iklan partai politik tidak dilakukan dalam bentuk sponsor utama, sponsor pendukung, judul sponsor (title sponsor), hiburan maupun non hiburan dan pembelian waktu tayang (air porgram), OBB / CBB, Break Bumper, advertorial, bentuk talkshow program blocking. Durasi sebuah ikian politik minima! 15 dan kelipatannya, maksimal 60 detik, disesuaikan dengan yang dikenakan. Iklan partai politik tidak boleh "back to back" Penayangan iklan partai politik maksimal 4 spot per hari (jumlah ini dapal ditinjau kembali setelah mengetahui jumlah partai politik yang memenuhi syarat UU untuk mengikuti Pemilu) 14