UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA-SENYAWA HASIL MODIFIKASI STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP BAKTERI GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF SKRIPSI ADITYA RAMADHAN NIM 1111102000093 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA-SENYAWA HASIL MODIFIKASI STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP BAKTERI GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far). ADITYA RAMADHAN NIM 1111102000093 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015 ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA-SENYAWA HASIL MODIFIKASI STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP BAKTERI GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far). ADITYA RAMADHAN NIM 1111102000093 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015 ii iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vi ABSTRAK Nama : Aditya Ramadhan Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa-Senyawa Hasil Modifikasi Struktur Etil p-Metoksisinamat Melalui Reaksi Esterifikasi Terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada senyawa-senyawa turunan dari etil p-metoksisinamat terhadap 2 bakteri Gram negatif (Pseudomonas aeroginosa, dan Escherichia coli) dan 3 bakteri Gram positif (Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram, menggunakan kloramfenikol dan klindamisin sebagai kontrol positif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa senyawa-senyawa turunan dari etil p-metoksisinamat yaitu butil p-metoksisinamat, metil p-metoksisinamat, isopropil p-metoksisinamat, dan propil p-metoksisinamat sebagai senyawa murni hingga konsentrasi 200 ppm tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji. Kata kunci : antibakteri, esterifikasi, etil p-metoksisinamat, turunan asam sinamat, diffusi disk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vii ABSTRACT Name : Aditya Ramadhan Program Study : Pharmacy Tittle : Antibacterial activity of modified structure ethyl p-methoxycinnamate organic compounds through esterification against Gram negative and positive bacteria Antibacterial activity of modified structure ethyl p-methoxycinnamate were tested against 2 Gram negative bacteria (Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli) and 3 Gram positive bacteria (Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis). Antibacterial was tested by using disc diffusion method, chloramphenicol and clindamycin was used as positive control. The results showed that derivates of etil p-methoxycinnamate, which were buthyl p-methoxycinnamate, methyl p-methoxycinnamate, isoprophyl p-methoxycinnamate, and prophyl p-methoxycinnamate as pure organic compounds had no activity against the tested bacteria’s until 200 ppm. Key words : antibacterial, ethyl p-methoxycinnamate, cinnamic acid derivates, esterification, disc diffusion UIN Syarif Hidayatullah Jakarta viii KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Kedua orang tua saya, kakak dan adik-adik saya, yang selalu memberi saya motivasi, do’a, semangat, dan materi untuk terus menuntut ilmu, semoga segala hal yang mereka berikan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dan mendapat balasan yang jauh lebih baik oleh Allah SWT. (2) Ibu Ismiarni Komala, M.sc, Ph.D, Apt selaku pembimbing pertama dan Puteri Amelia, M. Farm, Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dan selalu sabar membimbing saya dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu berikan mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya. (3) Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. (4) Bapak Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku Kaprodi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (5) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ix (6) Rekan se-tim penelitian saya, Khairul Bahtiar Azhari S.Far, yang selalu bersedia membantu dan bersemangat untuk berjuang bersama dalam menyelesaikan tugas akhir ini (7) Notulensi saya, Happy Rahma Yulin yang senantiasa ikhlas membantu dan memberikan dukungan dalam proses perkuliahan dan persidangan, serta Sella Novitasari yang selalu memberikan dukungan dan do’a yang tiada henti. (8) Rekan-rekan Mikroba United dan teman seperjuangan mahasiwa/i Program Studi Farmasi Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (9) Teman Satu Kontrakan, Asep Badru Zaman, Yayang Mahendra Djamin, dan M. Fikri Abdillah, yang senantiasa selama 4 tahun tinggal bersama dan berjuang bersama untuk menuntut ilmu di kampus tercinta Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (10) Ichasana Eskha Widya, Niekha Zoelienna Ilyas, Khairunnisa, dan Ana Yuliana yang selalu peduli dan seringkali membantu selama menekuni kuliah program studi farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Ciputat, 8 Juni 2015 Penulis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. v ABSTRAK............................................................................................................ vi ABSTRACT......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR........................................................................................ viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...................... x DAFTAR ISI........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4 2.1 Kencur (Kamferia galanga L)....................................................................... 4 2.2 Etil Para Metoksisinamat............................................................................. 5 2.3 Turunan Asam Sinamat Sebagai Antibakteri................................................. 6 2.3.1 Isobutil Sinamat......................................................................................... 6 2.3.2 Etil p-Hidroksisinamat (EPHC).................................................................. 7 2.4 Bakteri............................................................................................................ 7 2.4.1 Klasifikasi Bakteri...................................................................................... 8 2.4.2 Struktur Bakteri.......................................................................................... 9 2.4.3 Reproduksi Bakteri................................................................................... 11 2.4.4 Fase Pertumbuhan Bakteri........................................................................ 11 2.4.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri................... 12 2.5 Bakteri Uji................................................................................................... 16 2.5.1 Pseudomonas aeruginosa.......................................................................... 16 2.5.2 Escherichia coli......................................................................................... 17 2.5.3 Staphylococcus aureus............................................................................... 17 2.5.4 Propionibacterium acne........................................................................... 18 2.5.5 Staphylococcus epidermidis....................................................................... 19 2.6 Identifikasi Bakteri...................................................................................... 19 2.6.1 Pewarnaan Gram....................................................................................... 20 2.6.2 Pewarnaan Spora....................................................................................... 20 2.6.3 Pewarnaan Kapsul..................................................................................... 21 2.7 Uji Aktivitas Antibakteri............................................................................. 21 2.7.1 Cara Difusi................................................................................................ 21 2.7.2 Cara Turbidimetri..................................................................................... 22 2.7.3 Cara Dilusi................................................................................................ 22 2.8 Kloramfenikol............................................................................................. 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xii 2.9 Klindamisin............................................................................... 23 3.0 Esterifikasi dan senyawa Modifikasi strukur Gugus Ester............ 24 BABIII METODE PENELITIAN..................................................................... 26 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 26 3.2 Alat dan Bahan............................................................................................ 26 3.2.1 Alat.......................................................................................................... 26 3.2.2 Bahan........................................................................................................ 26 3.3 Prosedur Penelitian...................................................................................... 27 3.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan......................................................................... 27 3.3.2 Pembuatan Media..................................................................................... 27 3.3.3 Peremajaan Bakteri Uji............................................................................. 28 3.3.4 Identifikasi Bakteri.................................................................................... 28 3.3.5 Pembuatan Suspensi Bakteri..................................................................... 28 3.3.6 Pembuatan Larutan Uji ............................................................................ 29 3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri........................................................................... 29 3.3.8 Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambat............................................. 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 31 4.1 Hasil…......................................................................................................... 31 4.1.1 Hasil Identifikasi Bakteri Uji .................................................................. 31 4.1.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri................................................................. 31 4.2 Pembahasan…............................................................................................. 33 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 39 5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 39 5.2 Saran…........................................................................................................ 39 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 40 LAMPIRAN......................................................................................................... 