FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

advertisement
PERTEMUAN
3
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
MODUL
MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS)
Oleh : Berliani Ardha, SE. M.Si
POKOK BAHASAN
Lembaga-lembaga dalam manajemen periklanan
DESKRIPSI
Memahami peran lembaga-lembaga pengendali (pemerintah, pesaing pasar dan lainlain). Peran lembaga-lembaga pemberi jasa biro iklan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan keterkaitan
antara lembaga-lembaga yang ada dalam system manajemen periklanan
DAFTAR PUSTAKA
1. Duncan, Tom.(2005) Advertising & IMC, 2nd Ed., McGraw-Hill
1
2. Shimp, a Terennce (2003) , Advertising and promotion & supplemental
aspects of integrated communications, sixth edition, thomson southwestern.Ohio
3. Richarrd J. Semenik (2002), Promotion and Integrated Marketing
Communications, South-Western,5101 Madison Road, Ohio
4. Levy/Weitz (2004), Retailing Management, International Edition The McGrawHill Companies New York.
SEJARAH PERIKLANAN
Periklanan merupakan tahapan dalam suatu rangkaian pemsasaran, mulai dari penciptaan
produk hingga pelayanan purna jual.
Periklanan merupakan tahap yang sangat penting dalam proses pemasaran, sehingga
periklanan seringkali disebut sebagai darah kehidupan dalam pemasaran. Tanpa bantuan
periklanan produk dan jasa akan sulit untuk dapat mengalir secara lancar ke para distributor,
penjual dan konsumen.
Secara mendasar, upaya periklanan telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak
penemuan-penemuan purbakala yang mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan
periklanan sejak jaman dahulu, walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat
sederhana.
Dari berbagai penemuan tersebut, beberapa diantaranya adalah :
• Peninggalan masa Babylonia, dimana ditemukan tanda peringatan berukir mengenai penjual
salep, pembuat sepatu dan sebagainya yang terjadi sekitar 3000 tahun sebelum
• Catatan-catatan dalam papyrus yang ditemukan d Thebes, bangsa Mesir telah memiliki
media penulisan pesan penjualan.
• Kebiasaan bangsa Yunani yang menggunakan "Town Criers" untuk menjajakan budak
belian, mewartakan kedatangan kapal dan lain-lain. Town Crier ini biasanya diiringi oleh
pemain musik.
• Pedagang Romawi kuno yang menggunakan tanda-tanda / gambar pada lempengan batubatuan untuk megiklankan apa yang dijual di tokonya. Misalnya gambar paha sapi untuk
menunjukkan toko penjual daging, gambar seekor sapi untuk menunjukkan toko penjual susu
dan gambar sepatu boot untuk menunjukkan toko penjual sepatu.
2
• Warga kota Pompeii yang menggunakan tanda-tanda tertentu yang dicat pada dinding untuk
menunjukkan toko penjual barang atau untuk menginformasikan suatu gagasan. Cara ini
merupakan bukti adanya iklan luar ruang (outdoor advertising) sejak jaman dahulu.
Sejarah periklanan telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di dunia mulai
melakukan pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat bahwa kira-kira 3000
tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia telah meletakkan dasar-dasar
periklanan seperti yang terlihat sekarang ini. Pada jaman itu, pedagang-pedagang menyewa
perahu-perahu dan menyuruh pedagang keliling mengantarkan hasil produksi ke konsumen
yang tinggal di pedalaman dengan menggunakan teknik pemasaran door to door.
Pada jaman Yunani dan Romawi, teknik beriklan mengalami perkembangan . Pada
jaman ini telah dikenal perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah
mulai digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah mulai
disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para pemilik usaha
menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu orang banyak bahwa mereka
mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar, banyak toko di kota-kota besar yang telah
mulai memakai tanda dan symbol atau papan nama sebagai media utama dalam beriklan.
