Republika AHAD 26 September 2010 A4 MUSIRON/REPUBLIKA Bila Waktunya Memutuskan? ilakah waktu yang paling tepat memasang alat kontrasepsi? Biran menyarankan setelah kelahiran, perempuan bisa segera menentukan mana yang paling sesuai untuknya. ”Pastikan yang dipilih sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, entah penundaan kehamilan anak pertama, pemberian jarak antarkelahiran, atau pembatasan jumlah anak.’’ Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat kontrasepsi suntik paling diminati perempuan. Kalangan perempuan kini makin banyak yang menyukai kontrasepsi suntik dengan interval satu dan tiga bulan sekali. ”Angkanya cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sedikit menekan akseptor pil kontrasepsi,” kata Setia Edi dari Direktorat Jenderal Jaminan dan Pelyananan Keluarga Berencana. Setia menjelaskan pil kontrasepsi cocok untuk dipergunakan bagi keluarga yang ingin menunda memiliki keturunan. Sebab, begitu dihentikan pemakaiannya, kesuburan dapat kembali dengan segera. ”Pil kontrasepsi kini sudah lebih rendah kadar hormon estrogennya yakni 50 mikrogram dan kandungan progestin yang bervariasi.’’ Pil kontrasepsi bekerja mencegah terjadinya pembuahan. Endometrium alias dinding dalam rahim dibuat tidak siap menerima kehamilan. Kekentalan dinding vagina juga dibuat meningkat sehingga dapat menangkal perlekatan spermatozoa. ”Penggunaannya dapat pula menurunkan angka kejadian kanker indung telur dan mengurangi risiko timbulnya benjolan jinak di payudara,’’ imbuh Biran yang pada tahun 1980 meraih penghargaan Dokter KB Teladan dari Palang Merah Indonesia. Pil kontrasepsi pertama kali diluncurkan pada tahun 1961 dari pabrikan asal Jerman. Belakangan, pil kontrasepsi belakangan diketahui memiliki khasiat ekstra. ”Selain memperhalus kulit dan mengurangi jerawat, pil kontrasepsi juga mencgah penimbunan cairan di dalam tubuh,’’ tutur Biran yang pernah menjabat sebagai ketua kolegium obstetrik dan ginekologi. B MENGHITUNG WAKTU: Kehadiran anak sebaiknya dengan perencanaan. Penting dipertimbangkan pula bahwa tidak sembarang usia aman bagi , i r a M n a k a n a c n e R ! a g r a u l Ke perempuan untuk hamil. Masih banyak keluarga berketurunan tanpa perencanaan sama sekali. Reiny Dwinanda T iap hari ada saja pasangan baru yang menikah. Setiap hari pula ada perempuan yang kehilangan keperawanannya di luar pernikahan. Adakah semuanya dilakukan dengan kesadaran penuh akan konsekuensinya? Menikah merupakan pintu masuk resmi menuju proses memiliki keturunan. Hanya saja, sebagian masyarakat masih menuruti prinsip air mengalir. “Kalau hamil ya terima saja, mau bagaimana lagi,” cetus Maria, warga Pondok Gede, Jawa Barat, sambil menatap tiga putranya yang tinggi badannya menganak tangga. Maria dan suami sesungguhnya belum hidup dalam taraf layak. Namun, kondisi itu tidak mendesak mereka untuk merencanakan keluarganya. Masyarakat kurang mampu justru memiliki banyak anak. Potret seperti itu jamak ditemukan oleh Prof Dr dr Biran Affandi SpOG FAMM. “Merekalah sasaran utama program keluarga berencana,” ujarnya. Di lain sisi, angka pelaku hubungan intim di luar pernikahan–terutama di kalangan remaja–membuat masyarakat tersentak. Kehamilan yang tak diinginkan dan praktik aborsi pun makin sering terdengar. “Harus ada langkah strategis untuk menghadapinya,” cetus Prof Firman Lubis MPH, selaku ketua Koalisi Untuk Indonesia Sehat (KUIS). Terhadap fenomena