46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Struktur-struktur kandungan kimia rimpang kencur........................... 5 Struktur EPMS..................................................................................... 6 Struktur isobutil sinamat...................................................................... 7 Jalur biotransformasi dari etil p-metoksisinamat menjadi etil p-hidroksisinamat oleh Aspergillus niger............................................. 7 Gambar 5. Struktur kloramfenikol....................................................................... 23 Gambar 6. Struktur klindamisin........................................................................... 24 Gambar 7. Reaksi esterifikasi…........................................................................... 24 Gambar 8. Sampel uji, penimbangan bahan dan pelarutan sampel...................... 49 Gambar 9. Pembuatan suspensi bakteri uji setara Mc.Farland 3.......................... 49 Gambar 10. Staphylococcus epidermidis…........................................................... 50 Gambar 11. Propionibacterium acne.................................................................... 50 Gambar 12. Escherichia coli................................................................................. 50 Gambar 13. Pseudomonas aeroginosa.................................................................. 50 Gambar 14. Staphylococcus aureus...................................................................... 50 Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xiv DAFTAR TABEL Halaman Identifikasi bakteri pewarnaan Gram.................................................... 31 Uji aktivitas APMS dan EPMS 100 ppm.............................................. 32 Uji aktivitas APMS dan EPMS 200 ppm............................................... 32 Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS 100 ppm................................................................................................. 32 Tabel 5. Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS 200 ppm................................................................................................. 33 Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Bagan Alur Penelitian..................................................................... 46 Perhitungan Pembuatan Larutan Nutrient Agar (NA)..................... 47 Perhitungan Pembuatan Larutan Sampel Isolat............................... 48 Gambar sampel uji dan Penimbangan............................................. 49 Gambar Pembuatan Suspensi Bakteri.............................................. 49 Gambar Pewarnaan Hasil Peremajaan Bakteri Uji.......................... 50 Zona Hambat Uji aktivitas EPMS dan APMS 100 ppm.................. 51 Zona Hambat Uji aktivitas EPMS dan APMS 200 ppm.................. 52 Zona Hambat Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil- PMS, dan Propil-PMS 100 ppm................................................................ 53 Lampiran 10. Zona Hambat Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS 200 ppm................................................................ 54 Lampiran 11. Gambar Struktur Senyawa Uji........................................................ 55 . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modifikasi struktur molekul senyawa yang telah diketahui aktivitas biologisnya merupakan salah satu strategi dalam pengembangan obat. Modifikasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan senyawa baru yang mempunyai aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang lebih panjang, tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, toksisitas atau efek samping yang lebih rendah, lebih selektif dan lebih stabil. Modifikasi struktur molekul juga digunakan untuk mendapatkan senyawa baru yang bersifat antagonis atau antimetabolit (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sudah dikenal luas di masyarakat baik sebagai bumbu makanan atau untuk pengobatan, diantaranya adalah untuk mengobati batuk, mual, bengkak, bisul dan antitoksin seperti keracunan tempe bongkrek dan jamur. Komponen yang terkandung di dalamnya antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Tanaman ini termasuk kelas monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, dan marga Kaempferia (Winarto, 2007). Komponen minyak atsiri dari simplisia kencur yang dianalisis secara GC-MS antara lain kamfen 2,22%, β-pinen 2,47%, delta 3-karen 2,86%, etil sinamat 43,47%, etil p-metoksisinamat 31,36%, penta dekana 3,35%, dan borneol 3,35%. (Herbert, 2009) Ekstrak etanol kencur mempunyai daya antimikroba terhadap Cryptococcus jamur neoformans kulit (Gholib, Trichophyton D. 2009). mentagrophytes Ekstrak kencur dan juga menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap sejumlah organisme termasuk Staphylococcus Escheriachia aureus, coli, Streptococcus Klebsiella pyogenes, pneumonia, Candida Salmonella typhi, albicans, Seratia marcescens, Vibrios kolera, Vibrios parahaemolyticus, Enterococcus faecalis, dan Pseudomonas aeruginosa (Mekseepralard et al., 2010). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 Etil p-metoksisinamat merupakan salah satu senyawa dari turunan asam sinamat, beberapa dari turunan asam sinamat ini memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antibakteri, antiinflamasi, antispasmodik, antimutagenetik, fungisida, herbisida, serta penghambat enzim tirosinase (Rudyanto, M, dan Hartanti, L. 2008). Etil p-metoksisinamat (EPMS) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Mycobactrium tuberculosis dan Candida albicans (Yenjai et al., 2003). Etil p-metoksisinamat terbukti dapat menghambat Mycobactrium tuberculosis dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada 201-404 ppm (Lakshmanan et al., 2011). Nugraha, S A. (2012) telah melakukan uji aktivitas antimikroba senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari rimpang kencur terhadap Bacillus subtilis dan menyimpulkan bahwa senyawa etil p-metoksisinamat tidak mempunyai aktivitas untuk menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antibakteri dari senyawa hasil modifikasi Staphylococcus struktur aureus, etil p-metoksisinamat Staphylococcus terhadap epidermidis, bakteri Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, dan Propionibacterium acne. Bakteri uji yang dipilih berdasarkan atas pertimbangan penggolongan Gram bakteri. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis mewakili bakteri Gram positif. Bakteri Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli mewakili bakteri Gram negatif. Penggunaan bakteri Propionibacterium acne (Gram positif) mewakili bakteri penyebab inflamasi atau jerawat pada kulit wajah, karena beberapa turunan asam sinamat berkhasiat sebagai antiinflamasi (Rudyanto, dan Hartanti, L. 2008). Pengujian dilakukan dengan menggunakan metoda difusi agar. Konsentrasi senyawa aktif yang diuji sebesar 200 ppm dan 100 ppm, Cakram kloramfenikol (30 μg) dan klindamisin (2 μg) digunakan sebagai kontrol positif dan etanol proanalisis sebagai kontrol negatif. Penelitian uji aktivitas antibakteri dilakukan secara tiga kali pengujian untuk setiap isolat dan mikroba. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan gugus fungsi EPMS terhadap aktivitas antibakteri. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1. Apakah isolat-isolat hasil modifikasi struktur dari etil p-metoksisinamat sebagai senyawa murni mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, dan Propionibacterium acne? 1.2.2. Seberapa besarkah daya hambat aktivitas antibakteri isolat-isolat hasil modifikasi dari etil p-metoksisinamat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, dan Propionibacterium acne? 1.2.3. Apakah terjadi peningkatan atau penurunan aktivitas antibakteri isolat-isolat hasil modifikasi dari etil p-metoksisinamat ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri etil p-metoksisinamat (EPMS) dan turunan hasil modifikasi struktur pada senyawa EPMS dan untuk melihat pengaruh perubahan gugus fungsi EPMS terhadap aktivitas antibakteri. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan daya hambat yang ditimbulkan dari isolat-isolat hasil modifikasi struktur pada senyawa etil p-metoksisinamat. 1.4.2 Untuk menambah riset tentang aktivitas antibakteri turunan hasil modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat. 1.4.3 Untuk menambah khazanah pengetahuan tentang kimia obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kencur (Kamferia galanga L) Klasifikasi kencur menurut Depkes RI (2001) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Kaempferia Jenis : Kaempferia galanga L. Kencur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman terna yang hampir menutupi tanah, tidak berbatang, rimpang bercabang-cabang, berdesak -desakan, akar–akar berbentuk gelondong, kadang-kadang berumbi, panjang 1 cm sampai 1,5 cm. Setiap tanaman berdaun sebanyak 1 sampai 3 helai, lebar merata dan hampir menutupi tanah, daun berbentuk jorong lebar sampai hampir bundar, pengkal hampir berbentuk jantung, ujung mendadak lancip, bagian atas tidak berambut, bagian bawah berambut halus, pinggir bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau, panjang helai daun 7 cm sampai 15 cm, lebar 2 cm sampai 8 cm, tangkai pendek, berukuran 3 mm sampai 10 mm, pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5 cm sampai 3,5 cm, warna putih. Perbungaan, panjang 14 cm dan mengandung 4 sampai 12 bunga. Tajuk berwarna putih dengan tabung panjang 2,5 cm sampai 5 cm, ujung berbelah–belah berbentuk pita, panjang 2,5 cm sampai 3 cm, lebar 1,5 mm sampai 3 mm (Depkes RI, 1977). Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto, 1986). Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini (1990) yaitu etil sinamat (1), etil p-metoksisinamat (2), p-metoksistiren (3), karen (4), borneol (5), dan parafin (6) Gambar 1. Struktur-Struktur Kandungan Kimia Rimpang Kencur (Afriastini, 1990) Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari kencur (Afriastini, 1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil p-metoksisinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil p-metoksisinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah, 1997 dan Jani, 1993). Rimpang kencur mempunyai khasiat obat, antara lain untuk menyembuhkan batuk dan mengeluarkan dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak (Afrianstini, 1990). 