BAB1. PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI DAN PEMBENTUKAN

advertisement
BAB1. PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI DAN
PEMBENTUKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
Daftar isi
1 PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI DAN PEMBENTUKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
1.1 A. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

1.1.1 1. Peristiwa Rengasdengklok

1.1.2 2 . Perumusan Naskah Proklamasi

1.1.3 3 . Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan

1.1.4 4 . Makna dan Arti Penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1.2 B. Penyebaran Berita Proklamasi dan Sikap Rakyat di Berbagai Daerah
1.3 C. Terbentukna Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia serta Kelengkapannya

1.3.1 1 . Pembentukan Komite Nasional

1.3.2 2 . Pembentukan Partai Nasional Indonesia

1.3.3 3 . Pembentukan Badan Keamanan Rakyat
1.4 D. Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara Kesatuan dan Pemerintahan R I
PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI DAN PEMBENTUKAN
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Tahukah kalian, bahwa Indonesia termasuk sekelompok kecil bangsa yang memperoleh
kemerdekaan bukan sebagai pemberian penjajah, atau sebagai hasil suatu proses damai
belaka? Kemerdekaan yang kita miliki sekarang diraih melalui suatu perjuangan panjang
dan berat, dengan titik puncaknya dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945. Apakah tanggal 17 Agustus 1945 merupakan akhir dari perjuangan meraih
kemerdekaan? Bagaimana kronologi perjuangan bangsa kita meraih kemerdekaan?
Untuk jelasnya ikutilah pembahasan berikut!
A. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1. Peristiwa Rengasdengklok
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom atom
oleh Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9
Agustus 1945. Akibat peristiwa tersebut, kekuatan Jepang makin lemah. Kepastian berita
kekalahan Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan
bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah berakhir. Berita tersebut
diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orang-orang
Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana, dan lainnya. Penyerahan
Jepang kepada Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada masalah yang cukup
berat. Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Jepang masih tetap
berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan
menggantikan mereka belum datang. Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus
agar mempertahankan status quo sampai kedatangan pasukan Sekutu. Adanya kekosongan
kekuasaan menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua
mengenai masalah kemerdekaan Indonesia. Golongan muda menginginkan agar proklamasi
kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf
Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan tua
menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI.
Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr.
Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Golongan muda kemudian
mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur,
Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh
Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang
menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri,
tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan dan janji
kemerdekaan harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir.
Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan
proklamasi.
Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili
kelompok muda mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan
Indonesia secepatnya lepas dari Jepang. Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap
tidak mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya pendirian Ir. Soekarno untuk tidak
memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda
berpikir bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari Jepang. Selanjutnya golongan muda
mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16
Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Rapat tersebut
menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta harus diamankan dari
pengaruh Jepang.
Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok antara lain :
a. agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang, dan
b. mendesak keduanya supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
terlepas dari segala ikatan dengan Jepang.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno dan Hatta tidak dapat ditemukan di Jakarta.
Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, di antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan
Syudanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun PETA (Pembela Tanah Air) di
Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah Utara Karawang. Pemilihan
Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno Hatta, didasarkan pada
perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat
hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama. Secara geografis,
Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat dilakukan deteksi dengan mudah setiap
gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta, Bandung,
atau Jawa Tengah. Mr. Ahmad Subardjo, seorang tokoh golongan tua merasa prihatin atas
kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan
dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta
harus segera dibawa ke Jakarta.
Akhirnya Ahmad Subardjo, Sudiro, dan Yusuf Kunto segera
menuju
Rengasdengklok.
Rombongan
tersebut
tiba
di
Rengasdengklok pukul 17.30 WIB. Peranan Ahmad Subardjo sangat
penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno Hatta ke Jakarta,
sebab mampu meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi
kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat
pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno
sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan
Soekarno Hatta ke Jakarta.
2 . Perumusan Naskah Proklamasi
Sekitar pukul 21.00 WIB Soekarno Hatta sudah sampai di Jakarta dan langsung menuju ke
rumah Laksamana Muda Maeda, Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta untuk menyusun teks
proklamasi. Dalam kondisi demikian, peran Laksamana Maeda cukup penting. Pada saatsaat yang genting, Maeda menunjukkan kebesaran moralnya, bahwa kemerdekaan
merupakan aspirasi alamiah dan hak dari setiap bangsa, termasuk bangsa Indonesia.
Berikut ini tokoh-tokoh yang terlibat secara langsung dalam perumusan teks proklamasi.
Lihat tabel 11.1.
Tabel 11.1 Tokoh yang Berperan dalam Penyusunan Teks Proklamasi
3 . Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan
Setelah rumusan teks proklamasi selesai dirumuskan muncul permasalahan, siapa yang
akan menandatangani teks proklamasi? Soekarno mengusulkan agar semua yang hadir
dalam rapat tersebut menandatangani naskah proklamasi sebagai” Wakil wakil Bangsa
Indonesia”. Usulan Soekarno tidak disetujui para pemuda sebab sebagian besar yang hadir
adalah anggota PPKI, dan PPKI dianggap sebagai badan bentukan Jepang. Kemudian
Sukarni menyarankan agar Soekarno Hatta yang menandatangani teks proklamasi atas
nama bangsa Indonesia. Saran dan usulan Sukarni diterima.
Langkah selanjutnya, Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik konsep teks
proklamasi dengan beberapa perubahan, kemudian ditandatangani oleh Soekarno Hatta.
Perubahan-perubahan tersebut meliputi:
a.
kata “ tempoh” diubah menjadi tempo,
b.
wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan
c.
tulisan “Djakarta, 17-8-’05“ diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahun ‘05.
Naskah hasil ketikan Sayuti Melik merupakan naskah proklamasi yang autentik. Malam itu
juga diputuskan bahwa naskah proklamasi akan dibacakan pukul 10.00 pagi di Lapangan
Ikada, Gambir. Tetapi karena ada kemungkinan timbul bentrokan dengan pasukan Jepang
yang terus berpatroli, akhirnya diubah di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta. Sejak pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 di kediaman Ir. Soekarno Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta telah diadakan berbagai persiapan untuk menyambut
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kurang lebih pukul 09.55 WIB, Drs. Mohammad Hatta
telah datang dan langsung menemui Ir. Soekarno. Sebelum proklamasi kemerdekaan
dibacakan, pukul 10.00 WIB Soekarno menyampaikan pidatonya, yang berbunyi:
Demikianlah teks proklamasi kemerdekaan telah dibacakan oleh Ir. Soekarno. Susunan
acara yang direncanakan dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan yaitu :
a. pembacaan proklamasi oleh Ir. Soekarno,
b. pengibaran bendera Merah Putih oleh Suhud dan Latief Hendraningrat, dan
c. sambutan Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Setelah dibacakan teks proklamasi, maka telah lahir Republik Indonesia. Suatu peristiwa
yang bersejarah bagi bangsa Indonesia telah terjadi. Peristiwa yang sangat lama dinantikan
oleh segenap lapisan masyarakat, tetapi membutuhkan pengorbanan yang tidak ternilai
harganya. Untuk mengenang jasa-jasa Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta dalam peristiwa
proklamasi, maka keduanya diberi gelar Pahlawan Proklamasi (Proklamator). Selain itu
Jalan Pegangsaan Timur diubah namanya menjadi Jalan Proklamasi, dan dibangun
Monumen Proklamasi.
4 . Makna dan Arti Penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Setelah berabad-abad bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan dilandasi oleh
semangat kebangsaan, dan telah mengorbankan nyawa maupun harta yang tidak terhitung
jumlahnya, maka peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan
titik puncak perjuangan tersebut. Proklamasi kemerdekaan merupakan peristiwa yang
sangat penting dan memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia.
Berikut ini makna dan arti penting proklamasi kemerdekaan Indonesia
1) Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi
keputusan bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia)
dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa
Indonesia yang lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia
yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan
seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri
untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi
inspirasi, dan motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di
setiap keadaan.
Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut, maka bangsa Indonesia telah lahir sebagai
bangsa dan negara yang merdeka, baik secara de facto maupun secara de jure.
B. Penyebaran Berita Proklamasi dan Sikap Rakyat di Berbagai Daerah
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih
sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita
proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang
menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di
luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa
proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di
bawah ini.
Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat
dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks
proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei, Waidan B.
Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama
Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita
proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya,
masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita
proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi,
tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi
kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat
dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat
berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar
tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar
pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca
berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di
antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar
baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita
proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga
dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam
penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya
merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang
berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi
kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat,
poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan
slogan ”Respect our Constitution, August 17!” Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17
Agustus! Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di
samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para
utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut
menyebarkan berita proklamasi.
1. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
2. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
3. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
4. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
C. Terbentuknya Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik
Indonesia serta Kelengkapannya
Negara RI yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada kenyataannya belum
sempurna sebagai suatu negara. Oleh karena itu langkah yang diambil oleh para pemimpin
negara melalui PPKI adalah menyusun konstitusi negara dan membentuk alat kelengkapan
negara. Untuk itu PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18
Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Sebelum rapat dimulai, muncul
permasalahan yang disampaikan oleh wakil dari luar Jawa, di antaranya Mr. Latuharhary
(Maluku), Dr. Sam Ratulangi (Sulawesi), Mr. Tadjudin Noor dan Ir. Pangeran Noor
(Kalimantan), dan Mr. I Ktut Pudja (Nusa Tenggara) yang menyampaikan keresahan
penduduk non-Islam mengenai kalimat dalam Piagam Jakarta yang nantinya akan dijadikan
rancangan pembukaan dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Kalimat
yang dimaksud adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi para
pemeluknya”, serta “syarat seorang kepala negara haruslah seorang muslim”. Untuk
mengatasi masalah tersebut Drs. Mohammad Hatta beserta Ki Bagus Hadikusumo, Wachid
Hasyim, Mr. Kasman Singadimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan membicarakannya
secara khusus. Akhirnya dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas dan
menegakkan Negara Republik Indonesia yang baru saja didirikan, rumusan kalimat yang
dirasakan memberatkan oleh kelompok non-Islam dihapus sehingga menjadi berbunyi “
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan syarat seorang kepala negara adalah orang Indonesia asli.
Untuk memahami hasil sidang secara lengkap, maka perhatikan tabel 11.2 berikut.
Tabel 11.2 Hasil-Hasil Sidang PPKI Secara Lengkap
1 . Pembentukan Komite Nasional
Sebagai tindak lanjut dari sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 maka dibentuklah Komite
Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia adalah badan yang akan berfungsi
sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum
(Pemilu). KNIP diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo. Anggota KNIP dilantik pada tanggal
29 Agustus 1945. Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan. Namun,
kemudian diperluas tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai
kewenangan legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal
16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut, wakil presiden Drs. Moh. Hatta mengeluarkan
Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya meliputi hal-hal berikut.
a. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat undangundang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh
sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia
disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan
disebut Komite Nasional Indonesia.
2 . Pembentukan Partai Nasional Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI bersidang untuk yang ketiga kalinya dan menghasilkan
keputusan antara lain pembentukan Partai Nasional Indonesia, yang pada waktu itu
dimaksudkan sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia (partai tunggal). Dalam
perkembangannya muncul Maklumat tanggal 31 Agustus 1945 yang memutuskan bahwa
gerakan dan persiapan Partai Nasional Indonesia ditunda dan segala kegiatan dicurahkan
ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu, gagasan satu partai tidak pernah dihidupkan lagi.
Demi kelangsungan kehidupan demokrasi, maka KNIP mengajukan usul kepada pemerintah
agar rakyat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik. Sebagai
tanggapan atas usul tersebut, maka pada tanggal 3 November 1945 pemerintah
mengeluarkan maklumat pemerintah yang pada intinya berisi memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi, Partai
Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat Jelata, Partai Sosialis
Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik, Permai, dan PNI.
3 . Pembentukan Badan Keamanan Rakyat
Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditetapkan sebagai bagian dari
Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), yang
merupakan induk organisasi yang ditujukan untuk memelihara
keselamatan masyarakat. BKR tugasnya sebagai penjaga
keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI
Daerah. Para pemuda bekas anggota Peta, KNIL, dan Heiho segera
membentuk BKR di daerah sebagai wadah perjuangannya. Khusus
di Jakarta dibentuk BKR Pusat untuk mengoordinasi dan
mengendalikan BKR di bawah pimpinan Kaprawi.
Sementara BKR Jawa Timur dipimpin Drg. Moestopo, BKR Jawa Tengah dipimpin
Soedirman, dan BKR Jawa Barat dipimpin Arudji Kartawinata. Pemerintah belum membentuk
tentara yang bersifat nasional karena pertimbangan politik, mengingat pembentukan tentara
yang bersifat nasional akan mengundang sikap permusuhan dari Sekutu dan Jepang. Menurut
perhitungan, kekuatan nasional belum mampu menghadapi gabungan Sekutu dan Jepang.
Sementara itu para pemuda yang kurang setuju pembentukan BKR dan menghendaki
pembentukan tentara nasional, membentuk badan-badan perjuangan atau laskar bersenjata.
Badan perjuangan tersebut misalnya Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik
Indonesia (PRI), Barisan Pemuda Indonesia (BPI), dan lainnya. Selain itu para pemuda yang
dipelopori oleh Adam Malik membentuk Komite van Actie.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi. Berdasarkan
maklumat pemerintah tersebut, maka segera dibentuk Markas Tertinggi TKR oleh Oerip
Soemohardjo yang berkedudukan di Yogyakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 Divisi dan di
Sumatra 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan dan keamanan yang begitu cepat
memerlukan satu pimpinan yang kuat dan berwibawa untuk mengatasi segala persoalan akibat
perkembangan tersebut. Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak
pernah muncul.
Pada bulan November 1945 atas prakarsa dari markas tertinggi
TKR diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru. Yang
terpilih adalah Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V/Banyumas.
Sebulan kemudian pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman
dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal.
Oerip Soemohardjo tetap menduduki jabatan lamanya sebagai
Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal
(Letjen). Terpilihnya Soedirman merupakan titik tolak
perkembangan organisasi kekuatan pertahanan keamanan.
Pada bulan Januari 1946, TKR berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Pada bulan
Juni 1947 nama TRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sampai dengan
pertengahan 1947, bangsa Indonesia telah berhasil menyusun, mengonsolidasikan dan
sekaligus mengintegrasikan alat pertahanan dan keamanan. TNI bukanlah semata-mata alat
negara atau pemerintah, melainkan alat rakyat, alat “revolusi” dan alat bangsa Indonesia.
D. Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara Kesatuan dan
Pemerintahan Republik Indonesia
Kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1945 ternyata mendapat sambutan yang luar biasa di
berbagai daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Berikut
ini dukungan terhadap pembentukan Negara Republik
Indonesia.
1. Di Sulawesi Selatan, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat
akan pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX, menyatakan
dukungannya terhadap Negara Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia.
Mayoritas raja-raja suku Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui
kekuasaan Dr. Sam Ratulangie yang ditunjuk pemerintah sebagai Gubernur
Republik di Sulawesi.
2. Raja-raja Bali juga mengakui kekuasaan Republik.
3. Empat raja di Jawa Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan,
dan Paku Alaman Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik
Indonesia pada awal September 1945.
Dukungan yang sangat penting ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari
Kasultanan Yogyakarta yang nampak dalam pernyataannya tanggal 5 September 1945.
Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan bahwa Negeri
Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam
Negara Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan suatu keputusan yang
cukup berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang berdaulat. Sesuai dengan konsep
negara kesatuan yang dianut Indonesia, tidak akan ada negara di dalam negara. Kalau
hal tersebut terjadi akan memudahkan bangsa asing mengadu domba. Dukungan
terhadap negara kesatuan dan pemerintah Republik Indonesia juga datang dari rakyat
dan pemuda. Berikut ini beberapa peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara
spontan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
1 . Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi,
mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di Ujungpandang, gubernur segera
membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal Abidin diangkat sebagai
Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur oleh para pemuda dianggap terlalu
berhatihati, kemudian para pemuda mengorganisasi diri dan merencanakan merebut
gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda
tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Taishin), bekas kaigun
heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju
sasaran. Akibat peristiwa tersebut, pasukan Australia yang telah ada bergerak dan
melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut gerakan pemuda dipindahkan dari
Ujungpandang ke Polombangkeng.
2 . Di Bali
Para pemuda Bali telah membentuk berbagai organisasi pemuda, seperti AMI,
Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada akhir Agustus 1945. Mereka berusaha untuk
menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi mendapat hambatan
dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 mereka melakukan gerakan
serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun gerakan ini gagal.
3 . Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap
markas-markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan
para pemimpin Republik menolak ajakan untuk berunding dengan pasukan
pendudukan Australia.
4 . Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Rapat Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada
(Ikatan Atletik Djakarta) tanggal 19 September 1945.
Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut.
Pada peristiwa ini, kekuatan Jepang, termasuk tanktank, berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat umum
tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah
menteri.
Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, Presiden Soekarno
menyampaikan pidato yang intinya berisi permintaan agar rakyat memberi
kepercayaan dan dukungan kepada pemerintah RI, mematuhi perintahnya dan
tunduk kepada disiplin. Setelah itu Presiden Soekarno meminta rakyat yang hadir
bubar dan tenang.
5 . Terjadinya Insiden Bendera di Hotel
Yamato Surabaya Insiden ini terjadi pada tanggal 19
September 1945, ketika orang-orang Belanda bekas
tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu
segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda
tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel
Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda.
Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan
Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda
ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan.
Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel serta
menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya.
Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali
sebagai Merah Putih.
6 . Di Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September
1945. Sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang
dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa agar orang-orang
Jepang menyerahkan aset dan kantornya kepada orang Indonesia. Tanggal 27
September 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa
kekuasaan di daerah tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada hari itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
7. Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatra Selatan pada tanggal 8 Oktober
1945, ketika Residen Sumatra Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai
Gunseibu dalam suatu upacara menaikkan bendera Merah Putih. Setelah upacara
selesai, para pegawai kembali ke kantornya masing-masing. Pada hari itu juga
diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan yakni
kekuasaan Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa
insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
8 . Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang pada tanggal 15 - 20 Oktober 1945. Peristiwa itu
berawal ketika 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah
pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata memberontak ketika akan dipindahkan ke
Semarang. Tawanan-tawanan tersebut menyerang polisi Indonesia yang mengawal
mereka. Situasi bertambah hangat dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air
minum di desa Candi telah diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum
tersebut meninggal ditembak oleh Jepang. Pertempuran mulai pecah dini hari tanggal 15
Oktober 1945 di Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru berhenti
setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang. Usaha perdamaian
dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober
1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara Jepang. Untuk mengenang
keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran tersebut, maka dibangunlah
Tugu Muda yang terletak di kawasan Simpang Lima, Semarang.
9 . Di Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir
dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie Winkel, sekarang Pindad). Usaha
tersebut berlangsung sampai datangnya pasukan Sekutu di Bandung tanggal 17
Oktober 1945.
10. Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul gerakan yang mendukung proklamasi.
Akibatnya tentara Australia yang sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan
ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti demonstrasi dan mengibarkan
bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih dan mengadakan rapat. Namun
kaum nasionalis tidak menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14 November 1945,
tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera
Merah Putih.
11. Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawesi Utara tidak padam, meskipun tentara
NICA telah menguasai wilayah tersebut. Pada tanggal 14 Februari 1946, para
pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia
(PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado.
Mereka membebaskan tawanan yang mendukung Republik Indonesia antara lain
Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno Dhanupojo, dan G.E. Duhan. Di
sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan
Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut para
pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang
perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di
Yogyakarta dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang ditandatangani oleh Ch.Ch.
Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 dan sebagai residen
dipilih B.W. Lapian.
Persamaan BPUPKI dan PPKI
1. Sama-sama merupakan organisasi bentukan Jepang
2. Dibentuk ketika kondisi Jepang semakin terpuruk.
3.
Dibentuk dalam rangka mewujudkan keinginan janji Koiso untuk
memberikan kemerdekaan bagi negara Indonesia.
4. Maksud sebenarnya Jepang membentuk keduanya hanya untuk menarik
simpati rakyat Indonesia, mendapat dukungan dari rakyat Indonesia
sehingga tidak akan muncul perlawanan dari rakyat Indonesia.
Perbedaan BPUPKI dan PPKI
No. PEMBEDA
1
Waktu dibentuk
BPUPKI
Ketika Jepang menyadari
kondisinya sudah kritis setelah
Saipan dibom sekutu tepatnya
dibentuk tanggal 1 Maret 1945.
2
Kepanjangan
3
Istilah dalam bahasa
Jepang
Alasan dibentuk
Badan Penyalidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Dokuritsu Junbi Cosakai
4
Merencanakan persiapan
proklamasi kemerdekaan
Indonsia
PPKI
Dibentuk ketika Jepang sudah
tidak dapat berbuat banyak hal
setelah perekonomiannya lumpuh
dengan dibomnya kota Nagasaki,
dibentuk tepatnya tanggal 7
Agustus 1945
Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Dokuritsu Junbi Inkai
Realisasi dari janji kemerdekaan
Indonesia sebab Jepang telah
menentukan akan memberikan
5
Tugas Utama
Mempersiapkan hal-hal penting
mengenai tata pemerintahan
Indonesia merdeka
6
Hasil yang dicapai
Menyusun rancangan UUD bagi
negara Indonesia merdeka
7
Keanggotaan
8.
Keterlibatan Jepang
Terdiri dari kurang lebih 67
orang yang terdiri dari tokoh
utama pergerakan nasional
Indonesia serta 7 orang Jepang
Jepang terlibat dalam
keanggotaan BPUPKI untuk
mengawasi pelaksanaan kegiatan
kemerdekan bagi bangsa
Indonesia(14 Agst 1945)
Melanjutkan hasil kerja BPUPKI
dan mempersiapkan pemindahan
kekuasaan dari pihak Jepang
kepada bangsa Indonesia
Meresmikan dan mensyahkan
Undang-undang Dasar 1945
(membentuk pemerintahan RI)
Terdiri dari 21 orang Indonesia
Semua diserahkan rakyat
Indonesia sehingga tidak terdapat
keterlibatan Jepang
C. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok
a. Kekalahan pasukan Jepang terhadap sekutu yang ditandai dengan
menyerahnya Jepang pada tanggal 14 Agustus 1945.
b. Terjadinya kekosongan kekuasaan sebab Jepang sudah tidak berkuasa lagi
di Indonesia sementara itu sekuta yang harusnya mengambil alih kekuasaan
tak kunjung datang.
c. Berita kekalahan Jepang akhirnya diketahui dan tersebar di kalangan
pemuda Indonesia melalui siaran radio luar negeri pada tanggal 15 Agustus
1945.
d. Berita kekalahan Jepang tersebut menyebabkan munculnya semangat para
pemuda untuk segera memperoleh kemerdekaannya. Mereka menganggap
bahwa kemerdekaan merupakan hak dari rakyat Indonesia yang tidak
bergantung kepada bangsa atau Negara lainnya apalagi diberikan oleh orang
lain sehingga selagi ada kesempatan maka harus digunakan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu proklamasi harus dilaksanakan diluar PPKI yang
merupakan bentukan Jepang.
e. Sementara itu dalam menghadapi situasi tersebut golongan tua sangat raguragu untuk mengambil inisiatif memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Sebagai anggota PPKI mereka harus mendukung rencana yang
telah dirumuskan PPKI yaitu bahwa proklamasi akan dilaksanakan sesuai
ketetapan yang telah ditentukan oleh pemerintah Jepang (24 Agustus 1945).
Bagi golongan tua soal cepat atau lambat kemerdekaan Indonesia tidak
penting yang lebih penting bahwa proklamasi kemerdekaan harus
dipersiapkan secara matang. Lagi pula kemerdekaan Indonesia baik datang
dari pemerintah Jepang atau hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri
tidak perlu dipersoalkan (tidalah penting) yang terpenting yang harus
dihadapi saat ini adalah pasukan sekutu yang akan datang.
f. Terjadinya perbedaan pendapat antara golongan tua (Sukarno, Hatta, dan
anggota PPKI) dan golongan muda (Sukarni,Chaerul Saleh,Adam
Malik,Wikana (para mahasiswa dan anggota PETA) mengenai waktu yang
tepat untuk mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan inilah yang
menjadi hal mendasar hingga menyebabkan terjadinya peristiwa
Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok merupakan sebuah peristiwa sebagai reaksi
terhadap perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda
mengenai kemerdekaan Indonesia dengan membawa Sukarno dan Hatta
ke kota Rengasdengklok.
Terjadinya peristiwa tersebut yaitu pada tanggal 16 Agustus 1945 (Pkl. 04.00).
Di rumah warga keturunan Tionghoa Jo Ki Song.
Sehari penuh Sukarno-Hatta berada di Rengasdengklok dan ditekan
pemuda agar bersedia segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan
yang lepas dari pengaruh Jepang
Tujuan Peristiwa Rengasdengklok adalah untuk mengamankan Sukarno-Hatta
dari pengaruh pemerintaha pendudukan Jepang dalam merencanakan
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Tujuan dipilih kota Rengasdengklok :
Jauh dari pengaruh pemerintah pendudukan Jepang.
Merupakan kota kecil di kabupaten Karawang dan letaknya jauh dari jalan
raya utama Jakarta-Cirebon.
Batalion PETA Jakarta dan Rengasdengklok sering berlatih bersama
sehingga jika ada gerakan dari pasukan Jepang dapat dengan mudah
diketahui dan dihalangi.
Dapat dengan mudah mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke
Rengasdengklok (Karawang).
Dampak dari peristiwa Rengasdengklok
Dari peristiwa tersebut akhirnya terjadilah kesepakatan sebagai berikut.