Periklanan memasuki babak sejarah yang sangat penting ketika kertas ditemukan pada
tahun 1215 di Cina dan mesin cetak diciptakan Johann Gutenberg pada tahun 1450. Sejak itu
medium-medium kuno ditinggalkan. Orang beralih ke pamphlet atau selebaran-selebaran untuk
menginformasikan atau menjual sesuatu. Selebaran dan pamflet inilah yang menjadi cikal bakal
munculnya surat kabar, sebuah medium klasik yang sampai sekarang tetap menjadi pilihan
pengiklan sebagai medium utama.
Periklanan mengalami perkembangan yang luar biasa cepat seiring dengan tumbuhnya
era industri. Populasi penduduk dunia meningkat, industri-industri baru tumbuh dan iklan
menempati posisi yang penting untuk mendorong penjualan. Sampai abad 19, belum ada
perusahaan periklanan (advertising agency) baik di Eropa maupun di Amerika. Jadi, siapapun
yang ingin mengiklankan sesuatu harus berhubungan dengan surat kabar.
Sekitar tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan diantara pengiklan dan surat kabar
mulai berkembang. Para pengiklan merasakan kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang
lebih luas, bukan hanya masyarakat yang tinggal satu kota dengannya saja – sebagaimana
distribusi surat kabar pada masa itu. Perkembangan itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya
penghubung antara surat kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang
bertindak sebagai advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di Philadelphia dan John Hooper di
3
New York. Oleh orang-orang sesudah mereka, bisnis tersebut dikembangkan ke dalam sebuah
institusi yang disebut advertising agency.
Karena memiliki tanggung jawab moral dan interaksi yang cukup banyak dengan
beragam segmen, para praktisi periklanan di sekitar abad 19 mulai meletakkan standar-standar
periklanan yang lebih baik. Sebagai contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di Philadelphia
menjadi advertising agency tertua yang memberi tatanan modern pada bisnis periklanan.
Agency yang didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki teknik-teknik periklanan dan
memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk mengembangkan prinsip-prinsip etika
bagi sebuah bisnis yang sukses.
Beberapa standar penting yang berlaku saat ini merupakan ‘peninggalan’ para praktisi
periklanan di abad 19 maupun awal-awal abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi
agency sebesar 15% yang berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas perusahaan
periklanan ke dalam 3 bidang dasar yaitu account, creative dan media.
Perkembangan periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan
yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar "Tjahaja Sijang" yang
terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman
dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari
perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan
pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang
pada tahun 1864. Surat kabar "De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel
/ penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan
belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.
Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan
iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.
Perkembangan Periklanan Modern Indonesia
Pertumbuhan Industri Periklanan Indonesia
Pertumbuhan industri periklanan di Indonesia dimulai pada zaman pendudukan
Belanda, di saat Gubernur Jan Pieterz Coen (1619-1625) berkuasa. Pada saat itu sudah
4
diterbitkan lembaran informasi yang ditulis indah (silografi). Dilihat dari fungsi dan bentuknya,
lembaran tersebut bersifat informasi pemerintah yang komersial.
Akan tetapi iklan dalam arti sesungguhnya –menghubungkan kepentingan produsen dan
konsumen dengan membayar ruang iklan- baru terlihat di suratkabar Bataviaashe Nouvells
terbitan Agustus 1744. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa keberadaan industri periklanan
berkaitan erat dengan keberadaan industri media.
Tahun 1825, surat kabar pada masa itu sudah dimanfaatkan sebagai alat pemasaran
yang efektif. Surat kabar yang pertama kali memuat iklan-iklan produk adalah surat kabar
Tjahaja Siang yang terbit di Minahasa, yang mengiklankan produk obat-obatan tradisional.
Bentuk iklannya hanya berupa iklan baris, karena memang baru seperti itulah model iklan yang
ada pada masa itu. Surat kabar lainnya seperti Advertentie Blad dan Bintang Timoer juga
melakukan hal yang sama.
Dalam buku Iklan Surat Kabar, Bejo Riyanto mencatat bahwa pada tahun 1870-an
kreativitas dalam penanganan visual dalam pesan periklanan terlihat semakin baik. Hal ini
disebabkan oleh factor internal dan eksternal industri pers maupun periklanan itu sendiri.