2.2 Etil Para Metoksisinamat Etil-p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan matahari. EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui transesterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang dan hal itu merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya (Barus, 2009). Kandungan etil p-metoksisinamat (EPMS) dalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting dalam industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti-aging atau penuaan jaringan kulit (Rosita, 2007). Senyawa EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana (Barus, 2009). Gambar 2. Stuktur EPMS (Barus, 2009) 2.3 Turunan Asam Sinamat Sebagai Antibakteri 2.3.1 Isobutil Sinamat Narasimhan (2004) telah melaporkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis (Gram negatif dan Gram positif) dan aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dan Aspergillus niger. Isobutil sinamat menunjukkan aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif serta memiliki sifat antijamur yang baik. Aktivitas antimikroba dari turunan asam sinamat adalah karena adanya gugus ester dan amida. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 Gambar 3. Strukur isobutil sinamat (Narasimhan et al., 2004) 2.3.2 Etil p-Hidroksisinamat (EPHC) Etil p-metoksisinamat (EPMC) merupakan konstituen utama dari rimpang Kaempferia galanga, dapat dirubah menjadi etil p-hydroxycinnamate (EPHC) menggunakan Aspergillus niger. Penelitian terhadap aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa EPHC aktif terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus di MIC 333 μg/mL sedangkan terhadap Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Candida albicans di MIC 111 μg/mL. Hal ini juga menunjukkan bahwa EPHC menunjukkan penghambatan pertumbuhan yang lebih potensial daripada EPMC. Selain itu, EPHC telah menunjukkan konsentrasi bakterisida minimum (MBC) terhadap B. cereus, P. aeruginosa dan E. coli pada konsentrasi 1000 μg/mL sedangkan EPMC tidak menunjukkan potensi membunuh pada mikroorganisme tersebut (Omar et al., 2014) Gambar 4. Jalur biotransformasi dari etil p-metoksisinamat menjadi etil p-hidroksisinamat oleh Aspergillus niger (Omar et al., 2014) 2.4 Bakteri Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1988). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 2.4.1 Klasifikasi Bakteri Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga bagian (Pratiwi, 2008) yaitu : 1. Bentuk Basil Basil dari kata bacillus, merupakan bakteri yang bentuknya menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, basil dapat berupa batang tunggal, berpasangan atau bentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil ini dapat dibedakan atas : a) Bentuk tunggal, yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan ujung-ujungnya yang tumpul. b) Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua dengan ujung-ujungnya yang tumpul. c) Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang dengan ujung-ujungnya yang tumpul. 2. Bentuk kokus Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau oval, ada yang hidup sendiri dan ada yang dijumpai hidup berpasangan, kubus atau membentuk rantai panjang, bergantung pada caranya membelah diri kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas : a) Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua. b) Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat. c) Stapilokokus, yaitu kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian. d) Streptokokus, yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang seperti rantai. e) Sarsina, kokus yang mengelompok serupa kubus. 3. Bentuk Spiral Kelompok bakteri ini terdiri atas beraneka ragam bentuk bakteri berbentuk silinder, yang bukan lurus seperti basil melainkan melingkar. Bakteri bentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 a) Vibrio, yaitu bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai koma, ada yang tumbuh sebagai benang-benang membelit atau berbentuk ‘s’. b) Spiril, yaitu dari kata spirilium yang menyerupai spiral atau lilitan yang sebenarnya. c) Spirochaeta, yaitu merupakan bakteri spiral, tetapi bakteri ini memiliki spiril yang bersifat fleksibel (mampu melenturkan dan melekukkan tubuhnya sambil bergerak). Berdasarkan tempat kedudukan flagel, maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Waluyo, 2004) : a) Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel. b) Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung sel banyak. c) Amfitrik, jika flagel melekat pada kedua ujung sel masing-masing satu flagel. d) Peritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai ke sisi-sisi sel. e) Atrik, jika spesies tidak mempunyai flagel sama sekali. Berdasarkan pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian (Lay, 1994) yaitu : 1. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna pertama (kristal violet) akan memberikan warna ungu dan setelah dicuci dengan alkohol, warna ungu tersebut akan tetap kelihatan. Kemudian ditambahkan zat warna kedua (safranin), warna ungu pada bakteri tidak berubah. Contoh : Stapylococcus aureus, Stapylococcus epidermidis, Stapylococcus saprophyticus, Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus agalactiae. 2. Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna dari kristal violet ketika dicuci dengan alkohol dan setelah diberi zat warna kedua (safranin), bakteri akan memberikan warna merah muda. Contoh : Salmonella species, Salmonella typhi, Salmonella dysenteriae, Klebsiella pneumoniae, Eschericia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. 2.4.2 Struktur Bakteri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 Struktur bakteri terbagi menjadi dua (Lay, 1994) yaitu : 1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri) a) Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri Gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri Gram negatif bila peptidoglikannya tipis). b) Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisaan fosfolipid dan protein. Membran plasma merupakan barier yang fungsinya mengatur keluar masuknya bahan-bahan dari dalam sel atau dari luar sel, dan hanya bahan-bahan tertentu saja yang dapat melewatinya. c) Sitoplasma adalah cairan sel d) Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA. e) Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan. 2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu) a) Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air. b) Flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Flagela tersusun dari protein yang disebut flagelin. c) Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis. d) Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagellum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri Gram negatif. Fimbria UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus. Pilus yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya pada sel hospes disebut colonizing factor. e) Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis. f) Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri Gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tumbuh menjadi sel bakteri baru. 2.4.3 Reproduksi Bakteri Bakteri pada umumnya berkembang biak dengan membelah diri (binary fission). Pada waktu akan membelah sel bakteri membesar 2 kali semula kemudian membelah menjadi 2. Masing-masing sel bakteri yang baru menerima sitoplasma dan bahan genetik dalam jumlah yang sama. Dalam lingkungan yang ideal bakteri membelah dengan sangat cepat. Jika bakteri bereproduksi setiap 20 menit, maka akan terbentuk suatu koloni bakteri yang terdiri atas lebih dari 2 juta bakteri selama 7 jam, jika makanannya masih cukup. Ada beberapa bakteri yang berkembang biak secara konjugasi. Konjugasi terjadi antara bakteri yang sama jenisnya, jika satu bakteri mempunyai plasmid yang lainnya tidak. Bakteri jantan dan betina yang sama jenisnya saling melekatkan diri dengan membuat jembatan sitoplasma (pilus penghubung) dan selanjutnya terjadi pertukaran material genetik. Konjugasi sebetulnya jarang terjadi dan hanya pada beberapa spesies bakteri (Pratiwi, 2008). 2.4.4 Fase Pertumbuhan Bakteri Ada 4 fase pertumbuhan bakteri, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Fase Lambat (lag phase), yaitu fase yang terjadi antara beberapa jam tergantung pada umur dari sel inokulum, spesies, dan lingkungannya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 Waktu pada fase lag ini dibutuhkan untuk penyesuaian diri terhadap kondisi pertumbuhan lingkungan yang baru. 2. Fase Cepat (Log phase), yaitu setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel – sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dicapai sesuai kondisi lingkungan. 3. Fase Tetap (Stationary phase), populasi bakteri jarang dapat tetap tumbuh secara eksponensial dengan kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial bakteri dengan waktu pembelahan 20 menit akan menghasilkan sebesar 2,2 x 1031 bakteri. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya nutrisi yang tersedia, akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti, fase ini dikatakan sebagai fase tetap (stationary phase). Komposisi sel-sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan saat fase eksponensial dan umumnya lebih tahan terhadap perubahan panas, dingin maupun radiasi. 4. Fase Kematian (death phase), yaitu sel-sel pada fase tetap, akhirnya akan mati bila tidak di pindahkan ke media segar yang lain. Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga secara eksponensial dan karenanya dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel yang hidup terhadap waktu. Kecepatan kematian berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme (Waluyo, 2004). 2.4.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri 1. Nutrisi Semua mahluk hidup memerlukan bahan makanan untuk keperluan hidupnya. Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mikroorganisme, mendapatkan untuk energi. kehidupannya Demikian membutuhkan juga dengan energi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 lingkungannya. Bahan tersebut dinamakan nutrisi (zat gizi) (Waluyo, 2004). Semua mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur – unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, sulfur, zat besi dan sejumlah kecil logam-logam lainnya. Kekurangan sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Gaman, 1992). Perkembangbiakan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme. Media dapat dibagi berdasarkan (Lay, 1994): 1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Media padat b. Media cair c. Media semi padat Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu di bawah 45ºC. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5 - 2 %. 2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua macam: a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. b. Media Nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat di alam biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci. Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi, dan kaldu daging. 