BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN UMUM PT. BUKIT ASAM Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori mengenai model finansial, neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan penjelasan mengenai masing-masing rasio yang digunakan dalam perhitungan nantinya. Kemudian juga dibahas secara ringkas tentang PT Bukit Asam, Tbk. 2.1 Dasar Teori Sebelum menghitung rasio keuangan dari PTBA, maka kita membutuhkan model finansialnya. 2.1.1 Model finansial Model finansial adalah sebuah gambaran kuantitatif operasi bisnis sebuah perusahaan di masa lampau, saat ini, dan di masa yang akan datang (Proctor, K. Scott, 2004). Semua tipe dan ukuran perusahaan menggunakan model finansial untuk menganalisa dan merencanakan aktivitas bisnisnya. Sedangkan model finansial itu adalah laporan keuangan itu sendiri. Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan maka sumber data yang utama dipergunakan oleh berbagai pihak yaitu laporan keuangan perusahaan, karena laporan keuangan tersebut memberikan informasi keadaan perusahaan secara kuantitatif. Menurut White et.al (2003) dalam buku Cara Menilai Perusahaan (Manurung, 2007) bahwa Laporan keuangan perusahaan tersebut ada tiga yaitu Neraca (balance sheet), Laporan Laba Rugi (income statement) dan Laporan Perubahan Modal (equity change reports) 2.1.2 Neraca (Balance Sheet) Neraca adalah sebuah laporan keuangan yang berisikan kekayaan yang dikenal dengan asset dan hutang serta modal perusahaan. Bentuk neraca seperti huruf T II-1 dimana besaran aktiva terletak pada sisi kiri dan besaran pasiva disebelah kanan. Neraca memperlihatkan kekayaan, hutang dan modal pada saat waktu tertentu. Terdapat sebuah persamaan umum dalam neraca yang selalu dipakai yaitu : Asset (Aktiva) = Liability + Owners Equity (Pasiva) ......................................(1) Persamaan ini akan selalu seimbang, jika tidak, maka pasti terdapat kesalahan dalam penyusunannya, atau terdapat asset yang hilang atau tidak tercatat. Pada kondisi umum terdapat dua sumber pendanaan untuk bisnis, yaitu Liabilities (Pinjaman / hutang) dan Owners Equity (modal pemilik). Di dalam penelitian ini tidak akan dijelaskan secara mendetail mengenai konsep akuntansi dari neraca, melainkan hanya konsep utama dari neraca itu sendiri. Aktiva / assets dibagi menjadi dua yaitu : 1. Current Assets / Aktiva Lancar Semua bentuk aset yang mudah dicairkan / dijadikan uang. Akun-akun yang mengisi current assets ini antara lain : Kas dan yang setara kas, investasi jangka pendek, piutang, persediaan, pajak atau biaya dibayar dimuka. 2. Fixed Assets / Aktiva Tidak Lancar Semua bentuk asset tetap, yang tidak liquid atau tidak mudah dijadikan uang, seperti bangunan, investasi jangka panjang, biaya dan pajak tangguhan. Sedangkan pasiva / kewajiban dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Pasiva lancar / kewajiban lancar Akun ini berisi hutang, pinjaman, dan beban yang harus dibayar dalam jangka pendek atau kurang dai satu tahun. 2. Pasiva tidak lancar / kewajiban tidak lancar Akun ini berisi hutang, pinjaman, dan beban yang harus dibayar dalam jangka panjang. 3. Ekuitas / Owner’s Equity Akun ini menunjukkan besar modal yang dimiliki oleh perusahaan, diluar pinjaman. Perincian neraca dari PTBA mulai periode 2003–2006 dapat dilihat dalam lampiran. Data-data dari neraca ini akan dipergunakan dalam analisis rasio. II-2 2.1.3 Laporan Laba Rugi (Statement Of Income) Laporan Laba Rugi adalah laporan perusahaan mengenai pendapatan dan pengeluaran mengenai pendapatan dan pengeluara perusahaan dalam suatu periode. Periode yang dimaksud dapat dalam satu bulan, tiga bulan, dan satu tahun. Output terpenting dalam laporan ini adalah “laba bersih (net income)”. Net Income atau laba bersih ini mencerminkan selisih dari pendapatan bisnis dengan besar biaya dalam bisnis tersebut. Langkah / skema utama dalam pembuatan laporan laba rugi adalah : Penjualan / pendapatan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor (Gross Profit) Biaya-Biaya dan Pajak Laba Bersih (Net Profit) Perincian laba rugi dari PTBA mulai periode 2003-2006 dapat dilihat dalam lampiran. Data-data dari laporan laba rugi ini akan dipergunakan dalam analisis rasio. 