Pertama, terbentuknya peluang investasi modal swasta secara langsung dalam bidang industri
periklanan dan perdagangan di Jawa. Kedua, pertumbuhan perekonomian masyarakat pribumi
dan industrialisasi melahirkan sejumlah produk yang memerlukan kegiatan pemasaran.
Pertumbuhan perekonomian memungkinkan terbentuknya suatu masyarakat konsumen yang
potensial untuk pemasaran produk industri dan jasa modern di pulau Jawa.
Secara internal, industri pers mulai berkembang dan mampu mendistribusikan surat
kabar secara luas hingga ke luar pulau Jawa. Selain itu teknologi percetakan-pun semakin baik
dan industri pers berkembang di kota-kota besar di Nusantara. Bahasa pengantar yang
digunakan-pun disesuaikan dengan khalayak sasaran penerbitan, yaitu bahasa Cina, Melayu,
Jawa dan Sunda. Untuk menjaga kelangsungan hidup, penerbitan pers butuh dukungan dari
iklan. Sebaliknya, hal ini menimbulkan peluang bisnis tersendiri, yaitu munculnya industri jasa
periklanan yang dikelola dengan lebih baik.
Setelah kemerdekaan, istilah iklan belum dikenal. Kata yang digunakan adalah reklame.
Pada masa itu sudah banyak perusahaan periklanan yang dimiliki oleh orang Belanda dan
Indonesia. Perusahaan Periklanan yang ada pada masa pascakemerdekaan antara lain Aneta,
Pikat, Reka dan Indonesia Reclame and Advertentie Bureau (IRAB). Sedangkan di Bandung
ada Balai Iklan yang sampai sekarang tetap bertahan.
Tahun 1949, atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta
5
dan Bandung, dibentuk suatu asosiasi bagi perusahaan-perusahaan periklanan dengan nama
Van Reclame Bureau in Indonesia –dalam bahasa Indonesia berarti Perserikatan Biro Reklame
Indonesia (PBRI). Ada sebelas perusahaan yang menjadi anggota PBRI diantaranya adalah
Contact, De Unie, F Bodmer dan Frank Klein. Namun demikian, PBRI ternyata kurang mampu
menampung aspirasi perusahaan periklanan milik orang Indonesia dikarenakan dominasi
perusahaan periklanan milik orang Belanda. Situasi tersebut memicu berdirinya asosiasi
perusahaan periklanan lainnya, yakni Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) pada tahun 1953.
Pada tahun 1957 diselenggarakan konggres PBRI Reklame pertama yang
menghasilkan keputusan penting yaitu merubah kata ‘perserikatan’ menjadi ‘persatuan’,
sehingga makna PBRI menjadi Persatuan Biro Reklame Indonesia. Dan pada tahun 1972,
pemerintah melalui Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) Departemen
Penerangan Republik Indonesia, menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya wadah
perusahaan periklanan di Indonesia.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Indnesia, istilah ‘Biro Reklame’ yang
sebelumnya digunakan oleh asosiasi diganti menjadi ‘perusahaan periklanan’. Hal ini untuk
membedakan pencitraan dari biro reklame pinggir jalan. Akhirnya PBRI pun berubah nama
menjadi Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
Era Periklanan Modern Indonesia
Industri periklanan modern di Indonesia mulai tumbuh di awal tahun 1970-an untuk
mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akibat
dikeluarkannya UU Penanaman Modal Asing (UU PMA) di tahun 1967 dan UU Penanaman
Modal Dalam Negeri (UU PMDN) di tahun 1968. Hasilnya adalah cukup banyak perusahaan
dan pabrik yang merambah pasar Indonesia.
Pelopor periklanan modern di Indonesia diantaranya adalah Intervesta, Matari, Fortune, Metro
dan Perwanal. Intervista yang muncul pada tahun 1964 dianggap sebagai cikal bakal
perusahaan periklanan modern, karena untuk pertama kalinya perusahaan periklanan tersebut
mengenalkan teknik-teknik periklanan modern seperti menggunakan naskah iklan bertuliskan
tangan atau menata huruf diatas timah agar hasilnya baik. Akan tetapi sejak tahun 1990-an
Intervista sudah tidak beroperasi lagi. Perusahaan periklanan lainnya yaitu Matari didirikan
pada tahun 1971 untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang
tumbuh akibat munculnya dua Undang-undang tersebut.