Berdasarkan pembicaraan Sudancho Singgih dengan Sukarno, Sukarno
bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke
Jakarta

Sementara itu di Jakarta terjadi kesepakatan antara Ahmad Subardjo
(golongan tua) dengan Wikana (golongan muda) bahwa Proklamasi
Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta.
 Laksamana Tadashi Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka
selama berada di rumahnya. Sehingga rumahnya akan digunakan sebagai
tempat perundingan untuk membicarakan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia

Jusuf Kunto mengantar Ahmad Subardjo menjemput Sukarno-Hatta di
Rengasdengklok (17.30).
 Ahmad Subarjo memberikan jaminan taruhan nyawa bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan tanggal 17 Agustus 1945 selambatlambatnya pukul 12.00 WIB.
 Setelah ada jaminan, Komandan Kompi Peta setempat Sudancho Subeno
bersedia melepaskan Sukarno-Hatta ke Jakarta.
D. PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Upaya Perumusan Teks Proklamasi:
o Kurang lebih pukul 23.00 Bung Karno dan Bung Hatta tiba di Jakarta
setelah singgah dirumah masing-masing langsung menuju ke Rumah
Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, yang dianggap paling
aman dari ancaman militer Jepang.
o Sebelum menyusun naskah Maeda mengantar Soekarno-Hatta menghadap
Mayor Jenderal Nishimura untuk menjajaki sikapnya mengenai Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Tetapi pertemuan tersebut tidak mencapai kata
sepakat meskipun begitu Sukarno mengharapkan Jepang tidak menghalangi
pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan segera
dilaksanakan.
o Di ruang makan rumah Laksamana Muda Maeda yang dihadiri 30 orang
naskah proklamasi dirumuskan dan dikonsep oleh Sukarno (menulis) yang
disempurnakan oleh Hatta (usulan kalimat terakhir dari naskah
Proklamasi) dan Ahmad Subardjo (usul kalimat pertama dalam naskah
Proklamasi diambil dari rumusan BPUPKI).
o
Setelah selesai naskah tersebut hendak ditandatangani. Sukarno
mengusulkan agar seluruh hadirin menandatangani naskah proklamasi
sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Hal ini diperkuat oleh Hatta dengan
mengambil contoh Declaration of Independence. Hal ini ditentang oleh
Sukarni, ia mengusulkan agar yang menandatangani naskah proklamasi
adalah Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Dan usul tersebut
diterima dengan baik oleh para hadirin.
o Sukarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan
tersebut dengan perubahan-perubahan yang telah disepakati.
Perubahan dari naskah yang ditulis tangan dengan naskah yang diketik:
Naskah Tulis Tangan
Wakil-wakil Bangsa Indonesia
Djakarta, 17-8-‘05
Tempoh
05 merupakan tahun Jepang 2605.
Naskah yang diketik
Atas Nama Bangsa Indonesia
Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ‘05
Tempo
Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia :
 Tempat :
Awalnya diputuskan akan diselenggarakan di Lapangan IKADA, sebab
disana telah dipersiapkan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat
Jakarta untuk mendengarkan pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Tetapi karena jalan-jalannya dijaga ketat oleh pasukan Jepang
yang bersenjata lengkap maka dikawatirkan akan terjadi bentrokkan antara
rakyat Indonesia dengan pihak Jepang. Sehingga disepakati bahwa
pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di depan
rumah Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
 Waktu :
Hari Jum’at 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB (9 Ramadhan 1364 H)
 Peralatan (sound system, spiker,dsb) dipersiapkan oleh Wilopo.
 Tiang bendera yang terbuat dari bamboo dipersiapkan oleh Suhud tiang
tersebut ditancapkan di depan teras rumah Soekarno.
 Bendera dijahit tangan oleh Fatmawati Soekarno dengan bentuk ukuran
standar untuk dikibarkan.
 Para pemimpin bangsa Indonesia mulai berdatangan dan setelah Bung
Hatta tiba tepat pada pukul 10.00 WIB acara dimulai dengan pidato singkat
dari Bung Karno yang dilanjutkan acara sebagai berikut.
- Pertama : Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Kedua
: Pengibaran Bendera Merah Putih (Suhud dan Latief
Hendraningrat) diiringi lagu Indonesia Raya
- Ketiga
: Sambutan Walikota Suwirjo
Makna Proklamasi bagi Bangsa Indonesia :
 Proklamasi merupakan pernyataan berdasarkan hukum dan resmi bahwa
bangsa Indonesia telah merdeka.
 Dengan Proklamasi, bangsa Indonesia menjadi pelopor bagi bangsa-bangsa
Asia-Afrika untuk memerdekakan diri dari penindasan bangsa asing (
bangsa Asia pertama yang merdeka setelah PD II selesai.
 Proklamasi menyebabkan bangsa Indonesia semakin percaya pada kekuatan
sendiri yang telah menjadikannya bangsa yang merdeka, bebas dari tekanan
dan terlepas dari penjajahan bangsa asing yang telah dideritanya sejak lama.
 Dengan kemerdekaan ini bangsa Indonesia berhak mengatur sendiri
negaranya dan mulai menjalankan kehidupan kenegaraannya (baik dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dsb) sendiri
tanpa diatur oleh bangsa lain serta berusaha sekuat tenaga
mempertahankannya dari gangguan bangsa asing.
 Proklamasi merupakan jembatan yang menghubungkan dan mengantarkan
bangsa Indonesia dalam mencapai masyarakat baru yang bebas dari tekanan
dan ikatan.
Proklamasi merupakan momentum nasional dalam pembentukan Negara
Indonesia yang merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan asing.

Proklamasi merupakan titik puncak perjuangan pergerakan bangsa
Indonesia yang telah mengantarkannya ke pintu gerbang kebebasan menjadi
tongak sejarah baru bagi bangsa Indonesia.
 Proklamasi bukan merupakan titik akhir perjuangan bangsa Indonesia
tetapi terus berjuang untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
yang telah dicapainya itu.