tersebut, Biran menuturkan pentingnya pemahaman kesehatan reproduksi. Tidak sembarang usia aman bagi perempuan untuk hamil. “Sesuai dengan kurva kesuburan, usia terbaik untuk hamil berada pada kisaran 20 sampai 35 tahun,” kata guru besar Ilmu Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Memperhitungkan risiko Bagaimana jika kehamilan terjadi di luar rentang usia tersebut? Biran memaparkan, sejatinya perempuan memang sudah bisa hamil selepas haid pertamanya. Hanya saja, secara mental mereka belum siap menjadi orang tua. “Mengasuh itu tidak mudah,” Biran, yang juga konsultan program Keluarga Berencana di sejumlah negara, mengingatkan. Sementara itu, kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun besar risikonya. Lantaran kualitas sel telur sudah menurun, sehingga kemungkinan keguguran dua kali lebih tinggi daripada kehamilan pada usia ideal. “Keguguran spontan terjadi sepuluh sampai 15 persen, dan bayi lahir mongolisme,” ujar ketua program studi pascasarjana Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Dari kelahiran pertama, lanjut Biran, harus diatur pula waktu kelahiran berikutnya. Ada panduan jarak antar kehamilan yang dikenal luas, yakni antara dua sampai empat tahun. “Idealnya tiga tahun,” tambahnya. Jika diikuti, saran tersebut dapat menekan angka kematian ibu dan bayi sebanyak 50 persen. Dengan pertimbangan tersebut, Biran mengimbau agar tiap keluarga merencanakan masa depannya. :”Pada tahun kelima, risiko Risiko Kanker Usus Besar Yth. Dr Zubairi Djoerban Assalamualaikum wr wb, Ibu saya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu karena sakit kanker usus besar. Beberapa minggu yang lalu, saya membaca bahwa kanker usus besar mempunyai kecenderungan menurun dari orang tua ke anaknya. Tetangga dekat saya bulan lalu meninggal, juga karena kanker usus besar walaupun sudah dioperasi dan diberi obat infus kemoterapi. Pertanyaan saya, apakah benar kanker usus besar penyakit menurun? Kedua, apakah bisa menular? Saya juga membaca bahwa kita tidak boleh terlalu dekat dengan pasien kanker yang mendapat pengobatan obat infus kemoterapi karena bisa terkena leukemia akibat gas beracun yang berasal dari obat kemoterapi, benarkah? Saya amat dekat dengan almarhum ibu saya, baik sewaktu beliau mendapat pengobatan infus kemoterapi, maupun sesudahnya dan saya sering memeluk beliau. Apakah saya akan sakit leukemia di kemudian hari? Ucup, Jakarta Jawab: Mas Ucup yang baik, Kanker usus besar sering ditemukan di Indonesia. Penyakit kanker usus besar memang merupakan salah satu kanker yang banyak ditemukan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Di Amerika, misalnya, kanker ini menempati urutan ketiga. Untuk tahun 2010 ini, di negara tersebut perkiraan kasus baru kanker usus besar sekitar 142.570 orang dan estimasi yang meninggal 51.370 orang pasien kanker usus besar. Apakah kanker usus besar penyakit menurun? Tidak, penyakit kanker usus besar tidak menurun, kecuali untuk sebagian pasien. Kecenderungan menurun ini mulai diperhatikan para peneliti ketika mengamati ada peningkatan jumlah pasien yang mengelompok pada keluarga tertentu dibandingkan dengan keluarga lain ataupun di masyarakat umum. Kecenderungan menurun dalam keluarga pada sebagian kecil kanker usus besar. Sekitar 75 persen, pasien kanker usus besar tidak mempunyai kecenderungan menurun sama sekali dan disebut sebagai penyakit kanker usus besar jenis yang sporadis. Sebanyak 