Tetapi kita tidak bisa mengabaikan Unilever sebagai perusahaan yang ikut dalam proses
6
perjalanan periklanan modern dengan selalu memikirkan manfaat periklanan. Keseriusan
Unilever menggarap komunikasi periklanannya terlihat dengan dibentuknya Lintas (Lever
International Advertising Services) sebagai inhouse agency. Melalui Lintas, Unilever
membangun sumberdaya yang sangat penting bagi ekuitas merek di masa depan, sehingga
memungkinkan Unilever menjadi dominant di pasar barang konsumsi saat ini. Kemudian pada
tahun 1980-an, Unilever memisahkan Lintas menjadi lebih independent. Bahkan dari Lintas lahir
sumberdaya periklanan handal yang mengembangkan perusahaan periklanan baru seperti
Cabe Rawit.
Pertumbuhan perekonomian yang terus meningkat membuat pasar Indonesia menjadi penting
bagi produk-produk yang berasal dari Amerika, Eropa maupun Jepang. Sebagian besar produk
yang diiklankan adalah produk impor atau produk joint venture seperti Lux, Tancho, Coca Cola,
Kao. Akan tetapi pada tahun 1981 pemerintah mengambil keputusan yang mengejutkan banyak
pihak , yaitu dengan menghapuskan iklan di TVRI. Pemerintah khawatir dengan meningkatnya
belanja iklan akan meningkatkan ekspektasi masyarakat dalam mengkonsumsi produk. Era
tanpa iklan TV ini ternyata memberikan kesempatan bagi radio untuk memperoleh peluang
merebut pangsa iklan yang lebih besar. Di era ini pula sejumlah radio mulai memantapkan
posisi segmentasi mereka secara lebih tajam. Hilangnya iklan TV juga telah membuat pengelola
media luar ruang kebanjiran iklan.
Perkembangan industri periklanan yang mulai pesat pada tahun 1980-an, menimbulkan
pemikiran tersendiri di kalangan pemerintah. Jika sebelumnya kegiatan periklanan berinduk ke
Departemen Perdagangan, di awal tahun 1980-an industri periklanan berinduk ke Departemen
Penerangan melalui UU Pokok Pers no 21 tahun 1982, yang menyebutkan organisasi
periklanan dianggap sama dengan organisasi pers.
Pada tahun 1989 merupakan peristiwa penting bagi industri periklanan Indonesia, yaitu dengan
munculnya stasiun televisi swasta pertama, RCTI. Minat pengiklan cukup tinggi, terutama
Unilever yang memahami betul pentingnya iklan, menjadi produsen pertama yang memasok
iklan ke RCTI. Kehadiran televisi swasta lainnya mendongkrak belanja iklan nasional.
Pesatnya pertumbuhan belanja iklan, menjadikan Indonesia pasar potensial. Kenyataan
semacam ini tidak bisa diabaikan oleh produsen multinasional yang semakin banyak melakukan
investasi di Indonesia, sehingga membuat biro iklan multinasional harus memberikan layanan
global untuk meningkatkan pelayanan klien-klien global mereka di Indonesia. Oleh karenanya,
pada dekade 1990-an untuk meningkatkan efisiensi dan sebagai strategi menghadapi ketatnya
kompetisi, sejumlah perusahaan periklanan menyatukan diri. Pada era tahun 1990-an sudah
ada sekitar 20-an perusahaan periklanan yang berafiliasi dengan perusahaan periklanan
7
Indonesia. Beberapa diantaranya adalah AdForce yang berafiliasi dengan J. Walter Thompson,
Indo Ad berafiliasi dengan Ogilvy & Mather, Kreasindo berafiliasi dengan Leo Burnett, AdWork
dengan Euro-RSCG, Komunika dengan BBDO. Namun demikian, sampai sekarang hanya
Matari dan Fortune yang bertahan sebagai perusahaan periklanan local.