Upaya Penyebarluasan Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Setelah Proklmasi berita kemerdekaan Indonesia segera menyebar di Jakarta
dan selanjutnya disebarkan ke seluruh Indonesia. Penyambutan berita
Proklamasi terbukti dengan adanya pelucutan senjata pasukan Jepang,
pengambil alihan pucuk pimpinan dan semangat terus berjuang untuk merebut
dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Penyebarluasan berita
Proklamasi tersebut dilakukan melalui,
o Radio kantor berita Jepang, Domai yang berhasil dikacaukan. Berita
proklamasi tersebut tersiar pada tanggal 17 Agustus 1945 sebanyak tiga kali.
Bahkan setiap 30 menit hingga siaran berakhir pukul 16.00 berita tersebut
terus diulang. Berita kemerdekaan Indonesia akhirnya dapat tersebar
hingga ke luar negeri melalui jaringan Jepang sendiri. Berita kemerdekaan
Indonesia tersebut terus tersebar kemana-mana.
o
Surat Kabar, surat kabar yang pertama menyebarkan berita tentang
proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah Tjahaja di Bandung dan Soeara
Asia di Surabaya. Hampir seluruh harian di jwa dalam penerbitan tanggal
20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
o Selebaran yang disebarkan di penjuru kota.
o Spanduk dan Pamflet dipasang ditempat-tempat strategis yang mudah
dilihat khalayak ramai.
o Aksi corat-coretan pada tembok-tembok atau bahkan pada gerbong-gerbong
kereta api.
o
Penyebaran berita dari mulut ke mulut secara beranting, salah satu
kelompok yang terkemuka yaitu kelompok Sukarni yang bermarkas di Jalan
Bogor.
o Berita Proklamasi disiarkan ke daerah-daerah melalui utusan daerah yang
kebetulan waktu itu mengikuti sidang PPKI dan menyaksikan pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, diantaranya
Teuku Moh. Hasan (Sumatra), Sam Ratulangie (Sulawesi), I Gusti
Ketut Puja (Sunda Kecil/Nusa Tenggara), Hamidhan (Kalimantan),
Latuharhary (Maluku)
o Pengiriman delegasi ke Negara-negara sahabat untuk menyebarluaskan
berita proklamasi kemerdekaan, misalnya Mr. Pilar dan Mr. A.A Maramis ke
India guna mendapat dukungan atas kemerdekaan RI.
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN,ALAT KELENGKAPAN,
dan KEAMANAN NEGARA INDONESIA
Sebagai Negara yang baru merdeka Indonesia belum memiliki pemimpin dan
pemerintahan yang berdaulat, oleh karena itu diadakan sidang PPKI dalam
upaya pembentukan pemerintahan, alat kelengkapan, dan keamanan negara
Indonesia.
1. Sidang tanggal 18 Agustus1945, menghasilkan keputusan sebagai berikut:
a. Mengesahkan dan menetapkan UUD RI yang dikenal dengan nama UUD
1945.
b. Memilih dan menetapkan Sukarno sebagai Presiden dan Mohammad
Hatta sebagai wakil presiden (secara aklamasi)
c. Pembentukan Komite Nasional untuk membantu pekerjaan presiden
sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
2. Sidang tanggal 19 Agustus 1945, menetapkan mengenai :
a.
Pembagian wilayah Indonesia
Menetapkan wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi dengan 2 daerah
istimewa beserta gubernurnya, yaitu :
a) Jawa Barat
: Sutardjo Kartohadikusumo
b) Jawa Tengah
: R. Panji Soeroso
c) Jawa Timur
: R.A Soerjo
d) Kalimantan
: Ir. Mohammad Noor
e) Sulawesi
: Dr. Sam Ratulangi
f) Maluku
: Mr. J. Latuharhary
g) Sunda Kecil
: Mr. I Gusti Ketut Pudja
h) Sumatera
: Mr. Teuku Moh. Hasan
i) Dua daerah istimewa yaitu Yogyakarta dan Surakarta
b.
Pembentukan Dpartemen dan Kementrian
Pembentukan 12 Departemen dan 4 kementrian negara untuk membantu
presiden.
a) Departemen Dalam Negeri
: Wiranata Kusumah
b) Departemen Luar Negeri
: Ahmad Subardjo
c) Departemen Kehakiman
: Dr. Soepomo
d) Departemen Keuangan
: A.A Maramis
e) Departemen Kemakmuran
: Ir. Surachman Tjokrodisuryo
f) Departemen Pengajaran
: Ki Hajar Dewantara
g) Departemen Penerangan
: Amir Syarifudin
h) Departemen Sosial
: Iwa Kusumasumantri
i) Departemen Pertahanan
: Supriyadi
j) Departemen Kesehatan
: Boentaran Martoatmodjo
k) Departemen Perhubungan
: Abikusno Tjokrosujoso
l) Departemen Pekerjaan Umum
: Abikusno Tjokrosujoso
m) Menteri Negara
: Wachid Hasyim
n) Menteri Negara
: R.M Sartono
o) Menteri Negara
: M. Amir
p) Menteri Negara
: R. Otto Iskandardinata
3. Sidang tanggal 22 Agustus 1945, PPKI membentuk tiga badan yaitu :
a.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia (KNI)
Dibentuk komite nasional sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa
Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan yang didasarkan
kedaulaan rakyat.
Komite
Nasional Indonesia
Pusat
(KNIP)
berkedudukan di Jakarta, sedangkan Komite Nasional Indonesia Daerah
(KNID) berkedudukan di ibukota propinsi. Tanggal 29 Agustus 1945,
Presiden Sukarno melantik 135 anggota KNIP di Gedung Kesenian
Jakarta dengan ketua Kasman Singodimejo.
b.
Pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI)
Awalnya PNI dibentuk sebagai partai tunggal di Indonesia tetapi
keputusan tersebut ditunda hingga tanggal 31 Agustus 1945. Tujuan PNI
adalah mewujudkan Negara Republik Indonesia yang berdaulat, adil dan
makmur berdasarkan kedaulatan rakyat.
c.
Pembentukan Tentara Kebangsaan
Sehubungan dengan pembentukan Tentara Kebangsaan maka dibentuk
Badan Keamanan Rakyat/ BKR (23 Agustus 1945) yang kemudian
ditetapkan sebagai bagian dari badan penolong keluarga korban perang.
Badan ini ditujukan untuk memelihara keselamatan rakyat. BKR
dibentuk sebagai pengganti Badan Penolong Korban Perang (BPKP). BKR
terdiri dari BKR pusat dan BKR daerah.
Akhirnya karena desakan para pemuda anggota BKR maka dibentuk
tentara kebangsaan yang diresmikan pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan
nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada 25 Januari 1946 TKR
berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dalam upaya
untuk mendirikan tentara yang percaya pada kekuatan sendiri. Pada 3
Juni 1947, TRI berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dengan tujuan untuk membentuk tentara kebangsaan yang benar-benar
profesional siap untuk mengamankan NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia).
Sistem Pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan
Sistem Pemerintahan Indonesia di awal masa Kemerdekaannya adalah Sistem
PRESIDENSIIL. Sistem Pemerintahan ini sesuai dengan rumusan Undangundang Dasar 1945, dimana Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
dan kedudukan mentri adalah sebagai pembantu presiden. “Menteri
merupakan pembantu presiden (pemerintah) yang diangkat dan diberhentikan
oleh presiden, sehingga menteri bertanggungjawab kepada presiden”. Oleh
karena itu, untuk melengkapi pemerintahan Indonesia dibentuklah
departemen dan kementrian. Seharusnya pembentukan kementrian
diserahkan pada presiden tetapi untuk negara Indonesia yang baru merdeka ini
pembentukan Departemen dan Susunan Kementrian Negara diserahkan pada
panitia kecil (Ahmad Subardjo, Sutardjo Kartohadikusumo,Kasman
Singodimejo). Akhirnya berdasarkan sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 pada
tanggal 12 September 1946 dibentuklah Kabinet Presidensiil (Kabinet RI I)
dengan 12 departemen dengan 4 menteri negara. Sementara itu untuk
melengkapi pemerintahan maka wilayah Indonesia dibagi dalam 8 propinsi
dengan 2 daerah istimewa dimana masing-masing wilayah mempunyai
gubernur yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan pengambilan
keputusan di daerah.
Tetapi perkembangannya karena pengaruh dari golongan sosialis yang ada
dalam KNIP maka usia kabinet Presidensiil tidak lama yaitu sejak 12 September
1945 sampai 14 November 1945. Sejak tanggal 14 November 1945 Indonesia
menggunakan sistem Kabinet PARLEMENTER dengan Perdana Menteri
pertamanya yaitu Sutan Syahrir. Sistem Kabinet Parlementer inilah yang
katanya sesuai dengan harapan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
mengharapkan sistem pemerintahan Demokrasi dimana cirinya adalah adanya
DPR (parlemen) yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat. Pola
pemerintahan ini merupakan bentuk penerapan demokrasi yang ada di negara
Belanda yang berdasarkan multipartai yaitu sistem pemerintahan
parlementer. Jika menggunakan kabinet presidentil maka presiden berperan
sebagai pemimpin kabinet dan kabinet bertanggungjawab kepada presiden.
Tetapi
jika
menggunakan
kabinet
Parlementer
maka
presiden
bertanggungjawab kepada parlemen (KNIP).
Kabinet Parlementer ini terbentuk karena memang sebenarnya direncanakan
oleh KNIP. Dimana “kabinet (menteri) bertanggungjawab langsung kepada
KNIP (parlemen) dengan kekuasaan legislatifnya. Selain itu tujuan dibentuk
kabinet Parlementer adalah untuk mengurangi peranan presiden yang
dianggap terlalu besar.
Untuk mewujudkan ambisi KNIP tersebut maka mulai dibentuknya Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP) pada 16 Oktober 1945 (Sidang
KNIP I). Langkah selanjutnya adalah mengubah fungsi KNIP dari hanya
sekedar badan penasehat menjadi badan legislatif yang sebenarnya dipegang
MPR/DPR, disetujui dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No. X yang
ditandatangani wakil presiden. Dengan dikeluarkan maklumat tersebut maka
kekuasaan presiden berkurang yaitu hanya dalam bidang eksekutif saja.
Sementara itu KNIP sebagai badan Legislatif menggantikan MPR dan DPR
sebelum terbentuk. Selain kedua hal tersebut KNIP juga mengusulkan
pembentukan partai politik sebanyak-banyaknya sebagai sarana untuk
penyaluran aspirasi dan paham yang berkembang di masyarakat. Usulan
tersebut disetujui dengan mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. 3 tanggal 3
November 1945 tentang anjuran pembentukan partai-partai politik.
Adapun partai-partai yang berhasil dibentuk adalah Partai Nasional
Indonesia (PNI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai
Komunis Indonesia (PKI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Partai Rakyat
Jelata (PRJ), Partai Sosialis Indonesia (Parsi/PSI), Persatuan Rakyat
Marhaen(Permai), Partai Rakyat Sosialis (Paras), Partai Kristen
Indonesia (Parkindo), Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI).
Terbentuknya kabinet Syahrir (parlementer I) merupakan suatu bentuk
penyimpangan pertama pemerintah RI terhadap ketentuan UUD 1945. Sebab
dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “pemerintahan harus dijalankan menurut
sistem kabinet Prsesidensiil, dimana menteri sebagai pembantu presiden”
sementara itu pelaksanaannya” mentri (kabinet) bertanggungjawab langsung
pada parlemen (KNIP)”. Karena menggunakan sistem parlementer maka
kabinet dan parlemen (KNIP) selalu bersaing untuk memperebutkan pengaruh
dan kedudukan. Akibatnya sering terjadi pergantian kabinet karena dijatuhkan
oleh parlemen (KNIP).
Bab2
PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK DAN
EKONOMI INDONESIA PASCA PENGAKUAN
KEDAULATAN 9.1 SANUSI FATTAH
Dapatkah kalian menyebutkan kembali isi KMB? Seperti yang pernah dibahas pada
materi sebelumnya, KMB telah menghasilkan kesepakatan yang diterima oleh masingmasing pihak. Salah satunya adalah Belanda mengakui kedaulatan RIS. Bagaimanakah
kondisi politik dan ekonomi pada masa pasca pengakuan kedaulatan RIS? Apakah jauh
lebih lebih buruk atau membaik? Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan, RI
mengalami dua kali pergantian sistem pemerintahan. Apa sajakah sistem pemerintahan
tersebut? Bagaimana kehidupan politik dan ekonomi pada masa periode pemerintahan
tersebut? Agar lebih jelas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, cermatilah
pembahasan materi pada bab ini!
Daftar isi
[sembunyikan]
1 A. Berbagai Faktor yang Memengaruhi Proses Kembalinya Republik Indonesia sebagai Negara
Kesatuan
2 B. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
2.1 1. Belum terwujudnya kemerdekaan ekonomi
2.2 2. Perkebunan dan instalasi-instalasi industri rusak
2.3 3. Jumlah penduduk meningkat cukup tajam
2.4 4. Utang negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
2.5 5. Defisit dalam perdagangan internasional
2.6 6. Kekurangan tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
2.7 7. Rendahnya Penanaman Modal Asing (PMA) akibat konflik Irian Barat
2.8 8. Terjadinya disinvestasi yang tajam dalam tahun 1960-an
3 C. Pemilihan Umum Tahun 1955
3.1 1. Situasi Politik di Indonesia Sebelum Pemilu Tahun 1955