2.1.4 Laporan Perubahan Modal Laporan perubahan modal adalah laporan perusahaan mengenai perubahan modal karena adanya laba atau rugi, pembayaran dividen serta adanya penjualan saham dalam suatu periode. Periode laporan perubahan modal ini harus sama dengan periode laporan rugi laba, karena kedua laporan ini saling berkaitan. Pengawas Pasar Modal dan pengelola Bursa meminta setiap emiten melaporkan ketiga laporan keuangan ini secara teratur untuk diumumkan kepada investor. Pengungkapan informasi ini merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh investor yang digunakan sebelum memutuskan apakah akan membeli saham di Bursa. Sedangkan para pengawas dan pengelola bursa, pengungkapan informasi tentang laporan keuangan tersebut merupakan suatu perlindungan bagi investor. II-3 2.1.5 Analisis Financial Ratio Menurut Ibrahim Abdullah Assegaf, 1991, analisis financial ratio adalah analisis dari pos-pos dalam laporan keuangan yang mengungkapkan hubungan dari suatu pos dengan pos lainnya. Analisis ini digunakan pihak manajemen untuk mengetahui kondisi perusahaan. Rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak digunakan. Rasio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan menggambarkan symptom (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan (Prastowo, Dwi, 2005). Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen rasio itu sendiri. Dalam komunitas finansial, terdapat banyak parameter yang digunakan dalam analisis rasio, jumlahnya tergantung dari jenis perusahaan dan tujuan pemanfaatan dari financial ratio tersebut. Sumber data penyusunan analisis rasio ini berasal dari Neraca dan Laba Rugi. Analisis rasio sangat baik dipakai untuk : • Memberikan rasio efektifitas investasi yang dilakukan pada suatu perusahaan • Memberikan rasio dari efektifitas dan efisiensi dari kinerja perusahaan dalam periode tertentu. • Membandingkan kinerja sebuah perusahaan dengan perusahaan kompetitornya atau dengan perusahaan lainnya. 2.1.6 Jenis-jenis Analisis Financial Ratio Jenis-jenis analisis rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan PTBA dalam penelitian ini adalah rasio neraca (likuiditas dan solvabilitas), rasio laba rugi (profitabilitas), rasio aktivitas, serta rasio management efficiency. 2.1.6.1 Likuiditas. Rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Rasio likuiditas meliputi: II-4 2.1.6.1.1 Rasio Lancar (current ratio). Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Current Ratio = Aktiva Lancar ..............................................................(2) Kewajiban Lancar 2.1.6.1.2 Quick Test Ratio (QTR). Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk membayar kewajiban lancar. Quick Test Ratio = Aktiva Lancar − Persediaan Akhir ...................................(3) Kewajiban Lancar 2.1.6.2 Solvabilitas atau Daya Ungkit. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini disebut juga dengan rasio pengungkit (leverage) yaitu menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Rasio Solvabilitas/Leverage meliputi: 2.1.6.2.1 Debt to Asset Ratio(DAR), yaitu rasio total kewajiban terhadap asset. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. DAR = Total Kewajiban .............................................................................(4) Total Aktiva 2.1.6.2.2 Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio total kewajiban terhadap ekuitas. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang II-5 saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. DER = Total Kewajiban ………………………………………………........…..(5) Total Ekuitas 2.1.6.3 Profitabilitas Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa efektif manajemen perusahaan menggunakan assetnya. Rasio profitabilitas meliputi: 2.1.6.3.1 Gross Profit Margin Komponen ini menunjukkan tingkat margin keuntungan yang diambil dari penjualan jika dipandang / dihitung dari keuntungan kotor yang diperoleh. Gross margin dihitung dengan rumusan: Gross M arg in = Gross Pr ofit ………………………………...............……......