Strategi Pemasaran dan Periklanan Pada Era Periklanan Modern
Era periklanan modern di Indonesia dapat dikatakan mulai berkembang pada tahun 1970-an
seiring dengan berkembangnya pemasaran. Untuk itu, era periklanan modern di Indonesia
dapat dilihat dari 3 era yaitu era tahun 1970-1979 yang dinamakan sebagai era seller market –
era dimana strategi pemasaran & periklanan lebih diarahkan pada penjualan, tahun 1980-1989
yang merupakan era consumer market – era dimana strategi pemasaran & periklanan lebih
diarahkan pada kepuasan konsumen ; dan era tahun 1990-an yaitu era efektivitas dan efisiensi
– era dimana dalam strategi pemasaran dan periklanan lebih diarahkan pada efektivitas dan
efisiensi.
Pada tahun awal sampai akhir tahun 1970-an yang disebut sebagai era seller market, memiliki
karakteristik pemasaran sbb :
a. Pilihan produk Terbatas
b. Penjual Lebih Berperan daripada pembeli
c. Daya beli pasar rendah
d. Persaingan masih rendah antar produk
e. Distribusi masih ditangani sendiri oleh produsen
f.
Antisipasi pasar bersifat reaktif
g. Konsumen pasif
Karakteristik pemasaran yang telah disebut diatas juga mempengaruhi strategi Komunikasi
Pemasaran/Periklanan yaitu sbb :
a. Menonjolkan produk, bukan merk
b. Dominan pada strategi kreatif
c. Pesan monoton/satu arah
d. Lebih berorientasi pada kesan
e. Pemilihan media lebih pada above the line (televisi, suratkabar, majalah dan radio)
f.
Tujuannya adalah penjualan
8
g. Yang beriklan secara aktif sebatas consumer goods
h. Peranan biro iklan belum menonjol, karena produk sangat terbatas belum
persaingan antar merk
Pada tahun 1980-an strategi pemasaran mulai mengarah pada kepuasan konsumen, yang
ditandai dengan hal-hal sbb :
a. Daya beli perorangan meningkat
b. Munculnya kelas menengah baru (yuppies) yang menuntut status merk (prestise)
c. Pilihan produk sudah banyak
d. Konsumen aktif
e. Pemasaran mulai menggunakan konsep positioning
f.
Persaingan area bisnis
g. Antisipasi pasar bersifat pro aktif
h. Persaingan melibatkan kemasan, merk dan image (bukan cuma produk)
i.
Orientasi pada kepuasan konsumen
j.
Distribusi ditangani perusahaan professional
k. Perusahaan jasa dan industri mulai beriklan seperti perbankan, hotel, restoran,
asuransi, industri mobil, dsb
Strategi pemasaran yang mengarah pada kepuasan konsumen juga mempengaruhi strategi
Komunikasi Pemasaran/Periklanan
a. Program Periklanan dipadukan dengan pemasaran
b. Marketing Mix dan promotion mix dilaksanakan secara konsisten dan terpadu,
menggunakan
konsep
Integrated
Marketing
Communications
(Komunikasi
Pemasaran Terpadu)
c. Menggunakan media Above The Line (media massa) dan Below The Line (sales
promotion, lomba berhadiah, publisitas, sponsor,dsb)
secara kreatif. belum
menghitung efektivitas dan efisiensinya)
d. Biro iklan bukan lagi hanya sebagai agency, tetapi sudah dijadikan konsultan
komunikasi pemasaran
e. Profesional di bidang periklanan mulai memiliki nilai dan posisi yang baik.
9
f.
Pertumbuhan periklanan yang cepat tidak didukung jumlah SDM yang mampu dan
memadai, sehingga biro iklan Indonesia mengimpor SDM asing
Pada tahun 1990-an strategi pemasaran mulai berubah lagi seiring dengan era globalisasi,
dengan karakteritik sbb :
a. Era Globalisasi
b. Gaya Hidup kosmopolitan, membentuk sub kultur baru
c. Produk sangat variatif (kondomonium, ponsel, kafe, cruise, dsb)
d. Persaingan ketat antar merk. Merk pada akhir tahun 1990-an sudah mencapai 1800
merk
e. Muncul system members (customer club) sebagai strategi dan taktik CRM (customer
retention marketing) dan loyality management
f.