3. Berdasarkan fungsinya, media dapat dibagi menjadi: a. Media selektif, yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi. b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan kelompok mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Bila berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikrooganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan koloninya. c. Media diperkaya, yaitu dengan menambahkan bahan–bahan khusus pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus. 2. Temperatur Bakteri sangat peka terhadap suhu atau temperatur dan daya tahannya tidak diklasifikasikan sama menjadi untuk tiga semua spesies. kelompok Bakteri dapat berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukan, di antaranya : a) Bakteri Psikrofil, yakni mikroorganisme yang dapat hidup baik pada suhu 0-20°C, dengan suhu optimumnya adalah 10-20°C. kebanyakan golongan ini tumbuh di tempat dingin. b) Bakteri Mesofil, mikroorganisme yang dapat hidup dengan baik pada suhu 5-60°C, dan memiliki suhu pertumbuhan optimal antara 20-45°C. Umumnya mikroba ini hidup dalam saluran pencernaan. c) Bakteri Termofil, mikroorganisme dapat hidup baik pada suhu 45-80°C. Suhu optimumnya antara 50-60°C, mikroba ini terutama terdapat di tempat yang bertemperatur tinggi (Gaman, 1992). 3. Oksigen Bakteri dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhan oksigen selama pertumbuhan, antara lain : a) Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya. b) Anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi bakteri tersebut. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 c) Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen. d) Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit oksigen dalam pertumbuhannya (Pratiwi, 2008). 4. pH Pertumbuhan bakteri juga memerlukan pH tertentu, namun umumnya bakteri memiliki jarak pH yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral (Waluyo, 2004). Untuk tiap mikroorganisme dikenal nilai pH minimum, optimum, dan maksimum. Berdasarkan lingkungan pH bagi kehidupan mikroba, dibedakan adanya 3 golongan besar (Suriawira, 2005) yaitu : a) Mikroba yang asidofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0 b) Mikroba yang netrofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0 c) Mikroba yang alkalifilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 8,7-9,5 5. Tekanan Osmosis Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermiabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Pada larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak aktif. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada lingkungan hipertonik dengan kadar garam yang tinggi, contohnya Halobacterium halobium (Dwidjoseputro, 1988). 2.5 Bakteri Uji UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 Berikut ini merupakan beberapa contoh bakteri yang akan diuji pada penelitian ini: 2.5.1 Pseudomonas aeruginosa Sistematika Pseudomonas aeruginosa (Dwidjoseputro, 1988) yaitu: Divisi : Bacteria Sub Divisi : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Bangsa : Pseudomonadales Suku : Pseudomonadaceae Marga : Pseudomonas Spesies : Pseudomonas aeruginosa P. aeruginosa adalah bakteri Gram negatif aerob obligat, berkapsul, mempunyai flagella polar sehingga bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-1,0 μm. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat menfermentasikan karbohidrat (Toyofoku, 2011). Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri oportunis yaitu bakteri yang menyebabkan infeksi hanya pada orang yang keadaan imunnya menurun (Gould & Brooker. 2003). P. aeruginosa memproduksi alginat yang menginfeksi paru-paru dari penderita cystic fibrosis dan mengakibatkan masalah pernapasan yang serius (Govan, 1988). Pseudomonas aeruginosa juga dapat membentuk biofilm yang terbuat dari kapsul glikokalis untuk mengurangi keefektifan mekanisme sistem imun inang sehingga dapat mempertahankan hidup lebih lama (Esmaeli, 2011). P. aeruginosa digolongkan ke dalam true Pseudomonas, termasuk di dalamnya P. fluorescens dan P. putida, karena mengandung pigmen larut air yang dapat berfluoresens, dan pada P. aeruginosa berwarna hijau kebiruan. Fluoresensi hijau kebiruan yang ditimbulkan ini merupakan perpaduan bermacam pigmen. Fluoresensi kuning kehijauan muncul karena adanya pyoverdine dan warna hijau kebiruan yang terlihat jelas di bawah UV 366 nm oleh adanya pyocyanin. Selain itu, P. aeruginosa juga mengandung pyorubin yang berwana merah. Pseudomonas aeruginosa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 memproduksi katalase, oksidase, dan amonia dari arginin (Pelczar, 1988 dan Moore et al., 2006). 2.5.2 Escherichia coli Sistematika Escherchia coli : (Dwidjoseputro, 1988) Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia Jenis : Escherichia coli E. coli merupakan bakteri Gram negatif dari famili Enterobacteriaceae yang hidup dalam usus kolon manusia dan usus hewan berdarah panas (Waites, 2001). Bakteri ini tidak berspora, berbentuk basil dengan diameter 0,5 μm dan panjang 1,0-3,0 μm, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif (Welch, 2006). Bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dan mampu memproduksi indol dan toxin yang dapat menyebabkan diare (Ryan dan Ray, 2004). E. coli mempunyai periplasman single layer dengan peptidoglikan, bergerak menggunakan peritrichous flagella, dan hidup baik pada suhu 15-48oC dengan pH 5,5-8,0 (Welch, 2006). Escherichia coli disebut juga Bacterium coli. Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif aerobik atau anaerobik fakultatif, lebarnya 0,4 – 0, 7 μm, panjang 1 – 4 μm yang mempunyai ciri – ciri : batang lurus, bergerak dengan flagel atau tidak bergerak. Escherichia coli tumbuh sangat baik pada temperatur 37°C, tetapi dia dapat tumbuh pada temperatur 8- 46°C (Pelczar,1988). 2.5.3 Staphylococcus aureus Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1988) yaitu: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 Jenis : Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus termasuk famili Staphylococcaceae dalam kelompok bakteri Gram positif. Hidup berkoloni seperti buah anggur dengan diameter sel 0,8-1,0 μm. Staphylococcus aureus dapat membentuk koloni dalam jumlah besar yang berwarna kuning. Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi kulit seperti bisul dan furuncules, dan selain itu dapat menyebabkan pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, masalah saluran pencernaan dan urinary tract infections (Todar, 2008; Benzon, 2001). Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bola dengan diameter rata-rata 0,7-1,2 μm tersusun dalam kelompok-kelompok. Pada biakan cair ditemukan dalam bentuk berpasangan, rantai pendek dan kokus yang tunggal. Kokus muda bersifat Gram positif. Bakteri Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37°C. Pertumbuhan terbaik dan khas adalah pada suasana aerob, bersifat anaerob fakultatif dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4. Koloni bakteri ini berbentuk bulat, cembung, dan mengkilap. Warna khas adalah kuning keemasan (Pelczar, 1988). 2.5.4 Propionibacterium acne Sistematika Propionibacterium acne (Dwidjoseputro, 1988) yaitu: Divisi : Bacteria Sub Divisi : Actinobacteria Kelas : Actinobacteridae Bangsa : Actinomycetales Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium Jenis : Propionibacterium acne Propionibacterium acne berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filament bercabang atau campuran antara bentuk batang / filamen dengan bentuk kokoid. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 Propionibacterium acne termasuk dalam kelompok bakteri orynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit, berperan pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya acne. Propionibacterium acne termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri anaerob Gram positif yang toleran terhadap udara (Pelczar, 1988). 2.5.5 Staphylococcus epidermidis Sistematika Staphylococcus epidermidis (Lindsay J.A, 2008): Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Bangsa : Bacillales Famili : Staphylococcaceae Marga : Staphylococcus Species : Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8-1,0 μm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37oC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak menghasilkan pigmen, berwarna putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut Staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Jawetz et al., 2001). Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz et al., 2001). 2.6 Identifikasi Bakteri Identifik bakteri dapat dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi koloni meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna koloni (Pelczar, 1986). Untuk memudahkan pengamatan mikroskopis, maka dilakukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 berbagai prosedur pewarnaan terhadap sel bakteri yang telah difiksasi pada kaca obyek. Beberapa prosedur pewarnaan tersebut adalah : 2.6.1 Pewarnaan Gram Pewarnaan Gram digunakan untuk mengetahui morfologi bakteri dan membedakan antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif. Jika dilihat di bawah mikroskop, bakteri Gram positif akan berwarna ungu, karena dapat menahan kompleks pewarna primer karbol gentian violet iodium sampai akhir prosedur pewarnaan. Bakteri Gram negatif akan berwarna merah, karena kehilangan kompleks warna karbol gentian violetiodium dengan pembilasan alkohol, lalu terwarnai oleh pewarna tandingan air fuksin (Cappucino, 1987). Perbedaan reaksi kedua golongan bakteri tersebut terhadap pewarnaan Gram disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel tebal yang akan menyusut pada saat pembilasan alkohol, sehingga pori-porinya menutup dan mencegah keluarnya kompleks pewarna primer pada saat pemucatan. Sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mengandung banyak lipid yang larut dalam alkohol pada saat pembilasan. Larutnya lipid memperbesar pori-pori dinding sel dan menyebabkan proses pemucatan berlangsung cepat (Cappucino, 1987). 2.6.2 Pewarnaan Spora Pewarnaan spora digunakan untuk mengamati endospora bakteri. Endospora hanya terbentuk dalam lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti kekurangan nutrisi. Bentuk ini tahan terhadap pemanasan dan unsur-unsur fisik lain, seperti pembekuan, kekeringan, radiasi ultraviolet serta bahan-bahan kimia yang dapat menghancurkan sel bakteri. Bila keadaan lingkungan kembali menjadi baik, maka dinding endospora akan pecah dan bakteri membentuk sel vegetatif kembali (Cappucino, 1987). Endospora merupakan bentuk kehidupan yang paling resisten, sehingga mampu bertahan dalam debu dan tanah selama bertahun-tahun Ketahanan endospora disebabkan adanya selubung spora yang keras dan tebal. Untuk dapat mewarnai endospora, diperlukan pemanasan agar pewarna dapat menembus selubung spora. Jika pewarna tersebut sudah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 memasuki endospora, maka pewarna tersebut akan sulit dihilangkan (Denyer, 2004). 