(6) Sales Dimana: Gross Profit (Laba Kotor) = Penjualan – Harga Pokok Penjualan 2.1.6.3.2 Pre-Tax Margin Rasio ini menunjukkan besarnya tingkat margin keuntungan yang diambil dari penjualan jika dihitung dari keuntungan sebelum pajak. Pre-tax margin dihitung dengan rumusan: Pr e − Tax M arg in = Pr e − Tax Pr ofit ……………………….......….……..…....(7) Sales 2.1.6.3.3 Net Profit Margin, yaitu laba bersih dibagi penjualan bersih. Rasio ini menunjukkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Net Pr ofit M arg in = Net Income ………………………………......…..………(8) Sales 2.1.6.3.4 Return on Asset (ROA), yaitu laba bersih dibagi rata-rata total aktiva. II-6 Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Return on asset dihitung dengan rumus: ROA = Laba Bersih ………………………......………...………………………(9) Total Asset 2.1.6.3.5 Return on Equity (ROE), yaitu Laba bersih dibagi rata-rata ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya tingkat pengembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Return on equity dihitung dengan rumusan: ROE = Laba Bersih …………………….………………...……………(10) Rata − rata Ekuitas 2.1.6.3.6 Earning Per Share (EPS) Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. EPS dihitung dengan rumusan: EPS = Laba Bersih ……………………...........………………..….(11) Jumlah Saham Beredar 2.1.6.4 Aktivitas Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur effisiensi perusahaan dalam mengelola assetnya. Rasio ini antara lain adalah: 2.1.6.4.1 Receivable Turnover Rasio ini menunjukkan perbandingan antara penjualan dengan piutang sehingga akan terlihat apakah penjualan akan cepat menghasilkan kas/uang bagi cashflow perusahaan, atau banyak yang tertahan di piutang/penjualan kredit. Receivable Turnover dapat dihitung dengan rumusan: Re ceivable Turnover = Penjualan Bersih ……………………...……..............(12) Piu tan g II-7 2.1.6.4.2 Inventory Turn Over Rasio ini menunjukkan perbandingan antara penjualan dan persediaan akhir produk. Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan. Inventory Turn Over dapat dihitung dengan rumusan: Inventory Turn Over = H arg a Pokok Penjualan ………………....……......….(13) Persediaan 2.1.6.4.3 Assets Turn Over Rasio ini menunjukkan perbandingan atara penjualan dengan total asset yang dimiliki perusahaan sehingga bisa diketahui efektifitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Assets Turn Over dapat dihitung dengan rumusan: Assets Turn Over = Penjualan …………......………………………............…(14) Aset 2.1.6.5 Management efficiency Rasio Management efficiency menunjukkan seberapa efisien manajemen perusahaan mengatur jumlah karyawannya. Rasio Management efficiency ini meliputi: 2.1.6.5.1 Income per employee ratio Rasio ini menunjukkan kontribusi rata-rata setiap pegawai untuk menghasilkan laba bersih perusahaan. Dari rasio ini dapat diketahui seberapa efektif kinerja pegawai untuk menghasilkan laba bersih perusahaan. Income/employee dapat dihitung dengan rumusan: Income / Employee = Laba Bersih ……………...…...….........……..(15) Jumlah Total Pegawai 2.1.6.5.2 Revenue per employee Rasio ini menunjukkan kontribusi rata-rata setiap pegawai terhadap nilai total penjualan. Dengan rasio ini dapat diketahui seberapa efektif kinerja pegawai II-8 sehingga menghasilkan penjualan. Revenue/Employee dapat dihitung dengan rumusan: Re venue / Employee = Penjualan …………...........………………(16) Jumlah Total Pegawai 2.2 Tinjauan Umum PT Bukit Asam, Tbk. PT Tambang Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah perusahaan milik negara yang bertujuan mengembangkan usaha pertambangan nasional khususnya batubara. PTBA yang berdiri sejak 2 Maret 1981 termasuk dalam daftar enam besar produsen batubara di Indonesia. Dan hampir seperempat produksinya (22%) diekspor ke pasar internasional termasuk Jepang, Taiwan, Malaysia, Pakistan, Spanyol, Perancis dan Jerman. Dengan sumber daya batubara sekitar 7,3 miliar ton atau 17% dari total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia, PTBA berupaya menjadi perusahaan energi yang kompetitif. Visi ini sudah mulai diwujudkan dengan telah terbentuknya PT Bukit Pembangkit Innovatif yang merupakan salah satu anak perusahaan PTBA untuk mengoperasikan