25 persen sisanya, mempunyai riwayat keluarga kanker usus besar sehingga kita menyimpulkan ada kontribusi genetik atau paparan zat penyebab kanker yang sama pada anggota keluarga atau kombinasi keduanya. Mutasi genetik dapat diidentifikasi, dapat dibuktikan sebagai penyebab, hanya pada 5-6 persen dari semua pasien kanker usus besar. Laporan awal tentang riwayat keluarga kanker berasal dari Utah, Amerika, disebutkan bahwa angka kematian akibat kanker usus besar yang tinggi di antara anggota sebuah keluarga. Sejak itu, banyak laporan yang secara konsisten menemukan angka kematian yang tinggi, 2 kali sampai 3 kali lipat pada anggota sebuah keluarga tertentu. Bisa disimpulkan, riwayat keluarga sebagai faktor risiko kanker usus besar. Artinya, Mas Ucup mempunyai risiko lebih tinggi untuk sakit kanker usus besar dibandingkan dengan rata-rata anggota masyarakat umum. Apakah pasti akan sakit kanker usus besar? Tidak, beberapa penelitian menyim- Tergantung tujuan Sementara itu, Biran mengungkapkan, kontrasepsi suntik cocok untuk pasangan yang ingin menjarangkan kelahiran. Cara ini praktis namun mempersering kunjungan ke pelayanan kesehatan, demi mendapatkan suntikan. ”Suntikan kontrasepsi dapat dipilih baik yang intervalnya sebulan atau tiga bulan sekali’’ Sebetulnya, pemberian Air Susu Ibu secara eksklusif kepada bayi selama enam bulan dapat pula menjadi kontrasepsi alami. Syaratnya, ibu harus menyusui selama satu jam dalam satu hari. ”Enam kali sepuluh menit menyusui kedua payudara tiap harinya dapat merangsang otak kecil mengeluarkan prolaktin yang dapat menekan masa subur perempuan,’’ papar Biran. Bagi yang tidak ingin hamil lagi, sterilisasi dapat dipilih. Alternatif lainnya, pemasangan implan. ”Susuk KB ini dipasang di bawah kulit. dengan daya kerja selama tiga bulan,” kata Biran yang aktif di Asia Pasific Council on Contraception (APCOC). Selain sterilisasi dan implan, pasangan yang tidak ingin memiliki anak juga dapat mencoba kontrasepsi intra uterine device (IUD). Plastik kecil yang terbungkus dengan kabel tembaga ini akan dimasukkan ginekolog ke dalam uterus dengan mudah. ”IUD bisa digunakan secara efektif selama lima sampai 10 tahun,’’ urai Biran. Bagaimana dengan senggama terputus dan pemakaian kondom? Biran memaparkan kedua cara ini juga dapat diterapkan untuk membatasi kehamilan. ”Namun, pelaksanaannya menuntut kendali kesadaran yang tinggi pada pria,” Biran menyerukan agar pasangan usia subur mengerti betul aneka jenis alat kontrasepsi ini. Terlebih, sekitar lima juta dari pasangan usia subur belum menjadi akseptor keluarga berencana. ”Mari rencanakan keluarga masing-masing,’’ ajaknya. ■ kematian ibu dan bayi kembali meningkat.” Alat kontrasepsi Biran memahami rasa khawatir perempuan menikah yang belum ingin mengandung. Betapapun, setiap kehamilan haruslah terencana dan diinginkan. “Betapa tertekannya perempuan yang terlambat datang bulan. Mereka takut hamil.” Kekhawatiran yang sama pernah menyergap Ratna Indrayani. Praktisi kehumasan ini sangat takut memiliki banyak anak. “Saya bukan orang yang bisa adil dalam membagi kasih sayang,” ujarnya beralasan. Untuk itu, Ratna sigap membentengi diri dari kehamilan. Setelah berkonsultasi dengan dokter kan-dungannya, ibu dari seorang putra berusia 13 tahun ini menjatuhkan pilihannya pada kontrasepsi pil. “Saya mendapatkan penjelasan yang baik tentang cara minumnya,” ujar Ratna berbagi pengalaman