Pemasaran sangat professional
g. Sistem franchise (waralaba) mulai berkembang
h. Pasar sudah fragmented (bukan saja segmented)
i.
Pemasaran berorientasi ke micro marketing
j.
Biaya produksi sangat besar
Komunikasi Pemasaran/Periklanan di era efektivitas dan efisiensi adalah sbb
a. Kehadiran TV swasta pada awal tahun 1990 membuat pilihan media sangat
beragam
b. Komunikasi pemasaran tidak lagi sebatas pada kampanye periklanan, namun juga
sudah menyertakan event, upaya kehumasan dan sponsorship.
c. Indirect marketing menjadikan media local berkembang dengan baik. Media
komunitas mulai berkembang
d. Berkembangnya Below The Line, Store Advertising, Pameran, Media Eksklusif,
Transportation Advertising, Marketing Public Relations, Even, dsb
e. Hanya biro iklan yang berorientasi kepada marketing yang mampu bertahan.
f.
Kepemilikan perusahaan periklanan dimiliki asing, partner
g. Perusahaan penunjang Komunikasi Pemasaran tumbuh pesat : PH, event organizer,
riset pemasaran, sales promotion,dll
h. Keahlian baru seperti spesialis media, account planning, brand strategist
10
KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA
Rancangan kode etik periklanan Indonesia
Bab II adalah Tata Krama sendiri yang terbagi lagi dalam tiga bagian:
-
Bagian A, terdiri atas asas-asas umum, yakni:
1.
Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku
2.
klan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan martabat agama,
tata
susila, adat budaya, suku dan golongan
3.
Iklan harus dijiwai olah asas persaingan yang sehat.
Bagian B merupakan Penerangan Umum yang menjabarkan butir - butir dari asas- asas umum.
Antara lain di sini, pernyataan dan janji mengenai produk harus dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dan iklan tidak boleh melanggar norma - norma susila, adat dan budaya
bangsa. Bagian C dari Bab II penerapan khusus.
Di sini diuraikan masalah :
1.
Anak dan Iklan
 Anak sebagai objek iklan
 Anak dalam peran iklan
2.
Pemakaian tenaga professional :
Dokter, perawat, tenaga medis dan ahli farmasi atau atribut – atribut profesinya tidak
boleh dipakai untuk mengiklankan produk obat –obatan dan alat - alat kesehatan dalam
bidangnya.
3.
Dana Amal :
Iklan yang menyebut sumbangan untuk amal harus memberitahukan dengan jelas bagian
yang akan disumbangkan.
4.
Kesempatan berusaha / beinvestasi]
Iklan yang menawarkan kesempatan berusaha / investasi tidak boleh menyesatkan dan
harus lengkap menyatakan sifat dan bentuk investasi maupun keuntungan yang akan
diperoleh.
11
5.
Minuman berakohol
 Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang seseorang untuk mulai minum
minuman keras.
 Iklan tidak boleh menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan
yang
memerlukan
konsentrasi
yang
penggunaannya
dapat
membahayakan
keselamatan.
 Iklan tidak boleh ditujukan kepada anak di bawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil
atau menampilkan mereka dalam iklan.
6.
Rokok
 iklan tidak
boleh mempengaruhi
atau merangsang
seseorang untuk mulai
merokok
 iklan tidak boleh menyarankan bahwa merokok adalah hal yang tidak
wajar
 iklan tidak boleh menyarankan bahwa merokok adalah sehat atau bebas dari gangguan
kesehatan
 iklan tidak boleh ditujukan kepada anak dibawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil
atau menampilkan mereka dalam iklan.
7.
Pesanan Lewat Pos
 pengiklan harus mencantumkan alamatnya dengan jelas dan lengkap sehingga dapat
dihubungi pada jam – jam kerja
 syarat - syarat pembayaran dan penukaran / pengembalian barang harus jelas dan
lengkap dicantumkan dalam iklan atau catalog yang ditunjuk iklan tersebut.