3.1.1 a. Kabinet Mohammad Natsir (7 September 1950 – Maret 1951)

3.1.2 b. Kabinet Sukiman (April 1951- Februari 1952)

3.1.3 c. Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953)

3.1.4 d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)

3.1.5 e. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)

3.1.6 f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 – Maret 1957)

3.1.7 g. Kabinet Djuanda (Maret 1957 – April 1959)
3.2 2. Pelaksanaan Pemilu Tahun 1955
4 D. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Dampak yang Ditimbulkan
4.1 1. Situasi Politik Menjelang Dekrit Presiden
4.2 2. Sidang Konstituante Menjelang Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
4.3 3. Tindak Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959
4.4 4. Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
5 E. Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
5.1 1. Kondisi Politik Dalam Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin
5.2 2. Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin

5.2.1 a. Oldefo dan Nefo

5.2.2 b. Konfrontasi dengan Malaysia
6 CATTING Catatan Penting
A. Berbagai Faktor yang Memengaruhi Proses
Kembalinya Republik Indonesia sebagai
Negara Kesatuan
Bagian penting dari keputusan KMB adalah terbentuknya Negara Republik Indonesia
Serikat. Memang hasil KMB diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia, namun hanya
“ setengah hati.” Hal ini terbukti dengan munculnya perbedaan dan pertentangan
antarkelompok bangsa. Dua kekuatan besar yang saling berseberangan yaitu:
1. kelompok unitaris, artinya kelompok pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia;
dan
2. kelompok pendukung Negara Federal-RIS.
JELI
Jendela
Undang
Undang
Dasar
yang
pernah
berlaku
di
Indonesia
1.
UUD
1945
(18
Agustus
1945
s.d.
27
Desember
2. Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 s.d. 17 Agustus
3.
UUDS
1950
(17
Agustus
1950
s.d.
5
Juli
4. UUD 1945 (5 Juli 1959 s.d. sekarang), dan mengalami empat kali amandemen.
Info
yaitu:
1949),
1950),
1959),
Dampak dari terbentuknya Negara RIS adalah konstitusi yang digunakan bukan lagi
UUD 1945, melainkan Konstitusi RIS tahun 1949. Dalam pemerintahan RIS jabatan
presiden dipegang oleh Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta sebagai perdana
menteri. Perlu diingat bahwa dalam Konstitusi RIS 1949 tidak mengenal jabatan wakil
presiden. Berdasarkan pandangan kaum nasionalis pembentukan RIS merupakan
strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia
sehingga Belanda akan mudah mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya di
Republik Indonesia. Kelompok ini sangat menentang dan menolak ide federasi dalam
bentuk negara RIS.
JELI
Jendela
Info
Ada beberapa tahap dan proses kembalinya negara RIS ke NKRI.
a.
Negara
Pasundan
tanggal
11
Maret
1950
bergabung
ke
RI.
b.
Tanggal
22
April
1950
tinggal
RI,
NST,
dan
NIT.
c. Tanggal 14 Agustus 1950 Senat dan DPR mengesahkan UUDS 1950.
d. Tanggal 15 Agustus 1950 Soekarno membacakan Piagam Persetujuan Kembali ke
NKRI.
e. Tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi RIS berakhir dan terbentuk NKRI.
Pada akhirnya kelompok unitaris semakin memperoleh simpati. Berikut ini sejumlah
faktor yang memengaruhi proses kembalinya negara RIS menjadi NKRI.
1. Bentuk negara RIS bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus
1945.
2.
Pembentukan
negara
RIS tidak sesuai
dengan
kehendak rakyat.
3. Bentuk RIS pada dasarnya merupakan warisan dari kolonial Belanda yang tetap ingin
berkuasa
di
Indonesia.
4. Berbagai masalah dan kendala politik, ekonomi, sosial, dan sumber daya manusia
dihadapi oleh negara-negara bagian RIS.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan Piagam terbentuknya
NKRI. Peristiwa ini juga menandai berakhirnya bentuk RIS. Indonesia kembali menjadi
negara kesatuan.
B. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia
Pasca Pengakuan Kedaulatan
Pasca pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia di bidang ekonomi sangatlah kompleks. Berikut ini
masalah-masalah tersebut.
1. Belum terwujudnya kemerdekaan ekonomi
Kondisi perekonomian Indonesia pasca pengakuan kedaulatan masih dikuasai oleh
asing. Untuk itu para ekonom menggagas untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional. Salah satu tokoh ekonom itu adalah Sumitro
Djoyohadikusumo. Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia harus selekasnya
ditumbuhkan kelas pengusaha. Pengusaha yang bermodal lemah harus diberi bantuan
modal. Program ini dikenal dengan gerakan ekonomi Program Benteng. Tujuannya
untuk melindungi usaha-usaha pribumi. Ternyata program benteng mengalami
kegagalan. Banyak pengusaha yang menyalahgunakan bantuan kredit untuk mencari
keuntungan secara cepat.
2. Perkebunan dan instalasi-instalasi industri rusak
Akibat penjajahan dan perjuangan fisik, banyak sarana prasarana dan instalasi industri
mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan kemacetan dalam bidang industri, kondisi
ini mempengaruhi perekonomian nasional.
3. Jumlah penduduk meningkat cukup tajam
Pada pasca pengakuan kedaulatan, laju pertumbuhan penduduk meningkat. Pada tahun
1950 diperkirakan penduduk Indonesia sekitar 77,2 juta jiwa. Tahun 1955 meningkat
menjadi 85,4 juta. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat berakibat pada peningkatan
impor makanan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk kebutuhan akan lapangan
kerja meningkat. Kondisi tersebut mendorong terjadinya urbanisasi.
4. Utang negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
Setelah pengakuan kedaulatan, ekonomi Indonesia tidak stabil. Hal itu ditandai dengan
meningkatnya utang negara dan meningginya tingkat inflasi. Utang Indonesia meningkat
karena Ir. Surachman (selaku Menteri Keuangan saat itu) mencari pinjaman ke luar
negeri untuk mengatasi masalah keuangan negara. Sementara itu, tingkat inflasi
Indonesia meninggi karena saat itu barang-barang yang tersedia di pasar tidak dapat
mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, harga barang-barang kebutuhan naik.
Untuk mengurangi inflasi, pemerintah melakukan sanering pada tanggal 19 Maret 1950.
Sanering adalah kebijakan pemotongan uang. Uang yang bernilai Rp,5,- ke atas berlaku
setengahnya.
5. Defisit dalam perdagangan internasional
Perdagangan internasional Indonesia menurun. Hal ini disebabkan Indonesia belum
memiliki barang-barang ekspor selain hasil perkebunan. Padahal sarana dan
produktivitas perkebunan telah merosot akibat berbagai kerusakan.
6. Kekurangan tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
Pada awal pengakuan kedaulatan, perusahaan-perusahaan yang ada masih merupakan
milik Belanda. Demikian juga tenaga ahlinya. Tenaga ahli masih dari Belanda, sedang
tenaga Indonesia hanya tenaga kasar. Oleh karena itu Mr. Iskaq Tjokroadikusuryo
melakukan kebijakan Indonesianisasi. Kebijakan ini mendorong tumbuh dan
berkembangnya pengusaha swasta nasional. Langkahnya dengan mewajibkan
perusahaan asing memberikan latihan kepada tenaga bangsa Indonesia.
7. Rendahnya Penanaman Modal Asing (PMA) akibat konflik
Irian Barat
Akibat konflik Irian Barat kondisi politik tidak stabil. Bangsa Indonesia banyak melakukan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Sebagai dampak nasionalisasi,
investasi asing mulai berkurang. Investor asing tidak berminat menanamkan modalnya di
Indonesia.
8. Terjadinya disinvestasi yang tajam dalam tahun 1960-an
Pada tahun 1960-an terjadi disinvestasi yang cukup tajam akibat konflik Irian Barat.
Akibatnya kapasitas produksi menurun karena terjadi salah urus dalam perusahaan.
C. Pemilihan Umum Tahun 1955
1. Situasi Politik di Indonesia Sebelum Pemilu Tahun 1955
Kondisi perpolitikan di Indonesia sebelum dilaksanakan Pemilu tahun 1955 ada dua ciri
yang menonjol, yaitu munculnya banyak partai politik (multipartai) dan sering terjadi
pergantian kabinet/ pemerintahan. Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan, sistem
demokrasi yang dianut adalah Demokrasi Liberal Sistem pemerintahannya adalah
kabinet parlementer. Pada masa ini perkembangan partai politik diberikan ruang yang
seluas-luasnya. Dari tahun 1950-1959, terdapat tujuh kabinet yang memerintah.
a. Kabinet Mohammad Natsir (7 September 1950 – Maret 1951)
Kabinet Natsir merupakan suatu Zaken Kabinet, intinya adalah Partai Masyumi. Kabinet