2.6.3 Pewarnaan Kapsul Pewarnaan kapsul digunakan untuk mengamati kapsul atau lendir bakteri. Beberapa jenis bakteri dan alga hijau-biru mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket untuk menyelubungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan memberikan bentuk tertentu (bundar atau lonjong), maka disebut kapsul. Tetapi bila bentuknya tidak teratur dan menempel kurang erat pada sel, maka disebut lapisan lendir. Kapsul bakteri sangat sukar diamati dengan mikroskop cahaya, karena tidak berwarna dan mempunyai indeks bias yang rendah. Selain itu, kapsul bakteri bersifat non-ionik, sehingga tidak dapat diwarnai dengan prosedur pewarnaan sederhana. Untuk mengamati kapsul, digunakan gabungan prosedur pewarnaan negatif dengan pewarnaan sederhana (Cappucino, 1987). 2.7 Uji Aktivitas Antibakteri Ada beberapa cara uji aktivitas antibakteri, diantaranya adalah : 2.7.1 Cara difusi Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas, porselen, logam dan pencetak lubang (punch hole). A. Cara tuang Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat. Zat antibakteri diteteskan ke dalam cakram, kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Daerah bening yang terdapat di sekeliling cakram kertas atau silinder menunjukkan hambatan pertumbuhan bakteri, diamati dan diukur (Stainer et al., 1982) B. Cara sebar Media agar dituangkan ke dalam cawan petri kemudian dibiarkan memadat, lalu suspensi bakteri uji disebarkan. Media dilubangi dengan alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya diteteskan zat antibakteri, didiamkan, lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 18-24 jam. Zona hambat diukur yaitu daerah bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong (Lay, 1994). 2.7.2 Cara Turbidimetri Pada cara ini digunakan media cair, yaitu dilakukan penuangan media ke dalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrument yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, 1995). 2.7.3 Cara dilusi Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut : Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008). Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. 2.8 Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakteriosidal dengan memiliki aktivitas spektrum luas aktif terhadap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 50 S dari pada ribosom sel bakteri dan menghambat aktivitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam pengobatan untuk hewan ternak dan manusia tetapi karena adanya laporan bahwa kloramfenikol menimbulkan penyakit anemia plastik bagi manusia sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol tidak diijinkan untuk pengobatan hewan ternak (Martaleni, 2007). Rumus struktur : Gambar 5. Struktur kloramfenikol (sumber: USP, 2006) Kloramfenikol memiliki rumus molekul C11H12Cl2N2O5. Kloramfenikol merupakan serbuk kristal putih sampai putih keabuan atau putih kekuningan, tidak berbau, sangat tidak larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan propilen glikol (Depkes RI, 1995). Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan kloramfenikol dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian kloramfenikol dilakukan secara peroral (Wattimena, 1990). 2.9 Klindamisin Klindamisin bekerja dengan menghambat sintesis protein subunit 50 S pada ribosom bakteri, sehingga mengganggu proses pembentukan rantai peptida pada bakteri (Reusser. 1975). Klindamisin dapat menghambat protein bakteri, racun, enzim, dan sitokin didalam jaringan. (Gemmel et al., 1979) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 Klindamisin memiliki aktivitas yang tinggi terhadap berbagai bakteri fakultatif anaerob. Organisme Gram positif yang rentan terhadap klindamisin adalah Peptostreptococcus, Actinomyces, Eubacterium, Propionibacterium, dan spesies Lactobacillus, Staphylococcus, termasuk strains yang resisten terhadap penisilin. Obat ini memiliki aktivitas yang lemah terhadap organisme fakultatif Gram negatif. (Barry et al., 1988. Sutter et al.,1976. Goldstein et al., 1993) Gambar 6. Struktur klindamisin (Russell, Dave. 2008) 2.10 Esterifikasi dan Senyawa Modifikasi Gugus Ester Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi (Davidek, 1990). Esterifikasi juga didefinisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol (Gandhi, 1997). Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam organik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya metanol, etanol, propanol dan butanol (Ozgulsun, 2008 dan Yan, 2001) Gambar 7. Reaksi esterifikasi (Anonim, 2002) Modifikasi struktur dapat memberikan sifat dan aktivitas biologis yang berbeda pada suatu senyawa. Menurut Venkateswarlu (2006), perpanjangan rantai samping asam polihidroksisinamat pada rantai samping gugus ester asam polihidroksisinamat dengan penambahan gugus C14H29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 (tetradecyl) dan C20H41 (eicosanyl) tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, Baccilus subtilis dan Escherichia coli. Perpanjangan rantai samping asam polihidroksisinamat pada rantai samping gugus ester asam polihidroksisinamat dengan penambahan gugus butil juga tidak memberikan aktivitas antibakteri yang signifikan, hasilnya berbeda ketika penambahan gugus hidroksi ke dalam struktur cincin benzen asam polihidroksisinamat dan gugus butil kedalam gugus ester akan meningkatkan sensitivitas daya antibakterinya terhadap Bacillus Subtilis. Dalam literatur lain (Voisin. 2007), penambahan gugus metil pada rantai samping gugus ester Rosmarinic acid menjadi Methyl rosmarinate menyebabkan hilangnya aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan Staphylococcus aureus. Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000), struktur kimia obat dapat menjelaskan sifat-sifat obat dan struktur atau gugus-gugus molekul obat berkaitan dengan aktivitas biologisnya. Untuk mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan terutama dengan mengaitkan gugus fungsional tertentu. Hal ini kadang-kadang mengalami kegagalan karena terbukti bahwa senyawa dengan unit struktur kimia sama belum tentu menunjukan aktivitas biologis yang sama. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2015 hingga Mei 2015 di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian meliputi mikroskop (Shimadzu), timbangan analitik (And Gx-200), gelas ukur (Schott duran), labu ukur (Pyrex), gelas beaker (Schott duran), cawan petri (Normax), labu erlenmeyer (Schott duran), pipet tetes, batang pengaduk, corong, vial, sarung tangan (Sensi), masker (F-Sco), spatula, pinset (Meiden), tabung reaksi (Pyrex), rak tabung reaksi, ose, bunsen, laminar air flow, penangas (Are-heating), stirrer magnetik, pipet mikro & tip (Eppendorf), jangka sorong (Tricle Brand), vortex (Kk), autoklaf (All-American), inkubator (France etuves), kassa, kertas roti, kertas alumunium, lemari pendingin (Gea Pharmaceutical), kamera digital dan kapas. 3.2.2 Bahan Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228, Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853, Escherichia coli ATCC 25922, Propionibacterium acne ATCC 11827 diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia Bahan Kimia Etil p-metoksisinamat, asam p-metoksisinamat, metil p-metoksisinamat, propil p-metoksisinamat, isopropil p-metoksisinamat, butil p-metoksisinamat, nutrient agar (Merck), etanol proanalisis (Merck), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 cakram kloramfenikol 30 μg (oxoid), cakram klindamisin 2 μg (oxoid), kertas cakram blank 6 mm (oxoid), NaCl (Merck), aquadest, larutan standar Mc.Farland 3 (Remel), larutan kristal violet, larutan lugol 2%, alkohol 96%, dan safranin. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian aktivitas antibakteri ini disterilkan terlebih dahulu. Cawan petri, dan tabung reaksi yang telah disumbat dengan kapas disterilkan dalam oven pada suhu 170oC selama ± 2 jam, jarum ose dan pinset dibakar dengan pembakaran diatas api langsung dan media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Lay dan Hastowo, 1992). 3.3.2 Pembuatan Media A. Media Agar Miring Nutrient agar sebanyak 5 gram dilarutkan dalam 250 mL aquades (20 g/1000 mL) menggunakan erlenmeyer. Setelah itu dihomogenkan dengan stirer diatas penangas air sampai mendidih. Sebanyak 5 mL dituangkan masing-masing pada 5 tabung reaksi steril dan ditutup dengan aluminium foil. Media tersebut disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian dibiarkan pada suhu ruangan selama ± 30 menit sampai media memadat pada kemiringan 30°. Media Agar miring digunakan untuk inokulasi bakteri (Lay, 1994). B. Media Pembenihan (Nutrient Agar) Media pembenihan dibuat dengan cara ditimbang 5 gram NA, lalu dilarutkan dalam 250 mL aquades (20 g/1000 mL) menggunakan erlenmeyer. Setelah itu, masing-masing media dihomogenkan dengan stirer diatas penangas air sampai mendidih. Media yang sudah homogen ini disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, kemudian didinginkan sampai suhu ± 45-50oC (Lay, 1994). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 3.3.3 Peremajaan Bakteri Uji Bakteri uji diambil dengan jarum ose steril sebanyak satu ose, lalu ditanamkan pada media agar miring dengan cara menggores secara zig-zag. Inkubasi dalam inkubator pada suhu 37° selama 24 jam. Perlakuan yang sama dilakukan pada setiap jenis bakteri uji (Siregar, 2009). 3.3.4 Identifikasi Bakteri Identifikasi dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi koloni meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna koloni (Pelczar, 1986). Identifikasi bakteri dilakukan dengan cara pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram mengutip dari Fitri (2011), akuades diteteskan pada kaca objek ditambahkan 1 ose biakan sampel, lalu difiksasi di atas api. Tetesi pewarnaan kristal violet dan biarkan selama 1 menit, cuci dengan air mengalir, kemudian tetesi lugol 2% biarkan selama satu menit dan kembali dicuci dengan air mengalir. Tetesi alkohol 96% biarkan selama 10-20 detik, cuci dengan air mengalir dan tambahkan safranin biarkan selama 20-30 detik kemudian cuci lagi dengan air mengalir. Keringkan dengan menggunakan kertas serap dan tambahkan minyak emersi dan amati di bawah mikroskop. Bila hasil pewarnaan diperoleh bakteri berwarna merah maka bakteri tersebut adalah bakteri Gram negatif, sedangkan bila diperoleh bakteri berwarna ungu maka bakteri tersebut adalah Gram positif. 