8.
Real Estate
 syarat - syarat pembayaran, lokasi, dan status tanah dan bangunan harus jelas dan
lengkap dicantumkan dalam iklan atau catalog yang ditunjuk iklan tersebut.
 perincian pembayaran harus jelas dicantumkan dalam iklan atau catalog yang ditunjuk
iklan tersebut sehingga konsumen mengetahui hak dan kewajibannya.
9.
Obat
iklan harus sesuai dengan ketetapan Ditjen POM dari Departemen Kesehatan
10. Pengobatan
berlaku seperti iklan
11. Vitamin / mineral
berlaku seperti iklan
12. Kosmetika
berlaku seperti iklan
12
Bab III Tata Cara mengatur hubungan - hubungan kerja antar unsur - unsur periklanan. Bagian
A dari Bab III menetapkan aturan- aturan hubungan kerja antara perusahaan periklanan dengan
:
 konsumen
 pengiklan
 pemerintah
 media televisi
 media bioskop
 media radio
 outdoor
 model
 pembuat film
 pembuat radio
 perusahaan percetakan
 pemotret
 rekanan lain
Iklan Politik :
Seirama perubahan politik terjadi di Indonesia pasca Suharto, terutama pertengahan tahun
1998, begitu partai politik bermunculan. Hal ini disebabkan regulasi politik yang semakin
kondusif hingga politik tumbuh berkembang. Hingga menjelang pemilu, 48 politik memenuhi
kriteria untuk ikut pemilu.
Dalam
lain
kampanye,
dengan
partai
memanfaatkan
politik
menggunakan
periklanan.
Hingga
semua
menjelang
sarana
promosi
pelaksaaan
yang
kampanye,
sesungguhnya belum ada aturan dan mengenai iklan partai politik.
Oleh sebab itu, beberapa pihak yang terlibat di bidang periklanan, khususnya yang
menangani media iklan berupaya membuat batasan agar tidak terjadi persaingan yang tidak
sehat, iklan partai politik tidak sailng tumpang tindih dan pihak media tidak dirugikan.
Pedoman Penyiaran Iklan atau Advertorial Partai Politik bagi radio Anggota PRSSNI :
13
Iklan / advertorial partai politik di radio dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Produksi iklan / advertorial tidak menggunakan efek-efek bunyi yang dapat menimbulkan
ketakutan, kegelisahan, atau menyesatkan pikiran serta suara yang menjijikkan.
 Tidak diperkenankan menggunakan anak-anak dengan maksud mempengaruhi orang
tuanya untuk memilih partai tertentu.
 Naskah iklan / advertorial pemilu tidak dibenarkan mengutip ayat kitab suci.
 Setiap politik hanya sebanyak-banyaknya 6 spot per hari dan penyiarannya lebih dari 1 spot
per jam.
 Iklan partai politik disarankan berdurasi antara 30 - 60 detik.
 Advertorial disarankan berdurasi 120-180 detik.
Tata Cara Penayangan Iklan Partai Politik di Stasiun Televisi Swasta :
 Membayar biaya pemasangan ikian sesuai dengan reatecard (secara penuh, tidak ada
bonus dan tidak ada ROS) dan diajukan bersamaan dengan Media order (Pay
BeforeBroadcast)
 Iklan partai politik tidak dilakukan dalam bentuk sponsor utama, sponsor pendukung, judul
sponsor (title sponsor), hiburan maupun non hiburan dan pembelian waktu tayang (air
porgram), OBB / CBB, Break Bumper, advertorial, bentuk talkshow program blocking.
 Durasi sebuah ikian politik minima! 15 dan kelipatannya, maksimal 60 detik, disesuaikan
dengan yang dikenakan.
 Iklan partai politik tidak boleh "back to back"
 Penayangan iklan partai politik maksimal 4 spot per hari (jumlah ini dapal ditinjau kembali
setelah mengetahui jumlah partai politik yang memenuhi syarat UU untuk mengikuti Pemilu)
14
Download