PLTU mulut tambang berkapasitas 2x100 MW di Banjarsari. Sejak 23 Desember 2002, PTBA menjadi perusahaan publik dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Pemilik saham Perseroan per 31 Desember 2006 adalah Negara RI 65,02% dan masyarakat 34,98%. Komposisi kepemilikan saham masyarakat terdiri dari 17,12% investor institusi, 7,03% investor perorangan, 10,83% investor asing (institusi dan perorangan). Diantara investor institusi terdapat kepemilikan saham Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Muara Enim sebanyak 1,23%. Segmen usaha yang digeluti Perseroan adalah industri tambang batubara dan pengusahaan briket. Industri tambang batubara merupakan bisnis inti Perseroan yang menghasilkan pendapatan lebih dari 99 % dari total pendapatan usaha. 2.2.1 Operasi Penambangan Perseroan memiliki 2 (dua) unit pertambangan, yaitu Unit Pertambangan Tanjung Enim yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan yang dioperasikan dengan sistem penambangan terbuka (open pit mining), dan Unit Pertambangan II-9 Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat yang dioperasikan dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining). Produksi batubara Unit Pertambangan Tanjung Enim, selain dipasarkan di Tanjung Enim, juga diangkut dengan kereta api ke Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung dan Dermaga Kertapati, Palembang. Pelabuhan Tarahan mempunyai luas 42,5 hektar dengan kemampulaluan 12 juta ton/tahun, dapat disandari kapal maksimum 80.000 DWT. sedangkan Dermaga Kertapati, Palembang mempunyai luas 1,5 hektar dengan kemampulaluan 2,5 juta ton/tahun dan dapat disandari tongkang dengan bobot maksimum 8.000 DWT. Dari Pelabuhan Tarahan dan Dermaga Kertapati tersebut batubara dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri serta diekspor ke beberapa negara Asia dan Eropa. Produksi batubara Unit Pertambangan Ombilin dipasarkan seluruhnya ke PLTU Sijantang, Ombilin. Perseroan juga mempunyai dermaga khusus batubara di Teluk Bayur, Padang dengan luas 2,8 hektar dengan kemampulaluan 2,5 juta ton / tahun dan dapat disandari kapal maksimum 40.000 DWT. Berikut Peta Lokasi Operasi PT. Bukit Asam, Tbk: II-10 Gambar 2.1 Peta Lokasi Operasi PTBA (Laporan Tahunan PTBA 2006) Berikut Cadangan Batubara yang Dimiliki PT. Bukit Asam, Tbk: Grafik 2.1 Cadangan Batubara PTBA per 31 Desember 2006 (Laporan Tahunan PTBA 2006) II-11 2.2.2 Karyawan Sampai akhir 2006, Perseroan memiliki karyawan tetap sebanyak 3.418 orang yang terdiri dari 3.298 orang yang bekerja di Perseroan dan 120 karyawan diperbantukan pada Anak Perusahaan serta Dana Pensiun yang didirikan Perseroan. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah karyawan tetap Perseroan adalah 3.468, sehingga jumlah karyawan berkurang 50 orang dari tahun 2006. Pengurangan ini terutama disebabkan karyawan mengikuti program pensiun dini dan pengakhiran kerja sukarela. Mayoritas karyawan saat ini berusia produktif 4045 tahun. Berikut tabel jumlah dan komposisi karyawan PT. Bukit Asam, Tbk: Tabel 2.1 Jumlah dan Komposisi Karyawan PTBA 2005-2006 (Laporan Tahunan PTBA 2006) 2.2.3 Produksi Perseroan memiliki 2 (dua) unit Pertambangan yaitu: Unit Pertambangan Tanjung Enim (UPT) dan Unit Pertambangan Ombilin (UPO), yang menghasilkan batubara dengan berbagai market brand yang diklasifikasikan berdasarkan nilai kalori yang terkandung yaitu BA-58, BA-59, BA-63, BA-67, BA-70 dan ANS. Selain batubara yang diproduksi oleh UPT dan UPO, Perseroan juga melakukan pembelian batubara dari Kalimantan dan Jambi. Batubara yang dibeli dari Kalimantan dan Jambi sebesar 400.114 ton yang memiliki nilai kalori kurang dari II-12 5.000 Kcal/kg, sehingga harus dicampur (blending) dengan batubara dari UPT untuk menghasilkan market brand BA-59. Adapun produksi batubara UPO di tahun 2006 menurun 85,83% dari 11.877 ton di tahun 2005 menjadi 1683 ton di tahun 2006 disebabkan adanya swabakar di Tambang Ombilin. Berikut data produksi batu bara PTBA (dalam ton): Tabel 2.2 Data produksi batu bara PTBA 2005-2006 (dalam ton) (Laporan Tahunan PTBA 2006) Tahun Unit Pertambangan 2006 Tanjung Enim (UPT) 4.147.840 