dalam konferensi pers Hari Kontrasepsi Dunia, Kamis (23/9) lalu, di Jakarta. Dengan tujuan pembatasan anak, Ratna merasa nyaman dengan pil. Mengingat ritme kerjanya yang tak beraturan, ia selalu membawa pil kontrasepsi ke manapun kakinya melangkah. “Oto- matis, saya bisa memastikan antara pukul 21.00 sampai pukul 23.00 WIB, harus minum pil.” Kesadaran Ratna mendapat acungan jempol dari Biran. Terlebih, pil kontrasepsi yang telah genap 50 tahun dipakai perempuan masih saja lekat dengan berbagai macam anggapan miring. “Konon, pil keluarga berencana (KB) ada kaitannya dengan kejadian kanker payudara.” Biran mengungkapkan, pil KB aman untuk digunakan. Sebuah studi multinasional yang dilakukan WHO terhadap efek pil kontrasepsi dengan hormon estrogen dosis tinggi pada wanita, tak terbukti adanya kaitan antara kanker dan pemanfaatan kontrasepsi oral hormonal ini. “Namun, ada saja yang menyatakan pil KB banyak efek sampingnya.” Di lain sisi, Biran membenarkan pelarangan penggunaan pil KB pada perempuan dengan kanker payudara. Sebab, pada pasien kanker, sel payudaranya sudah beubah, dan akan lebih cepat menjalarnya dengan adanya pasokan hormon tambahan. “Penderita kelainan hati juga dapat makin hebat kerusakan hatinya, jika mengalami metabolisme pil kontrasepsi di dalam hatinya,” tegasnya. ■ ed: nina chairani Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM pulkan hanya 9 persen risiko terkena kanker usus besar—sampai usia 79 tahun—pada orang yang mempunyai ayah atau ibu atau kakak ataupun adik yang sakit kanker usus besar. Bandingkan dengan risiko pada masyarakat umum yang sebesar 4 persen. Persentase ini meningkat menjadi 15 persen bila kanker pada anggota keluarga didiagnosis pada usia muda, yaitu kurang dari 45 tahun. Seumpama ibunda diketahui sakit kanker usus besar pada usia 44 tahun, risiko Mas Ucup menjadi 15 persen. Jadi, Mas Ucup tidak perlu khawatir, apalagi ada beberapa tips sebagai upaya deteksi dini sehingga bisa disembuhkan. Besaran angka di atas tentu perlu dihitung ulang setelah kita mempunyai data sendiri yang lengkap. Usia Mas Ucup yang 60 tahun juga berarti risiko kanker usus makin kecil; untuk diketahui, kanker usus besar yang menurun biasanya muncul pada usia kurang dari 60 tahun. Faktor risiko kanker usus besar yang lain. Ada beberapa faktor lain yang memudahkan kita terkena kanker usus besar, yaitu merokok, salah diet, dan tidak olahraga. Makanan yang memudahkan menim- bulkan kanker usus besar adalah yang banyak mengandung lemak dan daging, baik daging merah maupun putih. Beberapa penelitian menunjukkan pengurangan insidensi kanker usus besar pada masyarakat yang minum aspirin teratur. Merokok terbukti meningkatkan timbulnya tumor jinak usus besar yang disebut adenoma, yang kemudian akan berkembang menjadi kanker. Ada kecenderungan peningkatan kanker usus besar untuk masyarakat yang santai yang jarang olahraga. Artinya, mulai sekarang, Mas Ucup dan kita semua perlu membatasi jumlah konsumsi lemak. Mulai olahraga teratur setiap hari selama setengah jam atau berjalan cepat 30 menit juga boleh dan stop merokok. Tidak ada risiko leukemia atau kanker karena dekat dengan ibu yang mendapat kemoterapi. Mas Ucup tidak perlu khawatir akan menderita leukemia karena selalu mendampingi ibu sewaktu mendapat pengobatan kemoterapi. Tidak ada bukti yang menunjukkan pendamping pasien kanker yang mendapat kemoterapi akan sakit leukemia di kemudian hari. ■