ini menyerahkan mandatnya tanggal 21 Maret 1951, setelah adanya mosi yang
menuntut pembekuan dan pembubaran DPRD Sementara. Penyebab lainnya adalah
seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan dari partai
oposisi.
b. Kabinet Sukiman (April 1951- Februari 1952)
Kabinet Sukiman merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada masa Kabinet
Sukiman muncul berbagai gangguan keamanan, misalnya DI/TII semakin meluas dan
Republik Maluku Selatan. Kabinet ini jatuh karena kebijakan politik luar negerinya
diangap condong ke Serikat. Pada tanggal 15 Januari 1952 diadakan penandatanganan
Mutual Security Act (MSA). Perjanjian ini berisi kerja sama keamananan dan Serikat
akan memberikan bantuan ekonomi dan militer.
c. Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953)
Kabinet Wilopo didukung oleh PNI, Masyumi, dan PSI. Prioritas utama program kerjanya
adalah peningkatan kesejahteraan umum. Peristiwa penting yang terjadi semasa
pemerintahannya adalah peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa.
Peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu tuntutan rakyat yang didukung oleh Angkatan Darat
yang dipimpin Nasution, agar DPR Sementara dibubarkan diganti dengan parlemen
baru. Sedang Peristiwa Tanjung Morawa (Sumatra Timur) mencakup persoalan
perkebunan asing di Tanjung Morawa yang diperebutkan dengan rakyat yang
mengakibatkan beberapa petani tewas.
d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Kabinet ini dikenal dengan Kabinet Ali Wongso (Ali Sastroamijoyo dan Wongsonegoro).
Prestasi yang dicapai adalah terlaksananya Konferensi di Bandung 18-24 April 1955.
e. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
Kabinet ini dipimpin oleh Burhanudin Harahap dengan inti Masyumi. Keberhasilan yang
diraih adalah menyelenggarakan pemilu pertama tahun 1955. Karena terjadi mutasi di
beberapa kementerian, maka pada tanggal 3 Maret 1956 Burhanudin Harahap
menyerahkan mandatnya.
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 – Maret 1957)
Program Kabinet Ali II disebut Rencana Lima Tahun. Program ini memuat masalah
jangka panjang, misalnya perjuangan mengembalikan Irian Barat. Muncul semangat
anti- Cina dan kekacauan di daerah-daerah sehingga menyebabkan kabinet goyah.
Akhirnya pada Maret 1957, Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya.
g. Kabinet Djuanda (Maret 1957 – April 1959)
Kabinet Djuanda sering dikatakan sebagai Zaken Kabinet, karena para menterinya
merupakan ahli dan pakar di bidangnya masing-masing. Tugas Kabinet Djuanda
melanjutkan perjuangan membebaskan Irian Barat dan menghadapi keadaan ekonomi
dan keuangan yang buruk. Prestasi yang diraih adalah berhasil menetapkan lebar
wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titiktitik terluar dari Pulau Indonesia. Ketetapan ini dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Kabinet ini menjadi demisioner ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden
5 Juli 1959.
2. Pelaksanaan Pemilu Tahun 1955
Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dilaksanakan
oleh bangsa Indonesia. Pemilu diselenggarakan pada masa pemerintahan Kabinet
Burhanudin Harahap. Pemilu dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tanggal 29 September
1955 untuk memilih anggota DPR, dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih
anggota Badan Konstituante (Badan Pembentuk UUD).
JELI
Jendela
Info
Sejak tahun 1999, pemilu dilaksanakan dengan sistem multipartai dengan jumlah
peserta 48 partai politik. Sedangkan pada pemilu tahun 2004, peserta pemilu sebanyak
24 partai politik.
Hasil pemilu tahun 1955 menunjukkan ada empat partai yang memperoleh suara
terbanyak yaitu PNI (57 wakil), Masyumi (57 wakil), NU (45 wakil), dan PKI (39 wakil).
Dari segi penyelenggaraan, pemilu tahun 1955 dapat dikatakan berjalan dengan bersih
dan jujur karena suara yang diberikan masyarakat mencerminkan aspirasi dan kehendak
politik mereka. Akan tetapi, kampanye yang relatif terlalu lama (2,5 tahun) dan bebas
telah mengundang emosi politik yang amat tinggi, terutama kecintaan yang berlebihan
terhadap partai. Pemilu tahun 1955 ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas poltik
seperti yang diharapkan. Bahkan muncul perpecahan antara pemerintahan pusat
dengan beberapa daerah. Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakmampuan anggota
Konstituante untuk mencapai titik temu dalam menyusun UUD baru untuk mengatasi
kondisi negara yang kritis. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit. Dekrit ini dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
D. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Dampak
yang Ditimbulkan
1. Situasi Politik Menjelang Dekrit Presiden
Sistem Demokrasi Liberal ternyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi
stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke permukaan. Misalnya konflik ideologis,
konflik antarkelompok dan daerah, konflik kepentingan antarpartai politik. Hal ini
mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada tanggal
21 Februari 1957.Berikut ini isi Konsepsi Presiden.
a. Penerapan sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan
kepribadian Indonesia, sehingga sistem demokrasi parlementer harus diganti dengan
Demokrasi Terpimpin.
b. Membentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanya semua partai politik.
c. Segera dibentuk Dewan Nasional.
JELI
Jendela
Info
• Demokrasi Liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan yang seluasnya kepada
warga negara. Indonesia. menganut Demokrasi Liberal pada tahun 1950-1959. Pada
masa
ini
ditandai
dengan
pergantian
kabinet
yang
memerintah.
• Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila.
Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa).
Berlaku di Indonesia pada tahun 1959-1965.'
2. Sidang Konstituante Menjelang Keluarnya Dekrit Presiden 5
Juli 1959
Dari pemilu tahun 1955 terbentuk dewan konstituante. Badan ini bertugas menyusun
UUD yang baru. Anggota Konstituante terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok
Islam dan kelompo nasionalis, kedua kelompok sulit mencapai kata sepakat dalam
pembahasan isi UUD. Dalam sidang sering terjadi perpecahan pendapat. Setiap wakil
partai memaksakan pendapatnya. Akibatnya gagal menghasilkan UUD. Hal ini
mendorong presiden menganjurkan konstituante untuk kembali menggunakan UUD
1945. Untuk mewujudkan anjuran tersebut maka, diadakan pemungutan suara sampai
tiga kali. Akan tetapi hasilnya belum mencapai batas quorum, dua pertiga suara.
Akibatnya Dewan Konstituante gagal mengambil keputusan. Untuk mengatasi masalah
tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 presiden mengeluarkan dekrit. Isi Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959 yaitu:
a.
pembubaran
b. berlakunya kembali UUD 1945, dan
c. akan dibentuk MPRS dan DPAS.
tidak
berlakunya
lagi
Konstituante;
UUDS 1950;
JELI
Jendela
Info
Dekrit Presiden adalah keputusan pemerintah di bidang ketatanegaraan yang bersifat
mengikat. Agar berlaku efektif, dekrit biasanya harus mendapat dukungan dari kekuatan
politik, parlemen, dan militer.
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit sebagai langkah untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Keluarnya Dekrit Presiden menandai berakhirnya Demokrasi Liberal
dan dimulainya Demokrasi Terpimpin.
3. Tindak Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 terjadi beberapa perkembangan
politik dan ketatanegaraan di Indonesia.
a. Pembentukan Kabinet Kerja, dengan programnya yang disebut Tri Program, isinya:
1)
memperlengkapi
sandang
pangan
rakyat,
2)
menyelenggarakan
keamanan
rakyat
dan
negara,
serta
3) melanjutkan perjuangan menentang imperialisme untuk mengembalikan Irian Barat.
b. Penetapan DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR tanggal 23 Juli 1959.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS. Tugas MPRS adalah menetapkan GBHN.
Sedangkan tugas DPAS adalah sebagai penasihat atau memberi pertimbangan pada
presiden.
d. MPRS dan DPAS juga dibentuk BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Mahkamah
Agung (MA). BPK bertugas memeriksa penggunaan uang negara oleh pemerintah, MA
berperan
sebagai
lembaga
tinggi
negara.
e. Pembentukan DPR-GR. Pada tahun 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR
hasil pemilu. Alasannya adalah penolakan DPR terhadap usulan Anggaran Belanja
Negara yang diajukan presiden. Selanjutnya pada tanggal 24 Juni 1960, Presiden
Soekarno
membentuk
DPR-GR
(DPR
Gotong
Royong).
f. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Front Nasional. Depernas
bertugas menyusun rancangan pembangunan semesta yang berpola delapan tahun.
Front Nasional tugasnya mengerahkan massa. Badan ini berperan penting dalam
pengganyangan Malaysia dan pembebasan Irian Barat, terutama melalui Front Nasional
Pembebasan
Irian
Barat
(FNPIB).
g. Penetapan GBHN. Manifesto Politik (Manipol) merupakan sebutan pidato Presiden
Soekarno dalam peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
1959. Pidato tersebut aslinya berjudul” Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Oleh DPAS
dalam sidangnya tanggal 23-25 September 1959, diusulkan agar Manipol ditetapkan
sebagai GBHN. Manipol itu mencakup USDEK yang terdiri dari UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.
Manipol dan USDEK sering disebut dengan Manipol USDEK.
Dalam Tap MPRS itu juga diputuskan bahwa pidato presiden “Jalannya Revolusi Kita”
dan “To Build the World a New” (membangun dunia kembali) Menjadi pedoman
pelaksanaan Manifesto Politik.
4. Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit
Presiden
ternyata
memiliki
beberapa
dampak,
berikut.
a. Terbentuknya lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan UUD 1945,
misalnya
MPRS
dan
DPAS.
b. Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang berkepanjangan yang sangat
membahayakan
persatuan
dan
kesatuan.
c. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam percaturan
politik
di
Indonesia.
d.
Presiden
Soekarno
menerapkan
Demokrasi
Terpimpin.
e. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, maupun
lembaga tinggi negara lainnya.
E. Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi
Terpimpin
1. Kondisi Politik Dalam Negeri pada Masa Demokrasi
Terpimpin
Demokrasi Terpimpin yang menggantikan sistem Demokrasi Liberal, berlaku tahun 1959
– 1965. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga
cenderung ke arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945.
Berikut ini beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi
semasa
Demokrasi
Terpimpin.
a.
Pembentukan
MPRS
melalui
Penetapan
Presiden
No.
2/1959.
b.
Anggota
MPRS
ditunjuk
dan
diangkat
oleh
presiden.
c.
Presiden
membubarkan
DPR
hasil
pemilu
tahun
1955.
d. GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA bukan oleh MPRS.
e. Pengangkatan presiden seumur hidup.
JELI
Jendela
Info
Menurut Bung Hatta, Demokrasi Terpimpin sebagai sebuah konsepsi mempunyai tujuan
baik, tetapi cara-cara dan langkah-langkah yang hendak diambil untuk melaksanakannya
terlihat menjauhkan dari tujuan baik tersebut. Hal ini terbukti dengan beberapa tindakan
Presiden Soekarno, di antaranya membubarkan DPR hasil Pemilu.
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha
menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada
Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di
sampingnya. Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno
sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang
sah dalam konstelasi politik Indonesia. Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat
PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra
sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia.
Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya
secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI
adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September
1965.
2. Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin
Politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin lebih condong ke blok Timur. Indonesia
banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara blok komunis, seperti Uni Soviet,
RRC, Kamboja, maupun Vietnam. Berikut ini beberapa contoh pelaksanaan politik luar
negeri masa Demokrasi Terpimpin.
JELI
Jendela
Info
Menurut UUD 1945, politik luar negeri yang dianut bangsa Indonesia adalah politik luar
negeri bebas aktif. Bebas artinya tidak memihak terhadap dua blok yang saat itu sedang
konflik yaitu blok Barat dan Blok Timur. Konsep aktif bermakna Indonesia senantiasa ikut
serta aktif dan berpartisipasi dalam mewujudkan perdamaian dunia.
a. Oldefo dan Nefo
Oldefo (The Old Established Forces), yaitu dunia lama yang sudah mapan ekonominya,
khususnya negara-negara Barat yang kapitalis. Nefo (The New Emerging Forces), yaitu
negara-negara baru. Indonesia menjauhkan diri dari negara-negara kapitalis (blok
oldefo) dan menjalin kerja sama dengan negara-negara komunis (blok nefo). Hal ini
terlihat dengan terbentuknya Poros Jakarta – Peking (Indonesia – Cina) dan Poros
Jakarta – Pnom Penh – Hanoi – Peking – Pyongyang ( Indonesia – Kamboja – Vietnam
Utara - Cina – Korea Utara).
b. Konfrontasi dengan Malaysia
Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri
dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Rencana
tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno karena dianggap sebagai proyek
neokolonialisme dan dapat membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai.
Keberatan atas pembentukan Federasi Malaysia juga muncul dari Filipina yang
mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya. Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana
Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan
Federasi Malaysia. Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaya
memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia.
JELI
Jendela
Informasi
Dalam rangka konfrontasi Malaysia, Indonesia juga mengadakan operasi militer yang
diberi nama “Operasi Siaga” yang berupa penyusupan pasukan Indonesia ke wilayah
musuh di Semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara. Panglima Siaga yang ditunjuk
oleh Presiden Soekarno adalah Marsekal Madya Umar Dhani.
Menghadapi tindakan Malaysia tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi.
Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus.
Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando
Rakyat
(Dwikora),
isinya:
1)
perhebat
ketahanan
revolusi
Indonesia,
dan
2) bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan
Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Di tengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia dicalonkan sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden
Soekarno. Namun akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB.
Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
CATTING Catatan Penting
Pasca pengakuan kedaulatan, bangsa Indonesia
mengalami permasalahanekonomi yang sangat kompleks.
Misalnya inflasi tinggi, rusaknya infrastruktur,hutang
negara meningkat, defisit anggaran, rendahnya investasi,
dan lainsebagainya.
Langkah yang diambil pemerintah Indonesia dalam
mengatasi masalahekonomi pasca pengakuan kedaulatan,
antara lain kebijakan pemotonganuang, konsep ekonomi
nasional,
program
gerakan
benteng,
kebijakanIndonesianisasi, dan lain-lain.
Di bidang politik, sesuai dengan isi UUDS 1950, maka
Indonesia menerapkanDemokrasi Liberal dengan sistem
kabinet parlementer. Akibatnya munculbanyak partai
politik. Di sisi lain sistem pemerintahan tidak stabil
karenasering terjadi pergantian kabinet. Beberapa kabinet
yang memerintah padamasa Demokrasi Liberal antara lain
Kabinet Natsir, Sukiman, Wilopo, AliSastroamijoyo I,
Burhanudin Harahap, Ali Sastroamijoyo II, dan Djuanda.
Pemilu tahun 1955 dilaksanakan dua tahap, yaitu 29
September 1955 untukmemilih anggota DPR dan tanggal
15 Desember 1955 untuk memilih anggotakonstituante.
Pemilu ini ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas
politik.
Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD
ternyata gagal,sehingga tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno
mengeluarkan
Dekrit
Presidenyang
membubarkan Konstituante, menyatakan kembali ke UUD
1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Keluarnya
Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi
Terpimpin.
Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila, dan UUD 1945
termasuk kebijakan politik luar negeri. Pembubaran DPR
hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup,
terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi dengan
Malaysia, sampai keluarnya Indonesia dari keanggotaan
PBB merupakan sejumlah contoh dari penyimpangan
tersebut.
Download