Tambang Air Laya 1.300.161 Muara Tiga Besar Utara 784.472 Muara Tiga Besar Selatan 2.165.511 Banko Barat 840.843 Bukit Kendi 9.238.827 Total UPT Unit Pertambangan Ombilin (UPO) 1.683 Total UPO 9.240.510 Total Produksi 2.2.4 2005 3.992.368 988.935 1.093.746 2.229.848 814.559 9.119.456 2004 2003 3.860.793 4.469.370 936.420 1.153.913 1.309.376 1.131.465 2.490.662 2.436.960 917.192 822.187 9.514.443 10.013.895 11.877 84.010 15.476 9.131.333 9.598.453 10.029.371 Penanganan Dan Angkutan Batubara Dalam rangka mencapai target penjualan, perpaduan kelancaran angkutan kereta api dan spesifikasi batubara yang ditawarkan merupakan faktor penentu. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan Perseroan untuk mengatasi kendala angkutan kereta api serta memenuhi spesifikasi batubara sesuai dengan permintaan pasar. Pada tahun 2006 Perseroan telah menyetujui kenaikan tarif angkutan batubara yang sangat signifikan, yaitu menjadi Rp.230,-/ton/kilometer belum termasuk PPN, sehingga tariff angkutan dari tanjung Enim ke Kertapati naik dari Rp. 33.000/ton pada tahun 2005 menjadi Rp. 40.719/ton pada tahun 2006 atau naik 23%. Berbagai upaya lain yang dilakukan Perseroan untuk mendorong peningkatan daya angkut kereta api antara lain: membentuk “task force” bersama PTKA yang secara rutin mengadakan pertemuan guna mencari solusi masalah angkutan kereta api serta mengintensifkan pertemuan tim bersama yang membahas berbagai agenda terkait peningkatan kinerja dan pengembangan II-13 angkutan kereta api. Namun karena masih tingginya halangan dan keterbatasan sarana dan prasarana kereta api, upaya-upaya diatas belum memberikan dampak pada peningkatan kinerja angkutan kereta api. Selama tahun 2006, realisasi angkutan kereta api mencapai 8.272.320 ton atau naik 4% dibandingkan tahun 2005 sebesar 7.916.830 ton. Angkutan ke Tarahan sebesar 6.606.450 ton, naik 6% dibandingkan tahun 2005 sebesar 6.262.000 ton, sedangkan angkutan ke Kertapati hanya meningkat 1% yaitu dari 1.654.830 ton pada tahun 2005 menjadi 1.665.870 ton pada tahun 2006. Kecilnya peingkatan angkutan kereta api ini terutama disebabkan hilangnya kesempatan mengangkut akibat kerusakan lokomotif, anjlokan, perawatan sarana dan prasaran, kepadatan lintasan, perawatan Rotary Car Dumper (RCD) dan penundaan pembongkaran. Sementara itu, produksi batubara dari Unit Pertambangan Ombilin diangkut menggunakan truk. 2.2.5 Pemasaran Perseroan menjual batubaranya ke pasar domestik maupun internasional/ekspor. Untuk pasar domestik, pasar terbesar Perseroan di tahun 2006 masih didominasi oleh Pembangkit Listrik yang mencapai 90% dari total penjualan domestik, selebihnya adalah untuk memenuhi kebutuhan industri semen dan berbagai indusri kecil lainnya. Pasar ekspor Perseroan terbesar di tahun 2006 adalah India, diikuti oleh Eropa (Italia dan Jerman), Jepang, Malaysia, Thailand dan Taiwan. Realisasi penjualan tahun 2006 mencapai 9,915 juta ton, naik 2% dibandingkan tahun 2005 sebesar 9,67 juta ton. Penjualan tersebut terdiri dari penjualan di pasar domestik sebanyak 6750884 ton, turun 6% dari pencapaian tahun 2005 sebanyak 7182151 ton dan ekspor mengalami kenaikan 27% dari 2.492527 ton pada 2005 menjadi 3.165.012 ton di tahun 2006. Pada tahun 2006, penjualan perseroan terdiri atas 68% untuk penjualan domestik dan 32% untuk ekspor. Penurunan penjualan di pasar domestik terutama disebabkan halangan transportasi laut yang mengangkut pasokan ke PLTU Suralaya disamping upaya Perusahaan untuk mengoptimalkan penjualan ekspor. Peningkatan ekspor yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sehingga perusahaan dapat mempertahankan kinerja tahun 2006 meskipun terjadi kenaikan ongkos angkut II-14 kereta api yang tinggi. Volume penjualan batubara relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan selama periode 2003-2006. Berikut grafik volume penjualan PTBA: Grafik 2.2 Volume Penjualan Batubara PTBA Periode 2003-2006 (Laporan Tahunan PTBA 2006) Volume Penjualan Batubara PTBA Periode 2003-2006 (dalam ton) 11000000 10000000 9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 Ekspor Domestik 2003 2004 2005 2006 Tahun II-15