3.3.5 Pembuatan Suspensi Bakteri Bakteri uji yang telah diinokulasi diambil dengan kawat ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 2 mL larutan NaCl 0,9% hingga di peroleh kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan larutan Mc. Farland (Mpila D. A, 2012). Perlakuan yang sama dilakukan pada setiap jenis bakteri uji dan jenis Mc. Farland yang digunakan adalah standar Mc. Farland 3. Kemudian diencerkan hingga memperoleh suspensi 107 cfu/mL dengan cara mengambil 1 mL suspensi kedalam tabung reaksi steril dan menambahkan 10 mL NaCl 0,9 % steril. Jumlah bakteri yang sesuai dengan standar Mc Farland 3 setara dengan ±9x108/mL (Roslizawaty, 2013). Jumlah bakteri dalam suspensi harus berisi antara 107 dan 108 mL (Andrews, 2001). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 3.3.6 Pembuatan Larutan Uji Larutan uji dibuat dengan melarutkan isolat sampel pada pelarut etanol proanalisis. Untuk penentuan aktivitas mikroba, konsentrasi larutan yang digunakan bervariasi, yaitu sebesar 200 ppm, dan 100 ppm. 3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri Suspensi bakteri sebanyak 1 mL dituangkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dimasukkan juga media nutrient agar, digoyang membentuk angka delapan agar tercampur rata, lalu ditunggu hingga media padat (Sutrisna, 2013). Letakkan masing masing cakram kertas yang telah ditetesi larutan uji dengan konsentrasi 200 ppm dan 100 ppm sebanyak 20 μL. Letakkan cakram kertas yang telah ditetesi sebanyak 20 μL larutan etanol proanalisis sebagai kontrol negatif. Letakkan cakram sebagai kontrol positif, yaitu : kloramfenikol (30 μg) untuk pengujian pada bakteri yang menggunakan Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, dan Escherichia coli, dan cakram klindamisin (2 μg) untuk Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. 3.3.8 Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambat Cawan petri diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam. Zona hambat antibakteri diamati berdasarkan diameter hambat yang ditunjukkan dengan daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram dan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Lalu hasil pengukuran dicatat. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan triplo. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau bahan antibakteri lainnya yang digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan dengan lebar diameter zona hambat (zona bening) (Vandepitte et al., 2005). Kemudian diameter zona hambat tersebut dikategorikan kekuatan daya antibakterinya berdasarkan penggolongan Davis and Stout (1971). Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Identifikasi Bakteri Uji Identifikasi bakteri uji dilakukan melalui pewarnaan Gram dan dilihat pada mikroskop perbesaran 1000 kali. Tabel 1. Identifikasi bakteri pewarnaan Gram No. Bakteri uji Bentuk Warna Klasifikasi Gram 1 Propionibacterium acne basil (batang) ungu Positif 2 Staphylococcus epidermidis kokus (bulat) ungu Positif 3 Escherichia coli basil (batang) merah Negatif 4 Pseudomonas aeroginosa basil (batang) merah Negatif 5 Staphylococcus aureus kokus (bulat) ungu Positif 4.1.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Dari pengamatan uji aktivitas antibakteri APMS dan EPMS dengan metode difusi cakram tidak terdapat zona hambat dari sampel uji APMS, EPMS, butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS dengan konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm pada bakteri uji. kontrol negatif etanol proanalisis tidak menghasilkan zona hambat. Kontrol positif kloramfenikol (30 μg) menghasilkan zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli, dan tidak menghasilkan zona hambat pada bakteri Pseudomonas aeroginosa. Cakram klindamisin (2 μg) sebagai kontrol positif menghasilkan zona hambat pada Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 Tabel 2. Uji Aktivitas APMS dan EPMS 100 ppm Kontrol (+) Klidamisin (2 μg) Kontrol (-) Etanol pa APMS 100 EPMS 100 No Jenis bakteri Kontrol (+) Kloramfenikol (30 μg) 1 P.aeruginosa - - - - 2 E.coli 19 mm - - - 3 S.aureus 28,46 mm - - - 4 S.epidermidis 11,25 mm - - - 5 P.acne 46,5 mm - - - Tabel 3. Uji Aktivitas APMS dan EPMS 200 ppm No Jenis bakteri Kontrol (+) Kloramfenikol (30 μg) 1 P.aeruginosa 2 Kontrol (+) Klidamisin (2 μg) Kontrol (-) Etanol pa APMS 200 EPMS 200 - - - - E.coli 22,56 mm - - - 3 S.aureus 29,73 mm - - - 4 S.epidermidis 9,6 mm - - - 5 P.acne 46 mm - - - Tabel 4. Uji Aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS 100 ppm Kontrol (+) Klidamisin (2 μg) Kontrol (-) Etanol pa ButilPMS MetilPMS IsopropilPMS PropilPMS No Jenis bakteri Kontrol (+) Kloramfenikol (30 μg) 1 P.aeruginosa - - - - - - 2 E.coli 23,6 mm - - - - - 3 S.aureus 30,9 mm - - - - - 4 S.epidermidis 9,68 mm - - - - - 5 P.acne 45 mm - - - - - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 Tabel 5. Uji Aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS 200 ppm Kontrol (+) Klidamisin (2 μg) Kontrol (-) Etanol pa ButilPMS MetilPMS IsopropilPMS PropilPMS No Jenis bakteri Kontrol (+) Kloramfenikol (30 μg) 1 P.aeruginosa - - - - - - 2 E.coli 21,91 mm - - - - - 3 S.aureus 24,8 mm - - - - - 4 S.epidermidis 10,5 mm - - - - - 5 P.acne 45 mm - - - - - 4.2 Pembahasan Sampel uji yang digunakan dalam penelitan ini diperoleh dari Laboratorium PHA (Pharmaceutical Halal Food Analysis) Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk menguji sensitivitas bakteri terhadap senyawa butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS. Metode uji aktivitas antibakeri yang digunakan adalah metode difusi cakram dengan cara tuang. Pada metode ini sensitivitas bakteri terhadap sampel uji dilihat dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas yang menandakan adanya daya hambat pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian ini digunakan 5 bakteri uji, yaitu : Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228, Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853, Escherichia coli ATCC 25922, Propionibacterium acne ATCC 11827. Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis digunakan untuk mewakili bakteri Gram positif. Pseudomonas aeroginosa, dan Escherichia coli digunakan untuk mewakili bakteri Gram negatif. Larutan sampel uji dibuat dengan cara menimbang 10 mg masing masing sampel uji pada alat timbangan analitik. 10 mg sampel kemudian dilarutan dalam labu ukur 10 mL dengan etanol proanalisis dan dicukupkan hingga batas garis labu ukur. Larutan uji ini setara dengan 1000 ppm, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 kemudian larutan uji 1000 ppm diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm. Kontrol negatif yang menggunakan etanol proanalisis tidak menghasilkan zona hambat bening pada bakteri-bakteri uji yang digunakan, hal ini menandakan etanol proanalisis bisa digunakan sebagai kontrol negatif pada pengujian aktivitas antibakteri. Penggunaan antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif dikarenakan kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakterisidal yang memiliki aktivitas spektrum luas aktif terhadap bakteri yang patogen. Klindamisin sebagai kontrol positif digunakan sebagai pilihan obat yang umum digunakan untuk infeksi kulit karena penggunaan bakteri uji Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis yang menyebabkan infeksi kulit. Klindamisin sebagai antibakterial bekerja dengan menghambat pertumbuhan atau reproduksi dari bakteri yaitu dengan menghambat sintesa protein. Identifikasi bakteri melalui pewarnaan Gram dilakukan untuk memastikan kebenaran bakteri yang diujikan dan memastikan bahwa bakteri yang akan diuji tidak terkontaminasi mikroorganisme lain. Dari hasil pewarnaan Gram, bakteri uji sesuai dengan literatur (Dwijoseputro, 1988). Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk basil. Staphylococcus aureus berbentuk bola (kokus) dan bersifat Gram positif. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif dan berbentuk basil. Propionibacterium acne berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif. Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur. Dari tabel hasil uji aktivitas antibakteri dapat dinilai bahwa sampel APMS, EPMS, butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif : Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Propionibacterium acne, juga terhadap bakteri Gram negatif : Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli. Hal ini apat dilihat pada daerah sekitar cakram yang tidak menghasilkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 zona hambat bening dengan berbagai konsentrasi, yakni 100 ppm dan 200 ppm. Dalam penelitian Nugraha, S A. (2012), senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari rimpang kencur telah diuji aktivitas antimikrobanya terhadap Bacillus subtilis dan menyimpulkan bahwa senyawa etil pmetoksisinamat tidak mempunyai aktivitas untuk menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Penelitian lain menunjukkan bahwa turunan EPMC yaitu etil p-hidroksisinamat (EPHC) menghasilkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan MIC sebanyak 333 ppm, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli dengan MIC sebanyak 111 ppm. Dari penelitian ini juga diuji bahwa EPMC hanya bisa menghasilkan MIC 333 ppm untuk Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli dan 1000 ppm untuk pada Staphylococcus aureus. EPHC sebagai turunan EPMC mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih baik baik dari pada EPMC dan memiliki aktivitas lebih tinggi terhadap bakteri Gram negatif, adanya gugus hidroksil pada struktur EPHC tersebut mungkin dapat meningkatkan aktivitas antimikroba (Omar et al., 2014). Dalam penelitian yang dilakukan Lakshamanan (2011) etil p-metoksisinamat dapat menghambat Mycobactrium tuberculosis dengan konsentrasi hambat minimum (MIC) pada konsentrasi 201-404 ppm. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan pada konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm, hal ini dikarenakan sampel yang digunakan adalah senyawa murni. Sebagian besar antibiotik yang berguna secara klinis setidaknya aktif terhadap strain uji pada tingkat 10 ppm. Senyawa murni yang tidak aktif setidaknya pada konsentrasi 100 ppm tidak bisa dijadikan sebagai kandidat untuk penggunaan klinis kecuali relatif tidak beracun atau aktif terhadap organisme yang kuat (Mitscher et al., 1972). Berdasarkan hasil diameter zona hambat, kloramfenikol mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, dan tidak mempunyai daya antibakteri terhadap Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853. Klindamisin mempunyai daya antibakteri sedang terhadap Staphylococcus epidermidis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 ATCC 12228, dan sangat kuat terhadap Propionibacterium acne ATCC 11827. Penggolongan daya antibakteri ini berdasarkan Davis dan Stout, yang menyatakan bahwa diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. Menurut literatur (NCLLS, 2003) zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol yaitu sebesar 21–27 mm pada Escherichia coli ATCC 25922, dan 19–26 mm pada Staphylococcus aureus ATCC 25923, dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Awan (2013), kloramfenikol dapat menghasilkan zona hambat pada Staphylococcus aureus sebesar 29 mm. Standar antibiotik klindamisin (2 μg) menghasilkan zona hambat sebesar 15 - 26 mm terhadap staphylococci (NCCLS, 2003) dan 45,5 mm terhadap Propionibacterium acne (Drake, 2004). Pada penelitian ini, kloramfenikol sebagai kontrol positif tidak menghasilkan zona hambat bakteri Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853, hal ini sesuai dengan literatur (NCCLS, 2003) dan penelitian yang dilakukan oleh Chander et al., (2013) yang menyebutkan bakteri Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853 tidak menghasilkan zona hambat dan resisten terhadap kloramfenikol. Resistensi kloramfenikol terhadap Pseudomonas aeroginosa disebabkan karena Pseudomonas aeroginosa memiliki permeabilitas membran yang rendah dan memiliki mekanisme efflux pump (pompa pengeluaran) (Xian Zhi, Li et al., 1994). Mekanisme ini bekerja dengan mengeluarkan antibiotik dari sitoplasma (Billater M, 2006). Senyawa butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS merupakan hasil modifikasi struktur dengan cara esterifikasi. Esterifikasi dapat dilakukan dengan cara mereaksikan gugus asam karboksilat dengan alkohol. Modifikasi gugus etil (-C2H5) pada EPMS, menjadi gugus metil (-CH3), isopropil (-CH-(CH3)2), propil (-C3H7) dan butil (-C4H9), tidak memberikan kemampuan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acne, Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 Menurut Narasimhan (2004), isobutil sinamat yang merupakan turunan dari asam sinamat, memiliki perpanjangan dengan penambahan struktur isobutil pada rantai samping gugus ester dari asam sinamat. Senyawa isobutil sinamat memberikan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis. Dalam penelitian Venkateswarlu (2006) perpanjangan rantai samping asam polihidroksisinamat pada rantai samping gugus ester asam polihidroksisinamat dengan penambahan gugus C14H29 (tetradecyl) dan C20H41 (eicosanyl) tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, Baccilus subtilis dan Escherichia coli. Dalam literatur lain (Voisin. 2007), penambahan gugus metil pada rantai samping gugus ester Rosmarinic acid menjadi Methyl rosmarinate menyebabkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 hilangnya aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan Staphylococcus aureus. Melihat hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram yang tidak menunjukan adanya zona hambat terhadap terhadap Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus, bakteri Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli, maka penentuan KHM dari senyawa butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS tidak dilanjutkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan gugus EPMS menjadi butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS yang diujikan hingga konsentrasi 200 ppm tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap terhadap 3 bakteri Gram positif : Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, juga terhadap 2 bakteri Gram negatif : Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Senyawa hasil modifikasi struktur etil p-metoksisinamat menjadi senyawa butil p-metoksisinamat, metil p-metoksisinamat, isopropil p-metoksisinamat, dan propil p-metoksisinamat sebagai senyawa murni tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acne, Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli. 2. Penambahan gugus etil pada rantai samping ester senyawa EPMS menjadi gugus metil, propil, isopropil dan butil melalui reaksi esterifikasi tidak dapat memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram Negatif. 5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut berupa : 1. Pengujian aktivitas biologis lainnya selain pengujian aktivitas antibakteri pada senyawa butil p-metoksisinamat, metil p-metoksisinamat, isopropil p-metoksisinamat, dan propil p-metoksisinamat. 2. Pengujian aktivitas antibakteri senyawa lain dari turunan etil p-metoksisinamat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 DAFTAR PUSTAKA Afriastini, J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta Backer. Ali-Shtayeh, M.S.Al-Assali, A.A.Jamous, R.M. 2013. Antimicrobial activity of Palestinian medicinal plants against acne-inducing bacteria. Afr J Microbiol Res.7:2560–2573. Andrews, Jenifer M. 2001. Determination of Minimum Inhibitory Concentrations, Journal of Antimicrobial Chemotherapy, Volume 48, Issue suppl. S1, 5-6 Anonim. 2002. Fischer Esterification: an Ester From a Carboxylic Acid and an Alcohol. Chem360 Lab Manual Barus, R. 2009. Amidasi Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi Dari Kencur. Thesis Pasca Sarjana USU. Medan. Barry AL, Jones RN, Thornsberry C. 1988. In vitro activities of azithromycin (CP 62,993), clarithromycin (A-56268; TE-031), erythromycin, roxithromycin, and clindamycin. Antimicrob Agents Chemother; 32:752-4. Benzon. 2001. Microbiological Applications Laboratorium Manual in General Microbiology, 8th Ed., 257-258, The McGraw Hill Companies, Inc., New York. Billater M. 2006. Bacterial Resistance. Pharmacotherapy Self-Assessment Program; 4:169-189. Cappuccino, J and Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. Fourth Edition. New York: Addison-Wesley Publishing Company. p. 60, 139, 186, 471. Chander et al., 2013. Antimicrobial Susceptibility Patterns of Pseudomonas aeruginosa Clinical Isolates at Tertiary Care Hospital in Kathmandu, Nepal. Asian J Pharm Clin Res, Vol 6, Suppl 3, 235-238 Davidek et al., 1990. Chemical Changes During Food Processing Development In Food Science 21. Elsevier. Davis, W., & Stout. 1971. Disc Plate Method of Microbial Antibiotic Assay. Appl Microbiol, 22 (4). 659 – 665. Denyer, S.P., N.A. Hodges, and S.P. Gorman. 2004. Pharmaceutical Microbiology. Blackwell Publishing. Victoria, Australia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 Depkes RI. 2001. Inventaris Tumbuhan Obat Indonesia I. Jilid 2. Jakarta:Depkes RI. Drake, Lindsey N. 2004. Which Acne Medications Are Most Effective against Propionibacterium acne. J1306. California State Science Fair Projrct Summary. J1306 Dwijoseputro. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Prasindo Persada. Jakarta. Fitri, Lenni dan Yasmin, Yekki. 2011. Isolation and Observation of Morphology of Chitinolytic Bacteria Colony. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 20-25. Gaman. M. 1992. Ilmu Pangan, Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gandhi, N. 1997. Application of Lipase. J. Am. Oil Chem. Soc., 74, 6, 621-634 Gemmell CG, Amir MKA. 1979. Effect of certain antibiotics on the formation of cellular antigens and extracellular products by group A streptococci. In: Parker MT, editor. Pathogenic streptococci. Chertsey: Reed Books. p. 67-8. Gholib, D. 2009. Daya Hambat Ekstrak Kencur Terhadap Trichophyton Mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans Jamur Penyebab Penyakit Kurap Pada Kulit dan Penyakit Paru. Bul. Littro. Vol. 20 No. 1, 59 – 67. Goldstein EJ, Citron DM, Cherubin CE, Hillier SL. 1993. Comparative susceptibility of the Bacteroides fragilis group species and other anaerobic bacteria to meropenem, imipenem, piperacillin, cefoxitin, ampicillin/sulbactam, clindamycin and metronidazole. J Antimicrob Chemother; 31:363-72. Gould, D. & Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk perawat. halaman 252. Cetakan pertama. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC Govan, H., Nichols, P.V., Tafea, H. 1988. Giant clam resource investigations in Solomon islands. In: Copland, J.W. Lucas, J.S. (eds). Giant Clams in Asia and the Pacific. ACIAR Monograph No.9. p: 54-57. Hedges, A. J. 1999. The influence of factors affecting the ‘critical population’ density of inocula on the determination of bacterial susceptibility to antibiotics by disc diffusion methods. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 43:313-314. Inayatullah. M. S. 1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil p-metoksisinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga. Surabaya. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 205-209, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 Jigna Parekh, Sumitra V chanda. 2008. Antibacterial activity of aqueous and alcoholic extracts of 34 Indian medicinal plants against some staphylococcus species. Turk Journal biol. 32: 63-71. Kanjanapothi D, Panthong A, Lertprasertsuke N, Taesotikul T, Rujjanawate C, Kaewpinit D et al., 2004. Toxicity of crude rhizome extract of Kaempferia galanga L.(Proh Hom). Journal of Ethnopharmacology. 90:359-365. Lakshmanan D, Werngren J, Jose L, Suja KP, Nair MS, Varma RL, Mundayoor S, Hoffner S, Kumar RA. 2011. Ethyl P-Methoxycinnamate Isolated From a Traditional Anti-Tuberculosis Medicinal Herb Inhibits Drug Resistant Strains of Mycobacterium Tuberculosis In Vitro. Fitoterapia. In Press, Corrected Proof. Lay, B.W dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. IPB, Bogor. Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lindsay, J. A., and Denise, W.E. 2008. Saul: a Novel Lineage-Specific Type I Restriction-Modification System That Blocks Horizontal Gene Transfer into Staphylococcus aureus and between S. Aureus Isolates of Different Lineages. Journal of Bacteriology. Mak, T. A et al. 2013. Comparative Genomics Reveals Distinct Host-Interacting Traits of Three Major Human-Associated Propionibacteria. BMC Genomics 14:640. Martaleni. 2007. Deteksi Residu Antibiotika Pada Karkas, Organ Dan Kaki Ayam Pedaging Yang Di Peroleh Dari Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Mekseepralard C, Kamkaen N, Wilkinson JM. 2010. Antimicrobial and Antioxidant Activities of Traditional Thai Herbal Remedies for Aphthous ulcers. Phytother. Res., 24:1514-1519. Mpila D. A. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mayna (Coleus atropurpureus [L] Benth) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa Secara In-Vitro. Pharmacon. 1(1): 15-20. Narasimhan . B , Belsare, Pharande. D, Mourya. V, Dhake. A. 2004. European Journal of Medicinal Chemistry. 39, 827–834. NCCLS. 2003. Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility Tests; Approved Standard—~Eiqhth Edition. NCCLS document M2-A8 (ISBN 1-56238-485—6). NCCLS, 940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, Pennsylvania 19087-1898 USA. NCCLS. 2003. Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility Tests; Eiqhth Edition National Committee for Clinical Laboratory Standards. 23(1) Nugraha, S. A. 2012. Uji Antimikroba Etil p-Metoksi Sinamat dari Rimpang Kencur Terhadap Bacillus subtilis. Indo. J. Chem. Sci. 1 (2). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 Omar, M. N. Et al., 2014. Antimicrobial Activity and Microbial Transformation of Ethyl p-Methoxycinnamate Extracted from Kaempferia galanga. ISSN: 0970-020 X CODEN: OJCHEG, Vol. 30, No. (3): Pg. 1037-1043 Malaysia. Ozgulsun et al., 2000. Esterification Reaction of Oleic Acid With a Fusel Oil Fraction for Production of Lubricating Oil. J.Am. Oil Chem. Soc., 77, 1, 105-109 Pelczar. 1986. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Hadioetomo, R.S., Imas, T., Tjitrosomo, S., dan Lestari, S. Jakarta : Penerbit UI Press. Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta : Penerbit Erlangga. Reusser F. 1975. Effect of lincomycin and clindamycin on peptide chain initiation. Antimicrob Agents Chemother ;7:32-7. Rosita, S. M. D. O., Rostiana dan W, Haryudin. 2006. Respon Kencur (Kaempferia Galanga Linn) Terhadap Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan obat Indonesia XXVIII. Roslizawaty. 2013. Antibacterial Activity of Ethanol’s Extract and Stew of Ant Plant (Myrmecodia sp.) Against Bacteria Escherichia Coli. Jurnal Medika Veterinaria. Hlm : 91 – 94. Rudyanto, M dan Hartanti, L. 2008. Sintesis Beberapa Turunan Asam Sinamat : Pengaruh Gugus Yang Terikat Pada Cincin Aromatik Terhadap Kereaktifan Benzaldehida. Indo. J.Chem 8 (2), 226 – 230. Russell, Dave. 2008. Pharmaceutical Structure Confirmation Using Mass Spectrometry and Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy Proof of Structure – Clindamycin. U.S : Varian, Inc. Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M. 1990. Senyawa Obat. Edisi kedua. Penerjemah: Joke Wattimena dan Sriewoelan Soebito. Yogyakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Sherris, J.C., Ryan, K.J. & Ray, C.G. 2004. Sherris Medical Microbiology: An Introduction to Infectious Disease 4 Th ed. USA: Mc-Graw Hill. Siswandono dan B Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Siregar, S.F. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Air Rebusan Kulit Batang Ingul (Toona sinensis M. Roem) Terhadap Beberapa Bakteri. [skripsi]. Fakultas Farmasi USU, Medan. Stanier, RY. Adelberg, EA dan Ingraham, JL. 1982. Dunia Mikrobe I. Penerjemah: Agustin Wydia, dkk. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Hal. 23-25. Suriawiria, H. U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Papas Sinas Sinanti. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 Sutrisna, R. 2013. Karakterisasi isolat bakteri asam laktat dari usus itik (Anas domestica) terhadap Escherichia coli dan Salmonella pullorum. Makalah Seminar Nasional Sains & Teknologi V, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Sutter VL, Finegold SM. 1976. Susceptibility of anaerobic bacteria to 23 antimicrobial agents. Antimicrob Agents Chemother. 10: 736-52. Techaprasan J, Klinbunga S, Ngamriabsakul C, Jenjittikul T. 2010. Genetic Variation of Kaempferia (Zingiberaceae) in Thailand Based on Chloroplast DNA (psbA-trnH and petA-psbJ) Sequences. Genetics and Molecular Research ; 9:1957-1973. The United State Pharmacopeial Convention. 2006. The United States Pharmacopeia (USP). 30th Edition. United States. Todar, Kenneth. 2012. Opportunistic Infection Caused by Pseudomonas aeruginosa,http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Pseudomon as.html, 16 April 2014. Toyofuku, M., Hiroo, U., dan Nobuhiko, N. 2011. Social Behaviours under Anaerobic Conditions in Pseudomonas aeruginosa. Hindawi Publishing Corporation International Journal of Microbiology. Vandepitte, et al. 2005. Prosedur Laboratorium Dasar untuk Bakteriologis Klinis. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Venkateswarlu, S et al., 2006. Antioxidant and Antimicrobial Activity Evaluation of Polyhydroxycinnamic Acid Ester Derivates. Vol. 45 B, pp. 252-257. India Voisin, C et al ., 2007. Synthesis of new L-ascorbic ferulic acid hybrids. Molecules, 12, 2533–2545. Waites, M.J., Morgan, N.L., Rockey, J.S., dan Higton, G. 2001. Industrial Microbiology: An Introduction, 11-25, Blackwell Science Ltd, Oxford. Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhamadiyah Press, Malang. Welch, R.A., 2006. The Genus Escherichia, dalam Dworkin, Martin, Falkow, Stanley, Rosenberg, Eugene, Schleifer, Karl-Heinz, dan Stackbrandt, Erko, (Eds.), The Prokaryotes, 3rd: A Handbook on Biology of Bacteria, 60-63, Springer Science, USA. Winarto, W. P. 2007. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal. Karyasari Herba Media : 157-160. Xian Zhi, Li et al., 1994. Role of Efflux Pump(s) in Intrinsic Resistance of Pseudomonas aeruginosa: Resistance to Tetracycline, Chloramphenicol, and Norfloxacin. Antimicrobial Activity Agents And Chemotheraphy, Aug. p. 1732-1741 Vol. 38, No. 8. Copyright © American Society for Microbiology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 Yan, Y et al.,2001. Production of sugar fatty acid esters by enzymatic esterification in a stirred-tank membrane reactor: Optimization of Parameters by Response Surface Methodology. J. Amer. Oil Chem. Soc. 78: 147-152. Yenjai C, Daodee S and Wangboonskul J. 2003. Antifungal Activity and Antimycobacterial Activity of Ethyl p-methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. In: Proceedings of the 3rd International symposium on the Family Zingiberaceae (Chantaranothai P, Larsen K, Sirirugsa P and Simpson D, eds.). Applied Taxonomic Research Center, Khon Kaen University, Khon Kaen, July 7-12, 2002, 193-195. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian Penyiapan alat dan bahan Pembuatan medium NA (peremajaan) Peremajaan mikroba uji P. acnes S. epidermidis P. aeroginosa Pembuatan suspensi mikroba uji E. coli Identifikasi bakteri uji Pembuatan medium NA (pengujian) Pembuatan larutan sampel uji S. aureus Sampel A Sampel B Penentuan aktifitas Antibakteri Sampel C Sampel D Sampel E Sampel F Sampel A : etil p-metoksisinamat Sampel D : propil p-metoksisinamat Sampel B : asam p-metoksisinamat Sampel E : isopropil p-metoksisinamat Sampel C : metil p-metoksisinamat Sampel F : butil p-metoksisinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan Nutrient Agar (NA) Standar larutan NA = 20 gram NA dalam 1000 mL aquadest Larutan NA untuk Media Pengujian Dibutuhkan untuk 5 jenis bakteri (1 bakteri dalam 1 cawan) dan dilakukan 3 kali pengujian : 1 cawan = 10 mL larutan NA 5 cawan x 10 mL = 50 ml (untuk 5 cawan) Triplo : 50 mL x 3 = 150 mL (untuk 3 kali pengujian) NA yang dibutuhkan : 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 𝑔𝑟𝑎𝑚 NA yang dibutuhkan = = 1000 𝑚𝐿 150 𝑚𝐿 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 150 𝑚𝐿 1000 𝑚𝐿 = 3 gram Larutan NA untuk Media Peremajaan Dibutuhkan untuk 5 jenis bakteri (1 bakteri dalam 1 tabung reaksi) : 1 tabung reaksi = 10 mL larutan NA 5 tabung x 10 mL = 50 mL (untuk 5 tabung) NA yang dibutuhkan : 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 NA yang dibutuhkan = 𝑥 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1000 𝑚𝐿 50 𝑚𝐿 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿 1000 𝑚𝐿 = 1 gram Total NA yang Dibutuhkan Total larutan NA yang dibutuhkan = NA untuk Media Peremajaan + NA untuk Media Pengujian NA Total = 3 gram + 1 gram = 4 gram Nurtient Agar Total Aquadest yang Dibutuhkan Aquadest Total = 150 mL + 50 mL = 200 mL Aquadest UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Larutan Sampel Isolat Pengujian dilakukan dengan 3 kali pengujian (triplo) untuk setiap isolat Sampel berjumlah 6 isolat Larutan induk dibuat sebesar 1000 ppm dalam labu ukur 10 mL Jumlah sampel yang dibutuhkan tiap isolat : 1 ppm = 1 μg/mL 1000 ppm = 1000 μg/mL = 10000 μg/ 10 mL = 10 mg / 10 mL Jumlah sampel yang dibutuhkan tiap isolat = 10 mg sampel Lalu dibuat seri larutan sebanyak 200 ppm dan 100 ppm 200 ppm dibuat dengan cara mengambil x mL dari larutan induk (100 ppm) ke dalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan hingga batas dengan etanol PA. V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 1000 ppm = 10 mL x 200 ppm x mL = 10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 200 𝑚𝐿 1000 𝑝𝑝𝑚 = 2 mL 100 ppm dibuat dengan cara mengambil x mL dari larutan induk (100 ppm) ke dalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan hingga batas dengan etanol PA. V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 1000 ppm = 10 mL x 100 ppm x mL = 10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100 𝑚𝐿 1000 𝑝𝑝𝑚 = 1 mL UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 Lampiran 4. Gambar sampel uji dan Penimbangan Metil-PMS Isopropil-PMS Butil-PMS Propil-PMS Gambar 8. Sampel uji, penimbangan bahan dan pelarutan sampel Lampiran 5. Gambar Pembuatan Suspensi Bakteri Gambar 9. Pembuatan suspensi bakteri uji setara Mc.Farland 3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 Lampiran 6. Gambar Pewarnaan Hasil Peremajaan Bakteri Uji Bentuk : kokus (bulat) Bentuk : basil (batang) Warna : ungu Warna : ungu Keterangan : perbesaran 1000x Gambar 10. Staphylococcus epidermidis Keterangan : perbesaran 1000x Gambar 11. Propionibacterium acne Bentuk : basil (batang) Bentuk : basil (batang) Warna : merah Warna : merah Keterangan : perbesaran 1000x Gambar 12. Escherichia coli Keterangan : perbesaran 1000x Gambar 13. Pseudomonas aeroginosa Bentuk : kokus (bulat) Warna : ungu Keterangan : perbesaran 1000x Gambar 14. Staphylococcus aureus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 Lampiran 7. Zona Hambat Uji Aktivitas EPMS dan APMS 100 ppm Escherichia coli Pseudomonas aeroginosa Staphylococcus epidermidis Propionibacterium acne Staphylococcus aureus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Lampiran 8. Zona Hambat Uji Aktivitas EPMS dan APMS 200 ppm Escherichia coli Propionibacterium acne Staphylococcus epidermidis Pseudomonas aeroginosa Staphylococcus aureus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 Lampiran 9. Zona Hambat Uji Aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, IsopropilPMS, dan Propil-PMS 100 ppm Staphylococcus aureus Propionibacterium acne Pseudomonas aeroginosa Escherichia coli Staphylococcus epidermidis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 Lampiran 10. Zona Hambat Uji Aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, IsopropilPMS, dan Propil-PMS 200 ppm Pseudomonas aeroginosa Propionibacterium acne Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Escherichia coli UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 Lampiran 11. Struktur Senyawa Uji Etil p-metoksisinamat Asam p-metoksisinamat Metil p-metoksisinamat Propil p-metoksisinamat Isopropil p-metoksisinamat Butil p-metoksisinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta